You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Limbah merupakan sisa bahan padat atau cair yang sudah tidak dipergunakan lagi atau telah dibuang. Pada umumnya 10 - 15% limbah yang dihasilkan oleh sarana pelayan kesehatan, termasuk diadalamnya adalah laboratorium, adalah limbah medis. Limbah medis kebanyakan sudah terkontaminasi oleh bakteri, virus, racun dan bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan makhluk lain di sekitar lingkungannya. Jadi limbah medis dapat dikategorikan sebagai limbah infeksius dan masuk pada klasifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun. Untuk mencegah terjadinya dampak negatif limbah medis tersebut terhadap masyarakat atau lingkungan, maka perlu dilakukan pengelolaan secara khusus. Limbah klinik yang berasal dari laboratorium dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Limbah laboratorium dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid,kholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999).Limbah cair dan Iimbah padat yang berasal dan laboratorium dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minunian. Pencemaran tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998). Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya (Karmana dkk, 2003).

Atas dasar itulah seorang analis kesehatan sebagai petugas laboratorium harus memehami dan mengetahui bagaimana cara penanganan limbah laboratorium sehingga dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan bebas dari pencemaran sehingga petugas laboratorium, pasien, lingkungan laboratorium, dan masyarakat dapat terlindung dari gangguan kesehatan akibat dari kegiatan laboratorium dan akhirnya hygiene dan sanitasi laboratorium dapat tercapai. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian limbah laboratorium? 2. Apa saja jenis-jenis limbah laboratorium? 3. Bagaimana cara pengolahan limbah laboratorium? 4. Apa saja teknologi pengolahan limbah laboratorium? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian limbah laboratorium. 2. Untuk mengetahui jenis-jenis limbah laboratarium. 3. Untuk mengetahui cara pengolahan limbah laboratorium. 4. Untuk mengetahui teknologi pengolahan limbah laboratorium. 1.4 Manfaat Penulisan Dari penulisan paper ini diharapkan agar dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis. Serta dapat menambah wawasan pengetahuan bagi penulis maupun pembaca. Sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari, terutama bagi seorang calon tenaga analis kesehatan agar dapat mengetahui cara penanganan limbah laboratorium sebagai usaha untuk mewujudkan hygiene dan sanitasi laboratorium.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Limbah Laboratorium Limbah laboratorium adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan laboratotium dan kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi laboratorium yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan . Limbah cair dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbahlimbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan laboratorium yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk (Said, 1999). Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah laboratorium adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury).

2.2 Jenis-Jenis Limbah Laboratorium jenis-jenis limbah medis meliputi bagian berikut ini: 1. Limbah Klinis Berdasarkan potensi yang ada dapat dibedakan mejadi beberapa jenis, antara lain: a. Limbah Benda Tajam : yang termasuk limbah benda tajam antara

lain adalah jarum suntik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah, dan lain-lain. b. Limbah Infeksius : limbah infeksius adalah Limbah yang dicurigai mengandung bahan patogen contoh kultur laboratorium, limbah dari ruang isolasi, kapas, materi atau peralatan yang tersentuh pasien yang terinfeksi, dan lain-lain. c. Limbah Kimia : Limbah yang mengandung bahan kimia contoh reagen di laboratorium, film untuk rontgen, desinfektan yang kadaluwarsa atau sudah tidak diperlukan, solven. Limbah ini dikategorikan limbah berbahaya jika memiliki beberapa sifat (toksik, korosif (pH12), mudah terbakar, reaktif (mudah meledak, bereaksi dengan air, rawan goncangan), genotoksik. d. e. Limbah Patologis : Jaringan atau potongan tubuh manusia, contoh Limbah farmasi : Limbah yang mengandung bahan farmasi contoh bagian tubuh, darah dan cairan tubuh yang lain termasuk janin obat-obatan yang sudah kadaluwarsa atau tidak diperlukan lagi, item yang tercemar atau berisi obat. f. Limbah Genotoksik : Limbah yang mengandung bahan farmasi contoh obat-obatan yang sudah kadaluwarsa atau tidak diperlukan lagi, item yang tercemar atau berisi obat g. Limbah Radioaktif : Limbah radioaktif adalah bahan yang Limbah yang mengandung bahan terkontaminasi dengan radioisotop.

radioaktif contoh cairan yang tidak terpakai dari terapi radioaktif atau riset di laboratorium

2. Limbah Non Klinis Limbah non klinis dapat dibagi menjadi : a. Limbah Padat : Limbah padat non medis berasal dari kertas, kaleng, botol, sisa makanan buangan, dan sampah dapur. b. Limbah Cair : Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. 2.3 Pengolahan Limbah Laboratorium Pada Pelayanan Kesehatan Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah (Shahib, 1999). Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah (waste reduction), minimisasi limbah (waste minimization), (Hananto, 1999). Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah 5 pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan pencemaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source reduction)

pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Arthono, 2000) : 1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh

laboratorium dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin. 2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah. 3. dijadwalkan. 4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehingga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol. 5. dengan efisiensi. 6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah

Limbah pada radio aktif dikemas dan diangkat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (PP. No.27 tahun 2002) dan diserahkan

kepada BATAN untuk penanganan lebih lanjut atau dikembalikan kepada negara distributor. Semua jenis limbah medis termasuk limbah radioaktif tidak boleh dibuang ketempat pembuangan akhir sampah domestic (landfill) sebelum dilakukan pengolahan terlebih dahulu sampai memenuhi persyaratan. Pemusnahan limbah infeksius dan benda tajam dilakukan dengan incinerator (suhu 10000C). Khusus limbah sangat infeksius harus distrerilkan dengan pengolahan panas dan basah, seperti dalam autoklaf sedini mungkin. Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributror, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui incinerator pada suhu diatas 10000C. Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan (Landfill) atau kesaluran limbah umum. Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke distributor, insinerasi dengan suhu tinggi dan degradasi kimia. Tersedia tempat sampah yang kuat, tahan karat dan kedap air dengan penutup dan kantong plastic dengan warna dan lambing sesuai pedoman. Tersedia tempat pengumpulan sampah dan penampungan sampah sementara segera setelah didesinfeksi dan atau setelah dikosongkan. Limbah padat umum (domestic) dibuang ke TPA yang ditetapkan PEMDA. Pengangkutan sampah dari ruangan/unit tempat pengumpulan sampah sementara dan ketempat pembuangan sampah akhir dilaksanakan dengan menggunakan alat pengangkut khusus melalui jalur yang telah ditetapkan. Penanganan limbah dilakukan melalui instalasi pengolah limbah, kemudian disalurkan melalui saluran tertutup, kedap air, mengalir lancer dan serta

terpisah dengan slauran air hujan. Kualitas effluent yang layak dibuang kedalam lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu (BOD=75 mg/lt; COD=100 mg/lt; TSS=100 mg/lt, pH 6-9). Semua limbah cair buangan laboratorium harus masuk ke dalam bak penampungan pengelolaan limbah. Limbah diolah dalam unit pengelolaan limbah (UPL) tersendiri atau secara kolektif apabila belum terjangkau sistem pengolahan limbah perkotaan. Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan penahan bau (water seal). Lubang penghawaan di toilet dan kamar mandi harus berhubungan langsung dengan udara luar. Limbah biasanya dibuang dengan mengguanakan kantong plastik dengan kode-kode warna tertentu. Penggolongan warna-warna tersebut antara lain: No 1 2 Kategori Radioaktif Sangat Infeksius Warna Merah Kuning Keterangan Kantong box timbal dengan simbol radioaktif Kantong plastic kuat, anti bocor, atau container yang dapat disterilkan dengan autoklaf Plastik kuat dan anti bocor atau container Container plastik, kuat dan anti bocor Kantong plastik atau container

3 4 5

Infeksius, patologi, dan anatomi Sitotoksis Kimia dan Farmasi

Kuning Ungu Coklat

Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut (Sundana, 2000) : 1 Pemisahan limbah Limbah harus dipisahkan dari sumbernya Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas

Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang. Di beberapa negara, kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain

Penyimpanan limbah Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan

Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya. Penanganan limbah Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup. Kantung dipegang pada lehernya. Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut

Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging).

Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat mencederainya di dalam kantung yang salah Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung limbah 9

Pengangkutan limbah Kantung limbah dikumpulkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode

warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengangkutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin. 5 Pembuangan limbah Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam, limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk. Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana dibanding dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang antara lain disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) : Tidak berbau (terutama oleh gas H2S dan Anioniak). Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam. Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko, 2001) : Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter. Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm. Tambahkan lapisan kapur.

10

Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah. Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.

2.4 Teknologi Pengolahan Limbah Laboratorium Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik pula. Dalam hal ini laboratorium sebagai sarana kesehatan harus pula memperhatikan keterkatitan tersebut. . Oleh karena itu diperlukan suatu pengolahan limbah yang sesuai sehingga tidak membahayakan bagi lingkungan. 1. Insiterator Adapun sarana pengolahan limbah salah satunya adalah dengan menggunakan insinerator. Dengan adanya sebuah unit insinerator diharapkan selain dapat mengurangi volume sampah sebelum dibuang juga dapat menghilangkan sifat berbahaya dan beracunnya. Sekitar 85% sampah atau limbah umum yang dihasilkan oleh rumah sakit dan klinik tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang menangani. Sampah atau limbah yang tidak terkontaminasi misalnya kertas, kotak, botol, wadah plastik dan makanan. Semuanya ini dibuang dengan cara biasa atau diambil oleh dinas kebersihan kota atau dibuang ketempat pembuangan sampah umum. Kesemuanya limbah tersebut dapat berifat padat, cair, ataupun gas, karenanya pengelolaan limbah harus dilakukan sesuai dengan jenis limbah. Mengingat diakhir tahun 2009 lalu terbit beberapa peraturan perundangan bidang kesehatan, perlu kiranya kita ketahui berbagai hal berikut : Pada undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 10 dijelaskan bahwa persyaratan bangunan rumah sakit juga meliputi ruang untuk pengolahan sampah. Selain itu, pada pasal 11 diantara prasarana yang harus dimiliki rumah sakit adalah instalasi pengelolaan limbah. Pengelolaan limbah rumah sakit meliputi pengelolaan limbah padat, air, bahan gas

11

yang bersifat infeksius, bahan kimia beracun dan sebagian bersifat radioaktif, yang diolah secara terpisah (UU no 44 tahun 2009). Namun, teknologi pengolahan limbah medis seperti tangki septik dan

insinerator sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis (Suparmin dkk, 2002). Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh (Suparmin dkk, 2002). Yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United States Environmental Protection Agency (USEPA) pada tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain (Christiani, 2002). 2. Ozonasi Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika (Berlanga, 1998). Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran. Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa

12

disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge (Berlanga, 1998). Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy (HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik dan industri (Akers, 1993). a. Ozonasi Limbah Cair Laboratorium Limbah cair yang berasal dari kegiatan laboratorium, dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper, 1986). Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat diendapkan (Harper, 1986). Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara

13

dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke sungai (Harper, 1986). Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986). Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci (Wilson, 1986). Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah sakittidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain 14

efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas (Wilson, 1986). Kegiatan laboratorium yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah laboratorium yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit darin pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada masyarakat. Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan laboratorium dan sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakitsebagai salah astu indikator penting yang perlu diperhatikan.Laboratorium sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986).

15

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. 2. 3. Limbah laboratorium adalah semua limbah yang dihasilkan oleh Limbah laboratorium dapat dibedakan menjadi 2 kelompok Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya kegiatan laboratotium dan kegiatan penunjang lainnya. besar antara lain limbah klinis dan non klinis. mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. 4. ozonasi. 3.2 Saran Disarankan kepada pembaca, khususnya mahasiswa calon tenaga analis kesehatan untuk mengerti dan memahami cara pengolahan limbah laboratorium agar limbah tersebut tidak menyebabkan terjadinya pencemaran dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan, baik bagi petugas, pasien dan masyarakat sekitar. Pengolahan limbah laboratorium dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi pengolahan limbah seperti insenerator dan teknik

16

DAFTAR PUSTAKA Harahap,Yesi, 2011, Pengelolaan Limbah Rumah Sakit, diakses di :

http://www.scribd.com/doc/29256460/Pengelolaan-Limbah-Rumah-Sakit http://www.scribd.com/doc/29256460/Pengelolaan-Limbah-Rumah-Sakit http://www.klinikmedis.com/index.php? option=com_content&view=article&id=7:pencegahan-penangananpengolahan-limbah-rumah-sakit&catid=1:latest-news http://shantybio.transdigit.com/?Biology__Dasar_Pengolahan_Limbah:Penanganan_dan_Pengolahan_Limbah_Rumah_ Sakit http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/bidang-pengendalian/subid-pembinaanpencemaran/245-pengelolaan-limbah-medis

17

You might also like