You are on page 1of 10

SURAT BUAT KELOMPOK-KELOMPOK DAKWAH

Ditulis pada Maret 4, 2009 oleh ibnuramadan

Oleh : Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Agama Adalah Nasehat

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Agama adalah nasehat, kami (para
sahabat) bertanya : Untuk siapa wahai Rasulullah ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab : Untuk Allah, Kitab-Naya, Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin kaum
muslimin dan orang-orang muslim”. (HR.Muslim).

Sabagai aplikasi sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, maka saya ingin
menyampaikan nasehat kepada seluruh kelompok dakwah islam, agar senantiasa
berpegang teguh dengan al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih berdasarkan
pemahaman para ulama salaf, seperti : para sahabat, tabi’in, para imam mujtahidin dan
orang-orang yang senantiasa meniti jejak mereka.

Kepada Kelompok Sufi

1. Nasehat saya kepada mereka agar mengesakan Allah dalam berdoa dan isti’anah
(minta pertolongan), sebagai bentuk perwujudan dari firman Allah : “Hanya engkaulah
yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-
Fatihah : 5). Dan Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Doa adalah ibadah”.
(HR.Tirmidzi dan beliau berkata : Hadits hasan shahih).

Wajib bagi mereka untuk meyakini bahwa Allah ada di atas langit, sebagaimana firman-
Nya : “Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) dilangit bahwa Dia
akan menjungkir balikan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu
bergoncang?” (QS. Al-Mulk : 16)

Ibnu Abbas berkata : Dia adalah Allah (sebagaimana tersebutkan Ibnul Jauzi dalam
tafsirnya).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah kalian percaya kepadaku,


padahal saya adalah kepercayaan Dzat yang di langit.” (HR. Bukhari danMuslim).

2. Hendaklah mereka senantiasa mendasari dzikir-dzikir mereka dengan apa yang ada
dalam al-Qur’an dan sunnah (yang sholih –ed) serta amalan para sahabat.

3. Jangan sekali-kali mendahulukan ucapan syaikh-syaikh melebihi firman Allah dan


sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman : “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertawakalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-
Hujurat:1).
Yakni, jangan sekali-kali kalian mendahulukan ucapan atau perbuatan siapapun melebihi
firman Allah dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (tafsir Ibnu Katsir).

4. Hendaklah mereka beribadah dan berdo’a kepada Allah dengan rasa takut dari siksa
neraka-Nya dan berharap akan surga-Nya. Firman Allah ta’ala :“Dan berdoalah kepada-
Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).” (QS. Al-
A’raf : 56).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Saya meminta kepada Allah surga
dan berlindung dengan-Nyadari neraka.” (HR. Abu Dawud dengan sanad shahih).

5. Mereka harus meyakini, bahwa makhluk pertama dari kalangan manusia adalah Nabi
Adam ‘alaihi wa sallam, dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk
keturunannya, dan semua manusia adalah adalah anak keturunannya, yang Allah ciptakan
dari tanah. Allah ta’ala berfirman : “Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian
dari setetes mani.” (QS. Hgafir : 67).

Tidak ada satu dalilpun yang menunjukan bahwa Allah menciptakan Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari nur (cahaya-Nya), bahkan yang masyhur bagi semua,
bahwa Allah menciptakannya dari kedua orang tuanya.

Kepada Jama’ah Tabligh

1. Nasehat saya kepada mereka, agar perpegang teguh dalam dakwahnya dengan al-
Qur’an dan sunnah yang shahih, dan hendaklah mereka belajar al-Qur’an, tafsir, dan
hadits. Sehingga dakwah mereka benar-benar berdasarkan ilmu, sebagaimana firman
Allah ta’ala : “Katakanlah : “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (QS.Yusuf :
108).

Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya ilmu (bisa


diperoleh) hanya dengan belajar.” (Hadits hasan, lihat shahihul jami)

2. Mereka harus berpegang teguh dengan hadits-hadits yang shahih dan menjauhi hadits-
kadits yang dhaif (lemah) dan maudu’ (palsu), sehingga mereka tidak masuk pada yang
disinyalir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ”Cukup seseorang dikatakan berdusta
jika menceritakan semua apa yang didengarnya.” (HR.Muslim).

3. Kepada al-Ahbab (orang-orang yang saya cintai) agar tidak memisahkan antara amar
ma’ruf dan nahi munkar, karena Allah banyak menyebutkan secara bersamaan dalam
ayat-ayat al-Qur’an, seperti firman Allah ta’ala : “Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepadayang ma’ ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran : 104).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga punya perhatian serius dan memerintahkan
kamum muslimin untuk merubah kemungkaran, sebagaimana sabdanya Shallallahu
‘alaihi wa sallam : “Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran hendaklah
merubah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu, maka hendaklah merubah dengan
lisannya, dan apabila tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah
iman.” (HR.Muslim)

4. Hendaklah mereka memperhatikan dakwah kepada tauhid dengan serius, dan


mendahulukannya atas yang lainnya, demi mengamalkan sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam : “Jadikanlah per tama kali yang kalian dakwahkan kepada mereka
adalah syahadat (kalimat tauhid) la ilaha illallah.” (HR.Bukhari dan Muslim). Dalam
riwayat lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sampai mereka
(benar-benar) mentauhidkan Allah.” (HR.Bukhari).

“Mentauhidkan Allah”, maksudnya adalah : mengesakan Allah dalam semua jenis ibada,
lebih-lebih dalam hal Do’a, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Do’a adalah Ibadah,” (HR.Tirmidzi. Beliau berkata : Hadits ini hasan shahih).

Kepada Kelompok Ikhwanul Muslimin

1. Hendaklah mereka mengajarkan kepada anggota kelompoknya tauhid dan macam-


macamnya, yakni : tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma dan sifa, karena itu
adalah masalah yang sangat urgent yang berpengaruh pada terwujudnya kebahagiaan
individu maupun masyarakat, dari pada sibuk dalam politik praktis dan yang mereka
sangka seperti fiqih waki’ (realita –ed). Ini bukan berarti buta dengan keadaan dunia dan
manusia, tapi tidak berlebi-lebihan dengannya dan tidak pula menyepelekannya.

2. Hendaklah mereka menjauhi pemikiran-pemikiran Sufi yang menyelisihi akidah islam,


karene banyak kita jumpai dalam kitab-kitab mereka akida-akidah sufi yang batil :

a. Lihatlah pimpinan mereka di Mesir, yaitu Umar Tilmisani yang banyak menyebutkan
dalam bukunya “Syahidul Mihrab” akidah-akidah Sufi yang sangat membahayakan. Di
samping membolehkan belajar musik.

b. Inilah Sayyid Quthub, menyebutkan dalam kitabnya zilalul Qur’an” akidah Sufi
wihdatul wujud pada awal surat al-Hadid, dan lain sebagainya dari takwil-takwil yang
batil. Sungguh saya telah menyampaikannya kepada saudaranya sendiri, yaitu
Muhammad Qutub agar mengomentari kesalahan-kesalahan aqidah, karena ia adalah
penanggung jawab penerbitan “as-Syuruq”, akan tetapi dia menolaknya dan mengatakan :
Saudara saya sendiri yang akan menanggungnya. Dan saikh Abdul Latif Badr,
penanggung jawab majalah at-Tau’iyah di Mekah menyarankan kepadaku agar saya
mendatanginya lagi.

c. Lihatlah Said Hawa, beliau menyebutkan dalam kitabnya “Tarbiyahtuna ar-Ruhiyat”


akidah-akidah Sufi, sebagaimana sudah disebutkan diawal kitab2.
d.Dan lihatlah pula syaikh Muhammad al-Hamid dari Siria, dia menghadiahkan kepadaku
buku yang berjudul “Rudud Ala Abatil”. Dalam buku ini ada pembahasan-pembahasan
yang baik, seperti pengharaman rokok dan lainnya. Akan tetapi dia juga menyebutkan
bahwa di sana ada Abdal, Aqthab dan Aghwats3, tapi tidaklah dinamakan al-Ghauts
kecuali apabila bisa dimintai pertolongan!!!. Padahal meminta kepada al-Ghauts dan al-
Aqthab adalah termasuk syirik yang menghapus amalan. Dan ini adalah pemikiran Sufi
yangbatil yang diingkari oleh syariat Islam.

3.Jangan sampai mereka dengki kepada saudara-saudara mereka dari salafiyyah yang
senantiasa berdakwah kepada tauhid dan memerangi bid’ah, serta berhukum kepada al-
Qur’an dan sunnah, sebab mereka adalah bersaudara. Allah ta’ala berfirman : “Orang-
orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al-Hujurat : 10). Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga
ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR.Bukhari dan
Muslim).

Kepada Salafiyun dan Ansharussunah al_Muhammadiyah

1.Wasiat saya kepada mereka agar senantiasa konsisten dalam berdakwah kepada tauhid,
berhukum dengan apa yang Allah turunkan, dan perkara-perkara penting lainnya.

2.Hendaklah mereka bersikap lemah lembut dalam berdakwah, bagaimanapun lawan


yang dihadapinya. Sebagaimana perwujudan firman Allah : “Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik.” (QS. An-Nahl:125). Dan firman Allah kepada Nabi Musa dan Harun :
“Pergilah kamu berdua kepada Fir ‘aun sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-
mudahan ia ingat atau takut.” (QS.Toha :43-44). Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam : “Barang siapa yang tercegah dari sifat lemah lembut, niscaya ia tercegah dari
segala kebaikan”. (HR.Musliam).

3.Hendaklah mereka sabar terhadap gangguan yang menimpa mereka, karena Allah selalu
menyertai mereka dengan pertolongan dengan memberikan kekuatan kepada mereka.
Allah ta’ala berfirman : “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu
melainkan dengan per tolongan Allah, dan janganlah kamu bersedih hati terhadap
(kekafiran) mereka, dan jangan kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka
tipudayakan. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertawakal dan orang-
orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl : 127-128). Dan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar
atas gangguan mereka lebih utama dari pada orang mukmin yang tidak bergaul dengan
manusia dan tidak sabar atas gangguan mereka.” (Hadits shahih riwayat Imam Ahmad
dll).

4.Orang-orang salafi jangan sampai beranggapan bahwa jumlah orang-orang yang


menyelisihi mereka sedikit. Karena Allah ta’ala berfirman : “Dan sedikit sekali dari
hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS.Saba’ : 13). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda : “Beruntunglah bagi orang-orang yang asing. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam ditanya siapa mereka ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
Mereka adalah orang-orang shaleh yang sedikit di tengah-tengah manusia yang rusak lagi
banyak, yang bermaksiat kepada mereka lebih banayak dari pada yang taat kepada
mereka”. (HR.Imam Ahmad dan Ibnul Mubarak).

Kepada Hizbut Tahrir

1.Wasiat saya kepada mereka, agar menegakkan hukum islam dan ajarannya pada diri-
diri mereka, sebelum menuntut orang lain untuk menegakannya. Sekitar 20 tahun yang
lalu, pernah ada 2 orang pemudadari mereka yang mengunjungiku di Syiria, dalam
keadaan dicukur jenggotnya. Dari keduanya tercium bau rokok, dan meminta kepadaku
diskusi dan bergabung dengan mereka. Maka saya katakan kepada mereka, kalian
mencukur jenggot dan menghisap rokok, padahal keduannya adalah haram menurut
syariat. Dan kalian juga membolehkan jabat tangan dengan lawan jenis (yang bukan
mahramnya –ed), padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Dituduknya jarum dari besi pada kepala seorang diantara kalian itu lebih baik dari pada
menyentuh perembuan yang tidak halal baginya.” (HR.Thabrani). Kedua pemuda tersebut
berkata : Diriwayatkan dalam shahih bukhari, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah berjabat tangan dengan wanita ketika baiat ?. Maka saya katakana : Tolong
besok datangkan kepadaku haditsnya. Maka setelah itu keduannya perdi dan tidak
kembali lagi, karena keduanya berbohong. Karena Imam Bukhari sama sekali tidak
menyebutkan yang demikian, tapi hanya menyebutkan baiat kepada para wanita dengan
tanpa jabat tangan. Tapi sungguh aneh sebagian Ikhwanul Muslimin –juga- membolehkan
jabat tangan dengan lawan jenis (yang bukan mahramnya –ed). Seperti syaikh Muhamad
al-Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi sebagaimana yang saya katakan ketika saya berdialog
dengannya. Dia berdalih dengan hadits seorang budak yang menarik tangan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memenuhi kebutuhannya. (HR.Bukhari). Saya katakan
: Cara pengambilan dalilnya tidak benar, karena Jariyah (budak perempuan) ketika
menarik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyentuh tangannya tapi hanya
menyentuh lengan baju yang ada ditangannya Karena ‘Asyah berkata :”Sekali-kali tidak,
demi Allah “Tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyentuh
tangan perempuan sedikitpun dalam baiat. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah
membaiat mereka (para wanita) kecuali dengan ucapannya : Sungguh saya telah
membaiat kamu atas yang demikian itu.” (HR.Bukhari). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Sesungguhnya saya tidak pernah berjabatan tangan dengan
perempuan.” (HR.Tirmidzi dan beliau berkata : hadits ini hasan shahih)

2.Saya pernah mendengan ceramah seorang syaikh dari Hizbut Tahrir di Yordania yang
membahas tentang para pemimpin yang tidak berhukum dengan dengan hukum Allah.
Akan tetapi, takkala saya mendatangi rumahnya, mertuannya mengadu tentang dia
kepadaku sambil mengatakan : Sesungguhnya syaikh tadi telah memukul istrinya sampai
mengenai matanya dan membekas. Maka saya katakanan kepadanya (syaikh) :
Sesungguhnya kamu menuntut para pemimpin untuk menegakkan syariat Allah, tetapi
kamu tidak menegakkan syariat dalam rumahmu, apakah benar bahwa engkau telah
memukul istrimu sampai mengenai matanya ? maka ia menjawab : Iya, betul tapi hanya
pukulan ringan dengan gelas teh.!!. Maka saya katakana ke padanya : Praktekkanlah
Islam pada dirimu dulu, kemudian setelah itu tuntutlah orang lain untuk
mempraktekkannya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanaya,
apa hak istri atas suami ? beliau menjawab : “Engkau memberinya makan apabila engkau
makan, memberi baju apabila engkau mamakai baju, jangan memukul wajah, jangan
menjelek-jelekannya dan jangan engkau menghajr (pisah ranjang) kecuali didalam
rumah.” (Hadits shahih riwayat al-arba’ah : Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I fan Ibnu Majah).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila seseorang diantara kalian
memukul budaknya hendaklah ia menjauhi wajah”. (Hadits hasan riwayat Abu Daud).

Kepada Jamaah Jihad

1. Nasehat saya kepada mereka agar lembut dalam dakwah dan jihad mereka, lebih-lebih
kepada para pemimpin. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Musa ketika
mengutusnya kepada Fir’aun yang kafir : “Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah
keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan).” (QS. An-Nazi’at: 18). Juga
firman Allah : “Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun sesungguhnya dia telah melampaui
batas. Maka berbicaralah kamu berdua kapadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Toha: 43-44). Dan sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang tercegah dari sifat lemah lembut,
niscaya ia tercegah dari segala kebaikan.” (HR.Muslim).

2. (Hendaklah -ed) memberikan nasehat kepada kaum muslimin dan pemimpin mereka,
dengan cara membantu mereka dalam kebaikan, mentaati mereka dalam kebaikan,
memerintahkan mereka dengan kebaikan, melarang mereka dan mengingatkan mereka
dengan lemah lembut dan tidak keluar menghadap mereka dengan pedang
(memberontak), apabila mereka berbuat zholim atau jahat. (Silahkan telaah ucapan al-
Khatabi dalam Syarah Arba’in Haditsan). Imam Abu Ja’far at-Thahawi penulis kitab
Aqidah Thahawiyah berkata : Kami memandang, tidak boleh keluar dari imam dan para
pemimpin kita walaupun mereka berbuat zhalim, tidak mendoakan keburukan kepada
mereka, tidak mencabut tangan dari ketaatan pada mereka. Dan kami memandang, bahwa
taat kepada mereka adalah bagian dari ketaatan kepada Allah ta’ala dan wajib mentaati
mereka selama tidak memerintahkan maksiat. Bahkan kami senantiasa mendoakan
kepada mereka dengan kebaikan dan keselamatan.

a. Allah ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa’: 59).

b. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang taat kepadaku


maka sungguh ia telah taat kepada Allah. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku,
maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah. Dan barang siapa taat kepada amir,
berarti ia taat kepadaku, dan barangsiapa bermaksiat kepada amir berarti ia bermaksiat
kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
c. Dari Abu Dzar r.a beliau berkata : “Kekasihku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berwasiat kepada ku agar saya mendengar dan taat kepada pemimpin walaupun ia
seorang budak Ethiopia lagi cacat anggota tumbuhnya.” (HR. Muslim).

d. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bagi tiap orang wajib mendengar
dan taat (kepada pemimpin) pada saat senang dan benci, kecuali apabila diperintah untuk
bermaksiat, maka apabila dipertahankan untuk maksiat maka tidak boleh mendengar dan
taat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

e. Dari Khudzaifah bin Yaman r.a beliau berkata : “Orang-orang bertanya kepada
Rasulullah tentang kebaikan dan saya bertanya kepadanya tentang kejelekan karena
khawatir akan menimpaku, saya bertanya: Wahai Rasulullah, kita dahulu berada dalam
jahiliyah dan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini kepada kita. Apakah
setelah kebaikan ini akan ada kejelekan? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab : Iya ada. Saya bertanya : Apakah setelah kejelekan akan datang kebaikan
lagi ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Iya ada, tapi didalamnya terdapat
dakhan. Saya bertanya : Apa dakhannya ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab
: Yaitu ada suatu kaum yang mengambil dengan selain sunnahku dan mengambil
petunjukku. Engkai mengetahui mereka dan engkau mengingkarinya. Saya bertanya :
Apakah setelah kebaikan seperti ini akan ada kejelekan ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab : Iya, yaitu para da’i yang mengajak ke pintu-pintu beraka Jahanam.
Siapa yang menyambutnya niscaya akan dilemparkan kedalamnya. Saya bertanya : Wahai
Rasulullah, jelaskan kepada kita ciri-ciri mereka : Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab : Mereka adalah, kaum dari bangsa kita dan berbicara dengan bahasa kita.
Saya bertanya : Wahai Rasulullah, bagaimana nasehatmu jika kita mendapati yang
demikian itu ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Engkau konsisten
bersama jama’ah kaum muslimin dan imam mereka. Saya bertanya : Bagaimana jika
tidak ada jama’ah dan tidak pula imam ? Beluai Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
Tinggal kan seluruh kelompok-kelompok yang ada, walaupun engkau harus menggigit
akar pohon sampai ajal menjemputmu dan engkau dalam keadadan demikian.” (HR.
Bukhari dan Muslim).

f. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ” Barang siapa melihat pada amirnya
suatu yang ia benci, hendaklah ia sabar, karena barangsiapa yang memisahkan diri satu
jengkal dari jama’ah dan ia mati, maka matinya dalam keadaan jahiliyah.” (HR.Bukhari
dan Muslim).

g. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sebaik-baik pimpinan bagi kalian


adalah : Pemimpin yang kalian cintai dan merekapun mencintai kalian. Kalian
mendoakan mereka dan merekapun mendoakan kalian. Dan sejelek-jelek pemimpin bagi
kalian adalah pemimpin yang kalian benci dan merekapun membenci kalian. Kami
bertanya : Wahai Rasulullah apakah kita tidak mengangkat pedang (memberontak) saja
pada saat demikian ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : jangan
memberontak, selama mereka mendirikan sholat bersama kalian. Ketahuilah, barangsiapa
dipimpin wali (pemimpin) dan ia melihatnya bermaksiat kepada Allah, maka hendaklah
ia membenci maksiat yang dijalannya, dan jangan sekali-kali mencabut ketaatan
kepadanya.” (HR. Muslim).

h. Dalil-dalil al-qur’an dan sunnah menunjukan akan wajibnya taat kepada ulil amri
selama tidak memerintahkan maksiat. Renungkan lah firman Allah berikut : “Hai orang-
orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu.”
(QS. An-Nisa: 59). Kenapa Allah berfirman “dan taatilah ulil amri diantara kamu” dengan
pengulangan kata kerja “taatilah”. Ini menunjukkan bahwa ulil amri tidak ditaati dengan
sendirinya. Akan tetapi mereka ditaati hanya pada perkara-perkara ketaatan kepada Allah
dan Rasul-Nya. Ini juga menunjukan bahwa barangsiapa yang taat kepada Rasul-Nya. Ini
juga menunjukkan bahwa barangsiapa yang taat kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa
sallam maka sungguh ia taat kepada Allah, karena Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak akan memerintahkan yang bukan termasuk ketaatan kepada Allah, karena Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ma’shum (terjaga) dari yang demikian itu. Berbeda
halnya dengan penguasa, mereka terkadang memerintahkan kepada yang bukan ketaatan
kepada Allah (maksiat), maka tidak boleh ditaati kecuali pada perkara-perkara yang
merupakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun perintah untuk taat kepada
penguasa walaupun mereka berbuat zhalim, karena keluar dari ketaatan kepada mereka
akan mengakibatkan kerusakan yang berlipat ganda dibanding kezhaliman mereka,
bahkan sabar dalam menghadapi kezhaliman mereka akan menghapus kesalahan dan
dosa dan menyebabkan pahala dilipatgandakan. Karena Allah tidak akan menjadikan
mereka sebagai pimpinan kita, kecuali dengan sebab perbuatan kita sendiri, karena
balasan adalah sesuai dengan perbuatan. Maka tidak ada jalan lain bagi kita kecuali
beristigfar, bertaubat dan memperbaiki amal perbuatan kita. Allah berfirman : “Dan apa
saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-
Syura : 30). Allah berfirman : “Dan demikianlah kami jadikan sebagian orang-orang yang
zhalim itu menjadi teman bagi sevagian yang lain disebabkan apa yang mereka
usahakan.” (QS. Al-An’am : 129). Maka apabila rakyat menginginkan keselamatan dari
keburukan pemimpin yang zhalim, hendaklah mereka meninggalkan kezhaliman.
(Silahkan lihat Syarah Aqidah ath-Thahawiyah 380-381).

i. Jihad terhadap para pemimpin kaum muslimin. Yang demikian itu dapat dilakukan
dengan cara menyampaikan nasehat kepada mereka dan kepada seluruh jajarannya.
Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Agama adalah nasehat. Kami
(para sahabat) bertanya : Untuk siapa wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : Untuk Allah,
kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin pada
umumnya”. (HR. Muslim). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
“Seutama-utama jihad adalah menyampaikan kalimat kebenaran disisi pemimpin yang
zhalim.” (Hadits hasan riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjelaskan, juru selamat dari kezhaliman para hakim yang mereka dari
bangsa kita yaitu dengan cara : Kaum muslimin bertaubat kepada Rabb mereka,
memperbaiki akidah mereka dan membina diri serta keluarga mereka diatas islam yang
murni. Sebagai bentuk perwujudan firman Alah ta’ala : “Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri“. (QS. Ar-Ra’d : 11). Dan ini pernah disinyalir oleh seorang da’i
kontemporer dengan ungkapannya : “Tegakkanlah Negara Islam di dada-dada kalian,
niscaya akan tegak di bumi kalian“. Demikian pula, dengan cara memperbaiki akidah
dalam menegakkan bangunan di atasnya, yaitu masyarakatnya. Allah ta’ala berfirman :
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembah-Ku
dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-
Nur : 55). (Diringkas dari Kitab Ta’liqat’ala Syarhi Thahawiyah karya syaikh al-Albanu)

Nasihat umum kepada seluruh kelompok

Saya sekarang sudah tua renta, umur saya sekarang telah mencapai 70 tahun, dan saya
mengharapkan kebaikan bagi semua kelompok, oleh karena itu untuk mengamalkan
hadits nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Agama itu nasehat”, saya ingin menyampaikan
bebrapa nasehat ini :

1.Agar semua kelompok berpegang teguh dengan al-Qur’an dan sunnah Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai bentuk ketaatan terhadap firman Allah : “Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan jangan kamu bercerai-berai..”(QS.Ali
Imran : 103). Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Telah saya tinggalkan
kepada kalian dua perkara, selama kalian berpegang teguh dengan kedudukannya, maka
tidak akan tersesat, yaitu (kitabullah al-Qur’an dan sunnah Nabinya Shallallahu ‘alaihi
wa sallam).” (HR.Malik dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami).

2.Apabila jama’ah-jama’ah yang ada berselisih, hendaknya mereka kembali kepada al-
Qur’an fan hadits serta amalan para sahabat, Allah ta’ala berfirman : “Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-
Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kemu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,”(QS.An-
Nisa : 59). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wajib bagi kalian untuk
berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya para Khulafaur Rasyidin yang mendapat
petunjuk, berpegang teguhlah dengannya.” (Hadits shohih riwayat Imam Ahmad).

3.Hendaklah mereka memperhatikan dakwah tauhid yang menjadi prioritas dan pusat
perhatian al-Qur’an. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dakwahnya
kepada tauhid dan memerintahkan para sahabatnya agar memulai dengannya.

4.Sesungguhnya saya telah masuk dan bergaul dengan kelompok-kelompok dakwah


islam, dan saya lihat bahwa dakwah salafiyahlah yang konsisten dengan al-Qur’an dan
sunnah menurut pemahaman salafus shaleh, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam para sahabatnya dan para tabiin. Dengan sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah memberi isyarat tentang kelompok tang satu ini dalam sabdanya :
“Ketahuilah bahwasanya orang-orang sebelum kamu dari ahlikitab berpecah belah
menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh
tiga golongan, tujuh puluh dua di dalam neraka dan yang satu di surga yaitu al-Jama’ah.”
(HR.Ahmad dan dinyatakan holeh al-Hafidz Ibnu Hajar). “Semua di dalam neraka
kecuali satu yaitu apa yang saya dan para sahabatku ada diatasnya.” (HR.Tirmidzi dan
dihasankan oleh al-Albani). Dalam hadits diatas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengabarkan kepada kita, bahwasanya orang yahudi dan nasrani berpecah belah menjadi
lebih banyak dari mereka, dan kelompok-kelompok yang banyak ini terancap masuk
neraka, karena menyimpangnya dan jatuhnya dari kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya. Dan
bawasanya hanya satu kelompok yang selamat dari neraka dan masuk surga, yaitu al-
Jama’ah (kelompok yang berpegang teguh dengan al-Qur’an dan sunnah serta amalan
para sahabat). Keistimewaan dakwah salafiyah adalah dakwah kepada tauhid, memerangi
syirik, mengetahui hadits-hadits yang shahih dan memperingatkan umat dari hadits yang
dha’if (lemah) dan maudhu’ (palsu), serta memahami hukum-hukum syariat dengan dalil-
dalilnya. Dan ini sungguh sangat penting bagi setiap muslim. Oleh karena itu, saya
menasehati seluruh saudara-saudaraku kaum muslimin, agar senantiasa konsisten dengan
dakwah salafiyah, karena dakwah tersebut adalah dakwah yang selamat dan kelompok
yang mendapat pertolongan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Akan
senantiasa ada dari umatku satu kelompok yang tanpak diatas kebenaran, tidak
memudharatkan mereka orang yang menghinakan mereka sampai dating urusan Allah.”
(HR.Muslim). Mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk kelompok yang selamat
dan mendapat pertolongan.

____________________

Note:

1. Dialihbahasakan oleh Abdurrahman Hadi Lc. Dari kitab “Kaifa Ihtadaitu ila at-Tauhid
wa ash-Shiratil Mustaqim”

2. Kitab “Kaifa Ihtadaitu ila at-Tauhid wa ash-Shiratil Mustaqim oleh syaikh Muhammad
bin Jamil Zainu.

3. Inilah gelar-gelar sufi atas orang-orang yang dianggap wali yang mewakili Allah di
bumi (Abdal), menguasi daerah-daerah tertentu (Aqthab) atau yang biasa dimintai
pertolongan (al-Ghauts)-ed.

[Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Vol.6 No.6 Edisi 38 - 1429H]

You might also like