You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Angka harapan hidup di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat. Hal itu berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dibanding jumlah penduduk secara keseluruhan. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun. Penurunan fungsi tubuh akan menurun seiring bertambahnya umur seseorang. Hal itu membuat lansia sangat identik dengan menurunnya daya tahan tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit. Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung. Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami penuruna hingga 85%. Penurunan tersebut akan membuat lansia rentan menderita penyakit. Lansia akan memerlukan obat yang jumlah atau macamnya tergantung dari penyakit yang diderita. Semakin banyak penyakit pada lansia, semakin banyak jenis obat yang diperlukan. Banyaknya jenis obat akan menimbulkan masalah antara lain kemungkinan memerlukan ketaatan atau menimbulkan kebingungan dalam menggunakan atau cara minum obat. Disamping itu dapat meningkatkan resiko efek samping obat atau interaksi obat. Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Kondisi tersebut dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Jika tidak diantisipasi dengan
1

deteksi dini dan tindakan yang tepat, maka dapat berakibat fatal bagi lansia. Oleh karena itu, peningkatan jumlah penduduk lansia harus diimbangi dengan peningkatan pelayanan kesehatan. Harapannya agar terjadi peningkatan kualitas hidup lansia dan memperkecil resiko lansia yang menderita penyakit, salah satunya adalah dispepsia.

B. Rumusan masalah 1. Apa definisi, etiologi, manifestasi, dan komplikasi dispepsia? 2. Bagaimana patofisiologi (pathway) dan pemeriksaan penunjang dispepsia? 3. Apa saja pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien lansia dengan dispepsia? 4. Apa diagnosa yang sering muncul pada pasien lansia dengan dispepsia? 5. Intervensi apa saja yang dapat diterapkan pada pasien lansia dengan dispepsia?

C. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, manifestasi, dan komplikasi dispepsia. 2. Untuk mengetahui pathway dan pemeriksaan penunjang dispepsia. 3. Untuk mengetahui pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien lansia dengan dispepsia. 4. Untuk mengetahui diagnosa yang sering muncul pada pasien lansia dengan dispepsia 5. Untuk mengetahui intervensi apa saja yang dapat diterapkan pada pasien lansia dengan dispepsia.

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinisyang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalamikekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu : 1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnyatukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain. 2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organberdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluranpencernaan). Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Biasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak teratur, makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun kondisi emosional tertentu misalnya stress (Wibawa, 2006). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000).

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26)

B. Etiologi Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami penuruna hingga 85%. Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, yaitu : a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau duodenum, gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.

Gambar 1. Infeksi bakteri H. Pylori

b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya. c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik.

d. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.

Dispepsia fungsional dibagi 3, yaitu : a. Dispepsia mirip ulkus bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati. b. Dispepsia mirip dismotilitas bila gejala dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang. c. Dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan dispepsia mirip ulkus maupun dispepsia mirip dismotilitis. Peranan pemakaian OAINS dan infeksi H. Pylori sangat besar pada kasus-kasus dengan kelainan organik (Panchmatia, 2010).

C. Manifestasi Klinis a. Nyeri perut (abdominal discomfort), b. Rasa perih di ulu hati, c. Mual, kadang-kadang sampai muntah, d. Nafsu makan berkurang, e. Rasa lekas kenyang, f. Perut kembung, g. Rasa panas di dada dan perut, h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).

D. Patofisiologi Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

Pathway
DISPEPSIA Dispepsia Organik

Merokok DISPEPSIA Fungsional Stress

Kopi & alkohol

Sel epitel kolumner (-) prduksinya Perangsangan saraf simpatis NV (Nervus Vagus)

Kecemasan b/d perubahan status kesehatan

Respon mukosa lambung

vaso dilatasi mukosa gaster Produksi HCL di lambung HCL kontak dengan mukosa gaster Perubahan keseimbngan cairan & elektrolit b/d adanya mual& muntah Mual, muntah, anoreksia Nyeri Nutrisi kurang dari kebutuhan

Eksfeliasi (Pengelupasan)

Nyeri epigastrium b/d iritasi pd mukosa lambung

E. Komplikasi Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan
6

saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah, di mana merupakan pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi.

F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang harus bias menyingkirkan kelainan serius, terutama kanker lambung, sekaligus menegakkan diagnosis bila mungkin. Sebagian pasien memiliki resiko kanker yang rendah dan dianjurkan untuk terapi empiris tanpa endoskopi. a. Tes Darah Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori menunjukkan ulkus peptikum namun belum menyingkirkan keganasan saluran pencernaan. b. Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi) Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium Barret, dan ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse untuk H.pylori (tes CLO) (Davey,Patrick, 2006). Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk

menyingkirkan kausa organic pada pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan H. pylori merupakan pendekatan bermanfaat pada penanganan kasus dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi diindikasikan terutama pada pasien dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien dengan tanda alarm seperti penurunan berat badan, muntah, disfagia, atau perdarahan yang diduga sangat mungkin terdapat penyakit struktural. Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan kemungkinan komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat GNJ, endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada evaluasi penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat mengklasifikasikan
7

keadaan pasien apakah dispepsia organik atau fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk mengetahui keadaan patologis mukosa lambung (Wibawa, I Dewa Nyoman, 2006). c. DPL : Anemia mengarahkan keganasan d. EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis (Pierce.A.Grace & Neil.R.Borley, 2006) e. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan barium pada saluran cerna bgian atas (Schwartz, M William, 2004).

G. Pemeriksaan Fisik Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dyspepsia yang belum diinvestigasi terutama hasrus ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan organik sebagai kausa dispepsia. Pasien dispepsia dengan alarm symptoms kemungkinan besar didasari kelainan organik. Menurut Wibawa (2006), yang termasuk keluhan alarm adalah:
1. Disfagia, 2. Penurunan Berat Badan (weight loss), 3. Bukti perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena, hematochezia,

anemia defisiensi besi,atau fecal occult blood),


4. Tanda obstruksi saluran cerna atas (muntah, cepat penuh).

Pasien dengan alarm symptoms perlu dilakukan endoskopi segera untuk menyingkirkan penyakit tukak peptic dengan komplikasinya, GERD

(gastroesophageal reflux disease), atau keganasan.

H. Pencegahan Pola makan yang normal, dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol dan, pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

I. Asuhan Keperawatan Pengkajian 1. Biodata a. Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat. b. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat. 2. Keluhan Utama 3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang b. Riwayat kesehatan yang lalu c. Riwayat kesehatan keluarga 4. Keadaan Umum a. Tingkat kecemasan b. Tanda-tanda vital : tekanan darah, suhu, nadi, dan respirasi. c. Penampilan umum : lemah atau tidak 5. Pemeriksaan a. Kulit : warna kulit dan tekstur kulit. b. Kuku : keadaan kuku dan warna kuku. c. Kepala : bentuk kepala, kelainan, keadaan rambut dan kulit kepala. d. Mata : sklera, konjungtiva, reflek cahaya, pupil, dan kelainan. e. Hidung : fungsi penciuman, bentuk, serumen, kelainan. f. Telinga : fungsi pendengaran, bentuk dan keadaan telinga.

g. Mulut : funsi pengecapan, kebersihan gigi dan kelainan bibir. h. Dada dan paru-paru : bentuk dan frekuensi napas.
9

i. j.

Abdomen : Nyeri tekanan Genitalia : keadaan rectum

k. Kekuatan otot : reflek bisep, trisep, patella dan babyn sky. 6. Aspek Psiko-Sosial-Spiritual a. Aspek Psikologis b. Aspek Sosial c. Aspek Spritual 7. Aktivitas Daily Living No Jenis Aktivitas 1. Minum Jenis air minum Frekuensi Kesulitan 2. Personal hygiene Frekuensi mandi Sikat gigi Frekuensi keramas 3 Eliminasi A. Eliminasi fecal Warna urine Konsistensi urine Kelainan B. Euminasi urine Warna urine Konsintensi urine Kelainan 4 Istirahat / tidur Mulai tidur Lamanya tidur Sering terjaga
10

Saat Sehat/ Di Rumah

Saat Sakit/ Di RS

8. Daftar Penunjang a. Pemeriksaan diagnostic No Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

b. Program terapi No Hari, Tanggal Nama Obat Dosis Yang Diberikan

Diagnosa Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan dispepsia antara lain : a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung. b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia. c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah. d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya.

11

Rencana dan intervensi keperawatan a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung. Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri Kriteria Hasil : klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri. Intervensi 1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 010) 2. Berikan istirahat dengan posisi semifowler Rasional 1. Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan 2. Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang 3. Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan kerja asam lambung. 4. Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya 5. Observasi TTV tiap 24 jam 4. Mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium. 5. Sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya. 6. Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi 7. Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik 6. Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol 7. Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain 3. Dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan menurunkan aktivitas peristaltik

12

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia. Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu. Kriteria Hasil : menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi Intervensi 1. Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat 2. Timbang BB klien Rasional 1. Untuk mengidentifikasi indikasi atau perkembangan dari hasil yang diharapkan 2. Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat 3. Berikan makanan sedikit tapi sering 3. Meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi gaster 4. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare. 5. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai. 6. Monitor intake dan output secara periodik. 7. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). 7. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi. 5. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien. 6. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan 4. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan.

13

c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah. Tujuan : menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk memperbaiki defisit cairan. Kriteria Hasil : mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik. Intervensi 1. Awasi tekanan darah dan nadi, pengisian kapiler, status membran mukosa, turgor kulit. 2. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat. 2. Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit. 3. Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laksatif/diuretik. 3. Membantu klien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan atau penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut. 4. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan cairan optimal misalnya : jadwal masukan cairan. 5. Berikan/awasi hiperalimentasi IV 5. Tindakan daruat untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan elektroli 4. Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki keseimbangan untuk berhasil. Rasional 1. Indikator keadekuatan volume sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.

14

d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan kecemasan. Kriteria Hasil : menyatakan pemahaman tentang penyakitnya. Intervensi 1. Kaji tingkat kecemasan. Rasional 1. Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan oleh klien sehingga memudahkan dlam tindakan selanjutnya. 2. Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan pikiran dan dengarkan semua keluhannya. 3. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan. 2. Klien merasa ada yang memperhatikan sehingga klien merasa aman dalam segala hal tundakan yang diberikan. 3. Klien memahami dan mengerti tentang prosedur sehingga mau bekejasama dalam perawatannya. 4. Berikan dorongan spiritual 4. Bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses penyembuhan penyakitnya, masih ada yang berkuasa menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Etiologi dari dispepsia karena kelainan organik, yaitu gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna, obat-obatan, Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik, serta penyakit sistemik Manifestasi klinis dari dispepsia, yaitu: a. Nyeri perut (abdominal discomfort), b. Rasa perih di ulu hati, c. Mual, kadang-kadang sampai muntah, d. Nafsu makan berkurang, e. Rasa lekas kenyang, f. Perut kembung,

g. Rasa panas di dada dan perut, h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba). Patofisiologi dari dispepsia yaitu adanya perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, dan mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, sehingga peningkatan produksi HCL akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, dan rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan. Komplikasi dari dispepsia yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung, dan kanker lambung.

16

Pemeriksaan penunjang dari dispepsia yaitu dengan tes darah, endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi), DPL, EGD, serta dianjurkan untuk

melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Pemeriksaan penunjang dari dispepsia yaitu ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan organik sebagai kausa dispepsia. Diagnosa dari dispepsia, yaitu : a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung. b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia. c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah. b. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya.

B. Saran 1. Untuk Institusi Sebagai sekolah yang bergerak di bidang kesehatan, hendaknya dapat memberi pendidikan yang lebih baik lagi kepada siswanya dalam praktik pelayanan kesehatan dan menyediakan buku-buku penunjang sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan. 2. Untuk Keluarga Dalam proses asuhan keperawatan, sangat diperlukan kerja sama keluarga dan pasien itu sendiri guna memperoleh data yang bermutu untuk menentukan tindakan sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.

17

You might also like