You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita (0 - 5 tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi (Djaeni, 2000). Di negara berkembang anak-anak umur 0 5 tahun merupakan golongan yang paling rawan terhadap gizi. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam infeksi serta berada dalam status gizi rendah (Suhardjo, 2003). Begitu pula di Indonesia khususnya Surabaya, keadaan gizi balita sampai saat ini belum seluruhnya memenuhi kriteria baik. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2004). Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi status gizi adalah penyakit yang sering diderita oleh balita, frekuensi terserang penyakit (Ikhwansyah, 2001), jumlah anggota keluarga, pemberian ASI, kelengkapan imunisasi, pola asuh balita (Suhardjo, 2003), dan asupan makanan (Almatsier, 2004). Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat (Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Banyuwangi). Secara terminologi, kesejahteraan memiliki banyak definisi. Pengertian kesejahteraan sosial menurut Undang-Undang

Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009 adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Menurut Badan Keluarga Berencana dan Kependudukan, tingkatan kesejahteraan keluarga ada lima, yaitu Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), Keluarga Sejahtera I (KS I), Keluarga Sejahtera II (KS II), 2 Keluarga Sejahtera III (KS III), serta Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus). Dari kelima tingkatan kesejahteraan keluarga tersebut, dibagi menjadi tiga kelompok menurut pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan sosial-psikologis. Sebagai negara kepulauan, sebagian masyarakat Indonesia bekerja sebagai nelayan. Dengan luas wilayah perairan lebih besar dari daratan, maka masyarakat nelayan cukup banyak. Dan seperti diketahui, sekitar 90 persen kepala keluarga (KK) nelayan masih hidup dalam kemiskinan (Surya, 2009). Masyarakat nelayan yang masih hidup dalam kemiskinan memungkinkan keluarganya tidak sejahtera dan balitanya mempunyai status gizi yang rendah. Hal inilah yang mendorong dilakukan penelitian untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pola hubungan antara faktor sosial ekonomi, status gizi balita, dan tingkat kesejahteraan keluarga nelayan di Surabaya Timur. Analisis regresi logistik merupakan sebuah metode untuk mengetahui hubungan antara variabel respon yang bersifat kategorik (nominal atau ordinal) dengan variabel-variabel prediktor kontinu maupun kategorik

(Agresti, 2002). Oleh karena itu, regresi logistik dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut dengan variabel respon tingkat kesejahteraan keluarga, sedangkan variabel prediktor yang digunakan antara lain: status gizi balita, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi balita, dan faktor-faktor sosial ekonomi. Variabel respon yang bersifat ordinal dapat dianalisis dengan regresi logistik ordinal. 1.2 Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana karakteristik balita dan sosial ekonomi keluarga nelayan di Surabaya Timur? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi status gizi balita nelayan di Surabaya Timur?3 3. Bagaimana pola hubungan antara status gizi balita dan faktor sosial ekonomi terhadap tingkat kesejahteraan keluarga nelayan di Surabaya Timur? 1.3 Tujuan Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan karakteristik balita dan faktor sosial keluarga nelayan di Surabaya Timur. 2. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita nelayan di Surabaya Timur. 3. Menentukan pola hubungan antara status gizi balita dan faktor

sosial ekonomi terhadap tingkat kesejahteraan keluarga nelayan di Surabaya Timur. 1.4 Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pola hubungan antara status gizi balita dan faktor sosial ekonomi terhadap tingkat kesejahteraan keluarga nelayan di Surabaya Timur . Dari informasi yang telah didapatkan diharapkan dapat menjadi wacana dalam perencanaan program gizi dan dalam upaya peningkatan kesejahteraan keluarga nelayan di Surabaya Timur. 1.5 Batasan Masalah Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada populasi masyarakat nelayan yang mempunyai balita dan bertempat tinggal di Surabaya Timur.

http://dc125.4shared.com/doc/2Gc0ncvF/preview.html

A.Latar Belakang

Anak balita adalah masa anak dibawah lima tahun atau berumur 12 60 bulan (Dep.Kes, 2005). Pada saat memasuki usia balita terjadi pertumbuhan cepat terutama pada pertumbuhan otak yang dapat mencapai 80% dari total pertumbuhan. Status gizi yang buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat menghambat pertumbuhan fisik, mental, maupun kemampuan berfikir yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk atau kurang akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia (www.google. com). Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) 2003, dari sekitar 5 juta anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, 1,5 juta anak (8,3%) gizi buruk. (Dep.Kes, 2004). Ibu adalah pelindung, pengasuh, dan pendidik bayi. Bila ibu mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik dibidang kesehatan, maka bayi yang diasuhnya bisa lebih terjamin pertumbuhan dan perkembangannya sebaliknya bila ibu kurang mempunyai pengetahuan dan keterampilan dibidang kesehatan maka perlakuan mereka kepada bayinya akan jauh dari perilaku sehat, akibatnya bayi dapat mengalami gangguan kesehatan. Bayi sering menderita penyakit infeksi yang menguras zat gizi akibatnya status gizi bayi menjadi buruk, gizi yang buruk membuat daya tahan tubuh lemah sehingga bayi mudah terkena infeksi, oleh karena itu pengetahuan kesehatan bagi ibu sangatlah penting dan memilih makanan yang sehat bagi bayi merupakan kunci baik tidaknya status gizi bayi (pudjiadi, 1997).

Menurut Almatsier (2001) status gizi bayi merupakan hasil dari keseimbangan antara asupan gizi dengan kebutuhan gizi. Dilihat dari kebutuhan gizi, kematangan fisiologis, dan keamanan imunologis, pemberian makanan selain Air Susu Ibu (ASI) sebelum bayi berusia 4 bulan adalah tidak perlu dan juga dapat membahayakan. Kerugian dan resiko apabila makanan pelengkap diberikan terlalu dini dapat mengganggu perilaku dalam pemberian makanan bayi, pengurangan produksi ASI, penurunan absorpsi besi dari ASI, meningkatnya resiko infeksi dan alergi pada bayi, dan meningkat pula resiko terjadinya kehamilan baru. Di samping itu juga dapat terjadi pula resiko terhadap defisit air yang akan menyebabkan hiperosmolaritas dan hipernatremia, yang pada kasus-kasus ekstrim dapat menyebabkan terjadinya letargi, kejang-kejang, dan bahkan kerusakan yang menetap pada otak (Akre, 1994). Bayi yang tidak mendapatkan ASI kemungkinan akan mengalami gangguan pertumbuhan yang dimulai ketika bayi berusia 23 bulan, yang merupakan manifestasi gangguan gizi bayi. Gangguan gizi bayi merupakan faktor signifikan terhadap kematian bayi (WHO, 1996). Bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif, mortalitas dan morbiditasnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula. Menurut laporan WHO (2000) pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama terbukti menurunkan angka kematian 1,5 juta bayi pertahun (www. google.com, 2002), sedangkan angka kesakitan untuk bayi yang tidak diberi ASI eksklusif penyakit yang sering timbul adalah diare, berdasarkan penelitian Dewey (1995) bayi 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif rata-rata kemungkinan menderita diare 0,19% dan yang tidak diberi ASI eksklusif menderita diare 0,43%. (Irawan, 1995).

Makanan perdamping ASI yang diberikan mulai usia 6 24 bulan merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pemberian makanan pendamping ASI yang cukup dalam kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan otak dan perkembangan kecerdasan bayi, namun pada kenyataanya sering terjadi permasalahan yang sering terjadi diantaranya adalah pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini atau terlambat, makanan pendamping ASI yang diberikan tidak sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata, dan frekuensi pemberian yang kurang (Dep.Kes, 1992). Cara memasak, menyimpan, dan memberikan makanan tambahan yang tidak menghiraukan kebersihan lebih mudah menyebabkan Gastroenteritis pada bayi yang berakibat terhadap gangguan pertumbuhannya dan pemberian makanan tambahan terlalu dini dengan sendirinya mengurangi waktu untuk menyusui (Pudjiadi, 1997). Kebiasaan di desa Muara Gading Mas untuk memberi makanan tambahan pada bulan pertama setelah bayi dilahirkan berupa nasi yang dikunyah terlebih dahulu oleh ibunya, campuran bubur beras dengan pisang yang diuleg, madu, dan sebagainya. Berdasarkan profil kesehatan propinsi Lampung pada tahun 2003, jumlah pencapaian target pemberian ASI eksklusif adalah 19,7 % dan pada tahun 2004 sebesar 34,53 % (Dinkes. Prop. Lampung,2004).Target nasional pencapaian pemberian ASI eksklusif sebesar 95 % dan target pencapaian pemberian ASI eksklusif di Lampung Timur sebesar 80 %. Menurut data Dinas Kesehatan Lampung Timur cakupan ASI eksklusif tahun 2005 sebesar 37,15 % yang masih jauh dibawah target, sedangkan di Puskesmas Labuhan Maringgai terdapat 1370 bayi, dari jumlah tersebut jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif berjumlah 277 bayi (20,22%). Hasil laporan Puskesmas di Desa Muara Gading Mas terdapat 200 bayi, dan dari jumlah tersebut bayi yang berada dibawah

umur 6 bulan berjumlah 70 bayi (35%) yang telah diberikan makanan tambahan (Data Laporan Bidan ). Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya ASI eksklusif masih rendah yang disebabkan perilaku dan budaya pemberian makanan pendamping ASI secara dini oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi dibawah umur 6 bulan.
B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi dibawah umur 6 bulan di Desa Muara Gading Mas Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur ?

1. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi dibawah umur 6 bulan di Desa Muara Gading Mas. 2. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu tentang pengertian makanan tambahan di Desa Muara Gading Mas.

2. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu tentang tujuan pemberian makanan tambahan di Desa Muara Gading Mas. 3. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu tentang resiko pemberian makanan tambahan yang terlalu dini di Desa Muara Gading Mas. 4. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan di Desa Muara Gading Mas.

2. Ruang Lingkup Penelitian

Di dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif 2. Subyek Penelitian : Ibu-ibu yang mempunyai bayi dibawah umur 6 bulan. 3. Obyek Penelitan : Pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi di bawah umur 6 bulan. 4. Tempat Penelitian : Desa Muara Gading Mas Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur. 5. Waktu penelitian : 10 Mei 13 Mei 2006

C.Manfaat Penelitian 6. Bagi Institusi Program Studi Kebidanan Metro

Sebagai bahan referensi tentang pemberian makanan tambahan pada bayi dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

7. Bagi Puskesmas Labuhan Maringgai

Diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang ada sebagai masukan dalam program kerja Puskesmas mengenai pemberian makanan tambahan pada bayi.
8. Bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan pemberian makanan tambahan pada bayi tetapi yang belum diteliti.

You might also like