You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN

A.

Pengertian Hak Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik seseorang yang mana

penggunaannya tergantung kepada pemilik hak tersebut. Menurut Prof. Dr. Notonegoro, hak adalah adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. B. Pengertian Kewajiban Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan. Prof. Dr. Notonegoro menjabarkan pengertian kewajiban sbb:
Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan.

C.

Pengertian Negara Pengertian negara dalam buku ajar Pendidikan Kewarganegaraan yang disusun

oleh Kelompok Kerja Kewarganegaraan, LEMHANAS, 2001:


Negara adalah suatu organisasi dari sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui adanya pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut. Negara adalah satu perserikatan yang melaksanakan pemerintahan melalui hukum yang mengikat masyarakat dengan kekuasaan untuk memaksa ketertiban nasional. Masyarakat ini berada dalam suatu wilayah tertentu yang membedakannya dari kondisi masyarakat lain di luarnya.

D. 1.

Hakikat Warga Negara Pengertian Warga Negara dan Penduduk

Seperti yang dapat dilihat pada pengertian negara di atas, sebuah negara mengandung tiga unsur utama yang meliputi wilayah, kelompok manusia (rakyat) dan pemerintahan yang berdaulat. Sebuah wilayah yang memiliki rakyat menetap tanpa adanya pemerintahan yang berdaulat belum dapat dikatakan sebagai negara merdeka. Demikian pula sebuah wilayah yang memiliki pemerintahan yang berdaulat tanpa rakyat yang mendiami wilayah tersebut tidak dapat dikatakan sebagai negara. Rakyat atau warga yang menetap di sebuah wilayah tertentu dan mempunyai hubungan tetap dengan negara tersebut disebut sebagai warga negara (citizen dalam bahasa Inggris). Hubungan warga negara tidak akan terputus meskipun jika warga tersebut berdiam di wilayah negara lain. As Hikam dalam Ghazalli (2004) mengatakan warga negara sebagai terjemahan dari citizen memiliki makna: anggota dari suatu komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Selain warga negara, ada pula yang disebut warga negara asing (orang asing), mereka adalah orang-orang yang hanya memiliki hubungan dengan sebuah negara selama masih bertempat tinggal di wilayah negara tersebut. Kumpulan warga negara dan orang asing di sebuah wilayah negara inilah yang disebut sebagai penduduk. 2. a. Kewarganegaraan Pengertian Kewarganegaraan Istilah kewarganegaraan (citizenship) mempunyai makna keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara. Pengertian kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Kewarganegaraan Yuridis Kewarganegaraan yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara orangorang dengan negara dimana ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu yang menjadikan orang tersebut berada di bawah kekuasaan negara yang bersangkutan. Tanda daripada ikatan hukum ini dapat berupa akta kelahiran, surat pernyataan, bukti kewarganegaraan, dan lain-lain.

2) Kewarganegaraan Sosiologis Kewaraganegaraan sosiologis tidak ditandai dengan ikatan hukum, melainkan lahir dari penghayatan warga negara yang bersangkutan secara emosional (perasaan, keturunan, nasib, sejarah dan tanah air). Idealnya seorang warga negara memenuhi kedua kriteria kewarganegaraan tersebut di atas, namun pada kenyataannya sering dijumpai seseorang yang memenuhi kewarganegaraan yuridis tidak memiliki ikatan emosional dengan negara tersebut, begitupun sebaliknya, seorang warga negara yang menunjukkan sikap emosional, tingkah laku dan penghayatan yang layak untuk menjadi warga negara belum tentu memenuhi kewarganegaraan yuridis karena tidak memiliki bukti ikatan hukum dengan negara. b. Asas Kewarganegaraan Asas kewarganegaraan merupakan metode penentuan kewarganegaraan seseorang yang persyaratannya ditentukan secara independen dan mutlak oleh negara yang bersangkutan sehingga asas kewarganegaraan di negara yang satu dapat 1) berbeda dengan yang lain. Dalam ilmu ketatanegaraan, asas kewarganegaraan ditentukan berdasarkan dua hal berikut: Berdasarkan kelahiran Asas kewarganegaraan menurut kelahiran dikenal dengan asas Ius-soli. Menurut asas ini, kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat/tanah (di negara mana) seseorang dilahirkan. 2) Berdasarkan keturunan Asas kewarganegaraan berdasarkan keturunan atau hubungan darah dikenal dengan asas Ius-sanguinis. Menurut asas Ius-sanguinis, kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh kewarganegaraan orangtuanya. Selain dari sisi kelahiran, kewarganegaraan seseorang dapat didasarkan pada aspek perkawinan mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.

1) Asas persamaan hukum didasarkan pada pandangan bahwa suami isteri adalah sebuah ikatan yang tidak terpecah yang merupakan inti dari masyarakat yang perlu mencerminkan kesatuan yang bulat dalam menyelenggarakan kehidupan bersama, termasuk dalam hal kewarganegaraan. Asas ini mengupayakan kesamaan dari status kewarganegaraan suami dan isteri tersebut. 2) Asas persamaan derajat mengasumsikan bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan suami ataupun istri, masingmasing memiliki hak yang sama dan setara dalam menentukan kewarganegaraannya sendiri sehingga adanya perbedaaan kewarganegaraan dalam keluarga dimungkinkan. Kewarganegaraan seseorang dimungkinkan juga untuk diperoleh melalui prosedur pewarganegaraan. Dalam pewarganegaraan, status kewarganegaraan diberikan oleh sebuah negara kepada seseorang yang sebelumnya telah memiliki sebuah kewarganegaraan lain melalui prosedur yang ditentukan oleh negara yang hendak memberikan kewarganegaraan tersebut. Persyaratan dan prosedur yang harus dilalui berbeda antara satu negara dengan negara lain, sehingga bukannya tidak mungkin seseorang yang belum pernah memiliki kewarganegaraan pun dianugerahi status kewarganegaraan oleh sebuah negara, hal itu bergantung kepada persyaratan yang dimiliki oleh negara tersebut. Proses pewarganegaraan dapat diinisiasi oleh orang yang ingin mendapatkan status kewarganegaraan sebuah negara, dan dapat pula diinisiasi oleh negara yang ingin memberikan kewarganegaraan kepada seseorang. Terkait hal di atas, pewarganegaraan dibagi ke dalam dua hal berikut:

Pewarganegaraan aktif: seseorang boleh menggunakan hak opsi utk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu negara. Pewarganegaraan pasif: seseorang berhak menolak (hak repudiasi = hak menolak pewarganegaraan) dianugerahi/dijadikan sebagai warganegara oleh sebuah negara apabila orang tersebut tidak menginginkannya.

3. Status Kewarganegaraan Penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh setiap negara memberikan permasalahan dalam kewarganegaraan seorang warga. Apabila seorang warga sebuah negara bepergian/pindah/tinggal di negara lain dan berketurunan di tempat itu, maka asas kewarganegaraan yang dianut oleh negara tempat keturunannya dilahirkan dan negara asalnya dapat menyebabkan keturunannya memiliki satu atau lebih kewarganegaraan, atau yang paling buruk, tidak memiliki kewarganegaraan sama sekali. Hal memiliki dan tidak memiliki kewarganegaraan ini disebut status kewarganegaraan. Status kewarganegaraan terbagi atas:

Apatride: istilah yang ditujukan bagi seseorang tidak memiliki status kewarganegaraan. Bipatride: istilah yang ditujukan bagi seseorang yang memiliki status kewarganegaraan rangkap (dwi-kewarganegaraan). Multipatride: istilah yang ditujukan bagi seseorang yang memiliki status kewarganegaraan dua atau lebih.

4. Warganegara Indonesia
Pasal 26 ayat 1: yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undangundang sebagai warga negara pada ayat 2, syarat syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dgn undang-undang.

Berdasarkan UU no 12 thn 2006 pasal 4, maka yang menjadi warga negara Indonesia adalah:

Orang-orang bangsa Indonesia dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang undang sebagai warga negara. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang undangan dan atau berdasarkan perjanjian pemerintah RI dengan negara lain sebelum UU ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia.

Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah warga negara Indonesia dan ibu warga negara Indonesia Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah warga negara Indonesia dan ibu asing. 5

Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah asing dan ibu warga negara Indonesia. Anak yang lahir di luar perkawinan sah dari seorang ibu warga negara Indonesia dan ayah tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum warga negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak itu.

Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara Indonesia. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu seorang warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah warganegara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan tersebut dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun dan atau tidak kawin.

Anak yang lahir di wilayah negara Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara RI selama ayah dan ibunya tidak diketahui. Anak yang lahir di wilayah negara RI dari seorang warga negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.

Anak dari seseorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah dan ibu meninggal dunia sebelum mengucapkan atau menyatakan janji setia.

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN WARGANEGARA MENURUT UUD 1945

Pada dasarnya, kewajiban negara terhadap warganya adalah memberikan dan menjamin kesejahteraan hidup serta keamanan lahir batin sesuai sistem demokrasi yang dianut. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang didirikan berdasarkan UUD 1945 juga memiliki kewajiban terhadap warganya sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945. UUD 1945 tidak hanya mengatur kewajiban negara terhadap warganya, melainkan juga hak serta kewajiban warga negara terhadap negara dalam suatu sistem kenegaraan. Hak-hak yang tertuang dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara disebut hak konstitusional. Warga negara berhak menggugat apabila ada pihak-pihak lain yang berupaya membatasi ataupun menghilangkan hak-hak konstitusionalnya. Hak yang diberikan dan dijamin oleh negara juga merupakan pemenuhan Hak Azasi Manusia berdasarkan ketentuan internasional, namun pada penerapannya dibatasi oleh ketentuan agama, etika moral dan budaya yang berlaku di negara Indonesia tanpa menyalahi sistem kenegaraan yang berlaku (digunakan) di Indonesia. Mengenai hak azasi diatur secara inplisit dalam pasal 28 A sampai J (amandemen pertama UUD 1945). Hak dan kewajiban warga negara Indonesia yang dicantumkan dalam pasal-pasal UUD 1945 dijabarkan sbb: A. Pemerintahan Hak dan Kewajiban dalam Bidang Hukum dan

Pasal 27 ayat (1): Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban tanpa adanya pengecualian (diskriminasi), yaitu:

1. Hak bagi setiap warga negara untuk diperlakukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan. 2. Kewajiban bagi setiap warga negara untuk menjunjung hukum dan pemerintahan. i. yang Layak Pasal 27 ayat (2): Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam pasal ini tercermin asas keadilan sosial dan kerakyatan dimana setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Dalam hal pemenuhan kehidupan yang layak tersebut negara mengupayakan terciptanya lapangan kerja bagi setiap warga negara. ii. Hak dalam Bidang Politik Pasal 28: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Pasal ini mencerminkan kedemokratisan negara Indonesia, namun untuk berkumpul maupun mengeluarkan pikiran ada persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan ini diatur kemudian di dalam undang-undang. Undang-Undang No 21/1982 menyangkut Pers termasuk undang-undang yang mencantumkan persyaratan bagaimana hak untuk mengeluarkan pikiran itu dipenuhi. Poin yang utama dalam UU tersebut adalah bahwa pers Indonesia pada dasarnya adalah bebas mengeluarkan pikirannya, namun harus bertanggung jawab. iii. Hak dalam Bidang Keagamaan Pasal 29 ayat (1): Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa sehingga setiap warga negara meyakini atau memeluk satu agama atau kepercayaan. Hak atas Pekerjaan dan Penghidupan

Pasal 29 ayat (2): Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Pada dasarnya memeluk agama ataupun keyakinan adalah hak asasi manusia karena kebebasan beragama itu bersumber langsung pada martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan, bukan diberikan oleh negara, namun dijamin oleh negara. Agama dan keyakinan terhadap TYME sama sekali tidak dapat dipaksakan, baik oleh negara maupun oleh seorang warga negara kepada warga negara lainnya. iv. Hak dan Kewajiban dalam Bidang

Pertahanan dan Keamanan Pasal 27 ayat (3): Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 30 ayat (1): Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Kedua pasal ini mengandung hak sekaligus kewajiban bagi setiap warga negara untuk membela negara. Undang-undang yang mengatur perkara hak dan kewajiban pembelaan negara ini lebih lanjut adalah UU No.20/1982 tentang Pokok-pokok Pertahanan Keamanan Negara yang di dalamnya mengatur antara lain: Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta. Siskamling merupakan contoh nyata dari pemenuhan pasal-pasal ini. v. Kebudayaan Pasal 31 ayat (1): Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Pasal 31 ayat (2): Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Pasal 32: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Pasal 31 mencerminkan adanya kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum juga di dalam pembukaan UUD 1945 9 Hak dalam Bidang Pendidikan dan

alinea keempat. Setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran dan pemerintah wajib mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Undang-Undang No.2/1989 menetapkan bahwa pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan di luar sekolah (mis: pendidikan di dalam keluarga). Upaya mencerdaskan bangsa juga diatur dalam pasal 32 UUD 1945. Penjelasan UUD 1945 tentang pasal ini merumuskan bahwa kebudayaan bangsa merupakan: kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi rakyat Indonesia seluruhnya, termasuk kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncakpuncak kebudayaan du daerah-daerah di seluruh Indonesia. Penjelasan UUD 1945 juga merumuskan bahwa kemajuan budaya bertujuan pada persatuan dan kesatuan, dan dapat mengadopsi kebudayaan asing yang dapat mengembangkan dan memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, yang mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Pasal 32 ini menjamin kebebasan warga negara dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. vi.

Hak dalam Bidang Ekonomi dan Sosial Pasal 33 ayat (1), menyatakan, bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha Pasal 33 ayat (2), menyatakan bahwa Cabang-cabang produksi yang penting Pasal 33 ayat (3), menyatakan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang

bersama berdasar atas azas kekeluargaan.

bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 34 menyatakan bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara

oleh negara. Pasal 33 mengandung arti bahwa negara haruslah mengutamakan kepentingan dan kemakmuran seluruh anggota masyarakat, bukan hanya

10

kemakmuran satu orang saja. Untuk itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Mengenai cabang-cabang produksi dan sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak maka negara tidak boleh membiarkan pihak-pihak tertentu menguasainya. Segala kekayaan yang terkandung di dalam bumi dan air yang berada dalam wilayah geografis negara haruslah dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini demi mewujudkan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain pasal 33, pasal 34 juga mengusung semangat yang sama. Pasal 34 ayat (1): Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Pasal ini mengatur agar pemerataan keadilan sosial diterapkan hingga pada level bawah meliputi fakir miskin dan anak-anak terlantar. Pasal 34 menjadi dasar pelaksa naan bagi UU No.6/1974 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial dan UU No.4/1979 mengenai Kesejahteraan Anak. vii. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara Indonesia Pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 menuntuk peran yang aktif dari kedua belah pihak, dalam hal ini negara (atau pemerintah) dan juga masyarakat (warga negara). Di Indonesia, peran kedua belah pihak belum dilakukan dengan sebagaimana mestinya. Marak terjadi warga negara atau sekelompok orang tidak mendapatkan haknya, sementara sekelompok individu mendapatkan lebih dari yang seharusnya. Demikian halnya dengan kewajiban, masih banyak yang terabaikan oleh warga negara. Tragisnya penyimpangan-penyimpangan pemenuhan hak dan kewajiban ini terjadi di segala bidang sehingga mempengaruhi kondisi sosial, dimana yang paling sering menanggung kerugiannya adalah masyarakat di lapisan paling bawah (a.l.: fakir miskin, masyarakat pedesaan atau desa terpencil, dll). Secara umum kami melihat penyimpangan itu terjadi karena faktor-faktor berikut: Kurangnya fungsi kontrol dari pemerintah

11

Kurangnya fungsi kontrol dari masyarakat Kurangnya kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya Kurangnya rasa persatuan dan kesatuan Kurangnya rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa Perihal hak dan kewajiban diatur dalam UUD 1945 untuk mencapai kehidupan

berbangsa dan bertanah air yang adil, makmur dan sejahtera, namun cita-cita luhur tersebut hanya akan tercapai bila masyarakat mau bergandengan tangan dengan pemerintah, mau berperan secara aktif, bukannya pasif apalagi bersikap negatif terhadap setiap langkah yang diambil pemerintah tanpa mau memenuhi kewajibannya.

12

BAB III KESIMPULAN

UUD 1945 mengatur hak dan kewajiban warga negara Indonesia demi mencapai cita-cita luhur negara yaitu untuk menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, namun pelaksanaan dan pemenuhan hak dan kewajiban di Indonesia masih jauh dari adil dan merata oleh karena kurangnya kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya serta kurangnya fungsi kontrol masyarakat dan pemerintah sendiri dalam pengimplementasiannya.

13

DAFTAR PUSTAKA

Winarno, S.Pd., M.Si. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Edisi Kedua. Jakarta: PT Bumi Aksara. Lemhanas. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Prof. Dr. H. Kaelan, M.S. dan Zubaidi, Drs. H. Achmad, M.Si. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paragidma.

14

You might also like