You are on page 1of 6

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di Indonesia masih tinggi terutama pada balita, prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan (morbiditas) pada Bayi: 2,2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan yaitu sebanyak 40% 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit. (Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007:104). Salah satu penyebab ISPA pada balita yaitu sanitasi rumah yang tidak sehat (Supraptini, 2006). Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2004, di Indonesia rumah sehat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kategori baik, kategori sedang dan kategori kurang. Persentase rumah sehat di Indonesia kategori baik mencapai 35,3%, kategori sedang 39,8% dan kategori kurang 24,9%. Target rumah sehat di Indonesia sebesar 80%, dari kategori rumah sehat di atas tidak ada yang memenuhi target, sehingga rumah sehat di Indonesia belum tercapai (Kemenkes RI, 2004). Desa Ranomentaa merupakan salah satu perdesaan yang terdapat di Kecamatan Toari, Kabupaten Kolaka dengan luas wilayah 7.730 m2 dengan jarak kurang lebih 80 km dari Ibu Kota Kabupaten Kolaka dengan lama jarak tempuh kurang lebih 60 menit, ditempuh dengan sarana angkutan darat. Desa ini

menjadi area komunitas heterogen setelah kawasan ini terbuka melalui program transmigrasi pada tahun 1981. Penempatan transimgrasi desa Ranomentaa yang biasa dikenal dengan sebutan SP1. Mata pencaharian masyarakat di desa tersebut rata-rata bertani dan usaha kecil menengah. Pada tahun 2011 Desa Ranomentaa memiliki jumlah penduduk sebanyak 1629 jiwa, dengan 381 kepala keluarga, yang terdiri atas 841 jiwa berjenis kelamin laki-laki, dan 788 jiwa berjenis kelamin perempuan. Kondisi fisik rumah di desa tersebut yang berdinding kayu 158 rumah, berdinding semi permanen 134 rumah, dan permanen 89 rumah (Profil Desa Ranomentaa 2011). Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan. Sanitasi fisik rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih (Azwar, 2006) dalam Vita (2009:12). Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Vita (2009:2), rumah yang luas ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan akan mempengaruhi kesehatan penghuni rumah, hal ini disebabkan karena proses pertukaran aliran udara dari luar ke dalam rumah tidak lancar, sehingga bakteri penyebab penyakit ISPA yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar. Ventilasi juga menyebabkan

peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit, oleh karena itu kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit ISPA. Kualitas udara dipengaruhi oleh adanya bahan polutan di udara. Polutan di dalam rumah kadarnya berbeda dengan bahan polutan di luar rumah. Peningkatan bahan polutan di dalam ruangan dapat pula berasal dari sumber polutan di dalam ruangan seperti asap rokok, asap dapur, pemakaian obat nyamuk bakar (Mukono, 1997) dalam Nur Achmad Yusup dan Lilis Sulistyorini (2005:32) Fisik rumah dan lingkungan erat kaitannya dengan angka kejadian

penyakit menular, terutama ISPA (Taylor, 2002). Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit ISPA pada balita adalah kondisi fisik rumah, kebersihan rumah, kepadatan penghuni dan pencemaran udara dalam rumah (Iswarini dan Wahyu, 2006). Selain itu juga faktor kepadatan penghuni, ventilasi, suhu dan pencahayaan (Ambarwati dan Dina, 2007) dalam Vita (2009:4). Menurut Ranuh (1997:7), rumah yang jendelanya tidak memenuhi persyaratan menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul dalam rumah, bayi dan anak yang sering menghisap asap tersebut di dalam rumah lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab dan basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan cahaya matahari pagi yang sulit masuk dalam rumah juga memudahkan anak-anak terserang ISPA. Berdasarkan hasil penelitian Yusup dan

Sulistyorini (2005) dalam Vita (2009:3), diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara ventilasi, pencahayaan dan kepadatan penghuni dengan kejadian ISPA pada balita. Rekapitulasi Laporan P2 ISPA Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2010 dilaporkan balita yang menderita ISPA di Kabupaten Kolaka mengalami peningkatan sebesar 0,02% dari persentase 13,46% pada tahun 2009 menjadi 13,48% di tahun 2010 dan merupakan urutan ke 3 dari 12 kabupaten di Sulawesi Tenggara terhadap angka kejadian ISPA pada balita (Kemenkes Sultra 2010). Serta Berdasarkan profil Puskesmas Kecamatan Toari (2010), angka kejadian ISPA pada balita di Desa Ranomentaa mengalami peningkatan sebesar 2% yaitu dirincikan terdapat 128 kasus dan tercatat 156 kunjungan ISPA di puskesmas dan yang di dominasi pada golongan umur 1 sampai 59 bulan dari jumlah 158 balita, jika dirata-rata terdapat 10 sampai 11 kasus ISPA pada setiap bulannya. Sedangakan pada tahun 2011 ini mulai dari bulan Januari sampai bulan Juni sudah terdapat 72 kasus dan tercatat 87

kunjungan ISPA pada balita di Desa Ranomentaa, Kecamatan Toari, Kabupaten Kolaka. (Puskesmas Toari 2010-2011). Pada data yang dijelaskan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara kondisi fisik rumah yang meliputi ventilasi rumah, pencahayaan alami, lantai, dinding, dan atap rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Ranomentaa, Kecamatan Toari, Kabupaten Kolaka.

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah pada karya tulis ilmiah ini yaitu Apakah ada hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Ranomentaa, Kecamatan Toari, Kabupaten Kolaka? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Ranomentaa, Kecamatan Toari, Kabupaten Kolaka tahun 2011. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui gambaran kondisi fisik rumah di Desa Ranomentaa, Kecamatan Toari, Kabupaten Kolaka. b. Mengetahui gambaran tentang kejadian ISPA pada balita di Desa Ranomentaa, Kecamatan Toari, Kabupaten Kolaka. c. Mengetahui hubungan antara kondisi fisik rumah dengan kejadian ISPA pada Balita di Desa Ranomentaa, Kecamatan Toari, Kabupaten Kolaka. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi agar dapat dijadikan pedoman dalam pengambilan kebijakan pada program kepedulian pada balita yang terkena ISPA. 2. Diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat yang mempunyai balita terutama yang balitanya menderita ISPA tentang pentingnya menjaga

kondisi fisik rumah seperti ventilasi yang memenuhi standar, pencahayaan yang cukup, lantai, dinding, dan atap rumah. 3. Referensi untuk penelitian selanjutnya misalnya penelitian yang di dalamnya membahas kejadian ISPA. 4. Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan Poltekkes Jurusan Keperawatan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan peneliti ini. 5. Sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan atau pengetahuan dalam mengaplikasikan ilmu dan keterampilan dalam ilmu pengetahuan bagi peneliti.

You might also like