Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACK
PENDAHULUAN
1
Di Sulawesi Selatan, kelompok kerja (working group) kenelayanan
punggawa-sawi dikenal sebagai salah satu bentuk kelembagaan desa yang bersifat
tradisional. Dalam eksistensinya, punggawa mempunyai berbagai hak istimewa,
sementara sawi berada pada posisi tawar yang sangat lemah, namun kelembagaan
ini masih tetap eksis sampai saat ini. Berkaitan dengan itu maka perlu adanya
pengkajian yang lebih mendalam untuk melihat sejauh mana peranan yang tersedia
dan perlu diciptakan, serta bagaimana seharusnya peranan-peranan (perangkat
peranan) itu dilakukan atau dijalankan untuk lebih mengaktualisasikan fungsi-
fungsi yang diemban masing-masing lembaga, agar dapat meningkatkan
kesejahteraan nelayan tradisional khususnya nelayan grassroot yang dibarengi
dengan kelestarian sumberdaya perikanan yang tetap dapat terjaga
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik (jenis, fungsi, dan
aktifitas) kelembagaan masyarakat nelayan, eksistensi kelembagaan, serta
merumuskan model pemberdayaan kelembagaan dalam mengelola sumberdaya
perikanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan tradisional.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada bulan Juni – September 2002 di Desa
Pajukukang, Kecamatan Maros Utara, Kabupaten Maros. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui
wawancara dan observasi. Sedang strategi untuk mencapai tujuan penelitian
adalah dengan metode studi kasus. Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan informan (punggawa
darat (pa’palele), punggawa laut (juragan), sawi dan nelayan mandiri. Wawancara
singkat juga dilakukan dengan tokoh nelayan, tokoh adat, pemerintah setempat,
aparat instansi terkait, dan key informan. Prinsip triangulasi pengumpulan data
juga dipraktekkan. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait,
laporan penelitian, literatur dan karya ilmiah.
Untuk merumuskan strategi pemberdayaan masyarakat nelayan melalui
pendekatan kelembagaan lokal dilakukan dengan analisis SWOT.
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
3
menyediakan alat tangkap; (4) menyediakan mesin atau motor pada perahu.
Keempat bagian hasil ini diperoleh atau diterima oleh punggawa yang
menggambarkan adanya 4 (empat) peranan yang dimainkan oleh punggawa.
Selanjutnya 1 (satu) peranan yang tersisa di dalam kelompok yaitu melaksanakan
kegiatan penangkapan oleh para sawi yang jumlahnya dua sampai lima belas orang
tergantung jenis alat tangkap yang digunakan. Selanjutnya, diantara para sawi
biasanya satu atau dua orang diantara mereka mendapat tambahan peranan yaitu
sawi yang memiliki keahlian tertentu misalnya sawi yang memimpin operasi,
menangani bagian mesin, melakukan penyelaman pada waktu pengoperasian alat
tangkap, dan juga sawi yang membersihkan mesin dan alat tangkap lainnya
setibanya di darat. Tambahan pehasilan peranan diberikan kepada sawi diistilahkan
sebagai bonus dari punggawa. Secara ringkas dapat terlihat pada gambar 1,
mengenai jenis, fungsi dan peranan kelembagaan punggawa-sawi
Kelembagaan
Punggawa punggawa-sawi Sawi
Fungsi :
• Pengkreditan Sawi Sawi Sawi
Juragan Pakkaca Pa’bas (8 org)
• Asuransi
(1 org) (1 org) (1 org)
• Pembuka lap. Kerja
• Pendidikan informal
Menangani
• Mencari Sebagai bagian
• Pemimpin klp sawi lain pengintai mesin
• Menyiapkan modal • Memimpin ikan
• Persiapan operasi Melaksanakan
• Mencari & • Menentuka berbagai
menentukan sawi n lokasi kegiatan yg
• Menyiapkan bekal • Memimpin berkaitan dng
• Surat jalan & keperluan
• Selamatan mengarahk operasi
• Memasarkan hasil penangkapan
produksi
PERANANAN
4
Penerapan Sistem Bagi Hasil
Sistem bagi hasil dalam lembaga sosial punggawa-sawi, menerapkan sistem
“bagi tiga”, yaitu satu bagian pemiliki perahu (33,35%), satu bagian pemilik alat
tangkap (33,35%), semuanya dimiliki oleh punggawa,sehingga jika dikumulatif
bagian punggawa menjadi 66,7%, dan satu bagian tenaga operasional (sawi)
sebanyak 33,3% dibagi dengan 8 orang (masing-masing mendapat 3,03%).
Selanjutnya punggawa mengeluarkan sebanyak 6,06% dari bagiannya sebagai
bonus kepada juragan (satu bagian sawi = 3,03%), sawi pakkaca (setengah bagian
sawi = 1,51%) dan sawi pa’bas (setengah bagian sawi = 1,51%). Secara ringkas
dapat dilihat pada gambar 2.
Sawi Sawi
Pakkaca Pa’bas
(4,54%) (4,54%)
Sawi Punggawa
Biasa (60,6%)
(3,03%)
Juragan
(6,06%)
Tabel 1. Persepsi informan tentang norma lama yang masih relevan dalam
keadaan sekarang di masyarakat pesisir.
5
No Norma Lama Keterangan Fungsi
1. Matike (mewaspadai) Nelayan memanfaatkan potensi laut sesuai
kebutuhannya baik untuk kepentingan sesaat,
maupun untuk kepentingan masa yang akan
datang
2. Mabbulo Sibatang Terwujudnya interkoneksitas antara manusia
(bersatu) dengan lingkungannya, adanya kepedulian
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum (perbaikan fasilitas umun dsb)
3. Sipakatongeng (saling Hasil produksi yang diperoleh dibagi diantara
mempercayai) punggawa (patron) dan sawi (klien) sesuai dengan
kesepakatan yang tidak tertulis
4. Sipakatuju (saling Punggawa memberikan panjar-panjar kepada
membantu) sawinya pada saat dibutuhkan
5. Siparappe (saling Punggawa memberikan jaminan dana kesehatan
peduli) jika terdapat anggota keluarga sawi yang sakit
5. Sipatokkong (dukungan Sawi rela berkorban jika punggawa mendapat
politis) kesusahan, dan sawi melibatkan diri jika
punggawa mengadakan pesta atau upacara adat
6. Taumalise (tingkat Pemimpin harus jujur dan terbuka serta
pengetahuan) berperanan dalam hal mempengaruhi aktivitas
seseorang/kelompok, dan mengutamakan yang
disepakati oleh orang banyak
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2002.
6
No. Lembaga Sosial Jenis Kegiatan (Norma Lama)
1. Lembaga Upacara adat Melakukan upacara adat dengan cara
(Mappasawe) fungsi pokoknya “lapakkoro” (tafakur), yang
pemeliharaan (Latensi) mengharuskan mereka untuk selalu
mensucikan hati dari sifat-sifat tercela,
seperti dengki,takabur dsb. Dengan
tidak berumahnya sifat-sifat buruk
tersebut, berarti akhlak mereka menjadi
makin mulia sehingga menjadi modal
terbinanya persatuan dan kesatuan
diantara mereka
2. Lembaga musyawarah masyarakat, Kesadaran spiritual terhadap
fungsinya pokoknya pencapaian pemanfaatan potensi laut, yakni lautan
tujuan ditempatkan bagaikan penguasa
(matike), yang menimbulkan kesadaran
ekologis
3. Lembaga kekerabatan (Mabbulo Anggota masyarakat harus selalu dalam
sibatang), fungsi pokoknya keadaan harmonis dan bersatu padu
integrasi
4. Lembaga punggawa-sawi, fungsi Setiap kegiatan harus diputuskan/
pokoknya adaptasi lingkungan disepakati melalui proses saling
menghargai (sipakatuju/sipakatau)
5. Lembaga kepemimpinan, fungsi Figur pemimpin harus cerdas, jujur dan
pokonya pemeliharaan pola terbuka (malise)
(latensi)
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2002.
7
Exsternal PELUANG ANCAMAN
Factor Analysis (Opportunities = O) (Threats = T)
Strategy • Regulasi pemerintah UU • Kebijakan Pemerintah yg
No 16 thn 1964, tentang masih bersipat top down
Bagi Hasil. UU. No 22/99 • Norma lama yg masih
Otonomi Daerah dipertahankan namun
• Terbentuknya Departemen sudah tidak sesuai dng
Kelautan & Perikanan perkembangan zaman
Internal • Modernisasi Perikanan • Terbatasnya infra struktur
Factor Analysis
• Nilai-nilai norma lama yg yg mendukung usaha
Strategy
dapat disinergikan dengan nelayan
norma baru • Norma baru yang tidak
mampu melembaga dalam
masyarakat
KEKUATAN Strategi (S = O) Strategi (S = T)
(Strength = S)
• Tenaga kerja • Sosialisasi, intervensi dan • Nelayan dilibatkan dalam
produktif yg masih implementasi regulasi kegiatan perencanaan
banyak tersedia pemerintah (UU.No 16 kebijakan (bottom up)
• Etos kerja yang /64, UU. No 22/99) • Identifikasi sarana dan
tinggi • Penyuluhan, pelatihan prasarana yang dibutuhkan
• Respon positif kepada nelayan dan • Memanfaatkan waktu
terhadap inovasi keluarga nelayan dalam luang wanita nelayan
baru dibidang peningkatan ekonomi untuk menambah
perikanan keluarga penghasilan keluarga
• Peran serta wanita • Inovasi di bidang • Meningkatkan persepsi/
dapat diandalkan perikanan pengetahuan nelayan
• Memadukan norma lama dalam mendukung norma-
dengan norma baru norma baru yang terbentuk
KELEMAHAN Strategi ( W = O) Strategi (W = T)
(Weaknesses = W)
• Pendidikan formal • Pelatihan, bimbingan, • Sinergi lembaga baru
yang rendah serta bantuan yg intensif dengan nilai-nilai lama
• Aspek pengelolaan mengenai aspek perlu dikembangkan
yang lemah pengolahan • Kebijakan pembangunan
(modal, skill, • Penyempurnaan perikanan harus memihak
teknologi) manajemen lokal yg pada kepentingan nelayan
• Manajemen usaha mengarah keperbaikan • Peningkatan pendapatan
masih bersifat • Pembentukan lembaga nelayan dan keluarga
tradisional baru yg bersumber dari nelayan melalui upaya
• Norma lama yang nilai lama pelatihan keterampilan
sudah tidak relevan • Deferiansi fungsional yang sifatnya
lagi masih tetap yang masih berkaitan berkelanjutan
dipertahankan dengan bidang usaha • Meningkatkan persepsi
nelayan tentang nilai lama yang
8
• Menciptakan kemitraan sudah tidak relevan lagi
dengan lembaga dengan tuntutan zaman
perbankan yang (efektif dan efisien)
difasilitasi oleh lembaga
baru
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2002.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ali, S. 2000. Pengetahuan Lokal dan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Perspektif dari Kaum Marjinal. Universitas Hasanuddin. Makassar.
9
10