You are on page 1of 98

MAKALAH SISTEM REPRODUKSI BAYI BARU LAHIR BERMASALAH (FREMATUR, BBLR, ASFIKSIA NEONATORUM, NECROLIZING ENTEROCOLITIS, SEPSIS)

Disusun Oleh

Kelompok 7 :
Nur Aidal Fitri Jumrawati Rahim Sunyati Arwin Lebrina Rezkywati A.Hilmi

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
1 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya lah sehingga Makalah Sistem Reproduksi ini yang berisi tentang Bayi Baru Lahir Bermasalah dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun sebagai hasil pencarian kami dari beberapa referensi. Makalah ini didalamnya dipaparkan mengenai Bayi baru lahir bermasalah dengan serangkaian informasi dari berbagai sumber,serta di sertai dengan asuhan keperawatan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan mahasiswa maupun perawat. Kami menyampaikan banyak terima kasih pada ners-ners pembimbing kami dan semua pihak yang telah membantu kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dengan keterbatasan kami, tentunya makalah ini tidak mungkin sempurna. Karena itu saran dan kritik dari para pembaca sangat kami perlukan untuk kedepannya. Terima kasih keperawatan, baik

Makassar,18 Februari 2013

Penulis

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

BAB I PENDAHULUAN Tujuan kelahiran bayi ialah lahirnya seorang individu yang sehat dari seorang ibu yang sehat. Bayi lahir sehat artinya tidak mempunyai gejala sisa atau tidak mempunyai kemungkinan mendapatkan gejala yang penyebabnya dapat dicegah dengan pengawasan antenatal dan perinatal yang baik. Sekarang telah banyak diketahui bahwa penyakit bayi baru lahir merupakan kelanjutan penyakit ibu atau disebabkan oleh kelainan pada kehamilan dan kelahiran. Khusus untuk masalah BBLR ,sampai saat ini masih banyak ditemukan bayi lahir dengan berat badan lahir rendah dengan berbagai penyebab. Dimana bayi BBLR akan mengalami banyak masalah yang akhirnya meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pada bayi. Untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas bayi karena BBLR tersebut menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat., khususnya perawat anak dengan menggunakan pendekatan asuhan keperawatan .

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

BAB II PEMBAHASAN

A. Frematur 1. Defenisi Bayi prematur (preterm) yaitu bayi yang lahir sebelum akhir usia gestasi 37 minggu, tanpa memperhitungkan berat badan lahir (Wong, 2008). Dahulu neonate dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut premature. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infant (BBLR) (Sitohang, 2006). Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi dua golongan (Sitohang, 2006): 1. Prematuritas murni adalah bayi dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan (NKBSMK). 2. Dismaturitas adalah bayi dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil Masa Kehamilan (NKBKMK), Neonatus Lebih Bulan Kecil Masa Kehamilan (NLB-KMK). Bayi premature berisiko karena sistem-sistem organnya tidak matur dan cadangannya kurang. Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi tiga sampai empat kali daripada bayi yang lebih tua dengan berat yang dapat dibandingkan. Masalah-masalah potensial dan kebutuhan bayi prematur dengan berat 2000 gram berbeda dari kebutuhan perawatan bayi aterm, pascaterm, atau bayi pascamatur dengan berat badan yang sama (Bobak, 2005). Perbedaan antara Bayi Prematur di Garis Batas (Borderline), Bayi Prematur Sedang dan Sanggat Prematur (Bobak, 2005) BAYI PREMATUR DI GARIS BATAS 37 minggu gestasi 2500 sampai 3250 gram 16% seluruh kelahiran hidup Biasanya normal
4 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Masalah Ketidakstabilan Kesulitan menyusu Ikteris RDS mungkin muncul Penampilan Lipatan pada kaki lebih sedikit Payudara lebih kecil Banyak rambut halus Lanugo Genitalia kurang berkembang BAYI PREMATUR SEDANG 31 sampai 36 minggu gestasi 1500 sampai 2500 gram 6% sampai 7% seluruh kelahiran hidup Masalah Ketidakstabilan Pengaturan glukosa Keseimbangan cairan RDS Ikterik Anemia Infeksi Kesulitan menyusui Penampilan Seperti pada bayi premature di garis batas, tetapi lebih parah Kulit lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah BAYI SANGAT PREMATUR 24 sampai 40 minggu gestasi 500 sampai 1400 gram 0,8% seluruh kelahiran hidup, tetapi hamper seluruh kematian neonatal

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

dan deficit neuurologis tidak disebabkan oleh defek atau trauma lahir Masalah Semua Penampilan Kecil, tidak memiliki lemak, kulit sangat tipis Kedua mata mungkin berdempetan

Bayi premature mengalami kerugian yang berbeda saat mereka menghadapi transisi dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. Tingkat kerugian bergantung terutama kepada tingkat maturitasnya. Gangguan fisiologis dan kelainan malformasi juga mempengaruhi respons mereka terhadap pengobatan. Pada umumnya, makin medndekati nilai normal aterm, baik usia gestasi maupun berat lahirnya, bayi makin mudah melakukan penyesuaian terhadap lingkungan eksternal (Bobak, 2005). 2. Etiologi 1) Faktor Ibu a. Penyakit Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya: perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, diabetes mellitus, toksemia gravidarum, dan nefritis akut (Sitohang, 2006).. b. Usia ibu Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia > 20 tahun, dan multi gravid yang jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada usia antara 26-35 tahun (Sitohang, 2006).. c. Keadaan sosial ekonomi Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan social ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang. Demikian pula kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah

ternyata lebih tinggi bila dibandingkan bayi yang lahir dari perkawinan yang sah (Sitohang, 2006). d. Sebab lain: ibu perokok, ibu peminum alcohol dan pecandu obat narkotik. 2) Faktor janin
6 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom (Sitohang, 2006). 3) Faktor lingkungan Tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-zat beracun (Sitohang, 2006). 3. Patofisiologi 4.Faktor ibu 5. Keadaan gizi ibu 6. Usia ibu 7. Penyakit ibu 8. Taksemia gravidarum
Perdarahan antepartum DM, pre Klinik Manifestasieklamsia Keadaan lain, perokok, alcohol, dan narkotik Social ekonomi rendah BBLR Imaturitas hepar Faktor janin Hidrmion Kehamilan ganda Kelainan kromosom Faktor lingkungan Tempat tinggal di dataran tinggi Radiasi Za-zat beracun

Sindrom aspirasi Asfiksia intra uterin janin Cairan amnion bercampur dengan mekonium dan lengket di paru janin

Gangguan konjugasi hepar

Defisit albumin

Bayi tampak kurus Relatif lebih panjang Kulit longgar, jaringan lemak

Hiperbilirubinemia Resiko perubahan suhu Resiko kerusakan integritas kulit Masalah kolaborasi hipoglikemia Premature KDG < 20 mg/dl Matur KGD < 30 mg/dl

Bilirubin indirek > 20 mg/dl

Kemikterus Letargi Kejang tonus otot meningkat, leher kaku, kemampuan hisap menurun

Tanda: Pucat, tidak mau minum, lemah, apatis, kejang

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

4. Manifestasi Klinik Menunjukkan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaannya lemah (Sitohang, 2006): a. Fisik bayi kecil pergrakan kurang dan masih lemah kepala lebih besar dari pada badan berat badan < 2500 gram b. Kulit dan kelamin kulit tipis dan transparan lanugo banyak rambut halus dan tipis genitalia belum sempurna c. Sistem syaraf refleks moro refleks menghisap, menelan, batuk belum sempurna d. Sistem muskuloskeletal axifikasi tengkorak sedikit ubun-ubun dan satura lebar tulang rawan elastis kurang otot-otot masih hipotonik tungkai abduksi sendi lutut dan kaki fleksi kepala menghadap satu jurusan e. Sistem pernafasan pernafasan belum teratur sering apnoe frekwensi nafas bervariasi 5. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi prematur sebagai berikut (Sitohang, 2006): 1. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempurna 2. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belum sempurna 3. Perdarahan intraventrikuler : perdarahan spontan di ventrikel otak lateral disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat menimbulkan terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik.

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

6. Penatalaksanaan Bayi Prematur Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu dan lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi (Sitohang, 2006). a. Pengaturan suhu Bayi prematuritas dengan cepar akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehinggan panas badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawata dalam inkubator maka suhu bayi dengan berat badan 2000 gram adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi dengan berat badan 2000 sampai 2500 gram adalah 33 sampai 34 derajat celcius. Bila inkubator tidak ada, bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga panas badannya dapat dipertahankan (Sitohang, 2006). b. Makanan Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kb BB dan kalori 110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat(Sitohang, 2006). Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Reflex menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekuensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang, maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg BB/hari (Sitohang, 2006). c. Menghindari infeksi Bayi premature mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuhnya masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentuakn antiboodi belum
9 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas. Dengan demikian, perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik (Sitohang, 2006). Asuhan Keperawatan Bayi Praterm Pengkajian Dasar Data Neonatus 1. Sirkulasi Nadi apical mungkin cepat dan/atau tidak teratur dalam batas normal (120 160 dpm) Murmur janutng yang dapat didengar dapat menandakan duktus arteriosus paten (DPA) 2. Makanan/Cairan Berat badan kurang dari 2500 g 3. Neurosensori Tubuh panjang, kurus, lemas denga perut agak gendut. Ukuran kepala besar dalam hubungannnya dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakkan, fontanel mungkin besar atau terbuka lebar. Dapat mendemonstrasikan kedutan atau mata berputar. Edema kelopak mata umum terjadi, mata mungkin merapat (tergantung pada usia gestasi) Refleks tergantung pada usia gestasi; rooting terjadi dengan baik pada gestasi minggu 32; koordinasi refles untuk menghisap, menelan, dan bernapas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke-32; komponen pertama dari refleks Moro (ektensi lateral dari ekstremitas atas dengan membuka tangan) tampak pada gestasi minggu ke-28; komponen kedua (fleksi anterior dan menangis yang dapat didengar) tampak pada gestasi minggu ke-32. Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi antara minggu 24 dan 37. 4. Pernapasan Skor Apgar mungkin rendah. Pernapsan mungkin dangkal, tidak teratur; pernapasan diafragmatik intermiten atau periodik 40-60 x/menit) Mengorok, pernapasan cuping hidung, retraksi suprastrenal atau substernal, atau berbagai derajat sianosis mungkin ada.
10 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Adanya bunyi ampelas pada auskultasi, menandakan sindrom distress pernapasan (RDS). 5. Keamanan Suhu berfluktuasi dengan mudah Menangis mungkin lemah Wajah mungkin memar, mungkin ada kaput suksedaneum Kulit kemerahan atau tembus pandang; warna mungkin merah muda atau kebiruan, akrosianosis, atau sianosis/pucat. Lanugo terdistribusi secara luas di seluruh tubuh. Ekstremitas mungkin tampak edema Garis telapak kaki mungkin atau mungkin tidak ada pada semua atau sebaian telapak. Kuku mungkin pendek. 6. Seksualitas Persalinan atau kelahiran mungkin tergessa-gesa. Genitalia: labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora, dengan klitoris menonjol; testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau tidak ada pada skrotum. Penyuluhan/Pembelajaran Riwayat ibu dapat menunjukkan faktor-faktor yang memperberrat persalinan praterm, seperti usia muda; latar belakang social ekonomi rendah; rentang kehamilan dekat, gestasi multiple; nutrisi buruk, kehamilan praterm sebelumnya; komplikasi obstetric seperti abrupsio plasentae, ketuban pecah dini (KPD), dilatasi serviks premature, adanya infeksi; inkompatibilitas darah berhubungan dengan eritroblastosis fetalis; atau penggunaan obat yang diresepkan, dijual bebas atau obat jalanan. Pemeriksaan Diagnostik Pilihan tes dan hasil yang diperkirakan tergantung pada adanya masalah dan komplikasi sekunder. 1. Studi cairan amniotik: untuk rasio lesitin terhadap sfingomielin (L/S), ;profil paru janin, dan fosfatidilgliserol/fosfatidilinositol mungkin telah dilakukan selama kehamilan untuk mengkaji maturitas janin.

11

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

2. Jumlah darah lengkap (JDL): penurunan pada hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht) mungkin dihubungkan dengan anemia atau kehilangan darah. Sel darah putih (SDP) mungkin kurang dari 10.000/mm3 dengan pertukaran ke kiri (kelebihan dini dari netrofil dan pita), yang biasanya dihubungkan dengan penyakit bakteri berat. 3. Dekstrostik: menyatakan hipoglikemia. Tes glukosa serum mungkin diperlukan bila hasil Dekstrostik kurang dari 45 mg/ml. 4. Kalsium serum: Mungkin rendah 5. Elektrolit (Na++, K+, Cl-) : Biasanya dalam batas normal pada awalnya. 6. Golongan darah: Dapat menyatakan potensial inkompatibiltas ABO. 7. Penetuan Rh dan Coomb langsung (bila ibu Rh-negatif dan ayah Rh-positif): Menentukan inkompatibilitas. 8. Gas darah arteri (GDA): PO2 munkin rendah; PCO2 mungkin meningkat dan

menunjukkan asidosis ringan/sedang, sepsis, atau kesulitan napas yang lama. 9. Laju sedeimetasi eritrosit (ESR): Meningkat, menunjukkan respons inflamasi akut. Penurunan ESR menunjukkan resolusi inflamasi. 10. Protein C-reaktif (beta globulin): Ada dalam serum sesuai dengan proporsi beratnya proses radang infeksius atau non-infeksius. 11. Jumlah trombosit: Trambositopienia dapat menyertai sespsis. 12. Kadar fibrinogen: Dapat menurun selama koagulasi intravaskuler diseminata (KID) atau menjadi meningkat selama cedera atau inflamasi. 13. Produk split fibrin: Ada pada KID. 14. Kultur darah: Mengidentifikasi organisme penyebab yang dihubungakan dengan sepsis. 15. Urinaisis III( pada specimen kedua ynag dikeluarkan): Mendeteksi abnormalitas, cedera ginjal. 16. Berat jenis urin: rentang antara 1,006 sampai 1,013, meningkat pada dehidrasi. 17. Klinites/Klinistiks: Mengidentifikasi adanya gula dalam darah. 18. Hemates: Memeriksa adanya darah pada feses; hasil positif menunjukkan nekrotisasi enterokolitis. 19. Tes shake aspirat lambung: Menentukana ada atau tidaknya surfaktan. (Hasil menengah bila darah atau mekonium ada) 20. Sinar-x dada (PA dan lateral) dengan bronkogram udara: Dapat menunjukkan penampilan ground-glass (RDS).
12 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

21. Seri ultrasonografi cranial: Mendeteksi ada dan beratnya hemoragi intraverikuler (IVH). 22. Punksi lumbal: Dapat dilakukan untuk mengesampingkan meningitis. PRIORITAS KEPERAWATAN 1. Menignkatkan fungsi pernapasan optimal. 2. Mempertahankan lingkungan termal yang netral. 3. Mencegah atau menurunkan risiko terhadap potensial komplikasi. 4. Mempertahankan homeostasis melalui regulasi nutrisi dan hidrasi. 5. Membantu mengembangkan unti keluarga sehat. TUJUAN PULANG 1. Mempertahankan homeostasis fisiologis dengan dukungan yang minimal. 2. Berat badan 4 lb atau lebih besar tepat dengan usia atau kondisi. 3. Komplikasi dicegah/teratasi atau ditangani secara mandiri. 4. Keluarga mengidentifikasi dan menggunakan sumber dengan tepat. 5. Keluarga mendemonstrasikan kemampuan untuk mengatur peawatan bayi. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI A. KERUSAKAN PERTUKARAN GAS Dapat berhubungan dengan : ketidakseimbangan perfusi ventilasi, ketidakadekuatan kadar surfaktan, imaturitas otot arteriol pulmonal, imaturitas sistem saraf pusat (SSP) dan sistem neuromuscular, ketidakefektifan bersihan jalan napas, anemia, dan stress dingin. Kemungkinan dibuktikan oleh: hiperkapnia, hipoksia, takpne, sianosis. Hasil yang diharapkan neonatal akan: Mempertahankan kadar PO2/PCO2 dalam batas normal (DBN), menderita RDS minimal, dengam penurunan kerja pernapasan dan tidak ada morbiditas, bebas dari displasia bronkopulmonal. Intervensi Mandiri 1. Tinjau ulang informasi yang berhubungan dengan kondisi bayi, seperti lama persalinan, tipe kelahiran, agar skor, kebutuhan tindakan resusitas saat kelahiran, dan obat-obatan ibu yang di gunakan selama ke hamilan / kelahirann, termasuk betametason. Rasional : Persalinan yang lama meningkatakn resiko hipoksia, dan depresi pernapasan dapat terjadi setelah pemberian atau pengunaan obat oleh ibu. Selain itu, bayi yang memerlukan tindakan resusitatif pada kelahiran , atau yang apgar skornya
13 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

rendah, mungkin memerlukan intervensi lebih untuk menstabilkan gas darah dan mungkin dan mungkin menderita cedra SSP dengan kerusakan hipotalamus, yang mengontrol pernafasan.( catatAn : pemberian kortokosteroid pada ibu dalam minggu 1 kelahiran membantu mengembangkan maturitas bayi dan produksi surfaktan). 2. Perhatian usia gestasi, berat badan, dan jenis kelamin. Rasional: neonatus lahir sebelim gestasi mingu ke-30 dan / atau brat badan kurang dari 1500 g beresiko tinggi terhadap terjadinya RDS. Selain itu, pria 2 kali rentnnya dari pada wanita. (catatan : mayoritas kematian berhubungan dengan RDS terjadi pada bayi dengan berat badan < 1500 g). 3. Kaji status pernafasan, perhatikan tanda-tanda disters pernafasan ( miss ; retraksi, pernafasan cuping hidung , mengorok, retraksi, ronki, atau krekels). Rasional: menandakan distres [pernafasan , khususnya bila pernafasan lebih besar sri 60x/mnit setelah 5 jam pertama kehidupan pernafasan mengorok menunjukan upaya untuk mempertahankan ekspensi alveolar; pernafasan cuping hidung adalah mekanisme kompensasi untuk menambah diameter hidung dan meningkatakan masukan oksigen. Krekels/ ronki dapat menandakan fasokontriksi pulmunal yang berhubungan dengan TDA, hipoksmia asedemia,atau imaturotas otot areterior, yang gagal untuk kontriksi sebagai respons terhadap peningkatan lkdar oksigen. 4. Gunakan pemantauan oksigen transkuta atau oksimeter nadi . catat kadar tiap jam, ubah sisi alat setiap 3-4 jam. Rasional: memberikan pemantaun noninfasiv konstan terhadap kdar oksigen (Catatatn: insufisiensi pulmonal biasanya memburuk 24-48 jam pertama, kemudian mencapai plateau. 5. Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati, sesuai kebutuhan btasi waktu obstruksi jalan nafas dengan kateter 5-10 detik. Observasi pemantauan oksigen trankutan oksimeter nadi sebelum dan selam penghisapan berikan kantung ventilasi setelah penghisapan. Rasional: mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas, khususnya pada bayi yang menerima penytilasi bayi pertem tidak mngembangkan reflek terkoordinasi untuk menghisap menelan, dan bernafas sampai gestasi [ada minggu ke-32 sampai ke-34. Silia tidak berkembang dengan penuh atau mungkin rusak dari penggunaan selam indoktrial fase eksudat berhubngan dengang RDS pada kira-48
14 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

jam

pascapartum dapat meperberat kesulitan bayi dalam mengatasi vagus,

menyebabka bradikardi, hiposemia, bronkospasme. Kantung ventilasi meningkatkan perbaikan kadar oksigenn yang cepat. 6. Pertahankan keneetrlan suhu denngan suhu tubuh pada 97,7F (dalam 0,5F).Rujuk pada DK: termoregolasi, tidak efektifresiko tinggi terhadap). Rasional : Stres dingin menigkatkan konsumsi oksigen bayi , dapat meningkatkan asidosis, dan selanjutnya kerusakan produksi surfaktan. 7. Pantau masukan haluaran cairan: timbang berat badan sesuai indikasi berdasarkan protokol. Rasional : dehidrasi merusak kemampuan untuk membersihkan jalan nafas saat mukus menjadi kental. Hidrasi berlebihan dapat memperberat infiltrat alveolar/ edema pulmonal. Penurunan berat badan dan peningkatan haluran irin daoat menandakan fase diuretik dari RDS, biasanya mulai pada 72-96 jam dan mendahului resolusi kondisi. 8. Tingkatan istirahat;minimalkan rangsangan dan pengunaan energi.Posisikan bayi pada abdomen bila mungkin berikan matrastidak rata sesuai indikasi Rasional: menurunkan laju metabolik dan konsumsi oksigenn. Memungkinkan ekspansi dada optimal merangsang pernafasan dan pertumbuhan ventrikel. 9. Observasi terhadap tanda-tanda vital dan lokasi sianosis. Rasional: sianosiss adalah tanda lanjut dari poa2 rendah dan tamapak sampai ada sedikit lbih dafri 3 g /dl penurunan Hb pada darah erteri sentrl. Atau 4-6 g/dl pada darah kapiler, atau sampai satursai oksigen haqnya 75-85 % dengan kadar po2 42 -41 mmhg. 10. Selidiki penyimpangan tiba-tba dari kondisi yang di hubungkan dengan sianosis, penurunan atau tidak adanya bunyi napas, pergeseran btitik tampak maksimal, penonjolan dndinng dada, hipotensi,atau disritmia jantung. Rasional :penyimpangan pernapasan yang tiba- tiba atau tidak diperkirakan dapat menandakn awitan pneomothoraks. 11. Pantau terhadap tanda-tanda nekrosis ektrokolitis (rujuk pada DK:konstipasi , resiko tiggi terhadap; diare, resiko tinggi terhadap).

15

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Rasional ;: hipoksia dapat menyembuhkan pirau darah ke otak sehinga men urunkan sirkulasi keusus, dengan akibat lanjut dengan kerusakan sel usus damn infasi oleh bakteri membentuk gas. Kolaborasi 12. Pantau pemeriksaan laboratorium, dengan teta; grafik seri GDA. Rasional : hopoksemia. Hiperkapnia , dan asisdosis menurunkan produksi surfaktan kadar pao2 harus 50-70 mmhg atau lebih tinngi, kadar paco2 haru 35-45mmhg, dan saturasi oksigen harus 92%-94%. 13. Hb/Ht. Rasional : penurunan simpanan besi pada kelahiran, pengulangan pengambilan sampel darah, pertumbuhan cepat, dan episode henoragis meningkatakn

kemungkinan bahwa bayi patrem akan anemik, sehingga menurunakan kapasitas pembawa oksigen darah.( catatan: pemberian sel mungkin perli untuk menggantikan darah yang di ambil untuk pemeriksaan laboratorium). 14. Tinjau ulang seri sinar x dada. Rasional : atelektasis,kongesti, bronkogram udara menujukkan terjadinya RDS. 15. Berikan oksigen sesiuai kebutuhan, dengnanmasker kap, selang endotrakeal atau fentilasi mekanik dengan menggunakan tekanan jakan napas positif konstan dan fentilasi mandotari intermiten(IMV), atau pernapasan tekann positif intermiten dan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP). Rasional: hipoksemia asdemia dapat berlanjut menurunkan produksi surfaktan, meningkatkan tahanan vaskuler pulmonal dan vasokontriksi, dan menyebabkan duktus arterious tetap terbuka . imaturitas hipotalamus dapat memerlukan bantuan ventilasi untuk mempertahankan pernapasn. Pengunaan PEEP dapat menurunkan kolaps jalan napas, meningkatkan pertukran gas dan menurunkan kebutuhan oksigen tingkat tinggi. 16. Pantau pemberian oksigen dan durasi pemberian. Rasional :kadar oksigen serum tinggi yang lama diakibatkan dari IPPB dan PEEP(barotrauma) dapat memredisposisikan bayi pada displasia bronkopulmunal. 17. Catat fraksi oksigen dalam udra inspirasi (FIO2) setiap jam. Rasional: jumlah oksigen yang di berikan, diexspresikan sebagai FIO2 ditentukan secra individu, berdasarkan pada pemantauan transkutan atau sampel darah
16 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

kapiler.(catatan: kadar ooksigen tinggi lama {toksisitas oksigen }. Dapat mendisposisikan bayi pada kertusakan retinal trolental fibropasial). 18. Mulai drainase postural. Fisioterapi dada, atau vibrasi lobus setiap 2jam, sesuai indikasi, perhatikan toleransi bayi terhadap proedur. Rasional: memudahkan penghilangan sekresi. Lama waktu yang digunakan untuk setiap lobus dihubu8ngkan dengan toleransi bayi. ( bayi biasanya tidak bisa mentoleransi regimen tindakan yang penuh setiap waktu). 19. Aspirasi isi lambung untuk tes shake. Rasional: memberikan informasi yang segera akn ada atau tidak adanya surfaktan. Surfaktan,, yang perli untuk meningkatakan ekspansi normal dan elastisitas alveolibiasanya tidak ada dalam kuantitas yang cukup sampai gestasi minggu ke-32 sampai ke-33. 20. Beri makan dengan selang nasogastrik atau orogastrik sebagai pengganti penberian makan dengan ASI, bila tepat. Rasional: menu runkan kebutuhan oksigen, meningkatkan istirahat, menghemat energi, dan menurunkan resiko aspirasi karena perkembangan refleks gag buruk. 21. Berikan obat-obatan sesuai indikasi: a. Natrium bikarbonat. Rasional: bila tindakan meningkatkan frekuensi pernapasan atau memperbaiki ventilasi tidak cukup untuk memperbaiki asidosis. Penggunaan natrium bikarbonat yang hati-hati dapat mengembalikan ph ke dalam rentang normal. b. Surfaktan(artifisial atau eksogen). Rasional : Mungkin di berikan pada kelahiran atau setelah diagnosis RDS untuk menurunkan beratnya kondisi dan komplikasi yang berhubungan efek dapat berakjir sampai 72 jam. 22. Bantu dengan aspirasi jarum toresentesis, atau pemasangan selang dada. Rasional: mengembankan kembali paru melalui mengeluarkan udara atau cairan yang terjebak. Membuat kembal tekanan negatif dn meninkatkan pertukaran gas. B. POLA PENAPASAN, TIDAK EFEKTIF Dapat berhubungan dengan: imatiritas pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi. Depresi berhubungan dengan obat dan ketidak seimbangan metabolik.
17 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Kemungkinan di buktikan oleh: dispnea, takipneaa, periode aonea, pernafasan cuping hidung, penggunaan bantuan otot, sianosis , GDA abnormal, takikardia. Hasil yang di harapkan neonatal akan: Mempertahankan pola pernafasan periodik ( periode apenik berakhir 5-10 dtk diikuti dengan periode pendek ventilasi cepat). Dengan membran mukosa merah muda dan frekuensi jantung DBN. Intervensi Mandiri 1. Kaji frekuensi pernafasan dan pola pernafasan. Perhatikan adanya apnea dan perubahan frekuensi jantung , tonus jantung, tonus otot, dan warna kulit berkenaan dengan prosedur atau perawatan. Lakukan pemantauan jantung dan pernafasan yang kontinu. Rasional : membantu dalam memberikan periode perpytaran pernfasan normal dari serangan apneik sejati, yang terutama sering terjadi seblum gestasi mingu ke-30. 2. Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan. Rasional : Menghilangkan mucus yang menyumbat jalan napas. 3. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat memperberat depresi pernapasan pada bayi. Rasional : madnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernafasan aktifitas SSP. Ikan 4. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan gulungan pokok di bawah bahu untuk menghasilkan sedikit hiperektensi. Rasional: posisi ini dapat memoermudah pernafasan dan menurunkan episode apneik, khususnya pada adanya hipoksia, asidosis metabolik, atau hiperkapnia. 5. Pertahankan suhu tubuh optimal.(rujuk pada DK: termoregulasi , tidak efektif, resiko tinggi terhadap). Rasional: bahkan adanya sedikit peningkatan atau penurunn suhu lingkungan dapat menimbulkan apnea. 6. Berikan rangsangan taktil yang segera.( mis, gosokan punggung bayi) bila terjadi apnea. Pergatikan adanya sianosis, bradikardi, atau hipotonia. Anjurakan kontak orang tua.

18

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Rasional: merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya pernafasan spontan. Kadang-kadang, bayi mengalami kejadian apnea lebih sedikit atau tidak ada , atau bradikardia bila orangtua menyentuh dan bicara pada mereka. 7. Tempatkan bayi pada matras bergelombang. Rasional: gerakan memberikann rangsangan, yang dapat menurunkan kejadian apneik. Kolaborasi 8. Pantau pemeriksaan laboratorium (Mis,. GDA, glikosa serum, elekrolit, kultur,mdan kadar obat) sesuai indikasi. Rasional: hipoksia, asidosis metabolik, hiperkapnia, hipoglekimia, hipokalsemia,dan sepsis dapat memperberat serangan apneik. Toksisitas obat, yang menekan fungsi pernafasan dapat terjadi karena pernafasan dapat terjadi karena keterbatasan ekskresi dan waktu paruh obat yang lama. 9. Berikan oksigen sesuai indikasi.(rujukan pada DK: pertukaran gas, kerusakan). Rasional: perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatka n pernfasan. 10. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi: a. Natrium bikarbonat. Rasional : memperbaiki asidosis. b. Antibiotik. Rasional; mengatasi infeksi pernapasan atau sepsis. c. Kalsium glukonat. Rasional: hipokalsemia mempredisposisikan bayi pada apnea. d. Aminoflin. Rasional: dapat meningkat aktifitas pusat pernafasan dan menurunkan sensitifitas terhadap karbondiosida, menurunkan frekuensi apnea. e. Pankuronium bromida (pavulon). Rasional: mengakibatkan relaksasi otot rangka yang mungkin perlu bila bayi scra mekanis terventilasi. f. Larutan glukosa. Rasional: mencegah hipoglikemia. (Rujuk pada DK: nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh, resikotinggi terhadap).
19 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

C. TERMOLEGULASI, TIDAK EFEKTIF, RESIKO TINGGI TERHADAP. Faktor resiko dapat meliputi: perkembangan SSP imatur( pusat regulasi suhu), penurunan rasio masa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak subkutan . keterbtasan simpanan lemak coklat , ketidak mampuan merasakan dingin atau berkeringat. Cadangan metabolik buruk, respons mati terhadap hipotermia. Danmanipulasi dan intervensi medis/ keperawatan yang sering. Kemungkinan di buktikan oleh: {tidak dapat di terapkan: adanyha tanda/gejala untuk mendiagnosa aktual} Hasil yang di harapkan neonatal akan: Mempertahankan suhu kilt /aksila dalam 95,999,1 F(35,5-37,3F) bebas dari tanda-tanda stres dingin. Intervensi Mandiri 1. Kaji suhu dengan sering. Periksa suhu rektal pada awalnya; selanjutnya, periksa suhu aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebar hangat. Ulangi setiap 15 mnt selama penghangatan ulang. Rasional: hipotermia mebuat bayi cendrung pada stres dingin, penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbarui bila ada, dan menurunkan sensitifitas untuk meningkatkan kadar karbon dioksida ( hiperkapnia) atau penurunan kadat oksigen( hipoksia). (catatan: penghangatan ulang terlalu cepat berkenaan dengan kondisi apneik, ini dapat menyebabkan depessi pernafasan lanjut sebagai pengganti pernapasan. Mengakibatkan apnea dan penurunan ambilan oksigen.) 2. Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, incubator, tempat tidur terbuka dengan penyebar hangat , atau tempat tidur bayi terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang lebih besar atau lebih tua. Gunakan bantalan pemanas di bawah bayi bila perlu, dalam hubunganya dengan tempat tidur isolette atau tebuka. Rasional ; mempertahankan lngkungan termonal membantu mencegah stres dingin. 3. Gunakan lampu pemanas selam prosedur. Tutup penyebar hangat atau bayi dengan penutup plastik atau kertas alumunium bil tepat. Objek pans dengan tubuh bayi, seperti stetosko, linen, dan pakaian. Rasional; menurunkan kehilangan panas pada lingkungan yanng lebih dingin dari ruangan.

20

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

4. Kurangi pemajanan pada aliran udara: hindari pembukaan pagar isolette yang tidak semestinya. Rasional: menurunkan kehilangan panas karena konveksi/konduksi. Membatasi kehilangan panas melalui radiasi. 5. Ganti pakaian atau linen tempat bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutup. Rasional: menurunkan kehilangan melalui evaporasi. 6. Pantau system pengatur suhu, penyebar hangat, atau incubator. (pertahankan batas atas pada bayi 98,6oF, tergantung pada ukuran atau usia bayi). Rasional : hipertemie akibat pening katan pada laju metabolisme, kebutuhan oksigen dan glukosa dan kehilangan air tidak kasat mata dapat terjadi bila suhu lingkungan yang dapat dikontrol, terlalu tinggi. 7. Pertahankan kelembapan relatif 50-80%. Oksigen lembap hangat 88-93 F(31-34C) Rasional; mencegah evaporasi berlebihan , menurunkan kehilngan cairan tidak kasat mata. 8. Perhatikan adanya takipnea atau apnea: sianosis umum, akrosianosis , atau kulit belang: bradikardia , menangis buruk, atu latergi . evaluasi derajat dan lokasi ikterik. (Rujuk pada MK: Bayi baru lahir:hiperbilirubinemia). Rasional: tanda-tanda ini menandakan stres dingin, yang meninkatkan konsumsi oksigen dan kalori serta mebuat bayi cendrung pada asidosis berkenaan dengan metabolisme anerobik. Hipoytmia meningkatkan reiko kernikterus, saat asam lemak dilepasakan pada metabolisme lemak coklat bersaing dengan bilirubin untuk bagian pada albumin. (catatan: warna kulit mungkin merah terang pada perifer, dengan sianosis terlihat pada bagian tengah sebagai akibat darike gagalan disoiasi oksihemoglobin .) 9. Berikan penghangatan bertahap untuk bayi yang stres dingin. Rasional: Peningkatan suhu tubuh yang cepat dapat menyebabkan konsumsi oksigen berlebihan dan apnea. 10. Kaji haluaran dan berat jenis urin. Rasional: peningkatan haluaran dan peningkatan berat jenis urin di hubungkan dengan penurunan perfusi ginjal selama periode stres dingin. 11. Pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila penambahan berat badan tidak adekuat, tingkatkan suhu lingkingan sesuai indikasi.
21 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Rasional: ketidak adekuatan penambahan berat badan mesipunmasukan kalori tidak adekuat dapat menandakan bahwa kalori di gunakan untuk mempertahankan suhu tubuh , memerlukan peningkatan suhu lingkungan. 12. Perhatikan frekuensi dan jumlah masukan. Pantau dextrosix. Kaji bayi terhadp muntah, distensi abdomen, atau apatis. Rasional: pemberian makan buruk ketidak stabilan biasa terjadi pada bayi dengan ketidak stabilan suhu kadar dextrosik kurang dari 45 mg/dl menadakan hipoglekimia yang memrluksn intervensi segera. 13. Kaji kemjuan kemampuan bayi untuk berdaptasi tergadap suhu rendah di dalam inkubator, atau pada suhu ruangan, saat mendemonstrasikan penambahan berat badan yang tepat Rasional: .alat buaian dapat di gunakan bila bayi dapat mempertahankan suhu tubuh stabil 97,70F dalam udra ruangan dan dapat meningkatkan berat badan. 14. Pantau suhu bayi bila keluar dari lingkungan hangtat. Berikan informasi termoregulasi kepada orangtua. Rasional: kontak di luar tempat tidur, khusunya dengan orangtua, mungkin singkat saja bila dimungkinkan untuk mencegah stres dingin. (catatan: hipertermia dapat terjadi bila bayi di gendong oleh orang tua.) 15. Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan , diaforesis, letarge,apnea, koma atau aktifitas kejang . Rasional: tanda-tanda hipertermia (suhu tubuh lebih besar dari 990F ( 37,20C). Dapat berkanjut pada kerusakan otak bil tidak teratasi. 16. Evaluiasi sumber eksternal ( mis., foto terapi, lampu pemanas, atau sinar matahari). Batasi pakaian dan mandi di seka dengan spon menggunakan air hangat. Pastikan posisi yang tepat dari alat pengukur suhu bila digunakan. Rasional: tindakan ini secra umum berhasil dalam memperbaiki hipertermia. (catatan: bila hipertermia menetap setelah menetukan posisi yang tepat dan memfungsikan alat pengukur suhu, kemungkinan status hipermetabolik seperti sepsis atau gejala putus zat narkotik harus dipertimbangkan). Kolaborasi 17. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi( mis., GDA, Glukosa, serum, elektrolit, dan kadar bilirubin). (rujuk pada DK: kerusakan pertukaran gas .)
22 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Rasional: stres dingin meningkatkan kebutuhann terhadap glukosa dan oksigen serta dapat menyebabkan masalah asam basa bila bayi mengalami metabolisme anerobik bila kadar oksigen yang cukup tidak tersedia peningkatan kadar bilirubin inderek dapat terjadi karena pelepasan asam lemak dari metabolisme lemak coklat, dengan asam lemak bersaig dengan bilirubin pada bagian ikatan di alabumin. Asidosis metabolok dapat juga terjadi pada hipertermia. 18. Berikan D10 W dan ekspander volume secara intravena, bila diperlukan. Rasional: pemberian dekstrosa mungkin perlu untuk meperbaiki hipoglikemia. Hipotensi karena vasodilatasi perifer mungkin memerlukan tindakan pada bayi yang mengalami stress panas. Hipertermia dapat menyebabkan peningkatan dehidrasi tiga sampai empat kali lipat. 19. Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi Rasional : Bila oksigen tidak siap tersedia untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik berkenaan dengan upaya untuk meningkatkan suhu tubuh, bayi akan menggunakan metabolisme anaerobik, mengakibatkan asidosis karena pembentukan asam laktat. Hipotermia menurunkan respons bayi praterm terhadap hipoksia dan hiperkapnia, yang menyebabkan depresi pernapasan lanjut sebagai ganti dari peningkatan frekuensi pernapasan, mengakibatkan apnea dan penurunan ambilan oksigen. Hipertermia karena penghangatan terlalu cepat dihubungkan dengan keadaan apnea, peningkatan kehilangan air yang tidak kasatmata dan peningkatan frekuensi metabolik dengan peningkatan kebutuhan terhadap oksigen dan glukosa. 20. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi : a. Fenobarbital. Rasional: Membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan fungsi SSP yang disebabkan oleh hipertermia. b. Natrium bikarbonat Rasional: Memperbaiki asidosis, yang dapat terjadi pada hipotermia dan hipertermia. D. KEKURANGAN VOLUME CAIRAN, RISIKO TINGGI TERHADAP Faktor resiko dapat meliputi : Usia dan berat badan ekstrem (prematur, dibawah 2500 g), kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis, kurang lapisan lemak, peningkatan suhu lingkungan, ginjal imatur / kegagalan untuk mengkonsentrasikan urin).
23 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Kemungkinan dibuktikan oleh : [Tidak dapat diterapkan, adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual]. Hasil yang diharapkan neonatal akan : Bebas dari tanda-tanda dehidrasi atau glikosuria dengan masukan cairan sama dengan haluaran dan pH, Ht, dan berat jenis urin DBN. Menunjukkan penambahan berat badan 20-30g/hari. Intervensi Mandiri 1. Dapatkan seri berat badan setiap hari dengan menggunakan skala yang sama dan pada waktu yang sama. Rasional; Berat badan adalah indikator paling sensitif dari keseimbangan cairan. Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 15% dari berat badan total atau 1%-2% dari berat badan total perhari. Ketidakadekuatan penambahan berat badan dapat dihubungkan dengan ketidakseimbangan air atau ketidakadekuatan masukan kalori. 2. Bandingkan masukan dan haluaran cairan setiap shift dan keseimbangan kumulatif setiap periode 24 jam. Pertahankan catatan setiap jam dari penginfusan cairan intravena. Kaji haluaran melalui pengukuran urin dari kantung penampung atau melalui penimbangan / penghitungan popok. Pertahankan catatan akurat mengenai jumlah darah yang diambil untuk tes laboratorium. Rasional: Haluran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara kebutuhan terapi cairan kira-kira 80-100 ml/kg/hari pada hari pertama kehidupan, meningkat sampai 120-140 ml/kg/hari pada hari ke-3 pasca kelahiran. Pengambilan darah untuk tes menyebabkan penurunan kadar Hb/Ht. 3. Pantau berat jenis urin setiap selesai berkemih, atau setiap 2-4 jam, dengan megaspirasi urin dari popok bila bayi tidak tahan dengan kantung penampung urin atau yang kantung penampung yang direkatkan. Rasional; Meskipun imaturitas ginjal dan ketidakmampuan untuk

mengkonsentrasikan urin biasanya mengakibatkan berat jenis yang rendah pada bayi praterm (rentang normal 1,006 1,013), berat jenis urin bervariasi, memberikan tanda tingkat dehidrasi individu. Kadar yang rendah menandakan volume cairan berlebihan; kadar lebih besar dar 1,013 menandakan ketidakcukupan masukan cairan dan dehidrasi.
24 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

4. Tes urin dengan Dextrotix per protokol. Rasional: Bahkan pada kasus hipoglikemia, glikosuria terjadi saat ginjal yang imatur mulai mengekskresikan glukosa, yang dapat menimbulkan diuresis osmotik, meningkatkan resiko dehidrasi. 5. Minimalkan kehilangan cairan yang tidak kasatmata melalui penggunaan pakaian, suhu termonetral, dan menghangatkan atau melembabkan oksigen. Rasional: Bayi praterm kehilangan air dalam jumlah besar melalui kulit, karena pembuluh darah dekat dengan permukaan dan kadar lapisan lemak berkurang atau tidak ada. Fototerapi atau penggunaan penyebar hangat dapat meningkatkan kehilangan tidak kasatmata sampai 50% atau sebanyak 200 ml/kg/hari. (catatan : BB bayi < 1500g (3 lb 5 oz) paling rentan terhadap kehilangan cairan tidak kasatmata). 6. Pantau tekanan darah (TD), nadi, dan tekanan arterial rerata (TAR) Rasional: Kehilangan 25% volume darah mengakibatkan syok dengan TAR <25 mmHg menandakan hipotensi (Catatan: TD dihubungkan dengan BB; mis, bayi lebih kecil, TAR lebih rendah). 7. Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, keadaan fontanel anterior. Rasional: Cadangan cairan dibatasi pada bayi praterm. Kehilangan/perpindahan cairan yang minimal dapat dengan cepat menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor kulit yang buruk, membran mukosa kering, dan fontanel cekung. 8. Perhatikan letargi, menangis dengan nada tinggi, distensi abdomen, peningkatan apnea, kedutan, hipotonia, atau aktivitas kejang. Rasional: Tanda-tanda ini menunjukkan hipokalsemia, yang paling mungkin terjadi selama 10 hari pertama kehidupan. 9. Kaji lokasi tempat masuknya cairan intravena setiap jam. Perhatikan edema atau kegagalan masuknya cairan. Jangan memeriksa posisi jarum dengan menurunkan cairan dibawah tingkat jarum. Rasional: Pembengkakan dapat menandakan terjadi infiltrasi cairan atau plester terlalu ketat. Aliran balik darah disebabkan oleh penurunan cairan mungkin menyumbat jarum. 10. Berikan kalium klorida, kalsium glukonat 10%, dan magnesium sulfat 50%, sesuai indikasi. Pantau bradikardia yang potensial terjadi pada bayi melalui pemantau

25

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

jantung; observasi lokasi tempat masuknya infus terhadap adanya tanda-tanda iritasi atau edema. Rasional: Perbaikan ketidakseimbangan elektrolit perlu untuk mempertahankan atau mencapai homeostasis. Pemberian kalsium melalui kateter vena umbilikal dapat menyebabkan nekrosis hepar, bila diberikan melalui arteri umbilikal, ini dapat memperberat entrokolitits nekrotisan. Pengenalan dini dan intervensi segera dapat membatasi efek-efek tidak baik dari infiltrasi obat; sperti kerapuhan, kalsifikasi, dan nekrosis. (Catatan: Penggantian kalsium tidak efektif pada adanya defisit magnesium). 11. Berikan transfusi darah. Rasional: Mungkin perlu untuk mempertahankan kadar Ht/Hb optimal dan menggantikan kehilangan darah. 12. Berikan dopamin hidroklorida, sesuai indikasi. Rasional: Dapat digunakan untuk mengatasi penurunan tekanan darah, khususnya bila berhubungan dengan pemberian Pavulon. Kolaborasi 13. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi : a. Ht Rasional: Dehidrasi meningkatkan kadar Ht di atas nilai normal 45% - 53%. b. Kalsium serum dan magnesium serum. Rasional: Bayi praterm rentan pada hipokalsemia (kadar kalsium < 7 mg/dl) karena simpanan rendah, depresi rangsang paratiroid, dan stress karena hipoksia, sepsis, atau hipoglikemia. Hipomagnesemia sering disertai hipokalsemia. c. Kalsium serum. Rasional: Hipokalsemia dapat terjadi karena kehilangan melalui selang nasogastrik, diare, ata muntah. Kadar kalium berlebihan (hiperkalemia) dapat diakibatkan dari kesalahan penggantian, perpindahan kalium dari ruangan intraselular ke ekstraselular, asidosis, atau gagal ginjal. 14. Berikan infus parenteral: dalam jumlah > 180 ml/kg, khususnya pada PDA, displasia bronkopulmonal (BPD), atau enterokolitis nekrotisan (NEC). Rasional: Penggantian cairan menambah volume darah, membantu mengembalikan vasokonstriksi berkenaan dengan hipoksia, asidosis, dan pirau kanan kekiri melalui
26 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

PDA, dan telah membantu dalam penurunan komplikasi enterokolitis nekrotisan dan displasia bronkopulmonal. E. CEDERA, RISIKO TINGGI TERHADAP, KERUSAKAN SSP Faktor resiko dapat meliputi : Hipoksia jaringan, perubahan faktor pembekuan, ketidakseimbangan metabolik (hipoglikemia, perpindahan elektrolit, peningkatan bilirubin). Kemungkinan dibuktikan oleh : [Tidak dapat diterapkan, adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual]. Hasil yang diharapkan neonatal akan : Bebas dari kejang dan tanda-tanda kerusakan SSP. Mempertahankan homeostasis dibuktikan oleh GDA, glukosa serum, kadar elektrolit dan bilirubin DBN. Intervensi Mandiri 1. Kaji upaya pernapasan. Perhatikan adanya pucat atau sianosis. Rasional: Distress pernapasan dan hipoksia mempengaruhi fungsi serebral dan dapat merusak atau melemahkan dinding pembuluh darah serebral, meningkatkan resiko ruptur. Bila tidak teratasi, hipoksia dapat mengakibatkan kerusakan permanen. (Rujuk DK: pertukaran gas, kerusakan). 2. Pantau kadar Dextrostix, dan observasi adanya perilaku yang menandakan hipokalsemia atau hipokalsemia pada bayi (mis, kacau mental, kedutan, kejang mioklonik, atau mata terbalik). (Rujuk DK : Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh, resiko tinggi terhadap). Rasional: Karena kebutuhannya terhadap glukosa, otak dapat menderita kerusakan yang tidak dapat pulih bila kadar glukosa serum lebih rendah dari 30-40 mg/dl. Hipokalsemia (kadar kalsium serum <7 mg/dl) sering menyertai hipokalsemia dan dapat mengakibatkan apnea dan kejang. 3. Observasi bayi terhadap perubahan fungsi SSP dimanifestasikan oleh perubahan perilaku, letargi, hipotonia, penonjolan atau ketegangan fontanel, mata terbalik, atau aktifitas kejang. Selidiki penyimpangan keadaan yang ditandai oleh menangis nada tinggi, pernapasan yang sulit, dan sianosis, yang diikuti dengan apnea, flaksid kuadriparese, tidak berespons, hipotensi, postur tonik, dan arefleksia.

27

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Rasional: Trauma kelahiran, kapiler rapuh, dan kerusakan proses koagulasi membuat bayi beresiko terhadap IVH, khususnya bayi yang BB nya < 1500g atau gestasi dibawah 34 minggu. Penegangan atau penonjolan fontanel anterior mungkin merupakan tanda pertama dari IVH, syok hemoragi, atau peningkatan tekanan intrakranial (PTIK), yang dengan mudah membawa pada kematian akibat sirkulasi yang kolaps. Bayi gestasi < 32 minggu dapat menjadi letargik atau hipotonik serta dapat memanifestasikan gerakan mata menjelajahi yang tidak terkontrol dan kurang jalur penglihatan. (Catatan: tanda-tanda klinis dan perkembangan IVH mungkin tidak ada, sangat samar, atau tiba-tiba serta mengancam kehidupan). 4. Ukur lingkar kepala, sesuai indikasi. Rasional: Membantu mendeteksi kemungkinan PTIK atau hidrosefalus, yang mungkin merupakan akibat dari hemoragi subdural. Hanya 35%-50% bayi dengan hidrosefalus berkembang secara normal. 5. Kaji warna kulit, perhatikan bukti peningkatan ikterik berkenaan dengan perubahan perilaku seperti letargi, hiperrefleksia, kacau mental, dan opistotonus. (Rujuk pada MK: Bayi baru lahir: Hiperbilirubinemia). Rasional: Bayi praterm lebih rentan pada kernikterus pada kadar bilirubin lebih rendah dari bayi cukup bulan karena peningkatan kadar bilirubin sirkulasi tidak terkonjugasi melewati barier darah otak. Kolaborasi 6. Pantau pemeriksaan laboratorium, sesuai indikasi : a. Ht / Hb; GDA Rasional: Penurunan kadar Hb atau anemia menurunkan kapasitas pembawa oksigen, meningkatkan resiko kerusakan SSP yang peramnen berkenaan dengan hipoksemia. Penurunan Ht yang tiba-tiba dapat menjadi indikator pertama dari IVH. b. Kadar bilirubin Rasional: Peningkatan kadar bilirubin dengan cepat dapat mengakibatkan kernikterus bila tidak diatasi. c. Berikan suplemen oksigen Rasional: Hipokalsemia meningkatkan resiko kelemahan atau kerusakan SSP yang permanen.
28 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

7. a. Bantu dengan prosedur diagnostik atau terapeutik, sesuai indikasi : Skaning tomografi komputer, ultrasonografi kranial. Rasional: Mengidentifikasi adanya/luasnya hemoragi, yang bermanfaat dalam memprediksi kemungkinan komplikasi jangka panjang dan dalam pemilihan tindakan. b. Punksi lumbal Rasional:Spesimen cairan serebrospinal (CSS) berdarah memastikan IVH. Beberapa rumah sakit melakukan punksi leumbal berturut-turut setiap hari untuk menurunkan TIK dan mencegah efek-efek berbahaya dari hidrosefalus. c. Transfusi tukar Rasional: Naik atau meningkatnya kadar bilirubin dengan cepat menandakan kebutuhan terhadap transfusi tukar volume ganda dengan darah O negatif untuk mengeluarkan bilirubin dan mencegah hemolisis lanjut dari sel darah merah (SDM). d. Ventrikulopunksi atau tap. Rasional: Mungkin digunakan untuk mengeluarkan kelebihan darah dari ventrikel, meskipun pemeriksaan tidak menandakan adanya perubahan dalam hasil. e. Penempatan pirau ventrikuloperitoneal. Rasional: Dilatasi ventrikel progresif tidak responsif pada tindakan lain dapat memrlukan hidrosefalus. 8. a. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi: Kalsium, magnesium, natrium bikarbonat, dan atau glukosa. Rasional: Perbaikan ketidakseimbangan membantu mencegah aktivitas kejang neonatus, yang dapat terjadi pada respons terhadap keadaan metabolik sementara. b. Fenobarbital Rasional: Membantu untuk mengontrol kejang akut serta status epileptikus pada bayi baru lahir. intervensi pembedahan untuk memperbaiki atau mencegah

29

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

c. Fenitoin atau diazepam Rasional: Mungkin digunakan bila obat antiepileptik lain tidak berhasil dalam mengontrol aktifitas kejang. (Catatan : Dosis harus berdasarkan pada pembuluh darah). d. Furosemid, asetazolamid, atau steroid. Rasional: Membantu menurunkan tekanan intrakranial, dan mengatasi efek-efek sekunder dari perdarahan. e. Vitamin E Rasional: Sifat antioksidan melindungi membran SDM terhadap hemolisis. f. Indometasin Rasional: Pemberian IV dapat memperbaiki ketidakseimbangan hemodinamik melalui penutupan duktus arteriosus paten. 9. Bantu dengan penggantian cairan atau pembatasan Rasional: Perfusi serebral tergantung pada volume sirkulasi adekuat. (Catatan: cairan mungkin tidak dibatasi pada kasus hipertonisitas, kerusakan SSP dengan perdarahan, atau palsi serebral). F. NUTRISI, PERUBAHAN, KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH, RISIKO TINGGI TERHADAP Faktor resiko dapat meliputi: Imaturitas produksi enzim, penurunan produksi asam hidroklorik (menurunkan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak), imaturitas sfingter kardia, otot abdominal lemah, kapasitas lambung kecil, refleks lemah, tidak ada, atau tidak sinkron berkenaan dengan pemberian makan, ketidakadekuatan kadar nutrisi simpanan. Kemungkinan dibuktikan oleh: [tidak dapat diterapkan adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnose actual] Hasil yang diharapkan neonatal akan: Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan BB dalam kurva normal, dengan penambahan BB tetap sedikitnya 20-30 g/hari. Mempertahankan glukosa serum DBN dan keseimbangan nitrogen positif. Intervensi Mandiri 1. Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan (mis, menghisap, menelan, gag, dan batuk).
30 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Rasional: Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi. 2. Auskultasi terhadap adanya bising usus. Kaji status fisik dan status pernapasan. Rasioanal: Pemberian makan pertama pada bayi stabil yang memiliki peristaltik dapat dimulai 6-12 jam setelah kelahiran. Bila distress pernapasan ada, cairan perenteral diindikasikan, dan cairan peroral harus ditunda. 3. Mulai pemberian makan sementara atau dengan menggunakan selang sesuai indikasi. Rasional: Pemberian makan perselang mungkin perlu untuk memberikan nutrisi yang adekuat pada bayi yang telah mengalami koordinasi menghisap yang buruk dan refleks menelan atau yang menjadi lebih selama pemberian makan. 4. Kaji pernapasan yang tepat dari selang pemberian makan pada bayi, gunakn prosedur pengkleman yang tepat untuk mencegah masuknya udara kedalam lambung. Rasional: Pemasangan selang pada trakea yang tidak tepat dapat menurunkan fungsi pernapasan. Bila 1 ml atau kurang aspirasi dari lambung, penjumlahan ini harus dikurangi dari makanan yang akan diberi dan dimasukan kembali kedalam selang. Bila > 2 ml diaspirasi, jadwal pemberian makan perlu diubah. 5. Masukan ASI/formula dengan perlahan selama 20 menit pada kecepatan 1 ml/menit. Rasional: Pemasukan makanan kedalam lambung yang terlalu cepat dapat menyebabkan respons balik cepat regurgitasi, peningkatan resiko aspirasi, dan distensi abdomen, semua ini menurunkan status pernapasan. 6. Kaji tingkat energi dan penggunaannya, derajat kelelahan, frekuensi pernapasan, dan lama waktu yang diperlukan untuk makan. Rasional: Penggunaan energi berlebihan selama makan menurunkan ketersediaan kalori untuk pertumbuhan dan perkembangan normal. Pengguanaan selang secara total atau sementara mungkin perlu untuk menurunkan kelelahan. Pemberian makan peroral tidak tepat bila frekuensi pernapasan > 60/menit. 7. Penuhi kebutuhan menghisap pada bayi dengan menggunakan dot selama pemberian makan perselang. Bila bayi menjadi kadang-kadang menyusu ASI, ibu dapat menggosok dot pada payudara, melembabkannya dengan sedikit ASI untuk memberi bau padanya. Ia dapat juga menggendong bayi selama pemberian makan. Rasional: Memberikan kepuasaan oral sehingga bayi menghubungkan kepuasaan diri dalam menghisap dengan kenyamanan dari pengisian lambung. 8. Tunda drainase postural selama sedikitnya 1 jam setelah pemberian makan.
31 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Rasional: Memungkinkan pencernaan optimal dan absorpsi dan pemberian makan, membantu mencegah regurgitasi berkenaan dengan peningkatan penanganan. 9. Perhatikan adanya diare, muntah, regurgitasi, residu lambung berlebihan, atau hasil positif dari tes guaiak. (Rujuk pada DK: konstipasi, resiko tinggi terhadap). Rasional: Menandakan kerusakan fungsi lambung. Residu lambung > 2 ml (diaspirasi melalui selang nasogastrik[NG] sebelum pemberian makan) menunjukkan kebutuhan untuk menurunkan jumlah pemberian makan dan dapat menandakan absorpsi buruk atau enterokolitis nekrotisan. 10. Pantau kadar Dextrosix dan Clinitest perprotokol. Rasional: Karena hepar imatur tidak menyimpan atau melepaskan glikogen dengan baik, resiko hipoglikemia meningkat. Hipoglikemia dapat di diagnosa dengan kadar Dextrostix < 45 mg/dl. (Catatan: Bayi mungkin asimtomatik bahkan bila hasil Dextrostix serendah 20 mg/dl). 11. Pertahankan termonetral lingkungan dan oksigenasi jaringan yang tepat. Gangguan pada bayi harus seminimal mungkin. Rasional: Stress dingin, hipoksia, dan penanganan yang berlebihan meningkatkan laju metabolisme dan kebutuhan kalori bayi, kemungkinan mengorbankan pertumbuhan dan peningkatan BB. 12. Pantau bayi terhadap reaksi lokal atau sistemik untuk pemberian makan parenteral (mis, peningkatan suhu, trombosis pembuluh darah, dispnea, muntah, atau sianosis). Rasional: Kira-kira 50% komplikasi yang berhubungan dengan nutrisi parenteral total (NPT) adalah karena sepsis, biasanya septikemia Candida. Komplikasi lain meliputi kelebihan beban cairan dan obstruksi atau perubahan posisi kateter. 13. Catat pertumbuhan dengan membuat pengukuran BB setiap hari dan setiap minggu dari panjang badan dan lingkar kepala. Rasional: Pertumbuhan dan peningkatan BB adalah criteria untuk penentuan kebutuhan kalori, untuk menyesuaikan formula dan untuk menentukan frekuensi pemberian makan. Pertumbuhan mendorong peningkatan kebutuhan kalori dan kebutuhan protein. Kolaborasi 14. Mulai pemberian makan dengan air steril, glukosa, dan ASI atau formula, dengan tepat.
32 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Rasional: Pemberian makan dini mencegah penurunan cadangan. 15. Beri makan sesering mungkin sesuai indikasi berdasarkan BB bayi dan perkiraan kapasitas lambung. Rasional: Bayi < 1250g (2 lb 12 oz) diberi makan setiap 2 jam, bayi antara 1500 dan 1800 d (3 bl 8 oz 4 lb) diberi makan setipa 3 jam. 16. Gunakan formula pekat untuk memberikan 120-150 kal/kg/hari atau lebih, dengan protein 3-4 g/kg/hari. Tambahkan suplemen ke ASI untuk pemberian makan melalui selang sesuai kebutuhan. Rasional: Masukan kalori harus cukup untuk mencegah katabolisme. Formula yang pekat memberikan lebih banyak kalori dalam volume yang lebih sedikit, yang perlu karena penurunan kapasitas dan pengosongan lambung, serta bahaya menekan ginjal imatur. (Catatan : bayi yang sakit merupakan formula pembandingan setengah diawal dengan volume/konsentrasi ditambahkan > 1-10 hari sesuai toleransi bayi). 17. Berikan vitamin dan mineral, khususnya vitamin A, C, D, dan E, dan zat besi, sesuai indikasi. Rasional: Menggantikan simpanan nutrien rendah untuk meningkatkan keadekuatan nutrisi dan menurunkan resiko infeksi. Vitamin C dapat menurunkan kerentanan pada anemia hemolitik dan menghilangkan displasia bronkopulmonal dan fibroplasia retrolental. Vitamin E membantu mencegah hemolisis SDM. 18. Pertahankan kepatenan, bantu dengan menggunakan selang makan indwelling (selang transpilorik, nasojejunal, nasoduodenal). Rasional: Memberikan kontinuitas penginfusan formula pada bayi praterm yang sangat kecil yang memenuhi kriteria khusus: mis, takipnea, penyakit paru kronis, ketergantungan respirator, aspirasi berulang dengan pendekatan cara pemberian makan lain. (Catatan: potensial resiko menyertai penggunaan selang indwelling ini harus dipertimbangkan terhadap keuntungannya). 19. Berikan makan NPT melalui pompa infus dengan menggunakan kateter indwelling kedalam vena kava atau jalur perifer. Infus emulsi lemak (intralipid) melalui jalur perifer. Rasional: Infus NPT dari protein hidrolisat, glukosa, elektrolit, mineral, dan vitamin mungkin perlu untuk bayi dengan diare kronis; sindrom malabsorpsi, perbaikan pembedahan dari anomali gastrointestinal (GI), obstruksi, atau enterokolitis
33 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

nekrotisan, prematuritas yang ekstrem. Infus intralipid memberikan asam lemak esensial kepada anak yang memrlukan NPT. (Catatan: keuntungan dari pengguanaan intralipid harus dipertimbangkan terhadap kemungkinan resiko akumulasi lemak dalam paru). 20. Pantau pemeriksaan laboratorium; mis, glukosa serum, elektrolit, protein total. Rasional: Mengukur ketepatan NPT G. INFEKSI, RISIKO TINGGI TERHADAP KONSTIPASI, RISIKO TINGGI TERHADAP Faktor resiko dapat meliputi: Respon imun imatur, kulit rapuh, jaringan trauma, prosedur invasif, pemajangan lingkungan (KPD, pemajangan transplasental). Kemungkinan dibuktikan oleh: [Tidak dapat diterapkan; adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnosa aktual] Hasil yang diharapkan neonatal akan: Mempertahankan serum negatif, CSS, urin, dan kultur nasofaringeal dengan hitung darah lengkap, trombosit, kadar pH, dan tanda vital DBN. Intervensi Mandiri 1. Tinjau ulang catatan kelahiran. Perhatikan apakah tindakan resusitasi diperlukan, lama pecah ketuban, dan adanya korioamnionitis. Rasional: Faktor-faktor maternal seperti KPD dengan persalinan dan kelahiran praterm kemungkinan disebabkan oleh proses infeksi asenden. Infeksi transplasental didapat (yang mempengaruhi dua sepertiga dari semua bayi terinfeksi) juga merupakan ancaman. Bayi yang telah diresusitasi dan yang telah mendapat intervensi invasif lebih cenderung kemasukan patogen dan infeksi. Sepsis awiatan-awal (terjadi dalam 2 hari pertama kehidupan) dipengaruhi oleh pertahanan hospes dan durasi pecah ketuban antepartum. 2. Tentukan usia gestasi janin dengan menggunakan kriteria Dubowitz. Rasional: Kelahiran sebelum gestasi minggu ke-28 30 meningkatkan kerentanan abyi terhadap infeksi, karena penurunan kemampuan SDP untuk menyerang bakteri, penurunan pemindahan imunoglobulin G (IgG ditransportasikan melewati plasenta terutama pada trimester ke-3), kurang imunogloblin A (IgA) bila bayi tidak menerima

34

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

ASI, dan keratin kulit buruk dengan ketidakefektifan kualitas barier. (Catatan : Bayi yang menderita retardasi pertumbuhan intrauterus beresiko tinggi terhadap infeksi). 3. Tingkatkan cara-cara mencuci tangan pada staf, orangtua, dan pekerja lain perprotokol. Gunakana antiseptik sebelum membantu dalam pembedahan atau prosedur invasif. Rasional: Mencuci tangan adalah prktik yang paling penting untuk mencegah kontaminasi silang serta mengontrol infeksi dakam ruang perawatan. 4. Pantau staf dan pengunjung akan adanya lesi kulit, luka basah, infeksi pernapasan akut, demam, gastroenteritis, herpes simpleks aktif (oral, genital, atau paronisial), dan herpes zoster. Rasional: Penularan penyakit pada neonatus dari pekerja atau pengunjung dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. 5. Berikan jarak yang adekuat antara bayi atau antara unit isolette atau unit individu. Gunakan ruangan isolasi terpisah dan teknik isolasi sesuai indikasi. Rasional: Memberikan jarak 4-6 kaki dengan bayi membantu mencegah penyebaran droplet atau infeksi melalui udara. 6. Kaji bayi terhadap tanda-tanda infeksi, seperti ketidakstabilan suhu (hipotermia atau hipertermia), letargi atau perubahan perilaku, distres pernapasan (apnea, sianosis, atau takipnea), ikterik, petekie, kongesti nasal, atau drainase dari mata atau umbilikus. Rasional: Bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi, suhu tubuh sendiri merupakan adalah cara yang tidak dpata dipercaya dalam mengkaji infeksi pada bayi praterm dengan kerusakan respons inflamasi dan mobilisasi SDP. 7. Buat kelompok bayi, bila mungkin, dan jamin bahwa perawat yang sama merawat bayi-bayi yang dikelompokkan bersama. Rasional: Bayi-bayi yang lahir dalam kerangka waktu yang sama (biasanya 24-48 jam), atau terkolonisasi/terinfeksi dengan patogen yang sama, mungkin

dikelompokkan bersama sampai pulang. Pengelompokkan ini merupakan tindakan yang penting dalam mengkontrol infeksi dengan embatasi jumlah dari kontak satu bayi dengan bayi yang rentan atau petugas lainnya. 8. Lakukan perwatan tali pusat sesuai protokol rumah sakit. Rasional: Penggunaan alkohol lokal, triplet dye, dan berbagai antimikroba yang membantu mencegah kolonisasi.
35 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

9. Siapkan lokasi tempat prosedur invasif dengan alkohol (70%), iodin tingtur, atau iodofor. Pantau lokasi infus intravena dan lokasi jalur pemantauan invasif perprotokol. Rasional: Menurunkan insiden kemungkinan flebitis atau bakteremia. 10. Gunakan teknik aseptik selama penghisapan. Bubuhi tanggal pada larutan yang terbuka untuk pelembaban, irigasi, atau nebulasi, dan buang setelah 24 jam. Jamin pembersihan rutin atau penggantian peralatan pernapasan. Rasional: Menurunkan kesempatan untuk masuknya bakteri yang dapat

mengakibatkan infeksi pernapasan. 11. Perlakuan jalur arteri, stopkok, dan kateter sebagai daerah steril, ambil spesimen darah pada waktu yang sama. Rasional: Membantu mencegah bakteremia berkenaan dengan jalur arteri dan aksesnya yang langsung pada darah dan jaringan dalam. 12. Pantau bayi terhadap tanda-tanda awitan lanjut penyakit atau infeksi. Rasional: Awitan lanjut penyakit dapat terjadi dapat terjadi secepat-cepatnya pada hari kelima, tetapi ini biasanya terjadi setelah minggu pertama kehidupan. Tandatanda awitan lanjut infeksi kemungkinan disebabkan oelh bakteri yang didapat 13. Observasi terhadap tanda tanda syok atau koagulasi intravascular diseminata (KID), seperti bradikardia, penurunan TD, ketidakstabilan suhu, malas, edema, atau eritema pada dinding abdomen. Rasional : KID dapat terjadi dengan septicemia gram negatif. 14. Berikan ASI untuk pemberian makan, bila tersedia. Rasional: ASI mengandung IgA, makrofag, limfosit, dan netrofil, yang memberikan beberapa perlindungan dari infeksi. Kolaborasi 15. Dapatkan specimen, sesuai indikasi (mis: urin melalui aspirasi suprapubis, darah, CSS, lesi kulit terlihat, nasofaring, atau sputum bila bayi diintubasi.) Rasional : tes kultur/ sensitivitas perlu untuk mendiagnosa pathogen dan mengindentifikasi terapi yang tepat. 16. Pantau pemeriksaan laboratorium sesui indikasi : a. Seri jumlah SDM dan diferensia. Rasional : prematuria menurunkan respon imun pada infeksi. Jumlah SDP pada bayi praterm bervariasi dari 6.000 sampai 225.000/mm3 dan dapat berubah dari
36 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

hari ke hari, membatasi reabilitas diagnostic. Peningkatan nyata atau tiba-tiba atau penurunan SDP atau sel pita menandakan infeksi. b. Jumlah trombosit Rasional : sepsis menyebabkan jumlah trombosit menurun, tetapi pada bayi praterm, rentang trombosit normal mungkin hanya 60.000 (pada 3 hari pertama) sampai 100.000/mm3 c. Glukosa dan kadar PH serum Rasional ; hipoglikemi, hiperglikemi atau asodisis metabolic ( dengan kadar bikarbonat kurang dari 21 mEq/L ) menandakan infeksi. 17. Berikan antibiotic secara intravena berdasarkan laporan sensitivitas. Rasional : antibiotic spectrum luas meliputi ampisilin dan aminoglikosida biasanya diindikasikan, menunggu hasil tes kultur dan sensitivitas. Penggunaan antibiotic sistemik dengan sembarangan atau tidak tepat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diharpkan, membantu mengembangkan resitensi strain bakteri, dan mengubah flora normal bayi baru lahir. 18. Bantu dengan pungsi lumbal, sesuai kebutuhan. Rasional : membantu mengidentifikasi organisme dan lokasi infeksi bila meningitis dicurigai. 19. Bantu dengan tindakan untuk kemungkinan kondisi yang berhubungan dengan infeksi : hipoksemia, abnormalitas sushu, ketidakseimbangan elektrolit dan asam-basa, anemia, atau syok. Rasional : kejadian fisiologis yang berhubungan dan gejala sisa mungkin mengancam hidup bayi karena infeksi itu sendiri. 20. Berikan immunoglobulin intrvena dengan tepat. Rasional : penelitian menunjukkan Ig IV dapat meningkatkan laju kehidupan pada bayi septic, selain itu, terapi profilaktik untuk bayi dengan berat badan kurang dari 1500 g dapat menurunkan insiden awitan lanjut infeksi nosokomial. H. KELEBIHAN CAIRAN, RESIKO TINGGI TERHADAP Faktor resiko dapat meliputi: sistem ginjal imatur dan penurunan laju filtrasi glomelurus Kemungkinan dibuktikan: tidak dapat diterapkan : adanya tanda dan gejala untuk menegakkan diagnose aktual. Hasil yang diharapkan : mempertahankan berat jenis urin, haluaran, dan PH DBN.
37 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Intervensi Mandiri 1. Pantau haluaran, lebih disukai dengan menimbang popok, atau dengan mengkaji satirasi popok dan jumlah popok yang digunakan perhari. Ukur berat jenis urun. Rasional : haluaran harus 1 3 ml/kg/jam dan berat jenis urin harus 1,006 sampai 1,013. Hipovolemia atau anuria atau oliguria dapat menyertai hipoksia berat. 2. Hitung keseimbangan cairan ( masukan total minus haluaran total) setiap 8 jam, dan timbang bayi per protocol. Rasional : keseimbangan cairan yang positif dan hubungan penambahan berat badan dengan kelebihan 20-30 g/hari menunjukkan kelebihan cairan. 3. Evaluasi hidrasi, perhatikan adanya krekels, ronki, dispnea atau takipnea. Rasional : keterbatasan kemempuan ginjal untuk mengeluarkan kelebihan cairan meningkatkan risiko hidrasi berlebihan dengan gangguan jantung atau pernapasan. 4. Perhatikan adanya lokasi dan derajat edema Rasional : edema berlebihan menurunkan sirkulasi dan volume ginjal saat perpindahan cairan dari plasma ke jaringan. 5. Lakukan pengukuran untuk mencegah infeksi ( rujuk pada DK: infeksi, resiko tinggi terhadap.) Rasional : infeksi menggantikan peningkatan kebutuhan pada sistem ginjal yang telah menurun. Kolaborasi 6. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi: a. Kadar elektrolit dan PH. Rasional : asidosis dan perubahan kadar elektrolit menunjukkan

ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis. b. Nitrogen urea darah, kreatinin, kadar asam urat. Rasional : mengkaji beratnya keterlibatan ginjal. 7. Berikan makan dengan menggunakan ASI bila mungkin ; jamin jumlah kosentrasi yang tepat dari formula suplemen. Rasional : ASI mengandung sedikit larutan ginjal daripada susu sapi. Ginjal mungkin tidak dapat mengatasi formula dengan konsentrasi larutan berlebihan.

38

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

8. Perbaiki cairan, elektrolit, dan gangguan asam basa; perbaiki keadaan hipoksik. Rasional : tindakan mungkin perlu untuk memperbaiki laju filtrasi glomelurus dan aliran darah ginjal setelah periode hipoksia dengan akumulasi asam laktat. Pemberian natrium bikarbonat mungkin perlu, karena menghalangi kapasitas ginjal

mempredisposisikan bayi praterm pada asidosis metabolic. 9. Pantau bayi terhadap toksisitas obat, khususnya bayi menerima gentamisin atau nafsilin. Rasional : imaturitas ginjal menghambat atau memundurkan ekskresi obat sehingga pada bayi praterm, toksisitas dapat terjadi lebih cepat dengan kadar yang lebih rendah daripada bayi cukup bulan. I. KONSTIPASI, RESIKO TINGGI TERHADAP : DIARE, RESIKO TINGGI TERHADAP Faktor fisiko dapat meliputi: masukan diet/cairan, ketidakaktivan fisik, otot otot abdomen, perubahan motalitas gastric. Kemungkinan dibuktikan oleh: ( tidak dapat diterapkan ; adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnose actual. ) Hasil yang diharapkan neonatal akan: membantu kebiasaan defekasi tergantung pada tipe pemberian makan, dengan abdomen lunak dan tidak distensi bebas dari tanda tanda enterokolitis nekrotisan. Intervensi Mandiri 1. Pertimbangan frekuensi dan karakteristik feses delam hubungannya dengan usia bayi dan tipe pemberian makan. Auskultasi bising usus. Ukur lingkar abdomen, melaporkan peningkatan ukuran 1 cm atau lebih dari pengukuran sebelumnya. Rasional : penurunan fungsi usus dan motilitas GI mengakibatkan defekasi tidak sering dan distensi abdomen. 2. Perhatikan adanya faktor faktor resiko seperti hipoksia, sepsis atau maslah sirkulasi berkenaan dengan PDA Rasional : kondisi ini dapat memperberat perkembangan enterokolitis nekrotisan. Temuan terbaru menunjukkan bahwa perkembangan enterokolitis nekrotisan dihubungkan dengan perkembangan dan usia gestasi.

39

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

3. Kaji status hidrasi dan masukan cairan dan haluaran ( rujuk pada DK ; kekurangan volume cairan , risiko tinggi terhadap : nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh, risiko tinggi terhadap.) Rasional : ketidakadekuatan hidrasi dapat memperberat kurangnya air atau konstipasi feses. 4. Pantau terhadap tanda tanda enterokilitis nekrotisan, seperti distensi abdomen, kekakuan, nyeri tekan; kulit abdomen berkilau atau tegang; lengkung usus dapat dilihat, meludah berlebihan, muntahan berwarna empedu: kegagalan pemberian makanan per selang untuk diabsorsi atau residu lambung berlebihan; dan tiodak adanya bising usus; tes feses ( kecuali ada diare yang mengandung darah) dengan mengandung hematest atau guaiak. Tes residu gaster. Rasional : enterokolitis nekrotisan merupakan komplikasi yang potensial mengancam kehidupan yang mempengaruhi 3% - 8% bayi praterm, biasanya ada dalam 2 minggu kehidupan pertama. 5. Minimalkan penanganan bayi ; berikan gosokan pada wajah, tangan, dan kaki. Bicara pada bayi. Rasional : hindari trauma abdominal lanjut. Kebutuhan emosional dan sentuhan dapat dipenuhi dengan sentuhan ekstermitas dan kepala dan melalui percakapan. 6. Hindari penggunaan popok dan thermometer rectal Rasional : popok meningkatkan tekanan abdomen bawah dan mencegah atau membatasi observasi terhadap abdomen. Thermometer rectal dapat menyebabkan trauma pada mukosa rectal. 7. Pantau bayi terhadap tanda tanda sepsis, syok, atau KID Rasional : enterokolitis nekrotisan dapat berlanjut pada perforasi usus dengan peritonitis, mengakibatkan sepsis, syok dan KID 8. Pertahankan untuk tetap mencuci tangan setelah memegang setiap bayi. Rasional : membantu mencegah terjadinya epidemic enterokolitis nekrotisan dalam ruang perawatan. Kolaborasi 9. Gunakan ASI untuk pemberian makan bilamana mungkin Rasional : ASI mudah dicerna menghasilkan feses yang lebih lunak, dan dapat menurunkan risiko infeksi enteric atau terjadinya enterokolitis nekrotisan.
40 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

10. Tingkatkan pengenceran formula supleman sesuai indikasi Rasional : diare dapat menandakan intoleransi terhadap konsentrasi formula. 11. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi : jumlah SDP dan deferensial, jumlah trombosit, masa protrombin, dan masa tromboplastin Rasional : peningkatan atau penurunan jumlah SDP atau pergeseran ke kiri menunjukkan sepsis. Trombositopeni atau masa pembekuan memanjang menunjukkan terjadinya KID 12. Tinjau sinar X abdomen Rasional : adanya distensi lengkung usus, penebalan dinding, dan asites menunjukkan enterokolitis nekrotisan. 13. Kirimkan feses darah awal atau hematest positif pada laboratorium Rasional : tawas yang ditimbulkan pada tes toksoid diperlukan untuk membedakan darah bayi dari darah ibu. 14. Hentikan pemberian makan oral atau NG selama 7 sampai 10 hari, sesuai indikasi. Berikan makanan NPT Rasional : memungkinkan tes usus, meningkatkan penyembuhan jaringan sambil memenuhi kebutuhan cairan dan kebutuhan nutrisi. 15. Pasang selang orogastrik atau NG, dan sambungkan ke penghisap rendah kontinu, sesuai kebutuhan. Rasional : mungkin perlu untuk dekompresi lambung pada kasus kecurigaan enterokolitis nekrotisan atau setelah intervensi pembedahan. 16. Berikan antibiotic sesuai indikasi Rasional : melawan infeksi enteric; dapat meningkatkan pemulihan usus. 17. Siapkan untuk pembedahan, bila diperlukan. Rasional : prosedur pembedahan mungkin perlu untuk menghilangkan segmen usus yang terinflamasi. J. INTEGRITAS KULIT, KERUSAKAN, RESIKO TINGGI TERHADAP Faktor risiko yang meliputi: kulit tipis, kapiler rapuh dekan permukaan kulit, tidak ada lemak subkutan di atas penonjolan tulang, ketidakmampuan untuk mengubah posisi untuk menghilangkan titik penekanan, penggunaan restrain, perubahan status nutrisi. Kemungkinan dibuktikan oleh: (tidak dapat diterapkan; adanya tanda/gejala untuk menegakkan diagnose actual.)
41 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Hasil yang diharapkan neonatal akan: mempertahankan kulit utuh. Bebas dari cedera dermal. Intervensi Mandiri 1. Inspeksi kulit, perhatikan area kemerahan atau tekanan Rasional : mengidentifikasi area potensial kerusakan dermal, dapat mengakibatkan sepsis. 2. Berikan perawatan mulut dengan menggunakan salin atau gliserin swab. Berikan jeli petroleum untuk bibir. Rasional : membantu mencegah kekeringan dan pecah pada bibir berkenaan dengan tidak adanya masukan oral atau efek kering dari terapi oksigen. 3. Hindari penggunaan agens topical keras; cuci dengan hati hati larutan povidon-iodin setelah prosedur Rasional : membantu mencegah kerusakan kulit dan menghilangkan barier pelindung epidermal. 4. Berikan latihan rentang gerak, perubahan posisi rutin, dan bantal bulu domba atau terbuat dari bahan yang lembut. Rasional : membantu mencegah kemungkinan nekrosis berhubungan dengan edema dermis atau kurangnya lemak subkutan diatas tonjolan tulang. 5. Minimalkan penggunaan plester untuk mengamankan selang, elektroda, dan kantung urin, jalur I,V,dan sebagainya. Rasional : melepaskan plester dapat juga melapas lapisan epidermal, karena kohesi antara plester dan korneum sternum lebih kuat daripada antara dermis dan epidermis. 6. Mandikan bayi dengan menggunakan air steril dengan sabun ringan. Cuci hanya pada bagian tubuh yang benar benar kotor. Minimalkan manipulasi kulit bayi. Rasional : setelah 4 hari, kulit mengalami beberapa sifat bacterisidal karena PH asam. Mandi sering menggunakan sabun alkalin atau pelembab dapat meningkatkan PH kulit, menurunkan flora normal dan mekanisme pertahanan alamiah yang ,melindungi pathogen invasive. 7. Ganti elektroda hanya bila perlu Rasional : penggantian yang sering dapat memperberat kerusakan kulit. Kolaborasi:
42 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

8. Berikan saleb antibiotic pada hidung, mulut dan bibir bila pecah atau teriritasi Rasional: meningkatkan pemulihan pecah pecah dan iritasi berkenaan dengan pemberian oksigen; dapat membantu mencegah infeksi. K. PERUBAHAN SENSORI PERSEPTUAL Dapat dihubungkan dengan: imaturitas sistem neurosensori, perubahan rangsangan lingkungan, efek efek terapi. Kemungkinan dibuktikan oleh: perubahan pada respon terhadap rangsangan, apatis, iritabilitas, perubahan tengangan otot, ukuran berubah pada ketajaman sensorium. Hasil yang diharapkan neonatal akan: berespon dengan tepat pada rangsangan khusus usia. Bebas dari tanda kelebihan sensori. Mendemonstrasikan respon yang diharapkan pada rangsangan visual, bebas dari tanda tanda retinopati prematuritas (ROP) Intervensi Mandiri 1. Berikan perawat primer untuk setiap shift. ( tugas perawat primer per bayi untuk memberikan informasi pada orang tua) Rasional : meningkatkan kontinuitas perawatan dan mengikuti program

perkembangan. Meningkatkan pengenalan perubahan perilaku dan kondisi bayi yang tidak kentara. Adanya seorang perawat yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi membantu untuk menurunkan kejadian informasi dan kesalahan pemahaman orang tua. 2. Sering ganti popok bayi ( khususnya bila bayi mendapat SPAP nasal atau selang endotrakeal) Rasional : memberikan rangsangan kinesthesia. Bayi imatur secara neuromuscular tidak mampu mengubah posisi sendiri atau bergerak dalam isolette. 3. Berikan sentuhan lembut dan perhatian, khususnya pada waktu pemberian maka, kenalkan tekstur (spatel lidah, waslap) bila tepat. Rasional : memberikan rangsangan taktil, yang berkenaan dengan penambahan berat badan dan khususnya penting bila bayi 40 minggu pascakonsepsi atau lebih. 4. Bicara atau bernyanyi pada bayi, panggil nam, mainkan music lembut dalam ruang perawatan, atau mainan suara orang tua yang direkam tipe. Rasional : memberikan rangsangan auditorius, permainan, tape suara orang tua dapat meningkatkan pengenalan bayi terhadap mereka.
43 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

5. Gendong bayi setinggi wajah, memungkinkan kontak mata. Memberikan linea berwarna, dan mengganti desain atau gambar pada sisi incubator, dan manganjurkan orang tua untuk membuat bentuk dari kertas dan talai yang bergerak segera setelah bayi mencapai usia pasca konsepsi 40 tahun. Rasional : rangsangan visual paling baik diberikan dengan objek yang ditempatkan pada 7-9 inci dari wajah. Wajah hitam dan putih dan desain checkerboard meningkatkan perhatian visual, bayi menjadi terbiasa pada rangsangan yang tidak berubah. Melibatkan orang tua dalam kreasi rangsangan bayi membantu menjamin bahwa proses berlanjut setelah pulang. 6. Gendong bayi pada posisi ventral Rasional : merangsang orientasi visual. 7. Kaji bayi terhadap tanda tanda fisiologis dari kelebihan beban sensori Rasional : rangsangan berlebihan dapt mengakibatkan perubahan fisiologis. 8. Minimalkan rangsangan interaksi social selain dari yang secara langsung berhubungan dengan pemberian makan bila bayi menunjukkan tanda tanda kelebihan beban sensori. Kurangi rangsangan sebelum pemberian makan. Rasional : rangsangan berlebihan dapat mengganggu pemberian makanan, sehingga rangsangan yang diperlukan harus doberikan antara pemberian makan. Rangsangan berlebihan sebelum pemberian makan dapat mempengaruhi penghisapan dan motilitas GI secara negative dan dapat menyebabkan muntah. 9. Rencanakan aktivitas untuk memungkinkan periode tidur. Cegah perubahan posisi tiba tiba atau kebisingan, dan menurunkan sinar secara intermiten dengan menutup incubator dengan handuk atau dengan menurunkan lampu ruangan. Rasional : membantu melindungi bayi dari rangsangan berlebihan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan keadaan fisiologis secara negative; meningkatkan rasa terhadaap siklus siang malam pada bayi. 10. Buka penutup mata secara berkala bila bayi menerima fototerapi. Rasional : tameng pelindung mata diperlukan pada fototerapi yang dengan berat menurunkan kesempatan rangsangan visual. 11. Kaji respon bayi terhadap rangsangan. Buat pola individual dari intervensi yang berdasarkan pada usia perkembangan dan kebutuhan bayi.

44

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Rasional : masing masing bayi berespon secara unik pada pola intervensi berdasarkan pada kebutuhan individual. 12. Timbang berat badab bayinsetiap hari. Perhatikan frekuansi pemberian makan dan masukan serta frekuensi defekasi. Rasional : rangsangan vagal yang dihasilakan oleh rangsangan taktil dan kinestasis yang tepat menaikkan penambahan berat badan, meningkatkan persiktaktil dan pengeluaran produk sisa, menurunkan retensi lambung, dan meningkatkan aktivitas pemberian makan. 13. Ukur lingkar kepala. Rasional : korteks serebral dianggap meningkat pada berat badab dalam berespon terhadap rangsangan pada lingkungan, dan peningkatan ini, yang berlanjut pada periode pascanatal lanjut, dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan intelektual. 14. Perhatikan faktor faktor fisiko berat badan lahir, kondisi yang menyrtai, dan terapi yang berhubungan Rasional : retinopati prematuria tidak lagi diyakini merupakan akibat tersendiri dari terapi oksigen tingkat lama. Imaturitas, adanya beberapa anomaly congenital, dan berbagai terapi membuat bayi beresiko. 15. Berikan informasi pada orangtua mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan /respon individu bayi. Rasional : menurunkan ansietas berkenanan dengan ketidaktahuan, meningkatkan koping dan kemempuan pemecahan masalah. Menyadari bahwa bayi yang mengalami kerusakan visual mungkin tidak mengenal atau menunjukkan perasaan dengan perubahan ekspresi wajah mendorong orang tua untuk mengamati bahasa tubuh yang menunjukkan ekspresi diri yang dengan cara demikian menguatkan ikatan kedekatan. 16. Berikan peningkatan penggunaan rangsngan auditorius dan taktil. Rasional : memperttahankan rangsangan dini adekuat dan tepat dapat membatasi masalah kongnitif dan emosional masa datang berhubungan dengan isu isu lingkungan temasuk kekurangan rangsangan dan respon orang tua terlalu melindungi. 17. Berikan tempat tidur yang tidak rata / air bila diindikasikan Rasional : bayi praterm yang kurangdari gestasi 34 minggu telah menunjukkan peningkatan ukuran kepala dan diameter bipariental dengan rangsangan bentuk ini.

45

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

18. Pantau terapi oksigen dengan ketat,sesuai kadar dan pembatasan durasi dengan tepat Rasional : membantu mencegah atau membatasi perkembangan retinopati prematuria. 19. Periksakan fundus oftalmoskopik indirek Rasional : menganjurkan untuk senua bayi yang kurang dari gestasi minggu ke 36 atau dibawah 2000g dan menerima terapi oksigen. Biasanya dilakukan antara usia minggu ke 4 dan minggu ke-8 dan diulang sesuai indikasi untuk diagnosis/memantau kemajuan retinopati prematuria dan menentukan kebutuhan terapi. 20. Terapi laser atau krioterapi Rasional : mungkin bermanfaat dalam membatsi efek efek merugikan berkanaan dalam tahap akut dari retinopati prematurias dengan obliterasi pembentukan pembuluh baru, penurunan traksi pada retina dan pelepasan selanjutnya. L. KOPING, INDIVIDUAL, TIDAK EFEKTIF Dapat dihubungkan dengan : imaturitas dan kerusakan SSP ( ambang rendah untuk rangsangan dan stress nyeri), kemampuan organisasi yang buruk, keterbatasan kemampuan untuk menguntrol lingkungan. Kemungkinan dibuktikan : diisorganisasi aktivitas motorik dan siklus bangun tibur, iritabilitas, ketidakmampuan menyampaikan isyarat tapat pada pemberian perawatan sehingga stressor dapat dikurangi atau dihilangkan. Hasil yang diharapkan neonatal akan : meminimalkan/ menurunkan isyarat perilaku yang menandakan stress. Mkemajuan dengan tepat, sesui pola individu dalam pertumbuhan dan perkembangan. Intervensi Mandiri: 1. Berikan perawatn primer kapan pun mungkin. Rasional : perawatn yang konsisten dan dapat diperkirakan memungkinkan bayi mengembangkan ras percaya pada pemberi perawatan, lingkunagan, dan diri sendiri serta memudahkankoping. Pemberian perawatan yang banyak membinggungkan bayi, meningkatkan distress selama makan, menyebabkan irribilitas dan mengganggu perhatian visual. 2. Kaji bayi terhadap isyarat perilaku yang menandakan stress, perhatikan faktor faktor penyebab dan hilangkan atau kurangi stressor bila mungkin.
46 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Rasional : pengenalan dengan perilaku respon lazim dan sifat kepribadian bayi perlu untuk mengidentifikasi perubahan yang tidak nyata yang menandakan stress dan perlunya intervensi untuk menurunkan sters ini. 3. Buat suasana seperti didalam uterus bilamana mungkin menutupi isolette untuk periode lama dan menghidupkan bunyi bunyian rekaman plasenta atau bunyi jantung maternal. Memberikan lingkungan gelap, tenag, menurunkan stress, meningkatkan adaptasi, dan didapati berhubungan secara positif dengan penambahan berat badan, penyapihan dini dari oksigen atau ventilator dan pulang lebih dini. Rasional : rekaman bunyi ibu cenderung menurunkan atau menghilangkan persepsi bayi tentang kebisingan dari isolette. 4. Ubah posisi bayi dengan menggunakan gulungan popok yanh ditempatkan pada punggung dan bagian depan bila bayi pada posisi miring atau pada sisinya bayi dapat mentoleransi posisi tengkurap. Rasional : imaturitas neuromuscular dapat merusak kemampuan bayi untuk mencari posisi yang nyaman atau menghilangkan stress dari perubahan posisi. Sulungan popok di sekitar bayi memberikan rasa aman dan mempunyai efek menenangkan. Posisi telungkup meningkatkan tidur dan relaksasi optimal. 5. Tutup bagian atas penyebar hangat dengan penutup plastic, bila dibutuhkan. Rasional : menurunkan stress lingkungan aliran dari udara, yang mengejutkan bayi saat petugas bergerak melewati penghangat. 6. Berikan orang tua informasi tentang isyarat perilaku bayi dan respon terhadap stressor. Rasional : orang tua harus meningkatkan keterampilan dalam pengenalan isyarat bayi yang tidak nyata menandakan stress sehingga mereka dapat secara efektif memberikan intervensi untuk meminimalkan stress dan memudahkan adaptasi positif bayi terhadap kehidupan akstrauterus.

2. Berat Berat Lahir Rendah (BBLR) BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram (WHO, 1961 dalam Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2003). Klasifikasi bayi baru lahir berdasarkan umur kehamilan atau masa gestasi

47

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

1. Preterm infant atau bayi premature, yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan tidak mencapai 37 minggu. 2. Term infant atau bayi cukup bulan (mature/aterm), yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan lebih daripada 37-42 minggu. 3. Post term infant atau bayi lebih bulan (posterm/postmature), yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan sesudah 42 minggu. Klasifikasi BBLR :

1) Prematuritis murni Prematuritis murni yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan, berat badan terletak antara persentil ke-10 sampai persentil ke-90 pada intrauterine growth curve Lubchenko (Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2003). Bayi prematuritas murni digolongkan dalam tiga kelompok (Rahayu D P, 2010), yaitu: a. Bayi yang sangat prematur (extremely premature): 24-30 minggu. Bayi dengan masa gestasi 24-27 minggu masih sangat sukar hidup terutama di negara yang belum atau sedang berkembang. Bayi dengan masa gestasi 28-30 minggu masih mungkin dapat hidup dengan perawatan yang sangat intensif.
48 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

b. Bayi pada derajat prematur yang sedang (moderately premature) : 31-36 minggu. Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari pada golongan pertama dan gejala sisa yang dihadapinya di kemudian hari juga lebih ringan, asal saja pengelolaan terhadap bayi ini benar-benar intensif. c. Borderline premature: masa gestasi 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat-sifat prematur dan matur. Biasanya beratnya seperti bayi matur dan dikelola seperti bayi matur, akan tetapi sering timbul problematika seperti yang dialami bayi prematur, misalnya sindrom gangguan pernapasan, hiperbilirunemia, daya hisap yang lemah dan sebagainya, sehingga bayi harus diawasi dengan seksama. Faktor-faktor yang merupakan prodisposisi terjadinya kelahiran premature (Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2003), yaitu faktor ibu, faktor janin, faktor plasenta, tidakdiketahui : 1. Faktor ibu Toksemia gravidarum, yaitu preeclampsia dan eklampsi. Kelainan bentuk uterus (misalnya uterus bikornis, inkompeten serviks) Tumor (misalnya mioma uteri, sistoma Ibu yang menderita penyakit antara lain : Akut dengan gejala panas tinggi (misal tifus abdominal, malaria) Kronis (misalnya TBC, penyakit jantung, glomerulonefritis kronis) Trauma pada masa kehamilan antar lain : Fisik (misal jatuh) Psikologis (misal stress) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Plasenta antara lain plasenta previa, solusio plasenta 2. Faktor janin Kehamilan ganda Hidramnion Ketuban pecah dini Cacat bawaan Infeksi (misalnya rubella, sifilis, toksoplasmosis) Insufisiensi plasenta
49 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Inkompatibilitas darah ibu dan janin (factor Rhesus, golongan darah ABO) 3. Faktor plasenta Plasenta previa Solusio plasenta Tanda dan gejala bayi premature (Rahayu D P, 2010. Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2003), yaitu : 1) Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu. 2) Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram. 3) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm. 4) Kuku panjangnya belum melewati ujung jari. 5) Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas. 6) Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm. 7) Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm. 8) Rambut lanugo masih banyak 9) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang. 10) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga seolaholah tidak teraba tulang rawan daun telinga. 11) Tumit mengkilap, telapak kaki halus. 12) Alat kelamin bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang. Testis belum turun ke dalam skrotum, untuk bayi perempuan klitoris menonjol, labia minora belum tertutup oleh labia mayora. 13) Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah 14) Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan reflek hisap, menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan tangisnya lemah. 15) Jaringan kelenjar mamae kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih kurang. 16) Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit. Komplikasi bayi premature (Rahayu D P, 2010) : 1) Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat kurangnya jaringan lemak di bawah kulit; permukaan tubuh yang relative lebih luas dibandingkan dengan
50 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

berat badan, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang karena lemak coklat (brown fat) yang belum cukup serta pusar pengaturan suhu yang berfungsi sebagaimana mestinya. 2) Gangguan pernapasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR. Hal ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan (rasio lesitin atau sfingomielin kurang dari 2), pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernapasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung (pliable thorax). Penyakit gangguan pernapasan yang sering diderita bayi prematur adalah pernapasan periodik (periodic breathing) dan apnea disebabkan oleh pusat pernapasan di medulla belum matur. 3) Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia defisiensi vitamin K. 4) Ginjal yang immature baik secara anatomis maupun fungsinya. Produksi urin yang sedikit, urea clearance yang rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan dengan akibat mudahnya terjadi edema dan asidosis metabolik. 5) Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh (fragile), kekurangan faktor pembeku seperti protombin, faktor VII dan factor Christmas. 6) Gangguan imunologik : daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi prematur relative belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik. 7) Peradangan intraventrikuler : lebih dari 50% bayi prematur menderita perdarahan intraventrikuler. Hal ini desebabkan oleh karena bayi prematur sering menderita apnea, asfiksia berat dan sindroma gangguan pernapasan. Akibatnya bayi menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnea. Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak akan lebih banyak karena tidak adanya otoregulasi serebral pada bayi prematur, sehingga mudah terjadi perdarahan dari pembuluh darah kapiler yang rapuh dan iskemia di lapisan germinal yang terletak di dasar ventrikel lateralis antara nucleus kaudatus dan ependim. Luasnya perdarahan intraventrikuler ini dapat didiagnosis dengan ultrasonografi atau CT scan. 8) Retrolental fibroplasias : dengan menggunakan oksigen dengan konsentrasi tinggi (PaO2 lebih dari 115 mmHg = 15 kPa) maka akan terjadi vasokonstriksi pembuluh
51 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

darah retina yang diikuti oleh proliferasi kapiler-kapiler baru ke daerah yang iskemia sehingga terjadi perdarahan, fibrosis, distorsi dan parut retina menjadi buta. Untuk menghindari retrolental fibroplasias maka oksigen yang diberikan pada bayi prematur tidak lebih dari 40%. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan oksigen dengan kecepatan dua liter per menit. 2) Dismaturitis Dismaturitis yaitu bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya untuk usia kehamilan, ini menunjukkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine (Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2003). Bayi dismatur atau bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) Banyak istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan bahwa bayi KMK ini menderita gangguan pertumbuhan di dalam uterus (intrauterine growth retardation = IUGR) seperti pseudopremature, small for dates, dysmature, fetal malnutrition. Setiap bayi yang berat lahirnya sama dengan atau lebih rendah dari 10th persentil untuk masa kehamilan pada Denver Intrauterine Growth Curve adalah bayi SGA. Kurva ini dapat pula dipakai untuk Standart Intrauterine Growth Chart of Low Birth Weight Indonesian Infants. Setiap bayi baru lahir (prematur, matur dan postmatur) mungkin saja mempunyai berat yang tidak sesuai dengan masa gestasinya. Gambaran kliniknya tergantung dari pada lamanya, intensitas dan timbulnya gangguan pertumbuhan yang mempengaruhi bayi tersebut Ada dua bentuk IUGR, yaitu: 1) Proportionate IUGR: janin yang menderita distres yang lama di mana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulanbulan sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dan lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih di bawah masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini tidak menunjukkan adanya wasted oleh karena retardasi pada janin ini sebelum terbentuknya adipose tissue. 2) Disproportionate IUGR : terjadi akibat distres subakut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkaran kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak wasted dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat, bayi keliatan kurus dan lebih panjang. Pada
52 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

bayi IUGR perubahan tidak hanya terhadap ukuran panjang, berat dan lingkaran kepala akan tetapi organ-organ di dalam badan juga mengalami perubahan misalnya, berat hati, limpa, kelenjar adrenal dan thymus berkurang dibandingkan bayi prematur dengan berat yang sama. Perkembangan dari otak, ginjal dan paru sesuai dengan masa gestasinya (Rahayu D P, 2010) Beberapa faktor yang merupakan predisposisi terhadap terjadinya bayi dismatur (Rahayu D P, 2010), yaitu : 1) Faktor ibu 2) Faktor uterus dan plasenta 3) Faktor janin 4) Keadaan ekonomi yang rendah 5) Tidak diketahui Berbagai masalah yang sering terjadi pada bayi dismatur, yaitu: 1) Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotoraks. Ini disebabkan distres yang sering dialami bayi dalam persalinan. Insiden idiopathic respiratory distress syndrome berkurang oleh karena IUGR mempercepat maturnya jaringan paru. 2) Bayi dismatur (KMK) mempunyai hemoglobin yang tinggi yang mungkin desebabkan oleh hipoksia kronik di dalam uterus. 3) Hipoglikemia terutama bila pemberian minum terlambat. Agaknya hipoglikemia ini disebabkan oleh berkurangnya cadangan glikogen hati dan meningginya metabolisme bayi. 4) Keadaan lain yang mungkin terjadi : asfiksia, perdarahan paru yang massif, hipotermia cacat bawaan akibat kelainan kromosom (sindrom Downs Turner dan lain-lain), cacat bawaan oleh karena infeksi intrauterin dan sebagainya. Stadium pada bayi dismatur (Rahayu D P, 2010)., yaitu: 1) Stadium pertama : bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang. 2) Stadium kedua : terdapat tanda stadium pertama ditambah warna kehijauan pada kulit plasenta dan umbilikus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam amnion yang kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus dan plasenta sebagai akibat anoksia intrauterin.

53

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

3) Stadium ketiga : terdapat tanda stadium kedua ditambah kulit yang berwarna kuning, begitu pula dengan kuku dan tali pusat, ditemukan juga tanda anoksia intrauterin yang lama. Perawatan di Rumah Sakit Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) memerlukan perawatan lebih intensif, karena sebenarnya bayi masih membutuhkan lingkungan yang tidak jauh berbeda dari lingkungannya selama dalam kandungan. Maka dengan demikian, di rumah sakit bayi dengan BBLR biasanya akan mendapatkan perawatan sebagai berikut: 1) Dimasukkan dalam inkubator Inkubator berfungsi menjaga suhu bayi supaya tetap stabil. Akibat system pengaturan suhu dalm tubuh bayi belum sempurna, maka suhunya bisa naik atau turun secara drastis. Hal ini tentu bisa membahayakan kondisi kesehatannya. Ototototnya juga relatif lebih lemah, sementara cadangan lemaknya juga lebih sedikit dibandingkan bayi yang lahir normal. 2) Pencegahan infeksi Mudahnya bayi BBLR terinfeksi menjadikan hal ini salah satu focus perawatan salama di RS. Pihak RS akan terus mengontrol dan memastikan jangan sampai terjadi infeksi karena bisa berdampak fatal. 3) Minum cukup Bagi bayi, susu adalah sumber nutrisi yang utama. Untuk itulah selama dirawat, pihak RS harus memastikan bayi mengkonsumsi susu sesuai kebutuhan tubuhnya. Selama belum bisa mengisap dengan benar, minum susu digunakan menggunakan pipet. 4) Memberikan sentuhan Selama bayi dibaringkan dalam inkubator bukan berarti hubungan dengan orang tua terputus. Orang tua terutama ibu sangat disarankan untuk terus memberikan sentuhan pada bayinya. Bayi BBLR yang mendapat sentuhan ibu menurut penelitian menunjukkan kenaikan berat badan yang lebih cepat daripada jika bayi jarang disentuh. 5) Membantu beradaptasi Bila memang tidak ada komplikasi, perawatan di RS bertujuan membantu bayi beradaptasi dengan lingkungan barunya. Setelah suhunya stabil dan dipastikan
54 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

tidak ada infeksi, bayi biasanya boleh dibawa pulang. Namun, ada juga sejumlah RS yang menggunakan standar berat badan. Misalnya bayi baru boleh pulang kalau beratnya mencapai 2 kg. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Riwayat kehamilan Mulai HPHT umur kehamilan < 37 minggu Ibu menderita : hipertensi( toksemia gravidarum ), kelainan jantung, DM, penyakit menular Riwayat obstetric kurang baik Kehamilan multigravida dengan jarak kelahiran < 2 tahun Umur ibu < 20 tahun dan < 35 tahun Nutrisi ibu kurang Pemeriksaan/ pengawasan antenatal tidak teratur

b. Penentuan usia kehamilan 1) Usia kehamilan < 37 minggu , dengan pemeriksaan Kepala relative lebih besar dari pada badan Kulit tipis transparan,lanugo dan verniks caseosa banyak,lemak subkutan kurang Oksifikasi tengkorak sedikit,ubun ubun dan sututra lebar Tulang rawan dan daun telinga belum matur sehingga kurang elastic Gusi : makroglosia Jaringan mamae belum sempurna,demikian pula putting susu belum terbentuk dengan baik Posisi masih posisi fetal ( dekubitus lateral ) Lipatanbawah kaki lebih sedikit. Pergerakan kurang dan masih lemah ( tonus otot kurang ) Bayi laki-laki Desensus testikulorum Bayi perempuan klitoris dan labia minora belum tertutup labia mayora.

55

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

2. Pemeriksaan fisik Antropometri: Berat badan < 2500 gr,panjang badan < 45 cm,lingkar dada < 30 cm,lingkar kepala < 33 cm. 3. Neurosensori Pemeriksaan Refleks Tubuh panjang,kurus,lemah dengan perut agak gendur Ukuran kepala besar dengan hubungannya dengan tubuh,sutura mungkin mudah digerakkan,fontanel mungkin besar atau terbuka lebar. Edema kelopak mata umum terjadi ,mungkin merapat ( tergantung usis gestasi ) Refleks moro : komponen pertama dari refleks morro ekstensi lateral dari ekstremitas atas dengan membuka tangan tampak pada gestasi minggu ke 28,komponen kedua fleksi anterior dan menangis yang dapat didengar yang tampak pada usia gestasi minggu ke 32. Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi antara 24 37 minggu. Refleks roting terjadi dengan baik pada gestasi 32 minggu,koordinasi refleks untuk mengisap,menelan dan berfnafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32 Dapat mendemonstrasikan kedutan atau mata berputer

4. Sistem pernafasan Frekuensi pernafasan bervariasi/ belum teratur terutama pada hari hari pertama,pernafasan diagfragmatik intermiten atau periodic ( 40 60x/m) Sering terjadi apnue Refleks batuk lemah Mengorok ,pernafasan cuping hidung,retraksi suprasternal atausubsternal atau berbagai derajat sianosis mungkin ada Adanya bunyi ampeles pada auskultasi , menandakan Respirasi Distress Syndrome 5. Sirkulasi Seringkali terdapat edema pada anggota gerak yang dapat berubah sesuai perubahan posisi menjadi lebih nyata sesuadah 24 48 jam Kulit tampak mengkilat dan licin Pembuluh darah kulit banyak terlihat

7. Makanan / cairan Refleks menelan masih lemah (kurang )


56 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Refleks mengisap masih lemah Kesulitan menyusui 8. Eliminasi Urine Pada bayi 24 jam I < 15 20 cc, 26 hari < 200 cc ( fungsi pemekatan urine lemah) Mekonium ( + )

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan (Deonges dalam Sitohang, 2004) 1. Diagnose Keperawatan a. Tidak efektifnya pola pernafasan Tujuan : RR normal 40-60x/menit, jalan nafas paten, irama regular Intervensi 1) Kaji frekuensi pernafasan dan pola pernafasan. Perhatikan adanya apnea dan perubahan frekuensi jantung, tonus otot dan warna kulit berkenaan dengan prosedur atau perawatan, lakukan pemantauan jantung dan pernafasan kontinu. Rasional : membantu dalam membedakan periode perputaran pernafasan yang normal dari serangan apnea, yaitu terutama sering terjadi sebelum gestasi minggu ke-30 2) Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan. Rasional : menghilangkan mucus yang menyumbat jalan nafas. 3) Pertahankan suhu tubuh optimal Rasional : hanya sedikit peningkatan atau penurunan suhu lingkungan dapat menimbulkan apnea. 4) Posisikan bayi pada abdomen atau posisi terlentang dengan gulungan popok di bawah bahu untuk menghasilkan sedikit hiperekstensi. Rasional : posisi ini dapat memudahkan pernafasan dan menurunkan episode apnea, khususnya adanya hipoksia, asidosis metabolic atau hiperkapnea. Kolaborasi: 5) Pantau pemeriksaan laboratorium (GDA, glukosa serum, elektrolit) Rasional : hipoksia, asidosis metabolic, hiperkapnea, hipoglikemia,

hipokalsemia, dan sepsis dapat memperberat serangan apnea.

57

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

6) Berikan oksigen sesuai indikasi Rasional : perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan fungsi pernafasan. b. Risiko tinggi tidak efektifnya thermoregulasi berhubungan dengan

perkembangan SSP imatur (pusat regulasi suhu), penurunan rasio masa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sub kutan. Tujuan : mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal (36,4-37,4) Intervensi : 1) Kaji suhu dengan sering, periksa suhu rectal pada awalnya, selanjutnya periksa suhu aksila atau gunakan alat thermostat dengan dasar terbuka dan penyebab hangat. Ulangi setiap 15 menit selama penghangatan ulang. Rasional : hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin, penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaharui bila ada dan penurunan sensivitas untuk meningkatkan kadar CO2 (hiperkapnea) atau penurunan kadar O2 (hipoksia) 2) Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, incubator, tempat tidur terbuka dengan penyebar hangat, atau tempat tidur terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang lebih besar atau lebih tua gunakan bantalan pemanas pemanas di bawah bayi bila perlu dalam hubungannya dengan tempat tidur isolette atau terbuka. Rasional : mempertahankan lingkungan termo netral membantu mencegah stress dingin 3) Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah, pertahankan kepala tetap tertutup. Mencegah kehilangan cairan melalui evaporasi Kolaborasi : 4) Kolaborasi pemberian D-10 W dan ekspander volume secara intra vena bila diperlukan. Rasional : pemberian dekstrose mungkin perlu untuk memperbaiki hipoglikemia, hipotensi karena vasolidilatasi perifer mungkin memerlukan tindakan pada bayi yang mengalami stress panas, hipetermi dapat menyebabkan peningkatan dehidrasi 3-4 kai lipat.
58 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

5) Berikan obat-obatan sesuai indikasi fenobarbital, natrium bikarbonat. Rasional : membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan SSP yang disebabkan oleh hipertermia, memperbaiki asidosis yang yang dapat terjadi pada hipotermia dan hipertermia.

c. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan immaturitas organ tubuh. Tujuan : - Peningkatan berat badan 20-30 gr/hr - Mempertahankan berat badan Intervensi 1) Timbang berat badan bayi saat menerima di ruang perawatan dan setelah itu setiap hari. Rasional : menetapkan kebutuhan kalori dan cairan sesuai dengan BB dasar yang sesuai yang sesuai/normal turun sebanyak 5%-10% dalam 3-4 hari dari kehidupan karena keterbatasan masukan oral. 2) Auskultasi bising usus, perhatikan adanya distensi abdomen, adanya tangisan lemah yang diam bila dirangsang oral diberikan dan perilaku menghisap. Rasional : Indicator yang menunjukkan neonates lapar. 3) Lakukan pemberian makan oral awal dengan 50-15 ml air steril, kemudian dextrose dan air sesuai protoko rumah sakit, berlanjut pada formula untuk bayi yang makan melalui botol. Rasional : pemberian makanan awal membantu memenuhi kebutuhan kalori dan cairan khususnya pada bayi yang laju metabolisme menggunakan 100-120 kal/kg BB setiap 24 jam Kolaborasi : 4) Berikan glukosa dengan segera peroral atau intravena bila kadar dekstrosik kurang dari 45 mg/dl. Rasional : bayi mungkin memerlukan suplemen glukosa untuk meningkatkan kadar serum. d. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kapiler rapuh dekat permukaan kulit. Tujuan : mempertahankan kulit utuh bebas dari cedera dermal
59 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Intervensi 1) Inspeksi kulit, perhatikan area kemerahan atau tekanan Rasional : mengidentifikasi area potensial kerusakan dermal, yang dapat mengakibatkan sepsis. 2) Berikan perawatan mulut dengan menggunakan salin atau gliserin scrub Rasional : Membantu mencegah kekeringan dan pecah pada bibir. 3) Berikan latihan gerak, perubahan posisi rutin dan bantal bulu domba atau terbuat dari bahan yang lembut. Rasional : membantu mencegah kemungkinan nekrosis berhubungan dengan edema dermis di atas penonjolan tulang. 4) Mandikan bayi dengan menggunakan air steril dan sabun meminimalkan manipulasi kulit bayi Rasional : setelah beberapa (empat) hari, kulit mengalami beberapa bakterisidal karena pH asam. kolaborasi 5) Berikan saleb antibiotic Rasional : meningkatkan pemulihan pecah-pecah dari iritasi berkenaan dengan pemberian oksigen, dapat membantu mencegah infeksi. 6) Hindari penggunaan agen topical keras, cuci tangan dengan hati-hati dengan pofidon setelah prosedur. Rasional : membantu mencegah kerusakan kulit dan kehilangan barier perlindungan epidural. e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imun imatur Tujuan : tidak terjadi infeksi, Criteria : leukosit normal, tali pusat tidak ada tanda-tanda infeksi Intervensi : 1) Tingkatkan cara-cara mencuci tangan pada staf, orang tua dan pekerja lain Rasional : mencuci tangan adalah praktik yang penting untuk mencegah kontaminasi 2) Pantau pengunjung akan adanya lesi kulit Rasional : penularan penyakit pada neonatus dari pengunjung dapat terjadi secara langsung.
60 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

3) Kaji bayi terhadap tanda-tanda infeksi, misalnya : suhu, letargi tau perubahan perilaku. Rasional : bermanfaat dalam mendiagnosa pasien 4) Lakukan perawatan tali pusat sesuai local rumah sakit Rasional : penggunaan local triple dye dapat membantu mencegah kolonisasi. ASI mengandung Ig A, makrofag, limfosit dan netrofil yang memberikan beberapa perlindungan dari infeksi. Mengatasi infeksi pernafasan atau sepsis. 3. Asfiksia Neonatrum 1. Definisi Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernapas secara spontan dan terartu setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989). Asfiksia Neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur sehingga dapat menurunkan O2 dan meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan yang lebih lanjut. Asfiksia Neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah satu menit kelahiran. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak dan kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001). 2. Jenis Asfiksia Ada dua jenis dari asfiksia, yaitu : 1. Asfiksia Livida (biru) 2. Asfiksia pallida (putih) Perbedaan Asfiksia Livida dan Pallida : Perbedaan Warna kulit Tonus otot Asiksia Livida Kebiru-biruan Masih baik Asfiksia Pallida Pucat Sudah kurang

61

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Reaksi rangsangan Bunyi jantung Prognosis

Positif Masih teratur Lebih baik

Negatif Tak teratur Jelek

3. Klasifikasi Asfiksia Asfiksia diklasifikasikan berdasarkan nilai APGAR, yaitu: a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 b. Asfiksia ringan dengan nilaiAPGAR 4-6 c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9 d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 4. Etiologi Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989): a. Asfiksia dalam kehamilan 1) Penyakit infeksi akut 2) Penyakit infeksi kronik 3) Keracunan oleh obat-obat bius 4) Anemia berat 5) Cacat bawaan 6) Trauma b. Asfiksia dalam persalinan 1) Kekurangan O2 Partus lama (rigid serviks dan atonia uteri) Ruptur uteri yang memberat Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta Pemberian obat bius terlalu banyak Perdarahan: plasenta previa dan solution plasenta

2) Paralisis pusat pernapasan Trauma dari luar seperti tindakan forsep Trauma dari dalam seperti obat bius

62

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Penyebab asfiksia menurut Stright (2004): 1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensi yang diinduksikan oleh kehamilan, obat-obatan. 2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama 3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta 4. Faktor umbilical, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat 5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan congenital, kesulitan kelahiran 5. Patofisiologi Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya usaha pernapasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan yang teratur. Pada penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam periode apneu. Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukan upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas/transport O2 (menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler.Asidosis dan gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, dimana kerusakan sel-sel otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele). 6. Tanda Dan Gejala 1. Hipoksia 2. RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt 3. Napas megap-megap/gasping sampai dapat terjadi henti napas 4. Bradikardia 5. tonus otot berkurang 6. Warna kulit sianotik/pucat 7. Manifestasi Klinik a. Pada kehamilan
63 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Denyut jantung janin lebih cepat dari 160x/menit atau kurang dari 100x/menit , halus dan ireguler serta adanya pengeluara mekonium. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia Jika DJJ 160x/menit ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia Jika DJJ 100x/menit ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

b. Pada bayi setelah lahir 1) Bayi pucat dan kebiru-biruan 2) Usaha bernapas dan tidak ada 3) Hipoksia 4) Asidosis metabolic atau respiratori 5) Perubahan fungsi jantung 6) Kegagalan system multi organ 7) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologic : kejang, nistagmus 8. Komplikasi Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatorum: a. Edema otak dan perdarahan otak Pada penderita asfiksia neonatorum dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonates, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak. b. Anuria atau Oligouria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada asfiksia, keadaan ini dikenal dengan istilah disfungsi miokardium yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit. c. Kejang Pada bayi yang mengalami asiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 yang dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan yang tidak efektif.
64 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

d. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat tidak segera ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak. 9. Pemeriksaan diagnostik pH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status praasidosis; tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna Hemoglobin/hematokrit; kadar Hb 15-20g dan Ht 43%-61% Tes Coombs langsung pada darah tali pusat:menentukan adanya kompleks antigenantibodi pada membrane sel darah merah, menunjukkan hemolitik 10. Manajemen Terapi Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi : 1. Memastika saluran nafas terbuka : Meletakan bayi dalam posisi yang benar Menghisap mulut kemudian hidung k/p trakhea Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka

2. Memulai pernapasan : Lakukan rangsangan taktil Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif

3. Mempertahankan sirkulasi darah : Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus : a. Tindakan umum 1) Pengawasan suhu 2) Pembersihan jalan nafas b. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan 1) Tindakan khusus

65

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

1. Asphyksia berat Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 24ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas. 2. Asphyksia sedang Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 3060 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan
66 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat. 11. Asuhan keperawatan A. Pengkajian 1. Sirkulasi Nadi apical dapat berfluktuasi dari 110 samapi 180x/menit. Tekanan darah dari 60-80mmHg (sistolik), 40-45mmHg (diastolic). Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV Murmur biasa terjadi selama beberapa jam kehidupan Tali pusat putih dan bergelatin, menagndung 2 arteri dan 1 vena

2. Eliminasi Dapat berkemih saat lahir. 3. Makanan/Cairan Berat badan dari 2500-4000 gram Panjang badan 44-55 cm Turgor kulit elastik

4. Neurosensori Tonus otot: fleksi hipertonik dari semua ekstremitas Sadar dan aktif, mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahian (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menagis tinggi menunjukkan abnormalitas genetic, hipoglikemia, atau efek narkotik yang memanjang. 5. Pernapasan
67

Skor APGAR : 1 menit.5 menit..skor optimal harus 7-10 Rentang dari 30-60x/menit Bunyi napas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya Silindrik torak;kartilagixifoid menonjol

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

6. Keamanan Suhu terentang dari 36,50C sampai 370C Ada verniks Kulit:lembut, fleksibel; pengelupasan kulit tangan/kaki dapat terlihat; warna merah muda atau kemerahan; mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misalnya kelahiran dengan forsep), atau perubahan warna harlequin; ptekie pada kepala/wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau korda nukhal); bercak port-wine, nevi telengiektatis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada oksipital), atau bercak Mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada

B. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. produksi mucus berlebihan 2. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d. kurangnya suplai O2 dalam darah 3. Resiko cedera b.d. anomaly congenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi, pemajanan pada agen-agen infeksius 4. Perubahan proses keluarag b.d. transisi perkembangan dan/atau penambahan anggota keluarga C. Intervensi Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. produksi mucus yang berlebihan. Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas patendengan frekuensi pernapasan dan jantung dalam batas normal; secara umum tidakada sianosis. Bebas tanda distress pernapasan.

Intervensi : Tindakan/Intervensi Mandiri Ukur skor APGAR pada menit ke-1 dan ke-5 setelah kelahiran. Membantu menentukan kebutuhan terhadap intervensi segera (missal penghisapan, oksigen). Skor total dari 068 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Rasional

3 menunjukkan asfiksia berat atau kemungkinan disfungsi pada control neurologis dan kimia terhadap pernapasan. Skor 4-6 memperberat kesulitan beradaptasi terhadap kehidupan ekstrauterus. Skor 7-10 menandakan tidak ada kesulitan beradaptasi terhadap kehidupan ekstrauterus.

Perhatikan komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan/atau janin )missal kelainan jantung atau ginjal, hipertensi karena kehamilan, atau diabetes).

Komplikasi ini dapat mengakibatkan hipoksia kronis danasidosis, meningkatkan resiko kerusakan system saraf pusat dan memerlukan perbaikan setelah kelahiran.

Tinjau ulang status janin intrapartum, termasuk denyut jantung janin (DJJ), perubahan periodic pada DJJ, variabilitas denyut per denyut, kadar pH kulit kepala, dan warna serta jumlah cairan amniotic.

Seperti komplikasi prenatal, kejadian pada intrapartum dapat membuat distress janin dan hipoksia yang menetap sampai pada periode segera dari pascapartum, mengakibatkan upaya pernapasan tertekan atau tidak efektif. Janin dengan kadar pH kulit kepala kurang dari 7,20; variable yang memanjang, atau deselerasi lambat, dan penurunan variabilitas DJJ; oligohidramnion; atau cairan amniotic mengandung mekonium akan memerlukan upaya-upaya lebih besar untuk mencapai stabilisasi setelah kelahiran daripada janin tanpa hipoksia

69

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

atau distress.

Perhatian durasi persalinan dan tipe kelahiran.

Kompresi torakal selama lewatnya janin melalui jalan lahir membantu dalam membersihkan paru-paru kira-kira 80110ml cairan. Bayi yang lahir melalui persalinan yang cepat (kurang dari 3 jam) atau kelahiran seksio sesaria mempunyai mucus berlebihan karena ketidakadekuatan kompresi torakal.

Perhatikan waktu dimana obat-obatan 9misal magnesium sulfat atau meperidin hidroklorida (Demerol)) diberikan pada ibu.

Obat-obatan dapat menekan upaya pernapasan bayi dan mengurangi kemampuan bayi baru lahir untuk memberikan oksigen ke jaringan.

Kaji frekuensi dan upaya pernapasan awal. Pernapasan pertama, merupakan yang paling sulit, menetapkan kapasitas residu fungsional (KRF), sehingga 30%-40% jaringan paru tetap mengembang penuh asalkan ada kadar surfaktan yang adekuat. Kegagalan untuk mencapai KRF membuat tiap pernapasan selanjutnya selelah dan sesulit pernapasan awal. Takipnea (frekuensi pernapasan lebih besar dari 60x/menit) biasanya berhubungan dengan perubahan normal yang diantisipasi pada periode reaktivitas pertama (30 menit setelah
70 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

kelahiran), tetapi dapat juga ada pada upaya menghilangkan karbon dioksida.

Tanda-tanda ini normal dan sementara pada periode reaktivitas pertama, tetapi Perhatikan adanya pernapasan cuping hidung, retraksi dada, pernapasan mendengkur, krekels, atau ronki. dapat menandakan distress pernapasan bila ini menetap. Krekels dapat terdengar sampai cairan direabsorpsi dari paruparu. Ronki menandakan aspirasi sekresi oral.

Membantu menghilangkan akumulasi Bersihan jalan napas; hisap nasofaring dengan perlahan, sesuai kebutuhan, dengan menggunakan spuit balon atau kateter penghisap DeLee. Pantau nadi apical selama penghisapan. Keringkan bayi dengan selimut hangat, tempatkan stoking penutup kepala, dan tempatkan di lengan orang tua atau unit pemanas. cairan, memudahkan upaya pernapasan, dan membantu mencegah aspirasi. Penghisapan orofaring menyebabkan rangsangan vagal yang menimbulkan bradikardia. Menurunkan efek-efek stress dingin (missal peningkatan kebutuhan oksigen) dan berhubungan dengan hipoksia, yang selanjutnya dapat menekan upaya pernapasan dan mengakibatkan asidosis saat bayi memaksa metabolism anaerobic dengan produk akhir asam laktat. Tempatkan bayi pada posisi Trendenlenburg yang dimodifikasi pada sudut 10 derajat. Pada awalnya sehat, menangis kuat Perhatikan nada dan intensitas menangis.
71 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Memudahkan drainase mucus dari nasofaring dan trakea dengan gravitasi.

meningkatkan PO2 alvolar dan

menghasilkan perubahan kimia yang diperlukanuntuk mengubah sirkulasi janin menjadi sirkulasi bayi, sehingga frekuensi jantung meningkat 175-180 dpm dan kemudian biasanya kembali ke normal dalam 4-6 jam berikutnya. Perhatikan nadi apical. Frekuensi jantung kurang dari 100 dpm menandakan asfiksia berat dan kebutuhan terhadap resusitasi segera. Takikardia (frekuensi jantung lebih besar dari 160 dpm) dapat menandakan asfiksia baru atau respons normal berkenaan dengan periode pertama reaktivitas. Berikan rangsangan taktil dan sensori yang tepat. Perhatikan adanya pandangan mata lebar. Merangsang upaya pernapasan dan dapat meningkatkan inspirasi oksigen. Menandakan hipoksia intrauterus kronis, yang kemungkinan dihubungkan dengan asidosis dan memerlukan tindakan resusitatif. Observasi warna kulit terhadap lokasi dan luasnya sianosis. Kaji tonus otot. Akrosianosis, menunjukkan lambatnya sirkulasi perifer, terjadi normalnya pada 85% bayi baru lahir selama jam pertama; namun, sianosis umum dan flaksiditas menunjukkan ketidakadekuatan oksigenasi jaringan. Hisap isis lambung bila cairan amniotic mengandung mekonium. Membantu mengurangi insiden pneumonia aspirasi pada periode awal neonates.
72 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Kolaborasi Berikan oksigen hangat melalui masker pada 4-7 L/mnt bila diindikasikan. Memberikan oksigen tambahan dan mendukung upaya bila pucat dan sianosis. Pada kasus hipoksia yang lama, sirkulasi janin mungkin bertahan karena peningkatan PO2 perlu untuk mengurangi tahanan vascular pulmoner, meningkatkan aliran darah ke paru-paru, dan meningkatkan tekanan pada sisi kiri jantung, yang menutup duktus artriosus dan foramen ovale. Bila terdapat indikasi distress pernapasan Bantu dalam mengambil darah tali pusat. pada bayi baru lahir, kadar pH tali pusat mungkin diambil untuk memastikan adanya dan durasi asfiksia prenatal. Lakukan penghisapan dalam bila bayi menunjukkkan bukti depresi pernapasan yang tidak berespons terhadap pengisapan perlahan atau rangsangan taktil perlahan. Meningkatkan jalan napas paten. Bila bercak mekonium ada, penghisapan dalam, dalam hubungannya dengan penghisapan saat kepala bayi di perineum, perlu untuk mencegah aspirasi mekonium. Berikan obat-obatan sesuai indikasi (missal Naloxone (Narcan)), diberikan secara intravena atau melalui kateter pembuluh umbilicus. Berikan tindakan resusitatif, dan siapkan untuk pemindahan bayi ke unti perawatanintensif neonates (NICU) atau Narcan adalah anatagonis narkotik kerja cepat mengatasi depresi pernapasan yang disebabkan pemajanan ibu pada anestetik atau narkotik. Bayi yang memerlukan upaya-upaya resusitatis luas harus diobservasi dan dirawat oleh petugas yang secara khusus terlatih untuk merawat bayi baru lahir
73 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

fasilitas tingkat III/IV, sesuai indikasi.

yang sakit.

2. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d. kurangnya suplai O2 dalam darah Kriteria hasil: Mempertahankan suhu inti, kulit, dan aksila dan tanda-tanda vital DBN. Bebas dari tanda distress pernapasan dan stress dingin.

Intervensi ; Tindakan/Intervensi Mandiri Pastikan obat-obatan yang diterima ibu selama periode prenatal dan intrapartum. Perhatikan adanya distress atau hipoksia pada janin. Rasional Hipoksia janin atau penggunaan Demerol oleh ibu mengubah metabolism janin terhadap lemak coklat, sering menyebabkan penurunan suhu bayi yang berarti. Magnesium sulfat dapat menyebabkan vasodilatasi dan mempengaruhi kemampuan bayi untuk menyerap panas. Keringkan kepala dan tubuh bayi baru lahir, pakaikan stoking penutup kepala dan bungkus dalam selimut hangat. Mengurangi kehilangan panas akibat evaporasi dan konduksi, melindungi kelembapan bayi dari aliran udara atau pendingin undar, dan membatasi stress akibat perpindahan lingkungan dari uterus yang hangat ke lingkungan yang lebih dingin. Tempatkan bayi baru lahir dalam lingkungan hangat atau pada lengan orangtuanya. Mencegah kehilangan panas melalui konduksi, dimana panas dipindahkan dari bayi baru lahir ke objek atau permukaan yang lebih dingin daripada bayi. Digendong erat dekat tubuh orangtua dan kontak kulit dengan kulit menurunkan
74 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

kehilangan panas pad bayi baru lahir. Penurunan dalam suhu lingkungan cukup untuk menggandakan konsumsi oksigen neonatal cukup bulan. Kehilangan panas Perhatiakn suhu lingkungan. Hilangkan aliran udara dan minimalkan penggunaan pendingin udara; hangatkan oksigen bila diberikan melalui masker. melalui konveksi terjadi bila bayi kehilangan panas ke aliran udara yang lebih dingin. Kehilangan melalui radiasi terjadi bila panas dipindahkan dari bayi baru lahir ke objek atau permukaan yang tidak berhubungan langsung denga bayi baru lahir (missal sisi atau dinding Kaji suhu inti neonates; pantau suhu kulit secara kontinu dengan alat pemerisa kulit dengan tepat. Suhu kulit dipertahankan mendekati 36,50C. Suhu inti (rectal) biasanya 0,50C lebih tinggi dari suhu kulit, namun perpindahan kontinu dari inti ke kulit terjadi sehingga perbedaan suhu inti dan Berikan penghangatan bertahap pada bayi yang mengalami stress dingin, pertahankan suhu udara 1,50C lebih hangat dari suhu tubuh. Peningkatan suhu yang terlalu cepat dapat mengakibatkan apnea pada bayi yang mengalami stress dingin. Bila suhu lingkungan turun di bawah Observasi bayi terhadap tanda-tanda stress zona termonetral, bayi meningkatkan dingin (missal penurunan suhu inti, tingkat aktivitas (meningkatkan laju peningkatan aktivitas, ekstremitas fleksi,
75 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

incubator).

kulit lebih besar, makin cepat pemindahan makin cepat suhu ini menjadi dingin.

metabolism dan konsumsi oksigen),

belang-belang atau pucat, kulit tangan dan kaki dingin.

ekstremitas fleksi menurunkan besar permukaan tubuh yang terpajan, dan melepaskan katekolamin adrenal, yang meningkatkan pelepasan panas dari simpanan lemak coklat dan menyebabkan vasokontriksi selanjutnya mendinginkan kulit.

Tanda-tanda ini menandakan efek Perhatikan tanda-tanda distress pernapasn (missal apnea, sianosis umum, bradikardia, mendengkur berat, retraksi otot pernapasan, dan pernapasan uping hidung). negative stress dingin yang lama dan memerlukan pemantauan ketat. Vasokontriksi perifer menimbulkan asidosis metabolic; vasokontriksi pulmoner mengakibatkan penurunan pernapasan dan sirkulasi janin menetap dengan kegagalan penutupan duktus arteriosus dan foramen ovale.

Kolaborasi Berikan dukungan metabolic (glukosa atau buffer), sesuai indikasi. Efek samping dari hipotermia lama dapat meliputi peningkatan konsumsi oksigen yang menimbulkan hipoksia, asidosis, dan penurunan pernapasan; peningkatan laju metabolic dan konsumsi glukosa mengakibatkan hipoglikemia; serta pelepasan asam lemak bebas dalam aliran darah yang bersaing ddengan sisi ikatan bilirubin pada albumin, karenanya
76 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

meningkatkan resiko ikterik dan kernikterus. Pemberian glukosa atau bikarbonat dapat memperbaiki hipoglikemia, asidosis dan asfiksia.

3. Resiko cedera b.d. anomaly congenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi, pemajanan pada agen-agen infeksius Kriteria hasil : bebas dari cedera/komplikasi. Intervensi : Tindakan/Intervensi Mandiri Lakukan pengkajian fisik rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan jumlah pembuluh darah tali pusat dan adanya nomali. Membantu mendeteksi abnormalitas dan efek neurologis, menentukan usia gestasi, dan mengidentifikasi kebutuhan terhadap pemantauan ketat dan perawatan lebih intensif. Tali pusat mengandung tiga pembuluh darah. Hanya ada satu pembuluh darah arteri dihubungkan dengan abnormalitas genitourinarius. Mandikan bayi baru lahir segera setelah kelahiran bila terpajan pada agen-agen infeksius telah terjadi. Mencegah bayi baru lahir terkena virus hepatitis B atau dari menjadi karier kronis bila terpajan pada produk darah serum ibu saat melahirkan. Kolaborasi Klem tali pusat umbilicus bayi baru lahir kira-kira sampai 1 inci dari abdomen dalam 30 detik setelah kelahiran, sementara bayi berada sejajar dengan Menggendong bayi di bawah introitus atau keterlambatan mengklem tali pusat yang mengandung 50-100ml darah dari plasenta, kemungkinan memperberat Rasional

77

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

introitus ibu.

polisitemia dan hiperbilirubinemia pada masa neonatus.

Berikan profilaksis mata dalam bentuk salep eritromisin (Ilotycin) kira-kira 1 jam setelah kelahiran.

Membantu mencegah oftalmia neonatorum yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, yang mungkin ada pada janin lahir ibu. Eritromisin secara efektif menghilangkan baik organism gonorrhoeae dan klamidia. Profilaksis mata mengeruhkan pandangan bayi, menurunkan kemampuan bayi untuk berinteraksi dengan orangtua.

4. Perubahan proses keluarag b.d. transisi perkembangan dan/atau penambahan anggota keluarga Kriteria hasil : Memulai proses kedekatan dengan cara yang bermakna untuk anggota keluarga Dengan tepat mengidentifikasi bayi untuk meyakinkan hubungan keluarga yang benar Intervensi : Tindakan/Intervensi Mandiri Informasikan kepada orang tua tentang kebutuhan-kebutuhan neonates segera dan perawatan yang diberikan. Menghilangkan ansietas orangtua berkenaan dengan kondisi bayi mereka. Membantu orangtua untuk memahami rasional intervensi pada periode awal bayi baru lahir. Jam pertama dari kehidupan bayi adalah Tempatkan bayi dalam lengan ibu/ayahnya segera setelah kondisi
78 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Rasional

masa yang paling khusu bermakna untuk interaksi keluarga dimana ini dapat

neonates memungkinkan.

meningkatkan awal kedekatan antara orangtua dan bayi serta penerimaan bayi baru lahir sebagai anggota keluarga baru.

Anjurkan orangtua untuk mengelus dan bicara pada bayi baru lahir; anjurkan ibunya untuk menyusui bayi bila diinginkan. Bagi informasi tambahan dari pengkajian fisik awal bayi baru lahir. Diskusikan kemapuan bayi untuk berinteraksi. Berikan informasi yang tepat dalam kejadian komplikasi yang tidak diperkirakan atau kebutuhan terhadap pemindahan ke NICU

Memberikan kesempatan untuk orangtua dan bayi baru lahir memulai pengenalan dan proses kedekatan. Membantu orangtua memandang bayi sebagai individu terpisah dengan karakteristik fisik yang unik. Membantu memudahkan interaksi orang tua-bayi. Mempertahankan orangtua tetap mendapat informasi tentang status perubahan bayi, dan tindakan actual atau potensial untuk dilakukan, membantu menjamin bahwa segala sesuatu yang mungkin dilakukan untuk perawatan bayii dan meningkatkan kerjasama orangtua dengan tindakan kegawtdaruratan.

4. Necrolizing Enterocolitis (Nec) 1. Definisi Necrolizing Enterocolitis (NEC) adalah kondisi medis terutama terlihat pada bayi yang premature, dimana bagian dari ususnya mengalami kronis (kematian jaringan). Necrolizing Enterocolitis (NEC) merupakan gangguan multifocal

melibatkan nekrosis iskemik pada traktus alimenter tanpa predisposisi kelainan anatomi dan fungsi. Kondisi ini kemungkinan merupakan satu dari respons akhir

79

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

potensial dalam jumlah terbatas yang muncul pada saluran cerna satelah satu atau lebih stress. 2. Insiden Necrolizing Enterocolitis (NEC) paling umum terjadi di ileum terminal dan kolom proksimal. Jumlah seluruh insiden NEC adalah antara 1% dari 5% seluruh bayi yang masuk ke unit perawatan intensif neonates. NEC terutama menyerang bayi prematur, meskipun sekitar 10% diantaranya merupakan neonates aterm. Insiden ini meningkat pada usia gestasi yang lebih kecil. Insiden NEC sangat bervariasi dari tempat perawatan yangs satu ke tempat perawatan lainnya, keduanya diambil dari satu daerah geografis dan dari satu daerah ke daerah lain. Perkiraan ini tidak dapat secara akurat mencerminkan insiden yang sebenarnya karena inkonsistensi akurat mencerminkan insidens yang sebenarnya karena inkonsistensi dalam definisi dan dalam melaporkan kasus yang diperumit dengan variabel pengacau lain, seperti prematuritas. a. NEC terjadi pada 2% - 7% dari semua bayi yang diamasukkan ke unit perwatan intensif neonatal b. NEC terjadi pada sekitar 12% neonates dengan berat badan lahir kurang dari 1500 g c. 62% - 94% bayi yang terkena adalah bayi premature d. 7% - 13% bayi yang terkena NEC adalah bayi cukup bulan Banyak dari bayi tersebut yang mendapatkan penanganan penyakit jantung kongenital, malformasi gastrointestinal anatomik, polisitemia, atau masalahmasalah medis yang lain e. Angka mortalitas NEC secara berlawanan proporsional dengan berat badan pada saat lahir dan lebih dari 50% pada bayi yang memiliki berat badan kurang dari 1000 g saat lahir. f. NEC merupakan penyebab kematian neonatal ketiga terbesar, dengan angka mortalitas keseluruhan sebanyak 10%-15%. 3. Etiologi Penyebab utama NEC adalah iskemi pada saluran intestinal, kolonisasi bakteri pada intestine, dan pemberian susu formula, dan gangguan pertahanan pada host. Iskemia dan agen infeksi merupakan faktor predisposisi awal terjadinya NEC, faktor lainnya seperti

80

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

mediator inflamasi (sitokin), radikal bebas, produk fermentasi bakteri dan toksin, diduga memperparah proses penyakit. a. Imunitas bayi Bayi yang memiliki imunitas rendah dan saluran GI yang belum matur, memiliki kemungkinan untuk terserang NEC. Pada saat lahir, mukosa usus bayi belum memiliki antibodi imunoprotektif utama di gastrointestinal, IgA. Karena ASI memiliki faktor protektif nonspesifik dan spesifik seperti sel imunokompeten, IgA, laktoferin, lisozim, dan lactobacillus bifidus growth factor, ASI dapat mengurangi insiden dan keparahan NEC. Pada saluran gastrointestinal yang belum matur, usus belum mampu mencerna makanan dengan baik, terutama makanan-makanan formula. Ditambah lagi, barrier mukosa belum berkembang dengan baik, sehingga dapat terjadi translokasi bakteri dan antigen makanan yang tidak tercerna ke lamina propia sehingga mengaktivasi sel peradangan. b. Iskemia dan kolonisasi bakteri Saat mengalami keterbatasan perfusi, terjadi mekanisme pertahanan ubuh yang melindungi otak dan jantung dari kerusakan akibat iskemik, yaitu aliran darah di tubuh diprioritaskan untuk dialirkan ke dua organ tubuh tersebut dengan memindahkan aliran darah dari mesentrika dan renal. Aliran darah mesentrika berada pada prioritas yang sangat rendah saat terjadi hipoksia, sehingga pada neonatus yang mengalami asfiksia, aliran darah ke abdomen, ileum, dan koon menurun drastis selama episode tersebut. Apabila terjadi gangguan regulasi di mesentrika menuju intestin, maka akan terjadi hipoksia pada area organ tubuh yang mendapatkan aliran darah dari mesentrika yang mencetuskan terjadinya injuri dan disrupsi pada mukosa epitel intestinal. Saat hal tersebut terjadi, bakteri dapat dengan mudah masuk pada area injuri dan mengakibatkan kerusakan jaringan, termasuk nekrosis dan ulserasi. Skema: Gangguan regulasi di mesentrika bowel ischemia injuri dan disrupsi mukosa epitel intestinal bakteri masuk ke area injuri kerusakan jaringan nekrosis, ulserasi. c. Feeding process Pada neonatus, terjadi malabsorpsi parsial terhadap konstituen lemak dan karbohidrat pada susu akibat organ tubuh yang belum matur, bakteri-bakteri fermentasi
81 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

membentuk asam organik, karbon dioksida, dan gas hidrogen hasil nutrient yang tersisa. Saat NEC berkembang, neonatus mengalami kehilangan karbohidrat yang besar pada intestine, mengakibatkan penurunan substansi pada feses dan hydrogenfilled cysts diantara mukosa usus. Skema: Feeding process Terbentuk gas hydrogen gas hydrogen terpenetrasi, terjadi perforasi dinding usus gas masuk ke jaringan submukosa (pneumatosis instinalis) & dapat robek ke dalam bantalan vaskular mesentrika. 4. Patofisiologi Patogenesis NEC sulit untuk dipahami dan kontroversial, meskipun demikian, patogenesis NEC adalah multifaktor. Ada tiga mekanisme patologis utama dalam proses terjadinya NEC: cedera iskemik pada usus, kolonisasi bakteri usus, dan adanya suatu substrat seperti formula. Cedera hipoksik/iskemik menyebabkan aliran darah ke usus menurun. Hipoperfusi usus ini selanjutnya merusak mukosa usus, dan sel mukosa yang melapisi usus menghentikan sekresi enzim protektif. Bakteri yang berproliferasi dibantu oleh makanan enteral (substrat), menginvasi mukosa usus yang rusak sehingga terjadi kerusakan usus lebih lanjut karena pelepasan bakteri dan gas hidrogen. Gas mulanya membelah lapisan serosa dan submukosa usus (pneumatosis intestinalis). Gas tersebut juga dapat robek ke dalam bantalan vaskular mesentrika, yang akan didistribusikan ke dalam sistem vena hepar. Tiksin bakterial yang berkombinasi dengan iskemia mengakibatkan nekrosis. Nekrosis usus yang sangat tebal mengakibatkan perforasi dengan pelepasan udara bebas ke dalam ronga peritoneal (pneumoperitoneum) dan peritonitis. 5. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala NEC sangat bervariasi, berkisar dari intoleransi terhadap pemberian makanan sampai kerusakan intraabdomen yang tiba-tiba disertai sepsis, syok, perotinotis, dan kematian. Kondisi ini biasanya muncul dalam bentuk distensi abdomen, aspirasi gaster, muntah empedu, dan feses yang mengandung darah. Gambaran yang nyata meliputi letargi, apnea, dan hipoperfusi. Temuan fisik yang tercatat pada serangkaian pemeriksaan meliputi nyeri tekan progresif pada abdomen, gangguan otot (muscular guarding), dan eritema pada dinding abdomen.

82

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Awitan NEC paling sering terjadi antara hari ke-3 dan hari ke-12 kehidupa, tetapi dapat terjadi seawal mungkin pada 24 jam keidupan atau sekitar mungkin pada usia 90 hari. Penyakit dicirikan oleh suatu rentang tanda dan gejala luas yang menerminkan perbedaan keparahan, komplikasi, dan mortalitas penyakit. Secara khas, NEC yang dicurigai (derajat I) terdiri ats temuan klinis tidak spesifik yang menggambarkan ketidakstabilan psikologis dan dapat menyerupai kondisi yang biasa lainnya pada bayi premature. Temuan klinis tersebut antara lain: 1) Ketidakstabilan suhu 2) Letargi 3) Kekambuhan apnea dan bradikardi 4) Hipoglikemia 5) Perfusi perifer buruk 6) Peningkatan residu gaster sebelum pemberian makanan melalui selang lambung 7) Intoleransi makan 8) Emesis 9) Distensi abdomen ringan 10) Hasil hematest positif NEC pasti (derajat II) terdiri atas temuan klinis non-spesifik yang telah disebutkan diatas ditambah: 1) Distensi abdomen berat 2) Nyeri tekan abdomen 3) Feses berdarah nyata 4) Lengkung usus teraba 5) Edema dinding abdomen 6) Bunyi usus yang mungkin tidak ada NEC lanjut (derajat III) terjadi bila bayi menjadi sakit akut. Tanda-tanda dan gejala yang berkaitan meliputi: 1) Kemunduran tanda-tanda vital 2) Adanya bukti syok septik 3) Edema dan eritema dinding abdomen 4) Massa dikuadran kanan bawah 5) Asidosis
83 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

6) Koagulasi intravaskular diseminata 6. Komplikasi a. Komplikasi segera meliputi: 1) Sepsis (9%-23%) 2) Gagal napas (91%) 3) Gagal ginjal (85%) 4) Syok 5) Paten duktus arterious 6) Anemia 7) Koagulasi intravaskular diseminata 8) Trombositopenia 9) Perforasi b. Komplikasi jangka panjang, meliputi: 1) Striktur (25%-35%) 2) Sindrom usus pendek (9%-23) 3) NEC kambuhan (4%-6%) 4) Malabsorbsi 5) Kebocoran anastomosis 6) Kolestasis 7) Fistula enterokolitis (2%) 8) Atresia 9) Gagal tumbuh kembang 7. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik a. Hasil laboratorium yang menggambar tanda-tanda sepsis meliputi: 1) Lukopenia (hitung sel darah putih total dibawah 6000/mm3) atau peningkatan sel darah putih dengan peningkatan hitung berkas 2) Trombositopenia (hitung trombosit dibawah 50.000/mm3 sebelum pembedahan) 3) Ketidakseimbangan elektrolit 4) Asidosis (metabolik dan/atau respiratorik 5) Hipoksia 6) Hiperkapnea 7) Hasil kultur darah, feses atau urine positif
84 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

b. Temuan radiologis merupakan dasar untuk mengonfirmasi diagnosis NEC. Radiografi standar anteroposterior dan dekubitus lateral kiri (atau lateral melintang meja) dapat menunjukkan beberapa atau semua tanda berikut: 1) Distensi fokal atau gas nonspesifik pada lengkung usus 2) Penebalan dinding usus dari adanya edema 3) Pneumatosis intestinalis (gelembung udara subserosa pada dinding usus) 4) Lengkung usus yang berdilatasi secara persisten 5) Udara vena porta 6) Pneumoperitoneum (udara abdomen bebas) c. Studi diagnostik lain muncul yang dapat menjadi keuntungan diagnostik, khusunya pada NEC derajat awal, yang meliputi: 1) Ultrasonografi vena porta, mendeteksi gelembung mikro pada vena porta sebelum dapat diidentifikasi pada radiograf polos 2) Uji kadar hydrogen dalam udara yang dikeluarkan, kadar hydrogen dapat meningkat, yang mengindikasikan adanya fermentasi bakteri 3) Seri gastrointestinal (GI) bagian atas dengan kontras metrizamid, mendeteksi pneumatosis sebelum diidentifikasi dengan radiograf polos. 8. Penatalaksanaan a. Terapi medis siportif: pendekatan yang mungkin bila tidak ada nekrosis dan perforasi usus. 1) NPO, istirahat dan dekompresi usus 2) Pantau pemeriksaan laboratorium (hitung sel darah lengkap, hitung platelet, analisis gas adarh, elektrolitserum, dan kultur darah) 3) Penggenatian cairan dan elektrolit agresif, transfusi produk darah sesuai keperluan, antibiotik spektrum luas 4) Pemeriksaan fisik yang sering, radiografi abdominal serial setiap 6 sampai 8 jam b. Intervensi bedah untuk indikasi berikut: pneumoperitoneum, penurunan klinis meskipun penanganan telah agresif, teraba massa abdomen, lengkung usus dilatasi menetap pada radiografi, adanya udara vena porta pada radiografi (kontroversial), dan parasentesis yang positif lebih dari 0,5 mL cairan kuning-coklat yang mengandung bakteri pada pewarnaan gram.

85

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

c. Intervensi bedah meliputi laparatomi dengan reaksi usus nekrosis dan kemungkinan pembuatan ostomi. Usaha dilakukan untuk mereseksi hanya usus yang jelas nekrosis atau perforasi dan mempertahankan katup ileosekal. d. Drainase peritoneal untuk pengobatan perforasi: pemasangan drain penrose di abdomen bawah (prosedur di tempat tidur) untuk mendekompresi udara, cairan, dan material tinja. e. Terapi pascaoperasi 1) Dukungan pernapasan 2) Resusitasi cairan mungkin diperlukan sekunder akibat kehilangan dan sepsis 3) Observasi dinding abdomen dan stoma terhadap perubahan warna dan pembengkakan. Pantau platelet, elektrolit, dan status asam-basa. Asidosis persisten menunjukkan adanya usus nekrotik f. Penutupan stoma: bila bayi telah menoleransi makanan sampai 4 bulan atau lebih, haluaran berlebih dari stoma mengharuskan penutupan stoma yang lebih dini. 9. Pertimbangan keperawatan a. Dimulai dengan pengenalan awal b. Bila dicurigai perawat membantu prosedur diagnostik & implementasi program terapeutik c. Pantau tanda vital perforasi usus, septikemia, syok kardiovaskular, d. Upaya pencegahan penularan ke bayi lain e. Hindari pengukuran suhu rektal perforasi f. Bayi dibiarkan tanpa popok & ditelentangkan atau miring hindari tek. Abdomen yg distensi g. Pemenuhan kebutuhan nutrisi makanan oral diberikan 7 s.d 10 hr stlh diagnosis dan penanganan, diberikan scr bertahap h. Mengontrol infeksi 5. Sepsis Neonatrum 1. Definisi Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
86 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000) Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada satu orga saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine sepsis) dan dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun jarang ditemui. Sepsis dapat dibagi menjadi dua yaitu, 1. Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi. 2. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. (Vietha, 2008) 2. Epidemiologi Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki. 3. Etiologi Bakteria seperti Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Neisseria meningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B, Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis paling sering pada neonatus. Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:
87 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

a. Perdarahan b. Demam yang terjadi pada ibu c. Infeksi pada uterus atau plasenta d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan) e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan) f. Proses kelahiran yang lama dan sulit. g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas. Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun. 4. Patofisiologi Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade
88 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir mendapat infeksi melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti pada infeksi konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur vertikel, dari ibu selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus group B atau infeksi kuman gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau perawatan setelah persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif). Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu : a. Faktor Maternal 1) Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih. 2) Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun c. Kurangnya perawatan prenatal. d. Ketuban pecah dini (KPD) e.Prosedurselamapersalinan. b. Faktor Neonatatal 1) Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan

hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit. 2) Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA
89 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi. 3) Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan. c. Faktor Lingkungan 1) Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi. 2) Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. 3) Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan. 4) Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli. Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu : 1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
90 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea. 3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003) 5. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut, 1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema 2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali 3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih, sianosis 4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardi 5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol 6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan. Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung

91

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya: a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah. 6. Pemeriksaan Penunjang Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat yang optimal, nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%, spesifisitas lebih dari 85%, Positive Probable Value (PPV) lebih dari 85%, Negative Probable Value (NPV) mendekati 100%, dan dapat mendeteksi infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis dari pertanda diagnostik yang ideal adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan virus, petunjuk untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk menentukan prognosis. Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (I:T), mikro Erytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat (rapid test) untuk deteksi antigen, dan panel skrining sepsis. Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah sebagai berikut: IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8, G-CSF, TNF, CRP, dan hematological indices pada hari ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF dan hematological indices pada hari ke-1); dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk memonitor respons terhadap terapi. Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari berbagai uji laboratorium. 7. Penatalaksanaan

92

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu pemberian sampai 1 jam pelan-pelan). 2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif). 3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain. 4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7. 5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus). 6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21 hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar. Asuhan Keperawatan A. Pengkajian a. Identitas klien b. Riwayat penyakit Keluhan utama Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi, kejang, tak mau menghisap, lemah. Riwayat penyakit sekarang

93

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Pada permulaannya tidak jelas, lalu ikterik pada hari kedua, tapi kejadian ikterik ini berlangsung lebih dari 3 mg, disertai dengan letargi, hilangnya refleks rooting, kekakuan pada leher, tonus otot mneningkat. Riwayat penyakit dahulu Ibu klien mempunyai penyakit hepar atau kerusakan hepar karena obstruksi Riwayat penyakit keluarga Orangtua atau keluarga mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan hepar atau dengan darah. B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi Kriteria Hasil 1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C) 2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit INTERVENSI 1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit Perubahan RASIONAL tanda-tanda vital yang

signifikan akan mempengaruhi proses regulasi tubuh. ataupun metabolisme dalam

2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi

Hipertermi

sangat

potensial

untuk

menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang dan tidak dapat

diketahui

jumlahnya

menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi. 3. Berikan kompres denga air hangat pada Kompres pada aksila, leher dan lipatan aksila, leher dan lipatan paha, hindari paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar penggunaan alcohol untuk kompres. besar yang akan membantu menurunkan demam.
94 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

Penggunaan

alcohol

tidak

dilakukan

karena

akan

menyebabkan

penurunan dan peningkatan panas secara drastis. Kolaborasi Pemberian antipiretik juga diperlukan

4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan untuk menurunkan panas dengan segera. jika panas tidak turun. 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam Kriteria Hasil 1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C) 2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit) 3. Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam INTERVENSI 1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit Perubahan RASIONAL tanda-tanda vital yang

signifikan akan mempengaruhi proses regulasi tubuh. ataupun metabolisme dalam

2. Observasi adanya hipertermi, kejang Hipertermi dan dehidrasi.

sangat

potensial

untuk

menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang dan tidak dapat

diketahui

jumlahnya

menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi. 3. Berikan kompres hangat jika terjadi Kompres air hangat lebih cocok digunakan hipertermi, dan pertimbangkan untuk pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk langkah kolaborasi dengan memberikan menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi antipiretik. secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh karena
95 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

itu

pemberian

antipiretik

diperlukan

untuk

segera

menurunkan

panas, misal dengan asetaminofen. 4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan Pemberian jumlah ditentukan pemberian yang ASI/PASI sesuai jadwal

telah diperlukan untuk mencegah bayi dari kondisi lapar dan haus yang berlebih.

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume bersirkulasi akibat dehidrasi Kriteria Hasil 1. Tercapai keseimbangan ai dalam suang interselular dan ekstraselular 2. Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan 3. Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi jaringan INTERVENSI 1. perawatan sirkulasi (misalnya periksa nadi perifer,edema, pengisian perifer, warna, dan suhu ekstremitas) 2. pantau perbedaan ketajaman/tumpul dan panas/dingin 3. pantau status cairan 3. 2. mengetahui sensasi perifer, RASIONAL 1. meningkatkan sirkulasi arteri dan vena

kemungkinan parestesia mengetahui keseimbangan antara

asupan dan haluaran 4. PK: Trombositopenia a. Tujuan Perawat akan menangani dan mengurangi komplikasi penurunan trombosit. b. Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau JDL, hemoglobin, tes koagulasi Nilai ini membantu mengevaluasi respon dan jumlah trombosit klien terhadap pengobatan dan resiko terhadap pendarahan akibat dari sepsis. 2. Pantau tanda tau gejala pendarahan Pemantauan secara konstan sangat

spontan atau perdarahan hebat : ptekie, dibutuhkan untuk menjamin deteksi dini
96 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

ekimosis,

hematoma

spontan, adanya episode perdarahan

perubahan tanda-tanda vital. 3. Pantau tanda perdarahan sisemik atau Perubahan pada oksigen sirkulasi akan hipovolemia, seperti peningkatan mempengaruhi fungsi jantung, vascular

frekuensi nadi, napas dan tekanan dan fungsi neurologis darah, perubahan status neurologis

97

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn; Sowden, Linda A. 2009. Buku saku keperawatan pediatric, Ed.5. Jakarta: EGC. Berkow & Beers. 1997. Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum, diakses pada tanggal 18 februari 2013 <http://debussy.hon.ch/cgi-bin/find?1+submit+sepsis_neonatorum> Bobak & Lowdermik. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. Jakarta: EGC. Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta : EGC. Doengoes, Marilyn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi:Pedoman Untuk

Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, Edisi 2. Jakarta: EGC. Hawa, Paulette S. 2007. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC. Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsi obstetric. Jakarta : EGC. Rahayu D P, E. (2010). Koping Ibu Terhadap Bayi Bayi BBLR yang Menjalani Perawatan Intensif Di Ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit). Semarang: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran universitas Diponegoro. Saifuddin AB, Adriaansz G, et al. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta. Sitohang, N. A. (2004). Asuhan Keperawatan Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah. Medan: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Surasmi, A., Handayani, S., & Kusuma, H. N. (2003). Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta: EGC.

98

BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7

You might also like