You are on page 1of 6

MASTIKASI, OKLUSI DAN ARTIKULASI

Drg. Coen Pramonon D, SU., Sp.BM


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga/Sub-Bagian Bedah Mulut Instalasi Gigi dan Mulut RSU Dr. Soetomo

Di dalam pendidikan Ilmu Bedah Dasar masalah mastikasi, oklusi dan artikulasi sengaja di sampaikan dengan maksud agar para peserta didik yang nantinya akan terlibat aktif di dalam melakukan penanganan kasus-kasus trauma yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem mastikasi, oklusi dan artikulasi dapat memahami secara garis besar tentang pentingnya peranan ketiga hal tersebut di dalam melakukan perawatan trauma di daerah maksilofasial. Pada kasus-kasus trauma di daerah maksilofasial yang melibatkan daerah sepertiga wajah dan mandibula seringkali berakibat dengan terjadinya perubahan letak gigitan atau yang seringkali disebut dengan terjadinya mallocclusion = maloklusi. Sehingga di dalam melakukan rangkaian perawatan trauma di wajah perlu selalu berfikir secara komprehensive, yaitu selain memikirkan adanya gangguan pada fungsi estetik terdapat kemungkinan terjadinya gangguan pada oklusi. Kedua hal tersebut haruslah selalu terfikir dengan skala prioritas perawatan yang sama. Hasil perawatan dengan tampilan estetik yang baik, tetapi pada akhir perawatan penderita menyatakan tidak dapat mengunyah dengan baik oleh karena terjadi maloklusi, dapat dianggap perawatan tidak berhasil dengan baik. Seringkali ditemui kasus trauma maksilofasial yang parah, sehingga usaha untuk mengembalikan fungsi estetik sulit untuk didapat, pada kasus semacam ini, perbaikan fungsi oklusi haruslah dapat dikembalikan secara baik agar penderita tidak menjadi kehilangan 2 fungsi penting sekaligus, yaitu kehilangan fungsi estetik dan fungsi kunyah. Untuk memahami topik tentang mastikasi, oklusi dan artikulasi, maka secara garis besar akan diuraikan pengertian tersebut di atas. Sistem mastikasi mempunyai pengertian, suatu sistem di daerah stomatognati yang mempunyai fungsi komplek dan sangat bervariasi, dimana pada sistem ini terlibat kerja sama darai sistem saraf, otot-otot kunyah, rahang atas dan bawah, gig-gigi, seluruh jaringan lunak rongga mulut dan bibir. Adanya gangguan dari salah satu unsur tersebut akan dapat berakibat dengan terganggunya sistem mastikasi. Sistem mastikasi berfungsi diantaranya untuk makan dan minum, bicara, menyanyi, tersenyum dan dibutuhkan pada pembentukan ekspresi-ekspresi wajah seperti ekspresi marah, cinta, dan usaha untuk berekspresi agar terlihat tampan atau cantik. Dalam keadaan ketakutan seseorang dapat segera mengalami mulut kering dan pada keadaan lain terjadi aliran air liur yang lebih karena dibutuhkan pada proses pengzunyahan makanan. Sistem mastikasi juga berperan penting di dalam proses awal pencernakan dan proses menelan, jadi merupakan proses awal penting pada proses metabolisme dan nurtisi. Oklusi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kontak antara gigi-gigi rahang atas dan bawah. Oklusi dapat terjadi dalam berbagai posisi tergantung pada posisi mandibula. Beberapa macam oklusi dapat terjadi tergantung dari posisi mandibula. Penjabaran tentang oklusi secara lebih mendetail dapat diterangkan dengan terjadinya pertemuan dua permukaan dataran gigi-gigi di rahang atas dan bawah yang disebut dengan terjadinya pertemuan antara dua permukaan bidang oklusal yang mempunyai

bentuk oklusal yang sama. Pertemuan kedua permukaan oklusal gigi-gigi yang berlawanan tersebut disebut dengan intercuspal occlusion= oklusi interkuspid (IO). Pada keadaan gigitan normal, maka kontak gigi-gigi rahang atas dan bawah yang normal tersebut disebut dengan gigitan Angle Klas I. Seluruh gigi-gigi di rahang atas dan bawah bagian posterior membuat kontak melalui kontak cusp, fosa dan ridge marginal sedangkan pada gigi-gigi anterior rahang bawah bagian insisal gigi-gigi tersebut terletak di bagian palatinal gigi-gigi anterior rahang atas. Mandibula mempunyai kemampuan untuk bergerak pada pososi-posisi tertentu dan memposisikan pada posisi oklusi. Beberapa istilah oklusi yang umum dipakai di bidang kedokteran gigi dalam menyatakan posisi oklusi dikaitkan dengan arah pergerakan dan posisi mandibula akan menghasilkan posisi-posisi oklusi seperti : oklusi lateral, oklusi protrusi dan oklusi retrusi. Terminologi ini menunjukkan bahwa oklusi merupakan suatu posisi rahang dimana telah terjadi kontak antara gigi-gigi rahang atas dan bawah. Sedangkan bagaimana posisi oklusi akan tergantung pada posisi atau letak mandibula apakah sedang dalam posisi oklusi sentris, lateral, protrusi atau retrusi. Pada posisi-posisi tersebut di atas dikatakan bahwa mandibula sedang pada posisi-posisi sentris lateral, protrusi dan retrusi terhadap maksila. OKLUSI DAN ARTIKULASI PADA PROSES MASTIKASI Secara sederhana oklusi didefinisikan dengan proses bertemunya gigi-gigi di rahang atas dan bawah. Kontak antara gigi-gigi rahang atas dan bawah yang hanya dapat terjadi oleh karena adanya daya sehingga kontak antara gigi-gigi rahang atas dan bawah tersebut dapat terjadi dan daya tersebut dapat terjadi oleh karena kerja otot-otot kunyah. Oklusi dapat terjadi dalam berbagai posisi oleh karena kemampuan mandibula untuk dapat bergerak secara serial yang merupakan hasil kerja suatu daya yang diberikan olah otototot mastikasi.. Mandibula akan dapat bergerak secara serial pada suatu proses mastikasi atau pengunyahan dan pergerakan tersebut disebut dengan artikulasi. Istilah artikulasi sendiri diberikan pada suatu keadaan dimana telah terjadi kontak antara gigi-gigi rahang atas dan bawah dan kemudian terdapat pergerakan pada rahang. Normal tidaknya posisi oklusi antara rahang atas dan bawah dilihat berdasarkan atas relasi antara gigi-gigi Molar pertama rahang atas dan bawah. Terdapat 3 (tiga) klasifikasi relasi molar berdasar atas klasifikasi Angle : Relasi Angle klas I : Disebut dengan relasi Molar klas I, dimana bagian mesiobukal cusp gigi molar pertama rahang atas permanen beroklusi atau terletak di groove bukal gigi molar pertama rahang bawah. (Gambar -A) Relasi Angle klas II : Disebut dengan relasi Molar klas II, dimana bagian mesio bukal cusp gigi molar pertama rahang atas beroklusi atau terletak di groove bukal gigi molar pertama rahang bawah permanen dengan posisi lebih ke arah mesial (Gambar-B) Relasi Angle klas III : Disebut dengan relasi Molar klas III, dimana bagian mesio bukal cusp gigi molar pertama rahang atas permanen terletak lebih distal dari groove bukal gigi molar pertama rahang bawah permanen. (Gambar-C).

Keterangan gambar 1 : Klasifikasi Molar menurut Angle : A. Klas I, cusp mesiobukal gigi molar pertama rahanmg atas permanen terletak di groove bukal gigi molar pertama rahang bawah permanen, Klas II, cusp mesiobukal gigi molar pertama rahang atas permanen terletak lebih mesial dari groove bukal gigi molar pertama rahang bawah, C. Klas III, cusp mesiobukal gigi molar pertama rahang atas permanen terletak di sebelah distal groove bukal gigi molar pertama rahang bawah permanan

Sistem mastikasi berfungsi antara lain dalam menyelenggarakan oklusi dan artikulasi agar gigi-gigi dapat melakukan proses pemotongan, pengunyahan dan proses menelan oleh karena kerja yang terkoordinasi antara sistem saraf, otot-otot kunyah rahang atas dan bawah, jaringan lunak rongga mujlut dan bibir serta gigi-gigi. Oklusi antara gigi-gigi rahang atas dan bawah dapat terjadi oleh karena aktifitas otot-otot kunyah. Semua otot-otot mastikasi atau kunyah berfungsi pada semua pergerakan mandibula, baik untuk fase kontraksi maupun relaksasi. Adapun otot-otot yang berperan di dalam proses mastikasi adalah : M. Temporalis (elevator), M. Masseter (elevator), M. Disgastric (ant.Belly) (depressor), M. Pterygoideus Eksternus (depressor), M Pterygoedeus Internus (elevator), M. Mylohyoideus (depressor), M. Geniohyoid (depressor) (Gambar 2).

Gambar 2. Adanya otot-otot mastikasi tersebut yang di dalam kerjanya yang kompleks akan menyebabkan timbulnya daya tarikan pada rahang atas maupun bawah, sehingga pada kasus-kasus trauma yang menyebebkan terjadinya fraktur di daerah sepertiga wajah maupun mandibula, maka dengan segera akan terjadi tarikan pada fragmen-fragmenyang mengalami fraktur, sehingga maloklusi dapat terjadi. Beberapa otot yang dalam kerjanya dapat menimbulkan daya tarikan pada mandibula dan maksila adalah : M. Maseter, M. Temporalis, M Pterygoideus eksternus, M. Pterygoideus internus, M. Genioglossus, M. Geneiohyoid, M. Mylohioid dan M. Digastricus (Gambar 3)

Gambar 3.

Beberapa jenis otot yang dalam kerjanya akan menyebabkan tarikan-tarikan di beberapa daerah di rahang adalah : M. Stylopharyngeus, M Constrictor Pharyngis Superior, Ligamentum Stylohyoid, M. Glassopharyngeus, M. Hyoglossus, M. Genioglossus, M. Longitudinal inferior dan M. Geniohyoid (Gambar 4) Beberapa jenis otot yang dalam bekerjanya akan menyebabkan tarikan di beberapa daerah rahang : M. Pterygoedeus eksternus, M. Masseter, M. Pterygoedeus Internus, M. Mylohyoid dan M. Geniohyoid (Gambar 4).

Gambar 4. Secara umum kejadian maloklusi dapat terjadi oleh 2 faktor : 1. Oleh karena bawaan sejak lahir atau dikarenakan kelainan pertumbuhan 2. Oleh karena dapatan, misalnya oleh karena trauma maksilofasial. Maloklusi yang terjadi oleh karena kelainan pertumbuhan umumnya dapat terjadi hanya pada gigi-gigi saja atau dapat terjadi kelainan maloklusi dikarenakan telah terjadi kelainan pada skeletal. Pada maloklusi yang hanya melibatkan gigi-gigi, perawatan dilakukan dengan cara melakukan perawatan ortodonsi, sedangkan kelainan maloklusi yang melibatkan gigi-gigi dan skeletal tindakan perawatan dilakukan dengan cara kombinasi ortodonsi dan bedah untuk memperbaiki kelainan skeletalnya. Sedangkan maloklusi yang disebabkan oleh karena trauma dilakukan dengan cara memperbaiki maloklusi secara langsung pada saat reduksi fragmen fraktur dilakukan.

Seringkali dalam pelaksanaan pembedahan kasus trauma maksilofasial seorang ahli bedah akan bekerja dengan fokus perawatan dapat melakukan reduksi fragmen tulang rahang dengan posisi sempurna. Akan tetapi tidak jarang tampilan reduksi fragmen yang sempurna memberikan hasil terjadinya maloklusi. Kejadian ini dapat sangat menyulitkan penderita karena penderita tidak dapat mengunyah dengan baik, sehingga sering kali pada akhir perawatan terpaksa dilakukan pembedahan ulang untuk memperbaiki letak rahang guna memperbaiki oklusi. Disarankan agar tahapan dalam melakukan perawatan trauma maksilofasial yang disertai dengan maloklusi maka tahapan perawatannya adalah melakukan perbaikan pada maloklusi yang terjadi dan kemudian tahapan selanjutnya melakukan reduksi fragmen tulang yang mengalami fraktur kemudian melakukan fiksasi.

BAHAN BACAAN : 1. Archer W H. Text Book of Oral and Maxillofacial Surgery 5th Ed. W.B. Saunders Co. 1975. 2. Peterson L.G. Contemporary of Oral and Maxillofacial Surgery. 3th ed. Mosby. 1998 3. Bishara S.E. Text Bookof Orthodontics. WB.Saunders Co. 2001. 4. Proffit W.R. White R.P., Sarver D.M. Contemporary Treatment of Dentofacial Deformity. Mosby. 2003.

You might also like