You are on page 1of 9

Kampung Adat Cikondang

Ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sosiologi Pertanian

Disusun Oleh:

Ida Hasian Ranny Tryani Ichsan Syah Putra Muhammad Fauzi

150510120094 150510120171 150510120181 150510120186

Agroteknologi E

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2012

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan hidayah-Nya sehingga kami menyelesaikan tugas mata kuliah Sosiologi Pertanian dengan judul Kampung Adat Cikondang Makalah ini berisi tentang Kampung Adat Cikondang, di dalam makalah ini kami menjelaskan tentang sejarah, adat istiadat serta keadaan penduduk Kampung Cikondang. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih atas semua pihak yang telah membantu terutama kepada ibu dosen Sosiologi Pertanian yang telah mengajarkan kepada kami mata kuliah Sosiologi Pertanian dalam menyusun makalah ini. Serta sumber-sumber pustaka baik yang berupa jurnal dan yang lainnya. Kritik dan saran yang bersifat membangun kami tunggu demi perbaikan makalah ini.

Jatinangor, Maret 2013

Anggota kelompok 7

Bab I Pembahasan

Sejarah Kampung Adat Cikondang


Menurut sejarahnya, di daerah ini terdapat seke (mata air) yang ditumbuhi pohon besar yang dinamakan Kondang. Oleh karena itu selanjutnya tempat ini dinamakan Cikondang atau kampung Cikondang. Nama itu perpaduan antara sumber air dan pohon Kondang. "Ci" berasal dari kependekan kata "cai" artinya air (sumber air), sedangkan "kondang" adalah nama pohon tersebut. Untuk menyatakan kapan dan siapa yang mendirikan kampung Cikondang sangat sulit untuk dipastikan. Namun, masyarakat meyakini bahwa karuhun (leluhur) mereka adalah salah seorang wali yang menyebarkan agama Islam di daerah tersebut. Mereka memanggilnya dengan sebutan Uyut Pameget dan Uyut Istri yang diyakini membawa berkah dan dapat ngauban (melindungi) anak cucunya. Bumi Adat diperkirakan telah berusia 200 tahun. Jadi, diperkirakan Uyut Pameget dan Uyut Istri mendirikan pemukiman di kampung Cikondang kurang Iebih pada awal abad ke-XIX atau sekitar tahun 1800.

Pada awalnya bangunan di Cikondang ini merupakan pemukiman dengan pola arsitektur tradisional seperti yang digunakan pada bangunan Bumi Adat. Konon tahun 1940-an terdapat kurang lebih enam puluh rumah. Sekitar tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan semua rumah kecuali Bumi Adat. Tidak diketahui apa yang menjadi penyebab kebakaran itu. Namun ada dugaan bahwa kampung Cikondang dulunya dijadikan persembunyian atau markas para pejuang yang berusaha membebaskan diri dari cengkeraman Belanda. Kemungkinan tempat itu diketahui Belanda dan dibumihanguskan, danhanya menyisakan satu rumah yang masih utuh.

Sampai sekarang terdapat lima kuncen yang memelihara Bumi Adat di Kampung Adat Cikondang yaitu : 1. Ma Empuh 2. Ma Akung 3. Ua Idil (Anom Idil) 4. Anom Rumya 5. Aki Emen.

Jabatan kuncen di Bumi Adat atau ketua adat kampung Cikondang memiliki pola pengangkatan yang khas. Ada beberapa syarat untuk menjadi kuncen Bumi Adat, yaitu harus memiliki ikatan darah atau masih keturunan leluhur Bumi Adat. la harus laki-laki dan dipilih berdasarkan wangsit, artinya anak seorang kuncen yang meninggal tidak secara otomatis diangkat untuk menggantikan ayahnya. Dia layak dan patut diangkat menjadi kuncen jika telah menerima wangsit. Biasanya nominasi sang anak untuk menjadi kuncen akan sirna jika pola pikirnya tidak sesuai dengan hukum adat leluhurnya.

Pergantian kuncen biasanya diawali dengan menghilangnya "cincin wulung" milik kuncen. Selanjutnya orang yang menemukannya dapat dipastikan menjadi ahli waris pengganti kuncen. Cincin wulung dapat dikatakan sebagai mahkota bagi para kuncen di Bumi Adat kampung Cikondang. Kuncen yang telah terpilih, dalam kehidupan sehari-hari diharuskan mengenakan pakaian adat Sunda, lengkap dengan iket (ikat kepala). Jabatan kuncen Bumi Adat mencakup pemangku adat, sesepuh masyarakat, dan pengantar bagi para pejiarah.

Hasil Penelitian dilihat dari Keadaan Penduduk 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah penduduk Kampung Adat Cikondang sekitar 2500 jiwa. Komposisi penduduk antara laki-laki dan perempuan lebih banyak penduduk laki-laki. 2. Agama Seluruh warga masyarakat Kampung Cikondang beragama Islam, namun dalam kehidupan sehari harinya masih mempercayai adanya roh-roh para leluhur yang disebut ilmu kerahayuan (keselamatan).

Masyarakat Kampung Adat Cikondang mempercayai hal-hal berikut ini: 1. Tidak boleh membangun rumah kearah selatan. Pernyataan ini merupakan suatu ungkapan yang artinya kita tidak boleh hidup saling berjauhan dengan yang lainnya dan kita harus bisa mengatur diri kita sendiri sebelum diatur oleh orang lain. 2. Tidak boleh buang air kecil menghadap selatan, artinya disebabkan disebelah selatan terdapat tempat kesucian yang tidak boleh dikotori. Tidak boleh membuang air kecil sembarangan dan harus tepat menghadap utara. 3. Tidak boleh menebang kayu dikarangan keramat, artinya tidak boleh menebang dan memotong kayu diwilayah karangan keramat, selama masih bisa menebang kayu

dihutan. Seharusnya bisa menanam sendiri jangan mau diwariskan sebelum meninggal. 4. Tidak boleh berhubungan dengan orang kafir, artinya waktu zaman Belanda menjajah tidak boleh berikatan dengan orang kafir dan tidak boleh kenal dengan orang yang dengki tetapi kita harus mengendalikan diri.

3.

Sosial dan kemasyarakatan Kehidupan sosial Kampung Adat Cikondang pada umumnya bersifatopen social

stratification yang dapat diartikan juga terbuka dan dapat menerima kehadiran orang lain atau orang dari luar kehidupannya sehari-hari.

Sistem kekerabatannya juga hampir sama dengan masyarakat Pulau Jawa pada umumnya. Yaitu menganut sistem kekerabatan Bilateral. Sistem kekerabatan ini didasarkan pada garis keturunan ayah dan ibu.

4.

Seni Budaya

Kesenian Pada wuku tahun terdapat Seni Buhun tarawangsa dengan instrument suara Rebab dan Kecapi perahu. Lagunya berupa "pamapag bandung, panimbang, Panyaresehan, dengkleung dan pangjajap". Wuku Taun ada tiga macam, yaitu : 1. Wuku Taun di masing-masing rumah dan yang luas dalam mengolah

sawahnya, dalam memasukan padi ke lumbung memakai seni buhun tarawangsa. 2. Wuku Taun di masing-masing rumah dan yang luas dalam mengolah

sawahnya, tidak memakai seni tarawangsa. 3. Wuku Taun di keramat yaitu untuk umum bagi mereka yang tidak

mempunyai sawah. Tidak memakai seni tarawangsa.

5.

Sistem Pertanian

Di Kampung Cikondang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Karena Kampung Cikondang terletak di lereng gunung maka sangat cocok untuk lahan pertanian. Biasanya tanaman yang ditanam berupa tanaman palawija namun ada juga beberapa lahan yang ditanami cengkeh. Selain itu penduduk juga menanam sebagian lahannya dengan kopi dan hasil panennya mereka olah sendiri yang kemudian mereka jual. Tetapi kopi bukan penghasilan utama penduduk Kampung Cikondang, mereka lebih mengandalkan penghasilannya dari menanam palawija.

Bab II Kesimpulan

Kampung Adat Cikondang Terletak di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Menurut kuncen Kampung Cikondang, konon mulanya di daerah ini ada seke (mata air) yang ditumbuhi pohon besar yang dinamakan Kondang. Oleh karena itu selanjutnya tempat ini dinamakan Cikondang atau kampung Cikondang. Nama itu perpaduan antara sumber air dan pohon Kondang; "ci' berasal dari kependekan kata "cai' artinya air (sumber air), sedangkan "kondang' adalah nama pohon tadi. Pada tahun 1940-an bangunan di Cikondang ini terdapat kurang lebih 60 rumah. Sekitar tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan semua rumah kecuali Bumi Adat. Di Kampung Adat Cikondang ini penduduknya masih mematuhi aturan-aturan nenek moyangnya. Kampong Cikondang memiliki beberapa kesenian-kesenian. Dan pada setiap waktuwaktu tertentu para penduduknya melakukan upacara adat. Mata pencaharian penduduk mayoritas adalah petani.

Daftar Pustaka
Dasyah, Ilin : 2006. Situs Cagar Budaya Rumah Adat Kisunda Kampung Cikondang: BANDUNG. http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=24&lang=id

Lampiran-lampiran

Foto yang berhubungan dengan tema kegiatan.

You might also like