You are on page 1of 15

TEKNOLOGI BATU BARA

Jenis-Jenis Teknologi Proses Gasifier Batubara 1. Fungsi Gasifikasi Gasifikasi adalah suatu teknologi proses yang mengubah batubara dari bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas. Berbeda dengan pembakaran batubara, gasifikasi adalah proses pemecahan rantai karbon batubara ke bentuk unsur atau senyawa kimia lain. Secara sederhana, batubara dimasukkan ke dalam reaktor dan sedikit dibakar hingga menghasilkan panas. Sejumlah udara atau oksigen dipompakan dan pembakaran dikontrol dengan uap agar sebagian besar batubara terpanaskan hingga molekul-molekul karbon pada batubara terpecah dan dirubah menjadi coal gas. Coal Gas merupakan campuran gas-gas hidrogen, karbon monoksida, nitrogen serta unsur gas lainnya. Gasifikasi batubara merupakan teknologi terbaik serta paling bersih dalam mengkonversi batubara menjadi gas-gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik. Teknologi IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle) merupakan salah satu teknologi batubara bersih yang sekarang di kembangkan. Istilah IGCC ini merupakan istilah yang paling banyak digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi batubara terintegrasi. Meskipun demikian masih ada beberapa istilah yang digunakan yaitu ICGCC (Integrated Coal Gasification Combined Cycle) dan CGCC (Coal Gasification Combined Cycle) yang sama artinya. Dalam makalah ini untuk selanjutnya akan digunakan istilah IGCC. Komponen utama dalam riset IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi batubara. Proses gasifikasi ini melalui beberapa proses kimia dalam reaktor gasifikasi (gasifier). Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis yaitu batubara yang telah dihancurkan dalam ukuran + 20 mm 100 mm diumpankan ke dalam reaktor dan akan mengalami proses pembakaran yang dikontrol oleh steam dan angin sehingga tidak terbentuk api tetapi bara. Kecuali bahan pengotor, batubara bersama-sama dengan oksigen dikonversikan menjadi hidrogen, karbon monoksida, methana, CO2, H2, N2. IGCC merupakan perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan uap. Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan nitrogen. Sulfur yang masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk NH3 lebih mudah dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida dalam gas buang. Kemudian gas yang sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.

Teknologi IGCC ini mempunyai kelebihan yaitu dalam hal bahan bakar : tidak ada pembatas untuk tipe, ukuran dan kandungan abu dari batubara yang digunakan. Dalam hal lingkungan : emisi SO2, NOX, CO2 serta debu dapat dikurangi tanpa penambahan peralatan tambahan seperti de-SOX dan de-NOX dan juga limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan juga berkurang. Disamping itu pembangkit listrik IGCC mempunyai produk sampingan yang merupakan komoditi yang mempunyai nilai jual seperti : sulfur, tar (light oil). Efisiensi pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi IGCC ini berkisar antara 38 - 45 % dan yang lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara konvensional. Hal ini dimungkinkan dengan adanya proses gasifikasi sehingga energi yang terkandung dalam batubara dapat digunakan secara efektif dan digunakannya HRSG untuk membentuk suatu daur kombinasi antara turbin gas dan turbin uap. Penggunaan IGCC sangat menguntungkan karena pada pembangkit konvensional memerlukan sistem scrubbing gas yang besar untuk membersihkan sulphur pada gas buang. Sebagian besar proses gasifikasi memerlukan batubara relatif kering yaitu kurang dari 15% kelembaban. Jika kelembaban tinggi, efisiensi akan rendah. Sehingga perlu untuk mengeringkan batubara dan mengumpankan kedalam gasifikator dalam butiran dengan ukuran + 20 mm 100 mm. Coal gasifier tidak mengeluarkan polutan hingga ramah lingkungan. Instalasi peralatan tidak membutuhkan ruang yang luas, penggunaan air sebagai pendingin terbatas, dan biaya operasional dalam jangka panjang akan rendah. Coal gasifier sangat cocok untuk industri / pabrik skala menengah hingga besar yang memiliki ruang terbatas serta dekat dengan pemukiman. Kecuali menghasilkan coal gas, mineral pada batubara yang tidak terbakar akan tertampung dibagian bawah reaktor sebagai slag serta material padatan lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan. Hanya sebagian kecil fraksi mineral yang ikut terbakar dan membentuk debu yang akan dipisahkan dengan dust cyclone. Sulfur pada batubara yang terkonversi menjadi H2S akan diekstrak menjadi belerang murni yang bernilai jual tinggi. Tar yang merupakan by-product dari pemutusan rantai karbon akan dipisahkan menggunakan electric tar separator dan dapat dimanfaatkan sebagai minyak bakar. Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi. Pada proses gasifikasi ada suatu proses juga yang tidak kalah pentingnya adalah proses desulfurisasi yang mana sebagai penghilang hidrogen sulfurisasi yang merupakan gas beracun. Pada gasifier jenis tipe gasifikasi unggun tetap (fixed bed gasification), kontak yang terjadi saat pencampuran antara gas dan padatan sangat kuat sehingga perbedaan zona pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi tidak dapat dibedakan. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang berlangsung pada gasifier jenis ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur masing-masing proses, yaitu:

Pengeringan: T > 150 C Pirolisis/Devolatilisasi: 150 < T < 550 C Oksidasi: 70 < T < 550 C Reduksi: 50 < T < 120 C Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik). Pada pengeringan, kandungan air pada bahan bakar padat diuapkan oleh panas yang diserap dari proses oksidasi. Pada pirolisis, pemisahan volatile matters (uap air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang atau padatan karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi. Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil pembakaran menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik. 2. Proses Gasifikasi Pirolisis Pirolisis atau devolatilisasi disebut juga sebagai gasifikasi parsial. Suatu rangkaian proses fisik dan kimia terjadi selama proses pirolisis yang dimulai secara lambat pada T < 100 C dan terjadi secara cepat pada T > 200 C. Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi temperatur, tekanan, dan komposisi gas selama pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 230 C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal, seperti volatile matters pada batubara, pecah dan menguap bersamaan dengan komponen lainnya. Produk cair yang menguap mengandung tar dan PAH (polyaromatic hydrocarbon). Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar, dan arang. \ Oksidasi Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang terjadi di dalam gasifier. Proses ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi endotermik. Oksigen yang dipasok ke dalam gasifier bereaksi dengan substansi yang mudah terbakar. Hasil reaksi tersebut adalah CO2 dan H2O yang secara berurutan direduksi ketika kontak dengan arang yang diproduksi pada pirolisis. Reaksi yang terjadi pada proses pembakaran adalah: C + O2 CO2 + 393.77 kJ/mol karbon Reaksi pembakaran lain yang berlangsung adalah oksidasi hidrogen yang terkandung dalam bahan bakar. Reaksi yang terjadi adalah: H2 + O2 H2O + 742 kJ/mol H2 Reduksi (Gasifikasi) Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang disokong oleh panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran. Produk yang dihasilkan pada

proses ini adalah gas bakar, seperti H2, CO, dan CH4. Reaksi berikut ini merupakan empat reaksi yang umum telibat pada gasifikasi. o Water-gas reaction Water-gas reaction merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh steam yang dapat berasal dari bahan bakar padat itu sendiri (hasil pirolisis) maupun dari sumber yang berbeda, seperti uap air yang dicampur dengan udara dan uap yang diproduksi dari penguapan air. Reaksi yang terjadi pada water-gas reaction adalah: C + H2O H2 + CO 131.38 kJ/kg mol karbon Pada beberapa gasifier, steam dipasok sebagai medium penggasifikasi dengan atau tanpa udara/oksigen. o Boudouard reaction Boudouard reaction merupakan reaksi antara karbondioksida yang terdapat di dalam gasifier dengan arang untuk menghasilkan CO. Reaksi yang terjadi pada Boudouard reaction adalah: CO2 + C 2CO 172.58 kJ/mol karbon o Shift conversion Shift conversion merupakan reaksi reduksi karbonmonoksida oleh steam untuk memproduksi hidrogen. Reaksi ini dikenal sebagai water-gas shift yang menghasilkan peningkatan perbandingan hidrogen terhadap karbonmonoksida pada gas produser. Reaksi ini digunakan pada pembuatan gas CO. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CO + H2O CO2 + H2 41.98 kJ/mol o Methanation Methanation merupakan reaksi pembentukan gas metan. Reaksi yang terjadi pada methanation adalah: C + 2H2 CH4 + 74.90 kJ/mol karbon Pembentukan metan dipilih terutama ketika produk gasifikasi akan digunakan sebagai bahan baku indsutri kimia. Reaksi ini juga dipilih pada aplikasi IGCC (Integrated Gasification Combined-Cycle) yang mengacu pada nilai kalor metan yang tinggi. 3. Proses Desulfurisasi Signifikansi Desulfurisasi

Sulfur dalam gasifikator terdiri dari abio-sulfur dan sulfur organik, dimana hidrogen sulfurisasi (H2S) merupakan bagian yang dominan. Desulfurisasi gas batubara adalah untuk menghilangkan hidrogen sulfurisasi yang merupakan gas beracun. Gas batubara mengandung gas caustic seperti H2S, CO2 yang cenderung mengikis dan merusak peralatan bersama-sama dengan air (H2O) dan menyebabkan kebocoran gas batubara, menimbulkan pencemaran di atmosfir atau bahkan menimbulkan ledakan yang merusak lingkungan dan melukai pekerja. Karena itu, desulfurisasi sangat penting artinya. Deskripsi Proses Desulfurisasi Gas batubara mengandung H2S masuk ke menara desulfurisasi melalui dasar dan di dalam lapisan paking bereaksi dengan cairan tandus desulfurisasi yang disemprotkan dari puncak menara, yang menyerap H2S. Gas hasil pemurnian dilepaskan dari puncak menara dan membuang air melalui alat penangkap tetesan, dan kemudian dikirim ke perbengkelan untuk digunakan. Cairan yang disemprotkan dari puncak yang menyerap hidrogen sulfurisasi mengalir ke dalam saluran air yang kaya cairan melalui pompa regeneratif untuk memisahkan sulfur dan dikirim ke saluran air semburan dan reneneratif untuk bereaksi dengan udara. Setelah cairan teroksidasi dan mengalami regenerasi, cairan mengalir ke dalam saluran air dengan cairan gundul melalui alat pengatur posisi cairan dan digerakkan ke menara desulfurisasi melalui pompa desulfurisasi, yang melanjutkan proses desulfurisasi. Dalam waktu yang bersamaan, busa sulfur yang dihasilkan pada saluran air semburan dan regenatif disaring dan cream sulfur dihasilkan. Prinsip Reaksi Pada Proses Desulfurisasi Bahan gas berkontak dengan counter cairan desulfurisasi, H2S bereaksi dengan cairan Na2CO3 dan terserap H2S + Na2CO3 = NaHS + NaHCO3 Dalam saluran air reaksi, HS teroksidasi menjadi substansi sulfur sederhana oleh ion logam berharga tinggi NaHS + NaHCO3 + 2 NaVO3 = S + Na2v2o3 + H2O Dalam saat itu, ion logam berharga rendah yang dihasilkan segera dioksidasi substansi quinone menjadi ion logam berharga tinggi Na2V2O3 + Q Na2CO3 + H2O 2NaVO3 + HQ Pada saluran air pancar dan regeneratif, substansi phenol teroksidasi menjadi substansi oleh udara 2HQ + I / 2O2 = 2Q + H2O

Proses reaksi terus berlangsung, dan karenanya gas terdesulfurisasi dan termurnikan Jenis-jenis Teknologi Proses Briket Batubara Briket Batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari Batubara dengan sedikit campuran seperti tanah liat dan tapioka. Briket Batubara mampu menggantikan sebagian dari kegunaan Minyak Tanah sepeti untuk : Pengolahan Makanan, Pengeringan, Pembakaran dan Pemanasan. Bahan baku utama Briket Batubara adalah Batubara yang sumbernya berlimpah di Indonesia dan mempunyai cadangan untuk selama lebih kurang 150 tahun. Teknologi pembuatan Briket tidaklah terlalu rumit dan dapat dikembangkan oleh masyarakat maupun pihak swasta dalam waktu singkat. Sebetulnya di Indonesia telah mengembangkan Briket Batubara sejak tahun 1994 namun tidak dapat berkembang dengan baik mengingat Minyak Tanah masih disubsidi sehingga harganya masih sangat murah, sehingga masyarakat lebih memilih Minyak Tanah untuk bahan bakar sehari-hari. Namun dengan kenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005, mau tidak mau masyasrakat harus berpaling pada bahan bakar alternatif yang lebih murah seperti Briket Batubara. Jenis Briket Batubara 1. Jenis Berkarbonisasi (super), jenis ini mengalami terlebih dahulu proses dikarbonisasi sebelum menjadi Briket. Dengan proses karbonisasi zat-zat terbang yang terkandung dalam Briket Batubara tersebut diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau an berasap, namun biaya produksi menjadi meningkat karena pada Batubara tersebut terjadi rendemen sebesar 50%. Briket ini cocok untuk digunakan untuk keperluan rumah tangga serta lebih aman dalam penggunaannya. 2. Jenis Non Karbonisasi (biasa), jenis yang ini tidak mengalamai dikarbonisasi sebelum diproses menjadi Briket dan harganyapun lebih murah. Karena zat terbangnya masih terkandung dalam Briket Batubara maka pada penggunaannya lebih baik menggunakan tungku (bukan kompor) sehingga akan menghasilkan pembakaran yang sempurna dimana seluruh zat terbang yang muncul dari Briket akan habis terbakar oleh lidah api dipermukaan tungku. Briket ini umumnya digunakan untuk industri kecil. Produsen terbesar Briket Batubara di Indonesia saat ini adalah PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), atau PT. BA yang mempunyai 3 pabrik yaitu di Tanjung Enim Sumatera Selatan, Bandar Lampung dan Gresik Jawa Timur dengan kapasitas terpasang 115.000 ton per tahun. Disamping PT. BA terdapat beberpa perusahaan swasta lain yang meproduksi Briket Batubara namun jumlahnya jauh lebih kecil dibanding PT. BA dan belum berproduksi secara kontinyu. Dengan adanya kenaikan BBM khususnya Minyak Tanah dan Solar, tentunya penggunaan Briket Batubara oleh kalangan rumah tangga maupun industri kecil/menengah akan lebih ekonomis dan menguntungkan, namun demikian kemampuan produksi dari PT. BA. masih sangat kecil, untuk mengatasi kekurangan tersebut diharapkan partisipasi serta

keikutsertaan pihak swasta untuk memproduksi dan mensosialisasikan penggunaan Briket Batubara disetiap daerah. Keunggulan Briket Batubara

Lebih murah Panas yang tinggi dan kontinyu sehingga sangat baik untk pembakaran yang lama Tidak beresiko meledak/terbakar Tidak mengeluarkan sauara bising serta tidak berjelaga Sumber Batubara berlimpah

Teknologi pembuatan briket batubara dari batubara bubuk yang dapat menimbulkan kesulitan pada waktu pengangkutan ternyata sudah banyak dilakukan dibeberapa negara. Hal yang mendorong pemanfaatan briket untuk masyarakat dan industry kecil Indonesia antara lain : 1. Potensi batubara Indonesia yang sangat besar 2. Penduduk Indonesia sebagian besar tinggal di pedesaan 3. Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana, dengan investasi yang rendah 4. Batubara Indonesia mudah pecah dan bernilai kalori tinggi 5. Memanfaatkan batubara bubuk yang tidak dipakai sukar ditransport, menjadi lebih bermanfaat 6. Adanya endapan batubara dengan cadangan terbatas (10 juta ton) yang dapat dimanfaatkan secara skala kecil untuk daerah sekitarnya 7. Kebijaksanaan pemerintah untuk mengurangi pemakaian minyak dan kayu bakar Teknik Pembriketan Batubara a. Sifat briket yang baik 1. Tidak berasap dan tidak berbau pada saat pembakaran 2. Mempunyai kekuatan tertentu sehingga tidak mudah pecah waktu diangkat dan dipindah-pindah 3. Mempunyai suhu pembakaran yang tetap ( 3500C) dalam jangka waktu yang cukup panjang (8-10 jam) 4. Setelah pembakaran masih mempunyai kekuatan tertentu sehingga mudah untuk dikeluarkan dari dalam tungku masak 5. Gas hasil pembakaran tidak mengandung gas karbon monoksida yang tinggi b. Jenis briket Dikenal 2 jenis briket yaitu : 1. Type yontan (silinder) untuk keperluan rumah tangga Type ini lebih dikenal dan popular, disebut dengan yontan, suatu nama local berbentuk silinder dengan garis tengah 150 mm, tinggi 142 mm, berat 3,5 kg dan mempunyai lubang-lubang sebanyak 22 lubang 2. Type egg (telor) untuk keperluan industry dan rumah tangga

Type ini juga dipergunakan untuk bahan bakar industry kecil seperti untuk pembakaran kapur, bata, genteng, gerabah, pandai besi dan sebagainya, tetapi juga untuk keperluan rumah tangga. Jenis ini mempunyai lebar 32-39 mm panjang 46-58 mm dan tebal 20-24 m c. Teknis pembuatan Proses pembuatan briket yontan cukup sederhana. Batubara bubuk ( 5 mm) diberi air (10%) ditekan dengan mesin tekan pembriketan pada tekanan 120 kg/cm2 sehingga diperoleh briket. Untuk type telor perlu ditambah molasses (7%) dan diroll pada mesin briket type rol d. Parameter dalam pembuatan briket Beberapa parameter dalam pembuatan briket antara lain sebagai berikut : 1. Ukuran butir batubara 2. Tekanan mesin pada waktu pembriketan 3. Kadar air yang terkandung dalam batubara Beberapa pengalaman, briket dengan kuat tekan > 6 kg/cm2 cukup kuat dan tidak mudah pecah pada saat dibawa, diangkut dan diangkat e. Karakteristik pembakaran Sifat pembakaran adalah sangat penting disamping tergantung dari sifat batubaranya. Karakteristik pembakaran briket ini (lama dan suhu pembakaran) tergantung pula dari besarnya udara yang terbakar (air supply) dan nilai kalori batubaranya. Makin besar udara yang ikut terbakar makin pendek lama pembakaran briket dan makin tinggi nilai kalori batubara yang dibuat briket makin lama waktu pembakaran. Makin besar udara yang diberikan (dengan membuka udara kompor masak) makin pendek waktu pembakaran briket walaupun diperoleh suhu maksimum yang lebih tinggi. Pembuatan Briket Dari Batubara Contoh batubara digerus sampai ukuran 5 mm, selanjutnya ditambah lempung (20%) sebagai bahan pengikat dan air 10%. Analisa batubara contoh sebagai berikut : Table analisa kimia batubara contoh korea Sifat Atom fixed carbon nilai kalor S (belerang) Moisture volatile matter Kelas Contoh 8,19 50,24 7160 0,47 1,91 39,66 subbitumine Korea 39,5 53,70 4570 0,29 3,70 3,20 antrasit

Penambahan lempung dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dan besarnya relative didekatkan dengan kadar ash dan briket yontan korea a. Kuat tekan Dari hasil penekanan dengan mesin pembriketan yang sama diperoleh data sebagai berikut : Bahan PengikatKuat Tekan Lempung (kg/cm2 20% 7,5 30% 10,2 Hasil yang diperoleh memberikan data bahwa kuat tekan berikut adalah cukup baik (> 6 kg/cm2) b. Karakteristik pembakaran Dari hasil pembakaran diperoleh data sebagai berikut : 1. Berasap cukup banyak dan berbau tajam 2. Suhu pembakaran tertinggi sedikit lebih tinggi daripada briket korea yaitu 6500C 7000C (briket korea 6000C 3. Lama waktu pembakaran pada suhu 3500C ternyata jauh lebih pendek 2,5 jam, sedang briket korea 8 jam. Dengan mengatur pipa bukaan udara lebih kecil diharapkan waktu pembakaran lebih panjang. Catatan : penambahan lempung dapat menyerap bau tar dan mempertinggi kualitas briket walaupun dapat mengurangi nilai kalornya.Sebaiknya dipergunakan batubara dengan ash tinggi c. Meniadakan asap dan bau Percobaan untuk mengurangi/meniadakan asap dan bau dari briket batubara telah dilakukan dengan mengurangi volatile matter. Hal ini dapat ditempuh dengan melakukan karbonisasi terhadap batubara pada suhu rendah dan ternyata berhasil baik. Hanya masalah lama waktu pembakaran dari briket batubara ini masih relative lebih pendek yaitu sekitar 4 jam.

Proses Pembuatan Briket Batubara

Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi (Tipe Biasa)

Proses Pembuatan Briket Batubara Karbonisasi (Tipe Super)

Pemanfaatan Briket Dari Batubara Bahan Bakar Alternatif Akhir-akhir ini harga baha bakar minyak dunia meningkat pesat yang berdampak pada meningkatnya harga jual bahan bakar minyak termasuk Minyak Tanah di Indonesia. Minyak Tanah di Indonesia yang selama ini di subsidi menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah Indonesia karena nilai subsidinya meningkat pesat menjadi lebih dari 49 trilun rupiah per tahun dengan penggunaan lebih kurang 10 juta kilo liter per tahun. Untuk mengurangi beban subsidi tersebut maka pemerintah berusaha mengurangi subsidi yang ada dialihkan menjadi subsidi langsung kepada masyarakat miskin. Namun untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM dalam hal ini Minyak Tanah diperlukan bahan bakar alternatif yang murah dan mudah didapat. Briket Batubara merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari Batubara, bahan bakar padat ini murupakan bahan bakar alternatif atau merupakan pengganti Minyak Tanah yang paling murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara masal dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi dan peralatan yang digunakan relatif sederhana. Perbandingan Pemakaian Minyak Tanah dengan Briket Penggunaan Minyak Tanah Briket Rumah tangga Rp. 9000/hari Rp. 5400/hari 3 ltr/hari Warung Makan Rp. 30.000/hari Rp. 18.000/hari 10 ltr/hari Industri Kecil Rp. 75.000/hari 45.000/hari 25 ltr/hari Industri Menengah Rp. Rp. 1000 ltr/hari 2.000.000/hari 1.502.450/hari Penghematan Rp. 3600/hari Rp. 12.000/hari Rp. 30.000/hari Rp. 497.550/hari

Parameter Antara Minyak Tanah dan Briket Parameter Minyak Tanah Nilai Kalori 9.000 kkal/ltr Ekivalen 1 ltr Biaya Rp. 2.800 Briket 5.400 kkal/kg 1,60 kg Rp. 1.300

Kompor/Tungku Briket Batubara Penggunaan Briket Batubara harus dibarengi serta disiapkan Kompor atau Tungku, jenis dan ukuran Kompor harus disesuaikan dengan kebutuhan. Pada prinsipnya Kompor/Tungku terdidri atas 2 jenis : 1. Tungku/Kompor portabel, jenis ini pada umumnya memuat briket antara 1 s/d 8 kg serta dapat dipindah-pindahkan. Jenis ini digunakan untuk keperluan rumah tangga atau rumah makan. 2. Tungku/Kompor Permanen, memuat lebih dari 8 kg briket dibuat secara permanen. Jenis ini dipergunakan untuk industri kecil/menengah. Persyaratan Kompor/tungku harus memiliki :

Ada ruang bakar untuk briket Adanya aliran udara (oksigen) dari lubang bawah menuju lubang atas dengan melewati ruang bakar briket yang terdiri dari aliran udara primer dan sekunder Ada ruang untuk menampung abu briket yang terletak di bawah ruang bakar briket

Jenis-jenis Teknologi Proses Liquifaksi Batubara Berdasarkan perbandingan karakteristik fisika dan kimia, untuk mengkonversi batubara menjadi bahan bakar cair sintesis terdapat 4 (empat) hal yang harus diperhatikan: a. Struktur molekul batubara dengan berat molekul yang tinggi harus dirusak sehingga menjadi molekul kecil. Hal ini mungkin dilakukan dengan tiga proses kimia yaitu: Pirolisa (thermal decomposition) Perengkahan (cracking) dan Hidrogenasi (hydrogenation) Oksidasi sebagian atau seluruhnya. b. Kandungan hidrogen harus ditingkatkan sehingga rasio H/C juga meningkat, yang dilakukan melalui: Menambahkan hidrogen Merejeksi karbon c. Kandungan hetereatom harus dikurangi. Hal ini mungkin dengan cara hidrogenasi dimana oksigen, nitrogen dan sulfur akan diubah menjadi air, ammonia dan H2S d. Mineral matter harus diambil. Hal ini menentukan konversi batubara menjadi fluida: liquid atau gas . Untuk mengkonversi batubara menjadi bahan bakar cair terdapat 3 macam proses yaitu : Likuifaksi Langsung Likuifaksi Tak Langsung Karbonisasi dan Pirolisa The chemical industry and the refinery industry applied gasification in the 1960s and 1980s, respectively, for feedstock preparation. In the past 10 to 15 years, it has started to be used by the power industry in Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC) plants.

Sejarah Gasifikasi Batubara


Gasifikasi batubara, konversi kimia batubara menjadi gas, pertama kali digunakan untuk menghasilkan gas untuk kerperluan penerangan dan panas di AS dan Inggris pada awal abad ke-19. Sebelum penemuan gas alam", gas batubara merupakan bahan bakar pilihan bagi penerangan kota di seluruh Amerika Serikat dan Eropa. Pada waktu gas alam ditemukan dalam jumlah berlimpah, gas batubara dengan cepat ditinggalkan pada akhir abad ke-19. Krisis energi pada tahun 70-an menyebabkan kebangkitan arti pentingnya gas batubara sebagai alternatif energi. Sebuah upaya masif mulai dilakukan untuk mengkomersilkan teknologi ini pada skala besar untuk energi bersih dan produksi bahan baku kimia. Cadangan batubara yang melimpah di Amerika Serikat dan negara-negara lain merupakan tantangan bagi para insinyur mengenai bagaimana cara memanfaatkan cadangan bahan bakar fosil dengan jalan yang tidak menyebabkan kerusakan lingkungan sebagaimana metode pembakaran batubara tradisional. Beberapa dekade penelitian dan pengembangan telah menghasilkan teknologi yang dewasa ini sedang 'digalakkan', pembangkit yang lebih besar dan lebih maju terus dibangun, memungkinkan perbaikan proses lebih lanjut. Di seluruh dunia terdapat 62 unit gasifikasi

batubara dan 24 dalam tahap perencanaan operasional. Biaya unit konstruksi pembangkit ini agak lebih tinggi dari unit PC (pulverized coal) dan kemungkinan akan menjadi setara dalam waktu dekat dengan semakin banyaknya unit yang dibangun dan munculnya desain standar. Cara Kerja Gasifikasi Batubara Unit gasifikasi batubara membakar batubara dengan oksigen murni dan uap untuk menghasilkan gas sintetis atau 'syngas', berupa campuran karbon dioksida, hidrogen dan karbon monoksida. Syngas dibakar di turbin gas alam konvensional untuk menghasilkan energi listrik dengan menggunakan turbin gas efisiensi tinggi yang direkayasa untuk menghilangkan jelaga dan meminimalkan pembentukan nitrogen oksida (NOx), pemicu ozon tanah dan hujan asam. Gasifikasi batubara untuk pembangkit tenaga listrik memungkinkan penggunaan teknologi pembakaran modern yang umum di pembangkit listrik gas alam, teknologi combined cycle menghasilkan lebih banyak energi dari pembakaran bahan bakar. Dalam pembangkit combined cycle, gas yang dibakar dalam sebuah turbin akan menghasilkan listrik, kemudian uap yang dihasilkan dari panas buangan digunakan untuk menggerakkan generator kedua. Metode ini mencapai efisiensi 45-50% dibandingkan dengan pembangkit listrik tradisional yang hanya menggunakan satu siklus untuk menghasilkan listrik dengan hanya 35% efisiensi.

IGCC Puertollano, Spanyol, 315 MW

Unit gasifikasi batubara menawarkan fleksibilitas yang unik; syngas juga dapat dikonversi secara kimia menjadi bahan bakar cair untuk digunakan pada alat transportasi (batubara cair). Atau hidrogen dapat dimurnikan dari syngas untuk menghasilkan bahan bakar hidrogen. Pembangkit listrik IGCC dapat digunakan untuk produksi tenaga listrik pada saat permintaan puncak dan kemudian bergeser ke produksi bahan bakar cair di malam hari. Keuntungan Bagi Lingkungan Masalah yang melekat dalam pembakaran batubara sudah umum diketahui - dari partikulat hingga hujan asam yang disebabkan oleh batubara belerang tinggi, polusi merkuri, belum lagi pelepasan CO2, dan masalah lingkungan pada pertambangan. Pembakaran batubara menggunakan mode apapun adalah proses yang kotor, dan mencoba untuk menghilangkan polutan dari gas buang merupakan tindakan yang harus dilakukan. Salah satu keuntungan utama bagi lingkungan dari gasifikasi batubara adalah kesempatan untuk menghilangkan kotoran seperti belerang dan merkuri dan jelaga sebelum membakar bahan bakar, dengan menggunakan teknik kimia yang tersedia. Selain itu, abu yang dihasilkan berada dalam keadaan vitreous atauglasslike yang dapat didaur ulang sebagai agregat beton, tidak seperti pembangkit PC yang menghasilkan abu yang harus dikubur, berpotensi mencemari air tanah. Efisiensi yang meningkat dengan penerapan combined cycle menghasilkan penurunan 50% emisi CO2 pada pembangkit tenaga listrik, dibandingkan dengan pembangkit batubara konvensional. Sebagai teknologi yang dibutuhkan untuk mengembangkan metode ekonomis

penyerapan karbon- penghapusan CO2 guna mencegah rilis ke atmosfer- unit gasifikasi batubara dapat dimodifikasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim karena sebagian besar CO2 yang dihasilkan dapat dipisahkan dari syngas sebelum pembakaran.

You might also like