You are on page 1of 9

PROSES PRODUKSI GARAM

Oleh : Sukino Subiyantoro

Produktivitas pembuatan garam masih rendah, menurut catatan dalam satu tahun Indonesia membutuhkan garam sekitar 2,1 juta ton. Namun Indonesia hanya mampu memenuhinya sebesar 1 ,12 juta ton. Sisa kebutuhan sebesar 900 juta ton garam masih diimpor.
A. PENDAHULUAN Garam merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Walaupun Indonesia termasuk negara maritim, namun usaha meningkatkan produksi garam belum diminati, termasuk dalam usaha meningkatkan kualitasnya. Di lain pihak untuk kebutuhan garam dengan kualitas baik (kandungan kalsium dan magnesium kurang) banyak diimpor dari luar negeri, terutama dalam hal ini garam beryodium serta garam industri. Indonesia termasuk Negara kepulauan, tetapi pusat pembuatan garam terkonsentrasi di jawa dan Madura, yaitu Jawa seluas 10.231 Ha ( Jawa Barat 1.159 Ha, Jawa Tengah seluas 2.168 Ha, Jawa Timur 6.904 Ha) dan Madura 15.347 Ha (Sumenep 10.067 Ha, Pemekasan 3.075 Ha, Sampang 2.205 Ha) luas area yang dikelola oleh PT,Garam hanya 5.116 Ha yang seluruhnya berada di Pulau Madura yaitu di Sumenep 3.163 Ha, Pemekasan 907 Ha dan di Sampang 2.205 Ha. Lokasi lainnya yaitu Nusa Tenggara Barat seluas 1.885 Ha, sehingga luas areal penggaraman seluruhnya sebesar 30.658 Ha sejumlah 25.542 Ha dikelola secara tradisional oleh rakyat. Kualitas garam yang dikelola secara tradisional pada umumnya harus diolah kembali untuk dapat dijadikan garam komsumsi maupun garam industri. Areal penggaraman yang dikelola oleh rakyat cukup luas, sedangkan produksi dan hasilnya belum sesuai untuk dapat dijadikan garam komsumsi maupun garam industri. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan, untuk membuat garam dengan beberapa kategori berdasarkan perbedaan kandungan NaCI- nya sebagai unsur utama garam. Pembuatan garam dapat dilakukan dengan beberapa kategori berdasarkan perbedaan kandungan NaCl nya sebagai unsur utama garam., Jenis garam dapat dibagi dalam beberapa kategori seperti; kategori baik sekali, baik dan sedang. Dikatakan berkisar baik sekali jika mengandung kadar NaCl >95%, baik kadar NaCl 90 95%, dan sedang kadar NaCl antara 8090% tetapi yang diutamakan adalah yang kandungan garamnya di atas 95%. Garam industri dengan kadar NaCl >95% yaitu sekitar 1.200.000 ton sampai saat ini seluruhnya masih diimpor, hal ini dapat dihindari mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan.

B. METODE PEMBUATAN GARAM Proses pembuatan garam dibagi dalam empat tahap yaitu: 1. Penyiapan lokasi penggaraman 2. Sarana dan Prasarana 3. Lokasi penggaraman 4. Produksi garam

1. Penyiapan Lokasi Penggaraman Proses pembuatan garam yang sederhana adalah menguapkan air laut sehingga mineral-mineral yang ada di dalamnya mengendap. Hanya saja mineral-mineral yang kurang diinginkan sedapat mungkin hanya sedikit yang dikandung oleh garam yang diproduksi. Lahan pembuatan garam dibuat berpetak-petak secara bertingkat, sehingga dengan gaya gravitasi 1

air dapat mengalir ke hilir kapan saja dikehendaki. Dalam tulisan ini diberikan dua model peningkatan mutu garam, yaitu mengendapkan Ca dan Mg dengan menggunakan Natrium Karbonat atau Natrium Oksalat yang dikombinasikan dengan cara pengendapan bertingkat. Kalsium dan magnesium sebagai unsur yang cukup banyak dikandung dalam air laut selain NaCl perlu diendapkan agar kadar NaCl yang diperoleh meningkat. Kalsium dan magnesium dapat terendapkan dalam bentuk garam sulfat, karbonat dan oksalat. Dalam proses pengendapan atau kristalisasi garam karbonat dan oksalat mengendap dahulu, menyusul garam sulfat, terakhir bentuk garam kloridanya. Prinsip dasar dari proses pembuatan garam yang dilakukan adalah menghasilkan garam yang kualitasnya lebih baik. Untuk itu, diperlukan studi lapangan yang menunjang kualitas garam antara lain kondisi lahan yang digunakan, kemiringan, uji laboratorium, termasuk kondisi iklim dan sebagainya, sehingga dihasilkan garam sesuai kualitas yang diharapkan Data yang diperlukan yaitu : Evaporasi / penguapan (tinggi) Kecepatan dan arah angin (>5 m/detik) Suhu udara (>32C) Penyinaran matahari (100%) Kelembaban udara (<50% H) Curah hujan (rendah) dan hari hujan (kurang) Pasang surut

2. Sarana dan Prasarana a. Sarana: 1. Kolam Penampungan Air laut Kolam ini berfungsi untuk menampung air laut (3 be), kedalaman air maksimal 1 meter dan luasan kolam paling tidak 25 % dari total lahan tambak garam. 2. Kolam peminihan (penguapan) Kolam ini berfungsi sebagai kolam penguapan. Pada kolam inilah air laut dengan kadar garam 3 3,5 Be di uapkan sehingga mencapai konsentrasi > 16 Be dan siap di kristralkan di meja meja garam. Kedalaman air pada kolam ini bervariasi

antara 10 30 cm dengan luasan lahan 40 % dari total lahan tambak garam. 3. Kolam Penampungan Air Tua Kolam ini berfungsi sebagai tempat penampungan air tua (20 Be). Kedalaman air pada kolam ini paling tidak 10 cm. Luas kolam 20 % dari total lahan tambak garam. 4. Meja Garam (Kristalisasi) Petakan ini berfungsi sebagai petakan penguapan garam, kedalaman air pada petakan ini sekitar 5 cm. Luas kolam sekitar 15 % dari total areal lahan. 5. Pintu air Terdiri dari pintu air pemasukan dan pintu air pengeluaran yang berfungsi memasukkan dan mengeluarkan air. 6. Saluran air tua. Berfungsi menyalurkan air muda dari penampungan ke peminihan. Lebar saluran disesuaikan dengan luas lahan pegaraman 7. Gudang Berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam setelah dipanen. Volume gudang penyimpanan di sesuaikan dengan kapasitas produksi. Gudang tidak boleh bocor dan terkena rembesan air hujan. b. Peralatan 1. Mesin pompa air Berfungsi untuk memompa dan mengelirkan air dari petakan yang satu ke petakan yang lain apabila di butuhkan. 2. Beaumemeter Berfungsi untuk mengukur konsentrasi kadar garam pada air laut. 3. Kincir Angin Berfungsi untuk memompa air secara manual menggunakan tenaga angin. 4. Guluk Berfungsi untuk meratakan dasar petakan garam pada meja garam. 5. Waring, Ember, Karung, Terpal serta peralatan lain yang dibutuhkan dalam operaional tambak garam. c. Prasarana: 1. Pematang sekitar (pematang keliling). 2. Pematang waduk. 2

3. Saluran pemasukan. 4. Saluran air muda. 5. Pematang peminihan penghalang. 6. Pematangan meja-meja. 7. Saluran pembuangan. 8. Jalan (akses transportasi)

tepat untuk diterapkan perkembangan teknologi dan ekonomi di Indonesia pada waktu sekarang. dan pematang Pada dasarnya pembuatan garam dari air laut terdiri dari langkah-langkah proses pemekatan (dengan menguapkan airnya) dan pemisahan garamnya (dengan kristalisasi).

3. Lokasi Penggaraman Tanah untuk penggaraman yang dipilih harus memenuhi kriteria yang berkaitan dengan ketinggian dari permukaan laut, topografi tanah, sifat fisis tanah, kehidupan (hewan/tumbuhan) dan gangguan bencana alam. a. Letak terhadap permukaan air laut : Untuk mempermudah suplai air laut Untuk mempermudah pembuangan b. Topografi : Dikehendaki tanah yang landai atau kemiringan kecil. Untuk mengatur tata aliran air dan meminimilisasi biaya konstruksi c. Sifat fisis tanah : Dikehendaki sifat-sifat : Permeabilitas rendah Tanah tidak mudah retak Pasir : Permeabilitas tinggi Tanah liat : Permeabilitas rendah Retak pada kelembaban rendah Untuk peminihan tanah liat untuk penekanan resapan air (kebocoran) Untuk meja-meja campuran pasir dan tanah liat guna kualitas dan kuantitas hasil produksi d. Gangguan kehidupan : Tanaman pengganggu Binatang tanah e. Gangguan bencana alam : Daerah banjir / gempa / gelombang pasang 4. Produksi Garam Ada bermacam-macam cara pembuatan garam yang telah dikenal manusia, tetapi dalam tulisan ini hanya akan diuraikan secara singkat cara pembuatan garam yang proses penguapannya menggunakan tenaga matahari (solar evaporation), mengingat cara ini dinilai masih

A. Teknik Pembuatan Garam 1. Teknik Tradisional Pembuatan garam rakyat di Indonesia yang ada saat ini rata-rata masih menggunakan teknik yang masih tradisional dimana hasil produksi baik secara kualitas maupun kuantitas masih rendah. Kondisi ini terjadi karena penerapan proses produksi pada teknik tradisional masih sederhana teknologinya. Alur proses produksi yang biasa diterapkan para petani garam di Indonesia yaitu air laut (3 Be) dimasukkan dalam petak penampungan air laut (tandon) kemudian air tersebut dialirkan pada beberapa petak peminihan dengan tujuan untuk menguapkan air laut sehingga kandungan garam didalamnya akan semakin pekat (16 Be) seiring perjalanan air laut tersebut dari petak peminihan yang satu ke petak peminihan yang terakhir (penampungan air tua). Dari petak pemihan ini selanjutnya air yang konsentrasi kandungan garamnya makin tinggi ini langsung di alirkan ke meja garam untuk di kristalkan. Tahapan-tahapan pada teknik tradisional ini memerlukan waktu yang cukup lama (> 10 hari) untuk menghasilkan garam yang kualitasnya juga masih rendah. Rendahnya kualitas garam tersebut bisa disebabkan oleh kandungan NaCl yang kurang karena proses produksi yang masih sangat sederhana dan cara panen yang seringkali mengakibatkan lumpur dasar petakan masih melekat pada garam.

Gambar. Pola Teknik Tradisional

2. Teknik Semi Intensif Pada proses pembuatan garam menggunakan teknik semi intensif membutuhkan modifikasi lahan tambak dengan penambahan ulir pada tahap peminihan dengan tujuan untuk mempercepat proses penuaan air. Penambahan ulir disini dimaksudkan untuk mempercepat penguapan pada air laut sehingga saat tiba di petak penampungan sudah mencapai 20 Be dalam waktu yang lebih singkat apabila kondisi cuaca dan iklim memungkinkan. Pada teknik semi intensif ini, ulir dibuat berbentuk petakan petakan kolam tanah yang berkelok kelok dengan dasar yang tidak rata untuk membuat arus air secara alami sehingga terjadi proses penguapan yang di bantu cahaya matahari dan angin. Dengan adanya ulir ini diharapkan dapat mempercepat waktu penuaan air laut sehingga proses produksi dapat lebih singkat. Ketinggian air pada ulir berkisar antara 10 20 cm. Perbandingan luas lahan peminihan dengan lahan kristalisasi adalah 65 : 35. Meja kristalisasi dapat dilapisi terpal plastik sehingga bebas bocor, mudah dirawat dan dapat segera digunakan bila musim garam tiba.

Gambar. Pola Teknik Semi Intensif

3. Teknik Back Yard Pembuatan garam secara sederhana tanpa memerlukan lahan tambak yang sangat luas tetapi memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan produksi garam. Bahan baku air tua ini dapat di datangkan dari tambak-tambak garam yang sengaja membuat air tua untuk didistribusikan pada usaha pembuatan garam menggunakan backyard. Jadi dengan teknik ini terdapat beberapa elemen usaha yang saling mendukung, saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Bahan baku dapat berupa air tua dengan kadar kepekatan minimum 20 Be sehingga langsung mengalami tahap kristalisasi. Untuk membuat air tua tersebut menjadi Kristal-kristal garam maka dapat di buat meja kristalisasi menggunakan terpal plastic sehingga bebas bocor, mudah dirawat dan dapat dipindahkan. Luas meja kristalisasi minimal 2,4 m x 1,2 m x 0,04 m. Proses kristalisasi air tua dilakukan dengan penyinaran matahari. Diusahakan letak meja kristalisasi ini mendapatkan sinar matahari penuh dari pagi sampai sore atau tidak tertutup oleh pepohongan atau bangunan.

Gambar. Pola Teknik Back Yard B. Proses Produksi Garam 1. Peminihan (Penguapan) Setelah dari kolam penampungan (air laut 3 Be) dialirkan ke petak peminihan (penguapan). Berikut ini merupakan alur proses dalam kolam peminihan : a. Selama tiga hari pertama air laut yang keluar masuk digunakan untuk membersihkan waduk dari air hujan atau air tawar. Mulai hari keempat sesuai dengan perkembangan iklim, air laut mulai ditahan di dalam tambak sampai konsentrasi minimal 2 Be atau 20 gram/liter. b. Setelah seluruh areal peminihan terendam air laut pintu air ditutup, sehingga tebal air di peminihan sesuai dengan urutan-urutannya memiliki ketebalan minimal 7,5 cm. c. Bersamaan dengan pengaturan ketebalan air laut pada peminihan dimulai pekerjaan penimbangan konsentrasi air laut pada pintu air utama, di dalam tambak (sedikitnya di 3 tempat kalau tambaknya sangat luas) dan pada masing-masing peminihan tepatnya pada tempattempat dimana terdapat patok ukuran air yang dipasang. d. Air laut ditimbang dengan Baume meter, pencatatan dilakukan secara tertib setiap hari selama musim pembuatan garam.

2. Penampungan Air Tua Proses penampungan air tua yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Air dari petak peminihan (16 s.d 20 Be) selanjutnya ditampung dalam petak air tua 2. Ketinggian air pada petak air tua 30 cm 3. Air dalam petak air tua dapat dialirkan ke meja-meja garam dan dilakukan secara terus - menerus. 3. Pengolahan Tanah dan Air di Meja-meja Beberapa tahapan dalam pengolahan tanah di meja garam dilakukan sebagai berikut: 1. Pengeringan pendahuluan dilakukan sebelum atau pada waktu air laut dialirkan untuk menghilangkan lumutlumut. Pengeringan pertama dilakukan mulai dari meja terendah dalam satu seri, sehingga konsentrasinya mencapai maksimum 3 6 Be. 2. Pemadatan dengan menggunakan guluk pertama pada meja dilakukan setelah pengeringan pertama selesai dan lahan dijemur hingga kering selama 1 2 hari, kemudian dasarnya dipemadatan dengan menggunakan guluk menggunakan pemadatan dengan menggunakan guluk kayu. 3. Setelah meja mengalami proses pengeringan pertama dan pemadatan dengan menggunakan guluk pertama konsentrasi air akan mencapai maksimum 10 14 Be. Selanjutnya dilakukan pengeringan kedua yang secara teknis sama dengan pengeringan pertama. 4. Pemadatan dengan menggunakan guluk kedua dilakukan 1 2 hari setelah pengeringan kedua pada kondisi dasar meja dalam keadaan kering. Pelaksanaan teknis pemadatan dengan menggunakan guluk kedua sama seperti pemadatan dengan menggunakan guluk pertama sehingga dasar meja yang sudah menjalani proses pengeringan kedua dan pemadatan dengan menggunakan 5

guluk kedua benar- benar bersih, rata, keras dan padat. 5. Setelah air di dalam meja yang telah dipengeringan kedua dan pemadatan dengan menggunakan guluk kedua, konsentrasi air akan mencapai maksimum 20 23 Be selanjutnya dilakukan pengeringan terakhir pada meja tersebut. 6. Pemadatan dengan menggunakan guluk terakhir dilakukan 1 2 hari setelah pengeringan terakhir dan pada kondisi dasar meja dalam keadaan kering. Pelaksanaan teknis pemadatan dengan menggunakan guluk terakhir sama dengan pemadatan pertama dan kedua, dilakukan dengan menggunakan guluk beton besar sebagai syarat untuk persiapan lepas air. 4. Pengeluaran Air Tua (Lepas Air Tua) Setelah meja mengalami proses pengeringan terakhir dan pemadatan dengan menggunakan guluk terakhir, serta konsentrasi air yang ada diatasnya telah mencapai 25 Be, selanjutnya Lepas Air Tua (LAT) pada meja tersebut dapat dilakukan. Proses LAT adalah sebagai berikut : 1. LAT dilakukan antara jam 10.00 s/d 13.00, pada konsentrasi 25 Be. 2. LAT pada meja-meja lainnya berurutan keatas di dalam seri yang sama. (tambahkan gambar) Perlu diperhatikan ketertiban dalam melakukan pencatatan urutan timbangan air pada meja-meja dalam buku produksi setiap hari, ketebalan air pada masingmasing meja dijaga minimal 5 cm, meja yang berfungsi sementara sebagai gentongan memiliki ketebalan air minimal 8 cm serta kekuatan persediaan air baik konsentrasi dan volumenya.

5. Kristalisasi Setelah proses meja LAT berakhir terjadi kristalisasi garam, selanjutnya dilakukan pemeliharaan proses kristalisasi dalam meja yang sudah LAT dengan menambahkan air tua yang memiliki konsentrasi 25 - 29 Be setiap hari ke dalam meja serta tetap menjaga ketebalan air minimal 5 cm, ke dalam meja kristal dilakukan penambahan brine dengan konsentrasi minimal 25 26 Be. Pada sistem pemanenan yang dilakukan PT. GARAM (Persero), kristal garam dipelihara selama 30 hari sebelum dilakukan perataan. Selang waktu dari LAT ke proses perataan selama 30 hari. Lapisan garam yang berumur 30 hari disebut lantai garam yang menjadi dasar pada pemanenan garam selanjutnya. Pada metode maduris kristal garam dipelihara selama 15 20 hari, setelah itu langsung dipungut diatas lantai tanah. 6. Pemanenan 1. Jenis pemanenan garam Terdiri dari dua sistem yaitu: a. Sistem Portugis Pungutan garam di atas lantai garam, yang terbuat dari kristal garam yang dibuat sebelumnya selama 30 hari, berikut tiap 10 hari dipungut. b. Sistem Maduris Pungutan garam yang dilakukan di atas lantai tanah, selama antara 10 15 hari garam diambil di atas dasar tanah 2. Teknis pemanenan garam adalah sebagai berikut: a. Perataan meja garam Lantai garam diratakan terlebih dahulu agar kristal garam yang terbentuk pada hari-hari berikutnya tidak melekat pada lantai garam untuk memudahkan pelaksanaan pungutan.

Perataan lantai garam dilakukan minimal oleh 3 orang pekerja menggunakan sorkot besi. Pekerja yang bertugas meratakan dasar garam harus membersihkan kakinya sebelum masuk ke meja, menghadap ke arah angin dan berjalan mundur secara hati-hati agar tidak merusak lantai garam. Meja diratakan dalam keadaan terendam air tua. Pungutan garam dilakukan setelah pekerjaan meratakan lantai garam selesai. b. Pungutan garam Dilakukan setelah 10 hari meja garam diratakan. Disiapkan profil untuk menentukan volume garam dan jembatan pungut. Kristal garam dilonggarkan menggunakan sorkot besi setiap 3 hari sekali untuk memudahkan proses pungutan garam. Pungutan dilakukan dengan menggunakan sorkot kayu. Kristal garam ditarik (dikais) dari tengah ke tepi meja, membentuk lenceran sejajar dengan galengan meja yang membujur ke arah pejemuran dalam jarak 1 m dari tepi galengan meja. c. Garam hasil pungutan ditimbun di penjemuran yang terletak sejajar dengan meja terendah. Timbunan dibentuk menurut profil yang sudah dipersiapkan, ukuran disesuaikan dengan ukuran penjemuran. d. Penjemuran terbuat dari batu kapur / batu karang yang kuat dan bersih, apabila penjemuran terbuat dari tanah dan dalam keadaan rusak, perlu dibuatkan alas dari dinding / anyaman bambu yang diletakkan di atas penjemuran untuk menjaga kebersihannya, sehingga garam tidak terkontaminasi dengan tanah atau debu. e. Jika konsentrasi air tua kurang dari 29 Be bisa dipergunakan dan ditambahkan air tua hingga ketebalannya minimal 5 cm.

Pemanenan dilanjutkan setelah 10 hari kemudian dan seterusnya, hari pungut tidak boleh diperpendek meskipun sudah mendekati akhir musim garam. g. Pemanenan darurat dilaksanakan bila musim produksi tidak mungkin diteruskan, misalnya kondisi cuaca hujan terus menerus. 7. Penanganan Hasil Panen Setelah dilakukan pemanenan, selanjutnya penanganan garam melalui beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Pengangkutan Garam a. Pengangkutan garam dilakukan dari timbunan garam pertama dengan tetap menjaga kebersihan garam. b. Semua garam hasil pungutan diangkut dan dimasukkan ke gudang. 2. Penyimpanan Garam Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses penyimpanan garam yaitu: a. Pastikan kondisi dasar gudang dalam keadaan baik, tidak ada bagian cekung yang memungkinkan adanya genangan air. b. Selokan-selokan di sekeliling gudang dibersihkan agar air dapat mengalir. c. Garam disimpan didalam gudang berbentuk curah/ dikemas dalam karung

f.

C. KRITERIA KUALITAS GARAM Garam yang diproduksi rakyat pada umumnya tidak mengalami pencucian, sehingga pada umumnya berkualitas rendah. Kadar NaCl dalam garam rakyat biasanya bervariasi sekitar 88 %. Oleh karena itu garam rakyat tidak dapat memenuhi standar kualitas garam untuk pembelian stok nasional. Sehingga harga jual garam rakyat cenderung rendah. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 44/M-Dag/Per/101 2007 kualitas Garam rakyat dikelompokan 3 jenis yaitu:

1. K-1 Yaitu kualitas terbaik yang memenuhi syarat untuk bahan industri maupun untuk konsumsi. merupakan hasil proses kristalisasi pada larutan 24-29,5 Be dengan kadar NaCl minimal 97,46 %. Dengan komposisi sebagai berikut: a. NaCl : 97.46 % b. CaCl2 : 0.723 % c. CaSO4 : 0.409 % d. MgSO4: 0.04 % e. H2O : 0.63 % f. Impurities: 0.65 % 2. K-2 Yaitu kualitas dibawah K-1, garam jenis ini harus dikurangi kadar berbagai zat agar memenuhi standart sebagai bahan baku industri. Secara fisik garam K-2 berwarna putih agak kecoklatan dan sedikit lembab. Garam ini merupakan sisa kristalisasi di atas pada kondisi kelarutan 29,5-35 Be dengan kadar NaCl 94,7%. 3. K-3 Merupakan garam kualitas terendah, tampilan fisik yang putih kecoklatan dan bercampur lumpur. Garam ini merupakan sisa larutan kepekatan di atas pada kondisi > 35 Be dengan kadar NaCl < 94,7%.

Curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun rata-rata merupakan indikator yang berkaitan erat dengan panjang kemarau yang kesemuanya mempengaruhi daya penguapan air laut. Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat mempengaruhi kecepatan penguapan air, dimana makin besar penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang mengendap. c. Tanah Sifat porositas tanah mempengaruhi kecepatan perembesan (kebocoran) air laut kedalam tanah yang di peminihan ataupun di meja. Bila kecepatan perembesan ini lebih besar daripada kecepatan penguapannya, apalagi bila terjadi hujan selama pembuatan garam, maka tidak akan dihasilkan garam. Jenis tanah mempengaruhi pula warna dan ketidakmurnian (impurity) yang terbawa oleh garam yang dihasilkan. d. Pengaruh air Pengaturan aliran dan tebal air dari peminihan satu ke berikutnya dalam kaitannya dengan faktor-faktor arah kecepatan angin dan kelembaban udara merupakan gabungan penguapan air (koefisien pemindahan massa). Kadar/kepekatan air tua yang masuk ke meja kristalisasi akan mempengaruhi mutu hasil. Pada kristalisasi garam konsentrasi air garam harus antara 2529Be. Bila konsentrasi air tua belum mencapai 25Be maka gips (Kalsium Sulfat) akan banyak mengendap, bila konsentrasi air tua lebih dari 29Be Magnesium akan banyak mengendap.

D. FAKTOR TEKNIS YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI GARAM a. Air Laut Mutu air laut (terutama dari segi kadar garamnya (termasuk kontaminasi dengan air sungai), sangat mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pemekatan (penguapan). b. Keadaan Cuaca Panjang kemarau berpengaruh langsung kepada kesempatan yang diberikan kepada kita untuk membuat garam dengan pertolongan sinar matahari.

Daftar Pustaka Aris, Kabul. 2011. Pedoman Garam. Dirjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta. Julianty, Elissa. 2006. Teknologi Universitas Sumatera Utara. Pengemasan.

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 44/M-Dag/Per/101 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/MDag/Per/9/2005 tentang Ketentuan Impor Garam. Nonny. 2004. Pembesaran Pendidikan Nasional. Jakarta. Udang. Departemen

Vita, Mayasari. 2009. Penelitian Garam Rakyat. Jurnal Pedesaan. Surabaya.

__________mr.Q_________

You might also like