You are on page 1of 36

Kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 CM:

sebagai indikator mutu Rekam Medik dalam rangka mutu



pelayanan rumah sakit.

Dr. Dody Firmanda, Sp. A, MA


Ketua Komite Medik
Ketua Panitia Casemix
RS Fatmawati Jakarta.

Pendahuluan

Komite Medik RS Fatmawati telah memutuskan melalui Sidang Pleno Komite


Medik RS Fatmawati1 pada tanggal 7 Oktober 2005 yang merupakan sidang
tertinggi profesi medis dalam mekanisme pengambilan keputusan dan
kebijakan profesi medis sebagaimana tertuang dalam Sistem Komite Medik
RS Fatmawati2 yang merupakan suatu Medical Staff Bylaws untuk turut
terlibat berpartisipasi aktif dalam menerapkan Sistem Casemix di rumah
sakit sesuai dengan bidang profesinya yakni melalui Clinical Pathways3 sebagai
salah satu komponen dari Sistem Casemix dan menggabungkannya secara
sinergis dengan Clinical Governance3 yang telah berjalan melalui Sistem
Komite Medik dan 20 Sistem SMF (Gambar 1).4, 5, 6, 7, 8


Disampaikan pada Sosialisasi Pola Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.
Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI di Hotel
Panghegar Bandung 1-3 Juni 2006.
1
Keputusan Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati Nomor. 09/Komdik RSF/X/2005
tanggal 7 Oktober 2005.
2
Komite Medik RS Fatmawati. Sistem Komite Medik dan Sistem SMF di RS Fatmawati,
Jakarta 2003.
3
Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem
DRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati,
Jakarta 7 Oktober 2005.
4
Firmanda D. Strategi Komite Medik RS Fatmawati dalam antipasi implementasi Sistem
Casemix di Rumah Sakit Fatmawati dalam Clinical Governance. Disampaikan dalam Sidang
Pleno Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 2005.
5
Firmanda D. Standar Fasilitas dalam penetapan kompetensi profesi di sarana fasilitas
pelayanan kesehatan. Disampaikan dalam Semiloka Standar Fasilitas Rumah Sakit berkaitan

1
Health
Resources
Health
Groups
Impact
(HRG)
Intervention
(HII)

Gambar 1. Skema strategi pendekatan Komite Medik RS Fatmawati dalam Clinical


Governance dan Sistem DRGs Casemix.9

dengan Undang Undang Praktik Kedokteran. Diselenggarakan oleh Konsorsium Pelayanan


Medik (KPM) Dirjen Bin Yan Medik Depkes RI di Hotel Mulia Jakarta 7 Februari 2006.
6
Firmanda D. Integrated Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun
Sistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam
Malik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan
Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman DRGs Casemix
Depkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005.
7
Firmanda D. Persiapan RS Fatmawati dalam rangka implentasi Sistem Casemix. Disampaikan
pada Sambutan in house training implementasi software Sistem Casemix Rumah Sakit di RS
Fatmawati Jakarta 4 April 2006.
8
Firmanda D. Peran Komite Medik RS Fatmawati: dari menegakkan etik dan mutu profesi
sampai implementasi Sistem DRGs Casemix di Rumah Sakit. Disampaikan pada Pertemuan
Advokasi Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit di Era Desentralisasi. Diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depkes RI. Hotel Grand
Cempaka, Jakarta 26 April 2006.
9
Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem
DRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati,
Jakarta 7 Oktober 2005.

2
Sedangkan untuk pilot project Sistem Casemix di RS Fatmawati, Panitia
Casemix telah menyusun jadwal rencana kerja dengan jadwal ujicoba di 5
SMF sebagaimana dalam Tabel berikut:

Tabel. Rencana Kerja Pilot Project Casemix dan Ujicoba 5 SMF RS Fatmawati

3
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa pembelajaran yang dapat
diambil selama proses kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 CM dalam implementasi
Sistem Casemix di RS Fatmawati yang dilakukan secara bertahap sesuai
jadwal kegiatan dari pembinaan Depkes RI dan kemampuan RS Fatmawati.
Komite Medik RS Fatmawati mengambil manfaat dan hikmah dari proses pilot
project tersebut sebagai bahan pembelajaran dan tindak lanjut untuk
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit umumnya dan mutu profesi
khususnya sesuai dengan kewenangan dan ruang lingkup fungsi, tugas dan
tanggung jawab Komite Medik.

Pelaksanaan Kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 CM sebagai masukan


untuk peningkatan mutu pelayanan profesi

Dalam pelaksanaan tahap kodefikasi diagnosis ICD 10 dan prosedur tindakan


ICD 9 CM yang dilakukan oleh Bagian Rekam Medik sebagai Unit Coding
Panitia Casemix RS Fatmawati, Komite Medik RS Fatmawati melakukan
analisis dan deteksi validitas data tersebut. Bila data tersebut ‘dubious’, akan
dikembalikan untuk klarifikasi; bila ada laporan data ketidaklengkapan akan
disampaikan kepada individu dokter melalui Ketua SMF masing masing, bila
ada ‘curiousity’ dan atau ‘suspicious’ akan ditindaklanjuti melalui Tim Tim
terkait di Komite Medik dan bila perlu dapat disampaikan dalam agenda
Sidang Pleno Komite Medik yang diadakan setiap hari Senin jam 12.30 – 13.
00 WIB. Berdasarkan hasil analisis data tersebut Ketua Komite Medik
mendapatkan ide masukan bahwa kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 CM tersebut
dapat dipergunakan sebagai salah satu alat indikator untuk monitoring dan
bahan cross check untuk proses audit medis lebih lanjut sesuai Panduan Audit
2,10, 11
Medis Komite Medik melalui Tim Etik dan Mutu Profesi (Gambar 2).

10
Firmanda D. Audit Medis di Rumah Sakit. Disampaikan dalam Sosialisasi Pedoman Audit
Medik di Rumah Sakit, diselenggarakan oleh Dirjen Bin Yan Medik DepKes RI, Cisarua 7
September 2005.
11
Fimanda D. Audit Medis di Rumah Sakit. Disampaikan pada Hospital Management
Refreshing Course and Exhibition (HMRCE): Change Management in Healthcare Services.
Diselenggarakan oleh Perhimpunan Manajer Pelayanan Kesehatan Indonesia (PERMAPKIN) di
Hotel Borobudur, Jakarta 21 – 23 Februari 2006.

4
1

7
3 4 5

2
Gambar 2. Alur proses mekanisme data dan umpan balik (feed back)

Setiap rumah sakit membuat dan mengirimkan secara berkala sesuai dengan
jenis formulirnya masing masing (RL 1 sampai RL 6) sesuai dengan dengan
Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit12
sebagaimana berikut:
1. Data Kegiatan Rumah Sakit (Formulir RL 1) setiap triwulan
2. Data Keadaan Morbiditas Pasien (Formulir RL 2) setiap triwulan:
a. Morbiditas Rawat Inap (Formulir RL 2a)
b. Morbiditas Rawat Jalan (Formulir RL 2b)
c. Morbiditas Rawat Inap Surveilans Terpadu RS (Formulir RL 2a1)
d. Morbiditas Rawat Inap Surveilans Terpadu RS (Formulir RL 2b1)
e. Status Imunisasi (Formulir RL 2c)
f. Individual Morbiditas Pasien Rawat Inap (Formulir RL 2.1, RL 2.2
dan RL 2.3)
3. Data Dasar Rumah Sakit (RL 3) setiap akhir tahun
12
Departemen Kesehatan RI. Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah
Sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI, Jakarta 2005.

5
4. Data Keadaan Ketenagaan Rumah Sakit (Formulir RL 4) setiap
semester (6 bulan)
5. Data Peralatan Medik Rumah Sakit dan Data Kegiatan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit (Formulir RL 5) setiap akhir tahun
6. Data Infeksi Nosokomial Rumah Sakit (Formulir RL 6) setiap bulan.

 Catatan sebagai bahan masukan: Laporan RL 1 s/d 6 tersebut di atas


dikirim oleh rumah sakit ke Depkes RI dan Dinas Kesehatan Tk I/II,
sebaiknya bila ada perubahan struktur di tempat tersebut alangkah baiknya
disampaikan juga ke pihak rumah sakit agar setiap pelaporan dapat sampai
kepada yang dituju tepat waktu dan tepat sasaran serta pihak rumah sakit
diberikan feedback analisis secara berkala untuk meningkatkan lagi mutu
validitas dan akurasi data yang dikirim oleh rumah sakit.

Seluruh data tersebut yang sampai ke Komite Medik akan dimanfaatkan


sebagai bahan masukan pengambilan keputusan dan monitoring serta evaluasi
kinerja Rumah Sakit, kinerja SMF dan individu profesi.

Sebagai contoh ilustrasi di atas dengan menggunakan Data 10 Besar Penyakit


(Gambar 3):

1. Kodefikasi ICD 10 untuk demam berdarah dengue (A 91) bulan Januari


2006 dan Februari 2006 untuk jumlah lama hari rawat dan jumlah
pasien termasuk kategori ‘dubious’ dan menimbulkan ‘curiousity’ ( Lihat
Gambar 3 tanda a), maka Ketua Komite Medik akan membuat disposisi
ke Bagian Rekam Medik untuk klarifikasi validitas data tersebut (Alur
1 dan 2 Gambar 2).

2. Gambar 3 tanda b data Januari 2006 bayi lahir dengan sectio caesaria
( P 03.4 ICD 10) menempati urutan ke tiga dan menimbulkan
‘curiousity’. Ketua Komite Medik membuat disposisi kepada Ketua SMF
Kebidanan dan Kandungan untuk melakukan audit medis tingkat
pertama (1st Party Medical Audit) bersama Koordinator Pelayanan
Medik dan Koordinator Etik dan Mutu dari SMF Kebidanan dan
Kandungan terhadap 48 tindakan sectio caesaria tersebut. (Alur 3
Gambar 2).

6
3. Pada saat yang bersamaan dengan 2 di atas, Ketua Komite Medik
membuat disposisi kepada Bagian Rekam Medik untuk klarifikasi data
48 kasus tersebut dengan Laporan Operasi Bulan Januari 2006
sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 4 dimana ada 59 kasus Kode
Operasi ICPM 5-741 dan 4 kasus Kode Operasi ICPM 5-749. (Alur 2
Gambar 2).

4. Berdasarkan 2 dan 3 di atas, Ketua Komite Medik menugaskan Tim Etik


dan Mutu Profesi Komite Medik untuk melakukan audit medis tingkat
nd
ke dua ( 2 Party Medical Audit) sesuai dengan Pedoman Audit Medis
di Rumah Sakit dalam Sistem Komite Medik. (Alur 4 Gambar 2).

Sebagai catatan Unit Coding Panitia Casemix dan Bagian Rekam Medik
RS Fatmawati mulai menggunakan kodefikasi prosedur tindakan ICD 9
CM terhitung bulan Maret 2006, sebelumnya masih menggunakan
kodefikasi operasi ICPM.

Berdasarkan ilustrasi di atas, Komite Medik mengikuti perkembangan


monitoring dan tindak lanjut dengan hasil sebagaimana dalam Gambar 5
berikut yang menunjukkan adanya perbaikan ( improvement) dari kinerja
(performance ) SMF Kebidanan dan Kandungan dalam hal indikasi tindakan
operasi sectio caesaria kode ICD 9 CM 74.4 dan 74.99 pada bulan Maret
2006.

Secara rutin setiap bulan SMF Kebidanan dan Kandungan memberikan laporan
tertulis kepada Ketua Komite Medik mengenai kinerja dari seluruh kegiatan
yang dilakukan sebagaimana contoh dapat dilihat dalam Gambar 6.

7
b

Gambar 3. Data 10 Besar Jenis Penyakit Rawat Inap dengan ICD 10, Jumlah
Pasien dan Jumlah Hari Rawat untuk bulan Januari dan Februari 2006.

8
Gambar 4. Kode Operasi ICPM di SMF Kebidanan dan Kandungan Januari dan
Februari 2006.

9
Gambar 5. Kode Tindakan ICD 9 CM di SMF Kebidanan dan Kandungan bulan
Maret 2006.

10
Gambar 6. Laporan Kegiatan SMF Kebidanan dan Kandungan Maret 2006.

11
Kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 CM dalam Clinical Pathways Komite Medik
RS Fatmawati

Komite Medik RS Fatmawati telah membuat fomat umum Clinical Pathways


dan melakukan revisi sebanyak 3 kali sehingga terbentuk format yang dapat
diterima oleh seluruh 20 SMF melalui Sidang Pleno Komite Medik. Contoh
format tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 7 sampai 11 berikut.

Gambar 7. Contoh Format Clinical Pathways SMF Kesehatan Anak untuk


Demam Berdarah Dengue.

12
Gambar 8. Contoh Format Clinical Pathways SMF Penyakit Dalam untuk Gagal
Ginjal Kronik.

13
Gambar 9. Contoh Format Clinical Pathways SMF Bedah Orthopedik untuk
Fraktur Tibia.

14
Gambar 10. Contoh Format Clinical Pathways SMF Bedah untuk Tumor
Rektum.

15
Gambar 11. Contoh Format Clinical Pathways SMF Kebidanan dan Kandungan.

16
Untuk memprioritaskan judul/topik Clinical Pathways yang dibuat di seluruh
SMF dapat dimanfaatkan informasi dari data dalam Gambar 3 di atas,
disamping itu juga dapat dihitung rencana lama hari rawat rerata (means
±SD; means ± SE dan 95% CI) dan varians lama rawat setiap kasus
berdasarkan kodefikasi ICD 10 dari Laporan Bulanan 10 penyakit terbesar
SMF sebagaimana contoh Gambar 12 sampai 15 berikut.

Gambar 12. Kodefikasi ICD 10 untuk 10 Penyakit di SMF Bedah Ortopedik


untuk bulan Januari dan Februari 2006.

17
Gambar 13. Kodefikasi ICD 10 untuk 10 Penyakit di SMF Bedah untuk bulan
Januari dan Februari 2006.

18
Gambar 14. Kodefikasi ICD 10 untuk 10 Penyakit di SMF Bedah Saraf untuk
bulan Januari dan Februari 2006.

19
Gambar 15. Kodefikasi ICD 10 untuk 10 Penyakit di SMF Bedah (Plastik)
untuk bulan Januari dan Februari 2006.

20
Untuk mempermudah setiap SMF dalam pembuatan Clinical Pathways SMF
untuk kodefikasi diagnosis ICD 10 dan tindakan prosedur ICD 9 CM dapat
merujuk kepada data 10 penyakit terbesar di setiap SMF dan laporan bulanan
tindakan operasi yang paling sering, sehingga SMF tersebut lebih mudah dan
waktu relatif singkat menyusun kodefikasi diagnosis dan prosedur tindakan
dalam Clinical Pathways masing masing sebagaimana contoh dalam Gambar 16
dan 17 berikut.

Gambar 16. Contoh Kodefikasi Tindakan ICD 9 CM untuk SMF Mata bulan
Maret 2006.

21
Gambar 17. Contoh Kodefikasi Tindakan ICD 9 CM untuk SMF Mata bulan
Maret 2006.

22
Kodefikasi ICD dalam Proses Audit Medik

Dalam memilih dan memilah penentuan judul/topik untuk dilakukan audit


medis secara ‘top down’ yakni 2nd Party Medical Audit baik secara
retrospective maupun cross sectional dan prospective, Ketua Komite Medik
dapat memanfaatkan data kodefikasi ICD 10 berdasarkan sebab kematian
terbanyak sebagaimana Gambar 18 berikut dan menggunakan data tersebut
suntuk melakukan analisis, dan deteksi sesuai mekanisme pada Gambar 2 di
atas dengan menggunakan jalur 1, 3 dan 4.

Sebaliknya Tim Tim Komite Medik dan 20 SMF dapat memberikan masukan
kepada Ketua Komite Medik untuk dapat diselenggarakan audit medis
berdasarkan data dari Mortalitas dan Morbiditas dari masing masing SMF
st
dan telah melakukan audit medis tingkat pertama (1 Party Medical Audit) –
pendekatan atau cara ‘ bottom up approach’.

Bila ada hal yang menyangkut medical errors jenis aktif, Ketua Komite Medik
akan menugaskan Tim Etik dan Mutu Profesi untuk melakukan audit.
Sedangkan jika medical errors jenis aktif tersebut menyangkut hal etik
kedokteran, maka Ketua Komite Medik akan menugaskan Tim Etik dan Mutu
Profesi serta Tim Kredensial untuk mempersiapkan Sidang Etik Komite
Medik.

Apabila medical errors tersebut jenis laten, maka Ketua Komite medik akan
mengimplementasikan risiko manajemen klinis sesuai Pedoman Manajemen
Risiko Klinis dan Keselamatan Pasien Komite Medik (Clinical Risks
Management and Patient Safety) .

Tim Pengendali Infeksi Nosokomial memberikan masukan kepada Ketua


Komite Medik berdasarkan hasil surveilans infeksi nosokomial di setiap
instalasi rawat inap, kamar operasi dan ruang rawat intensif. Ketua Komite
Medik akan memilah dan melakukan analisis hasil tersebut untuk disajikan di
Sidang Pleno Komite Medik sesuai mekanisme pengambilan keputusan dalam
Sistem Komite Medik. Hasil keputusan Sidang Pleno Komite Medik tersebut
bersifat mengikat dan diserahkan kembali kepada Tim Pengendali Infeksi
Nosokomial untuk implementasi sesuai dengan Pedoman Health Impact
Interventions Komite Medik. Pada saat yang bersamaan Ketua Komite Medik
menugaskan Tim Farmasi dan Terapi Komite Medik untuk mengkaji data hasil

23
surveilans tersebut untuk merevisi Standar Formularium Rumah Sakit
tentang kebijakan penggunanan antibiotik sesuai hasil pola kuman dan
sensitifitas serta resistensinya. (Gambar 19 a sampai 19 h).

Gambar 18. Data 10 Besar Sebab Kematian Pasien Rawat Inap untuk bulan
Januari dan Februari 2006.

24
Gambar 19 a. Hasil Surveilans: Persentase kuman di RS Fatmawati untuk
tahun 2005.

Gambar 19 b. Hasil Surveilans: Persentase kuman Gram positif di RS


Fatmawati untuk tahun 2005.

25
Gambar 19 c. Hasil Surveilans: Resistensi dan Sensitifitas kuman Gram
positif di RS Fatmawati untuk Bulan Januari sampai Juni 2005.

Gambar 19 d. Hasil Surveilans: Resistensi dan Sensitifitas kuman Gram


positif di RS Fatmawati untuk Bulan Juli sampai Desember 2005.

26
Gambar 19 e. Hasil Surveilans: Persentase kuman Gram negatif di RS
Fatmawati untuk tahun 2005.

Gambar 19 f. Hasil Surveilans: Resistensi dan Sensitifitas kuman Gram


negatif di RS Fatmawati untuk Bulan Januari sampai Juni 2005.

27
Gambar 19 g. Hasil Surveilans: Resistensi dan Sensitifitas kuman Gram
negatif di RS Fatmawati untuk Bulan Juli sampai Desember 2005.

Gambar 19 h. Hasil Surveilans: Persentase kuman di RS Fatmawati untuk


bulan Januari sampai Maret 2006.

28
Ketidak Lengkapan Rekam Medik

Setiap bulan secara rutin Bagian Rekam Medik mengirimkan laporan tertulis
kepada Ketua Komite Medik mengenai adanya ketidak lengkapan rekam medik
baik tingkat SMF, ruang rawat inap maupun individu dokter (Gambar 20 dan
22). Ketua Komite Medik akan menugaskan Tim Rekam Medik Komite Medik
untuk melakukan penyisiran dan pemilahan serta pengkajian akan format
materi Rekam Medik dari segi struktur tingkat kesulitan pengisian, dan bila
perlu dapat mengusulkan perubahan format sesuai prosedur.

Gambar 20. Laporan Ketidak lengkapan Rekam Medik bulan Maret 2006.

29
Gambar 21. Hasil Evaluasi Ketidak lengkapan rekam Medik bulan Maret 2006

30
Gambar 21a. Pengembalian berkas Rekam Medik setiap SMF bulan Maret
2006

31
Gambar 21b. Pengembalian berkas Rekam Medik setiap SMF bulan Maret
2006

32
Gambar 22a. Daftar nama dokter yang harus melengkapi Rekam Medik bulan
Maret 2006

33
Gambar 22b. Daftar nama dokter yang harus melengkapi Rekam Medik bulan
Maret 2006

34
Gambar 22c. Contoh Rekapitulasi Kinerja setiap dokter di RS Fatmawati di
Ruang Rawat Inap untuk triwulan I (Januari s/d Maret) tahun 2006.

35
Penutup

Proses kodefikasi diagnosis ICD 10 dan prosedur tindakan ICD 9 CM


merupakan salah satu komponen dari Sistem Casemix Rumah Sakit, yang
meskipun dalam pelaksanannya di rumah sakit kami untuk ICD 9 CM baru
dilaksanakan bulan Maret 2006; akan tetapi dari berbagai proses persiapan
dan pelaksanaan kodefikasi tersebut telah dapat memberikan manfaat untuk
pembelajaran dalam rangka meningkatkan mutu profesi medis dan pelayanan.

Berbagai data yang masuk secara rutin ke Komite Medik sedapat mungkin
diolah dan dianalisis serta diupayakan dapat ‘berbunyi’ untuk tindak lanjut dan
monitoring dalam rangka partipasi aktif profesi medis melalui Komite Medik
RS Fatmawati serta memberdayakan ( empowering and guiding) profesi medis
baik secara individu maupun kerja sama dalam Tim Tim Komite Medik dan
SMF sebagaimana telah disampaikan di atas untuk memperkuat Sistem
Komite Medik dan SMF dalam upaya mempertahanakan dan meningkatan mutu
profesi dalam Sistem Clinical Governance dan untuk mensukseskan
implementasi Sistem Casemix di RS Fatmawati.

Trying to do learn and doing it rights at the first very beginning is far
better than sitting and talking only…..not worth it. Quality is a different
thing to different people based on their beliefs and norms. Therefore
quality of professionalism is a never ending journey………………………………..

DF - Jakarta, 28 April 2006

36

You might also like