You are on page 1of 20

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul Depresi dan Cemas Pada Pasien Kanker Serviks. Referat ini dibuat dalam rangka pemenuhan tugas kepanitraan Ilmu Kedokteran Jiwa di Universitas Kristen Krida Wacana. Tidak lupa saya ucapkan banyak terima kasih kepada pihak- pihak yang telah memberikan bantuan, terutama pembimbing saya Dr Andri, SpKJ sehingga referat ini dapat selesai dengan baik. Segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis agar dapat memberikan hasil yang lebih baik pada kesempatan berikutnya. Semoga referat ini dapat memberi manfaat yang besar bagi pembaca dan dapat digunakan dalam praktik sehari-hari. Akhir kata saya mengucapkan mohon maaf atas segala keterbatasan yang terdapat pada referat ini, terima kasih. Februari 2013 Penulis

DAFTAR ISI Kata Pengantar ...................................................................................................1 Daftar Isi ............................................................................................................ .2 BAB I Pendahuluan ........................................................................................... 3 a. Latar Belakang b.Epidemiologi BAB II Tinjauan Pustaka Stres Psikososial ......................................................................................................6 Depresi Pada Pasien Kanker Serviks .......................................................................6 Ciri Kepribadian Depresif ........................................................................................7 Gejala Klinis Depresi 9 Diagnosis Depresi .....................................................................................................9 Kecemasan 12 Tipe Kepribadian Pencemas...10 Gejala Klinis Cemas ..................................................................................................11 Gangguan Cemas Menyeluruh...................................................................................12 Gangguan Panik.12 Psikoterapi ....17 BAB IV Penutup ....................................................................................................18 Kesimpulan Daftar Pustaka .......................................................................................................19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan kanker kedua yang paling banyak terjadi pada wanita di negara-negara berkembang. Menurut laporan World Cancer 2003, 80% kanker serviks uteri terjadi di negara-negara berkembang. Pada kebanyakan wanita yang didiagnosis dengan kanker ginekologi akan menimbulkan stress emosional yang luar biasa. Emosi-emosi yang dapat ditimbulkan, termasuk :
1. Depresi karena ketidakpastian hidup dan keraguan mengenai masa depan. 2. Kecemasan. 3. Kebingungan. 4. Kemarahan karena kehilangan fungsi reproduksi dan peluang untuk mempunyai

keturunan.
5. Perasaan bersalah, karena aktivitas seksual terdahulu yang dapat menyebabkan kanker.

Perasaan bersalah dapat bercampur dengan kekhawatiran mengenai aktivitas seksual di masa depan yang akan terganggu setelah pengobatan kanker.1 American Cancer Society telah mengidentifikasi empat faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien-pasien dengan kanker dan keluarganya, yaitu faktor sosial, psikologis, fisik, dan spiritual. Diagnosis dan pengobatan kanker dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup termasuk fisik, psikologi dan kelangsungan sosial. Aspek psikososial meliputi perubahan pola hidup, ketakutan, serta ketidaknyamanan psikososial. Ketidaknyamanan psikososial termasuk kecemasan, kemarahan, perasaan bersalah, dan depresi. Hal-hal tersebut dapat menetap dan berubah seiring waktu tergantung dari tingkat keparahan penyakit. Selain masalah psikososial, persepsi mengenai adanya hubungan antara nyeri yang hebat dengan penyakit kanker dan anggapan bahwa kanker adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, serta membutuhkan biaya yang besar merupakan suatu masalah pada kualitas hidup. Hanya sedikit penelitian mengenai kualitas hidup pada pasien kanker. Hal ini mengakibatkan depresi pada pasien-pasien kanker masih sering tidak terdiagnosis dan tidak

mendapat penanganan yang serius, karena adanya anggapan bahwa depresi merupakan suatu keadaan yang normal, yang merupakan suatu reaksi universal terhadap penyakit-penyakit serius dan sebagian reaksi tersebut timbul dalam bentuk tanda-tanda neurovegetatif (kehilangan berat badan atau gangguan tidur).1,4 Depresi bukan hanya dapat menyebabkan gangguan emosional, tetapi juga dapat memperlambat kepulihan pasien, luaran pengobatan yang jelek, dan akhirnya mengurangi angka ketahanan hidup. Oleh karena itu diperlukan peranan seorang psikiater dalam penanganan pasien kanker untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Selain peranan psikiater, diperlukan juga peranan dari anggota keluarga yang terdekat untuk kestabilan emosi dan kesejahteraan fisik pada pasien kanker. Dukungan, perhatian dan kesabaran anggota keluarga dapat membantu penderita bersama-sama melewati masa- masa sulitnya.1 B. Epidemiologi Beberapa peneliti telah melaporkan adanya reaksi emosional spesifik terhadap kanker ginekologi, dan telah menemukan bahwa stress psikologis merupakan masalah yang sering dijumpai. Derogatis dkk (1983) memperkirakan sekitar 50% pasien kanker mempunyai gejala psikiatris, 85% mempunyai gejala depresi dan/atau kecemasan. Thompson dan Shear (1998) dengan menggunakan kriteria psikiatri dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV (DSM-IV) melaporkan sebanyak 23% pasien kanker ginekologi yang didiagnosis dengan gangguan depresi mayor dimana insidens depresi mayor pada populasi umum sekitar 56%. Prevalensi depresi pada populasi umum di Amerika Serikat bervariasi sekitar 1725%. Pasien dengan kanker lebih sering mengalami gejala psikologis termasuk depresi dan kecemasan dibandingkan dengan populasi umum. Pasien dengan stadium lanjut, penyakit yang tidak kunjung sembuh, riwayat gangguan mood, atau dengan rejimen pengobatan yang menyebabkan gejala depresi mempunyai resiko yang sangat tinggi untuk terjadinya depresi Status penampilan yang buruk juga berhubungan dengan tingginya depresi dan ansietas pada pasien dengan kanker. Sekitar 25% pasien kanker yang dirawat inap, mempunyai gejala depresi yang memenuhi kriteria depresi mayor atau gangguan berupa mood depresi. Penelitian sebelumnya juga menemukan bahwa mood depresi paling sering menggambarkan kesulitan psikososial, hal ini dilaporkan pada 81% wanita dengan kanker ginekologi pada saat diagnosis ditegakkan dan

selama perawatan. Sebagai tambahan, depresi dapat memperberat penyakit penyerta dan menimbulkan ide dan usaha bunuh diri. Pasien-pasien kanker serviks uteri sering merasakan nyeri yang berulang baik kronis atau akut, masalah seksual, kelelahan, perasaan bersalah karena menunda skrining atau pengobatan, perubahan penampilan fisik, depresi, kesulitan tidur, dan beban terhadap keuangan dan membebani orang yang mereka cintai. Walaupun demikian, tidak semua pasien kanker mengalami nyeri. Nyeri muncul pada sekitar 25% pasien yang baru didiagnosis, 33% pasien yang menjalani pengobatan, dan 25% pasien dengan penyakit yang sudah lanjut. Mengenai lamanya depresi sejak diagnosis kanker ditegakkan, para peneliti mempunyai pendapat yang berbeda. Mao, Jun J, dkk (2007) mendapatkan bahwa nyeri dan stress psikologi bersifat menetap. Berbeda dengan Massie dkk, (1989) melaporkan bahwa depresi dan kecemasan karena kanker dapat menghilang seiring dengan waktu pada mayoritas individu yang didiagnosis kanker. Sementara itu, Gotesman dkk (1982) mengemukakan bahwa perasaan putus asa pada pasien kanker dijumpai sepanjang dua bulan setelah keluar dari rumah sakit. Andersen dkk (1989), menyatakan bahwa reaksi emosional yang terberat dijumpai pada awal diagnosis. Klee M (2000) menyatakan bahwa pasien kanker ginekologi mempunyai emosi yang stabil di dalam rentang 6 sampai 12 bulan setelah perawatan.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA STRES PSIKOSOSIAL Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang,sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya.Namun, tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor tersebut sehingga timbullah keluhan-keluhan antara lain berupa stress,cemas dan depresi. Dari sekian banyak jenis stressor psikososial yang terjadi dalam kehidupan seharihari,para pakar memberikan beberapa contoh antara lain yaitu perkawinan,problem orang tua,hubungan interpersonal,pekerjaan,lingkungan hidup,keuangan,hukum,perkembangan fisik dan mental seseorang,penyakit fisik atau cidera,faktor keluarga,dan trauma.2 Dalam salah satu contoh diatas disebutkan bahwa faktor penyakit atau cidera berpengaruh dalam menimbulkan stress,cemas dan depresi.Berbagai penyakit fisik terutama yang kronis dan atau cidera yang mengakibatkan stres pada diri seseorang,sebagai contoh misalnya penyakit jantung,paru-paru,stroke,kanker,penyakit hati,HIV/AIDS,kecelakaan,dan penyakit-penyakit atau cidera lainnya yang berpengaruh menimbulkan stress,cemas dan depresi2.Pada pembahasan kali ini difokuskan pada faktor penyakit yang dikhususkan pada penyakit kanker serviks.

DEPRESI PADA PASIEN KANKER SERVIKS Menderita penyakit kanker merupakan trauma bagi pasien. Kondisi ini dapat memberi dampak negatif pada pasien sendiri maupun keluarganya. Perasaan yang dialami pasien antara lain kekhawatiran akan masa depan, ketakutan menghadapi kematian, rasa nyeri dan penderitaan. Depresi ditandai dengan adanya perasaan sedih, murung dan iritabilitas. Pasien mengalami distorsi kognitif seperti mengeritik diri sendiri, timbul rasa bersalah, perasaan tidak berharga, kepercayaan diri turun, pesimis dan putus asa. Terdapat rasa malas, tidak bertenaga, retardasi psikomotor dan menarik diri dari hubungan sosial. Pasien juga mengalami gangguan tidur seperti sulit masuk tidur atau terbangun dini hari. Pada penelitian terhadap 83 wanita dengan keganasan ginekologis, Evans dkk melaporkan bahwa 23 persen memenuhi kriteria psikiatri untuk depresi mayor, 24 persen pasien memenuhi kriteria untuk gangguan penyesuaian dengan suasana perasaan yang berupa depresi, dan 14 persen pasien memiliki diagnosis psikiatri lain.3

Pada pasien dengan diagnosa kanker serviks akan muncul kondisi-kondisi depresi yang juga terjadi secara umum pada pasien kanker lainnya. Keadaan depresi ini bisa ditandai dengan rasa tidak berguna dan marah pada diri sendiri.4 Rasa tidak berguna ini berhubungan secara langsung dengan perasaan takut untuk berhubungan suami-istri( dalam hal ini pada pasien yang sudah menikah) karena keadaan depresi yang berpengaruh pada kegairahan dibidang seksual.Rasa tidak berguna ini berlanjut pada ketakutan kehilangan pasangan hidup akibat penyakit kanker serviks yang diderita,terlibat secara langsung dengan rasa tidak berdaya untuk mengurusi segala sesuatu yang menjadi kewajiban seorang istri.Di lain pihak,rasa tidak berguna juga menghantui pasien-pasien kanker serviks yang belum berkeluarga.Ketakutan akan masa depan yang akan dijalani dan rasa takut dalam membina hubungan antar manusia,khususnya laki-laki ,menjadi salah satu contoh mengapa pasien kanker serviks mengalami depresi. Perasaan marah pasien biasanya dihubungkan dengan perasaan tidak berdaya dan tidak mampu ditolong berkaitan dengan penyakit kankernya. Pasien merasa tidak nyaman dengan dirinya dan frustasi karena keadaan yang sepertinya sulit diatasi pasien. Perasaan hilangnya kemampuan mandiri juga merupakan salah satu yang ditakuti pasien sehingga meningkatkan rasa marahnya terhadap lingkungan sekitar pasien.Kemarahan yang tidak mampu dihadapi dengan baik ini bisa mengarah kepada kondisi selanjutnya yang mulai menandakan tanda-tanda depresi. Pasien biasanya semakin kehilangan harapan dan malas melakukan hubungan dengan orang lain. Isolasi diri dan menjauhkan diri dari pergaulan adalah salah satu cirinya. Selain itu gejala fisik sulit tidur dan hilangnya nafsu makan merupakan gejala depresi yang memperberat kondisi fisik pasien kanker serviks. Secara nyata pasien malas melakukan hubungan kontak mata, kehilangan motivasi dalam perawatan dan merasa lelah yang berkepanjangan.4

CIRI KEPRIBADIAN DEPRESIF Seseorang yang sehat jiwanya bisa saja jatuh dalam depresi apabila yang bersangkutan tidak mampu menanggulangi stressor psikososial yang dialaminya.selain daripada itu ada juga orang yang lebih rentan jatuh dalam keadaan depresi dibandingkan dengan orang lain.orang yang lebih rentan ini (beresiko tinggi) biasanya mempunyai corak kep ri badian depresif, yang ciricirinya antara lain sebagai berikut:

pemurung, sukar untuk bisa senang , sukar untuk merasa bahagia; a. pesimis menghadapi masa depan; b. memandang diri rendah; c. mudah merasa bersalah dan berdosa; d. mudah mengalah; e. enggan bicara; f. mudah merasa haru, sedih dan menangis; g. gerakan lamban, lemah, Iesu, kurang energik; h. seringkaii mengeluh sakit ini dan itu (keluhan-keluhan psikosomatik); i. j. mudah tegang, agitatif, gelisah; serba cemas, khawatir, takut; k. mudah tersinggung; l. tidak ada kepercayaan diri; m. merasa tidak mampu, merasa tidak berguna; n. merasa selalu gagal dalam usaha, pekerjaan ataupun studi; o. suka menarik diri, pemalu dan pendiam; p. lebih suka menyisihkan diri, tidak suka bergaul, pergaulan sosial amat terbatas; q. lebih suka menjaga jarak,menghindar terlibatan dengan orang; ^ r. suka mencela, mengkritik, konvensionals. sulit mengambil keputusan; t. tidak agresif, sikap oposisinya dalambentuk pasif-agresif; u. pengendalian diri terlampau kuat,menekan dorongan/ impuls diri; v. menghindari hal-hal yang tidak menye- nangkan; w. lebih senang berdamai untuk menghidari konflik ataupun konfrontasi.2 Ciri-ciri kepribadian depresif tersebut di atas pada setiap diri seseorang tidak harus sama mencakup semua gejala-gejala secara keseluruhan. Seseorang baru dikatakan me- ngalami gangguan depresi manakala yang bersangkutan mengalami gangguan di bidang fisik (somatik) maupun psikis sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi dalam kehi- dupannya sehari-hari baik di rumah, di sekolah/kampus, di tempat keija ataupun di pergaulan lingkungan sosialnya.

GEJALA KLINIS DEPRESI Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/ mood disorder), yang ditandai dengan komu- rungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya. Secara lengkap gejala klinis depresi adalah sebagai berikut:

a.
b. c. d. e.

Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tidak semangat, merasa tidak berdaya; Perasaan bersalah, berdosa, penyesalan; Nafsu makan menurun; Berat badan menurun; Konsentrasi dan daya ingat menurun; Gangguan tidur : insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaliknya hipersomnia (terlalu banyak tidur). Gangguan ini sering- kali disertai dengan mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan, misalnya mimpi orang yiing telah meninggal;

f.
g. h. i.

Agitasi atau retardasi paikomotor (gaduh gelisah atau lemah tak berdaya); Hilangnya rasa senang,semangat dan minat,tidak suka lagi melakukan hobi,kreativitas menurun,produktivitas juga menurun Gangguan seksual ( libido menurun ) Pikiran-pikiran tentang kematian,bunuh diri.2

j.

DIAGNOSIS DEPRESI Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguandepresi jika: A. Lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode duaminggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang; sekurangnyasalah satu gejala harus (1) emosi depresi atau (2) kehilangan minat ataukemampuan menikmati sesuatu.

1. Keadaan emosi depresi/tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atauhampa) atau pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis). 2. Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semuakegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandaioleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain) 3. Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat badanlebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan 4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari 5. Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamatioleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasalambat) 6. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari 7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap hari 8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulitmembuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain) 9. Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri.Gejala-gejala tersebut juga harus menyebabkan gangguan jiwa yang cukup besar dan signifikan sehingga menyebabkan gangguan nyata dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau area penting dalam kehidupan seseorang.5 Adapun jenis - jenis depresi menurut PPDGJ III, yaitu : 1. Depresi ringan, ciri cirinya : a. Sekurang- kurangnya harus ada 2 atau 3 gejala utama depresi seperti tersebut diatas b. ditambah sekurang - kurangnya 2 dari gejala lainya c. tidak boleh ada gejala berat diantaranya. d. lamanya seluruh episode berlangsung sekurang kurangnya sekitar 2 minggu. e. hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasadilakukan.

10

2. Depresi sedang, ciri - cirinya : a. sekurang - kurangnya harus ada 2 atau 3 gejala utama depresi seperti padadepresi ringan. b. ditambah sekurang - kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainya. c. lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu. d. menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial pekerjaan danurusan rumah tangga. 3. Depresi berat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Depresi berat tanpa gejala psikotik, ciri - cirinya : a. semua 3 gejala depresi harus ada. b. ditambah sekurang kurangnya 4 dari gejala lainya dan beberapadiantaranya harus berintensitas berat. c. bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yangmencolok, maka pasien nubgkin tidak mau atau mampu untuk melaporkan banyak gejala secara rinci. d. episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang kurangnya 2minggu,akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, makamasih dibenarkan untuk menegakan diagnosis dalam kurun waktu kurangdari 2 minggu. e. sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. 2. Depresi berat dengan gejala psikotik, ciri - cirinya: a. episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut depresi berat tanpagejala psikotik. b. disertai waham, halusinasi atau stupor depresif, waham biasanyamelibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yangmengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasiaudiotorik atau aolfatoric biasanya berupa

11

suara yang menghina ataumenuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotorik yang berat dapat menuju pada stupor. 7 KECEMASAN Gejala depresi juga sering dibarengi dengan gejala-gejala kecemasan yang dirasakan pasien sebagai gejala yang berkaitan dengan peningkatan aktifitas sistem saraf otonom. Pasien menjadi sering mengalami jantung berdebar, sesak napas dan rasa kelelahan karena tegang yang berlebihan. Kecemasan juga sering dikaitkan dengan perasaan ketakutan akan hilangnya integrasi diri dalam artian yang paling sempit sekalipun seperti hilangnya kepercayaan diri karena memiliki tubuh yang tidak sempurna,perasaan cemas akan keutuhan keluarga yang sudah dijalankan,dan kecemasan-kecemasan yang berhubungan dengan kelangsungan hidup ke depan.Hal ini menimpa sebagian pasien yang menderita kanker serviks.4 Gejala kecemasan baik yang sifatnya akut maupun kronik (menahun) merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan (psychiatric disorder). Secara klinis gejala kecemasan dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu: gangguan cemas (anxiety disorder), gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder/GAD), gangguan panik (panic disorder), gangguan phobik (phobic disorder) dan gangguan obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder). Diperkirakan jumlah mereka yang menderita gangguan kecemasan ini baik akut maupun kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2 banding 1. Dan, diperkirakan antara 2% - 4% diantara penduduk di suatu saat dalam kehidupannya pernah mengalami gangguan cemas (PPDGJ-II, Rev. 1983). Tidak semua orang yang mengalami stresor psikososial akan menderita gangguan cemas, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya. Orang dengan kepribadian pencemas lebih rentan (vulnerable) untuk menderita gangguan cemas. Atau dengan kata lain orang dengan kepribadian pencemas resiko untuk menderita gangguan cemas lebih besar dari orang yang tidak berkepribadian pencemas. Perkembangan kepribadian (personality development) seseorang dimulai dari sejak usia bayi hingga usia 18 tahun dan tergantung dari pendidikan orangtua (psiko-edukatif) di rumah, pendidikan di sekolah dan pengaruh lingkungan pergaulan sosialnya serta pengalaman-

12

pengalaman dalam kehidupannya. Seseorang menjadi pencemas terutama akibat proses imitasi dan identifikasi dirinya terhadap kedua orangtuanya, daripada pengaruh turunan (genetika). Atau dengan kata lain parental example lebih utama daripada parental genes. Demikian pula halnya dengan kepribadian depresif dan bentuk-bentuk kepribadian lainnya. 2 TIPE KEPRIBADIAN PENCEMAS Seseorang akan menderita gangguan cemas manakala yang bersangkutan tidak mampu mengatasi stresor psikososial yang dihadapinya. Tetapi pada orang-orang tertentu meskipun tidak ada stresor psikososial, yang bersangkutan menunjukkan kecemasan juga, yang ditandai dengan corak atau tipe kepribadian pencemas, yaitu antara lain: cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang; memandang masa depan dengan rasa was-was (khawatir); kurang percaya diri, gugup apabila tampil di muka umum ("demam panggung"); sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain; tidak mudah mengalah, suka "ngotot"; gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah; seringkali mengeluh ini dan itu (keluhan- keluhan somatik), khawatir berlebihan terhadap penyakit; mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah yang kecil (dramatisasi); dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang dan ragu; a. bila mengemukakan sesuatu atau bertanya seringkali diulang-ulang; b. kalau sedang emosi seringkali bertindak histeris. Orang dengan tipe kepribadian pencemas tidak selamanya mengeluh hal-hal yang sifat- nya psikis tetapi sering juga disertai dengan keluhan-keluhan fisik (somatik) dan juga tumpang tindih dengan ciri-ciri kepribadian depresif; atau dengan kata lain batasannya seringkali tidak jelas.2

13

GEJALA KLINIS CEMAS Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut: cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung; merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut; takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang; gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan; gangguan konsentrasi dan daya ingat; keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencemaan, gangguan per- kemihan, sakit kepala dan lain sebagainya. Selain keluhan-keluhan cemas secara umum di atas, ada lagi kelompok cemas yang lebih berat yaitu gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik, gangguan phobik dan gangguan obsesif-kompulsif.2

14

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH (Generalized Anxiety Disorder/GAD) Secara klinis selain gejala cemas yang biasa, disertai dengan kecemasan yang me- nyeluruh dan menetap (paling sedikit ber- langsung selama 1 bulan) dengan manifestasi 3 dari 4 kategori gejala berikut ini: Ketegangan motorik/alat gerak: gemetar tegang nyeri otot letih tidak dapat santai kelopak mata bergetar kening berkerut muka tegang gelisah a. tidak dapat diam b. mudah kaget.

15

Hiperaktivitas saraf autonom (simpatis/ parasimpatis): berkeringat berlebihan jantung berdebar-debar rasa dingin telapak tangan/kaki basah mulut kering pusing kepala terasa ringan kesemutan rasa mual rasa aliran panas atau dingin sering buang air seni Diare rasa tidak enak di ulu ati kerongkongan tersumbat muka merah atau pucat denyut nadi dan nafas yang cepat waktu istirahat. Rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan datang (apprehensive expectation): cemas, khawatir, takut berpikir berulang (rumination) membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau orang lain. Kewaspadaan berlebihan: mengamati lingkungan secara berlebihan sehingga mengakibatkan perhatian mudah teralih sukar konsentrasi sukar tidur merasa ngeri a. mudah tersinggung b. tidak sabar.

16

Gejala-gejala tersebut di atas baik yang bersifat psikis maupun fisik (somatik) pada setiap orang tidak sama, dalam arti tidak seluruhnya gejala itu harus ada. Bila diperhatikan gejala-gejala kecemasan ini mirip dengan orang yang mengalami stres; bedanya bila pada stres didominasi oleh gejala fisik sedangkan pada kecemasan didominasi oleh gejala psikis.2,6 GANGGUAN PANIK Gejala klinis gangguan panik ini yaitu kecemasan yang datangnya mendadak diser- tai oleh perasaan takut mati, disebut juga sebagai serangan panik {panic attack). Secara klinis gangguan panik ditegakkan (kriteria diagnostik) oleh paling sedikit 4 dari 12 gejala-gejala di bawah ini yang muncul pada setiap serangan: sesak nafas jantung berdebar-debar nyeri atau rasa tak enak di dada rasa tercekik atau sesak pusing, vertigo (penglihatan berputar- putar), perasaan melayang perasaan seakan-akan diri atau lingkungan tidak realistik kesemutan rasa aliran panas atau dingin berkeringat banyak rasa akan pingsan menggigil atau gemetar merasa takut mati, takut menjadi gila atau khawatir akan melakukan suatu tindakan secara tidak terkendali selama berlangsungnya serangan panik.2

17

PSIKOTERAPI Penanganan menyeluruh dari segi fisik dan psikologis sangat penting dalam penanganan pasien kanker. Pertama yang harus dilakukan terapis yang berhubungan dengan pasien kanker adalah membantu pasien mengenali gejala-gejala psikologisnya. Hal ini dilakukan karena pasien sering kali menyangkal adanya masalah tersebut dalam dirinya. Pengenalan gejala yang baik akan membantu proses terapi psikologis selanjutnya. Terapis baik dari kalangan psikiater atau psikolog klinis perlu untuk memberikan dukungan agar pasien mampu mengekspresikan emosinya. Terapis juga disarankan untuk melibatkan keluarga terdekat sebagai sistem dukungan untuk pasien. Hal ini perlu dilakukan untuk membuat pasien merasa mempunyai dukungan yang bisa menemaninya dalam perjalanan penyakitnya. Dalam perawatan pasien kanker di rumah sakit khusus, pasien juga bisa diikutsertakan dalam terapi kelompok bersama dengan para penderita kanker yang lain. Hal ini untuk membuat pasien tidak merasa sendiri dan terisolasi. Nyeri kanker adalah bagian dari penyakit kanker yang sering membuat penderitaan yang nyata pada pasien. Psikiater sebagai orang yang mengerti fisiologis medis akan sangat baik jika mampu ikut memberikan terapi psikologis tentang cara mekanisme adaptasi pasien terhadap nyeri kankernya. Terapis sebagai orang yang membantu proses terapi psikologis pasien kanker perlu mendasarkan terapinya pada empati dan kasih sayang. Fokus yang mendalam pada kehidupan pasien dan bagaimana pengaruh kanker pada kehidupan pasien sehari-hari merupakan hal yang perlu dipahami oleh terapis dalam prakteknya sehari-hari. Ini juga ditambah dengan mengusahakan pendekatan spiritual yang paling nyaman untuk pasien. Jangan lupa untuk melibatkan keluarga dalam mendukung semua ini. Intinya adalah kerjasama yang baik antara semua faktor dalam kehidupan pasien sehingga harapan hidup lebih lama dan berkualitas bukanlah mustahil dialami oleh pasien kanker.4

18

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Depresi bukan gangguan yang homogen, melainkan merupakan fenomena yang kompleks. Bentuknya sangat bervariasi, sehingga kita mengenal depresi dengan gejala yang ringan, berat dengan atau tanpa ciri-ciri psikotik, berkomorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain atau dengan gangguan fisik lain. Keanekaragaman gejala depresi itu diduga karena adanya perbedaan etiologi yang mendasarinya.Etiologi-etiologi yang mendasari depresi ini adalah keterpajanan akan penyakit fisik,salah satu contohnya adalah kanker serviks yang menjadi momok bagi perempuan di dunia karena angka mortalitas yang tinggi akibat penyakit kanker serviks ini.Depresi yang ditandai dengan perasaan sedih murung,irritabilitas dan puncaknya pada keadaan untuk mengakhiri hidup. Keadaan depresi ini tentunya akan menjadi fokus yang harus ditangani selain penyakit primernya sendiri (kanker serviks). Gejala depresi juga sering dibarengi dengan gejala-gejala kecemasan yang dirasakan pasien sebagai gejala yang berkaitan dengan peningkatan aktifitas sistem saraf otonom. Pasien menjadi sering mengalami jantung berdebar, sesak napas dan rasa kelelahan karena tegang yang berlebihan. Kecemasan juga sering dikaitkan dengan perasaan ketakutan akan hilangnya integrasi diri dalam artian yang paling sempit sekalipun seperti hilangnya kepercayaan diri karena memiliki tubuh yang tidak sempurna.

19

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. Aldiansyah,Dudy, Tingkat Depresi Pada Pasien Kanker Serviks Uteri berdasarkan Hawari, H. Dadang, Kecemasan dan Depresi , Manajemen Stres,Kecemasan dan

Skala Becks Depression II, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008 : 1-4. Depresi, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta , 2001 : 3,10,65-70,88-91. 3. Diunduh dari tulisan situs http://nasional.kompas.com/read/2008/01/09/17481876/HatiHati.Depresi.Pada.Pasien.Kanker 4. 5. 6. 7. Rusdi Jakarta : PPDGJ - III, 2003 Andri, Faktor Psikologis Pasien Kanker, diunduh dari http://health.kompas.com/read/2013/02/04/14550337/Faktor.Psikologis.Pasien.Kanker Goldman, Howard. H , Caring for the Chronically and Dying Patient , Review of Kaplan & Sadock, Gangguan Anxietas Akibat Keadaan Medis Umum, Buku Ajar Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III/Editor: Maslim General Psychiatry Third Edition, Printice-Hall International Inc., USA, 2002 : 437-43 Psikiatri Klinis Edisi 2 ,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 2004 : 263-64

20

You might also like