You are on page 1of 2

Keuntungan selat malaka: Selat Malaka menghubungkan Samudera Hindia dengan Laut China Selatan dan menyediakan jalur

laut bagi sebagian besar perdagangan dunia. Selama bertahun-tahun, kapal tanker dan kapal curah memindahkan sejumlah besar minyak, batu bara, bijih besi, dan mineral ke pusat-pusat produksi di Asia Tenggara dan Asia Timur, sementara puluhan ribu arus kontainer di arah berlawanan memenuhi kebutuhan pasar konsumen di seluruh dunia. Setiap tahun, lebih dari 71.000 kapal melewati Selat Malaka untuk membawa beragam komoditas, mulai dari minyak mentah hingga produk jadi dari berbagai wilayah di dunia. Oleh karena itu, tak berlebihan bila Selat Malaka dianggap sebagai salah satu jalur laut paling sibuk sekaligus berfungsi sebagai arteri ekonomi dunia. Sebagai dampak dari tingginya volume serta padatnya jalur lalu lintas kapal tersebut, jumlah gangguan serius terhadap keselamatan pelayaran dan lingkungan hidup diperkirakan akan terus meningkat dan berdampak merugikan. Di lain pihak, ketidaknyamanan memutar jalur (rerouting) menghindari Selat Malaka juga akan berakibat kepada bertambahnya biaya pengiriman barang dan tentunya akan menyebabkan peningkatan harga komoditas. Biaya re-routing lalu lintas maritim, khususnya minyak oleh kapal tanker, sangat mahal. Sebagai contoh, biaya pengalihan rute kapal tanker Jepang dari Timur Tengah ke Selat Malaka menjadi Selat Lombok akan membebani industri minyak bumi Jepang sebanyak US$340 juta per tahun. Secara alamiah, Selat Malaka memiliki titik tersempit dengan lebar hanya 1,2 mil, yang terletak di dekat Batu Berhenti, dekat Selat Singapura. Hal tersebut menciptakan hambatan alam, dengan potensi tabrakan yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan laut. Itulah sebabnya, Selat Malaka dikategorikan sebagai chokepoint kritis perdagangan minyak dunia karena kuantitas besar minyak yang melaluinya ditambah dengan kondisi alamiah yang rawan, dan jumlah ini diperkirakan naik secara signifikan dalam beberapa dekade mendatang. Untuk merespons kondisi tersebut diatas, digagaslah berbagai kerja sama internasional di Selat yang pada difokuskan pada promosi keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan hidup. Dalam kerangka regional, ASEAN (Association of Southeast Asian Nation) telah membuat kerja sama maritim diatara mereka sebagai kerja sama fundamental untuk evolusi keamanan Komunitas ASEAN. Selain kerja sama dalam kerangka ASEAN, negara-negara pantai (litoral states) yakni Indonesia, Malaysia, dan Singapura, juga melakukan beberapa inisiatif untuk meningkatkan kerja sama maritim di Selat Malaka. Negosiasi dan kompromi telah mendorong terbentuknya sebuah rezim manajemen navigasi dan perlindungan lingkungan hidup di wilayah selat. Berdasarkan rangkaian dari beberapa pertemuan, pada tanggal 1820 September 2006 digagaslah usulan pembentukan sebuah mekanisme kerjasama di antara negara-negara pantai, yakni The Kuala Lumpur Meeting on the Straits of Malacca. Mekanisme ini dinilai penting untuk membina kerja sama antara dua pihak, yaitu negara pantai dengan negara pengguna (users)

untuk meningkatkan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan hidup di selat sekaligus menanamkan modal dasar upaya pengelolaan selat. Guna menindaklanjuti usulan pembentukan mekanisme kerjasama, diadakan pertemuan Singapore Meeting tanggal 46 September 2007 yang secara resmi meluncurkan mekanisme kerjasama. Mekanisme ini terdiri dari tiga komponen. Pertama, Co-operation Forum untuk dialog dan diskusi terbuka bagi negara-negara pengguna untuk bekerja sama dengan negara pantai. Kedua, Project Co-operation Committee untuk implementasi proyek kerja sama (ada enam proyek kerja sama) yang disponsori oleh negara-negara pengguna dan partisipasi pihak lain yang berkepentingan. Ketiga, pengaturan lanjut Aids to Navigation Fund sebagai wadah untuk menerima kontribusi finansial langsung untuk memperbaharui dan merawat bantuan terhadap navigasi. Jadi, dapat dikatakan bahwa mekanisme kerjasama menyediakan sebuah platform bagi negaranegara pantai, negara pengguna, dan stakeholders lainnya untuk berpartisipasi dalam usaha menjamin keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan hidup di jalur laut, tetapi tetap dalam kerangka kontribusi sukarela yang sesuai dengan status Selat Malaka yang menerapkan prinsip policing di kawasan selat. Namun dalam kelanjutannya, ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menyempurnakan mekanisme tersebut. Mekanisme kerjasama masih belum dapat dikatakan berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan karena belum memadainya kontribusi sukarela negara pengguna dan pihak yang berkepentingan. Situasi demikian memberi peringatan kepada semua pihak, khususnya negara pantai, untuk terus berupaya mencari cara agar kontribusi ini dapat ditingkatkan di masa depan, serta menuntut berbagai pihak untuk mencari solusi penyeimbangan antara resiko peningkatan lalu lintas kapal (vessel traffic) dan kontribusi negara pengguna (user states) dalam upaya pengelolaan keselamatan pelayaran dan lingkungan hidup di Selat Malaka.

You might also like