You are on page 1of 4

Perencanaan Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan Kawasan Ringkasan Materi

Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau bantaran sungai. Sesuai dengan definisinya, tujuan utama dari reklamasi pantai adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk pembangunan kawasan permukiman, perindustrian, bisnis, pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, serta objek wisata. Reklamasi pantai sendiri merupakan salah satu langkah pemekaran kota. Biasanya reklamasi dilakukan oleh negara atau kota besar dengan laju pertumbuhan dan kebutuhan lahannya meningkat pesat. Secara umum bentuk reklamasi ada dua, yaitu reklamasi menempel pantai dan reklamasi lahan terpisah dari pantai daratan induk. Cara reklamasi pantai sangat tergantung dari sistem yang digunakan. Menurut buku pedoman reklamasi di wilayah pesisir (2005) dibedakan atas 4 sistem, yaitu sistem timbunan, sistem polder, sistem kombinasi antara polder dan timbunan, dan sistem drainase. Sistem yang paling cocok diterapkan di daerah tropis seperti di Indonesia adalah sistem timbunan dikarenakan sistem ini dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai sampai muka lahan berada di atas muka air laut tinggi (high water level). Reklamasi banyak memberikan keuntungan dalam mengembangkan wilayah. Praktek ini memberikan pilihan penyediaan lahan untuk pemekaran wilayah, penataan daerah pantai, menciptakan alternatif kegiatan dan pengembanganwisata bahari. Pulau hasil reklamasi dapat menahan gelombang pasang yang mengikis pantai, selain itu juga dapat menjadi semacam bendungan untu menahan banjir rob di daratan. Salah satu proyek reklamasi dan revitalisasi yang terdapat di Indonesia adalah diPantai Utara Kakarta. Proyek ini dikembangkan oleh Pemda DKI, bermaksud untuk membangun kawasan tersebut menjadi daerah aktifitas bisnis dan perekonomian maupun permukiman elit. Dengan prakarsa itu juga Pemda DKI dan beberapa perusahaan mitra kerjanya ingin mengubah predikat Jakarta pada sebutan Water front city. Pantura jakarta adalah kawasan yang meliputi teluk Jakarta yang terletak disebelah utara kota Jakarta, pada umumnya merupakan perairan dangkal yang memiliki kedalaman rata-rata 15 meter dengan luas sekitar 514 Km2. Teluk ini merupakan muara 13 sungai yang melintasi kawasan metropolitan Jakarta dan daerah penyangga Bodetabek yang berpenduduk sekitar 20 juta jiwa. Salah satu tujuan reklamasi ini untuk menekan laju pertumbuhan, dimana tempat yang barutersebut akan dijadikan pemukiman yang mampu menampung sekitar 1,5 juta penduduk Jakarta. Namun permasalahan yang timbul kemudian adalah kondisi topografi yang landai dari muara ke teluk jakarta dan panjangnya aliran sungai akan menjadikan aliran lambat sehingga mudah terjadi banjir. Oleh karena itu, reklamasi teluk Jakarta harus sangat memperhatikan persyaratan teknisnya. Pembangunan reklamasi di Indonesia harus mengacu pada berbagai pedoman dan undangundang yang mengatur tentang reklamasi pantai, antara lain :

Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai (Peraturan Menteri PU No. 4/PRT/M/2007) yang mencakup penjelasan tentang faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan reklamasi, yaitu aspek fisik, ekologi,sosial ekonomi dan budaya, tata lingkungan dan hukum, aspek kelayakan, perencanaan dan metode yang digunakan. Pedoman ini juga memberikan batasan, persyaratan dan ketentuan teknis yang harus dipenuhi agar suatu wilayah dapat melakukan reklamasi pantai. Undang-undang nomer 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang memberi wewenang kepada daerah untuk mengelola wilayah laut dengan memanfaatkan sumber daya alam secara optimal. Undang-undang no. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Undang-undang nomer 26 tahun 2007 tentang penataan ruang yang merupakan guide line bagi daerah untuk mengatur, mengendalikan dan menata wilayahnya dalam satukesatuan matra ekosistem. Undang-undang nomer 27 tahun 2007 tentang penglolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil yang mengamanatkan wilayah pesisir diatur secara komprehensif mulai dari perencanaan, pengelolaan, pengawasan dan pengendalian. Undang-undang nomer 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang mengatur tentang perlindungan terhadap aset baik berupa jiwa, raga, harta sehingga ancaman bencana yang ada di wilayah pesisir dapat diminimalisir.

Critical Review Perencanaan pengembangan wilayah dengan sistem reklamasi pantai merupakan perencanaan yang cukup ekstrim, dimana disatu sisi perencanaan pengembangan wilayah menggunakan sistem reklamasi pantai ini dapat meningkatkan kualitas dan nilai ekonomi kawasan pesisir, mengurangi lahan yang dianggap kurang produktif, penambahan luas wilayah, perlindungan pantai dan erosi, peningkatan kondisi habitat perairan, perbaikan rejim hidraulik kawasan pantai, dan penyerapan tenaga kerja. namun disatu sisi dapat berdampak negatif, reklamasi adalah campur tangan manusia terhadap alam dan semua kegiatan ini juga membawa dampak buruk. Sementara, dampak negatifdari reklamasi pada lingkungan meliputi dampak fisik seperti perubahan hidrooseanografi, erosi pantai, sedimentasi, peningkatan kekeruhan, pencemaran laut, perubahan rejim air tanah, peningkatan potensi banjir dan penggenangan di wilayah pesisir. Sedangkan dampak biologis berupa terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuaria dan penurunan keanekaragaman hayati. Dengan adanya kegiatan reklamasi ini, wilayah pantai yang semula merupakan ruang publik bagi masyarakat akan hilang atau berkurang, baik flora maupun fauna, karena timbunan tanah urugan mempengaruhi ekosistem yang sudah ada. Sistem hidrologi gelombang air laut yang jatuh ke pantai akan berubah dari alaminya. Dengan berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah di luar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau akan mengakibatkan terjadinya banjir atau rob. Aspek sosialnya, kegiatan masyarakat di wilayah pantai yang mungkin sebagian besar adalah petani tambak, nelayan, dan buruh, sehingga adanya reklamasi akan mempengaruhi hasil tangkapan dan berimbas pada penurunan pendapatan mereka. Kondisi ekosistem di wilayah pantai yang kaya akan keanekaragaman hayati sangat mendukung fungsi pantai sebagai penyangga daratan. Ekosistem perairan pantai sangat

rentan terhadap perubahan sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun rekayasa akan mengakibatkan berubahnya keseimbangan ekosistem. Terganggunya ekosistem perairan pantai dalam waktu yang lama, pasti memberikan kerusakan ekosistem wilayah pantai. Tak hanya itu, kegiatan reklamasi juga mengakibatkan perubahan sosial ekonomi seperti, kesulitan akses publik menuju pantai dan hilangnya mata pencaharian nelayan. Proyek reklamasi di sekitar kawasan pantai seharusnya terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan ilmiah melalui kajian teknis terhadap seberapa besar kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkannya lalu disampaikan secara terbuka kepada publik. Karena penting diingat bahwa reklamasi adalah bentuk intervensi manusia terhadap keseimbangan lingkungan alami pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dan dinamis, dan setelah reklamasi tentunya akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi, sedimentasi pantai, serta kerusakan biota laut dan sebagainya. Beberapa dampak dan permasalahan dari berbagai hal tersebut harus dipahami sebagai permasalahan yang integral yang harus diperhatikan. Dalam kategori analisa yang sesuai dengan deskripsi masalah baik dari segi sosial, ekonomi dan ekologi, maka diperlukan konsep yang integral sebagai langkah konkrit dan bahan pertimbangan bagi pemberi kebijakan dan para pihak yang terlibat dalam proyek reklamasi tersebut. Selain problem lingkungan dan sosial ekonomi, maka permasalahan hukum pun perlu mendapatkan perhatian. Kajian terhadap landasan hukum rencana reklamasi, pelaksanaan, serta peruntukannya perlu dipertimbangkan. Ada banyak produk hukum yang mengatur tentang reklamasi Pantura Jakarta mulai dari Undang-Undang No.27 Tahun 2007, Perpres No. 54 Tahun 2008 yang menggantikan Kepres No. 52 Tahun 1995, dan Peraturan Daerah DKI Jakarta sedangkan yang menjadi persoalan adalah konsistensi penerapan dan penegakan aturan. Reklamasi pantai di Indonesia, salah satunya di pantai utara jakarta yang telah dikembangkan juga terlihat kurangnya kajian dan perencanaan yang dilakukan sebelum reklamasi pantai tersebut dilakukan, dapat dilihat bahwa karena reklamasi tersebut ada enam masalah penting dampak lingkungan yang terjadi, yakni penyesuaian penggunaan tanah setelahnya, penyediaan dan pengangkutan bahan reklamasi, perubahan dinamika kelautan (abrasi dan sedimentasi), perubahan tata air permukaan (banjir), penyediaan air bersih, serta perubahan pola tata ruang permukiman lama. Perubahan fungsi Pantai Utara Jakarta setelah reklamasi yang dinilai akan menimbulkan masalah terhadap tatanan lingkungan tersebut disebabkan sebagian kawasan reklamasi akan menjelma menjadi kompleks perumahan, real estate, dan kota mandiri yang juga berdampak rusaknyahutan mangrove dan hilangnya tempat bertelur ikan-ikan, ekosistem di pesisir yang rusak, dan dapat meningkatkan potensi banjir bila dikaitkan dengan adanya kenaikan muka air laut oleh pemanasan global. Perubahan terhadap bentang alam (geomorfologi) dan airan air (hidrologi) di kawasan reklamasi bisa juga terjadi berupa tingkat kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai dan merusak kawasan tata air. Masalah pun akan timbul pada bidang sosial, proyek reklamasi menyebabkan komunitas nelayan pantai tersisih dan mereka tak hanya kehilangan pekerjaan, tapi mungkin juga gagal beradaptasi mencari pekerjaan di bidang lain. Aspek ini, jika tak ditangani secara tepat akan menimbulkan kerawanan sosial baru. Melihat permasalahan tersebut, maka hendaknya dalam perencanaan reklamasi pantai seluruh stakeholder yang terlibat harus saling berkoordinasi sehingga dampak yang dirasakan

nantinya dapat diminimalisir, dan tentunya dengan adanya reklamasi pantai nantinya dibutuhkan langkah-langkah restorasi vegetasi pantai dengan harapan pemulihan fungsi formasi pantai.

You might also like