You are on page 1of 58

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Obat merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sejalan

dengan laju pertumbuhan penduduk dan munculnya jenis jenis penyakit di masyarakat mengakibatkan kebutuhan obat menjadi suatu hal yang sangat penting. Tetapi di Indonesia kondisi tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan baku yang umumnya masih diimpor. Sebagai solusi atas kurangnya bahan baku obat tersebut, maka diperlukan upaya alternatif, seperti pencarian bahan baku obat alami yang tersedia di Indonesia (Maryani, 2001). Pengobatan tradisional dengan ramuan tumbuhan obat telah lama dipergunakan oleh nenek moyang. Dampak kesembuhannya memang lebih lambat dibandingkan pengobatan secara medis. Namun, efek sampingnya dapat dianggap tidak ada (Hariana 2005). Pemanfaatan obat tradisional sekarang ini semakin meningkat dikarenakan semakin tingginya harga obat modern yang tidak diimbangi dengan kemampuan daya beli masyarakat, namun di balik kenyataan tersebut ada kecenderungan bahwa masyarakat modern sekarang ini mulai tertarik pada obat-obatan tradisional ( back to nature ), selain aman digunakan dan khasiatnya juga tidak kalah di bandingkan dengan obat-obatan modern (Hariana 2007 ).

Salah satu tanaman yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu. yaitu tanaman rimbang (Solanum torvum Swartz), bermanfaat untuk

mengobati sakit lambung, sakit gigi, katarak, tidak datang haid, wasir atau ambeien, radang payudara, influenza, panas 1 dalam, pembengkakan, bisul, koreng, sakit pinggang, asam urat tinggi, tulang keropos, jantung berdebar, menetralkan racun dalam tubuh, melancarkan sirkulasi darah. Sebagai antioksidan, tanaman ini juga mengandung banyak khasiat bagi kesehatan dan termasuk salah satu tanaman obat yang selain buahnya, daun dan bunganya juga dapat dimanfaatkan. Adapun kandungan kimia pada daun, bunga dan buahnya antara lain, Saponin, Tanin, Flavonoid, Alkaloid, Protein Lemak, Kalsium, Fosfor, Zat Besi serta Vitamin A, B dan C. Daun rimbang dapat dimanfaatkan sebagai obat jantung berdebar, sedangkan daun dan buahnya dapat mengobati tekanan darah tinggi, kepala pusing dan kurang nafsu makan. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu: Apakah ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) mempunyai efek

antimikroba di dalam fraksi polar, semi polar dan non polar terhadap pertumbuhan bakteri gram positif, bakteri gram negatif dan jamur ?
1.3 Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan adanya aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) dalam fraksi n-heksan, etil asetat dan fraksi air terhadap

pertumbuhan mikroba Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, dan Candida albicans ATCC 01231.
1.4 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui adanya daya hambat ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur. 2. Mendorong peneliti lain untuk meneliti lebih jauh efek ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) terhadap bakteri dan jamur lain. 3. Menambah pengetahuan dalam bidang mikrobiologi dan farmasi. 4. Dapat digunakan oleh industri farmasi maupun pemerintah dalam pengembangan obat dari bahan alam untuk kemajuan IPTEK di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Rimbang 2.1.1 Taksonomi Tumbuhan Menurut Lasmadiawati, Hemiati dan Indriati ( 2004 ) klasifikasi tumbuhan buah Rimbang (Solanum torvum Swartz) adalah sebagai berikut: Kerajaan Divisi Kelas Ordo Famili Genus
Spesies

: Plantae : Spermathophyta : Dicotyledone : Solanales : Solanaceae : Solanum


: Solanum torvum Swartz

Tanaman sejenis perdu yang dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 2 meter ini, sangat mudah ditemui di sekitar halaman rumah, kebun ataupun hutan di Indonesia pada ketinggian 800 hingga 1200 meter diatas permukaan laut. Tanaman ini juga mengandung banyak khasiat bagi kesehatan dan termasuk

tanaman yang selain buah, daun dan bunganya juga dapat dimanfaatkan sebagai obat.

2.1.2 Deskripsi Tumbuhan Buah Rimbang


4

Tumbuhan ini diduga berasal dari Amerika Serikat tropis dan Hindia Barat namun sudah dikenal lama oleh masyarakat Indian mulai dari Meksiko sampai Brasil. Tumbuhan ini sekarang sudah menyebar di seluruh daerah tropis di dunia. Untuk tumbuh, ia memerlukan curah hujan minimal 1000 mm per tahun dan mampu bertahan hidup hingga ketinggian 2000 m. Pohon kecil tahunan dan dapat mencapai tiga meter tingginya atau kadangkadang lebih. Batangnya berambut dan berduri. Daunnya bercangap dan permukaannya ditutupi rambut tipis yang agak rapat. Mahkota bunganya berwarna putih, berjumlah lima. Kepala sari besar dan tegak, menutupi putiknya. Buah mudanya berwarna hijau, yang setelah masak menjadi kuning, dengan diameter rata-rata satu cm. 2.1.3 Kandungan Kimia Tumbuhan Buah Rimbang Adapun kandungan kimia tanaman rimbang dalam penampisan fitokimia menunjukan serbuk simplisia buah rimbang mengandung flavonoid, saponin, steroid/triterpenoid dan alkaloid (Stevanie, 2007). 2.2 Ekstraksi Zat Aktif Tanaman

Ekstraksi (penyarian) adalah kegiatan penarikan zat yang larut dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair atau cairan penyairan (Haborne, 1989). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan cara menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Dari proses ekstraksi menghasilkan ekstrak yang merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan menghasilkan zat aktif dari simplisia nabati atau hewani, menggunakan pelarut yang sesuai kemudiaan semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang telah di tetapkan (Depkes, 1995). 2.2.1 Maserasi Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok kedalam sebuah bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari di tempat yang terlindung dari cahaya sambil sering diaduk. Setelah 5 hari diserkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyaring secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Endap tuangkan atau saring (Depkes, 1979). 2.2.2. Perkolasi Perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Serbuk simplisia

ditempatkan dalam suatu bejana silinder, bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut. Cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.

2.2.3. Destilasi Destilasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan pemanasan, suatu cairan akan mendidih, uap yang terbentuk akan terkondensasi didalam pendingin sebagai destilasi, hanya satu fase yang bergerak. Destilasi digunakan untuk memisahkan substansi yang titik didihnya berkisar antara 40-150 C (Depkes, 1995) 2.3. Mikroba Mikroba adalah mahluk hidup berukuran kecil, bersel satu dengan bentuk dan struktur yang sederhana yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Contoh : bakteri dan jamur (Seputro, 1998) Pertumbuhan mikroba merupakan perubahan ukuran sel mikroba yang pada mulanya berukuran kecil menjadi berukuran besar sebesar sel induknya. Pertumbuhan ini berlangsung cepat dengan adanya faktor-faktor luar yang menguntungkan, seperti: a. Nutrisi

Kebutuhan nutrisi mikroba meliputi bahan makanan umum seperti air, karbohidrat sebagai sumber karbon, protein sebagai sumber nitrogen dan ion-ion organik (Seputro, 1998 ; Volk, 1990). b. Suhu Berdasarkan aktivitas suhu, mikroba dibagi atas 3 golongan, yaitu : mikroba psikofilik, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 10C -20C yang optimum pada 15C ; mikroba mesofilik, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 20C - 40C yang optimum pada 37C ; mikroba termofilik, adalah mikroba yang tumbuh pada suhu 45C - 75C, yang optimum pada 55C, serta mikroba yang dapat tumbuh pada suhu ekstrim yaitu mikroba stenotermal yang dapat tumbuh pada suhu 80C - 110C (Seputro, 1998 ; Volk, 1990). c. pH medium Sebagian besar spesies bakteri tumbuh pada pH 6,8 7,2, sedangkan jamur pada pH 5 6. Berdasarkan pH yang dibutuhkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya, maka dapat dibagi atas : mikroba asidofilik, yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada pH 1,0 5,5 ; mikroba neutrofilik, yaitu mikroba yang tumbuh pada pH antara 5,5 8,0; dan mikroba alkafilik, yaitu mikroba yang tumbuh pada pH antara 8,5 8,0 (Seputro, 1998 ; Volk, 1990). d. Oksigen Berdasarkan kebutuhan oksigen, mikroba dibedakan atas mikroba aerob yang tumbuh dengan adanya oksigen dan mikroba anaerob yang dapat

tumbuh tanpa oksigen. Ada juga mikroba anaerob fakultatif yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada kondisi ada atau tanpa oksigen (Seputro, 1998 ; Volk, 1990) e. Zat kimia Zat kimia dapat juga menghambat pertumbuhan mikroba tanpa membunuhnya (bakteriostatik), dan juga dapat membunuh mikroba (bakterisid) (Seputro, 1998 ; Volk, 1990). 2.3.1. Bakteri Bakteri adalah makhluk hidup yang berukuran kecil, terdiri dari satu sel, hanya dapat dilihat dengan mikroskop dan berkembang biak dengan membelah diri atau secara seksual (Jarets, Alex, 1980). 2.3.1.1. Fase Pertumbuhan Bakteri Fase pertumbuhan bakteri dapat diproyeksikan sebagai logaritma jumlah sel terhadap waktu pertumbuhan. Dengan cara ini, pertumbuhan bakteri dibagi 4 fase (Lay, 1994) : 1. Fase lag Merupakan fase penyesuaian pada lingkungan (adaptasi) dan lamanya tergantung pada macam bakteri, umur biakan dan nutrien yang terdapat dalam medium.dalam fase ini, bakteri belum membelah. 2. Fase log (eksponensial)

10

Pada fase ini pembiakan bakteri berlangsung cepat, sel-sel mulai membelah dan jumlahnya meningkat secara logaritma sesuai dengan perubahan waktu. 3. Fase stasioner Pada fase ini terjadi suatu keadaan seimbang antara jumlah bakteri yang hidup dengan jumlah bakteri yang mati adalah tetap.

4. Fase kematian Pada fase ini, jumlah bakteri yang mati semakin banyak. Ini disebabkan semakin berkurangnya jumlah makanan dalam medium dan pembiakan berhenti.

11

Gambar.1 : Kurva Pertumbuhan Bakteri 2.3.1.2. Pembagian Bakteri Berdasarkan Teknik Pewarnaan Bakteri dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Gram positif dan Gram negatif. Kedua kelompok ini berbeda terutama dinding selnya (Seputro, 1998). A. Bakteri Gram Positif Bakteri yang dapat mengikat zat warna utama (kompleks ungu kristal) pada pewarnaan gram dan dapat menahan zat warna tersebut dengan kuat setelah proses pencucian, sehingga tidak dapat diwarnai lagi dengan zat warna berikutnya. Hal ini karena dinding sel bakteri gram positif cukup tebal ,yang terdiri dari 30 lapis peptidoglikan yang merupakan polimer kompleks, terdiri dari asam N-asetilmuramat dan N-asetilglukosamin, susunan ini sangat kompleks sehingga permeabilitas kurang, akibat nya zat warna utama tidak dapat keluar B. Bakteri Gram Negatif Bakteri yang tidak dapat mengikat zat warna utama pada pewarnaan gram sehingga pada proses pencucian selanjutnya akan luntur dan mudah diwarnai oleh zat warna berikutnya. Hal ini disebabkan karena dinding sel gram negatif mengandung lebih sedikit peptidoglikan, hanya 1-2 lapisan, susunan dinding sel ini

12

tidak tampak, permeabilitas dinding sel besarkarena adanya struktur membran kedua yang tersusun oleh proton, fosfolipida dan lipopolisakarida yang sering disebut antigen D, sehingga masih memungkinkan terlepasnya zat warna utama. Gambar.2 : Dinding Sel Bakteri Gram Positif dan Dinding Sel Bakteri Gram Negatif 2.3.1.3. Koloni Bakteri Koloni adalah sekelompok masa sel yang dapat dilihat dengan mata langsung. Semua sel dalam koloni itu adalah sama, dianggap kesemuanya itu merupakan keturunan (pirogenik) satu mikroorganisme dan karena itu melewati apa yang disebut mikrobiologiwan biakan murni (Pleczar dan Chan, 1988). 2.3.1.4. Bentuk-Bentuk Bakteri Bakteri dapat digolongkan dalam 3 kelompok besar berdasarkan bentuknya, yaitu : (Adam, 1992) 1. Basil Basil adalah bakteri yang berbentuk menyerupai batang atau silinder dengan ukuran yang bervariasi, beberapa diantaranya berbentuk seperti rokok sigaret, ada berbentuk seperti gelondong dengan ujung-ujung yang menyerupai cerutu. Ada beberapa bakteri yang mempunyai bentuk basil yang panjang dan lebar. Basil yang bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, yang bergandeng dua-dua disebut diplobasil. Ujung-ujung basil yang terlepas satu sama lain tumpul, sedangkan ujung-ujung yang masih bergandengan tajam.

13

Gambar.3: Bentukbentuk bakteri basil yang menyerupai batang atau silinder

2. Kokus Kokus adalah bakteri yang berbentuk bola-bola kecil, ada yang hidup secara sendiri-sendiri dan ada juga yang hidup berpasangan, kubus dan rantai panjang. Bentuk kokus tersusun berkelompok dalam bentuk : Diplokokus, terdiri dari 2 kokus Tetrakokus, terdiri dari 4 kokus Sarcina, terdiri dari beberapa kokus yang berbentuk kubus Streptokokus, terdiri dari beberapa kokus yang tersusun seperti rantai

14

Staphylokokus, beberapa kokus yang berkelompok seperti untaian buah anggur.

Gambar. 4 : Bentuk-bentuk bakteri kokus yang berbentuk bolabola kecil. 3. Spiral Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok seperti spiral. Bakteri yang berbentuk seperti ini banyak. Golongan ini merupakan golongan dengan jumlah terkecil jika dibandingkan dengan golongan basil maupun golongan kokus. Bakteri spiral dapat dibedakan atas : Vibrio, adalah batang melengkung yang menyerupai koma, kadangkadang vibrio tumbuh sebagai benang-benang berbelit atau membentuk huruf S Spiril adalah spiral atau lilitan yang sebenarnya dengan tubuh sel yang kokoh.

15

Spirochaeta juga bakteri berbentuk spiral tapi perbedaannya dengan spiral

adalah kemampuan dalam melentirkan dan melekuk-melekukkan tubuhnya sambil bergererak.

Gambar 5 : Bentuk-bentuk bakteri spirilia yang bakterinya berbengkokbengkok.

2.3.2. Jamur Jamur merupakan organisme eukariotik yang tidak mengandung klorofil dan bersifat heterotrof, memperoleh energi dengan mengoksidasi bahan organik pada kondisi aerob. Jamur mempunyai ukuran lebar yang beragam antara 1-5 mikron dan panjang 5-30 mikron. Ada yang berbetuk telur, memanjang atau berbetuk bulat bola. Dinding sel terdiri dari kitin atau sellulosa (Volk & Wheeler, 1990).

16

Tubuh jamur mempunyai filamen panjang dan bercabang. Tiap filamen dinamakan hifa. Hifa terus tumbuh dan bercabang membentuk miselium. Miselium di bagi atas 2 bagian yaitu miselium vegetatif dan miselium reproduktif. Miselium vegetatif yaitu miselium yang tumbuh ke bawah menerobos medium serta berfungsi mengambil makanan, sedangkan miselium reproduktif yaitu miselium yang menghasilkan spora dan tumbuh meluas ke udara (Seputro, 1998). 2.3.2.1. Pembiakan Jamur Jamur berkembang biak secara vegetatif dan generatif dengan berbagai macam spora. Macam-macam spora yang terjadi dengan tidak melalui perkawinan, antara lain : a. Spora biasa yang terjadi karena protoplasma dalam suatu sel tetentu berkelompokkelompok kecil, masing-masing mempunyai membran serta inti sendiri. Sel tempat terjadinya spora ini di sebut sporangium dan sporanya sendiri di sebut sporangiospora. b. Konidiospora, yaitu spora yang terjadi karena ujung suatu hifa berbelah-belah seperti tasbih. Dalam hal ini tidak ada sporangium tiap spora di sebut kanidiospora atau konidia saja, sedangkan tangkai pembawa konidia di sebut konidiofor. c. Pada beberapa spesies, bagian-bagian miselium dapat membesar serta berdindingtebal, bagian itu merupakan alat pembiakan yang di sebut klamidospora (chlamydospora = spora yang berkulit tebal).

17

d. Jika bagian-bagian miselium itu tidak berubah menjadi besar dari aslinya, makabagian-bagian itu di sebut artospora (serupa batu bata), oidiospora atau oidia (serupa telur) (Seputro, 1998). 2.3.2.2. Pembagian Jamur Berdasarkan Infeksinya Terhadap Manusia a. Jamur-jamur sistemik Mikosis sistemik biasanya disebabkan oleh jamur tanah. Jamur ini menyebabkan penyakit pada organ-organ tertentu, contoh : Hisoplasma capsulanum b. Jamur-jamur pada permukaan Jamur ini biasanya menyerang jaringan keratin, tetapi tidak menyerang jaringan yang lebih dalam. Jamur pada golongan ini adalah dermatofita, yaitu jamur yang hidup pada jaringan yang mengandung zat tanduk seperti kuku, rambut dan kulit, contoh : Tricophyton mentaagrophytes (Volk & Wheeler, 1990). 2.4. Mikroba Uji Mikroba uji adalah mikroba standar yang sudah diketahui genus dan spesiesnya secara pasti. Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

A. Bakteri Gram Positif 1. Staphylococcus aureus

18

Staphylococcus aureus adalah bakteri yang berbentuk bulat atau kokus. Bakteri ini bisa tunggal, berpasangan atau bergerombol dalam susunan yang tidak teratur. Bakteri ini tidak berspora, bersifat patogen pada manusia dan hewan. Bakteri yang berukuran 0,8 1,0 m ini merupakan bakteri heterotrof dan termasuk bakteri anaerob fakultatif. Bakteri ini banyak terdapat di tanah, air, udara, kulit manusia dan selaput lendir hewan yang berdarah panas. Kedudukan Staphylococcus aureus dalam taksonomi : Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Protophyta : Schizomycetes : Eubacteriales : Microcoaceae : Staphylococcus : Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1998).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling kuat daya tahan nya dan patogen. Pada agar miring ini dapat tetap hidup sampai berbulan-bulan, baik dalam lemari es maupun pada suhu kamar. Bakteri ini juga relative resisten pada pengeringan dan pemanasan pada suhu 50 C selama 30 menit (Anonim, 1994). Staphylococcus aureus ini dapat tumbuh optimum pada suhu 37C. Koloni yang dihasilkan setelah inkubasi dalam media selama 24 jam pada suhu

19

optimumnya akan terlihat berwarna kuning keemasan kemudian akan berubah menjadi buram. B. Bakteri Gram Negatif 1. Escherichia coli Menurut Dwidjoseputro, 1998 kedudukan Escherichia coli dalam taksonomi adalah : Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Protophyta : Schizomycetes : Eubacteriales : Enterobacteriaceae : Escherichia : Escherichia coli

Escherichia coli adalah anggota flora usus normal. Kadang-kadang Escherichia coli juga ditemukan dalam air susu dimana ia mengadakan fermentasi terhadap laktosa bersama Aerobacter aerogenes. dan menghasilkan

karbondioksida (CO2), hidrogen dan asam organic yang dapat mengganggu mutu air susu (Cruickshark et al, 1973).

20

Escherichia coli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia. Kebanyakan Escherichia coli tidak berbahaya, tetapi beberapa, seperti Escherichia coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia. Escherichia coli yang tidak berbahaya dapat menguntungkan manusia dengan memproduksi vitamin K2, atau dengan mencegah bakteri lain di dalam usus. Escherichia coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika. Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. Escherichia coli dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah dalam penanganannya (Volt dan wheeler, 1990).
C.

Jamur Candida albicans Kedudukan Candida albicans dalam taksonomi adalah: Kingdom Phylum Subphylum Class Ordo Family Genus Spesies : Fungi : Ascomycota : Saccharomycotina : Saccharomycetes : Saccharomycetales : Saccharomycetaceae : Candida : Candida albicans

21

Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan ditemukannya Candida albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam jaringan. Terjadinya kedua bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu percobaan di luar tubuh. Pada keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan bebas, tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh, maka dibentuk hifa (Suryawira, 1995).

2.5. Sterilisasi Alat-alat dan bahan yang akan digunakan terlebih dahulu harus disterilisasi menurut cara yang sesuai, ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pertumbuhan dan pencemaran dari mikroorganisme lain yang tidak diharapkan. Sterilisasi adalah setiap proses (kimia atau fisik) untuk membunuh semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme (Syahrurachman, 1994). 2.5.1. Macam-Macam Sterilisasi 1. Sterilisasi secara fisik

22

Cara sterilisasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan panas untuk menggumpalkan bakteri protein. a. Sterilisasi panas basah Sterilisasi ini dapat membunuh kuman karena mendenaturasi protein, terutama enzim-enzim dan membran sel. Daya bunuh panas basah ini juga meliputi perubahan kondisi fisik dari lemak sel. Sterilisasi panas basah ini dapat dilakukan dengan memakai uap air panas bertekanan tinggi dalam autoklaf suhu 121C dengan tekanan 1 Atm, dengan merebus (boiling) ataupun dengan pasteurisasi. b. Sterilisasi panas kering Sterilisasi ini memiliki daya bunuh yang tidak sebaik panas basah.

Sterilisasi ini dapat dilakukan dengan pembakaran (incineration), dengan udara panas (hot air sterilization), misalnya dengan menggunakan oven dengan temperatur 170C - 180C. 2. Sterilisasi secara kimia Sterilisasi ini dilakukan dengan menggunakan bahan kimia seperti larutan alkohol 70 %, formalin 4 %, sublimat 0,1 %, NaCl 9 %, KCl 11 % dan sebagainya. Sterilisasi ini dapat juga menggunakan radiasi, seperti radiasi sinar ungu ultra (ultra violet). 3. Sterilisasi secara mekanik

23

Sterilisasi ini dilakukan secara mekanik, misalnya dengan penyaringan (filtration). Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan cairan atau gas melalui suatu bahan penyaring yang memiliki pori cukup kecil untuk menahan mikroorganisme dengan ukuran tertentu. Saringan akan tercemar, sedangkan cairan atau gas yang melaluinya akan steril. Alat saring tertentu juga mempergunakan bahan yang mengadsorpsi mikroorganisme. Saringan yang umum dipakai tidak dapat menahan virus. Penyaringan dilakukan untuk mensterilkan substansi yang peka terhadap panas seperti serum, solusi enzim, toksin kuman, ekstrak sel dan sebagainya (Syahrurachman, 1994).

2.6. Metoda Pengujian Aktivitas Antimikroba 2.6.1. Metoda Difusi Metoda difusi merupakan metoda yang sederhana dalam pengujian aktivitas antimikroba. Pada teknik difusi ini, pencadang (reservoir) mengandung sampel uji (ekstrak tumbuhan) yang ditempatkan pada permukaan medium yang telah diinokulasi dengan mikroba uji. Setelah inkubasi, diameter daerah bening sekitar pencadang (diameter hambatan) diukur. Pencadang yang digunakan dapat berupa cakram kertas, silinder porselen atau baja tahan karat yang ditempatkan

24

pada permukaan medium serta catak lubang pada medium yang telah diinokulasi mikroba uji (Hadioetomo, 1990). 2.6.2. Metoda Dilusi Pada metoda ini digunakan medium cair. Kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba diukur dengan menggunakan instrument yang cocok, seperti spektrofotometer. Sesuai dengan desain percobaan yang akan dilakukan, beberapa tabung disisipkan, lalu diisi dengan larutan pembanding dan sediaan uji dengan susunan dosis tetentu, kemudian ditambahkan medium yang telah diinokulasikan dengan mikroba, diinkubasi selama 24 jam pada penangas air suhu 37C (bertermostat dan diaduk). Setelah masa inkubasi selesai, pertumbuhan mikroba dihentikan dengan penambahan 0,5 ml formaldehid atau tabung dipanaskan pada suhu 80C. kekeruhan yang di timbulkan menggantikan rata-rata diameter daerah hambat (Hadioetomo, 1990). Metoda dilusi ini cocok untuk pengujian senyawa larut air, senyawa lipofilik murni, untuk penentuan harga Konsentrasi Hambat minimum (KHM) serta untuk mengamati kurva pertumbuhan normal mikroorganisme. 2.6.3. Metoda Bioautografi Metoda bioautografi adalah sebuah metoda untuk melokalisasi aktivitas antibakteri pada kromatogram. Prosedur umumnya berdasarkan teknik difusi dimana zat antimikroba berdifusi dari kromatogram lapis tipis atau kromatogram

25

kertas ke plat agar. Daerah hambatan kemudian dinamakan dengan penampak noda yang cocok. Permasalahan yang disebabkan oleh perbedaan difusi senyawa dari kromatogram ke lapisan agar dapat diatasi dengan teknik bioautografi langsung yaitu dengan mendeteksi atau mengamati pada kromatogram. Plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) disemprot dengan suspensi mikroba, kemudian diinkubasi selama beberapa hari. Daerah hambatan divisualisasikan dengan penampak noda, contohnya : garam tetrazolium.

2.7. Medium Pembenihan Medium adalah bahan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Untuk tumbuh, bakteri membutuhkan kebutuhan dasar seperti : air, karbon, nitrogen, energi, mineral, vitamin dan faktor pertumbuhan. Di samping itu, medium juga harus mempunyai suasana yang sesuai dengan persyaratan kehidupan yang dibutuhkan bakteri, seperti : pH, suhu, tekanan osmosa, kelembapan dan kadar air yang sesuai (Syahrurachman, 1994). Air merupakan komponen yang penting dalam kehidupan bakteri karena 70 % sampai 80 % dari protoplasma terdiri dari air. Air bertindak sebagai media transportasi zat makanan dan hasil metabolit dan keluar sel, juga diperlukan pada proses enzimatis. Di alam, bahan makanan ini telah tersedia, baik dalam bentuk senyawa ataupun dalam bentuk unsur pembentuk makanan.

26

Pembiakan mikroorganisme dalam laboratorium perlu bahan makanan yang biasanya disesuaikan dengan tujuan percobaan sehingga diperoleh hasil yang di inginkan. Bahan makanan yang digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme yang sesuai dengan lingkungannya, daging dan wortel ataupun bahan buatan (berbentuk senyawa kimia organik atau anorganik) di sebut dengan medium pembenihan (Anonim, 1994). Agar mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang baik dalam medium pembenihan, di perlukan persyaratan tertentu, antara lain : Medium harus mengandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Medium harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan dan pH yang sesuai dengan kebutuhan mikroorganisme. Medium harus dalam keadaan steril, artinya belum ditanam

mikroorganisme yang di inginkan, medium tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme lain. Berdasarkan konsistensinya, medium dapat dibedakan atas medium padat, setengan padat dan cair. Pada medium padat dapat ditambahkan zat pengental, seperti gelatin, agar dan silika gel. Medium cair tidak membutuhkan zat pengental, sedangkan pada medium setengah padat hanya membutuhkan zat pengental 50 % dari yang seharusnya. Jika ditinjau komposisi kimiawinya, medium dapat dibedakan atas medium sintetik dan medium non sintetik. Komposisi medium sintetik diketahui dengan pasti dan biasanya dibuat dari bahan kimia yang telah diketahui kemurniannya dan dapat ditentukan jumlahnya dengan

27

tepat. Medium semacam ini dibuat kapan saja dengan hasil yang sama. Komposisi kimiawi medium non sintetik tidak diketahui dengan pasti. Contohnya bahanbahan yang terdapat dalam kaldu nutrien yang terdiri dari ekstrak daging dan pepton dengan komposisi kimiawi yang belum diketahui dengan pasti. Untuk pertumbuhan mikroba, di perlukan sumber karbohidrat dan nitrogen organik. 2.7.1. Pengelompokkan Media 2.7.1.1. Berdasarkan Persyaratan Susunan Media 1. Media Alami Yaitu media yang disusun oleh bahan-bahan alami seperti kentang, daging, telur, umbi-umbian dan lain sebagainya. Saat ini, media alami yang paling banyak digunakan adalah dalam bentuk kultur jaringan tanaman ataupun hewan. 2. Media Sintetik Yaitu media yang disusun oleh senyawa kimia seperti media siap jadi yang dijual di pasar. Media ini tinggal melarutkan dalam air dan mensterilkannya.

3. Media Semi Sintetik Yaitu media yang disusun oleh campuran bahan-bahan alami dan bahan-bahan sintetik (Aldi yufri, 2004). 2.7.1.2. Berdasarkan Sifat-Sifatnya 1. Media Umum

28

Media ini digunakan untuk pertumbuhan dan perkembanganbiakan satu atau lebih kelompok mikroba secara umum. Contoh : agar kaldu nutrisi untuk bakteri, agar kentang dekstrosa untuk jamur. 2. Media Diperkaya Media ini digunakan dengan maksud memberikan kesempatan terhadap satu jenis atau kelompok mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat dari jenis atau kelompok mikroba lainnya yang sama-sama berada dalam satu bahan. Media ini tidak selektif, media tersebut hanya diperkaya dengan berbagai bahan seperti darah, serum, hemoglobin, faktor pertumbuhan dan lainlain. 3. Media Selektif Adalah media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu atau lebih jenis mikroba tertentu tapi akan menghambat atau mematikan untuk jenis mikroba yang lain. Perubahan media itu dapat dibuat dengan jalan mengubah pH dengan mengambil beberapa keuntungan dari kemampuan beberapa kuman untuk tumbuh pada satu pH dan tidak pada pH yang lain.

4. Media Persemaian Media ini dapat menekan pertumbuhan mikroba yang tidak di inginkan, sambil merangsang pertumbuhan kuman yang di inginkan. Contoh dari media ini adalah Kaldu Cystin Selenit. 5. Media Differensial

29

Media ini digunakan untuk pertumbuhan mikroba tertentu serta penentuan sifat-sifatnya. Media differnsial yang mengandung bahan kebutuhan nutrisional tertentu dapat memperlihatkan pertumbuhan kuman yang menguntungkan bagi kepentingan diagnostik laboratorium suatu penyakit. 6. Media Indikator Adalah suatu media yang mengandung suatu indikator yang akan berubah warnanya jika ditumbuhi oleh bakteri. Misalnya Salmonella typhi yang dapat mereduksi bismuth sulfide pada Media Wilson Blair (koloni Salmonella akan berwarna hitam). 7. Media Penguji Adalah media yang digunakan untuk pengujian senyawa atau benda tertentu dengan bantuan mikroba. Misalnya media penguji vitamin, asam amino, antibiotik, residu pestisida, residu detergen dan lain-lain. Media ini disamping tersususun dari senyawa dasar untuk kepentingan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba, juga ditambah sejumlah senyawa tertentu yang akan diuji.

8. Media Perhitungan Adalah media yang dipergunakan untuk menghitung jumlah mikroba pada suatu bahan. Media ini dapat berupa media umum, media selektif ataupun media differensial dan media penguji. 9. Media Transpor

30

Organisme yang mudah mati, misalnya Gonococcus yang mungkin tidak dapat hidup jika dibawa ke laboratorium atau akan tertutup oleh pertumbuhan kuman lainnya yang tidak patogen, maka dibutuhkan media khusus untuk pengiriman bahan pemeriksaan. Contohnya media Stuar untuk Gonococcus dan garam gliserol untuk tinja (Aldi Yufri, 2004).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Penelitian

31

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2011 di Laboratorium Penelitian Mikrobiologi dan Laboratorium Kimia Bahan Alam Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang. 3.2 3.2.1 Alat dan Bahan Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, pipet mikro, tabung reaksi, pipet tetes, erlemeyer, timbangan, penjepit kayu, kain kasa, oven, autoklaf, pinset, jarum ose, lampu spiritus, gelas ukur, botol gelap, inkubator, beker glass, vial, cakram steril, lemari pendingin, laminar air flow, alat destilasi, seperangkat alat rotary evaporator, dll. 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan adalah ekstrak buah Rimbang (Solanum torvum Swartz), media Nutrient Agar (NA), media Potato Dextrose Agar (PDA), NaCl fisiologis 0,9%, aquadest, etanol, n-heksan hasil destilasi, dan etil asetat hasil destilasi, klorampenikol dan nistatin. Mikroba uji yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923, Eschericchia coli ATCC 25922, dan Candida albicans ATCC 01231.
29

3.3 3.3.1

Metode Penelitian Pengambilan Sampel Sampel berupa tumbuhan buah rimbang (Solanum torvum Swartz) yang

diperoleh dari daerah Pakjo Palembang Sumatera Selatan.

32

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum)

3.3.2.1 Ekstraksi Timbang sebanyak 1 kg buah rimbang (Solanum torvum Swartz) dipotong kecil-kecil (rajang). Lalu dimaserasi dengan cara dimasukan ke dalam botol berwarna gelap ditambah pelarut etanol yang sudah di destilasi sampai semua bahan terendam semua setelah itu tutup rapat dan simpan di tempat yang terlindungi dari cahaya matahari sesekali diaduk-aduk. Maserasi dilakukan 3 kali perendaman selama 5 hari 24 jam kemudian disaring sehingga didapat filtratnya. Filtrat yang didapat dari hasil penyaringan tersebut kemudian dikentalkan dengan cara destilasi vakum sampai didapat ekstrak buah rimbang, kemudian dipekatkan dengan rotari didapat ekstrak kental buah rimbang. 3.3.2.2 Fraksinasi Ekstrak kental etanol dimasukan ke dalam corong pisah 500 ml kemudian ditambah air suling 100 ml, selanjutnya di fraksinasi dengan n-heksan di dalam corong pisah sehingga diperoleh 2 (dua) fraksi yaitu fraksi air dan fraksi n-heksan. Fraksi n-heksan diuapkan dengan destilasi vakum sehingga didapat fraksi nheksan yang kental. Fraksi air selanjutnya di fraksinasi lagi dengan menggunakan etil asetat, sehingga diperoleh 2 (dua) fraksi lagi yaitu fraksi air dan fraksi etil asetat. Fraksi etil asetat dan fraksi air kemudian diuapkan lagi dengan cara destilasi vakum sehingga didapat fraksi etil asetat yang kental.
3.3.3 Uji Pendahuluan Kandungan Kimia Buah Rimbang (Solanum torvum)

3.3.3.1. Pemeriksaan Alkaloid ( Culvenor & Fitzgerald, 1963)

33

Pemeriksaan alkaloid menggunakan metode Culvenor-Fritzgerald yaitu 4 (empat) gram sampel segar dipotong-potong halus digerus dalam lumpang dengan bantuan sedikit pasir yang bersih dan tambahkan 10 ml Kloroform dan 10 ml Kloroform amoniak 0,05 N, kemudian disaring dengan menggunakan kapas terus diambil dengan pipet tetes dan dimasukan dalam tabung reaksi, tambahkan 10 tetes Asam Sulfat-2N dan dikocok perlahan selama 1 (satu) menit sampai terjadi pemisahan. Selanjutnya lapisan Asam Sulfat diambil kemudian dimasukan dalam tabung reaksi lain lalu ditambahkan pereaksi mayer. Terbentuknya kabut putih, gumpalan putih atau endapan putih menandakan adanya reaksi positif Alkaloid dari sampel.
3.3.3.2

Pemeriksaan Flavonoid

Pemeriksaan Flavonoid dilakukan dengan menggunakan metoda Sianidin Test yaitu 4 (empat) gram sampel segar dipotong-potong halus, kemudian dimasukan dalam tabung reaksi ditambah 25 ml Etanol, lalu dipanaskan sampai mendidih, setelah itu langsung disaring saat panas sehingga didapat filtrat. Filtrat tersebut diuapkan hingga tinggal separuhnya, kemudian ditambahkan dengan beberapa tetes ( 2-3 tetes) Asam Klorida pekat dan serbuk Magnesium. Terbentuknya warna oranye sampai merah menunjukan adanya Flavonoid di dalam sampel.
3.3.3.3

Pemeriksaan Steroid, Terpenoid, Saponin, dan Senyawa Fenol

(Simes et.al, 1959) Pemeriksaan ini dengan menggunakan metoda Simes et al yaitu 4 (empat) gram sampel dipotong halus dan dididihkan dengan 25 ml etanol selama 15 menit,

34

kemudian disaring selagi panas lalu filtrat diuapkan sampai kering. Ekstrak yang didapat kemudian ditambah kloroform dan Aqua Destilata berbanding 1:1 sebanyak 5 ml masing-masing, lalu dikocok, kemudian dibiarkan sebentar sehingga terbentuk lapisan air dan lapisan Kloroform. Untuk pemeriksaan Saponin yaitu dilakukan dengan cara sebagian lapisan air dikocok kuat-kuat dalam tabung reaksi. Setelah itu, bila positif ada Saponin akan terbentuk busa yang stabil selama 15 menit. Untuk pemeriksaan Senyawa Fenol yaitu sebagian lapisan air dimasukan dalam plat tetes kemudian ditambahkan 2 (dua) tetes Besi (III) Klorida. Untuk melihat adanya senyawa Fenol didalam sampel ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi warna biru atau warna hitam. Untuk pemeriksaan Terpenoid dan Steroid yaitu pada sebagian lapisan Kloroform diambil dengan pipet berisi Norit, tampung di plat tetes kemudian biarkan sampai kering. Tambahkan pereaksi Liebermann-Burchard, jika berwarna merah menunjukan bahwa sampel ada kandungan Terpenoid, sedangkan warna biru atau hijau menunjukan sampel ada kandungan Steroid.

3.3.4

Pembuatan larutan Uji dengan Berbagai Konsentrasi Untuk masing-masing ekstrak n-heksan, etil asetat dan air dibuat masing-

masing konsentrasi dari 50% , 40%, 30%, 20%, dan 10% kemudian diuji aktifitas antimikroba.

35

3.3.5

Sterilisasi Alat dan Bahan Alat-alat yang akan disterilkan dicuci terlebih dahulu kemudian

dikeringkan. Untuk alat-alat gelas seperti tabung reaksi, gelas ukur, erlemeyer, pipet tetes ditutup mulutnya dengan sumbatan kapas dan dibungkus dengan kertas perkamen, begitu juga dengan cawan petri dan corong. Kemudian semuanya disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121C dengan tekanan 15 lbs selama 15 menit. Sedangkan pinset, jarum ose, dan kaca objek dipijarkan dengan melewatkan pada nyala api selama 20 detik (Seputro, 1998). 3.3.6 Pembuatan Medium Pembenihan

3.3.6.2 Medium Nutrien Agar Timbang sebanyak 23 gram serbuk Nutrien Agar (siap pakai) dilarutkan dalam 1 (satu) liter air suling dan dipanaskan sampai mendidih dan larut seluruhnya, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121C dengan tekanan 15 lbs selama 15 menit. Media Nutrien Agar dituangkan sebanyak 15 ml ke dalam cawan petri dan 5 (lima) ml ke dalam tabung reaksi untuk Agar miring, biarkan memadat dan disimpan dalam lemari pendingin (Alex dkk, 1980).

3.3.6.3 Medium Potato Dextrose Agar Timbang sebanyak 39 gram serbuk Potato Dextrose Agar dilarutkan dalam 1 (satu) liter air suling dan dipanaskan sampai mendidih dan larut seluruhnya. Kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121C dengan tekanan 15 lbs selama 15 menit. Media Potato Dextrose Agar dituangkan sebanyak 15 ml dalam

36

cawan petri dan 5 (lima) ml dalam tabung reaksi untuk Agar miring, biarkan memadat dan simpan dalam lemari pendingin (Alex dkk, 1980). 3.3.6.4 Pemilihan Mikroba Uji Pemilihan mikroba uji dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Palembang dan di isolasi dan di identifikasi sebagai Staphylococcus aureus ATCC 25923, Eschericchia coli ATCC 25922, dan Candida albicans ATCC 01231. 3.3.7 Peremajaan Mikroba Uji Peremajaan mikroba uji dilakukan dengan cara menginokulasikan 1 (satu) ose biakan murni dari stok Agar miring ke medium Agar miring Nutrien Agar (NA) yang baru, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37C selama 24 jam untuk bakteri dan pada suhu 25-27 C selama 3 sampai 5 hari untuk jamur hingga diperoleh pertumbuhan yang normal (Jawets dkk, 1989). 3.3.8 Pembuatan Suspensi Mikroba Diambil koloni bakteri dari Agar miring Nutrien Agar (NA) dan koloni jamur dari agar miring Potato Dextro Agar (PDA) menggunakan jarum ose, kemudian disuspensikan ke dalam pelarut NaCl 0,9% fisiologis dalam tabung reaksi dan dikocok homogen. Kekeruhan suspensi mikroba uji diukur dengan alat spektronik yaitu pada panjang gelombang () 530 nm dengan transmitan 25% untuk bakteri dan panjang gelombang () 580 nm dengan transmitan 90% untuk jamur (Depkes, 1995). 3.3.9 Uji Penghambat Pertumbuhan Mikroba

37

Pada permukaan cawan petri yang berisi 10 ml media Nutiren Agar atau Potato Dextrose Agar yang telah memadat, dituangkan Agar inokulum 1% yaitu 10 ml media Nutrien Agar dan Potato Dextrose Agar pada suhu 45-50C ditambah 0,1 ml suspensi mikroba uji (T 25%). Kemudian dibiarkan pada suhu kamar selama 15 menit. Pengujian dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali sehingga total cawan petri yang disiapkan adalah 3 cawan petri untuk satu mikroba uji. Cakram kertas yang telah disterilkan dicelupkan ke dalam masing-masing konsentrasi zat uji yang telah disiapkan kemudian di kering anginkan kemudian diletakan pada permukaan media Agar yang telah diinokulasi dengan mikroba. Cawan petri Nutrient Agar diinkubasi ke dalam inkubator pada suhu 37C selama 24 jam dan Potato Dextrose Agar pada suhu 25C selama 5 hari. Kemudian diukur diameter zona bening (clear zone) yang terbentuk dengan menggunakan jangka sorong atau penggaris milimeter. 3.3.10 Analisa Data Data hambatan pertumbuhan ditabulasi untuk setiap mikroba uji yang digunakan pada berbagai konsetrasi zat uji.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil

38

1. Rendemen yang didapat dari ekstrak buah rimbang (Solanum torvum

Swartz) adalah 4,58%


2. Hasil pengamatan uji antimikroba dari ekstrak buah Rimbang (Solanum

torvum Swartz) terhadap bakteri Staphylococcus aureus (ATCC 25923) pada konsentrasi 50%, 40%, 30%,20%, 10% diameter zona hambatnya berturutturut sebesar 12,7 mm, 11,8 mm, 10,8 mm, 10,1 mm, 8,8 mm untuk fraksi air dan fraksi etil asetat 16,7 mm, 13,5 mm, 11,9 mm, 10,9 mm, 9,1 mm sedangkan fraksi n-heksan tidak memiliki zona hambat.
3. Hasil pengamatan uji antimikroba dari ekstrak buah Rimbang (Solanum

torvum Swartz) terhadap bakteri Escherichia coli (ATCC 2922) pada konsentrasi 50%, 40%, 30%,20%, 10% diameter zona hambatnya berturutturut sebesar 9,1 mm, 8,5 mm, 8,2 mm, 8,1 mm, 7,6 mm untuk fraksi air dan fraksi etil asetat 15,6 mm, 15 mm, 13,9 mm, 12,7 mm, 11,6 mm sedangkan fraksi n-heksan tidak memiliki zona hambat.
4. Hasil pengamatan uji antimikroba dari ekstrak buah rimbang (Solanum

torvum Swartz ) terhadap Candida albicans (ATCC 01231) pada fraksi etil asetat pada konsentrasi 50%,40%,30%,20%,10% diameter zona hambatnya berturut-turut sebesar 19,8 mm, 18,1 mm, 16,5 mm, 15,1 mm 12,2 mm. Sedangkan pada fraksi air dan fraksi n-heksan tidak memiliki diameter zona hambat.
5. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan dari ketiga fraksi yang 36

digunakan dalam penelitian ini daya anti mikroba yang terbesar terdapat pada fraksi semipolar (etil asetat) terhadap jamur Candida albicans.

39

4.2. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya aktivitas antimikroba dari fraksi air (polar), etil asetat (semi polar), n-heksan (non polar) dari buah rimbang (Solanum torvum Swartz). Buah rimbang (Solanum torvum Swartz) diperoleh dari daerah Pakjo Palembang Sumatera Selatan, kemudian sampel segar dipotong kecil-kecil dan ditimbang sebanyak 1 kg. Lalu sampel dimasukkan kedalam botol gelap untuk dimaserasi menggunakan pelarut etanol yang sudah didestilasi sebanyak 5 liter untuk 1 kg sampel. Penggunaan etanol sebagai pelarut dikarenakan etanol merupakan pelarut universal yang dapat menarik zat yang polar maupun non polar, disamping itu etanol juga tidak beracun dan titik didihnya lebih kecil dibanding air sehingga zat aktif dari tumbuhan tidak rusak selama proses penguapan pelarut. Untuk mendapat ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) dipilih metode maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang pengerjaannya sederhana dan dapat digunakan untuk penarikan zat yang tahan panas maupun yang tidak tahan panas, dengan cara ini kemungkinan hilangnya kandungan kimia didalam tanaman yang rusak akibat pemanasan dapat dihindari. Kekurangan metode maserasi adalah prosesnya memakan waktu yang lama, biasanya 3-5 hari dan pelarut yang digunakan banyak. Pada penelitian ini dilakukan tiga fraksi yaitu fraksi polar, semi polar dan non polar (air, etil asetat, n-heksan). Maserasi dilakukan selama 15 hari dengan 3 kali pengulangan hingga diperoleh maserat. Maserat yang diperoleh selanjutnya diuapkan dengan destilasi vacum dan

40

dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga didapat ekstrak kental. Ekstrak kental difraksinasi dengan menggunakan tiga pelarut yaitu air, etil asetat, dan nheksan, setelah dilakukan fraksinasi untuk mendapatkan fraksi kentalnya masingmasing fraksi di rotary evaporator sehingga diperoleh fraksi kental dari faksi air. Fraksi etil asetat dan fraksi n-heksan. Dari ketiga fraksi dilakukan uji aktivitas antimikroba terhadap mikroba uji. Pada masing-masing fraksi kental buah rimbang (Solanum torvum Swartz) diujikan aktivitas antimikroba dengan metode difusi agar karena metode ini cukup sederhana sebagai mikroba uji digunakan mikroba Staphylococcus aureus (ATCC 25923) yang mewakili bakteri gram positif, Escherichia coli (ATCC 25922) mewakili bakteri gram negatif dan Candida albicans (ATCC 01231) yang mewakili jamur. Mikroba uji yang digunakan mikroba patogen yang cukup aman bagi peneliti dan dapat mewakili mikroba patogen lainnya yang menyebabkan infeksi pada manusia. Didalam pengerjaan uji aktivitas antimikroba, peralatan yang digunakan sebelumnya harus dibersihkan dan disterilkan terlebih dahulu sesuai dengan prosedur masing-masing. Ini di lakukan secara aseptis, untuk mencegah masuknya mikroba lain dari udara luar, sehingga hasil yang di peroleh tidak terkontaminasi. Pada penelitian ini dilakukan pengenceran pada konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20%, 10%, sebagai kontrol negatif digunakan etanol. Mikroba uji pada penelitian ini disuspensikan dalam NaCl fisiologis karena NaCl fisiologis memberikan tekanan osmosa yang sama dengan tekanan osmosa tubuh. Suspensi mikroba uji dibuat sampai dicapai tingkat kekeruhan tertentu, yaitu panjang gelombang ()

41

530 nm dengan transmitan 25% untuk bakteri dan panjang gelombang () 580 nm dengan transmitan 90% untuk jamur yang diukur dengan alat spektrofotometri. Dengan kekeruhan tersebut maka pertumbuhan mikroba uji pada media relatif baik, yang jumlah populasi menurut penelitian sebelumnya lebih kurang 1 juta koloni / ml (Djamaan, 1993). Penggunaan NaCl membuat lingkungan sekitar sel menjadi isotonik sehingga air didalam sel tidak akan keluar melalui dinding sel. Jika air dalam dinding sel keluar melalui dinding sel dan membran plasma akan terlepas dari dinding sel, akibatnya tegangan antara isi sel dan dinding sel (tekanan turgor) menurut (Volk & Wheeler, 1990). Masing-masing fraksi dari ekstrak buah rimbang dibuat dalam konsentrasi yang telah ditetapkan. Uji aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi agar karena metode ini cukup sederhana dan dapat memperlihatkan hubungan peningkatan konsentrasi dengan peningkatan aktivitas. Sebagai pencadang digunakan kertas cakram dengan diameter 6 mm, zat uji akan berdifusi dari pencadang kemedia agar inokulum. Untuk mikroba uji bakteri Staphylococcus aureus (ATCC 25923) dan Escheriachia coli (ATCC 25922) di inkubasi selama 24 jam untuk menegaskan diameter zona beningnya dibiarkan selama 24 jam lagi sedangkan untuk jamur Candida albicans (ATCC 01231) di inkubasi selama 3-5 hari. Data hambatan pertumbuhan mikroba ditabulasi dengan berbagai konsentrasi zat uji dan masingmasing diameter hambat diukur menggunakan jangka sorong. Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang terhadap bakteri Stapylococcus aureus (ATCC 25923) terbesar pada konsentrasi 50% yaitu 12,7

42

mm pada fraksi air, 16,7 mm pada fraksi etil asetat, sedangkan untuk fraksi nheksan terhadap bakteri ini tidak menunjukkan adanya aktivitas. Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang terhadap bakteri Escherichia coli (ATCC 25922) terbesar pada konsentrasi 50% yaitu 9,1 mm pada fraksi air, 15,6 mm pada fraksi etil asetat, sedangkan untuk fraksi n-heksan terhadap bakteri ini tidak menunjukkan adanya aktivitas. Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang terhadap jamur Candida albicans (ATCC 01231) terbesar pada konsentrasi 50% yaitu 19,8 mm pada fraksi etil asetat, sedangkan untuk fraksi air dan n-heksan tidak menunjukkan adanya aktivitas. Hasil penelitian uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) menunjukkan bahwa ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) didalam fraksi etil asetat dan fraksi air memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus (ATCC 25923), Escherichia coli (ATCC 25922), dan Candida albicans (ATCC 01231), ini disebabkan karena ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) didalam fraksi etil asetat mengandung flavonoid. Flavonoid dapat menyebabkan penghambatan terhadap sintesis dinding sel (Mojab et a ., 2008). Flavonoid yang merupakan senyawa fenol dapat bersifat koagulator protein (Dwijoseputro, 1994). Protein yang menggumpal tidak akan dapat berfungsi lagi sehingga akan menggangu pembentukan dinding sel bakteri. Didalam fraksi polar (air) ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz)

mengandung saponin dan tanin. Saponin merupakan zat hemolitik yang kuat serta memiliki sifat seperti sabun. Saponin juga bersifat spermisida, antimikroba,

43

antiperadangan, dan memiliki aktivitas sitotoksik (Tjay dan Rahardja, 2002). Tanin mempunyai sifat sebagai pengelat yang dapat mengerutkan membran sel sehingga menggangu permeabilitas sel. Akibat terganggunya permeabilitas sel , sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. Efek antimikroba tanin lain melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik (Ajizah, 2004)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

44

Dari hasil penelitian uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang


(Solanum torvum Swartz) dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil pengamatan uji aktifitas antimikroba dari ekstrak buah rimbang

(Solanum torvum Swartz) pada fraksi air dan fraksi etil asetat terlihat adanya aktifitas antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923.
2. Dari hasil pengamatan uji aktifitas anti mikroba dari ekstrak buah rimbang

(Solanum torvum Swartz) pada fraksi n-heksan tidak terlihat adanya aktifitas antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923.
3. Dari hasil pengamatan uji aktifitas antimikroba dari ekstrak buah rimbang

(Solanum torvum Swartz) pada fraksi etil asetat terlihat adanya aktifitas antimikroba terhadap jamur Candida albicans ATCC 01231.
4. Dari hasil pengamatan uji aktifitas anti mikroba dari ekstrak buah rimbang

(Solanum torvum Swartz) pada fraksi air dan fraksi n-heksan terhadap jamur Candida albicans ATCC 01231 tidak ditemukan sama sekali antimikrobanya.
42 5. Dari ketiga fraksi dalam penelitian ini, daya anti mikroba yang terbesar

dihasilkan pada fraksi semi polar (etil asetat) terhadap jamur Candida albicans. 5.2. Saran

45

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa ekstrak buah rimbang mempunyai aktifitas anti mikroba yang lebih besar pada fraksi etil asetat (semi polar) sehingga disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan tentang zat aktif yang terdapat pada fraksi semi polar dan menguji aktifitas anti mikrobanya sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai obat fitofarmaka yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen.

DAFTAR PUSTAKA Adam S. J., 1992, Dasar-dasar Mikrobiologi Parasitologi untuk Perawat. Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta Alex, C.S, W&L, Jarets, 1980. Grod whols Clinical Laboratory Methods anddiagnosis. ( Volume 2 ) CV. Mosby Company ST, Louis Toronto London, 1391-1470.

46

Aldi. Yufri, 2004. Pengetahuan Media Reagensia. Akademik Analis Kesehatan yayasan Perintis Padang. Ajizah, A. 2004. Sensitivitas salmonella typhimurium terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L. Bioscientiae 1 (1):31-38. Anonim , 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran (Edisi Revisi). Binarupa Aksara, Jakarta, Indonesia Cruickshank, R.J.P. Duguid, B.P. Marmion, and R.H.A. Swain. 1973. Escherichia coli: Klebsiella : Proteus : Providencia. The English Languange Book Society and Churchill Livingstone, Singapore. Culvenor, CCJ., & JS., Fitzgerald, 1963 A Field Method for Alkaloid Screening of Plant, J., Pharm Sci., P., 52 : 303-4 Depkes, 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III, Dirjen ,POM, RI, Jakarta, 11121116 Depkes, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Dirjen, POM, RI, Jakarta. 11121456 Djamaan, A., 1993, Penapisan dan Skrining Mikroorganisme tanah yang dapat menghasilkan senyawa antibiotik dari Sampel Tanah di Kawasan Hutan Raya Bung Hatta, Seminar Hasil-Hasil Penelitian SPP / DPP, Universitas Andalas, Padang. Dwijoseputro, D. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta; Djambatan. Hadioetomo, R.S., 1990, Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek, Laboratorium Mikrobiologi institute Pertanian Bogor, Jakarta Harbone, J.B.,1989 Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, terbitan Kedua , diterjemahkan oleh K. Padmawinata dan I. Soediro, Penerbit ITB, Bandung. Hariana, A., 2005. 812 Resep Pengobatan Tradisional., Penebar Swadaya Jakarta Hariana, A., 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya., Penebar Swadaya Jakarta Jawets. E, Melnick. J. L dan E. Adelberg., 1989. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan (edisi 14 ) diterjemahkan: G. Borang. ECG Buku Kedokteran, Jakarta, 256-428

47

Lay, BW., 1994, Analisa Mikroorganisme di Laboratorium. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta. Lasmadiawati, Hemiati. dan Indriati., 2004. Klasifikasi Tanaman Rimbang (Solanum torvum Swartz)., Swadaya Jakarta. Maryani, H., 2001. Tanaman Obat untuk Mengatasi Penyakit pada Manusia Lanjut, Penerbit Argomedia Jakarta. Mojab, F., M. Poursaeed, H. Mehrgan and S. Pakdaman. 2008. Antibacterial activity of Thymus daenensis methanolic Extract. Pak. J. Pharm. Sci., 21 (3):210-213. Seputro, DD., 1998, Dasar-dasar Mikrobiologi, Djamata, Jakarta Simes, JJH., JG., Tracey, LJ., Webb & WJ., Dunstan, 1959, An Australian Phytochemical Survey Saponins and Eastern Australian Flowering Plant, Common Wealth Scientivic and Industial Research Organization, Australia. Stevanie, Fidrianny., Elfahmi, 2007. Telaah Kandungan Kimia Ekstrak nheksan Buah tekokak solanum torvum Swartz Skripsi Sekolah farmasi Suriawira, U., Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa, Bandung, 1995. 65-78. Syahrurachman, A., 1994, Mikrobiologi Kedokteran, FK Universitas Indonesia, Jakarta, 10-24 Tjay, T.H., dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Jakarta: PT Gramedia. Volk., W.A., dan M.F. Wheeler, 1990, Mikrobiologi Dasar, Edisi V, Jilid diterjemahkan oleh : Adisumartono, S., Erlangga, Jakarta, 6-67

Lampiran 1. Skema Kerja Uji Antimikroba Buah Rimbang (Solanum torvum Swartz) Buah rimbang Solanum torvum Swartz
-1 kg sampel , di keringkan anginkan

48

-Dimaserasi dengan etanol 3x5 hari

Maserat
-Didestilasi Vakum - Dipekatkan dengan Rotary
Evaporator

Ekstrak kental etanol


difraksinasi + air 100ml + n-heksan

Fraksi air
difraksinasi Vakum etil asetat + Rotary Evaporator

Fraksi n-heksan
Didestilasi

Dipekatkan dengan

Fraksi air

Fraksi etil asetat


Didestilasi Vakum Dipekatkan dengan Rotary Evaporator-

Fraksi kental nheksan

Fraksi kental Air

Fraksi kental etil asetat Uji aktivitas antimikroba

Gambar 6. Skema Kerja Uji Antimikroba Buah Rimbang (Solanum torvum Swartz) Lampiran 2. Skema Kerja Uji Aktivitas Antimikroba dengan Metode Difusi Agar
Media NA dan PDA

49

Sterilisasi

Masukan ke dalam cawan petri 10 ml NA ( Bakteri) 10 ml PDA (Jamur) ( untuk lapisan dasar)

Suspensi mikroba uji ( )530 (T 25%) untuk bakteri dan () 580 (T 90%) untuk jamur

Masukkan 0,1 ml suspensi mikroba ke dalam media NA dan PDA 10 ml pada suhu (45-50c)
Agar inokulum Escherichia coli Fraksi air Fraksi etil asetat Fraksi heksan Agar inokulum Staphylococus aureus Fraksi air Fraksi etil asetat Fraksi heksan Agar inokulum Candida albican

Fraksi air Fraksi etil asetat Fraksi heksan

50%, 40%, 30%,20%, 10%, K1, K2

50%, 40%, 30%, 20%, 10%, K1, K2

50%, 40%, 30%, 20%, 10%, K1, K2

Inkubasi selam 24 jam Pada suhu 37C Ket: K1 (+) : Klorampenikol Nistatin K2 (-) : - Etanol Amati dan ukur zona bening

Inkubasi 3-5 hari pada suhu 25C

Gambar 7: Skema Kerja Uji Aktivitas Antimikroba dengan Metode Difusi Agar

50

Lampiran 3. Buah Rimbang (Solanum torvum Swartz)

Gambar 8: Buah Rimbang (Solanum torvum Swartz)

Lampiran. 4 Uji Fitokimia Sampel

51

Tabel I. Hasil pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia metabolit sekunder dari buah rimbang (Solanum torvum Swartz). No 1 2 3 4 5 6 Kandungan Kimia Alkaloid Flavonoid Terpenoid Steroid Saponin Fenolik Keterangan : + : Bereaksi Pereaksi Mayer HCl dan logam Mg CHCl3/ Liberman Buschard CHCl3/ Liberman Buschard Air / busa FeCl3 Hasil + + + + + +

Lampiran 5. Data Pengukuran Daya Hambat Mikroba Staphylococus aureus (ATCC 25923) Pada Sampel Ekstra Buah Rimbang (Solanum t orvum Swartz) Tabel 2. Hasil Pengukuran Daya Hambat Mikroba Staphylococus aureus ATCC 25923) Pada Sampel Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Swartz).

52

Fraksi

Konsentr asi (%) 50 % 40 % 30 % 20 % 10 % Kontrol + Kontrol 50% 40% 30% 20% 10% Kontrol + Kontrol 50% 40% 30% 20% 10% Kontrol + Kontrol -

Diameter Daya Hambatan I (mm) 12,6 12,4 11,6 10,2 9,8 18,6 18,2 13,5 11,3 10,5 8,6 21,6 20,5 II (mm) 12,6 12 11 10,2 8,6 17,8 16,4 13 12,5 11,6 10 20,5 23,4 III (mm) 13 11,2 10 9,8 8 18,8 15,6 14,2 12 10.8 8,6 21,9 22,6 -

Rata-rata Diameter Hambatan (mm) 12,7 11,8 10,8 10,1 8,8 18,4 16,7 13,5 11,9 10,9 9,1 21,3 22,1 -

Air

Etil Asetat

n-Heksan

Tabel 3. Hasil Pengukuran Daya Hambat Mikroba Escherachia coli (ATCC 25922) Pada Sampel Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Swartz).

53

Fraksi

Konsentr asi (%) 50 % 40 % 30 % 20 % 10 % Kontrol Kontrol 50% 40% 30% 20% 10% Kontrol Kontrol 50% 40% 30% 20% 10% Kontrol Kontrol

Diameter Daya Hambatan I (mm) 9 8,6 8,4 8 7,8 22,6 16,8 16,4 15,8 14.8 12.4 22,6 19,8 II (mm) 9,4 8,8 8,6 8.2 7,6 22,4 15,4 15,2 13.8 12,2 12 23,8 20 III (mm) 8,8 8,2 7,6 8 7,5 20 14,6 13,4 12,3 11,2 10,6 21,4 20,4 -

Rata-rata Diameter Hambatan (mm) 9,1 8,5 8,2 8,1 7,6 21,6 15,6 15 13,9 12,7 11,6 22,6 20,1 -

Air

+ -

Etil Asetat

+ -

n-Heksan

+ -

Tabel 3. Hasil Pengukuran Daya Hambat Mikroba Candida albicans (ATCC 01231) Pada Sampel Ekstrak Buah Rimbang (Solanum Torvum Swartz).

54

Fraksi

Konsentr asi (%) 50 % 40 % 30 % 20 % 10 % Kontrol + Kontrol 50% 40% 30% 20% 10% Kontrol + Kontrol 50% 40% 30% 20% 10% Kontrol + Kontrol -

Diameter Daya Hambatan I (mm) 18 17,6 16,8 15,4 14,2 13,8 17,8 18,7 II (mm) 19 20,2 17,7 16,4 14,5 10,9 18,6 19 III (mm) 17,5 21,8 19,6 17,8 16,8 12 18,8 17,8 -

Rata-rata Diameter Hambatan (mm) 18,1 19,8 18,1 16,5 15,1 12,2 18,4 18,5 -

Air

Etil Asetat

n-Heksan

55

Lampiran 6. Gambar Hasil uji aktivitas antimikroba pada bakteri Escherichia Coli ATCC 25922

Fraksi Air Escherichia coli

Fraksi Heksan Escherichia coli

Fraksi Etil Escherichia coli

Gambar 9. Gambar Uji Aktivitas Antimikroba Beberapa Fraksi Buah Rimbang terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922

56

Lampiran 7. Gambar Hasil uji aktivitas antimikroba pada bakteri Staphyococcus aureus ATCC 25923

Fraksi Air Staphylococcus aureus

Fraksi Etil Asetat Staphylococcus aureus

Fraksi Heksan Staphylococcus aureus

Gambar 10. Gambar Uji Aktivitas Antimikroba Beberapa Fraksi Buah Rimbang terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

57

Lampiran 8. Gambar Hasil uji aktivitas antimikroba pada jamur Candida albicans ATCC 01231

Fraksi etil Asetat Candida albicans

Gambar 11. Gambar Uji Aktivitas Antimikroba Beberapa Fraksi Buah Rimbang terhadap jamur Candida albicans ATCC 01231

58

lampiran 9. Hasil Identifikasi Tanaman Rimbang (solanum torvum Swartz)

You might also like