You are on page 1of 10

Geriya Mas Kaleran Intaran Sanur. Mari mempersiapkan kematian (Lontar Sasangka Sarana) Penulis: IB Putra M Aryana. S.S.

-1-

Inginkah anda mencapai moksa, selalu berada dalam kebahagiaan abadi (ananda), menyatu dengan sang brahman yang merupakan awal dari keberadaan ini?, Sasangka sarana adalah salah satu lontar yang berisi Pengetahuan tentang moksa serta password (kata kunci) untuk memasuki alam sorga. Kalau sudah mendengar kata mati, bayangan kita akan di giring oleh kata tersebut menuju suatu keadaan yang gelap, kemudian setelah itu akan timbulah berbagai pertanyan dalam diri, bagai mana kita setelah mati, di mana kita akan berada setelah kita mati, siapakah yang akan kita jumpai setelah mati. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu, hampir semuanya kita dapatkan pada agama-agama yang percaya akan adanya dunia lain setelah kematian. Hindu percaya akan adanya sorga dan neraka. Sorga adalah tempat bagi roh-roh yang selalu berbuat kebajikan di dunia. Neraka adalah tempat bagi roh-roh yang berkelakuan angkara. Hindu juga percaya akan adanya penyatuan antara Atman atau roh dengan Brahman, dikenal dengan istilah Moksa. Dalam Bagawad Gita disebutkan, pemuja DewaDewa akan kembali pada Dewa-Dewa. Pemuja leluhur akan kembali keleluhur. Pemuja Raksasa akan kembali ke Raksasa. Namun orang yang mengatasi semuanya itu, mengatasi sistem sebab akibat, mengetahui rahasia-rahsia rohani dan yoga, akan kembali bersatu dengan Brahman dan akan terbebaskan dari lingkaran karma pala. Jadi Hindu percaya akan adanya sorga, neraka dan percaya juga akan adanya penyatuan diri dengan Brahman atau Moksa. Islam percaya akan adanya alam akherat, dimana manusia-manusia di dunia kelak akan mempertanggung jawabkan segala perbuatannya kepada Alah SWT, Kristen percaya akan adanya sorga dan neraka, dimana manusia akan mendapatkan tempat yang setimpal

Menuju moksa menurut sasangka sarana - 1 -

Geriya Mas Kaleran Intaran Sanur.

-2-

dengan perbuatan-perbuatanya di dunia. Buda percaya akan adanya neraka dan tingkatantingkatan alam Nirwana atau menyatu dengan Sang Buda sesuai dengan karmannya. Sabagian besar agama mempercayai akan adanya dunia lain setelah kematian. Kalau kita percaya pada salah satu agama saja, diantara agama-agama yang tercantum di atas, tidak semestinya kita takut menghadapi kematian, justru yang kita harus takuti adalah tempat dimana kita akan berada setelah mati, apakah di sorga atau di neraka Sasangka sarana mengungkapkan hal yang agak berbeda dari yang di ungkapkan oleh agama-agama, disana sama sekali tidak disinggumg masalah perbuatan yang merupaka hukum sebab akibat yang akan mengantarkan mausia menuju sorga atau neraka. Namun yang lebih ditekankan adalah bagai mana roh bisa tahu akan nama-nama penjaga pintu alam kematian, serta nama ayah dan ibu rohani saat roh di tanyakan di pintu masuk sorga. Pengetahuan ini layaknya seperti password (kata kunci) untuk dipakai memasuki alam sorga. Kalau di tinjau dari segi arti kata, sasangka sarana terdiri dari dua buah kata, sasangka dan sarana. Sasangka kata dasarnya sangka yang artinya prasangka atau perkiraan dan sarana artinya alat. Jadi setelah digabung kemudian mempunyai arti, sebagai alat yang di pakai untuk menyiasati prasangka. Seteleh dihubungkan dengan isi dari sasangka sarana itu sendiri, kita akan merasakan bahwa arti sebenarnya dari sasangka sarana adalah, pengetahuan yang menjawab semua prasangka atau perkiraan. Sasangka Sarana di katakan merupakan sebuah ilmu kamoksan, hasil dari yoga Bagawan Kasiapa, seorang Bagawan yang telah mengetahui semua alam di jagat raya ini, baik alam nyata dan alam maya. Beliau memiliki empat orang istri, diantaranya Sang Kadru, Sang Mesata, Sang Sonata dan Sang Wisuta. Sang Kadru memiliki anak Naga Siyu, Sang Mesata memiliki anak Singa, Sang Sonata memiliki anak Cikra Bala dan Sang Wisuta memiliki anak Garuda.

Menuju moksa menurut sasangka sarana - 2 -

Geriya Mas Kaleran Intaran Sanur.

-3-

Namun dalam Adi parwa disebutkan bahwa Bagawan Kasiapa cucu dari Dewa Brahma memiliki empat belas orang istri, ke empat belasnya adalah anak dari Bagawan Daksa, yang kemudian melahirkan mahluk-mahluk penghuni jagat raya ini. Cerita tentang perseteruan antara dua saudara tiri yakni kelompok Naga dan sang Garuda, bisa kita dapatkan pada Adiparwa, yang merupakan kitab pertama dari Astadasaparwa yang membangun keseluruhan cerita Mahabharata. Dalam sasangka sarana disebutkan, saat dijemput oleh kematian, saat akan meninggalkan badan, roh akan bertemu dengan jalan yang memiliki sembilan cabang persimpangan, di sana akan ada suatu kekuatan yang menghalangi roh menuju alam maya dan kekuatan itu diistilahkan denggan kala angadang-adangin sarira. Adapun kala-kala tersebut adalah: Semut Abiting dan Bedawang Nala bertempat di telapakan kaki, Kebo Raja bertempat di jemari kaki, Lembu Hireng bertempat di tunggal kaki atau tempat di atas jemari kaki, Naga Wilutan di kulit kaki, Naga Taksaka di pegelangan kaki, Lembu Sasana di mata kaki, Dusasana di kiri, di lutut Asu Gaplong dan tulang kaki di tempati oleh Cikra Bala. Kaki sebelah kiri ditunggui oleh Angsa dan kaki kanan ditunggui oleh Merak. Untuk melancarkan perjalanan roh dari pengaruh Kala Angadang-adang tersebut, maka pada saat meninggal, mayat diberi caru berupa: peras yang melambangkan jantung, pisang jati melambangkan gantungan jantung, nasi anggkeb lambang dari paru-paru, ineban (bertempat di bagian dada sebelah kiri) dilambangkan dengan kekebat, urat dilambangkan dengan kekecer, gantungan hati di lambangkan dengan pisang teges, hati dilambangkan dengan padupan, perut dilambangkan dengan tabunan, kandung kemih dilambangkan dengan panjang, daging dilambangkan dengan sujang, bebuahan dilambangkan dengan panca pala, urat gegading dilambangkan dengan ukur, sum-sum dilambangkan dengan bubur pirata, jejaringan dilambangkan dengan padang lepas, bebiyunan dilambangkan dengan daun sirih.

Menuju moksa menurut sasangka sarana - 3 -

Geriya Mas Kaleran Intaran Sanur.

-4-

Kita semestinya tidak menerima secara mentah apa yang diistilahkan oleh Sasangka Sarana sebagai kala angadang adangin sarira dalam wujud raksasa yang menakutkan. Namun kita sepertinya dibawa untuk memahami apa sebenarnya makna yang terkandung dalam istilah-istilah tersebut. Kala Angadang-adangin Sarira adalah: rekaman keinginan-keinginan yang belum terwujudkan saat masih hidup di dunia atau rasa ketertarikan pada sesuatu yang sifatnya masih keduniawian, yang kemudian justru menjadi penghambat dari perjalanan roh menuju alam yang lebih tinggi dari keberadanya sekarang. Kita ambil saja contoh cerita Sang Jarat Karu dalam Adiparwa, yang dikatakan telah memiliki kesaktian luar biasa, hingga beliau mampu pergi kelapis alam manapun. Wekaning wiku wara brata (anak dari seorang wiku yang memiliki tapa luar biasa), di sini secara tegas dikatakan bahwa ayah dari sang jarat karu adalah orang suci, namun karena masih terikat akan satu keinginan duniawi, beliau belum bisa memasuli alam kelepasan. Ketika Jarat karu tiba di alam ayatanasthana (diantara alam sorga dan neraka) secara mengejutkan Jaratkaru bertemu dengan ayahnya yang sedang mendapat siksa. Mulailah timbul keragu-raguan, bagaimana bisa orang suci mendapatkan siksa seperti itu? Nah setelah akhirnya Sang Jaratkaru menanyakan, didapatkanlah penjelasan bahwa siksa itu diakibatkan oleh Jaratkaru sendiri yang tidak mau beristri dan melanjutkan garis keturunanya di dunia. Pada akhirnya Jaratkaru beristrikan kaum naga yang bernama Jaratkaru juga, kemudian melahirkan seorang putra, yang nantinya akan membebaskan kaum naga dari Yadnya Sarpha (korban ular) maharaja Janamejaya. Dari cerita di atas dapat kita simpulkan, bahwa roh orang sucipun, jikalau masih terikat oleh keinginan yang belum tersampaikan di saat kehidupanya, akan merasa tidak tenang dan tersiksa, tentu saja itu menjadi penghalang bagi perjalananya menuju alam nirwana.

Menuju moksa menurut sasangka sarana - 4 -

Geriya Mas Kaleran Intaran Sanur.

-5-

Jadi Kala Angadang-adangin Sarira dalam pengertiannya yang lain, adalah juga cerminan dari sifat-sifat manusia yang masih tebelenggu oleh suatu keinginan yang masih terpendam dan belum bisa kesampaian hingga pada saat kematiannya. Dalam cerita tersebut ayah Jaratkaru sendiri, masih terikat akan keinginanya untuk memiliki seorang cucu, sebagai penerus dari garis keturunannya. Gede Kamajaya dalam bukunya yang berjudul Alam Kehidupan Setelah Mati mengatakan: keadaan orang yang masih terbelenggu oleh dunia fisik ini sering amat menderita.Misalnya sewaktu hidup ia berkeinginan kuat untuk melihat salah seorang anaknya menikah. Jika ia meninggal sebelum anaknya menikah dan masih terikat oleh pikiran itu, akhirnya roh tersebut selalu dirundung kegelisahan untuk melihat anaknya menikah. Hingga tersiksalah ia di alam anasthana, sampai akhirnya harapan-harapan itu kesampaian. Setelah memasuki marga sanga, kalau bisa terbebas dari pengaruh kala angadang-adang, menurut lontar Sasangka Sarana, roh akan diantar ke pintu gerbang yang di jaga oleh tiga orang kala. Di sini kemudian roh akan di tanyakan tentang siapakah nama dari kala penjaga pintu tersebut? Kalau mengetahui namanya, barulah roh diijinkan untuk memasuki pintu gerbang. Nama dari kala penjaga pintu gerbang sebelah kanan adalah Dorakala yang sebelah kiri adalah Mahakala dan yang membukakan pintu adalah Suki Kiwa. Setelah berada didalam gerbang, disini roh akan ditanya lagi, siapakah nama ayah dan ibu rohani saat berada di kuburan, sapoke araning yayah babunta duk ring setra, lan sapo aran kita. Artinya siapakah nama ayah dan ibumu saat berada di kuburan,dan siapa namamu. Roh harus bisa menjawab untuk bisa memasuki tempat selanjutnya. Ibu bernama Sang Alot Tanpa Wadah dan ayah bernama Sang Tingkebing Rat. Sedangkan nama roh saat itu adalah sang Maruta. Setelah melalui pertanyaan tadi dan bisa menjawab, barulah roh diantar menuju pintu gerbang yang lebih di tengah lagi atau madya mandala. Pintu gerbang tersebut dijaga oleh Sang Gulingama di kanan dan Sang Uling Amepet disebelah kiri.

Menuju moksa menurut sasangka sarana - 5 -

Geriya Mas Kaleran Intaran Sanur.

-6-

Setelah melewatinya, roh sekarang berada pada ruang para leluhur atau Batara Batari kawitan. Di sana roh akan ditanyakan kembali siapakah nama ayah dan ibu, ditempat itu ayah bernama Sang Kumang Hangang, rupanya seperti bunga kalak, makananya sari-sari bumi. Sedangkan ibu bernama Kumbang Ahing, wujud bagaikan bunga kuranta, makananya kukusing bumi. Sedangkan nama roh saat itu adalah Sang Lor, makanannya luputing bumi. Setelah bisa menjawab semuanya si penanya baru mau mengakui bahwa roh tersebut merupakan sanak kadangnya dan berkata, Aduh anakku telah datang kehadapan kaki nini. Nah setelah diakui sebagai kadang, barulah roh di beri penjelasan, buyut laki-laki bernama Hyang Buyut, yang wanita bernama Hyang mami. Ketika mereka telah menjadi satu (manunggal) dalam kesatuanya, Ayah dan Ibu bergelar Bayu Wisesa, kakek sanghyang Jagat Wisesa, buyut sang Hyang Tunggal, canggar bernama Batara Panca Resi, wareng Batara Catur Loka Pala, dan si penanya adalah Sanghyang Tanpa Mangan. Mengetahui pengetahuan ini dan bisa menjawab semua pertanyaan di alam maya, maka roh tersebut dikatakan telah mencapai tingkatan sorga. Jadi, siapapun yang ingin masuk alam sorga, menurut Sasangka Sarana, harus menghapal uraian ini. Tingkatan Moksa dapat dicapai dengan memusatkan pikiran pada arda candra, (bentuknya seperti bulan sabit), setelah berada pada ruangnya, masuklah dan akan melihat windu nada (bentuknya seperti matahari), masuk lebih kedalam dari windu nada akan melihat panca brahma (lima nyala api kehidupan), masuk kepanca brahma akan melihat dasandrea (sepuluh dari rasa manusia atau sebab dari adanya keinginan), didalamnya lagi ada yang bernama pancadi suksma (lima cahaya hati nurani), didalamnya ada parama sunya (tempat kosong tanpa ada apapun), inti dari itu adalah acintya pada (tempat yang tak terpikirkan), mamasuki lebih dalam lagi akan berada pada ruang Siwa, teruslah memasukinya dan akan bertemu dengan lapisan Sada Siwa, lapisan yang lebih dalam adalah Parama siwa, lapisan dalamnya lagi adalah Atyanta Siwa,

Menuju moksa menurut sasangka sarana - 6 -

Geriya Mas Kaleran Intaran Sanur.

-7-

kemudian lapisan intinya adalah Nirmala Siwa. Setelah melalui itu, baru kita akan mencapai inti dari semuanya (inti didalam inti), bernama Buana Sarira. Sekarang roh telah siap dilepaskan dari dalam belenggu badan (sarira), biarkan roh mengikuti pusaranpusaran yang akan membentuk lobang dan mulai menarik dengan kekuatannya sendiri, itulah jalan Moksa. Lepaskanlah roh kalau anda menginginkan untuk Moksa, jika anda ingin kembali, jangan sampai melepaskan roh atau keluar melalui lobang siwaduara (ubun-ubun) atau pun urung-urung gading (lobang di tengah tulang belakang), tahan dan segera kembali pada tahapan-tahapan yang telah dilalui. Di dalam naskah Sasangka sarana, sama sekali tidak dijelaskan dimanakah letak dari Arda Candra, Windunada serta yang lainya dalam tubuh manusia (buana alit). Mungkinkah arda candra yang berbentuk bulan sabit tersebut ada hubungannya dengan Cakra Swadistana yang juga dilambangakan dengan bulan sabit, serta Cakra Manipura yang merupakan letak dari lima unsur api panca maha buta, yang dalam lontar sasangka sarana dikatakan sebagai panca brahma, kemudian bergerak naik menuju Cakra Ananta yang merupakan cakra pengatur dari kerja jantung, dimana dalam sasangka sarana di sebut dengan Dasandrea? Serta cakra wisuda yang dikatakan merupakan pengatur unsur terhalus dari panca maha buta, di sasangka sarana di istilahkan dengan pancadi suksma (lima cahaya hati nurani), Parama sunya sebagai tempat kosong tanpa ada apapun dan juga acintya pada sangat identik dengan keberadaan Cakra Wisuda ini, sebab ia berada di daerah kerongkongan dan merupakan rongga serta dapat dikatakan sebagi tempat kosong tanpa ada apapun. Uraian Sasangka Sarana tentang jalan moksa, memang sangat identik dengan keberadaan cakra-cakra dalam yoga. Di atas dari Cakra Wisuda ada Cakra Adnya yang dikatakan merupakan tempat dari Parama Siwa, Namun dalam sasangka sarana sebelum mencapai tempat dari Parama Siwa tersebut ada tempat Siwa dan Sada Siwa yang harus di lalui. Setelah menembus inti dari

Menuju moksa menurut sasangka sarana - 7 -

Geriya Mas Kaleran Intaran Sanur.

-8-

Parama Siwa ada lagi yang disebut dengan Atyanta Siwa dan Nirmala Siwa, setelah itu barulah mencapai Buana Sarira. Sedangkan kalau dalam tingkatan cakra, setelah melalui cakra adnya sampailah pada cakra sahasrara, cakra terakhir yang tempatnya paling diatas. Jika kita buatkan tabel urutanya akan menjadi seperti ini SASANGKA SARANA CAKRA MULADARA (daerah panggul) SWADISTANA (tga jari dibawah pusar) MANIPURA (pusar) ANAHATA (jantung) WISUDA (tenggorokan)

ARDA CANDRA WINDU NADA PANCCA BRAHMA DASANDREA PANCADI SUKSMA PARAMA SUNYYA ACINTYA PADA SIWA SADA SIWA PARAMA SIWA ATYANTA SIWA NIRMALA SIWA BUANA SARIRA

ADNYA (diantara kedua alis mata) SAHASRARA (empat jari diatas ubunubun)

Demikianlah penjabaran dari tahapan-tahapan menuju moksa menurut Sasangka Sarana. namun sayangnya, di dalam naskah sama sekali tidak di jelaskan secara sistematis tentang letak dari tahapan-tahapan perjalanan moksa tersebut, apakah sesuai dengan letak cakra, atau kita hanya mengkonsentrasikan bentuk-bentuk yang dijelaskan, kemudian secara langsung kita akan dituntun oleh bentuk tersebut menuju tahapan-tahapan berikutnya?. Ulasanya sangat sederhana tanpa adanya penjelasan yang terperinci, namun Patanjali pun sebagai seorang Yogi, dalam karyanya yang sangat populer berjudul Yoga Sutra, hanya memuat kalimat-kalimat pendek tanpa penjelasan apa-apa, kita dibiarkan meneliti secara teliti, serta mengamati hubungan kata perkata dan menafsirkan sendiri konsep dari yoga yang di tekuninya.

Menuju moksa menurut sasangka sarana - 8 -

Geriya Mas Kaleran Intaran Sanur.

-9-

Kalau kita pikirkan lebih mendalam, Arda Candra sepertinya bermakna diri yang masih belum sadar dengan cahaya keTuhanan yang masih terlihat beberapa persen saja (bentuk seperti bulan sabit), seperti sebuah cahaya yang terbias sedikit saja pada air yang sudah menjadi segelas kopi, kemudian dengan kesadaran yang semakin meningkat akan menuju kebentuk Windu nada (kesadaran penuh akan diri) dan dalam aksara letaknya memang di atas dari arda candra dalam posisi Om kara ngadeg (berdiri), berlambang bulat dan bercahaya penuh bagaikan matahari. Masuk ke panca brahma kita sepertinya dibawa kepada penyadaran akan tubuh dan alam ini terbentuk dari panca maha buta, panca = lima, sedangkan brahma = api/panas, bisa juga berarti penciptaan. Jadi terciptanya alam dijagat raya ini dan yang membentuk tubuh manusi, berasal dari unsur yang sama, hingga terwujudlah kesadaran akan yang lain adalah juga bagian dari dirinya di jagat raya ini, menimbulkan suatu perasaan, aku adalah kamu, kamu adalah aku (tat twam asi). Sedangkan Dasandrea kalau kita artikan berarti sepuluh indriya, dasa berarti sepuluh dan indriya adalah keinginan. Jadi dasandrea adalah sepuluh keinginan yang harus dikuasai oleh orang yang telah mengalami pencerahan agar tidak mengalami kemerosotan dan kembali di belenggu oleh keduniawian. Pancadi suksma kita identikan kedalam lima sifat utama yang harus selalu dilakukan oleh orang yang telah mengalami pencerahan. Paramasunya merupakan suatu keadan diamana telah tercapainya fase penarikan indriya-indriya menuju ketenangan dan tiadanya lagi keinginan, parama=maha dan sunya=sepi. Acintya Pada adalah, fasa pencapaian akan sesuatu keadaan yang tak terpikirkan, tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata, Acintya artinya tak terpikirkan dan Pada artinya ruang atau tempat, berarti juga alam (mercapada=alam manusia/dunia).

Menuju moksa menurut sasangka sarana - 9 -

Geriya Mas Kaleran Intaran Sanur.

- 10 -

Ruang Siwa merupakan suatu keadaan dimana sang Jiwa telah mencapai kesadaran Siwa. Kemudian berturut- turut ketahap kesadaran yang lebih tinggi, Sada Siwa, Parama Siwa, Atyanta Siwa dan Nirmala Siwa. Sedangkan Buana Sarira adalah menyatunya Sang Jiwa dengan Brahman yang tertinggi, dimana seisi jagat raya ini adalah juga merupakan badan wadag dari Sang Jiwa. Buana= alam/jagat raya sedangkan Sarira=tubuh, berarti tubuh jagat raya. Aham brahman aikyam, aku adalah jiwa alam semesta, disini moksa telah tercapai Jika memang benar telah mampu menemukan jalan Moksa dan telah mengalami kesadaran maha tinggi (Buana Sarira), krama tinggal menyiapkan waktu dan hari yang baik untuk kematian. Adapun waktu dan hari yang dikatakan baik oleh Sasangka Sarana adalah: saat turun hujan sekitar jam 10.30 kala matahari berada agak di utara. Pada saat matahari berada tepat di tengah-tenggah, waktu yang baik adalah sekitar jam 5.45, dan saat matahari terlihat agak di selatan, waktu yang baik juga sekitar jam 5.45. demikianlah konsep moksa dalam sasangka sarana, singkat kata, selamat mencobanya

Menuju moksa menurut sasangka sarana - 10 -

You might also like