You are on page 1of 7

DORMANSI BENIH: KASUS PADA PADI DAN KACANG TANAH

Satriyas Ilyas
Guru Besar pada Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680. Telp/fax: 62-2518629347. E-mail: agrspsipb@indo.net.id

Pendahuluan Kemampuan benih untuk menunda perkecambahan sampai waktu dan tempat yang tepat adalah mekanisme pertahanan hidup yang penting dalam tanaman. Dormansi benih diturunkan secara genetik, dan merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya. Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan benih. Lamanya (persistensi) dormansi dan mekanisme dormansi berbeda antar spesies, dan antar varietas. Dormansi pada spesies tertentu mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam tanah selama beberapa tahun. Hal ini menjelaskan keberadaan tanaman yang tidak diinginkan (gulma) di lahan pertanian yang ditanami secara rutin. Dormansi didefinisikan sebagai status dimana benih tidak berkecambah walaupun pada kondisi lingkungan yang ideal untuk perkecambahan. Beberapa mekanisme dormansi terjadi pada benih baik fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder.

Dormansi Primer Dormansi primer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam yaitu dormansi eksogen dan dormansi endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya, suhu) tidak tersedia bagi benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat). Tetapi kondisi cahaya ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk perkecambahan mungkin tidak tersedia. Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan mekanis. Benih yang impermeabel terhadap air dikenal sebagai benih keras (hard seed). Metode pematahan dormansi eksogen yaitu: (1) Skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan, pendinginan (chilling), perendaman dalam air mendidih, pergantian suhu drastis; (2) Skarifikasi kimia untuk mendegradasi testa, yaitu asam sulfat. Untuk testa yang mengandung senyawa tak larut air yang menghalangi masuknya air ke benih, maka pelarut organik seperti alkohol dan aseton dapat digunakan untuk melarutkan dan memindahkan 1

senyawa tersebut sehingga benih dapat berkecambah. Dormansi endogen dapat dipatahkan dengan perubahan fisiologis seperti pemasakan embrio rudimenter, respon terhadap zat pengatur tumbuh, perubahan suhu, ekspos ke cahaya. Mekanisme dormansi dapat dibedakan pada dua lokasi berbeda yaitu penutup embrio (embryo coverings) dan embrio (Tabel 1).

Tabel 1. Mekanisme utama dormansi benih (Bradbeer, 1989) ___________________________________________________________________________ A. Dormansi yang disebabkan penutup embrio (perikarp, testa, perisperma dan endosperma) 1. Pertukaran gas terhambat 2. Penyerapan air terhambat 3. Penghambatan mekanis 4. Inhibitor (water-soluble) di dalam penutup embrio 5.Kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari endosperma/perisperma B. Dormansi embrio 1. Embrio belum berkembang dan berdiferensiasi 2. Pemblokiran sintesa asam nukleat dan protein 3. Kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari embrio 4. Defisiensi zat pengatur tumbuh 5.Adanya inhibitor ___________________________________________________________________________ Benih keras (hard seeds) banyak dijumpai pada benih Leguminosae berukuran kecil. Benih keras gagal mengimbibisi air selama 2 atau 3 minggu, periode yang cukup untuk uji daya berkecambah. Pada benih keras tertentu sulit dibedakan apakah penghambatan penyerapan air ataukah penghambatan mekanis untuk berkembangnya embrio sebagai penyebab dormansi.

Dormansi Sekunder Benih non dorman dapat mengalami kondisi yang menyebabkannya menjadi dorman. Penyebabnya kemungkinan benih terekspos kondisi yang ideal untuk terjadinya

perkecambahan kecuali satu yang tidak terpenuhi. Dormansi sekunder dapat diinduksi oleh: (1) thermo- (suhu), dikenal sebagai thermodormancy; (2) photo- (cahaya), dikenal sebagai photodormancy; (3) skoto- (kegelapan), dikenal sebagai skotodormancy; meskipun penyebab lain seperti kelebihan air, bahan kimia, dan gas bisa juga terlibat. Mekanisme dormansi sekunder diduga karena: (1) terkena hambatan pada titik-titik krusial dalam sekuens metabolik menuju perkecambahan; (2) ketidak-seimbangan zat pemacu pertumbuhan versus zat penghambat pertumbuhan. 2

Dormansi Benih Padi dan Metode Pematahan Dormansi Sebagian besar benih padi mempunyai sifat dorman. Dormansi benih pada padi menyebabkan beberapa varietas padi yang baru dipanen tidak tumbuh jika ditanam pada kondisi optimum. Masa dorman benih padi beragam 0 11 minggu. Perilaku dormansi (intensitas, persistensi, dan mekanisme dormansi) beragam antar genotipe padi (Takahashi 1984 dalam Soejadi dan Nugraha, 2002a). Untuk mengatasi masalah ini diperlukan metode pematahan dormansi yang efektif yang dapat meningkatkan validitas hasil pengujian daya berkecambah, dan mengatasi masalah dormansi pada saat benih diperlukan untuk segera ditanam. Pematahan dormansi dikatakan efektif jika menghasilkan daya berkecambah 85% atau lebih (Ilyas dan Diarni, 2007). Soejadi dan Nugraha (2002a) menyatakan, efektivitas metode pematahan dormansi sangat dipengaruhi oleh intensitas, persistensi, dan mekanisme dormansi. Hasil penelitian Ilyas dan Diarni (2007) menunjukkan, persistensi dormansi empat varietas padi gogo berbeda-beda berdasarkan hasil uji daya berkecambah benih setelah mengalami penyimpanan pada suhu kamar 28 31 0C dan kelembapan berkisar 81 - 89%. Varietas Kalimutu memiliki persistensi dormansi yang paling singkat yaitu 3 minggu, diikuti Way Rarem 4 minggu, Gajah Mungkur 6 minggu, sedangkan Jatiluhur 9 minggu (Tabel 2). Perbedaan persistensi dormansi benih bergantung pada beberapa faktor antara lain spesies, varietas, musim tanam, lokasi panen, dan tahap perkembangan benih (Come et al., 1988). Nugraha dan Soejadi (1991) melaporkan bahwa persistensi dormansi benih dapat mempengaruhi metode pematahan dormansi yang digunakan. Perendaman benih dalam KNO3 1% selama 48 jam adalah cara pematahan dormansi paling efektif pada benih padi gogo varietas Kalimutu, Gajah Mungkur, dan Way Rarem pada saat 0 minggu setelah panen. (Ilyas dan Diarni, 2007). Perlakuan ini juga paling efektif untuk mematahkan dormansi benih padi gogo Gajah Mungkur setelah disimpan 2 dan 4 minggu dengan indeks vigor tertinggi (Tabel 3). Penggunaan KNO3 0,2% efektif untuk mematahkan dormansi benih padi sawah (Nugraha dan Soejadi, 1991). Selain itu, perlakuan perendaman benih dalam larutan GA3120 ppm selama 48 jam juga efektif (Tabel 3). Metode pemanasan benih dalam oven 50 0C selama 48 jam yang diikuti dengan perendaman dalam air 24 jam dapat digunakan untuk mematahkan dormansi benih padi gogo Jatiluhur (Ilyas dan Diarni, 2007). Rekomendasi ISTA (2005) untuk mematahkan dormansi benih Oryza sativa adalah dengan memanaskan benih pada suhu 50 0C, atau merendam benih dalam air atau HNO3 selama 24 jam sebelum dikecambahkan. Tetapi Soejadi dan Nugraha (2002b) 3

menyatakan, metode perendaman benih dalam HNO3 selama 24 jam menyebabkan semua benih padi sawah IR-64 mati. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pemanasan pada suhu 50 0C selama 120 jam efektif mematahkan dormansi benih padi sawah semua varietas yang diuji kecuali IR-74 dan IR-46. Metode terbaik yang mereka peroleh yaitu kombinasi pemanasan pada suhu 50 0C selama 48 jam diikuti perndaman dalam KNO3 3% selama 48 jam efektif mematahkan dormansi benih padi sawah dari 20 varietas yang diuji. Tabel 2. Persistensi dormansi benih empat varietas padi gogo berdasarkan hasil uji daya berkecambah (Ilyas dan Diarni, 2007) Daya berkecambah (%) Lama simpan setelah No panen minggu ke... Kalimutu Way Rarem 1 0 2 1 3 2 4 3 5 4 6 5 7 6 8 7 9 8 10 9 Persistensi (minggu) 18.0 58.0 67.5 90.0 dormansi 3 25.5 40.0 56.0 79.0 87.0 4

Gajah Mungkur 7.0 26.0 37.5 78.0 80.0 84.0 92.0 6

Jatiluhur 26.0 40.0 44.5 50.5 57.5 68.0 72.5 78.0 81.0 85.0 9

Keterangan : kadar air benih varietas Kalimutu, Way Rarem, Gajah Mungkur dan Jatuluhur adalah 13.25%, 11.16%, 11.08% dan 12.8%.

Pada benih kacang tanah tipe Virginia, perkecambahan benih dihalangi oleh embrio yang belum masak sehingga mengakibatkan terjadinya dormansi. Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan menghembuskan udara yang mengandung uap etilen selama 24 jam (Pollock dan Toole, 1961). Matilla (2000) juga menyatakan, perlakuan etilen pada benih kacang tanah dapat menghilangkan penghambatan perkecambahan oleh inhibitor ABA. Dormansi Benih Kacang Tanah dan Metode Pematahan Dormansi Perlakuan penyimpanan benih setelah panen (after-ripening) pada kisaran suhu ruang 19 - 25 0C belum dapat mematahkan dormansi benih kacang tanah varietas Gajah, Kidang, Pelanduk, Zebra, Macan, dan Panter terbukti dengan nilai daya berkecambah yang masih rendah. Untuk varietas Simpai dan Trenggiling, after-ripening selama 3 minggu mampu mematahkan dormansi benih, dan untuk varietas Banteng dengan after-ripening 4 minggu. Daya berkecambah benih telah mencapai 88% (Tabel 4). 4

Tabel 3. Pengaruh interaksi antara waktu perlakuan dan cara pematahan dormansi terhadap daya berkevambah dan indeks vigor benih padi gogo varietas Gajah Mungkur (Ilyas dan Diarni, 2007) No Cara pematahan dormansi Waktu perlakuan 0 MSP 2 MSP 4 MSP 0 MSP 2 MSP 4 MSP

-----daya berkecambah (%)----1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13 B14 B15 22.00 33.00 57.50 54.00 94.50 47.50 81.00 11.50 33.50 48.00 39.50 72.50 42.50 20.50 58.50 30.50 48.00 87.00 76.50 96.50 82.50 93.50 21.50 27.50 59.00 40.50 87.50 55.50 49.00 58.50 80.00 95.00 98.50 98.50 100.00 97.00 100.00 61.00 77.00 95.00 88.00 89.50 96.50 94.00 95.50

---------% indeks vigor--------3.00 14.00 48.50 40.00 85.50 31.50 65.50 0.50 12.50 32.50 18.50 55.50 26.00 6.00 37.50 4.00 34.00 79.50 60.00 91.00 58.00 82.00 0.00 3.50 42.00 17.50 70.50 34.50 22.50 32.50 21.50 90.00 96.50 92.50 99.00 91.00 99.50 1.00 46.00 91.50 66.50 86.00 95.50 80.00 88.50

Keterangan : Angka-angka (nilai rata-rata dari empat ulangan @ 50 benih) yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing tolok ukur tidak berbeda nyata pada uji DMRT 1%. B1 = kontrol, B2 = perendaman dalam air 24 jam, B3 = perendaman dalam air 48 jam, B4 = perendaman dalam KNO3 1% 24 jam, B5 = perendaman dalam KNO3 1% 48 jam, B6 = perendaman dalam GA3 120 ppm 24 jam, B7 = perendaman dalam GA3 120 ppm 48 jam, B8 = pemanasan dalam oven 50 0C 72 jam, B9 = pemanasan dalam oven 50 0C 48 jam diikuti perendaman dalam air 24 jam, B10 = pemanasan dalam oven 50 0C 48 jam diikuti perendaman dalam air 48 jam, B11 = pemanasan dalam oven 50 0C 48 jam diikuti perendaman dalam KNO3 1% 24 jam, B12 = pemanasan dalam oven 50 0C 48 jam diikuti perendaman dalam KNO3 1% 48 jam, B13 = perendaman dalam air 24 jam diikuti pemeraman 24 jam, B14 = matriconditioning dengan serbuk gergaji, B15 = matriconditioning dengan abu gosok.

Tabel 4. Pengaruh after-ripening terhadap nilai daya berkecambah beberapa varietas kacang tanah (Cahyono dan Ilyas, 2001) AfterDaya berkecambah ripening Gajah Simpai Kidang Pelanduk Zebra (minggu)

Trenggiling

Macan

Panter

Banteng

0 46.00c 8.00e 12.00f 16.00d 0.00e 80.00c 36.00b 1 24.00g 40.00d 16.00e 4.00g 4.00d 44.00e 8.00f 2 28.00f 60.00c 24.00d 8.00f 12.00c 32.00f 16.00e 3 32.00e 88.00a 40.00b 28.00b 12.00c 88.00b 32.00c 4 68.00a 88.00a 28.00c 24.00c 32.00a 76.00d 52.00a 5 64.00a 80.00b 44.00a 40.00a 20.00b 92.00a 52.00a 6 40.00d 80.00b 28.00c 12.00c 28.00a 88.00b 24.00d Keterangan: Angka-angka (rata-rata dari empat ulangan @ 25 benih) yang diikuti oleh varietas Gajah, Simpai, Kidang, Pelanduk, Trenggiling, Macan, Banteng tidak berbeda 1%, sedangkan Zebra dan Panter pada uji DMRT 5%.

0.00e 52.00f 8.00d 20.00g 32.00c 56.00e 32.00c 72.00c 64.00a 88.00a 44.00b 76.00b 64.00a 68.00d huruf yang sama pada nyata pada uji DMRT

Tabel 5. Nilai daya bekecambah dengan perlakuan pematahan dormansi secara kimia dan after-ripening pada kacang tanah varietas Gajah, Zebra, dan Panter (Cahyono dan Ilyas, 2001) Varietas Pematahan dormansi After-ripening secara kimia (minggu) 0 Kontrol 44.00a KNO3 36.00b Etilen 20.00c Kontrol 0.00b KNO3 4.00a Etilen 0.00b Kontrol 0.00b KNO3 8.00a Etilen 8.00a

Gajah

Zebra

Panter

3 32.00c 60.00a 56.00b 12.00c 28.00a 16.00b 32.00c 56.00a 52.00b

6 40.00b 80.00a 36.00c 28.00b 64.00a 16.00c 64.00b 80.00a 48.00c

Keterangan: Angka-angka (nilai rata-rata dari empat ulangan @ 25 benih) dengan huruf yang sama dalam satu varietas tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5% (uji terhadap kontrol).

Tetapi pada penelitian Cahyono dan Ilyas (2001), pematahan dormansi secara kimia termasuk perlakuan inkubasi benih selama 48 jam dalam uap etilen (1,2 ethanediamine) 200 /l segera setelah panen tidak efektif untuk mematahkan dormansi benih kacang tanah dari sembilan varietas yang digunakan (tidak semua data ditunjukkan). Pelembaban benih selama 48 jam dalam KNO3 0.2% mampu meningkatkan daya berkecambah benih kacang tanah varietas Gajah dari 60% saat after-ripening 3 minggu menjadi 80% setelah 6 minggu; dan mematahkan dormansi benih varietas Panter 6 minggu after-ripening (daya berkecambah 80%). Kedua perlakuan secara kimia belum efektif untuk mematahkan dormansi benih varietas Zebra 6 minggu after-ripening karena daya berkecambah yang dicapai hanya 64% (Tabel 5). Rekomendasi ISTA (2005) untuk mematahkan dormansi benih Arachis hypogaea mungkin dapat diterapkan yaitu dengan menginkubasi benih tanpa polong pada suhu 40 0C.

Kesimpulan Benih padi dan kacang tanah umumnya mengalami dormansi yang disebut after ripening. Perilaku dormansi (intensitas, persistensi, dan mekanisme dormansi) beragam antar genotipe padi maupun kacang tanah. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan metode pematahan dormansi yang efektif sehingga dapat meningkatkan validitas hasil pengujian daya berkecambah, dan mengatasi masalah dormansi pada saat benih diperlukan untuk segera ditanam. Pematahan dormansi dikatakan efektif jika menghasilkan daya berkecambah 85% atau lebih. Persistensi dormansi mempengaruhi efektivitas metode pematahan dormansi.

Metode pematahan dormansi yang paling efektif untuk benih padi sawah adalah kombinasi pemanasan pada suhu 50 0C selama 48 jam diikuti perendaman dalam KNO3 3% selama 48 jam. Perendaman benih dalam KNO3 1% selama 48 jam adalah metode terbaik untuk pematahan dormansi benih padi gogo. Pelembaban benih selama 48 jam dalam KNO3 0.2% atau perlakuan inkubasi benih selama 48 jam dalam uap etilen (1,2 ethanediamine) 200 /l tidak efektif mematahkan dormansi benih kacang tanah segera setelah panen. Rekomendasi ISTA mungkin dapat diterapkan yaitu dengan menginkubasi benih tanpa polong pada suhu 40 0C. Daftar Pustaka Bradbeer, J.W. 1989. Seed Dormancy and Germination. Chapman & Hall, New York. 146p. Cahyono, R.C. dan S. Ilyas. 2001. Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi terhadap Viabilitas Benih Beberapa Varietas Kacang Tanah. Makalah Seminar. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 50 hal. Come, D., F. Corbineau, and S. Lecat. 1988. Some aspects of metabolic regulation of cereal seed germination and dormancy. Seed Sci & Technol 16: 175 186. ISTA International Seed Testing Association. 2005. International Rules for Seed Testing Edition 2005. Ilyas, S. dan W.T. Diarni. 2007. Persistensi dan pematahan dormansi benih pada beberapa varietas padi gogo. Jurnal Agrista 11 (2): 92-101. Matilla, A.J. 2000. Ethylene in seed formation and germination. Review article. Seed Sci Research 10: 111-126. Nugraha, U.S. dan Soejadi. 1991. Predrying and soaking of IR 64 seed as an effective method for overcoming dormancy. Seed Sci & Technol 19: 207-312. Pollock, B.M. and V.K. Toole. 1961. After-ripening, rest period, and dormancy seeds. The Year Book of Agriculture: 106-112. Soejadi dan U.S. Nugraha. 2002. Studi perilaku dormansi benih beberapa genotipe padi, hal 147-153. Dalam E. Murniati et al. (Eds.): Industri Benih di Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB. 291 hal. Soejadi dan U.S. Nugraha. 2002. Pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap daya berkecambah padi, hal 155-162. Dalam E. Murniati et al. (Eds.): Industri Benih di Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB. 291 hal.

You might also like