You are on page 1of 14

Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenali kualitas minyak atsiri adalah sebagai berikut : 1.

Berat Jenis Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi.

2. Indeks Bias

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Menurut Guenther, nilai indeks juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam kandungan minyak jahe tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. 3. Putaran optik Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri. 4. Bilangan Asam Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri. Yaitu senyawa-senyawa asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan udara sekitar ketika berada pada botol sampel minyak pada saat penyimpanan. Karena sebagian komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara langsung kontak dengan udara sekitar, maka akan

semakin banyak juga senyawa-senyawa asam yang terbentuk. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan asam suatu minyak atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penyulingan pada tekanan tinggi (temperatur tinggi), dimana pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar. 5. Kelarutan dalam Alkohol Telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena alkohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik. http://ferry-atsiri.blogspot.com/2007/11/parameter-kualitas-minyak-atsiri.html

Macam macam tanaman Akar Wangi (Vetiver) Akar wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) termasuk famili Graminae atau rumput-rumputan. Memiliki bau yang sangat wangi, tumbuh merumpun lebat, akar serabut bercabang banyak berwarna merah tua. Waktu penanaman setiap saat sepanjang tahun, namun yang terbaik adalah di awal musim hujan.

Proses produksi minyak akar wangi dilakukan dengan penyulingan uap pada tekanan bertingkat I-3 atm selama 8 9 jam dengan laju destilasi 0,7 0,8 liter destilat/kg akar/jam. Rendemen rata-rata minyak akar wangi 1,5 2%. Mutu minyak akar wangi tidak hanya tergantung pada umur akar, tetapi juga tergantung dari lamanya penyulingan. Bau gosong yang ditimbulkan karena penyulingan yang cepat akan menurunkan mutu dan harga minyak akar wangi yang diinginkan pembeli.

Komponen yang menyusun minyak akar wangi yaitu: vetiveron, vetiverol, vetivenil, vetivenal, asam palmitat, asam benzoat, dan vetivena. Banyak digunakan sebagai bahan baku kosmetik, parfum, dan bahan pewangi sabun. Minyak akar wangi mempunyai bau yang menyenangkan, keras, tahan lama, dan disamping itu juga berfungsi sebagai pengikat bau (fixative). Perkiraan permintaan dunia lebih dari 200 ton / tahun. Indonesia merupakan pemain penting dengan sentra produksi di Garut memiliki luas areal sebesar 2.063 ha dan produksi minyak sebanyak 34,5 ton pada tahun 2007 (Subdit. Tanaman Atsiri Deptan, 2008). Dewasa ini selain ke Eropa, minyak akar wangi juga diekspor ke USA, Jepang, dan Singapura. Kinerja ekspor minyak akar wangi (2002-2006) diperlihatkan pada Tabel 2.

Sereh Wangi (Citronella) Sereh wangi diduga berasal dari Srilangka. Nama latinnya adalah Cymbopogon nardus L., termasuk dalam suku Poaceae (rumput-rumputan). Varietas sereh wangi yang paling dikenal adalah varitas Mahapegiri (java citronella oil) dan varitas Lenabatu (cylon citronella oil). Varitas Mahapegiri mampu memberikan mutu dan rendemen minyak yang lebih baik dbandingkan varitas Lenabatu.

Daerah penanaman dan produksi minyak sereh wangi di Indonesia dengan luas areal pada tahun 2007 sebesar 19.592,25 ha (Tabel 3), terbesar di daerah Jawa, khususnya Jabar dan Jateng dengan pangsa pasar dan produksi mencapai 95% dari total produksi Indonesia. Area lainya adalah NAD dan Sumatera Barat. Daerah sentra produksi di Jawa Barat adalah: Purwakarta, Subang, Pandeglang, Bandung, Ciamis, Kuningan, Garut, dan Tasikmalaya. Sedangkan di Jateng adalah Cilacap, Purbalingga dan Pemalang (Data Sbdit Tanaman Atsiri, Dittansim, 2008). Proses pengambilan minyak sereh wangi di Indonesia biasanya dilakukan melalui proses penyulingan selama 3 4 jam. Rendemen rata-rata minyak sereh wangi sekitar 0,6 1,2% tergantng jenis sereh wangi serta penanganan dan efektifitas penyulingan.

Komponen terpenting dalam minyak sereh wangi adalah sitronellal dan geraniol. Kedua komponen tersebut menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak atsiri,

sehingga kadarnya harus memenuhi syarat ekspor agar dapat diterima. Minyak ini digunakan dalam industri, terutama sebagai pewangi sabun, sprays, desinfektans, pestisida nabati, bahan pengilap, peningkat oktan BBM dan aneka ragam preparasi teknis. Perkiraan pemakaian dunia pada tahun 2007 lebih dari 2000 ton / tahun. Indonesia adalah produsen ketiga dunia setelah Cnia dan Vietnam. Beberapa negara yang selalu aktif membeli sereh wangi Indonesia antara lain adalah Singapura, Jepang, AS, Australia, Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, India, dan Taiwan. Dengan pembeli utama adalah AS, Perancis, Italia, Singapura dan Taiwan. Volume ekspor minyak sereh wangi relatif kecil, yakni sebesar 115,67 ton dengan nilai US$ 701,0 pada tahun 2004. Cengkeh (Clove) Cengkeh (Syzygium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memliki batang pohon besar dan berkayu keras. Tinggi tanaman dapat mencapai 15 20 meter dan dapat bertahan sampai umur ratusan tahun.

Tanaman cengkeh mempunyai sifat khas karena semua bagian pohon mengandung minyak, mulai dari akar, batang, daun sampai bunga. Kandungan minyak cengkeh pada bagian-bagian tanaman tersebut bervariasi jumlahnya namun kadar minyak yang paling tinggi terdapat pada bagian bunga (20%) sedangkan bagian gagang dan daun mengandung sekitar 4 6 %. Areal produksi tanaman cengkeh hampir tersebar di semua daerah di Indonesia mulai dari NAD sampai Papua dengan luas areal terluas di Jawa dan Sulawesi. Luas areal tanaman ini mengalami sedikit peningkatan setiap tahunnya atau lebih cenderung stabil (Tabel 4).

Cara penyulingan yang paling sederhana untuk mendapatkan minyak cengkeh adalah dengan penyulingan air dan uap dengan lama penyulingan sekitar 7 8 jam untuk daun basah dan 6 7 jam untuk penyulingan daun kering. Penggunaan tekanan bertahap mulai dari 1 bar sampai 2 bar dapat mempersingkat lama penyulingan menjadi 4 5 jam. Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna bening sampai kekuning-kuningan mempunyai rasa yang pedas, keras, dan berbau aroma cengkeh. Warnanya akan berubah menjadi coklat atau berwarna ungu jika terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan. Sentra produksi minyak cengkeh terdapat di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumtarea Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan. Produksi minyak cengkeh Indonesia pada tahun 2007 sekitar 2.500 ton dengan perkiraan pemakaian dunia sekitar 3.500 ton / tahun (Mulyadi, 2008). Walaupun demikian volume ekspor minyak cengkeh sangat kecil, karena sebagian besar minyak cengkeh sudah diolah menjadi produk turunannya sehingga yang diekspor lebih banyak pada produk turunannya, seperti eugenol, eugenol asetat, dll. Pala (Nutmeg)

Pala yang mempunyai mutu terbaik dalam dunia perdagangan adalah pala yang berasal dari Myristica fragrans H. Pala menghendaki iklim laut yang panas (25 30 C), tetapi basah, curah hujan 2.500 mm/tahun. Tanaman pala dapat tumbuh di dataran rendah yang kurang dari 700 m dpl pada tanah berpasir bercampur humus. Tingginya dapat mencapai 12 m. Mulai berbunga dan berbuah setelah berumur 4 6 tahun, dan produktif berbuah sampai 25 tahun. Buah pala berbentuk bulat telur sampai lonjong, bagian terluar adalah kulit buah. Di bawah daging buah terdapat tempurung biji yang diselubungi oleh jala berwarna merah api yang disebut dengan fuli. Di awah tempurung tersebut terdapat biji pala. Tanaman pala tersebar di wilayah Sumatera, NAD, Jawa, Sulawesi dan Maluku. Luas arel terbesar berada di NAD dan Maluku seperti ditunjukan pada Tabel 5. Minyak pala dihasilkan dengan penyulingan air dan uap dari biji atau fulinya. Biji pala menghasilkan minyak atsiri sekitar 7-16%, sedangkan bagian fuli menghasilkan minyak sekitar 4 15%. Biji pala muda menghasilkan rendemen minyak yang lebih besar dibandingkan dengan biji pala tua.

Komponen utama minyak pala adalah miristisin yang bersifat racun dan mempunyai efek narkotika, sehingga penggunaan dalam industri pangan dan obat-obatan sangat sedikit. Minyak pala juga digunakan dalam industri parfum dn pasta gigi. Indonesia memegang peranan penting dalam pasar dunia karena sebagian besar kebutuhan pala dunia berasal dari Indonesia. Negara produsen utama lainnya adalah Granada, India, dan Madagaskar. Lebih dari 60% kebutuhan pala dunia berasal dari Indonesia dengan volume ekspor lebih dari 200 ton/tahun, cenderung stabil hingga tahun 2007 (Mulyadi, 2008). Namun pada tahun 2008, output minyak pala Indonesia menurun drastis karena hama yang menyerang tanaman pala di Sumatera. Jika ditinjau dari nilainya, perkembangan nilai ekspor minyak pala menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. Jahe (Ginger)

Kondisi lingkungan dimana tanaman jahe dapat tumbuh dengan baik adalah pada curah hujan sekitar 2500-4000 mm per tahun, pada suhu 25-35 oC, dan dengan kelembaban udara yang sedang dan tinggi. Tanaman jahe menghendaki tanah yang subur, gembur, kaya akan humus dan berdrainase baik; dapat juga tumbuh di tanah latosol merah coklat dan tanah andosol. Proses produksi minyak jahe dilakukan dengan penyulingan (melalui steam distillation atau water distillation) atau ekstraksi rimpang jahe yang sebelumnya telah dikeringkan dalam bentuk serpihan atau dibuat serbuk. Rendemen rata-rata minyak jahe adalah 1-3% (kering) tergantung jenis jahe serta penanganan dan efektifitas proses

penyulingan. Ekstraksi dengan pelarut menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan, karena selan minyak atsiri, juga dihasilkan oleoresin. Oleoresin inilah yang membentuk rasa pedas pada jahe. Komponen utama dalam minyak jahe adalah zingiberen, dan zingberol yang menyebabkan bau khas minyak jahe. Minyak jahe digunakan sebagai bahan baku minuman ringan (ginger ale), dalam industri penyedap, farmasi dan wangi-wangian. Minyak jahe banyak diekspor ke USA, Singapura, Jerman, India dan Afrika Selatan, dengan importir terbesar adalah USA. Indonesia masih sebagai produsen jahe ketiga terbesar setelah China dan India di pasar global, padahal secara iklim dan kesesuaian lahan Indonesia sangat potensial. Kenanga (Cananaga)

Tanaman kenanga (Cananga odorata) berasal dari Filipina. Di Pulau Jawa tanaman tersebut tumbuh liar. Tanaman kenanga tumbuh subur di dataran rendah dengan kelembaban tinggi, beriklim tropis dan dekat dengan pantai. Di Jawa, kenanga biasanya ditanam di pekarangan rumah, tidak dibudidayakan. Bunga yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua berwarna kuning. Rendemen dan mutu minyak tertinggi terdapat pada bunga yang telah matang sempurna (warna kuning tua). Minyak nenanga diperoleh dengan cara penyulingan bunga kenanga. Di daerah biasanya dilakukan dengan cara rebus. Hasil sulingan terdiri dari beberapa fraksi yang mempunyai komposisi dan mutu yang berbeda. Fraksi dengan mutu paling baik adalah yang mengandung kadar ester dan eter yang tinggi, sesquiterpen yang rendah. Minyak kenanga diekspor masih dalam keadaan crude. Oleh importir Amerika dan Eropa, minyak kenanga biasanya direktifikasi untuk menghasilkan minyak yang lebih jernih dan lebih mudah larut. Minyak yang dihasilkan akan menyusut sebanyak 25%. Minyak kenanga hanya diproduksi di Indonesia dengan output sebesar 20 ton/tahun. Khusus di Pulau Jawa daerah penghasil minyak kenanga adalah Boyolali dan Blitar. Di dunia pemakaian minyak kenanga masih terbatas dibandingkan minyak ylang-ylang, namun masih

tetap penting karena bau minyak kenanga lebih tahan lama dan lebih murah dibandingkan minyak ylang-ylang. Dalam industri, minyak kenanga biasa digunakan sebagai bahan pewangi sabun. Cendana (Sandalwood) Minyak cendana (Santanum album L) di Indonesia banyak terdapat di Pulau Timor. Tanaman cendana berupa pohon kecil yang selalu hijau dengan batang lurus dan bulat tanpa alur. Tanaman ini sangat cocok pada daerah yang berudara dingin dan kering serta intensitas cahaya matahari yang cukup. Bulan kering yang panjang sangat baik pengaruhnya terhadap pembentukan minyak dan aroma. Varietas tanaman cendana yang berdaun kecil, mempunyai kadar minyak yang lebih tinggi pada bagian kayu teras, namun kadar santanolnya lebih rendah.

Minyak cendana diperoleh dari hasil pengulingan jantung kayu cendana dengan waktu penyulingan cukup lama karena titik didih minyak ini cukup tinggi. Rendemennya sekitar 35%. Komponen utama dalam minyak cendana adalah santanol. Dalam perdagangan internasional, kadar santanol tersebut harus lebih dari 90%, jika tidak maka pasar tidak akan menerimanya. Perkiraan permintaan dunia lebih dari 50 ton/tahun. Indonesia pernah menduduki peringkat ke-2 setelah India (Myrose).Sandalwood oil memegang peranan penting dalam industri wewangian. Selain dapat digunakan untuk minyak wangi sendiri, dapat pula untuk pengikat minyak wangi mahal (Violet, Cassie, Rose, Reseda, dan Ambete). Pada tahun 2007, volume ekspor minyak cendana sebanyak 403.148 kg dengan nilai ekspor sebesar US$ 3.814.800 (BPS, 2008), naik cukup signifikan dari tahun sebelumnya dengan volume ekspor hanya 21.751 kg dan nilai sebesar US$ 1.736.214. Masoi

Masoi (Cryptocarya spp) tumbuh liar di hutan Indonesia bagian Timur, tingginya sekitar 40 m. Berbatang tegak, bagian dalam berwarna merah, sedangkan kulit berwarna kelabu muda. Minyak masoi dihasilkan dari proses penyulingan kulit kayu masoi, mempunyai bau wangi (sweetish oil) dan terasa pedas jika terkena kulit. Minyak ini mengandung sekitar 80% eugenol, dan 6% terpene dan safrole. Minyak ini merupakan sumber natural laktone. Kandungan safrole dalam minyak masoi dibutuhkan dalam industri kimia, untuk pembuat heliotropin, bahan baku celluloide (film), kosmetik dan wewangian. Minyak masoi diproduksi di Indonesia dengan output lebih dari 5 ton per tahun dengan negara tujuan ekspor yakni USA, Eropa, Australia dan Jepang. Kayu Putih (Cajeput) Kayu putih (Melaleuca spp) termasuk ke dalam famili Myrtaceace dan ordo Myrtalae. Beberapa spesies yang sudah diketahui dapat menghasilkan minyak kayu putih dan sudah diusahakan secara komersil adalah M. leucodendrom, M. cajuputih Roxb dan M. viridiflora Corn.

Pohon kayu putih terdapat secara alami di daerah Asia Tenggara, yang tumbuh di dataran rendah atau rawa tetapi jarang ditemukan di daerah pegunungan. Tanaman kayu putih yang tumbuh di rawa-rawa mempunyai komposisi kimia yang berbeda dengan yang terdapat pada dataran rendah. Tanaman yang tumbuh di rawa-rawa mempunyai kadar sineol yang rendah, bahkan ada yang tidak mengandung sineol, sehingga tidak mempunyai nilai ekonomi. Di Indonesia tanaman kayu putih tumbuh di Maluku (Pulau Buru, Seram, Nusalaut, Ambon) dan Sumatera Selatan (sepanjang Sungai Musi, Palembang), Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa

Tenggara Timur dan Irian Jaya. Di daerah tersebut tanaman kayu putih tumbuh secara alami, sedangkan tanaman yang diusahakan terdapat di Jawa Timur dan Jawa Barat. Minyak kayu putih yang diperoleh dengan cara menyuling daun tanaman kayu putih berwarna biru sampai hijau, sementara minyak kayu putih yang telah dimurnikan berwarna kuning sampai tidak berwarna dan berbau seperti kamfer. Komponen utama dalam minyak kayu putih adalah sineol yang mencapai 65%. Dengan adanya komponen tersebut, minyak kayu putih dapat langsung digunakan sebagai obatobatan dan minyak wangi. Tetapi di luar negeri, minyak kayu putih juga digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi dan parfum. Tanaman lain yang juga mengandung sineol adalah eucalyptus, dengan kadar yang kebih besar yakni sekitar 85%. Permintaan dunia untuk minyak kayu putih ini diperkirakan lebih dari 100 ton per tahun dengan pemakaian terbesar di Asia tengara, sedangkan di dunia, yang lebih banyak diguakan adalah minyak eucalyptus. Jeruk Purut (Kaffir Lime)

Tinggi pohonnya antara 2 dan 12 meter. Batangnya agak kecil, bengkok atau bersudut dan bercabang rendah. Batang yang telah tua berbentuk bulat, berwarna hijau tua, dapat polos atau berbintik-bintik. Daun jeruk purut berwarna hijau kekuningan dan berbau sedap. Bentuknya bulat dengan ujung tumpul dan bertangkai. Tangkai daun bersayap lebar, sehingga hampir menyerupai daun. Untuk mendapatkan minyak jeruk purut pada umumnya dilakukan penyulingan dengan metode kukus ataupun uap. Bahan yang digunakan adalah daun atau kulit buah jeruk purut tersebut. Karakteristik minyak daunya terutama didominasi oleh minyak atsiri citronelal (80%), sisanya adalah citronelol (10%), nerol, dan limonena. Minyak atsiri yang berasal dari kulit jeruk purut pada indutri banyak digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik, parfum, antiseptik, dan lain-lain,

Minyak daun jeruk purut dalam perdagangan internasional disebut kaffir lime oil. Minyak atisiri ini banyak diproduksi di Indonesia dengan output beberapa ton per tahun. Pemakaian minyak jeruk purut sementara ini hanya untuk fragran, padahal potensi di flavor cukup besar, namun minyak atsiri ini belum memiliki nomor FEMA. Adas (Fennel)

Minyak adas, disebut juga fennel oil, dihasilkan dari tanaman adas. Varietas yang menghasilkan minyak adas terdiri dari 2 sub spesies, yaitu Var. Vulgare (Miller) Thelling (liar dan pahit) dan Var. Dulce (Miller) Thelling (budidaya secara intensif dan manis). Minyak adas secara komersil dihasilkan dengan cara penyulingan buah (biji) adas menggunakan sistem penyulingan uap. Rendemennya sekitar 1-6%. Penyulingan sebaiknya langsung dilakukan setelah biji dipanen. Selama proses penyulingan, harus dijaga agar suhu kondensor agak tinggi, untuk mencegah pembekuan minyak dalam tabung kondensor. Komponen utama yang terdapat pada minyak adas seperti anthole, fenchone, dan estragole. Keberadaan komponen tersebut tergantung pada jenis varietas adas yang digunakan. Kayu Manis (Cinamon / Cassia)

Minyak kayu manis yang diperoleh dari Cinnamomum zeylanicum Ness disebut minyakCinnamon, sementara yang berasal dari Cinnamomum cassia disebut minyak Cassia. Minyak kayu manis dipergunakan sebagai flavouring agent dalam pembuatan parfum, kosmetik, dan sabun.

Volume ekspor minyak kayu manis relatif kecil. Data BPS 2000 2003 menyebutkan volume ekspor minyak ini cukup besar pada tahun 2000 yakni sebesar 14.400 ton, namun menurun drastis pada tahun-tahun berikutnya, hanya sampai 100 ton / tahunnya. (Tabel 6). Melati (Jasmine)

Ada dua macam varietas melati yang diusahakan yaitu tanaman J. officinaleL; dan J. officinale var grandiflorum L. Perancis merupakan negara yang paling banyak memproduksi bunga melati dan terutama diproduksi untuk parfum.

Bunga setelah dipetik tetap hidup secara fisiologis dan memproduksi minyak atsiri. Produksi minyak atsiri oleh bunga tersebut akan terhenti apabila bunga telah mati dan membusuk. Untuk mendapatkan minyak bunga melati, dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan sistem enfleurasi (lemak dingin). Dengan cara ini, rendemen yang dihasilkan cukup tinggi

dan tingkat kewangian yang tinggi, namun biaya produksinya cukup mahal, sehingga jarang dipergunakan. Cara ekstraksi lainnya adalah dengan mempergunakan pelarut menguap (solvent extraction). Minyak melati yang baru diekstrak berwarna coklat kemerahan, dan mempunyai bau khas minyak melati. Absolute melati bersifat lengket, jernih, berwarna kuning coklat dan mempunyai bau harum. Apabila mengadsorbsi udara, minyak berubah baunya, lebih kental, dan akhirnya membentuk resin. Minyak bunga melati umumnya dipergunakan sebaga zat pewangi parfum kelas tinggi. Minyak ini biasanya diekspor ke Singapura, Australia, Eropa, Timur Tengah, India, China, dan Thailand. Volume ekspor minyak melati mengalami penurunan drastis pada tahun 2005 dibandingkan tahun sebelumnya (Tabel 7)

You might also like