You are on page 1of 33

BAB I PENDAHULUAN

Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya. Mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut.

Di dalam batasan epidemiologi ini sekurang-kurangnya mencakup 3 elemen, yakni : a. Mencakup semua penyakit Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun penyakit non infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi (malnutrisi), kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya. Bahkan di negara-negara maju, epidemiologi ini mencakup juga kegiatan pelayanan kesehatan. b. Populasi Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran-gambaran dari penyakitpenyakit individu maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pada distribusi penyakit pada populasi (masyarakat) atau kelompok. c. Pendekatan ekologi Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada keseluruhan lingkungan manusia baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Hal inilah yang dimaksud pendekatan ekologis. Terjadinya penyakit pada seseorang dikaji dari

manusia dan total lingkungannya.

Di dalam epidemiologi biasanya timbul pertanyaan yang perlu direnungkan yakni : 1. Siapa (who), siapakah yang menjadi sasaran penyebaran penyakit itu atau orang yang terkena penyakit. 2. Di mana (where), di mana penyebaran atau terjadinya penyakit. 3. Kapan (when), kapan penyebaran atau terjadinya penyakit tersebut. Jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan ini adalah merupakan faktor-faktor yang menentukan terjadinya suatu penyakit. Dengan perkataan lain terjadinya atau penyebaran suatu penyakit ditentukan oleh 3 faktor utama yakni orang, tempat dan waktu. Secara sederhana, studi epidemiologi dapat dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut : 1. Epidemiologi deskriptif, yaitu suatu penelitian yang tujuan utamanya melakukan eksplorasi diskriptif terhadap fenomena kesehatam masyarakat yang berupa risiko ataupun efek.

2. Epidemiologi analitik yaitu penelitian ini mencoba untuk menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan dapat terjadi yaitu dengan melakukan analisis hubungan antar fenomena, baik antara faktor risiko dengan efek, antar faktor risiko, maupun antar efek.

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak terkendali, diabetus mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal, misalnya terjadi penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan dan lain-lain. Epidemiologi

dari penakit ini adalah diperkirakan ada 197 juta jiwa menderita diabetes dengan tingkat kematian 3,2 juta orang di dunia pada tahun 2003, sedangkan di Indonesia pada tahun 2001 terdapat 4 juta jiwa menderita diabetes dan diperkirakan ada 7 juta jiwa pada tahun 2020. Penyakit ini menyerang segala umur, sosial dan ekonomi.

BAB II PEMBAHASAN

EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF Epidemiologi adalah Ilmu yang mempelajari keadaan dan sifat karakteristik suatu kelompok penduduk tertentu,dengan memperhatikan berbagai perubahan pada penduduk yang mempengaruhi derajat kesehatan dan kehidupan sosialnya. Ilmu yang mempelajari, menganalisa serta berusaha memecahkan berbagai masalah kesehatan maupun masalah yang erat hubungannya dengan kesehatan pada suatu kelompok tertentu.. Epidemiologi deskriptif adalah studi pendekatan epidemiologi yang bertujuan untuk menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam masyarakat dengan menentukan frekuensi, distribusi dan determinan penyakit berdsarkan atribut & variabel menurut segitiga epidemiologi (orang, Tempat, dan Waktu). Studi Deskriptif disebut juga studi prevalensi atau studi pendahuluan dari studi analitik ayng dapat dilakukan suatu saat atau suatu periode tertentu. Jika studi ini ditujukan kepada sekelompok masyarakat tertentu yang mempunyai masalah kesehatan maka disebutlah studi kasus tetapi jika ditujukan untuk pengamatan secara berkelanjutan maka disebutlah dengan surveilans serta bila ditujukan untuk menganalisa faktor penyebab atau risiko maupun akibatnya maka disebut dengan studi potong lintang atau cross sectional. Tujuan epidemiologi deskriptif adalah : 1. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga dapat diduga kelompok mana di masyarakat yang paling banyak terserang. 2. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai kelompok.

3. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan terhadap masalah kesehatan (menjadi dasar suatu formulasi hipotesis). Kategori berdasarkan unit pengamatan atau analisis epidemiologi deskriptif dibagi 2 yaitu:

Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series). Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi Potong Lintang (Cross-sectional). Adapun Ciri-ciri studi deskriptif sebagai berikut:

1. Bertujuan untukmenggambarkan 2. Tidak terdapat kelompok pembanding 3. Hubungan sebab akibat hanya merupakan suatu perkiraan ataau semacam asumsi 4. Hasil penelitiannya berupa hipotesis 5. Merupakan studi pendahluan untuk studi yang mendalam

Hasil penelitian deskriptif dapat di gunakan untuk: 1. Untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan 2. Untuk menentukan dan menilai program pemberantasan penyakit yang telah dilaksanakan 3. Sebagai bahan untuk mengadakan penelitain lebih lanjut 4. Untuk Membandingkan frekuensi distribusi morbiditas atau mortalitas antara wilayah atau satu wil dalam waktu yang berbeda.

Konsep yang terpenting juga dalam studi epidemiologi deskriptif adalah bagaimana menjawab pertanyaan 5W+1H. Hal tersebut mengacu pada variabelvariabel segitiga epidemiologi terdiri dari orang (person), tempat (place) dan waktu (time). a. Orang (Person) Disini akan dibicarakan peranan umur, jenis kelamin, kelas sosial, pekerjaan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga dan paritas. b. Umur Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval didalam pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola kesakitan atau kematian dan apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan pengelompokan umur pada penelitian orang lain. Didalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesaan yang kebanyakan masih buta huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi seperti catatan petugas agama, guru, lurah dan sebagainya. Hal ini tentunya tidak menjadi soal yang berat dikala mengumpulkan keterangan umur bagi mereka yang telah bersekolah. c. Jenis Kelamin Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi dikalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan pria, juga pada

semua golongan umur. Untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut. Perbedaan angka kematian ini, dapat disebabkan oleh faktor-faktor intinsik. Yang pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin atau perbedaan hormonal sedangkan yang kedua diduga oleh karena berperannya faktor-faktor lingkungan (lebih banyak pria mengisap rokok, minum minuman keras, candu, bekerja berat, berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan berbahaya, dan seterusnya). Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan wanita, di Amerika Serikat dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas untuk mencari perawatan. Di Indonesia keadaan itu belum diketahui. Terdapat indikasi bahwa kecuali untuk beberapa penyakit alat kelamin, angka kematian untuk berbagai penyakit lebih tinggi pada kalangan pria. d. Kelas Sosial Kelas sosial adalah variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan angka kesakitan atau kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang. Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat tinggal. Karena hal-hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan maka tidaklah mengherankan apabila kita melihat perbedaan-perbedaan dalam angka kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial. Masalah yang dihadapi dilapangan ialah bagaimana mendapatkan indikator tunggal bagi kelas sosial. Di Inggris, penggolongan kelas sosial ini didasarkan atas dasar jenis pekerjaan seseorang yakni I (profesional), II (menengah), III (tenaga terampil), IV (tenaga setengah terampil) dan V (tidak mempunyai keterampilan).

Di Indonesia dewasa ini penggolongan seperti ini sulit oleh karena jenis pekerjaan tidak memberi jaminan perbedaan dalam penghasilan. Hubungan antara kelas sosial dan angka kesakitan atau kematian kita dapat mempelajari pula dalam hubungan dengan umur, dan jenis kelamin. e. Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan yakni a. Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya. b. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai faktor yang berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung). c. Ada tidaknya gerak badan didalam pekerjaan; di Amerika Serikat ditunjukkan bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya gerak badan. d. Karena berkerumun di satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi proses penularan penyakit antara para pekerja. e. Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan di tambang. Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker.Jenis pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari hubungannya dengan suatu penyakit dapat pula memperhitungkan pengaruh variabel umur dan jenis kelamin. f. Penghasilan

Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transport, dan sebagainya. g. Golongan Etnik Berbagai golongan etnik dapat berbeda didalam kebiasaan makan, susunan genetika, gaya hidup dan sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaan-perbedaan didalam angka kesakitan atau kematian. Didalam mempertimbangkan angka kesakitan atau kematian suatu penyakit antar golongan etnik hendaknya diingat kedua golongan itu harus distandarisasi menurut susunan umur dan kelamin ataupun faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhi angka kesakitan dan kematian itu. Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai pengaruh lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit. Contoh yang klasik dalam hal ini ialah penelitian mengenai angka kesakitan kanker lambung. Didalam penelitian mengenai penyakit ini di kalangan penduduk asli di Jepang dan keturunan Jepang di Amerika Serikat, ternyata bahwa penyakit ini menjadi kurang prevalen di kalangan turunan Jepang di Amerika Serikat. Ini menunjukkan bahwa peranan lingkungan penting didalam etiologi kanker lambung. h. Status Perkawinan Dari penelitian telah ditunjukkan bahwa terdapat hubungan antara angka kesakitan maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin, cerai dan janda; angka kematian karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena semua sebab makin meninggi dalam urutan tertentu. Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak kawin dibandingkan dengan yang kawin ialah karena ada kecenderungan orang-orang yang

tidak kawin kurang sehat. Kecenderungan bagi orang-orang yang tidak kawin lebih sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya perbedaan-perbedaan dalam gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit-penyakit tertentu. i. Besarnya Keluarga Didalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita oleh karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang. j. Struktur Keluarga Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (seperti penyakit menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesakdesakan didalam rumah yang luasnya terbatas hingga memudahkan penularan penyakit menular di kalangan anggota-anggotanya; karena persediaan harus digunakan untuk anggota keluarga yang besar maka mungkin pula tidak dapat membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia dan sebagainya. k. Paritas Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan kesehatan si ibu maupun anak. Dikatakan umpamanya bahwa terdapat kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang berparitas tinggi, terdapat asosiasi antara tingkat paritas dan penyakit-penyakit tertentu seperti asma bronchiale, ulkus peptikum, pilorik stenosis dan seterusnya. Tapi kesemuanya masih memerlukan penelitian lebih lanjut. l. Tempat (Place)

Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan mengenai etiologi penyakit. Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara : 1. Batas daerah-daerah pemerintahan 2. Kota dan pedesaan 3. Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut atau padang pasir) 4. Negara-negara 5. Regional Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit, perbandingan menurut batas-batas alam lebih berguna daripada batas-batas administrasi pemerintahan. Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan batasbatas alam ialah : keadaan lingkungan yang khusus seperti temperatur, kelembaban, turun hujan, ketinggian diatas permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, derajat isolasi terhadap pengaruh luar yang tergambar dalam tingkat kemajuan ekonomi, pendidikan, industri, pelayanan kesehatan, bertahannya tradisi-tradisi yang merupakan hambatan-hambatan pembangunan, faktor-faktor sosial budaya yang tidak menguntungkan kesehatan atau pengembangan kesehatan, sifat-sifat lingkungan biologis (ada tidaknya vektor penyakit menular tertentu, reservoir penyakit menular tertentu, dan susunan genetika), dan sebagainya. Pentingnya peranan tempat didalam mempelajari etiologi suatu penyakit menular dapat digambar dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah, yang akan diuraikan nanti.

Didalam membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan pedesaan, faktorfaktor yang baru saja disebutkan diatas perlu pula diperhatikan. Hal lain yang perlu diperhatikan selanjutnya ialah akibat migrasi ke kota atau ke desa terhadap pola penyakit, di kota maupun di desa itu sendiri. Migrasi antar desa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap pola dan penyebaran penyakit menular di desa-desa yang bersangkutan maupun desa-desa di sekitarnya. Peranan migrasi atau mobilitas geografis didalam mengubah pola penyakit di berbagai daerah menjadi lebih penting dengan makin lancarnya perhubungan darat, udara dan laut; lihatlah umpamanya penyakit demam berdarah. Pentingnya pengetahuan mengenai tempat dalam mempelajari etiologi suatu penyakit dapat digambarkan dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah dan pada menyelidikan-penyelidikan mengenai kaum migran. Didalam memperbandingkan angka kesakitan atau angka kematian antar daerah (tempat) perlu diperhatikan terlebih dahulu di tiap-tiap daerah (tempat) : 1. Susunan umur 2. Susunan kelamin 3. Kualitas data 4. Derajat representatif dari data terhadap seluruh penduduk. Walaupun telah dilakukan standarisasi berdasarkan umur dan jenis kelamin, memperbandingkan pola penyakit antar daerah di Indonesia dengan menggunakan data yang berasal dari fasilitas-fasilitas kesehatan, harus dilaksanakan dengan hatihati, sebab data tersebut belum tentu representatif dan baik kualitasnya. Variasi geografis pada terjadinya beberapa penyakit atau keadaan lain mungkin berhubungan dengan 1 atau lebih dari beberapa faktor sebagai berikut :

1. Lingkungan fisis, kemis, biologis, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda dari suatu tempat ke tempat lainnya. 2. Konstitusi genetis atau etnis dari penduduk yang berbeda, bervariasi seperti karakteristik demografi. 3. Variasi kultural terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek higiene perorangan dan bahkan persepsi tentang sakit atau sehat. 4. Variasi administrasi termasuk faktor-faktor seperti tersedianya dan efisiensi pelayanan medis, program higiene (sanitasi) dan lain-lain. Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu. Misalnya penyakit demam kuning, kebanyakan terdapat di Amerika Latin. Distribusinya disebabkan oleh adanya reservoir infeksi (manusia atau kera), vektor (yaitu Aedes aegypty), penduduk yang rentan dan keadaan iklim yang memungkinkan suburnya agen penyebab penyakit. Daerah dimana vektor dan persyaratan iklim ditemukan tetapi tidak ada sumber infeksi disebut receptive area untuk demam kuning. Contoh-contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau yang frekuensinya tinggi pada daerah tertentu, misalnya Schistosomiasis di daerah dimana terdapat vektor snail atau keong (Lembah Nil, Jepang), gondok endemi (endemic goiter) di daerah yang kekurangan yodium. m. Waktu (Time) Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan dasar didalam analisis epidemiologis, oleh karena perubahan-perubahan penyakit menurut waktu menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor etiologis. Melihat panjangnya waktu dimana terjadi perubahan angka kesakitan, maka dibedakan : 1. Fluktuasi jangka pendek dimana perubahan angka kesakitan berlangsung beberapa jam, hari, minggu dan bulan.

2. Perubahan-perubahan secara siklus dimana perubahan-perubahan angka kesakitan terjadi secara berulang-ulang dengan antara beberapa hari, beberapa bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun. 3. Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode waktu yang panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun yang disebut secular trends. n. Fluktuasi Jangka Pendek Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemi umpamanya epidemi keracunan makanan (beberapa jam), epidemi influensa (beberapa hari atau minggu), epidemi cacar (beberapa bulan). Fluktuasi jangka pendek atau epidemi ini memberikan petunjuk bahwa : 1. Penderita-penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu bersamaan atau hampir bersamaan. 2. Waktu inkubasi rata-rata pendek. o. Perubahan-Perubahan Secara Siklus Perubahan secara siklus ini didapatkan pada keadaan dimana timbulnya dan memuncaknya angka-angka kesakitan atau kematian terjadi berulang-ulang tiap beberapa bulan, tiap tahun, atau tiap beberapa tahun. Peristiwa semacam ini dapat terjadi baik pada penyakit infeksi maupun pada penyakit bukan infeksi. Timbulnya atau memuncaknya angka kesakitan atau kematian suatu penyakit yang ditularkan melalui vektor secara siklus ini adalah berhubungan dengan : 1. Ada tidaknya keadaan yang memungkinkan transmisi penyakit oleh vektor yang bersangkutan, yakni apakah temperatur atau kelembaban memungkinkan transmisi. 2. Adanya tempat perkembangbiakan alami dari vektor sedemikian banyak untuk menjamin adanya kepadatan vektor yang perlu dalam transmisi.

3. Selalu adanya kerentanan 4. Adanya kegiatan-kegiatan berkala dari orang-orang yang rentan yang menyebabkan mereka terserang oleh vektor bornedisease tertentu. 5. Tetapnya kemampuan agen infektif untuk menimbulkan penyakit. 6. Adanya faktor-faktor lain yang belum diketahui. Hilangnya atau berubahnya siklus berarti adanya perubahan dari salah satu atau lebih hal-hal tersebut diatas. Penjelasan mengenai timbulnya atau memuncaknya penyakit menular yang berdasarkan pengetahuan yang kita kenal sebagai bukan vektor borne secara siklus masih jauh lebih kurang dibandingkan dengan vektor borne diseases yang telah kita kenal. Sebagai contoh, belum dapat diterangkan secara pasti mengapa wabah influensa A bertendensi untuk timbul setiap 2-3 tahun, mengapa influensa B timbul setiap 4-6 tahun, mengapa wabah campak timbul 2-3 tahun (di Amerika Serikat). Sebagai salah satu sebab yang disebutkan ialah berkurangnya penduduk yang kebal (meningkatnya kerentanan) dengan asumsi faktor-faktor lain tetap. Banyak penyakitpenyakit yang belum diketahui etiologinya menunjukkan variasi angka kesakitan secara musiman. Tentunya observasi ini dapat membantu didalam memulai dicarinya etiologi penyakit-penyakit tersebut dengan catatan-catatan bahwa interpretasinya sulit karena banyak keadaan yang berperan terhadap timbulnya penyakit juga ikut berubah pada perubahan musim, perubahan populasi hewan, perubahan tumbuh-tumbuhan yang berperan tempat perkembangbiakan, perubahan dalam susunan reservoir penyakit, perubahan dalam berbagai aspek perilaku manusia seperti yang menyangkut pekerjaan, makanan, rekreasi dan sebagainya. Sebab-sebab timbulnya atau memuncaknya beberapa penyakit karena gangguan gizi secara bermusim belum dapat diterangkan secara jelas.

Variasi musiman ini telah dihubung-hubungkan dengan perubahan secara musiman dari produksi, distribusi dan konsumsi dari bahan-bahan makanan yang mengandung bahan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan gizi maupun keadaan kesehatan individuindividu terutama dalam hubungan dengan penyakit-penyakit infeksi dan sebagainya.

PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI ANALITIK Epidemiologi analitik, seperti halnya epidemiologi deskriptif, tujuan pokoknya adalah menginvestigasi penyebab penyakit. Epidemiologi analitik menggunakan metodologi ilmiah dan desain eksperimen. Pada kenyataannya, epidemiologi analitik adalah istilah yang sering dipertukarkan dengan istilah investigasi epidemiologi sejati yang menggunakan desain penelitian tradisional, termasuk desain yang dipakai untuk mengembangkan penelitian empiris di bidang biomedis. Berdasarkan kebingungan inilah biostatistik dianggap sebagai epidemiologi. Epidemiologi analitik adalah pendekatan uji hipotesis yang digunakan untuk mengkaji asosiasi di antara kejadian penyakit atau pajanan dan faktor resiko. Kelompok atau populasi diklasifikasi dan dievaluasi berdasarkan karakteristik yang memengaruhi angka kejadian penyakit. Studi analitik digunakan untuk menguji hubungan sebab akibat dan berpegangan pada pengembangan data baru. Kunci dari studi analitik ini adalah untuk menjamin bahwa studi di desain tepat sehingga temuannya dapat dipercaya (reliable) dan valid. Epidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi) besarnya hubungan / pengaruh paparan terhadap penyakit. Studi epidemiologi analitik adalah studi epidemiologi yang menekankan pada pencarian jawaban tentang penyebab terjadinya masalah kesehatan (determinal), besarnya masalah/ kejadian (frekuensi), dan penyebaran serta munculnya masalah

kesehatan (distribusi) dengan tujuan menentukan hubungan sebab akibat anatara faktor resiko dan penyakit. Tujuan Studi Epidemiologi Analitik Epidemologi Analitik adalah riset epidemiologi yang bertujuan untuk: Menjelaskan faktor-faktor resiko dan kausa penyakit Memprediksikan kejadian penyakit Memberikan saran strategi intervensi yang efektif untuk pengendalian penyakit Jenis Studi Epidemiologi Analitik Berdasarkan peran epidemiologi analitik dibagi 2: 1. Studi Observasional: Studi Kasus Control (case control), studi potong lintang (cross sectional) dan studi Kohort. 2. Studi Eksperimental: Eksperimen dengan kontrol random (Randomized Controlled Trial /RCT) dan Eksperimen Semu (kuasi). Studi Observasional A. Studi potong lintang (Cross sectional) Rancangan cross sectional adalah suatu rancangan epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan faktor penyebab yang mempengaruhi penyakit tersebut dengan mengamati status faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut secara serentak pada individu atau kelompok pada satu waktu. Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama.

Langkah-langkah penelitian cross sectional: 1. Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian dan mengidentifikasi faktor resiko dan faktor efek 2. Menetapkan subjek penelitian 3. Melakukan observasi atau pengukuran variabel-variabel yang merupakan faktor resiko dan efek sekaligus berdasarkan status keadaan variabel pada saat itu (pengumpulan data) 4. Melakukan analisi korelasi dengan cara membandingkan proporsi antar kelompok-kelompok hasil observasi (pengukuran) Contoh: Ingin mengetahui hubungan antara anemia besi pada ibu hamil dengan Berat Badan Bayi Lahir (BBL) dengan menggunakan rancangan atau pendekatan cross sectional. Ciri khas rancangan cross sectional : Peneliti melakukan observasi / pengukuran variabel pada suatu saat tertentu Status seorang individu atas ada atau tidaknya kedua faktor baik pemajanan (exposure) maupun penyakit yang dinilai pada waktu yang sama Hanya menggambarkan hubungan asosiasi bukan sebab akibat Apabila penerapannya pada studi deskriptif, peneliti tidak melakukan tindak lanjut terhadap pengukuran yang dilakukan. Kelebihan rancangan cross sectional : Mudah dilaksanakan Sederhana Ekonomis dalam hal waktu

Hasilnya dapat diperoleh dengan cepat Dalam waktu bersamaan dapat dikumpulkan variabel yang banyak, baik variabel resiko maupun efek

Kekurangan rancangan cross sectional : Diperlukan subjek penelitian yang besar Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan Kesimpulan korelasi faktor resiko dengan efek paling lemah bila dibandingan dengan dua rancangan epidemiologi yang lain

B. Kasus kontrol (case control) Rancangan Kasus Kontrol adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara penyebab suatu penyakit dan penyakit yang diteliti dengan membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status penyebab penyakitnya. Penelitian case control adalah suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif. Tahap-tahap penelitian case control : 1. Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor resiko dan efek) 2. Menetapkan objek penelitian (populasi dan sampel) 3. Identifikasi kasus

4. Pemilihan subjek sebagai control

5. Melakukan pengukuran retrospetif (melihat ke belakang) untuk melihat faktor resiko 6. Melakukan analisis dengan menbandingkan proporsi antara variabel-variabel objek penelitian dengan variabel-variabel kontrol Contoh: Peneliti ingin membuktikan hubungan antara malnutrisi (kekurangan gizi) pada balita dengan perilaku pemberian makanan oleh ibu. Ciri rancangan kasus kontrol: Subjek dipilih atas dasar apakah mereka menderita (kasus) atau tidak (kontrol) suatu kasus yang ingin diamati kemudian proporsi pemajanan dari kedua kelompok tersebut dibandingkan Diketahui variabel terikat (akibat), kemudian ingi diketahui variabel bebas (penyebab) Observasi dan pengukuran tidak dilakukan pada saat yang sama Peneliti melakukan pengukuran variabel bergantung pada efek (subjek (kasus) yang terkena penyakit) sedangkan variabel bebasnya dicari secara retrospektif Untuk kontrol, dipilih subjek yang berasal dari populasi dan karakteristik yang sama dengan kasus Bedanya kelompok kontrol tidak menderita penyakit yang akan diteliti

Kelebihan rancangan penelitian case control : Merupakan satu-satunya cara untuk meneliti kasus jarang atau yang masa latennya panjang Hasil dapat diperoleh dengan cepat Biaya yang dibutuhkan relatif sedikit

Subjek penelitian sedikit Dapat melihat hubungan bebrapa penyebab terhadap suatu akibat Adanya pembatasan atau pengendalian faktor resiko sehingga hasil penelitian lebih tajam dibanding dengan hasil rancangan cross sectional

Kekurangan rancangan penelitian case control : Sulit menentukan kontrol yang tepat Validasi mengenai informasi kadang sukar diperoleh Sukar untuk menyakinkan dua kelompok tersebut sebanding Tidak dapat dipakai lebih dari satu variabel dependen Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidak dapat dikendalikan C. Kohort Rancangan Kohort adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara penyebab dari suatu penyakit dan penyakit yang diteliti dengan membandingkan kelompok terpajan dan kelompok yang tidak terpajan berdasar status penyakitnya. Penelitian Kohort adalah suatu penelitian yang digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan faktor efek melalui pendekatan longitudinal ke depan atau prospektif. Langkah-langkah pelaksanaan penelitian Kohort: 1. Identifikasi faktor-faktor resiko dan efek 2. Menetapkan subjek penelitian (menetapkan populasi dan sampel)

3.

Pemilihan subjek dengan faktor risiko positif dari subjek dengan efek negatif

4. Memilih subjek yang akan menjadi anggota kelompok control 5. Mengobservasi perkembangan subjek sampai batas waktu yang ditentukan, selanjutnya mengidentifikasi timbul tidaknya efek pada kedua kelompok 6. Menganalisis dengan membandingkan proporsi subjek yang mendapat efek positif dengan subjek yang mendapat efek negatif baik pada kelompok risiko positif maupun kelompok kontrol Contoh: Penelitian ingin membuktikan adanya hubungan antara kanker (Ca) paru (efek) dengan merokok (risiko) dengan menggunakan pendekatan atau rancangan prospektif. Ciri khas dari rancangan kohort : Subjek dibagi berdasar ada atau tidaknya pemajanan faktor tertentu dan kemudian diikuti dalam periode waktu tertentu untuk menentukan munculnya penyakit pada tiap kelompok Digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dan efek Sekelompok subjek yang belum mengalami penyakit atau efek diikuti secara prospektif Diketahui variabel bebas (penyebab) kemudian ingin diketahui variabel terikat (akibat) Dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif

Kelebihan Rancangan kohort : Merupakan desain terbaik dalam menentukan insiden perjalanan penyakit atau efek yang diteliti

Desain terbaik dalam menerangkan dinamika hubungan antara faktor resiko dengan efek secara temporal

Dapat meneliti beberapa efek sekaligus Baik untuk evaluasi pemajan yang jarang Dapat meneliti multipel efek dari satu pemajan Dapat menetapkan hubungan temporal Mendapat incidence rate Biasnya lebih kecil

Kekurangan rancangan kohort : Memerlukan waktu yang lama Sarana dan biaya yang mahal Rumit Kurang efisien untuk kasus yang jarang Terancam Drop Out dan akan mengganggu analisis Menimbulkan masalah etika Hanya dapat mengamati satu faktor penyebab

Studi Eksperimental Rancangan studi eksperimen adalah jenis penelitian yang dikembangkan untuk mempelajari fenomena dalam kerangka korelasi sebab-akibat. Menurut Bhisma Murti rancangan studi ini digunakan ketika peneliti atau oranglain dengan sengaja memperlakukan berbagai tingkat variabel independen kepada subjek penelitian

dengan tujuan mengetahui pengaruh variabel independen tersebut terhadap variabel dependen. Berdasarkan penelitian tersebut studi eksperimen (studi perlakuan atau intervensi dari situasi penelitian ) terbagi dalam dua macam yaitu rancangan eksperimen murni dan quasi eksperimen. A. Rancangan eksperimen murni Eksperimen murni adalah suatu bentuk rancangan yang memperlakukan dan memanipulasi sujek penelitian dengan kontrol secara ketat. Penelitian eksperimen mempunyai ciri : Ada perlakuan, yaitu memperlakukan variabel yang diteliti (memanipulasi suatu variabel) Ada randominasi, yaitu penunjukan subjek penelitian secara acak untuk mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat faktor penelitian Semua variabel terkontrol, eksperimen murni mampu mengontrol hampir semua pengaruh faktor penelitian terhadap variabel hasil yang diteliti B. Quasi Eksperimen (eksperimen semu) Quasi Eksperimen (eksperimen semu) adalah eksperimen yang dalam mengontrol situasi penelitian tidak terlalu ketat atau menggunakan rancangan tertentu dan atau penunjukkan subjek penelitian secara tidak acak untuk mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat faktor penelitian. Ciri dari quasi eksperimen : Tidak ada randominasi, yaitu penunjukkan sujek penelitian secara tidak acak untuk mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat faktor penelitian. Hal ini disebabkan karena ketika pengalokasian faktor penelitian kepada subjek

penelitian tidak mungkin, tidak etis, atau tidak praktis menggunakan randominasi Tidak semua variabel terkontrol karena terkait dengan pengalokasian faktor penelitian kepada subjek penelitian tidak mungkin, tidak etis, atau tidak praktis menggunakan randominasi sehingga sulit mengontrol variabel secara ketat.

EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF DIABETES MELITUS Diabetes mellitus Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak terkendali, diabetus mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal, misalnya terjadi penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan dan lain-lain. Epidemiologi dari penyakit ini adalah diperkirakan ada 197 juta jiwa menderita diabetes dengan tingkat kematian 3,2 juta orang di dunia pada tahun 2003, sedangkan di Indonesia pada tahun 2001 terdapat 4 juta jiwa menderita diabetes dan diperkirakan ada 7 juta jiwa pada tahun 2020. Penyakit ini menyerang segala umur, sosial dan ekonomi. Karakteristik Orang

Pada tahun 2008 diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%. Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia >= 15 tahun sebesar 10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, nasional Obesitas sentral pada penduduk Usia >= 15 tahun sebesar 18,8 % dan

ebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan adalah 10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional Karakteristik tempat

Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3 persen dari 210 juta penduduk Indonesia setiap tahun meninggal dunia karena komplikasi sakit kencing manis (Diabetes Mellitus). Jumlah penderita kencing manis di Indonesia kini mencapai lima juta jiwa atau lima persen dari jumlah penduduk. Terbukti jumlah penderita Diabetes Mellitus saat ini terbesar berada di daerah perkotaan mencapai 2,8 persen dan di pedesaan baru 0,8 persen dari jumlah penduduk. Hal ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat pada daerah perkotaan ,seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat) yang sekarang banyak didapat pada restoran cepat saji, kurang aktivitas fisik dan lebih banyak bekerja sehingga jarang berolahraga, stress akibat bawaan dari pekerjaannya. Karakteristik waktu

Menurut data stastistik tahun 1995 dari WHO terdapat 135 juta penderita Diabetes Mellitus di seluruh dunia. Tahun 2005 jumlah Diabetes Mellitus diperkirakan akan meningkat mencapai sekitar 230 juta, dan diprediksi jumlah penderita Diabetes Mellitus lebih dari 220 juta penderita di tahun 2010 dan lebih dari 300 juta di tahun 2025. Dari data WHO di tahun 2002 diperkirakan terdapat lebih dari 20 juta penderita Diabetes Mellitus di tahun 2025. Pada tahun 2030 bisa mencapai 21 juta penderita.. Saat ini penyakit Diabetes Mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China, dan Amerika Serikat.

Jumlah penderita diabetes di Indonesia hingga kini mencapai 14 juta orang. Rata-rata 50% dari jumlah pasien diabetes baru menyadari mereka menderita sakit gula setelah memeriksakan ke dokter. Selain itu, hanya 30% saja pasien diabetes yang berobat.

EPIDEMIOLOGI ANALITIK DIABETES MELITUS Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah cukup tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Penyakit Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai dimasyarakat terutama dikalangan masayarakat perkotaan. Penyebab utamanya adalah perubahan gaya hidup akibat urbanisasi dan modernisasi. Salah satu upaya pengendalian Diabetes mellitus dilakukan dengan pengaturan makanan, olahraga teratur serta mengkonsumsi obat pengatur gula darah. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, yang dikenal sebagai insulin-dependent (DMTI) atau childhood onset diabetes, ditandai dengan kurangnya produksi insulin dan DM tipe 2, yang dikenal dengan non-insulin-dependent (DMTTI) atau adult-onset diabetes, disebabkan ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin secara efektif yang kemudian mengakibatkan kelebihan berat badan dan kurang aktivitas fisik. Pada umunya angka kejadian untuk DM tipe 2 lebih tinggi dibandingkan DM tipe 1. Tingginya prevalensi DM tipe 2 disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan. Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 adalah perpindahan dari pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi yang kemudian menyebabkan perubahan gaya hidup seseorang. Di antaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang akan menyebabkan obesitas. Kondisi obesitas tersebut akan memicu timbulnya DM tipe 2. Pada orang dewasa, obesitas akan memiliki risiko timbulnya DM tipe 2 4 kali lebih besar dibandingkan dengan orang dengan status gizi normal.

Selain pola makan yang tidak seimbang dan gizi lebih, aktivitas fisik juga merupakan faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya DM. Latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan kualitas pembuluh darah dan memperbaiki semua aspek metabolik, termasuk meningkatkan kepekaan insulin serta memperbaiki toleransi glukosa. Hasil penelitian di Indian Pima, orang-orang yang aktivitas fisiknya rendah 2,5 kali lebih berisiko mengalami DM dibandingkan dengan orang-orang yang 3 kali lebih aktif. Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di daerah urban yaitu di kelurahan Kayuputih adalah 5,69%, sedangkan di daerah rural yang dilakukan oleh Augusta Arifin di suatu daerah di Jawa Barat tahun 1995, angka itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan antara prevalensi di daerah urban dengan daerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi, di Jawa Timur angka itu tidak berbeda yaitu 1,43 % di daerah urban dan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi (DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes tipe lain di daerah rural di Jawa Timur, yaitu sebesar 21,2% dan seluruh diabetes di daerah itu. Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM Tipe 2 sebesar 14,7%, suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga di Makasar, prevalensi diabetes terakhir tahun 2005 yang mencapai 12,5%. Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis.

Selain gaya hidup, terdapat pula contoh bahwa faktor lingkungan sangat berpengaruh khususnya pada penderita DMTTI. Pada DMTTI yang meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes, faktor lingkungan sangat berperan. Prevalensi DMTTI pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari orang dewasanya. Angka ini merupakan Golden Standard untuk membandingkan kekerapan diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia.

Dalam sebuah penelitian di Wadena AS, mendapatkan bahwa prevalensi pada orang kulit putih sangat tinggi dibandingkan dengan golden standard tadi (Eropa) yaitu sebesar 23,2% untuk semua gangguan toleransi, terdiri dari 15,1% IGT dan 8,1% DMTTI. Dengan kenyataan ini dapat diambil kesimpulan bahwa faktor lingkungan sangat berperan. Hal ini dapat dilihat pada studi Wadena tadi secara genetik mereka sama-sama kulit putih, tetapi Eropa prevalensinya lebih rendah. Disini jelas karena orang-orang di Wadena lebih gemuk dan hidupnya lebih santai. Hal ini akan berlaku bagi bangsa-bangsa lain, terutama di negara yang tergolong sangat berkembang seperti Singapura, Korea, dan Indonesia.

Contoh lain yang membuktikan bawah faktor lingkungan sangat berpengaruh adalah Mauritius, suatu negara kepulauan yang penduduknya terdiri dari berbagai kelompol etnik. Pada suatu penelitian epidemiologikyang dilakukan disana dengan jumlah responden sebanyak 5080 orang, di dapatkan prevalensi IGT dan DMTTI adalah sbb:

Kelompok etnik India Hindu

IGT % 16,2

DMTTI % 12,4

India Muslim Creole Cina

15,3 17,5 16,6

13,3 10,4 11,9

Dari angka-angka diatas tampak bahwa pada bangsa-bangsa India, Cina dan Creole (campuran Afrika, Eropa, dan India) prevalensi DM jauh lebih tinggi dari golden standard, padahal di negara asalnya prevalensi DM sangat rendah. Misalnya di Cina daratn prevalensi diabetes sangat rendah. Juga di India yang sangat rendah dengan cataan di beberapa bagian dari India bagian selatan menunjukkan peningkatan. Di Afrika juga rendah, tetapi pada bangsa Afrika yang tinggal di AS, Inggris, Mauritius dan Suriname prevalensi DM sangat tinggi.

Dari data in semua dapatlah disimpulkan bahwa faktor-faktor menyebabkan terjadinya diabetes melitus ialah: Faktor genetik Pola hidup individu Pola makan individu Lingkungan tempat tinggal Aktifitas fisik dan kegiatan individu Obesitas Status rural-urban

Penyebab dari Diabetes Mellitus menurut penyebabnya yaitu Diabetes Mellitus primer dan Diabetes Mellitus sekunder (PERKENI, 2002). Penjelasan dari kedua jenis Diabetes Mellitus tersebut adalah sebagai berikut : a) Diabetes Primer Merupakan jenis khusus yang terbanyak walaupun penyebab yang sesungguhnya belum diketahui dengan pasti, beberapa faktor yang berperan sebagai berikut : 1. Herediter yaitu faktor keturunan mungkin lebih berperan penting pada penderita di bawah umur 40 tahun, baik bagi penderita muda maupun tua. Penderita yang sudah dewasa, lebih dari 50 % berasal dari keluarga yang menderita Diabetes Mellitus artinya Diabetes Mellitus cenderung diturunkan tidak ditularkan (PERKENI, 2002). 2. Jenis kelamin dimana seorang pria muda sedikit lebih banyak dibanding wanita, walaupun pada usia pertengahan wanita sering terkena penyakit ini. Kehamilan menambah kemungkinn berkembangnya Diabetes Mellitus (PERKENI, 2002).

3. Obesitas merupakan faktor resiko bagi berkembangnya penyakit Diabetes Mellitus. Pada wanita, kegemukan umum terjadi pada waktu hamil atau sesudah punya anak terlebih lagi sesudah monopouse. Pada laki-laki, penambahan berat badan dimulai pada umur mendekati 40 tahun, sesudah umur tersebut, mulai terjadi obesitas (Kushartanti Woro, 1996) 4. Bahan Toksin atau Beracun dimana ada beberapa bahan toksin yang mampu merusak sel beta secara langsung yakni allixan, pyrinuron (rodentisida), streptozotocin (produk dari sejenis jamur). Bahan toksin lain berasal dari singkong.

b) Diabetes Sekunder Beberapa kasus Diabetes Mellitus terjadi sebagai akibat penyakit (radang pankreas, karsinoma pankreas dan pankreatektoni) yang merusak pankreas sebagai saluran insulin.

KESIMPULAN Epidemiologi adalah Ilmu yang mempelajari keadaan dan sifat karakteristik suatu kelompok penduduk tertentu,dengan memperhatikan berbagai perubahan pada penduduk yang mempengaruhi derajat kesehatan dan kehidupan sosialnya Epidemiologi deskriptif adalah studi pendekatan epidemiologi yang bertujuan untuk menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam masyarakat dengan menentukan frekuensi, distribusi dan determinan penyakit berdsarkan atribut & variabel menurut segitiga epidemiologi (orang, Tempat, dan Waktu). Epidemiologi analitik adalah pendekatan uji hipotesis yang digunakan untuk mengkaji asosiasi di antara kejadian penyakit atau pajanan dan faktor resiko. Epidemiologi dari penyakit ini adalah diperkirakan ada 197 juta jiwa menderita diabetes dengan tingkat kematian 3,2 juta orang di dunia pada tahun 2003

You might also like