You are on page 1of 116

Sumber:

www.alsofwah.or.id/khutbah
Posted By http://ichsanmufti.wordpress.com

1
Sudah Terujikah Iman Kita
Oleh: Ade Hermansyah Bin Bunyamin
Khutbah Pertama

.ُ َ ‫ي‬
َ ‫ هَ ِد‬ َ َ ِْ
ْ ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ َْ َ ْ ِ ا‬، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫ ِْ )ُ ُ(وْ ِر َأ‬ ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬  ‫ِإ‬
‫ْ ِم‬,َ 9َ‫ ِإ‬.ُ ‫َى ِ* َُا‬0َ ‫ ا ْه‬ ِ َ ‫ ِ َو‬6ِ 1
ْ; َ ‫ < ِِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ْ‫!?ْ َو*َ ِرك‬# َ ‫; ! َو‬ َ ? ُ َ‫ ا‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ ا َوَأ‬5 ‫ ِإ َ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫َأ‬
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ا‬
.‫ن‬
َ ْ,ُ ِ $ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ CD َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫ َ ا‬G‫َ َأ‬
ِ *ِ ‫ن‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬Kَ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َ Nَ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫ْا َر‬,Aُ B ‫س ا‬ ُ ‫َ ا‬G ‫َ َأ‬
. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ 
َ ‫ن‬ َ َ‫ آ‬ َ ‫نا‬  ‫ َم ِإ‬D َ ْ‫ر‬Sَ ْ‫َوا‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬. ً"ْ U
ِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ ُ َ ْ,#ُ ‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ W ِ ُ َْ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,&ُ ‫?ْ ُذ‬Qُ َ ْ(%ِ /ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِ Y
ْ ُ .‫ ِ ًْا‬#َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْFِ ‫َ ا‬G ‫َ َأ‬
 ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ  ‫@ٌ َو ُآ‬َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1
ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#
َ ‫ َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ ِ َْ ‫ ْ" َ( ا‬N َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ ْ" َ( ا‬Nَ ْ‫َ ِ_ن‬
.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2
dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang
mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang
dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus
siap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana
kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari
keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman
kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan
seperti yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti
(karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika
datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.”
Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki yaitu Surga
sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi
tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita, dan
bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga
tanpa melewati ujian yang berat.
Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana
halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman
bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat
dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam
perjuangan mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats
Radhiallaahu anhu.
CGd ُ "َ َ ِ # ِ ْ‫ق َرأ‬ ِ (َ %ْ ِ 9َ َ ‫َ ُر‬dْ ِ ْ ‫ ا‬Vُ \َ ْ,ُ ‫ْ ِد ْ ِ ِ َو‬ َ a َ ِ ‫ ِ( ُ ُ َذ‬Y
ْ َ َ b ٍ Y َ  َ ْ‫ ٍ? َأو‬1 ْ َ ِْ ِ ِ َU ِ ‫ن‬ َ ْ‫ ِ ْ ِ َ ُدو‬1 َ ْ ‫ط ا‬
ِ َdِ*ِ e ُd َ ْ "ُ َ ْ?Qُ َ 6ْ Tَ َْ ‫ن‬ َ َ‫ْ آ‬Aَ َ
.(‫ ري‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.ِ ِ ْ ‫ْ ِد‬ َ a َ ِ ‫ ِ( ُ ُ َذ‬Y ْ َ َ  ِ "ْ َ ]ْ ِ*
... Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi
(sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya,
dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya
dari agamanya... (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).
Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita? cobaan apa yang
telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan
aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-
orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam
memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, pikiran mereka,
bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan tidak
ada artinya bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang besar dari
Allah sementara pengorbanan kita sedikit pun belum ada?
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!
Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda.
Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian yang telah dialami oleh
para pendahulu kita:
Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada Nabi Ibrahim
Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat
dan mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat dicintai,
padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah
sendiri mengatakan:
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar sudah tahan uji,
sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya adalah pelajaran yang sangat
berat itupun dijalankannya.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berharga bagi kita, dan
sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana kita rasakan dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah Allah
yang dianggap berat bagi kita, dan dengan berbagai alasan kita berusaha untuk tidak melaksanakannya. Sebagai
contoh, Allah telah memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk mengenakan jilbab (pakaian yang
menutup seluruh aurat) secara tegas untuk membedakan antara wanita Muslimah dan wanita musyrikah
sebagaimana firmanNya:
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mumin”
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).
Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya tidak mau memakai jilbab
dengan berbagai alasan, ada yang menganggap kampungan, tidak modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah
bagian dari budaya bangsa Arab. Ini pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam memberikan ancaman kepada para wanita yang tidak mau memakai jilbab dalam
sabdanya:
@ِ َ ِ #
ْ jَ ‫ َآ‬
 ُ #
ُ ْ‫ تٌ ُر ُؤو‬
َ lِ َ ٌ‫ ت‬
َ "ْ ِ ُ ٌ‫"َ تٌ َ ِرَ ت‬#
ِ َ‫َ ءٌ آ‬$&ِ ‫ َو‬،َ‫ن ِ*َ ا س‬ َ ْ,*ُ ِ(
ْ َ (ِ Aَ 6َ ْ ‫ب ا‬ ِ َ&ْ‫ذ‬jَ ‫ط َآ‬
ٌ َ"#
ِ ْ?ُ -َ َ ٌ‫ْم‬,Tَ ‫ن ِْ َأ ْه ِ ا ِر َ?ْ َأ َر ُهَ ؛‬ ِ َ%ْ ;
ِ
.(?$ .‫ )روا‬. َ1 َ ْ ‫ن ِر‬
َ ْmِ َ 5َ ‫  َ@ َو‬m
َ ْ ‫ ا‬
َ ْ N
ُ َْ 5َ @ِ َ lِ َْ ‫ ا‬n
ِ hْ 6ُ ْ ‫ا‬
“Dua golongan dari ahli Neraka yang belum aku lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi,
yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai baju tetapi telanjang berlenggak-
lenggok menarik perhatian, kepala-kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk Surga dan tidak
akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14
hal. 109-110).
Yang kedua: Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi pada Nabi Yusuf
Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya
berzina, dan kesempatan itu sudah sangat terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si
perempuan itu telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam membuktikan kualitas
imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia
mempunyai hasrat kepada wanita. Ini artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di zaman sekarang, di
saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di mana-mana, minuman keras dan obat-obat
terlarang sudah merambah berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku
sekolah dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi barang biasa bagi para pemuda,
sehingga tak heran bila menurut sebuah penelitian, bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya enam
dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di antara akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh
dengan cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah dengan
semakin banyaknya media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga media elektronik dengan
acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para remaja. Pada saat seperti inilah
sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus
selalu siap siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang kemaksiatan.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat
maksiat, ia akan diberi perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
.(" C%0) ...  َ ‫فا‬ ُ َN‫َ َل ِإ !&`ْ َأ‬A َ ‫َ ٍل‬K
َ ‫ َو‬b
ٍ Y
ِ ْ َ ‫ت‬
ُ ‫ ُ ا ْ َ(َأةٌ ذَا‬0ْ 6َ َ p
َ ٌK ُ ‫ َو َر‬... ُ Go ِ 5 ‫  ِإ‬o
ِ 5َ ‫ْ َم‬,َ ِ !o ِ ْ` ِ  ُ ‫ ُ ُ? ا‬GU ِ ُ ٌ@-َ ْ6#َ
“Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan selain
perlindunganNya, .. dan seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu ia
berkata aku takut kepada Allah…” (HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar
Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan orang yang dicintai dan
sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk
sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain hatinya,
seluruh hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah
dirinya, seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan
nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali
baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu syaitan
dengan kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihissalam untuk menghantamkan kakinya ke tanah,
kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh
penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 52). Begitulah ujian Allah
kepada NabiNya, masa delapan belas tahun ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang
sangat berat, namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia
merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak
dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan
sebungkus sarimi, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa bila dibandingkan
dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub Alaihissalam ini.
Sidang jamaah rahima kumullah
Yang keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi Islam. Apa yang
dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di
Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan berat yang
menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah n di akhir
tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun dengan
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya,
kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelanya terkurung selama tiga tahun,
mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-
Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir z dan
istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah selama periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu
Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah sengatan
matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya
mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal.
154-155).
Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan mereka dalam
perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan semangat
Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat sekarang akibat kedengkian
orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi
umat Islam di daerah-daerah lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji sejauh mana ketahanan iman
mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam dan kaum Muslimin. Sungguh menyakitkan
memang di satu negeri yang mayoritas penduduknya Muslim terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin,
sekian ribu nyawa telah melayang, bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang pemeluk
agama lain, tapi hanya karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu )  ُ ‫ا‬  ‫ ِإَ َ
ِإ‬
َ , tidak jauh berbeda dengan
apa yang dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4 sampai 8:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar,
ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang
yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang Mukmin itu
beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih tegak, selama pertarungan haq
dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah ditentukan oleh Allah.
Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan aqidah dan iman
mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin. Dan semoga umat Islam yang berada di daerah lain, bisa
mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang kafir dan
selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu siap sedia untuk berkorban dalam mempertahankan dan
meninggikannya, karena dengan demikianlah pertolongan Allah akan datang kepada kita, firman Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan
meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ ‫ وَا‬.ْ?Qُ َ ‫ ْ" َ? ِ`ْ َو‬U ِ -َ ْ ‫ ا‬ َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ #
ْ ‫َا َوَأ‬F‫ْ ِ`ْ َه‬,Tَ ‫ْ ُل‬,Tُ ‫َأ‬
Khutbah Kedua
‫ن‬
 ‫) َ ُ َا‬ْ ‫ وَأ‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإ َ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َان‬
ْ ‫ َأ‬.‫ َ(ًا ُ ِ ْ"(ًا‬Tَ ‫ً َو‬K‫(َا‬#
ِ َ"ْ ِ َ -َ K َ ‫ً َو‬Kْ‫َ ِء ُ* ُ(و‬$  ‫ َ ِ` ا‬-َ K َ ْ‫ي‬Fِ ‫ك ا‬ َ ‫َ َر‬6Bَ ،‫ ْ"(ًا‬Y ِ *َ ‫ ْ"(ًا‬6ِ N َ .ِ ‫َ ِد‬6-ِ *ِ ‫ن‬ َ َ‫يْ آ‬Fِ ‫ ْ ُ ِ ِ ا‬1
َ ْ ‫َا‬
ً"ْ ِ $
ْ Bَ ْ?!#
َ ‫ ِ َو‬6ِ 1
ْ;
َ ‫ < ِ ِ َو‬9َ َ ‫ َ ْ" ِ َو‬
َ ! ;
َ ? ُ َ‫ ا‬.‫ً ُ ِ ْ"(ًا‬K‫(َا‬# ِ ‫ ِ* ِ_ذْ ِ& ِ َو‬C!1 َ ْ ‫ ا‬9َ‫"َ ِإ‬ ِ ‫ َو َدا‬،‫ ْ(ًا‬Fِ &َ ‫ ْ"(ًا َو‬dِ *َ C !1 َ ْ ِ* ُ Iَ -َ *َ ْ‫ي‬Fِ ‫ُ ُ ا‬,ُ#‫ ُو َر‬.ُ ُ 6ْ  َ ‫ ًا‬1 َ ُ
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫َآ‬
.‫ن‬َ ْ,َُ -ْ Bَ َ*ِ ٌ("ْ 6ِ N
َ  َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ٍ وَا‬/َ ِ ْnَ  Tَ َ ٌP%ْ &َ ْ(U ُ ْ 0َ ْ ‫ َو‬َ ‫ا ا‬,ُABَ ‫ا ا‬,َُ <  َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫َ َأ‬
Hadirin jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah!
Sebagai orang-orang yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan diri untuk menerima ujian dari
Allah, serta kita harus yaqin bahwa ujian dari Allah itu adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam :
LD ‫ا‬F‫ ل ه‬T‫ و‬،‫ي‬F(0‫ ا‬.‫ )روا‬.e ُh
ْ$G ‫ َ َ ُ ا‬e
َhِ# َ َْ ‫` َ َ ُ ا !(\َ َو‬ َ\ ِ ‫ َ َْ َر‬،ْ?‫ ُه‬ َ 0َ *ْ ‫ًْ ِا‬,Tَ b  D َ ‫ ِإذَا َأ‬ َ ‫نا‬  ‫ ِء َوِإ‬ َ َ6ْ ‫ ِ? ا‬U َ ِ Vَ َ ‫َا ِء‬sm َ ْ ‫ َ? ا‬U
َ ِ ‫ن‬  ‫ِإ‬
.(K,‫ا ا‬F‫  ه‬b(t $D
“Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan sesungguhnya apabila Allah
mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka barangsiapa ridha baginyalah keridhaan Allah, dan
barangsiapa marah baginyalah kemarahan Allah”. (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata hadits ini hasan gharib dari
sanad ini, Sunan At-Timidzy cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 4 hal. 519).
Mudah-mudahan kita semua diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam menghadapi ujian yang
akan diberikan olehNya kepada kita. Amin.
. ً"ْ ِ $
ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫ َ ْ" ِ َو‬
َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫ َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ُ ُ 0َ Qَ lِ
َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
.َ "ْ -ِ َ K
ْ ‫ َأ‬ِ ‫ْ ِل ا‬,# ُ ‫َ َ* ِ@ َر‬1;َ ! ‫ْ ُآ‬ َ 9َ َ-Bَ  ُ ‫`ا‬ َ\ ِ ‫  ٍ َو َر‬1َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
.‫ب‬
ُ ‫ه‬,َ ْ ‫ ا‬n َ &َ‫ أ‬a َ & ‫ َ ً@ ِإ‬Dْ ‫ َر‬a َ &ْ ُ  ِ ََ ْb‫َ وَ َه‬0َ ْ َ ‫ َ ِإذْ َه‬-ْ *َ َ*َ ْ,ُTُ ْ‫غ‬sِ Bُ 5َ َ* ‫َر‬
.َ ْ (ِ ِ َQْ ‫ْ ِم ا‬,Aَ ْ ‫ ا‬9ََ َ&ْ(Y ُ &ْ ‫َا ََ وَا‬Tْ ‫ْ َأ‬n6! ]َ ‫(ًا َو‬6ْ ; َ َ"ْ َ  َ ْ‫َر *َ َأ ْ ِ(غ‬
َ*ِ ِ َ -َ ْ ِ ْ?ُ Aْ ! ‫ ُ !و ِه?ْ َو َو‬
َ ‫ك َو‬
َ ‫ ُ !و‬
َ 9َ
َ ْ?‫(ْ ُه‬Y ُ &ْ ‫ت َ* ْ" ِ ِ?ْ وَا‬
َ ‫ْ ذَا‬Xِ ; ْ ‫ْ ِ* ِ?ْ َوَأ‬,ُ Tُ  َ "ْ *َ ْw!‫ َوَأ‬،َ"ْ ِ ِ $ ْ ُ ْ ‫ َة ا‬5َ ‫ْ ُو‬Xِ ;ْ ‫ َوَأ‬،َ"ْ ِ ِ $ ْ ُ ْ ‫ َم وَا‬َ#ْ vِ ْ‫ ا‬s  ِ ‫اَ ُ َ? َأ‬
.
َ "ْ ِ ِ $
ْ ُ ْ ‫ ِم وَا‬َ#ْ vِ ْ‫ح ا‬ ُ َ; َ ِ "ْ ِ
. َُ D َ ْ(َ 5َ ‫ ِ ْ"َ َو‬a َ ُ َhَ 5َ َْ َ*ِ ْ,&ُ Fُ *ِ َ"ْ َ  َ e ْ !$ َ Bُ 5َ ?َ ُ َ‫ا‬
.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ Dَ ‫ َ( ِة‬Nِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ َD َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ < َ* ‫َر‬
.َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ #
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬
! ‫ َر‬a َ *! ‫ن َر‬َ َ16ْ # ُ

2
Beriman Kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam
Oleh: Waznin Ibnu Mahfudl

Jamaah Jum’at rahimakumullah, marilah kita kenang, kita ingat kembali, dua sifat agung yang merupakan
pangkat dan keagungan khusus bagi umat Islam, bagi hadirin jamaah Jum’at, khusus bagi kita yang beriman. Dua
sifat itu adalah syukur dan shabar.
Dari saat yang mulia ini dan seterusnya sampai akhir hayat, marilah tetap kita sandang dua sifat itu, “syukur dan
shabar”. Dalam kesempatan kali ini, setelah mensyukuri hidayah Iman, Islam dan Taqwa, marilah kita sedikit
membahas “Syukur atas Iman kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam, serta shabar dalam
menegakkan sunnah beliau.
1. Iman kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah dasar agama yang Maha
Benar ini, dienul Islam, sebagaimana sabda beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam:
... ُ ُْ,#
ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1
َ ُ ‫ن‬
 ‫ َوَأ‬ُ ‫ ا‬5 ‫ إَِـ َ ِإ‬5َ ْ‫)َ َد ِة َأن‬
َ :P ٍ ْ N َ 9َ َ ‫ ُم‬
َ#ْ vِ ‫` ا‬َ ِ *ُ
“Artinya: Islam itu dibangun di atas lima rukun, bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq selain Allah, dan
bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya ... (HR. Muslim I/45. Lihat Al-Bukhari I/13).
Setelah beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka beriman kepada Rasulullah Muhammad Shallallaahu
alaihi wa Sallam adalah sebagai pondasi yang utama. Sebab seluruh pondasi yang lainnya dibangun di atas
keimanan pada Allah dan Rasul Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam. Sehingga orang yang tidak
mengimani Rasulullah dan hanya beriman kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa saja, itu tidaklah cukup, dan batal
Iman yang demikian itutidak sah.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
.‫ب ا ِر‬
ِ َ1;
ْ ‫ن ِْ َأ‬
َ َ‫ آ‬5 ‫ ِ* ِ ِإ‬n
ُ ْ #
ِ ْ‫يْ ُأر‬Fِ  ِ* ِْ ْ|ُ ْ?َ ‫ت َو‬
ُ ,َُ ? ]ُ ،}`&ِ ‫(َا‬Y ْ &َ 5َ ‫ي َو‬ } ‫ ِد‬,َُ @Sُ ‫ ا‬.ِ Fِ ‫ٌ ِْ َه‬Dَ ‫ ِ*`ْ َأ‬Vُ َ $ ْ َ 5َ ،ِ.ِ "َ *ِ ٍ  1
َ ُ P
ُ %ْ &َ ْ‫ي‬Fِ ‫وَا‬
(?$ .‫)روا‬
“Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tanganNya! Tidak seorangpun yang mendengar tentang aku dari umat
(manusia) ini, seorang Yahudi atau Nasrani, kemudian meninggal dunia dan tidak beriman kepada yang aku
diutus karenanya, kecuali ia termasuk menjadi penduduk Neraka”. (HR. Muslim I/34).
Itulah pentingnya beriman kepada Rasul yang merupakan pondasi agama dan amal-amal ibadah. Sehingga tanpa
mengimani Rasul alias ingkar kufur pada Rasul, maka gugurlah amal kebaikan serta jauh dari rahmat Allah.
Allah berfirman:
“Dan barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amal-
amalnya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (Al-Maidah: 5)
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam,
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya”.
Bahkan mereka akan ditimpa musibah dan adzab yang pedih, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an
surat An-Nur : 63.
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab
yang pedih”.
Oleh sebab itu maka hendaklah kita senantiasa bersyukur kepada Allah atas hidayah Iman kita kepada Rasulullah
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam dengan bersabar dalam mengikuti dan mentaati beliau.
2. Siapakah Rasulullah Muhammad itu?
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah manusia biasa, bukan malaikat dan bukan pula anak
Tuhan atau lain-lainnya. Beliau secara manusiawi sama dengan kita seluruh umat manusia.
Terbukti beliau terlahir dari jenis manusia, ayahanda beliau serta ibunya adalah Abdullah bin Abdul Muthallib,
serta ibundanya bernama Aminah, keduanya dari suku Quraisy di Makkah Mukarramah keturunan Nabiyullah
Ismail bin Nabi Ibrahim ‘alaihimas salam. Sebagai rahmat dan jawaban atas permohonan Abul Anbiya’ Ibrahim
alaihis salam yang tercantum dalam firman Allah:
Artinya : “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan
kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-
Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesunggu-hnya Engkaulah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-
Baqarah: 129).
Allah menegaskan agar beliau menyatakan tentang diri beliau, dengan firmanNya dalam surat Al-Kahfi ayat 110
dan ayat-ayat yang lain:
“Katakan, sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku”(Al-Kahfi :
110)
“Katakan: “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa per-bendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku
mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak
mengetahui kecuali yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan orang
yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)? (Al-An’aam: 50).
Rasulullah juga berwasiat agar beliau tidak dihormati secara berlebihan, seperti orang-orang Nashara
menghormati Nabi Isa 'Alaihis Salam, beliau melarang ummatnya menjadikan kuburan beliau sebagai tempat
sujud, melarang menggelari beliau dengan gelaran yang berlebihan atau memberikan penghormatan dengan
berdiri ketika beliau hadir.
Dari sahabat Amr Radhiallaahu anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
(‫ ري‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.ُ َ ْ,# ُ ‫ َو َر‬ ِ ‫ ُ ا‬6ْ 
َ :‫ا‬,ُ,ُA َ .ٌ6ْ  َ َ&‫ َ(ْ َ َ? ِإ &َ َأ‬ َ *ْ ‫َ رَى ا‬Y ‫ت ا‬ ِ (َ p ْ ‫ ُ(وْ ِ&`ْ َآَ َأ‬W ْ Bُ 5َ ‫َو‬
“Janganlah kamu memuji aku (berlebihan) sebagaimana orang Nasrani memuji Isa Ibnu Maryam.
Sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: Hamba Allah dan RasulNya”. (HR. Al-
Bukhari)
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
.(‫ داود‬,*‫ أ‬.‫ ْ"ًا )روا‬ ِ ْ‫ ِ(ي‬6ْ Tَ ‫ْا‬,ُ-َ m ْ Bَ 5َ ‫ َو‬.‫ْرًا‬,6ُ Tُ ْ?Qُ Bَ ْ,"ُ *ُ ْ‫ا‬,ُ-َ m ْ Bَ 5َ
“Janganlah engkau jadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan (sepi dari ibadah) dan jangan engkau jadikan
kuburanku sebagai tempat perayaan” (HR. Abu Dawud).
Dari Abu Hurairah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
(D‫ أ‬.‫ )روا‬.ْ`ِ /ُ ُ6ْ Bَ ْ?Qُ Bَ َ; َ ‫ن‬  _ِ َ `  َ
َ ‫ْا‬,GY َ َ ْ?0ُ ْ ‫َ ُآ‬Iُ "ْ D
َ ‫ َو‬،‫ْرًا‬,6ُ Tُ ْ?Qُ Bَ ْ,"ُ *ُ ‫ْا‬,ُ-َ m
ْ Bَ 5َ ‫ َو‬،‫ ْ"ًا‬ ِ ‫(ِي‬6ْ Tَ ْ‫ُوا‬Fh ِ 0 Bَ 5َ
“Jangan engkau jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, dan janganlah engkau jadikan rumah-rumah
kamu sebagai kuburan dan dimanapun kamu berada (ucapkanlah do’a shalawat kepadaku) karena sesungguhnya
do’a shalawatmu sampai kepadaku”. (Diriwayat-kan Imam Ahmad).
3. Cara dan konsekwensi beriman kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah
sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, artinya: “(Yaitu) orang-orang yang
mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang
ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka, segala yang baik dan mengharamkan
mereka dari segala yang buruk dan membuang bagi mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang
ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang
yang beruntung.”). (Al-A’raf: 157).
.ْ?Qُ َ ‫ ْ" َ? ِ`ْ َو‬U
ِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ #
ْ ‫َا َوَأ‬F‫ِْ`ْ َه‬,Tَ ‫ْ ُل‬,Tُ ‫ َأ‬.?ِ "ْ Qِ 1
َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‫ت وَا‬ِ َyْ‫ ا‬ َ ِ ِ "ْ ِ َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U
ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
Khutbah kedua:
‫ي‬
َ ‫ هَ ِد‬
َ َ ِْ  ْ ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ  ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ
ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ ُ%&ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ْ &َ َ‫ ْ" ُ ُ و‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.ِ 6ِ 1
ْ; َ ‫ < ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ‫ ُم‬
َ$ ‫ ُة وَا‬ َ Y‫ وَا‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a
َ ْ (ِ ) َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإ َ َ ِإ‬5َ ْ‫)َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ
Jamaah jum’at rahima kumullah dalam khutbah yang kedua ini:
Marilah kita mempertebal Iman dan Taqwa kita kepada Allah juga memperdalam Iman kepada Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam sekaligus melaksanakan konsekuensinya.
Yaitu kita bersungguh-sungguh agar melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1. Meyakini dengan penuh tanggung jawab akan kebenaran Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam
dan apa yang dibawa oleh beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala
menandaskan tentang ciri orang bertaqwa:
“Dan orang-orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah
orang-orang yang bertaqwa”. (Az-Zumar : 33).
2. Ikhlas mentaati Rasul Shallallaahu alaihi wa Sallam dengan melaksanakan seluruh perintah dan menjauhi
seluruh larangan beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam . Sebagaimana janji Allah :
“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu
melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang” (An-Nuur: 54).
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (An-Nisaa’:
65).
3. Mencintai beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam, keluarga, para sahabat dan segenap pengikutnya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallambersabda:
?$‫ ري و‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬ َ "ْ -ِ َ K
ْ ‫س َأ‬
ِ ‫ وَا‬.ِ ِ َ ‫ َو َو‬.ِ ِ ِ ‫ ِإ َ"ْ ِ ِْ وَا‬b
 D
َ ‫ن َا‬
َ ْ,‫ َأ ُآ‬90D
َ ْ?‫ ُ ُآ‬D
َ ‫ َأ‬
ُ ِ ْ|ُ 5َ )
"Tidaklah beriman seseorang (secara sempurna)sehingga aku lebih dia cintai daripada orang tuanya,
anaknya dan seluruh manusia”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
4. Membela dan memperjuangkan ajaran Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam serta berda’wah demi
membebaskan ummat manusia dari kegelapan kepada cahaya, dari ke zhaliman menuju keadilan, dari
kebatilan kepada kebenaran, serta dari kemaksiatan menuju ketaatan.Sebagaimana firman di atas:
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya
yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al-
A’raaf: 157).
5. Meneladani akhlaq dan kepemimpinan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam dalam setiap amal dan tingkah
laku, itulah petunjuk Allah:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama
Allah”. (Al-Ahzab:21).
6. Memuliakan dengan banyak membaca shalawat salam kepada beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam
terutama setelah disebut nama beliau.
‫ي‬F"(0‫ ا‬.‫` )روا‬
 َ 
َ ! Y
َ ُ ْ?َ ‫ َو‬.ُ َ ْ 
ِ ‫ت‬
ُ ْ(‫ ٍ ُذ ِآ‬K ُ ‫ َر‬w ُ &ْ ‫ِ َ? َا‬t‫) َر‬
“Merugilah seseorang jika disebut namaku padanya ia tidak membaca shalawat padaku.” (HR. At-
Tirmidzi)
7. Waspada dan berhati-hati dari ajaran-ajaran yang menyelisihi ajaran Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi
wa Sallam seperti waspada dari syirik, tahayul, bid’ah, khurafat, itulah pernyataan Allah:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi ajaran Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa
azab yang pedih”. (An-Nur: 63).
8. Mensyukuri hidayah keimanan kepada Allah dan RasulNya dengan menjaga persatuan umat Islam dan
menghindari perpecahan dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-shahihah.
Itulah tegaknya agama:
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan
apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah karenanya”. (Asy-Syura: 13)

3
Hamba Allah Dan Ummat Nabi Muhammad SAW
Oleh: Muhammad An-Nawawi

Sudah menjadi kewajiban seorang Muslim memiliki dua kesadaran, kesadaran sebagai hamba Allah Ta’ala dan
kesadaran sebagai umat Muhammad Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam , Jika kesadaran itu hilang dari jiwa
seorang Mukmin maka tindakan dan amalan akan ngawur dan sembrono yang mengakibatkan Allah Ta’ala tidak
akan memberi ganjaran apapun yang didapat hanyalah siksa.
Kesadaran pertama, kesadaran kita sebagai hamba Allah Ta’ala yang kita tampakkan dalam setiap aktifitas sehari-
hari dalam bahasa agamanya disebut (ِ@ ‫ْ ِد‬,6ُ -ُ ْ ‫ َ ُر ا‬o ْ ‫ )ِإ‬Sebagai misal menampakkan kehambaan kepada Allah.
Contohnya jika kita mau makan meskipun seolah-olah padi kita tanam disawah kita sendiri, beras kita masak
sendiri maka ketika mau makan disunnahkan berdo’a:
.(158/3 ،‫ي‬F(0‫ ا‬X"1;) .ُ ْ ِ َْ -ِ p ْ ‫اَ ُ ? َ* ِركْ ََ ِ ْ" ِ َوَأ‬
“yaa Allah berilah kami keberkahan darinya dan berilah kami makan darinya”
Berarti Allah Ta’ala yang memberi rizki, bukan sawah atau lainnya. Begitu pula kita punya mobil atau kendaraan
lainnya, meskipun kita membeli kendaraan dengan usaha sendiri, dengan uang sendiri, namun ketika mau
mengendarai disunnahkan berdo’a:
،‫ي‬F(0‫ ا‬X"1;) .‫ن‬
َ ْ,6ُ ِ Aَ ْ ُ َ َ*! ‫ َر‬9َ‫ َوَأ& ِإ‬َ "ْ &ِ (ِ Aْ ُ ُ َ ‫َا َوَ ُآ‬F‫ َ( ََ َه‬h
#
َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬
ِ ‫نا‬
َ َ16ْ #
ُ ِ ِ ُ ْ 1
َ ْ‫ ا‬ِ ‫ ِ? ا‬$ ْ *ِ 3/156).
Ikhwan fillah rahimakumullah
Itulah contoh bahwa setiap saat kita harus nyatakan kehambaan kepada Allah Ta’ala, jika pernyataan itu hilang,
maka alamat iman telah rusak di muka bumi ini dan akan hilang kemudian muncul kesombongan dan
keangkuhan, hal ini telah terjadi pada zaman Nabi Musa p yang ketika itu pengusanya lalim dan
sombong sehingga lupa akan status sebagai hamba, bahkan si raja itu begitu sangat sombongnya sampai ia
memproklamirkan dirinya sebagai tuhan, dia menyuruh kepada rakyatnya agar menyembah kepadanya. Dialah
raja Fir’aun.
Kenyataan di atas sudah tergambar pada zaman sekarang, begitu banyak orang-orang modern yang seharusnya
sebagai hamba Allah Ta’ala namun banyak diantara mereka yang mengalihkan penghambaan kepada harta,
wanita dan dunia. Setiap hari dalam benak mereka hanya dijejali dengan berbagai macam persoalan dunia,
mencari kenikmatan dan kepuasan dunia saja tanpa memperhatikan kepuasan akhirat padahal kenikmatan akhirat
lebih baik dari kenikmatan dunia, bahkan lebih kekal abadi.
Ihwan Fillah rahimakumullah
Allah Ta’ala menciptakan manusia bukan untuk menumpuk harta benda tapi Allah Ta’ala menciptakan manusia
dan jin hanya untuk menyembah kepadaNya.
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepadaKu.” (Adz-Dzariyat: 56).
Makna penghambaan kepada Allah Ta’ala adalah mengesakannya dalam beribadah dan mengkhusus-kan
kepadaNya dalam berdo’a, tentang hal ini Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam bukunya Syarah
Tsalasah Usul, memaparkan persoalan penting yang harus diketahui oleh kaum Muslimin:
.ِ "ْ َ ‫ ُة ِإ‬,َ 
ْ  َ‫ ُ@ ا‬Iَ ِ I‫ ا‬.ِ *ِ ُ َ -َ ْ ‫ ِ& َ" ُ@ َا‬I‫ ا‬.@ِ ‫ ِد‬Sَ ْ *ِ ‫ ِم‬
َ#ْ vِ ْ‫ ِ( َ ُ@ ِد ْ ِ ِ ا‬-ْ َ ‫ !" ِ َو‬6ِ &َ @ُ َ (ِ -ْ َ ،ِ‫ ِ( َ ُ@ ا‬-ْ َ ,َ ‫ ْ ُ? َو ُه‬-ِ ْ ‫ َا‬9َْ‫و‬Sُ ْ‫ا‬
“Pertama adalah ilmu, yaitu mengenal Allah, mengenal Rasul dan Dienul Islam dengan dalil dalilnya kedua
mengamalkannya ketiga mendakwakannya.”
Ikhwan fillah rahimakumullah.
Syaikh Muhammad At-Tamimi dalam kitab Tauhid, membe-rikan penjelasan bahwa ayat di atas, menunjukkan
keistimewaan Tauhid dan keuntungan yang diperoleh di dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dan menunjukkan
pula syirik adalah perbuatan dzalim yang dapat membatalkan iman jika syirik itu besar, atau mengurangi iman
jika syirik asghar (syirik kecil).
Akibat buruk orang yang mencampuradukan keimanan dengan syirik disebutkan Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik tetapi Dia mengampuni segala dosa selain syirik itu bagi
siapa yang dikehendaki.”
.(‫د‬,-$ *‫ ري  ا‬h6‫ )ا‬.‫ َ ا َر‬N َ ‫ ِ&ا َد‬ ِ ‫نا‬ ِ ْ‫ْ ِْ ُدو‬, ُ َْ ,َ ‫ت َو ُه‬ َ َ َْ
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyembah selain Allah niscaya masuk kedalam Neraka.”
.((* K  ?$) .‫ َ ا َر‬N َ ‫) ْ" ً َد‬ َ ِ *ِ ‫ك‬ ُ (ِ d
ْ ُ ` َ Aِ َ َْ ‫َ  َ@ َو‬mْ ‫ َ ا‬N َ ‫) ْ" ً َد‬َ ِ *ِ ‫ك‬ ُ (ِ dْ ُ 5َ  َ ‫`ا‬ َ Aِ َ َْ
“Barangsiapa menemui Allah Ta’ala (mati) dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikitpun pasti masuk Surga,
tetapi barangsiapa menemuinya (mati) dalam keadaan berbuat syirik kepadaNya pasti masuk Neraka.”
Ihwan fillah rahimakumullah.
Demikianlah seharusnya, kaum Muslimin selalu sadar atas statusnya yaitu status kehambaan terhadap Allah
Ta’ala. Dan cara menghamba harus sesuai dengan manhaj yang shohih tanpa terbaur syubhat dan kesyirikan. Jadi
inti penghambaan adalah beribadah kepada Allah Ta’ala dan tidak melakukan syirik dengan sesuatu apapun.
Kesadaran kedua sebagai ummat Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam
Kesadaran sebagai umat rasul, adalah menyadari bahwa amalan-amalan kita akan diterima oleh Allah Ta’ala
dengan syarat sesuai sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam . Syaikh Muhammad bin Shalih Al-
Utsaimin menjelaskan konsekuensi mengenal Rasul adalah menerima segala perintahnya bahwa mempercayai
apa yang diberitakannya, mematuhi perintahnya, menjahui segala larangn-nya, menetapkan perkara dengan
syariat dan ridha dengan putusannya.
Pastilah dari kalangan ahli sunnah waljama’ah sepakat untuk mengimani dan menjalankan apa-apa yang
diperintahnya, menjauhi larangannya. Tidak diterima ibadah seseorang tanpa mengikuti sunnah Rasulullah
Shallallaahu alaihi wasallam sebagaimana hadits berikut:
.(?$) .‫ َر }د‬,َ ُ َ َ&(ُ ْ ‫ َ ْ" ِ َأ‬ َ P
َ "ْ َ ً َ َ َ ِ  َ َْ
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan dalam agama yang tidak ada perintah dari kami maka ia tertolak.”
(HR. Muslim).
.(?$‫ ري و‬h6‫ )ا‬.‫ َر }د‬,َ ُ َ ُ ْ ِ P َ "ْ َ َ ‫َا‬F‫ث ِ` َأ ْ ِ(&َ َه‬ َ َ D ْ ‫َْ َأ‬
“Barangsiapa yang mengada-ada dalam perkara agama kami dan tidak ada perintah dari kami maka ia tertolak.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Melihat hadits di atas, setiap kaum Muslimin dalam aktifitasnya harus merujuk kepada apa yang dibawa oleh
Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam , baik ucapan, perbuatan maupun taqrir atau ketetapan.
Ihwan fillah Rahimakumullah.
Ingatlah banyak dari kaum Muslimin, yang menyalahi man-haj Rasulullah, dengan mengatasnamakan Islam. Dan
kebanyakan mereka tidak mengetahui bahwa perbuatan semacam itu menjadi tertolak karena tidak sesuai dengan
sunnah Nabi. Misalnya mereka menyalahi manhaj dakwah Salafus Shalih, Contohnya berdakwah dengan musik,
nada dan dakwa, sandiwara, fragmen, cerita-cerita, wayang dan lain-lain.
Begitu juga dengan Assyaikh Abdul Salam bin Barjas bin Naser Ali Abdul Karim dalam bukunya Hujajul
Qowiyah menukil perkataan Al-Ajurri dalam kitab As-Syari’ah bahwa Ali Ra dan Ibnu Masu’d berkata:
.@ِ  $
G ‫ ِ@ ا‬Aَ َ ‫َا‬,ُ *ِ 5 ‫ ِ& "@ٌ ِإ‬5َ ‫ ِ* ِ " ٍ@ َو‬5 ‫ ٌَ ِإ‬ َ ‫ْلٌ َو‬,Tَ 5َ ‫ َ ٍ َو‬-َ *ِ 5 ‫ْلٌ ِإ‬,Tَ Vُ %َ ْ َ 5َ
“Tidak bermanfaat suatu perkataan kecuali dengan perbuatan dan tidak pula perkataan dan perbuatan kecuali
dengan niat dan niat pun tidak bermanfaat kecuali sesuai dengan sunnah.”
.ْ?Qُ َ ‫ ْ" َ? ِ`ْ َو‬U ِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ #
ْ ‫َا َوَأ‬F‫ِْ`ْ َه‬,Tَ ‫ْ ُل‬,Tُ ‫ َأ‬.?ِ "ْ Qِ 1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‫ت وَا‬ ِ َyْ‫ ا‬ َ ِ ِ "ْ ِ َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
Khutbah Kedua
.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1
َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ َوَأ‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَـ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.‫ن‬ َ ْ‫َ ِ ُ(و‬Qْ ‫ ا‬.َ (ِ ‫ْ َآ‬,َ‫ ُآ! ِ َو‬ ِ ْ ! ‫ ا‬9َ َ .ُ (َ ِ U ْ "ُ ِ C!1 َ ْ ‫ ا‬ ِ ْ ‫ْ َ ُ *ِ ْ َُى َو ِد‬,# ُ ‫ َ َر‬#َ ْ‫يْ َأر‬Fِ ‫ ْ ُ ِ ِ ا‬1 َ ْ ‫ا‬
.ُ ُْ,# ُ ‫َو َر‬
@ٍ َ ْ*ِ  ‫@ٌ َو ُآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1
ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1 ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬# َ ‫ َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬
ُ ْ‫ي َه‬ ِ َْ ْ ‫ ا‬ َ$ َD ْ ‫ َوَأ‬،K َ ‫ َو‬s  َ  ِ ‫با‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ْ ِ 1
َ ْ ‫ق ا‬َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ
.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬
َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ
Dan sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah Yang Maha Agung dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam , sejelek-jelek urusan adalah perkara yang baru dan setiap perkara yang
baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat,setiap kesesatan adalah di Neraka. (HR. An-
Nasa’i).
Ihwan Fillah rahimakumullah.
Demikianlah dua kesadaran itu harus di ingat setiap saat karena merupakan sumber petunjuk dalam kehidupan.
Dengan menyadari dua kesadaran yaitu menjalankan syariat sesuai manhaj ahlul hadits tanpa tercampur bid’ah
dan kesyirikan. Dengan demikian mengikuti manhaj Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam dan manhaj para
sahabat sesudahnya yaitu Al-Qur‘an yang diturunkan Allah Ta’ala kepada Rasulnya, yang beliau jelaskan kepada
para sahabatnya dalam hadits-hadits shahih Demikianlah dua kesadaran itu harus di ingat setiap saat, yaitu
kesadaran menegakan kalimah tauhid berdasarkan manhaj ahlul hadits dan memerintahkan umat Islam agar
berpegang teguh kepada keduanya. Sebagai akhir kata kami tutup dengan hadits:
.‫ض‬
َ ْ,1
َ ْ ‫ ا‬9َ
َ ‫ َ ِ(دَا‬90D
َ َT( %َ 0َ َ َْ‫`ْ َو‬0ِ  #
ُ ‫ َو‬
ِ ‫با‬
َ َ0‫ ِآ‬، َ‫ َ ُه‬-ْ *َ ‫ْا‬,G
ِ Bَ َْ 
ِ "ْ َ "ْ َ) ْ?Qُ "ْ ِ n
ُ ‫ َ( ْآ‬Bَ
“Aku tinggalkan padamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabila berpegang teguh kepada keduanya
yaitu Kitabullah dan sunnahku. Tidak akan bercerai berai sehingga keduanya mengantarkanku ke telaga
(diSurga).” (Dishahikan oleh al-albani dalam kitab Shahihul jami’)
Wallahu A’lamu bis shawab
Akhiru da’wana Walhamdulillahi Rabbil Alamin

4
Syirik Penyebab Kerusakan dan Bahaya Besar
Oleh: Rusdi Yazid

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...


Segala puji bagi Allah, Rabb dan sesembahan sekalian alam, yang telah mencurahkan kenikmatan-
kenikmatanNya, rizki dan karuniaNya yang tak terhingga dan tak pernah putus sepanjang zaman. Kepada
makhluknya Baik yang berupa kesehatan maupun kesempatan sehingga pada kali ini kita dapat berkumpul di
tempat yang mulia dalam rangka menunaikan kewajiban shalat Jum’at.
Semoga shalawat dan salam tercurah kepada uswah kita Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang
atas jasa-jasa dan perjuangan beliau cahaya Islam ini tersampaikan kepada kita, sebab dengan adanya cahaya
Islam tersebut kita terbebaskan dari kejahiliyahan, malamnya bagaikan siangnya. Dan semoga shalawat serta
salam juga tercurahkan kepada keluarganya, para sahabatnya dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan kali ini tak lupa saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan kepada jama’ah semuanya, marilah
kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita, karena iman dan taqwa adalah sebaik-baiknya bekal untuk menuju
kehidupan di akhirat kelak.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...
Islam adalah agama yang datang untuk menegakkan tauhid, yaitu meng-Esa-kan Allah. Sebagaimana kita telah
bersaksi dalam setiap harinya paling tidak dalam shalat kita. ( ِ ‫ْ ُل ا‬,#
ُ ‫ ًا َر‬1
َ ُ ‫ن‬
 ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َوَأ‬
ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإ َ َ ِإ‬5َ ْ‫) َُ َأن‬
ْ ‫)َأ‬, yang
bermakna tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah. Yang mana pada
kalimat (ََ ‫ ِإ‬5َ ) terdapat makna penafian (peniadaan) sesembahan selain Allah dan (ُ‫ ا‬5 ‫ )ِإ‬menetapkan sesembahan
untuk Allah semata. Tetapi begitu banyak umat Islam yang tidak konsisten kepada tauhid, mereka tidak lagi
menyembah kepada Allah semata. Bahkan banyak di antara mereka yang berbuat syirik, menyembah kepada
selain Allah baik langsung maupun tak langsung, baik disengaja maupun tidak. Banyak di antara mereka yang
pergi ke dukun-dukun, paranormal, tukang santet, tukang ramal, mencari pengobatan alternatif, mencari penglaris,
meminta jodoh dan lain sebagainya. Dan yang lebih memprihatinkan lagi wahai kaum muslimin ... banyak umat
Islam yang berbuat syirik tapi mereka berkeyakinan bahwa perbuatannya itu adalah suatu ibadah yang
disyari’atkan dalam Islam (padahal tidak demikian). Inilah penyebab utama terjadinya musibah di negeri kita dan
di negeri saudara-saudara kita, disebabkan umat tidak lagi bertauhid dan banyak berbuat syirik.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Allah menurunkan agama tauhid ini untuk mengangkat derajat dan martabat manusia ke tempat yang sangat
tinggi dan mulia. Di akhirat kita dimasukkan ke dalam Surga dan di dunia kita akan diberikan kekuasaan. Dan
Allah menurunkan agama tauhid ini untuk membebaskan manusia dari kerendahan dan kehinaan yang di
akibatkan oleh perbuatan syirik. Sebagai firman Allah:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal
shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan mengukuhkan bagi mereka agama
yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar(keadaan) mereka, sesudah mereka
berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan
sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang
yang fasik.” (An-Nur: 55).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam barsabda:
‫ َ ا َر‬N
َ ‫) ْ" ً َد‬
َ 
ِ ِ* ‫ك‬
ُ (ِ d
ْ ُ ‫ت‬
َ َ َْ ‫ َو‬،َ@ m
َ ْ ‫ َ ا‬N
َ ‫) ْ" ً َد‬
َ 
ِ ِ* ‫ك‬
ُ (ِ d
ْ ُ 5َ ‫ت‬
َ َ َْ .
“Barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) tidak berbuat syirik kepada Allah sedikitpun, niscaya
akan masuk Surga. Dan barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) berbuat syirik kepada Allah, niscaya
akan masuk Neraka.” (HR. Muslim).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...
Syirik adalah sebesar-besar dosa yang wajib kita jauhi, karena perbuatan syirik (menyekutukan Allah)
menyebabkan kerusakan dan bahaya yang besar, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Di antara kerusakan dan bahaya akibat perbuatan syirik adalah:
Pertama: Syirik merendahkan eksistensi kemanusiaan
Syirik menghinakan kemuliaan manusia, menurunkan derajat dan martabatnya. Sebab Allah menjadikan
manusia sebagai hamba Allah di muka bumi. Allah memuliakannya, mengajarkan seluruh nama-nama, lalu
menundukkan baginya apa yang ada di langit dan di bumi semuanya. Allah telah menjadikan manusia sebagai
penguasa di jagad raya ini. Tetapi kemudian ia tidak mengetahui derajat dan martabat dirinya. Ia lalu menjadikan
sebagian dari makhluk Allah sebagai Tuhan dan sesembahan. Ia tunduk dan menghinakan diri kepadanya.
Ada sebagian dari manusia yang menyembah sapi yang sebenarnya diciptakan Allah untuk manusia agar
hewan itu membantu meringankan pekerjaannya. Dan ada pula yang menginap dan tinggal di kuburan untuk
meminta berbagai kebutuhan mereka. Allah berfirman:
“Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apapun, sedang
berhala-berhala itu (sendiri) di buat orang. (Berhala-berhala) itu benda mati, tidak hidup, dan berhala-berhala
itu tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan”. (Al-Hajj: 20-21)
“Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar
oleh burung atau diterbangkan angin ketempat yang jauh”. (Al-Hajj: 31)
Kedua: Syirik adalah sarang khurofat dan kebatilan
Dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan perbuatan syirik, “barang dagangan” dukun, tukang nujum,
ahli nujum, ahli sihir dan yang semacamnya menjadi laku keras. Sebab mereka mendakwahkan (mengklaim)
bahwa dirinya mengetahui ilmu ghaib yang sesungguhnya tak seorangpun mengetahuinya kecuali Allah. Jadi
dengan adanya mereka, akal kita dijadikan siap untuk menerima segala macam khurofat/takhayul serta
mempercayai para pendusta (dukun). Sehingga dalam masyarakat seperti ini akan lahir generasi yang tidak
mengindahkan ikhtiar (usaha) dan mencari sebab serta meremehkan sunnatullah (ketentuan Allah).
Ketiga: Syirik adalah kedholiman yang paling besar
Yaitu dhalim terhadap hakikat yang agung yaitu (Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah).
Adapun orang musyrik mengambil selain Allah sebagai Tuhan serta mengambil selainNya sebagai penguasa.
Syirik merupakan kedhaliman dan penganiayaan terhadap diri sendiri. Sebab orang musyrik menjadikan dirinya
sebagai hamba dari makhluk yang merdeka. Syirik juga merupakan kezhaliman terhadap orang lain yang ia
persekutukan dengan Allah karena ia telah memberikan sesuatu yang sebenarnya bukan miliknya.
Keempat: Syirik sumber dari segala ketakutan dan kecemasan
Orang yang akalnya menerima berbagai macam khurofat dan mempercayai kebatilan, kehidupannya selalu
diliputi ketakutan. Sebab dia menyandarkan dirinya pada banyak tuhan. Padahal tuhan-tuhan itu lemah dan tak
kuasa memberikan manfaat atau menolak bahaya atas dirinya.
Karena itu, dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan kemusyrikan, putus asa dan ketakutan tanpa sebab
merupakan suatu hal yang lazim dan banyak terjadi. Allah berfirman:
“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang yang kafir rasa takut disebabkan mereka
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak memberikan keterangan tentang itu. Tempat
kembali mereka adalah Neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang dhalim”. (Ali-Imran: 151)
Kelima Syirik membuat orang malas melakukan pekerjaan yang bermanfaat
Syirik mengajarkan kepada para pengikutnya untuk mengandalkan para perantara, sehingga mereka
meremehkan amal shalih. Sebaliknya mereka melakukan perbuatan dosa dengan keyakinan bahwa para perantara
akan memberinya syafa’at di sisi Allah. Begitu pula orang-orang kristen melakukan berbagai kemungkaran,
sebab mereka mempercayai Al-Masih telah menghapus dosa-dosa mereka ketika di salib. Sebagian umat Islam
mengandalkan syafaat Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam tapi mereka meninggalkan kewajiban dan banyak
melakukan perbuatan haram. Padahal Rasul Shallallaahu alaihi wa Sallam berkata kepada putrinya:
‫ ري‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬. ً "ْ )
َ 
ِ ‫ا‬
َ ِ a
ِ ْ 
َ ْ`ِ t
ْ ‫ ُأ‬5َ n
ِ ْ)
ِ َ ْ`ِ َ ِْ ْ`ِ "ْ ِ #
َ ،ٍ 1
َ ُ n
َ ْ *ِ @ُ َ p
ِ َ َ).
“Wahai Fathimah binti Muhammad, mintalah dari hartaku sekehendakmu (tetapi) aku tidak bermanfaat
sedikitpun bagimu di sisi Allah”. (HR. Al-Bukhari).
Keenam: Syirik menyebabkan pelakunya kekal dalam Neraka
Syirik menyebabkan kesia-siaan dan kehampaan di dunia, sedang di akhirat menyebabkan pelakunya kekal
di dalam Neraka. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya Surga dan tempatnya ialah Neraka, dan tidaklah ada bagi orang-orang dhalim itu seorang
penolongpun”. (Al-Maidah: 72).
Ketujuh: Syirik memecah belah umat
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang memper-sekutukan Allah, yaitu orang-orang yang
memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga
dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (Ar Ruum: 31-32)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...
Itulah berbagai kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan perbuatan syirik. Yang jelas Syirik merupakan
penyebab turunnya derajat dan martabat manusia ke tempat paling hina dan paling rendah. Karena itu Wahai
hamba Allah, yang beriman ... Marilah kita bertaubat atas segala perbuatan syirik yang telah kita perbuat dan
marilah kita peringatkan dan kita jauhkan masyarakat di sekitar kita, anggota keluarga kita, sanak famili kita, dari
syirik kerusakan dan bahayanya. Agar kehinaan dan kerendahan yang menimpa ummat Islam segera berakhir,
agar kehinaan dan kerendahan ummat Islam diganti menjadi kemuliaan.
(ِ lِ َ$ِ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‫ ْ" َ? ِ`ْ َو‬U
ِ -َ ْ ‫ ا‬َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ #ْ ‫َا َوَأ‬F‫ْ ِ`ْ َه‬,Tَ ‫ْ ُل‬,Tُ ‫ َأ‬.?ِ "ْ Qِ 1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‫ت وَا‬
ِ َyْ‫ ا‬ َ ِ ِ "ْ ِ َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U
ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ َ .b ٍ &ْ ‫ ِْ ُآ ! َذ‬َ "ْ ِ ِ $
ْ ُ ْ ‫ا‬.
Khutbah kedua:
‫ي‬
َ ‫ هَ ِد‬ َ َ ِْ ْ ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.ِ 6ِ 1
ْ;َ ‫ < ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1
َ ُ 9َ َ ‫ ُم‬َ$  ‫ ُة وَا‬ َ Y‫ وَا‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫َ َ ُ َوَأ‬aْ (ِ ) َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإ َ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah ...
Kembali pada khutbah yang kedua ini, saya mengajak diri saya dan jama’ah untuk senantiasa meningkatkan
iman dan taqwa kepada Allah dengan sesungguhnya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad, kepada para sahabatnya, keluarganya dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Dari pembahasan pada khutbah yang pertama tadi, telah jelas bagi kita bahwa syirik adalah sebesar-besar
dosa yang wajib kita jauhi. Kita harus bersih dari noda syirik. Harus selalu takut kita terjerumus kedalamnya,
karena ia adalah dosa yang paling besar. Disamping itu, syirik dapat menghapuskan pahala amal shalih yang kita
lakukan, atau menghalangi kita masuk jannah:
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu:"Jika kamu
mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang
merugi.” (Az-Zumar: 65)

5
Bahaya Syirik Dan Keutamaan Tauhid
Oleh: Agus Hasan Bashori

Ibadallah ! Saya wasiatkan kepada Anda sekalian dan juga kepada saya untuk selalu bertaqwa kepada Allah di
mana saja kita berada. Dan janganlah kita mati melainkan dalam Islam.
Telah banyak penjelasan yang menerangkan makna taqwa. Di antaranya adalah pernyataan Thalq bin Habib:
9َ
َ ِ ‫ َ" َ@ ا‬Y
ِ -ْ َ ‫ك‬
َ (ُ 0ْ Bَ ْ‫ وَأن‬ِ ‫با‬ َ ‫َا‬,]َ ,ُKْ(Bَ  ِ ‫ا‬ َ ِ ‫ْ ٍر‬,&ُ 9َ
َ ‫ ِ@ ا‬ َ َW*ِ َ َ -ْ Bَ ْ‫ َأن‬:‫َ َل‬T ‫َى؟‬,Aْ 0 ْ ‫ وَ ا‬:‫ْا‬,ُ َT .‫َى‬,Aْ 0 ْ ِ* َ‫ه‬,ُ %ِ p ْ jَ َ @ُ َ 0ْ %ِ ْ ‫ ا‬n
ِ -َ Tَ ‫ِإذَا َو‬

ِ ‫با‬ َ َA
ِ ‫ف‬ ُ َhBَ  ِ ‫ا‬ َ ِ ‫ْ ٍر‬,&ُ .
“Apabila terjadi fitnah, maka padamkanlah dengan taqwa”. Mereka bertanya: “Apakah taqwa itu?” Beliau
menjawab: “Hendak-nya engkau melaksanakan keta’atan kepada Allah, di atas cahaya Allah, (dengan)
mengharap keridhaan-Nya; dan hendaknya engkau meninggalkan kemaksiatan terhadap Allah, di atas cahaya
Allah, (karena) takut kepada siksaNya.
Ketaatan terbesar yang wajib kita laksanakan adalah tauhid; sebagaimana kemaksiatan terbesar yang mesti kita
hindari adalah syirik.
Tauhid adalah tujuan diciptakannya makhluk, tujuan diutusnya seluruh para rasul, tujuan diturunkannya kitab-
kitab samawi, sekaligus juga merupakan pijakan pertama yang harus dilewati oleh orang yang berjalan menuju
Rabbnya.
Dengarkanlah firman Allah:
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah (hanya) kepadaKu.” (Adz-
Dzaariyaat: 56)
Juga firmanNya:
“Dan tidaklah kami mengutus seorang rasulpun sebelummu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak
ada yang berhak diibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah kepadaKu.” (Al-Anbiya’: 25)
Demikian pula firmanNya:
“Alif laam Raa, (inilah) satu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi, serta dijelaskan (makna-maknanya)
yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. Agar kalian jangan beribadah kecuali
kepada Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira kepada
kalian daripadaNya.” (Hud: 1-2)
Allah juga berfirman:
‫ت‬
ِ َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬
َ "ْ ِ ِ |ُْ ِ ‫ َو‬a
َ 6ِ &ْ Fَ ِ ْ(%ِ /ْ 0َ #
ْ ‫ وَا‬
ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإ َ َ ِإ‬y ُ & ‫ َ?ْ َأ‬ ْ َ
“Ketahuilah, bahwasanya tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi melainkan Allah dan mohonlah ampunan
bagimu dan bagi kaum Mukminin (laki-laki dan wanita).”
Jama’ah sekalian rahimakumullah. Kalau kedudukan tauhid sedemikian tinggi dan penting di dalam agama ini,
maka tidaklah aneh kalau keutamaannya juga demikian besar. Bergembiralah dengan nash-nash seperti di bawah
ini:

ِ ‫ْ ُل ا‬,#ُ ‫ ًا َر‬1
َ ُ ‫ن‬  ‫ ا َوَأ‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫)ِ َ َأن‬ َ َْ :‫ْ ُل‬,Aُ َ ?َ #
َ ‫ َ ْ" ِ َو‬
َ ‫ ا‬9; َ ِ ‫ْ َل ا‬,# ُ ‫ َر‬n ُ -ْ ِ # َ :‫َ َل‬T ُ ْ  َ  ُ ‫ا‬9 َ\ ِ ‫ْ َر‬nِ Y‫َ َدةْ ِ*ْ ا‬6 ُ ْ َ
.‫ َ ْ" ِ ا َر‬ َ  ُ ‫ ( َم ا‬Dَ
Dari Ubadah bin Shamit Radhiallaahu anhu , ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam bersabda: “Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Allah
dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah (niscaya) Allah mengharamkan Neraka atasnya (untuk menjilatnya).”
(HR. Muslim No. 29)
Hadits lain, dari Utsman bin Affan Radhiallaahu anhu , bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam bersabda:
.@َ  m
َ ْ ‫ َ ا‬N
َ ‫ ا َد‬5 ‫ ِإ َ َ ِإ‬y ُ & ‫ َ ُ? َأ‬-ْ َ ,َ ‫ َْ َ تَ َو ُه‬:?َ # َ ‫ َ ْ" ِ َو‬
َ  ُ ‫ ا‬9; َ  ِ ‫ ُل ا‬,ُ#‫َ َل َر‬T :‫َ َل‬T ‫ن‬ َ َIْ 
ُ ْ َ
“Barangsiapa yang meninggal dunia, sedangkan dia menge-tahui bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah
melainkan Dia (Allah) niscaya akan masuk Jannah.” (HR. Muslim No. 25)
Demikian juga sabdanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam , kami petik sebagiannya:
ُ 0ُ "ْ Aَ َ ً "ْ )
َ ْ`*ِ ‫ك‬ ُ (ِ d
ْ ُ 5َ ً َWN َ ‫ض‬ ِ ْ‫ر‬Sَ ‫ب ا‬ ِ ‫(ِا‬Aُ *ِ ْ`ِ "َ Aِ َ َْ ‫ َو‬:َ Kَ ‫ َو‬s  َ ‫ ُل ا‬,Aُ َ ?َ # َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ  ُ ‫ ا‬9; َ ` G 6ِ َ ‫َ َل ا‬T :‫َ َل‬T ُ ْ  َ  ُ ‫ا‬9 َ\ ِ ‫ْ َأ*ِ` َذ ر َر‬ َ ‫َو‬
.‫ َ( ًة‬%ِ /ْ َ َِ Iْ ِ *ِ
“Dan barangsiapa yang menemuiKu dengan (membawa) dosa sepenuh bumi sekalipun, namun dia tidak
menye-kutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan menemuinya dengan membawa ampunan yang
semisal itu.” (HR. Muslim No. 2687)
Demikian pula tidak akan aneh, bila lawan tauhid, yaitu syirik; juga memiliki banyak bahaya yang mengerikan,
dimana sudah seharusnya kita benar-benar merasa takut terhadapnya. Diantara bahaya syirik itu adalah
sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Jabir:

ِ ِ* ‫ك‬ ُ (ِ d
ْ ُ 5َ ‫ت‬ َ َ َْ :‫َ َل‬A َ ‫ن ؟‬ ِ َ06َ Kِ ْ,ُ ْ ‫ َ ا‬ِ ‫ْ َل ا‬,# ُ ‫ َ َر‬:‫َ َل‬A َ ?َ #
َ ‫ َ ْ" ِ َو‬
َ  ُ ‫ ا‬9; َ `ِ6 ‫ ا‬9َ‫` ِإ‬ } *ِ ‫(َا‬ْ ‫َ ء َأ‬K :‫َ َل‬T ُ ْ  َ  ُ ‫ا‬9 َ\ِ ‫َ ِ* ٍ( َر‬K ْ َ
.‫ َ ا َر‬Nَ ‫) ْ" ً َد‬َ ِ *ِ ‫ك‬ ُ (ِ dْ ُ ‫ت‬ َ َ َْ ‫  َ@ َو‬m َ ْ ‫ َ ا‬N َ ‫)"ْ ً َد‬ َ
“Seorang Arab Badui datang menemui Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam , lalu bertanya: “Wahai
Rasulullah, apakah dua perkara yang pasti itu?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang meninggal dunia dalam
keadaan tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, niscaya dia akan masuk Jannah. Dan barangsiapa
yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya dia akan masuk Neraka”.
(HR. Muslim No. 93)
Firman Allah:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) syirik dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang
Dia kehendaki”. (An-Nisa: 48,116)
Firman Allah:
“Dan seandainya mereka berbuat syirik, pastilah gugur amal perbuatan yang telah mereka kerjakan.” (Al-
An’am: 88).
Firman Allah:
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, (sedangkan) mereka mengakui
bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia amalan-amalan mereka, dan mereka kekal di dalam
Neraka.” (At-Taubah: 17).
Maka merupakan musibah jika seseorang jahil (bodoh) terhadap perkara tauhid dan perkara syirik, dan lebih
musibah lagi jika seseorang telah mengetahui perkara syirik namun dia tetap melakukannya. Dengan ini
hendaklah kita terpacu untuk menam-bah/menuntut ilmu sehingga bisa melaksanakan tauhid dan menjauh dari
syirik dan pelakunya.
. َ "ْ -ِ َ K
ْ ‫ ِ َأ‬6ِ 1
ْ;ِ ‫ < ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1
َ ُ َ"! 6ِ &َ 9َ
َ ُ ‫ ا‬9; َ ‫ َو‬،ً 6 Aَ 0َ ُ ً َ َ ‫ً َو‬6"! pَ ًTْ‫ً َورِز‬- ِ َ& ًْ  ِ َTَ ‫ ُل َأنْ َ(ْ ُز‬jَ$ ْ &َ َ ‫َو ا‬
Khutbah kedua:
ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ ِْ
ْ G َْ ‫  َ ُ َو‬ِ ُ َ َ  ُ ‫ َْ َ ْ ِ ا‬، َِ َ ْ ‫ت َأ‬
ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْرِ َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ْ ُذ‬,-ُ &َ ‫ َو‬.ُ (ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ِ ْ" ُ ُ َو‬-0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
:ُ -ْ *َ ‫ َأ‬. ًِ $ْ Bَ ?َ #َ ‫ َ ْ" ِ َو‬
َ  ُ ‫ ا‬9; َ ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ6ْ َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َوَأ‬،َُ a َ ْ (ِ ) َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإ َ َ ِإ‬5َ ْ‫) َُ َأن‬ ْ ‫َوَأ‬
Hadirin jama’ah Jum’at Arsyadakumullah,
Tatkala kita membicarakan masalah syirik, janganlah kita menganggap bahwa syirik itu hanya ada di kalangan
orang-orang Yahudi, Nashrani, Hindu, Budha, Konghuchu dan lain-lain. Sedangkan kaum Muslimin sendiri
dianggap sudah terbebas dari dosa ini. Padahal tidaklah demikian. Banyak juga kalangan kaum Muslimin yang
tertimpa dosa sekaligus penyakit ini, baik sadar maupun tidak. Karena makna atau pengertian syirik adalah:
mempersekutukan peribadatan kepada Allah; yakni memberikan bentuk-bentuk ibadah yang semestinya hanya
dipersembahkan kepada Allah, namun dia berikan kepada selain-Nya. Baik itu kepada para malaikat, nabi, orang
shalih, kuburan, patung, matahari, bulan, sapi dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk-bentuk ibadah (yang
dipersembah-kan) kepada selain Allah itu bisa berupa: Do’a, berkurban, nadzar, puncak kecintaan, puncak rasa
takut dan lain-lain.
Saudara-saudaraku fillah, pada khutbah kedua di sini, sengaja kami ringkaskan sebagian keutamaan tauhid
sebagaimana yang telah dibahas pada khutbah yang pertama:
1. Diharamkannya Neraka itu bagi kaum Muwahhidin (Ahli Tauhid). Kalaupun mereka masuk Neraka,
mereka tidak akan kekal di dalamnya.
2. Dijanjikannya mereka untuk masuk Jannah.
3. Diberikan kepada mereka ampunan dari segala dosa.
Sedangkan di antara bahaya-bahaya syirik adalah:
1. Diancamnya orang yang melakukan syirik akbar untuk masuk Neraka dan kekal di dalamnya.
2. Tidak akan diampuni dosanya itu selama ia belum bertaubat.
3. Gugurlah amal perbuatannya.
4. Syirik adalah perbuatan dzalim yang terbesar.
Inilah yang dapat kami berikan. Fa’tabiru ya ulil albab.
6
Urgensi Tauhid Dalam Mengangkat Derajat Dan Martabat Kaum Muslimin
Oleh: Andri Sugeng Prayoga

Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...


Segala puji bagi Allah, Rabb dan sesembahan sekalian alam, yang telah mencurahkan kenikmatan dan
karuniaNya yang tak terhingga dan tak pernah putus sepanjang zaman kepada makhluk-Nya. Baik yang berupa
kesehatan, kesempatan sehingga pada kali ini kita dapat menunaikan kewajiban shalat Jum’at.
Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada pemimpin dan uswah kita Nabi Muhammad, yang melalui
perjuangannyalah, cahaya Islam ini sampai kepada kita, sehingga kita terbebas dari kejahiliyahan, dan kehinaan.
Dan semoga shalawat serta salam juga tercurahkan kepada keluarganya, para sahabat dan pengikutnya hingga
akhir zaman.
Pada kesempatan kali ini tak lupa saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan kepada jama’ah semuanya,
agar kita selalu meningkatkan kwalitas iman dan taqwa kita, karena iman dan taqwa adalah sebaik-baik bekal
untuk menuju kehidupan di akhirat kelak.
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi
landasan bagi setiap amal, menurut tuntunan Islam, tauhidlah yang akan menghantarkan manusia kepada
kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti. Dan amal yang tidak dilandasi dengan
tauhid akan sia-sia, tidak dikabulkan oleh Allah dan lebih dari itu, amal yang dilandasi dengan syirik akan
menyengsarakannya di dunia dan di akhirat. Sebagaimana Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelum kamu, ‘jika kamu
mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang
merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang
yang bersyukur”. (Az-Zumar: 65-66)
Hamba Allah yang beriman ...
Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah Allah, bukan
sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan)Nya dan wahdaniyah
(keesaan)Nya dan bukan pula sekedar mengenal Asma’ dan sifatNya.
Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui keesaaan dan kemahakuasaan Allah
dengan permin-taannya kepada Allah melalui Asma dan sifat-Nya. Kaum Jahiliyah Kuno yang dihadapi
Rasulullah juga meyakini bahwa pencipta. Pengatur, Pemelihara dan Penguasa alam semesta ini adalah Allah.
Sebagaimana Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”
Tentu mereka akan menjawab: “Allah.” (Luqman: 25).
Namun kepercayaan mereka dan keyakinan mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang
berpredikat Muslim, yang beriman kepada Allah. Dari sini lalu timbullah pertanyaan: “Apakah hakikat tauhid
itu?”
Hamba Allah, yang beriman ...
Hakikat Tauhid, ialah pemurnian ibadah kepada Allah, yaitu: menghambakan diri hanya kepada Allah
secara murni dan konsekuen, dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya dengan
penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepadaNya. Untuk inilah sebenarnya manusia diciptakan Allah. Dan
sesungguhnya misi para Rasul adalah untuk menegakkan tauhid. Mulai Rasul yang pertama, Nuh, hingga Rasul
terakhir, yakni nabi Muhammad n. Sebagaimana firman Allah:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.” (Adz-Dzariyat:
56).
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah
Allah (saja) dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)
Sesungguhnya tauhid tercermin dalam kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah. Maknanya, tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan tidak ada ibadah yang
benar kecuali ibadah yang sesuai dengan tuntunan rasul yaitu As-Sunnah. Orang yang mengikrarkannya akan
masuk Surga selama tidak dirusak syirik atau kufur akbar.
Sebagaimana firman Allah:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik),
mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang, mendapat
petunjuk.” (Al-An’am: 82)
Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan, “Ketika ayat ini turun, para sahabat merasa sedih dan berat. Mereka
berkata siapa di antara kita yang tidak berlaku dzalim kepada diri sendiri lalu Rasul menjawab:
" C%0) .{ٌ?"ِU
َ ٌ?ْ U
ُ َ ‫ك‬
َ ْ(d
! ‫ن ا‬
 ‫ ِإ‬
ِ ِ* ْ‫ ِ(ك‬d
ْ Bُ 5َ `
 َ *ُ َ} :ِ ِ *ْ 5ِ ‫ن‬
َ َAْ ُ ‫ْ َل‬,Tَ ‫ْا‬,-ُ َ $
ْ Bَ ْ?َ ‫ َأ‬،ُ‫(ْك‬d
! ‫َ ا‬,‫ ِإ &َ ُه‬،َaِ‫ َذ‬P
َ "ْ َ ).
“Yang dimaksud bukan (kedzaliman) itu, tetapi syirik. Tidak-kah kalian mendengar nasihat Luqman kepada
puteranya, ‘Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah
benar-benar suatu kedzaliman yang besar.” (Luqman: 13) (Muttafaqun alaih).
Ayat ini memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman yang mengesakan Allah. Orang-orang
yang tidak mencampur-adukkan antara keimanan dengan syirik serta menjauhi segala perbuatan syirik. Sungguh
mereka akan mendapatkan keamanan yang sempurna dari siksa Allah di akhirat. Mereka itulah yang mendapatkan
petunjuk di dunia.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah ...
Jika dia adalah seorang ahli tauhid yang murni dan bersih dari noda-noda syirik serta ikhlas mengucapkan
“laa ilaaha illallah” maka tauhid kepada Allah menjadi penyebab utama bagi kebahagiaan dirinya, serta menjadi
penyebab bagi penghapusan dosa-dosa dan kejahatannya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam sabda Rasulullah
yang diriwayatkan ‘Ubadah bin Ash-Shamit:
@ُ  m
َ ْ ‫ وَا‬،ُْ ِ ٌ‫ َ(ْ َ َ? َو ُروْح‬9َ‫َ هَ ِإ‬Aْ ‫ ُ َأ‬0ُ َ ِ ‫ُْ ُ َو َآ‬,#
ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ 9َ$"ْ  ِ ‫ن‬
 ‫ َوَأ‬،ُُْ,#ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫ َ ُ َوَأ‬a
َ ْ (ِ )
َ َ5 .ُ َ D ْ ‫ َو‬
ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإ َ َ ِإ‬5َ ْ‫) ِ َ َأن‬ َ َْ
?$‫ ري و‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.ِ َ -َ ْ ‫ ا‬ َ ِ ‫ن‬ َ َ‫ َ آ‬9َ َ َ  m
َ ْ ‫ ا‬
ُ ‫ َ ُ ا‬N
َ ْ‫ َأد‬،}CD َ ‫ وَا ُر‬C }D َ ).
“Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah semata, tiada sekutu
bagiNya, dan Muham-mad adalah hamba dan utusan-Nya, dan (bersaksi) bahwa Isa adalah hamba Allah,
utusanNya dan kalimat yang disampaikanNya kepada Maryam serta ruh dari padaNya, dan (bersaksi pula
bahwa) Surga adalah benar adanya dan Nerakapun benar adanya maka Allah pasti akan memasukkan ke dalam
Surga, apapun amal yang diperbuatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maksudnya, segenap persaksian yang dilakukan oleh seorang Muslim sebagaimana yang terkandung dalam
hadist tadi berhak memasukkan dirinya ke Surga. Sekalipun dalam sebagian amal perbuatannya terdapat dosa dan
maksiat. Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam hadist qudsi, Allah berfirman:
‫ي وا" ء‬F(0‫ ا‬.‫ روا‬،$D) .‫ َ( ًة‬%ِ /ْ َ َ*ِ ‫(َا‬Aُ *ِ a َ 0ُ "ْ Bَ Sَ ً "ْ )
َ ْ`*ِ ‫ك‬ُ (ِ d
ْ ُB 5َ ْ`ِ 0َ "ْ Aِ َ ? ]ُ ، َ َWNَ ‫ض‬ ِ ْ‫ر‬Sَ ْ‫ب ا‬ ِ ‫(َا‬Aُ *ِ `0ْ"Bَ ‫ْ َأ‬,َ aَ & ‫ < َد َم ِإ‬
َ *ْ ‫)َ ا‬.
“Hai anak Adam, seandainya kamu datang kepadaKu dengan membawa dosa sepenuh bumi, sedangkan
engkau ketika menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu sedikitpun, niscaya aku berikan kepadamu
ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. At-Tirmidzi dan Adh-Dhiya’, hadist hasan).
Hadist tersebut menegaskan tentang keutamaan tauhid. Tauhid merupakan faktor terpenting bagi
kebahagiaan seorang hamba. Tauhid merupakan sarana paling agung untuk melebur dosa-dosa dan maksiat.
Hamba Allah yang beriman ...
Jika tauhid yang murni terealisasi dalam hidup seseorang, baik secara pribadi maupun jama’ah, niscaya
akan menghasilkan buah yang sangat manis. Di antara buah manis yang didapat adalah:
1. Tauhid memerdekakan manusia dari segala per-budakan dan penghambaan kecuali kepada Alah.
Memerdeka-kan fikiran dari berbagai khurofat dan angan-angan yang keliru. Memerdekakan hati dari
tunduk, menyerah dan menghinakan diri kepada selain Allah Memerdekakan hidup dari kekuasaan
Fir’aun, pendeta dan thaghut yang menuhankan diri atas hamba-hamba Allah.

2. Tauhid membentuk kepribadian yang kokoh. Arah hidup-nya jelas, tidak menggantungkan diri
kepada Allah. Kepada-Nya ia berdo’a dalam keadaan lapang atau sempit.
Berbeda dengan seorang musyrik yang hatinya terbagi-bagi untuk tuhan-tuhan dan sesembahan yang
banyak. Suatu saat ia menyembah orang yang hidup, pada saat lain ia menyembah orang yang mati.
Orang Mukmin menyembah satu Tuhan. Ia mengetahui apa yang membuatNya ridla dan murka. Ia akan
melakukan apa yang membuatNya ridha, sehingga hati menjadi tentram. Adapun orang musyrik, ia
menyembah tuhan-tuhan yang banyak. Tuhan ini menginginkan ke kanan, sedang tuhan yang lainnya
menginginkan ke kiri.

3. Tauhid mengisi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan. Tidak merasa takut kecuali
kepada Allah. Tauhid menutup rapat celah-celah kekhawatiran terhadap rizki, jiwa dan keluarga.
Ketakutan terhadap manusia, jin, kematian dan lainnya menjadi sirna. Seorang Mukmin hanya takut
kepada Allah. Karena itu ia merasa aman ketika kebanyakan orang merasa ketakutan, ia merasa tenang
ketika mereka kalut.

4. Tauhid memberikan nilai Rohani kepada pemilik-nya. Karena jiwanya hanya penuh harap kepada
Allah, percaya dan tawakal kepadaNya, ridha atas qadar (ketentuan) Nya, sabar atas musibah serta sama
sekali tak mengharap sesuatu kepada makhluk. Ia hanya menghadap dan meminta kepadaNya. Bila
datang musibah ia segera mengharap kepada Allah agar segera dibebaskan darinya. Ia tidak meminta
kepada orang-orang mati. Syi’ar dan semboyannya adalah sabda Rasul:
X"1; $D ‫ ل‬T‫ي و‬F(0‫ ا‬.‫ )روا‬.
ِ ِ* ْ-ِ 0َ #
ْ َ n
َ ْ -َ 0َ #
ْ ‫ َوِإذَا ا‬،َ‫ ِل ا‬jَ#
ْ َ n
َ ْjَ #
َ ‫)ِإذَا‬.
Bila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan bila kamu memohon pertolongan maka mohonlah kepada
Allah.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)
5. Tauhid merupakan dasar persaudaraan dan keadilan. Karena tauhid tidak membolehkan
pengikutnya mengambil tuhan-tuhan selain Allah di antara sesama mereka. Sifat ketuhanan hanya milik
Allah satu-satunya dan semua manusia wajib beribadah kepadaNya. Segenap manusia adalah hamba
Allah dan yang paling mulia di antara mereka adalah Muhammad n kemudian orang yang paling
bertaqwa.
Itulah buah manis dari Tauhid yang akan membebaskan pelakunya dari kehinaan dan kesengsaraan dan
Tauhidlah yang akan mengembalikan kehormatan Islam dan Muslimin, mengembalikan harga diri dan kemuliaan
Islam dan Muslimin, dan menaikkan derajat dan martabat Islam dan Muslimin di atas segala kehinaan yang
selama ini dialami oleh kaum Muslimin.
ْ?Qُ َ ‫ ْ" َ? ِ`ْ َو‬U
ِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ #
ْ ‫َا َوَأ‬F‫ْ ِ`ْ َه‬,Tَ ‫ْ ُل‬,Tُ ‫ َأ‬.?ِ "ْ Qِ 1
َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‫ت وَا‬ِ َyْ‫ ا‬ َ ِ ِ "ْ ِ َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ َ .bٍ &ْ ‫ ِْ ُآ ! َذ‬ َ "ْ ِ ِ $
ْ ُ ْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$ِ ‫ َو‬.
Khutbah kedua:
‫ي‬
َ ‫ َه ِد‬
َ َ ِْ ْ ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ِ ُ َ َ  ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ
ْ ‫ت َأ‬ ِ َ " #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ َو‬.ُ (ُ %ِ /ْ 0َ $ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫َ َ ُ َوَأ‬aْ (ِ ) َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإ َ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...
Kembali pada khutbah yang kedua ini, saya mengajak diri saya dan jama’ah untuk senantiasa meningkatkan
iman dan taqwa kepada Allah dengan sesungguhnya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad, kepada para sahabatnya, keluarganya dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Kemudian dari khutbah yang pertama tadi dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi
landasan bagi setiap amal yang dilakukannya.
2. Hakekat Tauhid, ialah pemurnian ibadah kepada Allah, yaitu: meghambakan diri hanya kepada Allah
secara murni dan konsekwen, dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya
dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepadaNya.
3. Tauhid menyebabkan pemiliknya dihapuskan dari segala dosa.
4. Tauhid yang terealisasi dalam hidup seseorang, akan menghasilkan buah yang sangat manis, yaitu:
• Tauhid memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan penghambaan.
• Tauhid membentuk kepribadian yang kokoh.
• Tauhid mengisi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan.
• Tauhid memberikan nilai ruhiyah kepada pemiliknya.
• Tauhid merupakan dasar persaudaraan dan persamaan.
Karena itu, marilah pada kesempatan kali ini kita berdo’a kepada Allah, memohon ampunan atas segala
dosa syirik yang pernah kita lakukan dan kita memohon agar kita dijauhkan dari segala perbuatan syirik dan
pelaku-pelakunya. Kemudian pula kita memohon kepada Allah agar kita dihindarkan dari kehinaan dan diangkat
derajat kita di dunia dan di Akhirat.

7
Syahadat Muhammad Rasulullah, Makna Dan Konsekwensinya

Jama’ah Jum’at rahimakumullah


Setiap muslim pasti bersaksi, mengakui bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasulullah, tapi tidak semua
muslim memahami hakikat yang benar dari makna syahadat Muhammad Rasulullah, dan juga tidak semua
muslim memahami tuntutan dan konsekuensi dari syahadat tersebut. Fenomena inilah yang mendorong khatib
untuk menjelaskan makna yang benar dari syahadat Muhammad Rasulullah dan konsekuensinya.
Makna dari syahadat Muhammad Rasulullah adalah pengakuan lahir batin dari seorang muslim
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah, Abdullah wa Rasuluhu yang diutus untuk semua manusia
sebagai penutup rasul-rasul sebelumnya.
Kaum muslimin rahimakumullah
Dari makna di atas bisa dipetik bahwa yang terpenting dari syahadat Muhammad Rasulullah adalah dua
hal yaitu: Bahwa Muhammad itu adalah abdullah (hamba Allah) dan Muhammad itu rasulullah. Dua hal ini
merupakan rukun syahadat Muhammad Rasulullah.
“Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku.”
(A1 Kahfi; 110).
Syaikh Muhammad bin Shalih A1 Utsaimin menjelaskan: Dalam ayat di atas Allah memerintahkan
NabiNya untuk mengumumkan kepada manusia bahwa saya hanyalah seorang hamba sama dengan kalian, bukan
Rabb (Tuhan).
.ُ ُْ,#
ُ ‫ َو َر‬
ِ ‫ ُ ا‬6ْ 
َ ‫ْا‬,ُْ,Aُ َ ٌ6ْ 
َ َ&‫إِ &َ َأ‬
“Saya hanya seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya”. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).
Syaikh Al-Utsaimin berkata: Saya hanyalah hamba yakni saya tidak punya hak dalam rububiyah dan juga
dalam hal-hal yang menjadi keistimewaan Allah.
Kaum muslimin rahimakumullah
Keyakinan bahwa Muhammad adalah hamba Allah menuntut kepada kita untuk mendudukkan beliau di
tempat yang semestinya, tidak melebih-lebihkan beliau dari derajat yang seharusnya sebab beliau hanyalah
seorang hamba yang tidak mungkin naik derajatnya menjadi Rabb.
Dari sini termasuk kesesatan jika ada yang ber-isti’anah1, ber-istighatsah2, memohon kepada Nabi untuk
mendatangkan manfaat dan menolak mudharat sebab hal itu adalah hak mutlak Allah sebagai Rabb.
"Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula)
sesuatu kemanfaatan". (Al-Jin; 21).
Kemudian syahadat “Muhammad Rasulullah” menuntut kita untuk mengimani risalah yang beliau
sampaikan, beribadah dengan syariat yang beliau bawa, tidak mendustakan, tidak menolak apa yang beliau
ucapkan maupun yang beliau lakukan.
Jama'ah Jum'at rahimakumullah
Seorang Muslim yang beriman bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul Allah, dituntut untuk
mewujudkan beberapa hal sebagai bukti kebenaran keimanannya.
Hal hal yang wajib diwujudkan sebagai konsekuensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah:
1. Membenarkan semua berita yang shahih dari Rasul Allah I.
Muhammad adalah Rasulullah yang diistimewakan dari manusia lainnya dengan wahyu, maka jika Beliau
memberitakan berita masa lalu maupun berita masa depan maka berita itu sumbernya adalah wahyu yang
kebenarannya tidak boleh ragukan lagi.
Di antara berita-berita dari Rasulullah yang wajib kita terima adalah: Berita tentang tanda-tanda hari
kiamat, seperti munculnya dajjal, turunnya Nabi Isa, terbitnya matahari dari barat, berita tentang pertanyaan di
alam kubur; Adzab dan nikmat kubur, begitu juga berita tentang datangnya malaikat maut dalam bentuk manusia
kepada Nabi Musa untuk mencabut nyawanya lalu Nabi Musa menamparnya hingga rusak salah satu matanya.
Semua berita di atas dan juga berita-berita lain yang berasal dari hadits-hadits shahih, wajib kita percayai,
jangan sekali-kali kita dustakan dengan alasan berita itu bertentangan dengan akal sehat atau bertentangan dengan
zaman.
2. Mentaati Rasulullah
Kaum muslimin rahimakumullah
Seorang muslim wajib taat kepada Rasulullah sebagai perwujudan sikap pengakuan terhadap kerasulan
Beliau.
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah”. (Al-Nisaa’; 80)
Syaikh Abdur Rahman Nasir As Sa'dy berkata: setiap orang yang mentaati Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam dalam perintah-perintah dan larangan-larangannya dia telah mentaati Allah, sebab Rasulullah tidak
memerintahkan dan melarang kecuali dengan perintah, syariat dan wahyu yang Allah turunkan.
Taat kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam mempunyai dua sisi:
1. Taat dalam perintah dengan menjalankan semua perintahnya, di antara perintah Beliau yang wajib kita
taati adalah: Perintah mencelupkan lalat yang jatuh dalam minuman atau makanan, mencuci tangan tiga kali
sehabis bangun dari tidur, mengucapkan Basmallah ketika makan, makan dan minum dengan tangan kanan, shalat
berjamaah dan lain-lain.
Sebagian orang menolak perintah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam dengan berbagai alasan,
misalnya dia menolak perintah menenggelamkan lalat dengan alasan hal itu menyalahi ilmu kesehatan, dan
perintah itu bersumber dari Rasul sebagai manusia biasa. Sikap ini adalah godaan syaitan yang bermuara kepada
penolakan terhadap sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam .
Kaum muslimin rahimakumullah
2. Sisi kedua dari mentaati Rasul adalah menjauhi larangan Rasulullah, sebab yang dilarang Rasulullah
juga otomatis dilarang oleh Allah, di antara larangan tersebut: Larangan memakan binatang buas yang bertaring,
larangan makan atau minum dengan bejana emas atau perak, larangan menikahi seorang wanita bersama saudara
atau bibinya, larangan memanjangkan kain (sarung atau celana) di bawah mata kaki, larangan melamar di atas
lamaran orang lain, larangan menjual atau membeli di atas penjualan atau pembelian orang lain, dan larangan-
larangan yang lain, semua wajib dijauhi.
Termasuk beberapa hal yang sudah diletakkan oleh Rasulullah sebagai rukun, syarat dan batasan.
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka jauhilah”. (Al-
Hasyr: 7).
Jamaah Jum'at rahimakumullah. Konsekuensi yang ketiga: Berhukum kepada sunnah Rasul Allah.
Syahadat Muhammad Rasulullah yang benar akan membawa seorang Muslim kepada kesiapan dan
keikhlasan untuk menjadikan sunnah Rasulullah sebagai rujukan, dia pasti menolak jika diajak untuk merujuk
kepada akal, pendapat si A/si B, hawa nafsu, maupun warisan nenek moyang dalam menetapkan suatu hukum,
lebih-lebih jika terjadi ikhtilaf (perbedaan), seorang Muslim yang konsekwen dengan syahadatnya dengan lapang
dada akan menjadikan sunnah Rasulullah sebagai imamnya.
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An Nisaa'; 65).
Syaikh As-Sa'dy berkata: Allah bersumpah dengan diriNya yang mulia bahwa mereka tidak beriman
sehingga mereka menjadikan RasulNya sebagai hakim dalam masalah-masalah yang mereka perselisihkan. Lanjut
beliau; Dan berhukum ini belum dianggap cukup sehingga mereka menerima hukumnya dengan lapang dada,
ketenangan jiwa dan kepatuhan lahir batin.
Jamaah Jum'at rahimakumullah
Haruslah diketahui bahwa sikap penolakan terhadap hukum Rasulullah dalam masalah-masalah ikhtilaf
adalah termasuk sifat kaum munafikin.
“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan
kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangimu dengan sekuat-kuatnya dari
(mendekati) kamu”. (An Nisaa'; 61)
Ibnu Abbas berkata: Hampir saja Allah menghujani kalian dengan batu dari langit. Saya berkata:
“Rasulullah telah bersabda begini, sedangkan kalian berkata (tapi) Abu Bakar dan Umar berkata begitu”.
As-Syaikh Al-Utsaimin berkata: “Jika seseorang mengguna-kan ucapan Abu Bakar dan Umar untuk
menentang sabda Rasul bisa menyebabkan turunnya siksa; hujan batu, maka apa dugaanmu dengan orang yang
menentang sabda Rasul dengan ucapan orang yang jauh di bawah derajat keduanya, tentu saja dia lebih berhak
mendapat siksa.

8
Dosa Seputar Mayyit Dan Kuburan
Oleh: Tedy Haryono

Segala puji bagi Allah Subhannahu wa Ta'ala yang telah melimpahkan karunia dan rahmatNya sehingga kita
dapat menjalankan salah satu kewajiban yang diwajibkan kepada kaum Muslimin yaitu Shalat Jum’at berjama’ah.
Shalawat serta salam, semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam , sahabat,
keluarga dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah
Khatib berdiri di mimbar ini, ingin berwasiat kepada diri khatib sendiri secara khusus dan kepada jama’ah
secara umum, yaitu bersama-sama meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala . Bertaqwa
kepada Allah di mana saja kita berada sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :
.(D‫ أ‬.‫ )روا‬. َ1 ُ ْ Bَ @َ َ $َ 1 َ ْ ‫ !" َ َ@ ا‬$
 ‫ ا‬Vِ 6ِ Bْ ‫ َوَأ‬n
َ ْ ‫ َ ُآ‬L ُ "ْ D
َ َ ‫ا‬C ِ B ‫ِا‬
“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, iringilah perbuatan jelek, dengan perbuatan baik
niscaya akan menghapuskannya.” (HR. Ahmad 5/153).
Hadits di atas menerangkan bahwa dosa-dosa kecil dapat dihapus dengan mengerjakan amalan yang baik dan
benar. Dosa yang sudah berjangkit di kalangan masyarakat ini sangatlah banyak dan juga mereka menganggapnya
itu hal biasa dan lumrah.
Hal yang demikian tidak bisa ditinggalkan karena gunung yang begitu besar terdiri dari kerikil-kerikil kecil,
jika dosa kecil ditumpuk maka akan menjadi besar seperti gunung.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah
Banyak sekali amalan yang dapat menjerumuskan ke dalam dosa dengan tidak terasa, tidak sengaja atau kita
pernah menyaksikan atau melakukannya.
Di antaranya adalah:
1. Meratapi Jenazah
Kematian pasti akan terjadi pada setiap makhluk yang bernyawa, namun yang ditinggal mati apakah bisa
bersabar ataukah tidak? Salah satu kemungkinan besar yang dilakukan oleh manusia, jika ditinggal mati oleh
orang yang dicintainya adalah meratapi jenazah. Misalnya dengan menangis sejadi-jadinya, berteriak-teriak
sekeras-kerasnya, memukuli muka sendiri, mengoyak-ngoyak baju, menggunduli rambut, menjambak-jambak
atau memotongnya. Semua perbuatan tersebut menunjukkan ketidakrelaan terhadap taqdir, disamping
menunjukkan tidak sabar terhadap musibah.
Nabi Muhamamad Shallallaahu alaihi wa Salam mengecam orang yang melakukan ratapan berlebihan
kepada mayit.
Dan Dari Abdullah bin Mas ‘ud Radhiallaahu anhu meriwayatkan:
.(163/3 ‫ ري‬6‫ ا‬X0 (U&‫ ا‬،‫ ري‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.@ِ " ِ ‫َ ِه‬mْ ‫َى ا‬, ْ َ *ِ َ‫ب َو َد‬ َ ْ,"ُ m ُ ْ ‫ ا‬C )َ ‫ ُوْدَ َو‬h ُ ْ ‫ َ? ا‬W
َ َ َْ ِ P َ "ْ َ
“Tidak termasuk golongan kami yang menampar pipi, merobek-robek baju dan yang meratap dengan
ratapan jahiliyah.” (HR. Al-Bukhari, Fathul Bary 3/163).
Sedih dan berduka cita atas kepergian orang yang dicintai adalah wajar namun tidak boleh berlebihan
sebagaimana hal yang di atas tadi. Bersabar dan menerima terhadap musibah adalah lebih baik dan lebih mulia
karena semuanya terjadi atas kehendak Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dan ini semua telah digariskan olehNya
sehingga manusia tinggal menjalani apa yang sudah menjadi ketentuannya.
2.Menginjak Dan Duduk Di atas Kuburan
Ketika mengiring jenazah atau berziarah kubur, sebagian orang ada yang tidak memperhatikan jalan yang
mesti dilaluinya, sehingga disana sini menginjak-injak kuburan dengan tanpa rasa hormat sedikitpun kepada yang
sudah meninggal.
Dan yang menunggu pemakaman jenazah dengan seenaknya duduk di atas kuburan, pemandangan seperti ini
sering terlihat di masyarakat, padahal Rasullah Shallallaahu alaihi wa Salam mengancam akan hal yang semacam
itu.
Abu Hurairah Radhiallaahu anha berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
.(667/2 ،?$ .‫ )روا‬.(ٍ 6ْ Tَ 9َ
َ P
َ ِ m
ْ َ ْ‫ ْ"(ٌ َ ُ ِْ َأن‬N
َ .ِ ِ ْ K
ِ 9َِ‫… إ‬
َ h َ 0َ َ ُ *َ َ "ِ] ‫ق‬ُ (ِ 1ْ 0َ َ ‫ ْ َ( ٍة‬K
َ 9َ َ ْ?‫ ُ ُآ‬D َ ‫ َأ‬P
َ ِ mْ َ ْ‫ن‬Sَ
“Sungguh seseorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga terbakar bajunya hingga tembus ke
kulitnya, hal itu lebih baik baginya daripada duduk di atas kuburan.” (HR. Muslim 2/667).
3.Mencari Berkah di Kuburan
Kepercayaan bahwa para wali yang telah meninggal dunia dapat memenuhi hajat, serta membebaskan
manusia dari berbagai kesulitan adalah syirik. Karena kepercayan ini, mereka lalu meminta pertolongan dan
bantuan kepada para wali yang telah meninggal dunia. Padahal mereka meminta tolong kepada Allah dalam setiap
shalatnya namun dalam prakteknya mereka meminta realisasinya kepada selain Allah.
Firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Hanya kepadaMu-lah kami menyembah dan hanya kepadaMu-lah kami meminta pertolongan.” (Al-
Fatihah: 5).
Termasuk dalam katagori menyembah kuburan adalah memohon kepada orang-orang yang telah meninggal,
baik para nabi, orang-oarng shalih atau lainnya untuk mendapatkan syafa’at atau melepaskan diri dari berbagai
kesukaran hidup.
Sebagian mereka, bahkan membiasakan dan mentradisikan menyebut nama syaikh atau wali tertentu, baik
dalam keadaan berdiri maupun duduk atau ketika ditimpa musibah atau kesukaran hidup.
Di antaranya ada yang menyeru: Wahai Muhammad “. Ada lagi yang menyebut “Wahai Ali” Yang lainnya
menebut: Wahai Syaikh” atau Wahai Syaikh Abdul Qadir Jaelani”, Kemudian ada yang menyebut: “Wahai
Syadzali”. Dan masih banyak lagi sebutan lainnya.
:Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam Surat Al-A’raaf
“Sesungguhnya orang-orang yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa
dengan kamu”. (Al-A’raaf: 194).
Sebagian penyembah kuburan ada yang berthawaf (menge-lilingi) kuburan tersebut, mencium setiap
sudutnya ada juga yang mencium pintu gerbang kuburan dan melumuri wajahnya dengan tanah dan debu dari
kuburan sebagian ada yang bersujud ketika memandangnya, berdiri didepannya dengan penuh khusyu,
merendahkan diri dan menghinakan diri seraya mengajukan permintaan dan memohon hajat.
Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Mencari berkah di kuburan tidaklah asing bagi sebagian orang lebih-lebih di masa sekarang ini dimana
kebutuhan yang penting harus dipenuhi namun jalan untuk mengaisnya sangatlah sulit kemudian mereka
memakai jalan pintas yaitu dengan bersemedi dan tafakur di kuburan dengan harapan akan dibukakan jalan
baginya. Kemudian ada yang meminta sembuh dari sakit, mendapatkan keturunan, digam-pangkan urusannya dan
tak jarang di antara mereka yang menyeru: Ya Sayyidy aku datang kepadamu dari negeri yang jauh maka
janganlah engkau kecewakan aku “ Dan ada juga yang mengatakan “Ya Sayyidy aku ini adalah hamba yang hina
dina dan engkau hamba yang mulia maka sampaikanlah hajat hamba kepada Tuhanmu”
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyem-bah sembahan-sembahan selain Allah yang
tidak dapat mengabulkan (do’a)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhati-kan do’a mereka.”
(Al- Ahqaf: 5).
Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam besabda:
.(‫ ري‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.‫ َ ا َر‬N
َ ‫ ِ&ا َد‬
ِ ‫نا‬
ِ ْ‫ْ ِْ ُدو‬,
ُ َْ ,َ ‫ت َو ُه‬
َ َ َْ
“Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan menyembah sesembahan selain Allah niscaya akan masuk
kedalam Neraka” (HR. Al-Bukhari, 8/176).
Sebagian mereka, mencukur rambutnya di pekuburan dan ada yang membawa buku yang berjudul:
Manasikul Hajjil Masyahid” (Tata cara Beribadah Haji di Kuburan Keramat), sebelum mereka menunaikan
ibadah haji ditanah suci Mekkah, mereka terlebih dahulu menunaikan haji di Tanah Pekuburan Keramat.
jamaah Jum’at yang berbahagia
Berdasarkan uraian di atas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa fitnah kuburan dan mayit telah menjadi
tradisi dan adat bagi masyarakat kita sekarang ini.
Dan oleh sebab itu kami mengajak saudara-saudara kaum Muslimin untuk bersama-sama meninggalkan hal
tersebut dengan penuh keikhlasan kepada Allah. Dan kita meminta kepada Allah semoga saudara-saudara kita
yang masih melakukan hal itu dapat dibukakan pintu hatinya untuk menerima kebenaran.
Akhiru da’wana ‘anil hamdu lillahi rabbil ‘alamin.

9
Peristiwa Hari Akhir
Oleh: Abu Adam Al-Khoyyat (Hartono)

Hadirin jamaah shalat Jum’at rahimakumullah


Hendaknya seorang Muslim senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang telah Allah limpahkan
kepada kita semua, baik nikmat keimanan, kesehatan dan keluangan waktu sehingga kita bisa melaksanakan
kewajiban kita menunaikan shalat Jum’at. Dan hendaklah kita berhati-hati agar jangan sampai menjadi orang
yang kufur kepada nikmat Allah. Allah berfirman:
“Jikalau kalian bersyukur pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kalian mengingkari
(nikmatKu), maka sesungguhnya siksaku sangat pedih.” (Ibrahim: 7).
Demikian pula kami wasiatkan untuk senantiasa bertakwa kepada Allah dalam segala keadaan dan waktu.
Takwa, sebuah kata yang ringan diucapkan akan tetapi tidak mudah untuk diamalkan.
Ketahuilah, wahai saudaraku rahimakumullah, tatkala Umar bin Khaththab Radhiallaahu anhu bertanya
kepada shahabat Ubay bin Ka’ab Radhiallaahu anhu tentang takwa, maka berkatalah Ubay: “Pernahkah Anda
berjalan di suatu tempat yang banyak durinya?” Kemudian Umar menjawab: “Tentu” maka berkatalah Ubay:
“Apakah yang Anda lakukan”, berkatalah Umar: “Saya sangat waspada dan hati-hati agar selamat dari duri itu”.
Lalu Ubay berkata “Demikianlah takwa itu” (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1, hal. 55).
Demikianlah takwa yang diperintahkan oleh Allah dalam kitabNya yakni agar kita senantiasa waspada dan hati-
hati dalam setiap tindakan keseharian kita, dan juga dalam ucapan-ucapan kita, oleh karena itu janganlah kita
berbuat dan berucap kecuali berdasarkan ilmu.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Hendaklah kita bersegera mencari bekal guna menuju pertemuan kita dengan Allah karena kita tidak tahu
kapan ajal kita itu datang. Dan Allah berfirman:
“Dan berbekallah, maka sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepadaKu hai
orang-orang yang berakal.” (Al-Baraqah:197).
Ketahuilah wahai saudaraku rahimakumullah.
Manusia setapak demi setapak menjalani tahap kehidupan-nya dari alam kandungan, alam dunia, alam kubur
dan alam akhirat. Tahap-tahap tersebut harus dijalani sampai akhirnya nanti kita akan menemui alam akhirat
tempat kita memperhitungkan amalan-amalan yang telah kita lakukan di dunia. Maka tatkala kita mendengar ayat-
ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang memberitakan tentang ahwal (keadaan) hari Akhir, hendaklah hati
kita menjadi takut, menangislah mata kita, dan menjadi dekatlah hati kita kepada Allah.
Akan tetapi bagi orang yang tidak memiliki rasa takut kepada Allah tatkala disebut kata Neraka, adzab, ash-
shirat dan lain sebagainya seakan terasa ringan diucapkan oleh lisan-lisan mereka tanpa makna sama sekali. Na-
uzu billahi min dzalik. Mari kita perhatikan firman Allah dalam surat Al-Haqqah ayat 25-29.
“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya maka dia berkata; “Wahai
alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini) dan aku tidak mengetahui apakah hisab
(perhitungan amal) terhadap diriku. Duhai seandainya kematian itu adalah kematian total (tidak usah hidup
kembali). Hartaku juga sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku, kekuasaanku pun telah lenyap dari-
padaku”.(Al-Haqqah 25-29)
Dalam ayat ini Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya juz IV hal 501, menerangkan bahwa ayat tersebut
menggambarkan keadaan orang-orang yang sengsara. Yaitu manakala diberi catatan amalnya di padang
pengadilan Allah dari arah tangan kirinya, ketika itulah dia benar-benar menyesal, dia mengatakan penuh
penyesalan: ‘Andai kata saya tidak usah diberi catatan amal ini dan tidak usah tahu apakah hisab (perhitungan)
terhadap saya (tentu itu lebih baik bagi saya) dan andaikata saya mati terus dan tidak usah hidup kembali.
Coba perhatikan ayat selanjutnya:
“Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya, kemudian masukkanlah dia ke dalam api Neraka
yang menyala-nyala kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta” (Al-Haqqah ayat
30-32).
Bagi kaum beriman yang mengetahui makna yang terkandung dalam ayat tersebut, menjadi tergetarlah hatinya,
akan menetes air mata mereka, terisaklah tangis mereka dan keluarlah keringat dingin di tubuh mereka, seakan
mereka saat itu sedang merasakan peristiwa yang sangat dahsyat. Maka tumbuhlah rasa takut yang amat
mendalam kepada Allah kemudian berlindung kepada Allah agar tidak menjadi orang-orang yang celaka seperti
ayat di atas.
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah.
Sesungguhnya manusia akan dibangkitkan pada hari Kiamat dan akan dikumpulkan menjadi satu untuk
mempertanggungjawab-kan diri mereka. Allah berfirman:
“Dan dengarkanlah pada hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat, yaitu pada hari mereka
mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya, itulah hari keluar (dari kubur)” (Qaf: 41-42).
Juga Allah berfirman dalam surat Al-Muthaffifin: 4-7.
“Tidakkah orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada hari yang besar,
(yaitu) hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam”.
Dan manusia dibangkitkan dalam keadaan 5ً ْ(t ُ ‫(َا ًة‬ ُ ‫َ ًة‬%D ُ (mereka tidak beralas kaki, telanjang dan tidak
berkhitan), sebagaimana firman Allah:
“Sebagaimana kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah kami akan mengulangnya
(mengembalikannya)” (Al-Anbiya:104).
Manusia akan dikembalikan secara sempurna tanpa dikurangi sedikitpun, dikembalikan dalam keadaan
demikian bercampur dan berkumpul antara laki-laki dan perempuan. Dan tatkala Nabi Shallallaahu alaihi wa
Salam menceritakan hal itu kepada ‘Aisyah Radhiallaahu anha maka berkatalah ia: “Wahai Rasulullah antara laki-
laki dan perempuan sebagian mereka melihat kepada sebagian yang lain?”, kemudian Rasulullah berkata:

ٍ -ْ *َ 9َ‫ ُ?ْ ِإ‬ ُ -ْ *َ (َ Uُ ْ َ ْ‫ ِْ َأن‬G ) َ ‫ ْ ُ( َأ‬Sَ ْ‫ا‬
“Perkara pada hari itu lebih keras dari pada sekedar sebagian mereka melihat kepada sebagian lainnya.”
(Hadits shahih riwayat Al-Bukhari nomor 6027 dan Muslih nomor 2859 dari hadits ‘Aisyah Radhiallaahu anha ).
Pada hari itu laki-laki tidak akan tertarik kepada wanita dan sebaliknya, sampai seseorang itu lari dari bapak,
ibu dan anak-anak mereka karena takut terhadap keputusan Allah pada hari itu. Sebagaimana firman Allah:
“Pada hari ketika manusia lari dari saudara-saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istrinya dan anak-
anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang sangat menyibukkan”. (Q.S. Abasa:
34-37).
Demikianlah peristiwa yang amat menakutkan yang akan terjadi di akhirat nanti, mudah-mudahan menjadikan
kita semakin takut kepada Allah.
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،َ"ْ ِ ِ $
ْ ُ ْ ‫ِ ِ( ا‬l َ$ِ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‫ ِ`ْ َو‬ َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ #ْ ‫َا َوَأ‬F‫ْ ِ`ْ َه‬,َT ‫ْ ُل‬,Tُ ‫َأ‬
Khutbah Kedua
‫ي‬
َ ‫ هَ ِد‬
َ َ ِْ 
ْ ُ َْ ‫  َ ُ َو‬
ِ ُ
َ َ 
ُ ‫ َْ َ ِْ ا‬. َِ َ
ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ْ ُذ‬,-ُ &َ ‫ َو‬،ُ.(ُ %ِ /ْ 0َ $ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ ْ$&َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ،ِِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬،َ?# َ ‫ َ ْ" ِ َو‬
َ  ُ ‫ ا‬9; َ ُ ُْ,# ُ ‫ وَ َر‬.ُ ُ 6ْ  َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َوَأ‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإ َ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ
Dari mimbar Jum’at ini kami sampaikan pula bahwasannya pada hari Akhir nanti matahari akan didekatkan di
atas kepala-kepala sehingga bercucuran keringat mereka sehingga sebagian mereka akan tenggelam oleh keringat-
keringat mereka sendiri, akan tetapi hal itu tergantung dari apa yang telah mereka perbuat di dunia.
Imam Muslim meriwayatkan dalam hadits yang shahih nomor 2864 dari hadits Al-Miqdad bin Al-Aswad
Radhiallaahu anhu , berkata: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
،ِ"ْ 6َ -ْ ‫ َآ‬9َ‫ن ِإ‬
ُ ْ,Qُ َ َْ ْ?ُ ْ ِ َ ،ِ‫ َ(ق‬-َ ْ‫َ ِ ِ?ْ ِ` ا‬ْ ‫ْ ِر َأ‬Tَ 9َ
َ ‫ن ا  ُس‬ ُ ْ,Qُ "َ َ ،ٍ"ْ ِ ‫َا ِر‬Aْ ِ ‫ن ِ ْ ُ?ْ َآ‬
َ ْ,Qُ Bَ 90D َ Cِ ْ َhْ ‫ ا‬ َ ِ @ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ َم ا‬,َ P
ُ ْ d  ‫ ا‬9َ&ْBُ
.ِ "ْ ِ 9َ‫ ِإ‬.ِ ِ "َ *ِ 
ِ ‫ْ ُل ا‬,#
ُ ‫ َوَأ)َ َر َر‬. ً َmْ ‫ق ِإ‬
ُ (َ -َ ْ ‫ ُ ُ ا‬m
ِ ْ ُ َْ ْ?ُ ْ ِ ‫ َو‬،ِْ ,َ ْAD
َ 9َ‫ن ِإ‬ ُ ْ,Qُ َ َْ ْ?ُ ْ ِ ‫ َو‬،ِ"ْ 0َ 6َ ‫ ُر ْآ‬9َ‫ن ِإ‬ُ ْ,Qُ َ َْ ْ?ُ ْ ِ ‫َو‬
“Matahari akan didekatkan pada hari Kiamat kepada para makhluk sampai-sampai jarak matahari di atas
kepala mereka hanya satu mil, maka manusia mengeluarkan keringat tergantung amalan-amalan mereka. Di
antara mereka ada yang mengeluarkan keringat sampai mata kakinya dan ada yang sampai lututnya, ada juga
yang sampai pinggangnya dan ada yang ditenggelamkan oleh keringat mereka.” Dan Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam memberi isyarat dengan tangannya ke mulutnya.
Dan seandainya ada yang bertanya “bagaimana itu bisa terjadi sedangkan mereka berada pada tempat yang
satu?” Maka Syaikh Al-Utsaimin Rahimahullaah menjawab pertanyaan tersebut sebagai berikut: “Ada sebuah
kaidah yang hendaknya kita berpegang kepada kaidah itu, yaitu bahwa perkara ghaib, wajib bagi kita untuk
mengimaninya dan membenarkannya tanpa menanyakan bagaimananya, karena perkara tersebut berada diluar
jangkauan akal-akal kita, kita tidak mampu mengetahui dan meng-gambarkannya.
Demikianlah sebagian peristiwa di hari Akhir dan masih banyak lagi peristiwa yang akan kita alami yang hal
itu akan menggetarkan hati bagi orang-orang Mukmin dan menjadikan mereka semakin takut kepada Allah.

10
Antara Sunnah, Bidah Dan Taklid
Oleh: Iwan Sutedi
Ikhwan fillah rahimakumullah.
Merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk menuntut ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah agar kita dapat
meghindari dan menolak syubhat di dalam memahami dien Islam ini. Telah kita sepakati bersama bahwa hanya
dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah kita dapat selamat dan tidak akan tersesat.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
.ِ "! 6ِ &َ @َ  #
ُ ‫ َو‬
ِ ‫با‬
َ َ0‫ ِآ‬، َِ *ِ ْ?0ُ Qْ $
 َ Bَ َ ‫ْا‬,G
ِ Bَ َْ 
ِ ْ (َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ "ْ ِ n
ُ ‫ َ( ْآ‬Bَ
“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan
sesat selama-lamanya yaitu: Kitabullah dan sunnah NabiNya”. (Hadist Riwayat Malik secara mursal (Al-
Muwatha, juz 2, hal. 999).
Syaikh Al-Albani mengatakan dalam bukunya At-Tawashshul anwa’uhu wa ahkamuhu, Imam Malik
meriwayatkan secara mursal, dan Al-Hakim dari Hadits Ibnu Abbas dan sanadnya hasan, juga hadist ini
mempunyai syahid dari hadits jabir telah saya takhrij dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah no. 1761).
Adakah pilihan lain agar kita termasuk dalam orang-orang yang selamat dan agar umat Islam ini
memperoleh kejayaan lagi selain mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para Salafus Shalih?
tentu tidak ada, karena sebenar-benar ucapan adalah Kalamullah, sebaik-baik petunjuk adalah sunnah Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam dan sebaik-baik generasi adalah generasi sahabat yang telah Allah puji dan Allah
ridhai.
Suatu kebahagiaan kiranya jikalau kita termasuk dalam golongan yang selamat, golongan Tha’ifah
Manshurah (kelompok yang mendapat pertolongan) dari Allah.
Ikhwan fillah rahimakumullah
Kebanyakan ummat Islam, kini terjebak dalam taklid buta. Terkadang suatu anjuran untuk mengikuti dan
berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah serta memalingkan jiwa dari selain keduanya dianggap sebagai
seruan yang mengajak kepada pelecehan pendapat para ulama dan menghalangi untuk mengikuti jejak para ulama
atau mengajak untuk menyerang perkataan mereka. Padahal tidak demikian yang dimaksudkan, bahkan harus
dibedakan antara mengikuti Nabi semata dengan pelecehan terhadap pendapat para ulama. Kita tidak boleh
mengutamakan pendapat seseorang di atas apa yang telah dibawa oleh beliau dan tidak juga pemikirannya,
siapapun orang tersebut. Apabila seseorang datang kepada kita membawakan suatu hadits, maka hal pertama yang
harus kita perhatikan adalah keshahihan hadits tersebut kemudian yang kedua adalah maknanya. Jika sudah
shahih dan jelas maknanya maka tidak boleh berpaling dari hadits tersebut walaupun orang disekeliling kita
menyalahi kita, selama penerapannya juga benar.
Para Imam ulama salaf yang dijadikan panutan umat, mencegah para pengikutnya mengikuti pendapat
mereka tanpa mengetahui dalilnya. Di antara ucapan Abu Hanifah: “Tidak halal bagi seseorang untuk
mengambil pendapat kami sebelum dia mengetahui dari mana kami mengambilnya.” Kemudian:
“Bila saya telah berkata dengan satu pendapat yang telah menyalahi kitab Allah ta’ala dan sunah Nabi
Shallallaahu alaihi wa Salam , maka tinggalkanlah pendapatku.”
Sedangkan mayoritas ummat Islam sekarang ini mereka berkata, “Ustadz saya berkata.”
Padahal sudah datang kepada mereka firman Allah dalam surat Allah Hujarat ayat 1:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya.”
Ibnu Abbas berkata. “Hampir-hampir saja diturunkan atas kalian batu dari langit. Aku mengataklan kepada
kalian,” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, tetapi kalian mengatakan, Abu Bakar berkata, Umar
berkata.”
Firman Allah dalam surat 7 ayat 3:
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-
pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padaNya).”
Kemudian salah satu penyakit umat Islam sekarang ini disamping taklid buta adalah banyaknya para pelaku
bid’ah. Dan di antara sebab-sebab yang membawa terjadinya bid’ah adalah:
1. Bodoh tentang hukum agama dan sumber-sumbernya
Adapun sumber-sumber hukum Islam adalah Kitabullah, sunnah RasulNya dan ijma’ dan Qiyas. Setiap
kali zaman berjalan dan manusia bertambah jauh dari ilmu yang haq, maka semakin sedikit ilmu dan tersebarlah
kebodohan. Maka tidak ada yang mampu untuk menentang dan melawan bi’dah kecuali ilmu dan ulama. Apabila
ilmu dan ulama telah tiada dengan wafatnya mereka, bi’dah akan mendapatkan kesempatan dan berpeluang besar
untuk muncul dan berjaya dan tokoh-tokoh bid’ah bertebaran menyeret umat ke jalan sesat.
2. Mengikuti hawa nafsu dalam masalah hukum
Yaitu menjadikan hawa nafsu sebagai sumber segalanya dengan menyeret/membawa dalil-dalil Al-Qur’an
dan As-Sunnah untuk mendukungnya, dalil-dalil tersebut dihukumi dengan hawa nafsunya. Ini adalah perusakan
terhadap syari’at dan tujuannya.
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah-nya dan Allah
membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiar-kan sesat) ...” (Al-Jatsiyah: 23).
3. Fanatik buta terhadap pemikiran-pemikiran orang tertentu
Fanatik buta terhadap pemikiran orang-orang tertentu akan memisahkan antara seorang muslim dari dalil
dan al-haq. Inilah keadaan orang-orang yang fanatik buta pada zaman kita sekarang ini, Mayoritas terdiri dari
pengikut sebagian madzhab-madzab, sufiyyah dan quburiyyun (penyembah-penyembah kuburan), yang apabila
mereka diseru untuk mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah, mereka menolaknya. Dan mereka juga menolak apa-apa
yang menyelisihi pendapat mereka. Mereka berhujah dengan madzab-madzab, syaikh-syaikh, kiyai-kiyai, bapak-
bapak nenek moyang mereka. Ini adalah pintu dari sekian banyak pintu-pintu masuknya bid’ah ke dalam agama
Islam ini.
4. Ghuluw (berlebih-lebihan)
Contoh dari point ini adalah madzab khawarij dan syi’ah. Adapun khawarij, mereka ghuluw berlebihan
dalam memahami ayat-ayat peringatan dan ancaman. Mereka berpaling dari ayat-ayat raja’ (pengharapan), janji
pengampunan dan taubat sebagaimana Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendakiNya ...” (An-Nisa’: 48,116).
5. Tasyabuh dengan kaum kuffar
Tasyabbuh (menyerupai) kaum kuffar adalah sebab yang paling menonjol terjatuhnya seorang kedalam
bid’ah. Hal ini pulalah yang terjadi di zaman kita sekarang ini. Karena mayoritas dari kalangan kaum Muslimin
taqlid kepada kaum kuffar pada amal-amal bid’ah dan syirik. Seperti perayaan-perayaan ulang tahun (maulid) dan
mengadakan hari-hari atau minggu-minggu khusus dan perayaan serta peringatan bersejarah (menurut anggapan
mereka) seperti: peringatan Maulid Nabi. Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an dan yang lainnya adalah meyerupai
peringatan-peringatan kaum kuffar.
.ْ?ُ ْ ِ ,َ ُ َ ‫ْ ٍم‬,Aَ *ِ َ 6 d
َ Bَ َْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka”. (Abu Dawud).
6. Menolak bid’ah dengan bid’ah yang semisalnya atau bahkan yang lebih rusak
Contohnya ialah kaum Murji’ah, Mu’tazilah, Musyabibhah dan Jahmiyyah. Kaum Murji’ah memulai
bid’ahnya dalam mensikapi orang-orang yang dizamannya, mereka berkata: “Kita tidak menghakimi mereka dan
kita kembalikan urusannya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala ”. Hingga akhirnya mereka sampai pada
pendapat bahwa maksiat tidak me-mudharat-kan iman, sebagaimana tidak berfaedah ketaatan yang disertai
kekufuran. Al-Baghdadi berkata: “Mereka dinamakan Murji’ah karena mereka memisahkan amal dari
keimanan.”
Demikianlah, para ahlul bid’ah menjadikan kebid’ahan-kebid’ahan yang mereka lakukan sebagai satu
amalan ataupun suatu sunnah, sedangkan yang benar-benar sunnah mereka jauhi. Padahal sesungguhnya
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda:
.‫ َر }د‬,َ ُ َ &َ (ُ ْ ‫ َ ْ" ِ َأ‬
َ P
َ "ْ َ ً َ َ َ ِ  َ َْ
“Barangsiapa mengajarkan suatu amalan yang tidak ada keterangannya dari kami (Rasulullah), maka
dia itu tertolak.” (Hadist riwayat Muslim).
Ihwan fillah rahimakumullah
Oleh karena itu jika kita mempelajari seluk beluk taqlid, kemudian kita pelajari hakekat kebid’ahan niscaya
kita tahu bahwa ternyata antara bid’ah dan taqlid mempunyai hubungan yang sangat erat sekali. Jika kita
perhatikan perbuatan bid’ah niscaya kita akan mengetahui bahwa pelakunya adalah seorang muqallid. Dan kalau
kita melihat seorang muqallid, niscaya kita lihat bahwa dia tenggelam dalam kebid’ahan, kecuali bagi mereka
yang dirahmati oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Berikut ini ada beberapa sebab yang menunjukkan bahwa taqlid itu
mempunyai hubungan yang erat dengan bid’ah.
Muqallid tidak bersandar dengan dalil dan tidak mau melihat dalil; jika dia bersandar pada dalil, maka dia
tidak lagi dinamakan muqallid. Demikian pula mubtadi’, diapun dalam melakukan kebid’ahan tidak berpegang
dengan dalil karena kalau berpegang dengan dalil maka ia tidak lagi dinamakan dengan mubtadi’ karena asal
bid’ah adalah mengadakan sesuatu hal yang baru tanpa dalil atau nash.
Taqlid dan bid’ah adalah tempat ketergelinciran yang sangat berbahaya yang menyimpangkan seseorang
dari agama dan aqidah. Karena dua hal tersebut akan menjauhkan pelakunya dari nash Al-Qur’an dan As-Sunnah
yang merupakan sumber kebenaran.
Taqlid dan bid’ah merupakan sebab utama tersesatnya umat terdahulu. Allah Subhannahu wa Ta'ala
menceritakan dalam Al-Qur’an tentang Bani Isra’il yang meminta Musa Alaihissalam untuk menjadikan bagi
mereka satu ilah dari berhala, karena taqlid kepada para penyembah berhala yang pernah mereka lewati.
FirmanNya:
“Dan kami seberangkan Bani Israil keseberang lautan itu, maka setelah mereka sampai pada satu kaum
yang telah menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah ilah
(berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala)!. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu
adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Ilah)! “sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan
yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.” (Al- A’raf: 138-139).
Sekalipun Nabi Musa Alaihissalam melarang dan mencerca mereka dan mereka mengetahui bahwa arca itu
hanyalah bebatuan yang tidak memberi manfaat dan mudlarat, tetapi mereka tetap membikin patung anak sapi dan
menyembahnya.
Hal ini disebabkan karena taqlid yang sudah menimpa diri mereka. Ayat ini sangat jelas menunjukkan
bahaya taqlid dan hubungannya yang sangat erat dengan kebid’ahan bahkan dengan kesyirikan dan kekufuran.
Hal inilah yang merupakan sebab kesesatan Bani Isra’il dan umat lainnya, termasuk sebagian besar ummat
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam .
Terakhir adalah bagaimana cara kita untuk keluar dari bid’ah ini
Jalan keluar dari bid’ah ini telah di gariskan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dalam banyak
hadits. Dan satu di antaranya adalah berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para
Salafus Shahih, , karena mereka adalah orang yang paling besar cintanya kepada Allah dan RasulNya, paling kuat
ittiba’nya, paling dalam ilmunya, dan paling luas pemahamannya terhadap dua wahyu yang mulia tersebut.
Dengan cara ini seorang muslim mampu berpegang teguh dengan agamanya dan bebas dari kotoran yang
mencemari dan terhindar dari semua kebid’ahan yang menyesatkan.
Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan taufiq dan hidayahNya kepada kita semua dan kepada
saudara-saudara kita yang terjerumus dan bergelimang di dalam kebid’ahan. Mudah-mudahan pula Allah
menambah ilmu kita, menganugrahkan kekuatan iman dan takwa untuk bisa tetap istiqomah di atas manhaj yang
hak dan menjalani sisa hidup di jaman yang penuh fitnah ini dengan bimbingan syari’at Muhammadiyah (syariat
yang dibawa oleh Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam ), sampai kita bertemu Allah dengan membawa bekal
husnul khatimah.
Amin ya Rabbal Alamin.

11
Gaya Hidup Islami Dan Gaya Hidup Jahili
Oleh: Surahmat (Yogyakarta)

9‡َ
َ ْ‫َ‡!?ْ َو*َ‡ ِرك‬#‫; ! َو‬
َ ? ُ َ‫ ا‬.ُ ُْ,#
ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1
َ ُ ‫ن‬
 ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ وََأ‬،َُ a َ ْ (ِ )َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬
ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬. َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1
َ ْ ‫َا‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.
َ "ْ -ِ َ Kْ ‫ ِ َأ‬6ِ 1
ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫` َو‬ ! ! Sُ ْ‫` ا‬
! 6ِ  َ‫ ا‬،َaِْ,# ُ ‫ك َو َر‬َ ِ 6ْ 
َ ٍ  1َ ُ
} :،ِ?ْ (ِ Qَ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫ ِ` ا‬9َ َ-Bَ  ُ ‫َ َل ا‬T .‫ن‬ َ ْ,1ُ ِ%ْ Bُ ْ?Qُ -َ َ 
َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ وَا‬،ْ?0ُ -ْ W
َ 0َ #
ْ ‫ َ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ِا‬،َ‫ْن‬,ُ ِ$ ْ ُ ْ ‫َ ا‬G ‫َ "َ َأ‬
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia rahimakumullah
Ada dua hal yang umumnya dicari oleh manusia dalam hidup ini. Yang pertama ialah kebaikan
(al-khair), dan yang kedua ialah kebahagiaan (as-sa’adah). Hanya saja masing-masing orang
mempunyai pandangan yang berbeda ketika memahami hakikat keduanya. Perbedaan inilah yang
mendasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia.
Dalam pandangan Islam gaya hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: 1)
gaya hidup Islami, dan 2) gaya hidup jahili.
Gaya hidup Islami mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu Tauhid. Inilah gaya hidup
orang yang beriman. Adapun gaya hidup jahili, landasannya bersifat relatif dan rapuh, yaitu syirik.
Inilah gaya hidup orang kafir.
Setiap Muslim sudah menjadi keharusan baginya untuk memilih gaya hidup Islami dalam
menjalani hidup dan kehidupan-nya. Hal ini sejalan dengan firman Allah berikut ini:
Artinya: Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang
yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).
Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa bergaya hidup Islami hukumnya wajib atas setiap
Muslim, dan gaya hidup jahili adalah haram baginya. Hanya saja dalam kenyataan justru membuat kita
sangat prihatin dan sangat menyesal, sebab justru gaya hidup jahili (yang diharamkan) itulah yang
melingkupi sebagian besar umat Islam. Fenomena ini persis seperti yang pernah disinyalir oleh
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Beliau bersabda:
ِ ‡َ‫ َو‬:‫َ‡ َل‬A َ .‫(وْ ِم‬G ‡‫س وَا‬ َ ‫َ‡ ِر‬%‫ َآ‬،ِ‫ْ َل ا‬,‡ُ#‫ َ‡ َر‬:َ ‡ْ"Aِ َ .‫ع‬ ٍ ‫رَا‬Fِ ‡ِ* ‡ً‫ ٍ( َو ِذرَا‬6ْ dِ ‡ِ* ‫(ًا‬6ْ )ِ ََ6ْ Tَ ‫ن‬ِ ْ‫ ُ(و‬Aُ ْ ‫ ا‬Fِ N
ْ jَ*ِ ْ`0ِ  ‫ ُأ‬Fَ N
ُ jْ Bَ 90D َ @ُ  َ $‫ْ ُم ا‬,Aُ Bَ 5َ
.(X"1; ،‫ ري  أ*` ه((ة‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.a َ ِ ‫ أُوَـ‬5 ‫س ِإ‬ُ ‫ا‬
Artinya: “Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad
sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada orang yang bertanya, “Ya
Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?” Jawab Beliau, “Siapa lagi kalau bukan mereka?”
(HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah z, shahih).
.‫َ رَى‬Y‡‫ْ ُد وَا‬,‡ُ"َ ْ ‫ َا‬،ِ‫ْ َل ا‬,‡ُ#‫ َ‡ َر‬: ‡َْ Tُ .ْ?‫ْ ُه‬,‡ُ0ُ -ْ 6ِ Bَ b
‰ \
َ (َ 1 ْK ُ ‫ْا‬,ُN َ ‫ْ َد‬,َ 90D َ ‫ع‬ ٍ ‫رَا‬Fِ *ِ ً‫ ٍ( َو ِذرَا‬6ْ d ِ *ِ ‫(ًا‬6ْ )
ِ ْ?Qُ َ6ْ Tَ ‫ن‬ َ َ‫ َْ آ‬ َ َ #
َ   -َ 6ِ 0 0َ َ
.(X"1; ،‫ري‬h‫" ا‬-# `*‫ ري  أ‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.َْ َ :‫َ َل‬T
Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kamu, sejengkal
demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu
mengikuti mereka”. Kami bertanya,”Ya Rasulullah, orang Yahudi dan Nasrani?” Jawab Nabi, “Siapa
lagi?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri z, shahih).
Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah.
Hadits tersebut menggambarkan suatu zaman di mana sebagian besar umat Islam telah
kehilangan kepribadian Islamnya karena jiwa mere-ka telah terisi oleh jenis kepribadian yang lain.
Mereka kehilangan gaya hidup yang hakiki karena telah mengadopsi gaya hidup jenis lain. Kiranya tak
ada kehilangan yang patut ditangisi selain dari kehilangan kepribadian dan gaya hidup Islami. Sebab
apalah artinya mengaku sebagai orang Islam kalau gaya hidup tak lagi Islami malah persis seperti orang
kafir? Inilah bencana kepribadian yang paling besar.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
.(‫ س‬6 *‫  ا‬D‫ داود وأ‬,*‫ أ‬.‫ )روا‬.ْ?ُ ْ ِ ,َ ُ َ ‫ْ ٍم‬,Aَ *ِ َ 6 d َ Bَ َْ
Artinya: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR. Abu
Dawud dan Ahmad, dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu hasan).
Menurut hadits tersebut orang yang gaya hidupnya menyerupai umat yang lain (tasyabbuh)
hakikatnya telah menjadi seperti mereka. Lalu dalam hal apakah tasyabbuh itu?
Al-Munawi berkata: “Menyerupai suatu kaum artinya secara lahir berpakaian seperti pakaian
mereka, berlaku/ berbuat mengikuti gaya mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka”.
Tentu saja lingkup pembicaraan tentang tasyabbuh itu masih cukup luas, namun dalam kesempatan
yang singkat ini, tetap mewajibkan diri kita agar memprihatinkan kondisi umat kita saat ini.
Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah
Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh yang sudah membudaya dan mengakar di masyarakat
kita adalah pakaian Muslimah. Mungkin kita boleh bersenang hati bila melihat berbagai mode busana
Muslimah telah mulai bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah. Hanya saja masih sering kita
menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti yang dikehendaki syari’at. Busana-
busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat sebagai ciri pakaian jahiliyah. Adapun yang lebih
memprihatinkan lagi adalah busana wanita kita pada umumnya, yang mayoritas beragama Islam ini,
nyaris tak kita jumpai mode pakaian umum tersebut yang tidak mengekspose aurat. Kalau tidak
memper-tontonkan aurat karena terbuka, maka ekspose itu dengan menonjolkan keketatan pakaian.
Bahkan malah ada yang lengkap dengan dua bentuk itu; mempertontonkan dan menonjolkan aurat.
Belum lagi kejahilan ini secara otomatis dilengkapi dengan tingkah laku yang -kata mereka- selaras
dengan mode pakaian itu. Na’udzubillahi min dzalik.
Hadirin, marilah kita takut pada ancaman akhirat dalam masalah ini. Tentu kita tidak ingin ada dari
keluarga kita yang disiksa di Neraka. Ingatlah, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah
bersabda:
ٌ‫ ت‬ َ lِ ‡‡َ ٌ‫ ت‬َ "ْ ‡ُِ ٌ‫ِ‡"َ تٌ َ ِرَ‡ ت‬# َ‫َ ءٌ آ‬$‡ِ&‫ َو‬،َ‫ن ِ* َ‡‡ ا‡ س‬ َ ْ,*ُ (ِ 
ْ ‡َ (ِ ‡َA6َ ْ ‫ب ا‬
ِ ‡َ&ْ‫ذ‬jَ‫ط َآ‬ٌ َ"‡ِ# ْ?‡ُ-َ َ ٌ‫ْم‬,‡Tَ ‫ن ِ‡ْ َأهْ‡ ِ ا‡ ِر َ‡?ْ َأ َر ُهَ‡ ؛‬ ِ َ%ْ ‡ِ;
`‡*‫? ‡ أ‬$‡ .‫ )روا‬.‫َا‬F‡َ‫َا َوآ‬F‡َ‫ ْ" َ( ِة آ‬$ ِ ‡َ ْ‡ِ ُ ‡َKْ,0ُ َ َ1 َ ْ ‫ن ِر‬ ‫ َوِإ‬، َ1 َ ْ ‫ن ِر‬َ ْmِ َ 5َ ‫  َ@ َو‬m
َ ْ ‫ ا‬
َ ْ N
ُ َْ 5َ @ِ َlِ َْ ‫ ا‬n ِ h ْ 6ُ ْ ‫ ِ َ ِ@ ا‬#
ْ jَ‫ َآ‬ ُ #ُ ْ‫ُر ُؤو‬
.(X"1; ،‫ه((ة‬
Artinya: “Dua golongan ahli Neraka yang aku belum melihat mereka (di masaku ini) yaitu suatu
kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli manusia dengan cambuk itu. (Yang
kedua ialah) kaum wanita yang berpakaian (tapi kenyataan-nya) telanjang (karena mengekspose
aurat), jalannya berlenggak-lenggok (berpenampilan menggoda), kepala mereka seolah-olah punuk
unta yang bergoyang. Mereka itu tak akan masuk Surga bahkan tak mendapatkan baunya, padahal
baunya Surga itu tercium dari jarak sedemikian jauh”. (HR. Muslim, dari Abu Hurairah z, shahih).
Jika tasyabbuh dari aspek busana wanita saja sudah sangat memporak-porandakan kepribadian
umat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tinggal diam. Sebab di luar sana sudah nyaris seluruh aspek
kehidupan umat bertasyabbuh kepada orang-orang kafir yang jelas-jelas bergaya hidup jahili.
Nah, hadirin rahimakumullah
Sebagai penutup khutbah ini saya mengajak kepada kita semua untuk memperhatikan,
merenungi dan mentaati sebuah firman Allah yang artinya:
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim: 6).

ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬


َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1
َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬
ِ ‡َyْ‫ ا‬
َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U
ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬
ُ ‫كا‬َ ‫*َ َر‬
.ْ?Qُ َ‫َو‬

Khutbah Kedua
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,-ُ &َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡َ َ  ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫)‡ َ ُ َأ‬ْ ‫ َ‡ ُ َوَأ‬aَ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
‡َ‫ } َو‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$
ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C  َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ #َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬U ِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ 
َ ْ(%! Qَ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ‡ َل‬A َ ِ ِْ,‡ُ#‫ َر‬9َ َ ‫ ِم‬ َ$  ‫ ِة وَا‬ َY   ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬ َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َ ْ ‫ُ] ? ا‬
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ Dَ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬
َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ D
َ aَ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡َ َ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ #
َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫ات‬,َ ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
a
َ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# . ‡ً َ‫ ِإ‬ َ "‡ِA0 ُ ْ ِ ‡َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫ ( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$َ Dَ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1
َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬ ! ‫َر‬
.‫ َة‬َY
 ‫ ِ? ا‬Tِ ‫ َوَأ‬.?َ # َ ‫ ِ َو‬6ِ 1ْ; َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ  ُ ‫ ا‬9; َ ‫َو‬

12
Tegakkan Sunnah Hapuskan Bid'ah

Oleh: Muhammad Ihsan Zainuddin

،ُُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡ْ6


َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬
 ‫ َوَأ)ْ‡ َ ُ َأ‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬
ْ ‫ َوَأ‬..ُ (ُ %ِ /ْ 0َ #
ْ ‫ب ِإَ ْ" ِ َوَأ‬
ُ ْ,Bُ ‫ َوَأ‬.ُ (ُ Qُ )
ْ ‫َ َ& ُ َوَأ‬16ْ #
ُ .ُ ُ َ D
ْ ‫ َأ‬،َ"ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1
َ ْ ‫َا‬
.
ِ ْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬
ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ُ -َ 6ِ Bَ َْ 9َ َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ ُ ُ
َ#َ ‫ َو‬ ِ ‫تا‬ ُ ‫َا‬,َY َ َ ،َ‫) ُوْن‬ ِ ‫ ِ ا(ا‬Bِ ,َ َْ ِ ‫ب‬ َ َm0َ #ْ َ ‫ ْ" َ( ٍة‬Y
ِ *َ 9َ َ  ِ ‫ ا‬9َ‫َدَ ِإ‬

.‫ن‬
َ ْ,ُ ِ$
ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬
 Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C
 َD 
َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬
َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫ َل‬Tَ

Amma ba’du.

Kaum Muslimin para hamba Allah yang berbahagia!

Ketahuilah hadirin sekalian bahwa agama Islam pada asalnya sama seperti agama samawiyah
lainnya yang diturunkan Allah, dengannya Allah mengutus para Rasul; yaitu agama yang dibangun di
atas dasar ittiba’ (mengikuti) dan kepatuhan pada apa yang disampaikan Allah dan RasulNya. Sebab
sebuah ajaran tidak dapat disebut Ad-Dien kecuali bila di dalamnya ada kepatuhan pada Allah
Subhannahu wa Ta'ala dan ittiba’ pada apa yang diserukan oleh RasulNya.

Dan sebaik-baik petunjuk yang harus ditempuh oleh orang –orang yang mengharapkan kejayaan,
sebaik-baik jalan yang mesti dilalui oleh orang-orang shaleh adalah: petunjuk dan jalan yang digariskan
oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam kepada umatnya. Tidak ada lagi pertunjuk yang lebih baik
dari pada petunjuk beliau. Tidak ada lagi jalan hidup yang lebih lurus selain dari pada jalan hidup yang
beliau tempuh.

“ Dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah, bagi orang-orang yang yakin.”
(Al-Maidah: 50)
Namun ternyata iblis -la’natullah ‘alaihi- tidak pernah berhenti menyesatkan anak cucu Adam.
Dengan berbagai cara tipu muslihat ia mencoba memalingkan mereka dari cahaya ilmu lalu
membiarkan mereka tersesat dan kebingungan dalam gelapnya kebodohan. Dari situlah iblis kemudian
memasukkan hal-hal yang secara lahiriah adalah perbuatan baik/amal shaleh ke dalam agama namun
sebenarnya ia tidak pernah dituntunkan Allah dan RasulNya. Muncullah berbagai keyakinan dan amalan
yang tidak pernah diajarkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam Lahirlah i’tiqad dan perbuatan
yang tak pernah dikenal oleh generasi terbaik ummat ini; generasi As-Salafus shalih ridlwanullah
‘alaihim, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

ْ?‫ َوِإ ‡‡ ُآ‬،ِF‡ K


ِ ‫َا‬,  ِ* ‡‡َ "ْ َ
َ ‫ْا‬,
G ‡
َ ،َ"ْ ! ِ ‡ ْ َ ْ ‫ ا‬
َ ْ ِ ‡ )
ِ ‫‡‡ ِء ا(ا‬%َ َh
ُ ْ ‫ ‡  ِ@ ا‬#
ُ ‫`ْ َو‬0ِ  $
ُ ‡ *ِ ْ?Qُ "ْ ‡ َ-َ َ ،‫ ْ" ‡(ًا‬Iِ ‫ ً ‡‡ َآ‬
َ 0ِ N
ْ ‫ َ"(َى ا‬$ َ ‡ َ ْ?Qُ ْ ‡ ِ ْŠ‡ -ِ َ ْ‡ َ ُ ‡ & ‫ِإ‬
.ٌ@َ
َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ  ‫ن ُآ‬ _ِ َ ،ِ‫ْر‬,ُ Sُ ْ‫ت ا‬ ِ َ]َ 1
ْ ُ ‫َو‬

“ Sesungguhnya barangsiapa yang hidup di antara kalian maka ia akan melihat perselisihan yang
banyak, (maka saat itu) ikutilah sunnahku dan sunnah para khulafa’ Ar-rasyiddin yang mendapatkan
hidayah, gigitlah (sunnah)dengan gigi-gigi geraham (berpegang teguh), dan jauhilah perkara-
perkara yang dibuat-buat (dalam agama), karena setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud dan
At-Tarmidzi ia katakan hadits hasan shahih)

Yang dimaksud dengan bid’ah adalah segala perkara yang dibuat-buat dalam agama yang sama
sekali tidak memiliki dasar dalam syari’ah . Dan barangsiapa yang mencoba melakukan hal ini, maka ia
akan masuk dalam ancaman Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :

.‫ َر }د‬,َ ُ َ ُ ْ ِ P
َ "ْ َ َ ‫َا‬F‫ث ِ` َأ ْ ِ(&َ َه‬
َ َ D
ْ ‫َْ َأ‬

“ Barangsiapa yang membuat-buat hal baru dalam urusan (agama) kami, apa-apa yang tidak ada
keterangan darinya maka ia itu tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan riwayat Muslim yang lain, beliau bersabda:

.‫ َر }د‬,َ ُ َ َ&(ُ ْ ‫َ ْ" ِ َأ‬


َ P
َ "ْ َ
ً َ 
َ َ ِ 
َ َْ

“ Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak dilandasi/sesuai dengan keterangan
kami, maka ia itu tertolak.”

Para hamba Allah yang berbahagia.

Hadits yang baru saja kita simak ini merupakan dasar terpenting dalam ajaran Islam. Hadits ini
merupakan standar yang harus digunakan untuk mengukur dan menilai sebuah amalan secara
lahiriah, sehingga -berdasarkan hadits ini- amalan apapun dilemparkan kembali kepada pelakunya.
Sehingga berdasarkan hadits ini pula perbuatan apa pun yang diada-adakan dalam Islam bila tidak
diizinkan oleh Allah dan RasulNya, maka tidaklah boleh dikerjakan; bagaimanapun baik dan
bergunanya menurut akal kita. Imam Nawawy menjelaskan bahwa hadits yang mulia ini adalah salah
satu hadits penting yang harus dihafal dan digunakan untuk membantah dan membatalkan segala bentuk
kemungkaran dalam Islam.

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah!

Sesungguhnya perilaku bid’ah dan segala perilaku yang mengarah pada penambahan terhadap
ajaran Islam adalah tindakan kejahatan yang amat sangat nyata. Bila kejahatan bid’ah ini dilakukan
maka “kejahatan-kejahatan” lain yang akan muncul, di antaranya:

Perilaku bid’ah menunjukkan bahwa pelakunya telah berprasanga buruk (suudhan)terhadap


Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya yang telah menetapkan risalah Islam, karena pelaku
bid’ah telah menganggap bahwa agama ini belumlah sempurna sehingga perlu diberikan ajaran-ajaran
tambahan agar lebih sempurna. Itulah sebabnya Imam Malik bin Anas rahimahullah pernah berkata:
“Barangsiapa yang membuat-buat sebuah bid’ah dalam Islam yang ia anggap baik, maka sungguh ia
telah menuduh Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam telah mengkhianati risalah yang diturunkan
Allah padaNya, karena Allah berfirman:
“ Pada hari ini telah Kusempurnakan buat kalian dien kalian, dan telah kucukupkan atas kalian
nikmatKu, dan telah Aku relakan Islam sebagai agama kalian.” (QS. Al-Maidah:3)

Oleh karena itu, apapun yang pada saat itu tidak temasuk dalam Ad-Dien maka hari inipun ia tak
dapat dijadikan (sebagai bagian) Ad-Dien.

Disamping itu, berdasarkan point pertama maka dampak negatif lain dari perilaku bid’ah adalah
bahwa hal ini akan mengotori dan menodai keindahan syari’ah Islam yang suci dan telah
disempurnakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala . Perbuatan ini akan memberikan kesan bahwa Islam
tidaklah pantas menjadi pedoman hidup karena ternyata belum sempurna.

Perbuatan bid’ah juga akan mengakibatkan terhapusnya dan hilangnya syi’ar-syi’ar As Sunnah
dalam kehidupan umat Islam. Hal ini disebabkan tidak ada satupun bid’ah yang muncul dan menyebar
melainkan sebuah sunnah akan mati bersamanya, sebab pada dasarnya bid’ah itu tidak akan muncul
kecuali bila As-Sunnah telah ditinggalkan. Sahabat Nabi yang mulia, Ibnu Abbas Rahimahullaah pernah
menyinggung hal ini dengan mengatakan:

.@ُ  $
G ‫ت ا‬
َ ْ,ُ Bَ ‫ ُ@ َو‬
َ ْ6ِ ْ ‫"َ ا‬1
ْ Bَ 90D
َ @ً  #
ُ ِ "ْ ِ ‫ْا‬,Bُ َ ‫ ً@ َوَأ‬
َ ْ*ِ ِ "ْ ِ ‫ْا‬,]ُ َ D
ْ ‫ َأ‬5 ‫س َ مٌ ِإ‬
ِ ‫ ا‬9ََ 9َB‫َ َأ‬

“ Tidaklah datang suatu tahun kepada ummat manusia kecuali mereka membuat-buat sebuah
bid’ah di dalamnya dan mematikan As-Sunnah, hingga hiduplah bid’ah dan matilah As-Sunnah.”

Tersebarnya bid’ah juga akan menghalangi kaum Muslimin untuk memahami ajaran-ajaran agama
mereka yang shahih dan murni. Hal ini tidaklah mengherankan, karena ketika mereka melakukan bid’ah
tersebut maka saat itu mereka tidak memandangnya sebagai sesuatu yang salah, mereka justru
meyakininya sebagai sesuatu yang benar dan termasuk dalam ajaran Islam. Hingga tepatlah kiranya apa
yang dinyatakan oleh Imam Sufyan Ats Tsaury:

. َْ ِ ‫ب‬
ُ َ0ُ 5َ @ُ 
َ ْ6ِ ْ ‫ب ِ َْ وَا‬
ُ َ0ُ @ُ "َ Y
ِ -ْ َ ْ ‫ َا‬.@ِ "َ Y
ِ -ْ َ ْ ‫ ا‬
َ ِ P
َ "ْ ِ*ْ ‫ ِإ‬9َ‫ ِإ‬b
G D
َ ‫ ُ@ َأ‬
َ ْ6ِ ْ ‫َا‬

“ Bid’ah itu lebih disenangi oleh syaitan dari pada perbuatan maksiat, karena perbuatan maksiat
itu (pelakunya) dapat bertaubat (karena bagaimanapun ia meyakini bahwa perbuatannya adalah dosa)
sedangkan bid’ah (pelakunya) sulit untuk bertaubat (karena ia melakukannya dengan keyakinan hal itu
termasuk ajaran agama, bukan dosa).

Hadirin yang dimuliakan oleh Allah!

Dengan demikian jelaslah sudah bahwa perbuatan bid’ah adalah tindak kejahatan yang sangat
nyata terhadap syari’at Islam yang suci dan telah disempurnakan oleh Allah. Dan tidak ada jalan lain
untuk membasmi hal tersebut kecuali dengan mendalami dan melaksanakan sunnah Nabi Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Salam , tidak ada penyelesaian lain kecuali dengan mengembalikan semua
perkara kepada hukum Allah dan RasulNya.

“ Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah ia, dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari
jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.” (Al-An’am: 153)

Bid’ah adalah gelombang taufan yang dapat menenggelam-kan siapapun, dan As-Sunnah yang
shahihah adalah “bahtera Nuh”; siapapun yang mengendarainya akan selamat dan siapa yang
meninggalkannya akan tenggelam.

Kaum Muslimin, para hamba Allah yang berbahagia!

Setiap jalan selain jalan Allah disitu terdapat syetan yang akan selalu mengajak dan menanamkan
rasa cinta kepada perilaku bid’ah lalu perlahan-lahan menjauhkan kita dari As-Sunnah. Ini adalah salah
satu langkah syetan dimana secara bertahap ia membisikkan syubhat-syubhat itu ke dalam amal nyata;
baik dengan mengurangi atau menambah i’itiqad maupun amalan yang tak pernah dituntunkan oleh
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Sangat banyak kaum Muslimin yang jatuh dan menjadi
korban; syetanpun telah memperoleh kemenangan “peperangan” ini dalam banyak kesempatan;
baik ketika seorang hamba meyakini i’tiqad tertentu yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah atau
ketika seorang hamba mengerjakan amalan ibadah tertentu yang tidak pernah digariskan dalam risalah
Al-Islam.

Namun Ahlus Sunnah wal Jama’ah satu-satunya golongan yang selamat dan satu-satunya
kelompok yang akan dimenangkan Allah telah menetapkan Kitabullah dan Sunnah RasulNya ke dalam
lubuk hati mereka yang paling dalam.

Nasihat Allah dan Rasulnya telah tersimpan abadi dalam jiwa-jiwa mereka. Allah Yang Maha
Bijaksana telah menanamkan dalam hati mereka keyakinan akan kesempurnaan Ad-Dien ini, bahwa
kebahagiaan dan ketenangan yang hakiki hanyalah dicapai bila berpegang teguh kepada Wahyu Allah
dan Sunnah RasulNya, sebab apapun selain keduanya adalah kesesatan dan kebinasaan! Sebab segala
kebaikan terdapat dalam ittiba’ kepada kaum salaf dan segala keburukan terdapat dalam perilaku bid’ah
kaum Khalaf!

Hadirin yang berbahagia dan dirahmati Allah!

Akhirnya, saya kembali mengulang wasiat untuk selalu bertaqwa kepada Allah Subhannahu wa
Ta'ala. Waspadailah segala perilaku bid’ah, yang kecil maupun yang besar dalam Ad-Dien ini karena ia
akan menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengerjakanya hingga hari Kiamat.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

. ً "ْ )
َ ْ?‫… ِْ َأوْزَا ِر ِه‬
ُ Aَ ْ ُ 5َ @ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ ِ َ ِ*َ ِإ‬
َ َْ ‫َ ْ" ِ ِوزْ ُرهَ َو ِوزْ ُر‬
َ ‫ن‬
َ َ‫ !" َ ً@ آ‬#
َ @ً  #
ُ 
#
َ َْ

“ Barangsiapa yang mempelopori perbuatan buruk maka ia akan menanggung dosanya dan dosa
orang-orang yang mengerjakannya hingga hari qiamah tanpa dikurangi dari dosa-dosa mereka
sedikitpun.” (HR. Muslim)

Hendaklah setiap Muslim yang merasa takut kepada Rabb-nya, selalu memperhatikan perbuatan
dan amalnya, akan kemanakah kakinya melangkah? Karena boleh jadi ia meletakkan kakinya dijalan
yang salah tanpa disadari.
Marilah kita menanamkan tekad sebesar-besarnya untuk mengkaji, mendalami, melaksanakan dan
menda’wakan As-Sunnah disetiap lapangan kehidupan kita, agar tidak ada lagi bid’ah-bid’ah yang
menodai kehidupan kita, sehingga menghalangi kaum Muslimin untuk meraih kejayaannya. Insya’
Allah.

ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬


َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1
َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬
ِ ‡َyْ‫ ا‬
َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U
ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(ُAْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬
ُ ‫كا‬َ ‫*َ َر‬
.ْ?Qُ َ‫َو‬

Khutbah Kedua

ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬


ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! #َ ِْ َ‫َ و‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ ْ/0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ
َ ‫‡ ٍ َو‬1
َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡َ
َ ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬ ‫ َ‡ ُ َوَأ)ْ‡ َ ُ َأ‬a َ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡Dْ ‫ َو‬ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ أَن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
‡َ‫ } َو‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C
 َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ #َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
9‡َ َ ‫ ِم‬
َ$  ‡‫ ِة وَا‬َY   ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َ
ْ ‫ ُ] ? ا‬.{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬U
ِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ َ ْ(%! Qَ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !#َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY
َ ُ ُ 0َ Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ َل‬A َ ِ ِْ,# ُ ‫َر‬

‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ Dَ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1
َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬
َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ D
َ a َ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡َ
َ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1َ ُ
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ #
َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
a
َ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# . ‡ً َ‫ ِإ‬ َ "‡ِA0 ُ ْ ِ ‡َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫ ( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬Fَ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ Dَ ‫ َ( ِة‬Nِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1
َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9ََ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬! ‫َر‬

‫ َة‬
َY
 ‫ ِ? ا‬Tِ ‫ َوَأ‬.?َ #
َ ‫ ِ َو‬6ِ 1
ْ;
َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ
َ ‫  ٍ َو‬1
َ ُ 9َ
َ 
ُ ‫ ا‬9;
َ ‫َو‬

13
Dahsyatnya Gelombang Penghancur Iman Dan Akhlaq
Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz
ُ ْ ِ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ َُ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬

ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ‫ي‬ َ ‡‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ‡ِ;ْ‫س ُأو‬ ُ ‡‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫َ َ ُ َوَأ‬aْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ Dْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ْا‬,‡ُAB ‫س ا‬ُ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,Aُ 0 ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ

َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬Kَ ْ‫َ ِ َْ َزو‬CَN َ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫َر‬
ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&‫ُ‡?ْ ُذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ ْ ‫ُ?ْ َأ‬Qَ ْXِY ْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ َ ‫ن‬ َ َ‫آ‬
. ً"ْ Uَِ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1 ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬
ِ َْ ْ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ِ َو‬6ِ 1ْ; َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ َ"! 6ِ &َ 9ََ ْ?!# َ ‫; ! َو‬
َ ? ُ َ‫ ا‬.‫ ا ِر‬9ِ @ٍ َ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
Ada gelombang dahsyat yang menimpa ummat Islam sedunia, yaitu gelombang budaya
jahiliyah yang merusak akhlaq dan aqidah manusia yang disebarkan lewat televisi dan media lainnya.
Gelombang itu pada hakekatnya lebih ganas dibanding senjata-senjata nuklir yang sering dipersoalkan
secara internasional. Hanya saja gelombang dahsyat itu karena sasarannya merusak akhlaq dan aqidah,
sedang yang paling menjunjung tinggi akhlaq dan aqidah itu adalah Islam, maka yang paling prihatin
dan menjadi sasaran adalah ummat Islam. Hingga, sekalipun gelombang dahsyat itu telah melanda
seluruh dunia, namun pembicaraan hanya sampai pada tarap keluhan para ulama dan Muslimin yang
teguh imannya, serta sebagian ilmuwan yang obyektif.
Gelombang dahsyat itu tak lain adalah budaya jahiliyah yang disebarkan lewat aneka media
massa, terutama televisi, VCD/ CD, radio, majalah, tabloid, koran,dan buku-buku yang merusak akhlak.
Dunia Islam seakan menangis menghadapi gelombang dahhsyat itu. Bukan hanya di Indonesia,
namun di negara-negara lain pun dilanda gelombang dahsyat yang amat merusak ini.
Di antara pengaruh negatif televisi adalah membangkitkan naluri kebinatangan secara dini... dan
dampak dari itu semua adalah merosotnya akhlak dan kesalahan yang sangat mengerikan yang
dirancang untuk menabrak norma-norma masyarakat. Ada sejumlah contoh bagi kita dari pengkajian
Charterz (seorang peneliti) yang berharga dalam masalah ini di antaranya ia berkata: “Sesungguhnya
pembangkitan syahwat dan penayangan gambar-gambar porno, dan visualisasi (penampakan gambar)
trik-trik porno, di mana sang bintang film menanamkan rasa senang dan membangkitkan syahwat bagi
para penonton dengan cara yang sangat fulqar bagi kalangan anak-anak dan remaja itu amat sangat
berbahaya.”
Peneliti ini telah mengadakan statistik kumpulan film-film yang ditayangkan untuk anak-anak
sedunia, ia mendapatkan bahwa:
• 29,6% film anak-anak bertemakan seks
• 27,4% film anak-anak tentang menanggulangi kejahatan
• 15% film anak-anak berkisar sekitar percintaan dalam arti syahwat buka-bukaan.
Terdapat pula film-film yang menampilkan kekerasan yang menganjurkan untuk balas dendam,
memaksa, dan brutal.
Hal itu dikuatkan oleh sarjana-sarjana psikologi bahwa berlebihan dalam menonton program-
program televisi dan film mengakibatkan kegoncangan jiwa dan cenderung kepada sifat dendam dan
merasa puas dengan nilai-nilai yang menyimpang. (Thibah Al-Yahya, Bashmat ‘alaa waladi/ tanda-
tanda atas anakku, Darul Wathan, Riyadh, cetakan II, 1412H, hal 28).
Jangkauan lebih luas
Apa yang dikemukakan oleh peneliti beberapa tahun lalu itu ternyata tidak menjadi peringatan
bagi para perusak akhlaq dan aqidah. Justru mereka tetap menggencarkan program-programnya dengan
lebih dahsyat lagi dan lebih meluas lagi jangkauannya, melalui produksi VCD dan CD yang ditonton
oleh masyarakat, dari anak-anak sampai kakek- nenek, di rumah masing-masing. Gambar-gambar yang
merusak agama itu bisa disewa di pinggir-pinggir jalan atau dibeli di kaki lima dengan harga murah.
Video dan komputer/ CD telah menjadi sarana penyaluran budaya kaum jahili untuk merusak akhlaq
dan aqidah ummat Islam. Belum lagi situs-situs porno di internet.
Budaya jahiliyah itu jelas akan menjerumuskan manusia ke neraka. Sedangkan Allah
Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan kita agar menjaga diri dan keluarga dari api Neraka. Firman
Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahriim: 6).
Sirkulasi perusakan akhlaq dan aqidah
Dengan ramainya lalulintas tayangan yang merusak aqidah dan akhlaq lewat berbagai jalur itu
penduduk dunia -dalam pembicaraan ini ummat Islam-- dikeroyok oleh syetan-syetan perusak akhlaq
dan aqidah dengan aneka bentuk. Dalam bentuk gambar-gambar budaya jahiliyah, di antaranya
disodorkan lewat televisi, film-film di VCD, CD, bioskop, gambar-gambar cetak berupa foto, buku,
majalah, tabloid dsb. Bacaan dan cerita pun demikian.
Tayangan, gambar, suara, dan bacaan yang merusak aqidah dan akhlaq itu telah mengeroyok
Muslimin, kemudian dipraktekkan langsung oleh perusak-perusak aqidah dan akhlaq dalam bentuk diri
pribadi, yaitu perilaku. Lalu masyarakatpun meniru dan mempraktekkannya. Sehingga praktek dalam
kehidupan sehari-hari yang sudah menyimpang dari akhlaq dan aqidah yang benar itupun mengepung
ummat Islam.
Dari sisi lain, praktek tiruan dari pribadi-pribadi pendukung kemaksiatan itupun diprogramkan
pula untuk dipompakan kepada masyarakat dengan aneka cara, ada yang dengan paksa, misalnya
menyeragami para wanita penjaga toko dengan pakaian ala jahiliyah. Sehingga, ummat Islam didesak
dengan aneka budaya yang merusak aqidah dan akhlaq, dari yang sifatnya tontonan sampai praktek
paksaan.
Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam memperingatkan agar ummat Islam tidak
mematuhi suruhan siapapun yang bertentangan dengan aturan Allah swt. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Salam Bersabda:
.(٢٠١٩١ .$ ` D‫ أ‬.‫ )روا‬.9َ َ-Bَ ‫ك َو‬
َ ‫َ َر‬6Bَ 
ِ ‫ َ" ِ@ ا‬Y
ِ -ْ َ ْ` ِ ‫ق‬
ٍ ْ,ُh
ْ َ ِ @َ َ َp 5َ
“Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam maksiat pada Allah Tabaraka wa Ta’ala.” ( Hadits
Riwayat Ahmad, dalam Musnadnya nomor 20191).
Sikap Ummat Islam
Masyarakat Muslim pun beraneka ragam dalam menghadapi kepungan gelombang dahsyat itu.
Golongan pertama, prihatin dengan bersuara lantang di masjid-masjid, di majlis-majlis ta’lim dan
pengajian, di tempat-tempat pendidikan, dan di rumah masing-masing. Mereka melarang anak-anaknya
menonton televisi karena hampir tidak diperoleh manfaat darinya, bahkan lebih besar madharatnya.
Mereka merasakan kesulitan dalam mendidikkan anak-anaknya. Kemungkinan, tinggal sebagian
pesantrenlah yang relatif lebih aman dibanding pendidikan umum yang lingkungannya sudah tercemar
akhlaq buruk.
Ummat Islam adalah golongan pertama yang ingin mempertahan-kan aqidah dan akhlaq anak-
anaknya itu, di bumi zaman sekarang ini ibarat orang yang sedang dalam keadaan menghindar dari
serangan musuh. Harus mencari tempat perlindungan yang sekira-nya aman dari aneka “peluru” yang
ditembakkan. Sungguh!
Golongan kedua, Ummat Islam yang biasa-biasa saja sikapnya. Diam-diam masyarakat
Muslim yang awam itu justru menikmati aneka tayangan yang sebenarnya merusak akhlaq dan aqidah
mereka dengan senang hati. Mereka beranggapan, apa-apa yang ditayangkan itu sudah lewat sensor,
sudah ada yang bertanggung jawab, berarti boleh-boleh saja. Sehingga mereka tidak merasa risih
apalagi bersalah. Hingga mereka justru mempersiap-kan aneka makanan kecil untuk dinikmati sambil
menonton tayangan-tayangan yang merusak namun dianggap nikmat itu. Sehingga mereka pun
terbentuk jiwanya menjadi penggemar tayangan-tayangan itu, dan ingin mempraktekkannya dalam
kehidupan. Tanpa disarari mereka secara bersama-sama dengan yang lain telah jauh dari agamanya.
Golongan ketiga, masyarakat yang juga mengaku Islam, tapi lebih buruk dari sikap orang awam
tersebut di atas. Mereka berangan-angan, betapa nikmatnya kalau anak-anaknya menjadi pelaku-pelaku
yang ditayangkan itu. Entah itu hanya jadi penjoget di belakang penyanyi (namanya penjoget latar), atau
berperan apa saja, yang penting bisa tampil. Syukur-syukur bisa jadi bintang top yang mendapat
bayaran besar. Mereka tidak lagi memikir tentang akhlaq, apalagi aqidah. Yang penting adalah hidup
senang, banyak duit, dan serba mewah, kalau bisa agar terkenal. Untuk mencapai ke “derajat” itu,
mereka berani mengorbankan segalanya termasuk apa yang dimiliki anaknya. Na’udzubillaah. Ini sudah
bukan rahasia lagi bagi orang yang tahu tentang itu. Na’udzu billah tsumma na’udzu billah.
Golongan pertama yang ingin mempertahankan akhlaq dan aqidah itu dibanding dengan
golongan yang ketiga yang berangan-angan agar anaknya ataupun dirinya jadi perusak akhlaq dan
aqidah, boleh jadi seimbang jumlahnya. Lantas, golongan ketiga --yang ingin jadi pelaku perusak
akhlaq dan aqidah itu-- digabung dengan golongan kedua yang merasa nikmat dengan adanya tayangan
maksiat, maka terkumpullah jumlah mayoritas. Hingga Muslimin yang mempertahankan akhlaq dan
aqidah justru menjadi minoritas.
Itu kenyataan. Buktinya, kini masyarakat jauh lebih meng-unggulkan pelawak daripada ulama’.
Lebih menyanjung penyanyi dan penjoget daripada ustadz ataupun kiyai. Lebih menghargai bintang
film daripada guru ngaji. Dan lebih meniru penjoget daripada imam masjid dan khatib.
Ungkapan ini secara wajar tampak hiperbol, terlalu didramatisir secara akal, tetapi justru secara
kenyataan adalah nyata. Bahkan, bukan hanya suara ulama’ yang tak didengar, namun Kalamullah pun
sudah banyak tidak didengar. Sehingga, suara penyayi, pelawak, tukang iklan dan sebagainya lebih
dihafal oleh masyarakat daripada Kalamullah, ayat-ayat Al-Quran. Fa nastaghfirulaahal ‘adhim.
Tayangan-tayangan televisi dan lainnya telah mengakibatkan berubahnya masyarakat secara
drastis. Dari berakhlaq mulia dan tinggi menjadi masyarakat tak punya filter lagi. Tidak tahu mana yang
ma’ruf (baik) dan mana yang munkar (jelek dan dilarang). Bahkan dalam praktek sering mengutamakan
yang jelek dan terlarang daripada yang baik dan diperintahkan oleh Allah SWT.
Berarti manusia ini telah merubah keadaan dirinya. Ini mengakibatkan dicabutnya ni’mat Allah
akibat perubahan tingkah manusia itu sendiri, dari baik menjadi tidak baik. Allah Subhannahu wa Ta'ala
berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d/ 13:11).
Mencampur kebaikan dengan kebatilan
Kenapa masyarakat tidak dapat membedakan kebaikan dan keburukan? Karena “guru utama
mereka” adalah televisi. Sedang program-program televisi adalah menampilkan aneka macam yang
campur aduk. Ada aneka macam kebohongan misalnya iklan-iklan yang sebenarnya bohong, tak sesuai
dengan kenyataan, namun ditayangkan terus menerus. Kebohongan ini kemudian dilanjutkan dengan
acara tentang ajaran kebaikan, nasihat atau pengajian agama. Lalu ditayangkan film-film porno,
merusak akhlaq, merusak aqidah, dan menganjurkan kesadisan. Lalu ditayangkan aneka macam
perkataan orang dan berita-berita yang belum tentu mendidik. Sehingga, para penonton lebih-lebih
anak-anak tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Masyarakat pun demikian.
Hal itu berlangsung setiap waktu, sehingga dalam tempo sekian tahun, manusia Muslim yang tadinya
mampu membedakan yang haq dari yang batil, berubah menjadi manusia yang berfaham menghalalkan
segala cara, permissive atau ibahiyah, apa-apa boleh saja.
Munculnya masyarakat permissive itu karena adanya penyingkiran secara sistimatis terhadap
aturan yang normal, yaitu larangan mencampur adukkan antara yang haq (benar) dan yang batil. Yang
ditayangkan adalah jenis pencampur adukan yang haq dan yang batil secara terus menerus, ditayangkan
untuk ditonton oleh masyarakat. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala telah melarang pencampur
adukan antara yang haq dengan yang batil:
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu
sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 42).
Dengan mencampur adukkan antara yang benar dengan yang batil secara terus menerus,
akibatnya mempengaruhi manusia untuk tidak menegakkan yang haq/ benar dan menyingkirkan yang
batil. Kemudian berakibat tumbuhnya jiwa yang membolehkan kedua-duanya berjalan, akibatnya lagi,
membolehkan tegaknya dan merajalelanya kebatilan, dan akibatnya pula menumbuhkan jiwa yang
berpandangan serba boleh. Dan terakhir, tumbuh jiwa yang tidak bisa lagi membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk. Lantas, kalau sudah tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk, mana yang haq dan mana yang batil, lantas keimanannya di mana?
Menipisnya keimanan itulah bencana yang paling parah yang menimpa ummat Islam dari
proyek besar-besaran dan sistimatis serta terus menerus yang diderakan kepada ummat Islam sedunia.
Yaitu proyek mencampur adukkan antara kebaikan dan keburukan lewat aneka tayangan. Apakah upaya
kita untuk membentengi keimanan kita?
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬ ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ وَِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U
ِ -َ ْ ‫ن ا‬ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.ْ?Qُ َ‫َو‬
Khutbah Kedua
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َ ِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْرِ َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫"ْ ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡َ َ  ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫ َ‡ ُ َوَأ)ْ‡ َ ُ َأ‬a َ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ أَن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
‡َ‫ } َو‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$
ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C  َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ #َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬U ِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ 
َ ْ(%! Qَ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ‡ َل‬A َ ِ ِْ,‡ُ#‫ َر‬9َ َ ‫ ِم‬ َ$  ‫ ِة وَا‬ َY   ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬ َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َ ْ ‫ُ] ? ا‬
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ Dَ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ D
َ a َ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡ََ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ #
َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
aَ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# . ‡ً َ‫ ِإ‬ َ "‡ِA0 ُ ْ ِ ‡َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫ ( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$َ Dَ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬ ! ‫َر‬
‫ َة‬
َY ‫ ِ? ا‬Tِ ‫ َوَأ‬.?َ # َ ‫ ِ َو‬6ِ 1 ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ  ُ ‫ ا‬9; َ ‫َو‬

14
Masalah Mengada-ada Dalam Beribadah
Oleh: Drs. M. Joko Winarto


َ ‡َ ِْ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ
ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ُ َو‬.ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫َا‬
‡‫ َأ‬.
َ "ْ ‡ِ-َ K
ْ ‫َ ِ* ِ َأ‬1‡ْ;‫ <ِ‡ ِ َوَأ‬9‡َ
َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ?!‡َ#‫ اَ ُ ? ;َ‡ ! َو‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1
َ ُ ‫ن‬
 ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ ا َوَأ‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫هَ ِد‬
‫ُ؛‬-ْ *َ
.‫ن‬
َ ُْ ِ

ْ  ُْ َ‫ ِإ !" َوأ‬$


! %ُ ُْ %َ "َ ‫ ِ& َو‬%ِ َ%ُ ' !( َ  َ ‫ُا ا‬%! ‫ ا‬،ِ‫
ْ ِ َ ْ َى ا‬ ِ ْ َ ‫ ْ ُْ َو‬ ِ ْ‫ ُأو‬،ِ‫َ َد ا‬ ِ ََ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Di dalam menjalankan dan menegakkan Islam, kita tinggal mengikuti syari’at yang jelas, yang
telah disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dalam Al-Qur’an dan Sunah
Rasul dan dijelaskan oleh para sahabat, tabi’ien, dan tabi’it-tab’ien. Tapi apa yang terjadi sekarang?
Sebagian orang malah membuat syari’at sendiri, tidak puas dengan syariat yang telah disampaikan oleh
Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam. Mereka cenderung untuk menyimpang dari syari’at.
Ironisnya hal itu justru mereka anggap dan mereka yakini sebagai kebenaran. Padahal Allah telah
berfirman dalam surat Al-An’am 153:

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari
jalanNya, yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa” (Al-An’am:153).

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah, dan ber-taqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”
(Al-Hasyr: 7).

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Mengapa disaat sekarang ini semakin ngetren, berbangga-bangga dengan syariat yang diada-
adakan dalam beribadah maupun aqidah padahal sudah menjadi ketetapan bahwa cara-cara yang sah
untuk menyembah Allah Subhannahu wa Ta'ala telah ditetapkanNya dan telah disampaikan oleh
RasulNya. Maka setiap peribadatan dan penetapan hukum haruslah berdasarkan Al-Qur’an atau
ketetapan Rasul. Seseorang tidak boleh menambah-nambahi menurut kemauannya sendiri.

Nah, sekarang seperti memperingati orang mati (tahlilan) dengan upacara pesta dan bacaan-
bacaan tertentu pada waktu-waktu tertentu yakni hari ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, seribu
hari dst, menanam kepala kerbau guna keselamatan bangunan, sesaji untuk menolak balak, maulidan,
ratiban, nujuh bulan (pitonan), berjanjen, manakib, berbagai macam shalawat yang menyimpang
(Shalawat Nariyah, Ya Rabbibil Musthofa .. dll), melakukan penginjakan (pecah telur) pengantin saat
dipertemukan, melakukan penerobosan di bawah keranda (mayat) bagi ahli waris, meminta do’a pada
isi kubur, puji-pujian menjelang shalat fardhu, puasa mutih, nisfu sya’ban, sadranan, dzikir dengan
goyangan dan diiringi rebana, sedekah bumi, sedekah laut, mencari petunjuk dengan tidur di kuburan,
menjalankan tirakat, dan berkecimpung dalam tasawuf. Apakah ini semua sesuai dengan Al-Qur’an dan
As-Sunah? Jawabannya adalah hal-hal tersebut tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu
alaihi wa Salam dan tidak diperintahkan oleh Allah. Lantas bagaimana dengan sebagian orang yang
melaksanakan hal-hal terebut? orang-orang tersebut telah menjalankan hal yang tidak diperintahkan
Allah dan tak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam . Dalam istilah
agama mereka telah menjalankan kebid’ahan (sesuatu yang diada-adakan dalam urusan agama).

Rasullullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:


.(‫ي‬F(0‫ داود وا‬,*‫ أ‬.‫ )روا‬.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬
َ\
َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬
َ\
َ @ٍ 
َ ْ*ِ  ‫@ٌ َو ُآ‬
َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1
ْ ُ  ‫ن ُآ‬
 _ِ َ ‫ْ ِر‬,ُ Sُ ْ‫ت ا‬
ِ َ]َ 1
ْ ُ ‫ِإ ُآ?ْ َو‬

“Jauhilah perkara-perkara baru, karena setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah
adalah kesesatan, dan setiap kesesatan masuk dalam Neraka” (Diriwayatkan Abu Daud dan At-
Tirmidzi, dia berkata hadits hasan shahih).
.(?$‫ ري و‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.‫ َر }د‬,َ ُ َ ُ ْ ِ P
َ "ْ َ َ َ&(ِ ْ ‫ث ِ `ْ َأ‬
َ َ D
ْ ‫َْ َأ‬

“Barangsiapa mengada-adakan pada perkara (agama) kami ini, sesuatu yang bukan darinya,
maka ia adalah tertolak” (diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim).
“Barangsiapa melakukan amalan, yang tidak ada keterangannya dari kami, maka amalan itu
tertolak” (Diriwayatkan Muslim).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Dari hadits-hadits ini sangat jelas bahwa semua bid’ah pada agama, hukumnya adalah haram,
sesat dan tertolak. Oleh karena itu, kita harus menjaga kemurnian aqidah Islamiyah. Apapun yang tidak
sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-shahihah maka wajib ditinggalkan atau ditolak. Apabila
seseorang tetap mengikuti ajaran yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-shahihah,
maka akan menyesal dan rugi sebesar-besarnya di akhirat kelak. Walaupun di dunia bisa jadi dinilai
oleh sesama sebagai orang yang hidup bermasyarakat dan banyak konco-konconya, banyak yang
mengikutinya, dan banyak pengayomnya, tapi apa yang terjadi di akhirat, kesemuanya akan mendapat
dan menerima balasan dari Allah, setimpal dengan kemaksiatan dan kesesatannya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Oleh karena itu, marilah kita pegang teguh ajaran Islam dengan sebenar-benarnya, sesuai dengan
Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah dengan pemahaman salafus shalih dan juga marilah kita jauhi
sikap ikut-ikutan tanpa ilmu ta’ashub dan fanatisme semata-mata.

Penjelasan yang benar dan shahih yaitu berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah
dengan jalan yang shahih pula, yaitu manhaj salaf yang telah ditempuh oleh generasi awal Islam yakni
shahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. Namun bagi mereka yang tetap memegangi ajaran atau kebiasaan
yang tidak sesuai dengan kebenaran Islam, maka ancaman dan kecaman akan ditimpakan oleh Allah
kepada mereka.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Perintah untuk tetap berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah Ash-Shahihah
ditegaskan dalam beberapa nash, sehingga tak perlu diragukan lagi. Ketika Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam ketika berkhutbah pada haji wada’ (perpisahan), beliau menegaskan:

“Sesungguhnya syetan telah berputus asa untuk disembah di bumimu ini, tetapi senang bila
kalian mengikutinya pada sesuatu yang menyia-nyiakan amal-amalmu, maka waspadalah.
Sesungguhnya aku telah meninggalkan padamu satu perkara, kalau kamu sekalian berpegang teguh
kepadanya maka kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah
RasulNya”. (Hadits shahih).

Demikian uraian singkat tentang hal-hal yang tidak pernah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam kerjakan, tapi sebagian orang menganggap itu adalah suatu amalan ibadah yang berpahala.
Padahal itu mengada-ada dalam ibadah dan balasannya adalah Neraka. Na’udzubillahi min dzalik.
Akhirnya hanya kepada Allah-lah kami bertawakkal, dan hanya kepada Allah-lah kami mohon
pertolongan. Mudah-mudahan Allah menunjukkan kita semua ke jalan yang lurus dan yang
diridhoiNya, dan mudah-mudahan Allah mengampuni dosa dan kesalahan kita semua. Amin ya Rabbal
‘Alamin.
,َ ‡ُ‫ ِإ&‡ ُ ه‬،ُ‡َB‫ َو‬
َ Bِ ْ?Qُ ْ ‡ِ‫ ِ!‡`ْ َو‬
ُ ‫‡ َ ا‬6Aَ Bَ ‫ َو‬،ِ?"ْ ‡ِQ1
َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬
ِ ‡َyْ‫ ا‬
َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ِ‡`ْ َوِإ‡ ُآ‬-َ %َ َ&‫ َو‬،ِ?"ْ ‡ِU-َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.?ُ "ْ ِ-َ ْ ‫ ا‬Vُ "ْ ِ $
 ‫ا‬

Khutbah Kedua
ُ ‡َ  ُ ‡ْ1&َ ‫ َو‬.ُ ‡‫ ِإ‬5 ‫ُ‡ ُ ِإ‬6-ْ &َ 5َ ‫ َ‡ ُ َو‬aَ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡ْD‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ َأ‬. ُ ‫ َأنْ َهَا&َ ا‬5َ ْ,َ ‫ي‬ َ ِ 0َ ْ َ ِ ‫َا َوَ ُآ‬Fَ ِ َ&‫يْ َهَا‬Fِ ‫ ْ ُ ِ ِ ا‬1 َ ْ ‫َا‬
.‫ن‬
َ ْ,-ُ *ِ َB ُ َ  ُ1
ْ &َ ‫ُْ ُ َو‬,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬ ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ َوَأ‬.‫ن‬ َ ْ,Yُ ِh ْ ُ
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$
ْ Bَ ْ?!# َ ‫; ! َو‬ َ ،ِْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َِ‫ن إ‬ ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫ <ِ ِ َوَأ‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
.‫ن‬َ ْ,‡ُ1ِ%ْ Bُ ْ?‡ُQ-َ َ ‫ْ َل‬,‡ُ#(‫ وَا‬.ُ ْ,‡ُ-"ْ p ِ ‫ِ‡ ِ َوَأ‬B َABُ C  ‡َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‡َ ،َ‡َ-َ ْ ‫ ِ( وَا‬$ ! ‡‫ ِ‡` ا‬ ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ْ`$ ِ %ْ &َ ‫?ْ َو‬Qُ "ْ ;
ِ ْ‫ ُأو‬. ُ ‫ ُ? ا‬Qُ َ D ِ ‫ َر‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ َ" َ
9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY
َ ‡ُ ُ 0َ Qَ lِ
َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬: K َ ‫ َو‬s 
َ  ُ ‫َ َل ا‬T‫ َو‬، ً"ْ ِ -ْ Bَ ِ $
ِ %ْ َ *ِ ‫ ِ ًْ َو َ* ََأ‬Aْ Bَ ِ "! 6ِ &َ 9َ َ 9; َ 9َ َ-Bَ  َ ‫نا‬  ‫ َأ‬،َ‫ْن‬,ُ ِ ْ|ُ ْ ‫ْا َأ  َُ ا‬,ُ َ ْ ‫وَا‬
.َ "ْ -ِ َ K
ْ ‫ َأ‬
َ "ْ -ِ *ِ 0‫َ ِ* ِ وَا‬1;ْ ‫ <ِ ِ َوَأ‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ْ?!# َ ‫; ! َو‬ َ ? ُ َ‫ ا‬. ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ا‬
.‫ت‬
ِ ‫َا‬, َ  ‫ ا‬b ُ "ْ m
ِ ُ ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ # َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬ ِ َِ$ ْ ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ت وَا‬ ِ َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|ُ ْ ِ ْ(%ِ t
ْ ‫اَ ُ ? ا‬
@ً ‡َD ْ ‫ َر‬a َ &ْ ُ ‡ ‡ِ ََ ْb‫َ َو َه‬0َ ْ َ ‫ َ ِإذْ َه‬-ْ *َ َ*َ ْ,ُTُ ْ‫غ‬sِ Bُ 5َ َ* ‫ َر‬.ُ *َ َ0ِ K ْ ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ* َ p ِ َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬
‡َ* ‫ َر‬.ٌ?"ْ ‡ِD‫ َر ُءوْفٌ ر‬a َ ‡&‫ْا َر *َ ِإ‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ !
t ِ َ*ِ ْ,ُTُ ْ` ِ ْ-َ m ْ Bَ 5َ ‫ن َو‬ ِ َْ vِ ْ *ِ َ&ْ,Aُ 6َ # َ  َ ْ Fِ ‫َا ِ&َ ا‬,N ْ vِ ‫(ْ ََ َو‬%ِ t ْ ‫ َر *َ ا‬.‫ب‬ ُ ‫ه‬,َ ْ ‫ ا‬n َ &َ‫ أ‬a َ & ‫ِإ‬
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.‫َ رًا‬/‡ِ; ‡َ& َ"* ‫ ْ َُ‡ َآَ‡ َر‬D
َ ْ‫َاِ‡ َ َْ وَار‬,ِ‫ِ‡(ْ ََ‡ َو‬%t ْ ‫ َر *َ ا‬.
َ ْ (ِ #
ِ َhْ ‫ ا‬ َ ِ   &َ ْ,Qُ َ َ َْ D
َ ْ(Bَ ‫(ْ ََ َو‬%ِ /ْ Bَ ْ? ْ‫َ َوِإن‬$
َ %ُ &ْ ‫َ َْ َأ‬o
َ
.َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1
َ ْ ‫ وَا‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$
َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬

15
Makna Islam

Oleh: Abu Abdir Rahman

ِ 0ِ  $
ُ ‡ِ* َ ِ 
َ ‫ َو‬.ُ ‫َى ِ* َُا‬0َ ‫ ِ َو َْ ا ْه‬6ِ 1
ْ;
َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ
َ ‫ َو‬
َ "ْ ِ َ َ-ْ ِ @ً َ D
ْ ‫ث َر‬ ِ ْ,-ُ 6ْ َ ْ ‫  ٍ َا‬1
َ ُ 9َ
َ ‫ ُم‬َ$ ‫ ُة وَا‬َY  َ‫ وا‬ َ ْ (ِ ‫ ِآ‬d‫ ْ َ ا‬Dَ ِ ِ ُ ْ 1 َ ْ ‫َا‬
 ‡ُ‫َ َوآ‬Bُ َ]َ ‡ْ1ُ ‫ ِر‬,‡ُSُ ‫َ‡ َ? َو)‡ َ( ا‬#‫َ"ْ‡ ِ َو‬َ ‫ ا‬9‡َ; ٍ ‡1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‡َ‫ي ه‬ ِ ْ‡َْ ‫"ْ‡ َ( ا‬Nَ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ ‡َ0‫ ِآ‬L
ِ ِ‡َ1ْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ن‬
 _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ ًأ‬. ِ ْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ِإ‬
.
ُ ‫ ُ? ا‬Qُ َ D
ِ ‫ َر‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫) َ( ا‬
ِ َ-َ .‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\
َ @ٍ  َ ْ*ِ  ‫@ٌ َو ُآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1
ْ ُ

Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya berwasiat kepada diri saya sendiri dan kepada
saudara-saudara sekalian, marilah kita tingkatkan Islam, iman dan taqwa kita kepada Allah Subhannahu
wa Ta'ala karena hanya dengan Islam, iman dan taqwa itulah kita akan mendapatkan kebahagiaan baik
di dunia terlebih lagi Insya Allah di akhirat.

Untuk itu pada khutbah kali ini mengambil sebuah judul “MAKNA ISLAM”

As-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab “Ushul Tsalatsah”, berkata:

.‫ك‬
ِ ْ(d
! ‫ ا‬
ِ
َ ‫َ ُد‬-0ِ *ْ 5ِ ْ‫ ِ@ َوا‬
َ W ِ* ُ َ ‫"َ ُد‬Aِ &ْ 5ِ ْ‫"ِ َوا‬D
ْ ,ِ 0ْ  ِ* ِ ِ ‫ ُم‬
َ$
ْ 0ِ #
ْ 5ِ ْ‫ ا‬,َ ‫ ُم ُه‬
َ#
ْ ِvْ‫ا‬

Artinya: “Islam itu ialah berserah diri kepada Allah dengan meMaha EsakanNya dalam
beribadah dan tunduk dengan melakukan ketaatan dan menjauhkan diri dari syirik.”

Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 112:

Artinya: “(Tidak demikian), bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah sedang ia
berbuat kebajikan,maka baginya pahala pada sisi TuhanNya dan tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Adapun sendi-sendi Islam itu ada lima sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.

5َ ْ‫ٍ؛ )َ‡َ َد ُة َأن‬P‡ْN


َ 9‡َ
َ ‫ ُم‬
َ ‡ْ#vِ ْ‫` ا‬
َ ‡ِ*ُ :‫ْ ُل‬,‡ُAَ ?َ #
َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ ُ ‫ ا‬9; َ  ِ ‫ْ َل ا‬,# ُ ‫ َر‬n ُ -ْ ِ # َ :‫َ َل‬T َُ ْ 
َ 
ُ ‫`ا‬ َ\ِ ‫ َ َ( َر‬ُ ِ *ْ ِ ‫ ِ ا‬6ْ 
َ َْ
.‫ن‬
َ ََ ‫ْ ِم َر‬,; َ ‫ َو‬n ِ "ْ 6َ ْ ‫ ا‬
!Dَ ‫آَ ِة َو‬s ‫َ ِء ا‬0ْ ‫ ِة وَِإ‬
َY
 ‫َ ِم ا‬T‫ َوِإ‬ِ ‫ْ ُل ا‬,#
ُ ‫ ًا َر‬1
َ ُ ‫ن‬
 ‫ َوَأ‬
ُ ‫ ا‬5 ‫ِإَ َ ِإ‬

Artinya: “Dari Abdillah bin Umar Radhiallaahu anhu Berkata: Aku mendengar Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Islam itu didirikan atas lima perkara:
1. Bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah
2. Mendirikan shalat
3. Mengeluarkan zakat.
4. Menunaikan ibadah haji
5. Berpuasa di bulan Ramadlan.”

Inilah sendi-sendi Islam, yang menyebabkan seseorang keluar dari lingkaran kekafiran dan yang
menyebabkan seseorang masuk Surga dan jauh dari siksa Neraka.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Lima sendi tersebut di atas merupakan rukun Islam. Barangsiapa menjalankannya dengan
sempurna, maka ia termasuk muslim yang sempurna imannya, dan barangsiapa yang meninggalkan
seluruhnya, maka ia adalah kafir yang nyata. Dan barangsiapa mengingkari salah satu dari padanya,
maka para ulama’ bersepakat bahwa ia bukan muslim. Dan barangsiapa yang meyakini seluruhnya dan
ia menelantarkan salah satu darinya selain syahadat maka ia adalah fasiq dan barangsiapa yang beramal
hanya sebatas lisannya saja tanpa dibarengi dengan I’tigad, maka ia adalah munafiq.
Allah Ta’ala berfiman dalam surat Ali Imran ayat 19.

Artinya: “Sesungguhnya agama (yang benar) di sisi Allah hanyalah Islam”.

Maksud dari ayat di atas, bahwa sesungguhnya tidak ada agama yang diterima di sisiNya dari
seseorang selain Islam.

Maka barang siapa menganut suatu agama selain syari’at nabi Muhammad Shallallaahu alaihi
wa Salam setelah diutusnya beliau, maka agama itu tidak di terima di sisi Allah Subhannahu wa Ta'ala
.

Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 85.

Artinya: “Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidak akan
diterima daripadanya, sedang ia di akhirat kelak termasuk golongan orang yang merugi.”

Yakni barangsiapa menjalankan agama selain apa yang disyari’atkan oleh Allah kepada
RasulNya, maka tak akan diterima daripadanya di sisi Allah dan ia kelak di akhirat termasuk di antara
orang-orang yang merugi.

Sebagaimana sabda nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dalam hadist yang shahih:

.‫ َر }د‬,َ ُ َ َ&(ُ ْ ‫َ ْ" ِ َأ‬


َ P
َ "ْ َ
ً َ 
َ َ ِ 
َ َْ

Artinya: “Barangsiapa melakukan suatu amal, yang tidak didasari keterangan kami, maka ia
adalah tertolak”.

Berdasarkan hadist di atas telah jelas sekali bagi para hamba yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, bahwa apa saja yang berhubungan dengan syariat, baik dari segi aqidah maupun ibadah, baru
akan diterima di sisi Allah apabila hal itu sesuai dengan apa-apa yang telah diajarkan oleh Allah kepada
RasulNya. Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 31.

Artinya: “katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah maha Pengampun lagi Maha penyayang.”

Dan Allah Ta’ala telah berfirman pula, dalam surat Al-Hasyr ayat 7.

Artinya: “Apa yang diberikan oleh rasul maka terimalah ia. Dan apa yang di larangnya bagimu
maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Bila dipandang dari sejak syari’at di turunkan sampai hari akhir nanti, maka Islam itu dapat
dibagi dua, yaitu:
1. Islam dipandang dari segi umum
2. Islam dipandang dari segi khusus

Islam dipandang dari segi umum, bahwa sejak rasul yang pertama sampai hari akhir nanti,
syari’at mereka adalah Islam yang berarti, tunduk beribadah hanya kepada Allah semata, karena itu
mereka disebut Al-Muslimun.

Islam dipandang dari segi khusus, bahwa sejak diutusnya Rasul yang terakhir, yang mana ia
adalah penyempurna bagi syari’at sebelumnya, serta menjadi penutup bagi segenap rasul, maka
barangsiapa dari ummat manusia, yang tidak beriman kepada Nabi Muhammadsaw , maka ia kafir.

Sebagaimana yang tersebut di dalam hadist yang shahih bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam bersabda:
.ِ Fِ ‡َ‫َ‡ٌ ِ‡ْ ه‬D‫ *ِ‡`ْ َأ‬Vُ َ $
ْ ‡َ 5َ .ِ ِ ‡َ"*ِ ٍ ‡1
َ ُ P
ُ ‡ْ%&َ ْ‫ي‬Fِ ‡‫ وَا‬:‫َ‡ َل‬T ُ ‡&‫ َ? َأ‬#
َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ ُ ‫ ا‬9; َ  ِ ‫ْ ِل ا‬,# ُ ‫ْ َر‬ َ ُ ْ َ  ُ ‫`ا‬ َ\ِ ‫ْ َأ*ِ` ُه َ( ْ َ( َة َر‬ َ
(?$ .‫ )روا‬.‫ب ا َر‬ ِ َ1; ْ ‫ن ِْ َأ‬ َ َ‫ آ‬5 ‫ ِ* ِ ِإ‬n ُ ْ #ِ ْ‫يْ ُأر‬Fِ  ِ* 
ُ ِ ْ|ُ ْ?َ‫ت َو‬
ُ ْ,ُ َ ? ]ُ `
} &ِ ‫(َا‬Y
ْ &َ 5َ ‫ي َو‬} ‫ْ ِد‬,ُ َ @ِ  Sُ ْ‫ا‬

Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam,
beliau bersabda: “Demi dzat yang diri Muhammad berada di tanganNya, tidaklah seseorang mendengar
tentang aku dari umat ini, baik itu kaum Yahudi atau kaum Nasrani, kemudian meninggal sementara ia
belum mau beriman kepada apa yang aku bawa, melainkan ia akan menjadi penghuni Neraka.” (hadits
Muslim)

.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ ُر ا‬,ُ%/َ ْ ‫ ا‬,َ ‫?ْ ِا & ُ ُه‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ #
ْ ‫َا َوَأ‬F‫ْ ِ` َه‬,Tَ ‫ ُل‬,ُT‫َأ‬

Khutbah Kedua

.
َ "ْ ‡ِ-َ K
ْ ‫ ِ َأ‬6ِ 1
ْ ‡َ;‫ <ِ‡ ِ َو‬9‡َ
َ ‫ َو‬
َ "ْ ِ ‡َ#ْ(ُ ْ ‫َ‡ !" ِ ا‬# 9‡َ
َ ‫ ُم‬
َ$
 ‡‫ ُة وَا‬
َY
 ‫ وَا‬
ِ ْ ! ‫ ْ&"َ وَا‬G ‫ْ ِر ا‬,ُ ‫ ُأ‬9َ
َ ُ "ْ -ِ 0َ $
ْ &َ ِ*ِ ‫ َو‬،َ"ْ ِ َ َ-‫ب ا‬ ! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1
َ ْ ‫ا‬
.
ُ ‫ ُ? ا‬Qُ َ D ِ ‫ َر‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫) َ( ا‬
ِ َ-َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬

Kita harus yakin bahwa Islam, adalah agama yang benar di sisi Allah dan selainnya adalah batil
Dan kita meyakini, bahwa Islam adalah agama yang telah sempurna. Sebagaimana telah tersebut dalam
Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 3:

Artinya: “Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu ni’matKu, dan telah ku-ridlai Islam itu jadi agama bagimu”.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Itulah Islam, Allah telah memberi kabar kepada nabiNya dan kepada seluruh kaum mu’minin,
bahwa Ia (Allah) telah menyempurnakan bagi mereka Islam sebagai agama.

Dengan keputusan Allah ini, sekaligus merupakan keme-nangan bagi kaum mu’minim dan
merupakan kesempurnaan dalam beragama.

Maka selesailah tugas Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dalam mengemban tugasnya
dalam menyampaikan agama, dan bagi kaum mukminin, mereka tidak butuh lagi pengurangan
ataupun penambahan selamanya.

Semoga Allah selalu membimbing kita semua ke jalan yang diridhaiNya. Amin.

‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1
َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m
ِ َ ٌ‡"ْ ِ D
َ a َ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡َ
َ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
‡َ&‫ َوَأ ِر‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.‫ن‬
ِ َْ vِ ْ‫ ا‬9َ َ َ0ْ ِ ‫ ِم َوَأ‬َ#ْ vِ ْ‫ ا‬9َ َ َ"ِ Dْ ‫ اَ ُ ? َأ‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ #
َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ءِ ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
‫ُ‡ ( َة‬T ‡َBِ  ‫َ‡ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$
َ Dَ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ َD َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ < َ* ‫ َر‬.ُ *َ َ0ِ K ْ ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ* َ pِ َ6ْ ‫ا‬
.َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1
َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ#َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬! ‫ َر‬a َ *! ‫ن َر‬
َ َ16ْ #ُ . ً َ‫ ِإ‬ َ "ِA0 ُ ْ ِ َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫َأ‬

(ُ ‫ ْآ‬Fِ ‡َ‫ َو‬.‫ن‬


َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU
ُ -ِ َ `
ِ ‡ْ/6َ ْ‫َ‡ ِ( وَا‬Qُْ ‫ ِء وَا‬Hَd‡ْ1%َ ْ ‫ ا‬
ِ ‡َ 9‡َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(ُAْ ‫ئ ذِي ا‬
ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬
ِ َ$D
ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ 
َ ‫نا‬
 ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ا‬
16
Jihad Adalah Jalan Yang Selamat
Oleh: Waznin Mahfudh

ُ ْ ِ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬

ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ‫ي‬ َ ‡‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ‡ِ;ْ‫س ُأو‬
ُ ‡‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a
َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D
ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ْا‬,‡ُAB ‫س ا‬ُ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫ َل‬Tَ .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$
ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ CD َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,Aُ 0 ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ

َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬
َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  َ*‫َ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َN َ ‫ َ ٍة َو‬Dِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫َر‬
ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&ُ‫ُ‡?ْ ذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ
ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِY
ْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ َ ‫ن‬ َ َ‫آ‬
. ً"ْ U َِ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ
‫ ـٍ َـ  ا‬ َ ُ ‫ي‬ ُ ْ ‫يِ هَـ‬ْ ‫! ْـ َ ا َْـ‬
َ ‫و‬
َ ،َ‫ب ا‬
ُ ‫َـ‬%‫آ‬ ِ ِ'(ِ‫َقَ ا َْـ‬ ْ َ‫ ِن أ‬َ ‫ُ؛‬
ْ َ  َ‫أ‬
)‫وآُـ‬
َ ٌ+َ َ,‫َـ‬- ٍ+‫َـ‬.ْ ِ )‫وآُـ‬َ ٌ+‫َـ‬.ْ ِ ٍ+‫َـ‬/َْ 
ُ )‫آ‬
ُ‫و‬
َ َ0ُ َ/َ
ْ 
ُ ‫ ِر‬2ُ3
ُ ‫ َ ا‬4
‫و‬َ 5 َ  6
َ ‫و‬َ ِ7ْ َ .
َ
>
ْ ‫وَـ‬
َ ِ7<ِ 
ْ ‫وَـ‬
َ ِ7‫َـ ?ِـ‬.
َ‫و‬
َ ٍ‫ ـ‬
َ 
ُ َ8; <ِ =َ َ.
َ 5
ْ ; 6
َ ‫و‬َ ;) َ 5 ُ  َ‫ ا‬.‫  ِر‬8‫ ا‬9ِ ٍ+َ َ,-َ
.ِ+َ َ @
ِ ْ ‫م ا‬
ِ2
ْ (َ َِ‫َنٍ إ‬CD ْ ِ ِ 5
ْ 
َُ <ِ 0َ
Sidang Jum’at rahimakumullah,
Bersungguh-sungguh menegakkan agama Allah adalah satu keharusan mutlak. Itulah satu-
satunya jalan hidup yang selamat. Tanpa perjuangan yang sesungguhnya tanpa menegakkan agama
Allah, da’wah kepada kebaikan, amar ma’ruf dan nahi munkar, tanpa itu semua maka hancurlah
kehidupan manusia.
Mengapa jihad merupakan keharusan yang mutlak. Sebabnya adalah:
1. Allah menciptakan alam dengan hak, benar, adil, seimbang dan bijaksana, tidak cacat
sedikitpun. Seperti firman Allah dalam (QS: 67 Al-Mulk: 3-4)
Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang,
adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?. (Al-Mulk: 3)
Namun tidak semua manusia menyadari dan berpegang pada keadilan dan kemaslahatan itu,
bahkan mereka membuat kerusakan dan kedhaliman, bahkan bila diingatkan mereka membantah:
Firman Allah (Al-Baqarah: 11-12)
Artinya: Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah,
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (Al-
Baqarah: 11-12)
2. Allah menurunkan syariat Islam kepada para rasulNya, namun Allah juga meluluskan
permintaan syetan untuk terus menggelar operasinya bersama bala tentara kuffar, yang terus menentang
dan memusuhi orang mukmin, muslim karena kebusukan hati kaum kuffar. Firman Allah Subhannahu
wa Ta'ala , yang artinya:
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang
berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan penolong. (QS Al-Furqan 25: 31)
“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku
akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan
menyesatkan mereka semuanya kecuali hamba-hambaMu yang ikhlas”. (QS Al-Hijr 15: 39-40)
Namun bagi umat Islam kaum beriman yang mukhlisin, Allah melindungi dan menjaga dari
gangguan dan godaan mereka.
3. Allah menciptakan manusia dengan dua potensi, setiap kita dibekali potensi fujur (berbuat
jahat) dan potensi taqwa (berbuat ta’at). Dalam firman Allah (QS Asy- Syams 91: 8)
Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya”.
Maka perjuangan dan pengorbanan untuk terus membersih-kan hati atau jiwa mutlak diperlukan demi
keberuntungan dan keselamatan kita. Allah Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan (QS As-Syams 91:
9-10)
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya”.
4. Qadrat dan Tabiat insan yang lemah, sebagaimana kenyataan firman Allah (QS An-Nisaa’ 4:
28)
Artinya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat
lemah.
Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keluh kesah, padahal tugasnya adalah berat sebagai khalifah
di bumi dan sebagai pengemban amanah/syariat Allah. Maka berjuang, berkorban dan jihad adalah
mutlak suatu keharusan, guna melatih diri dan menepis kelemahan itu.
5. Rahmat Allah dan FadhilahNya bagi umat Islam dalam firmanNya (QS: 10 Yunus: 57-58)
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-
orang yang beriman. Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan”.
6. Allah Subhannahu wa Ta'ala akan menguji keseriusan dan kesungguhan kaum mukminin
sebagai umat yang betul betul menegakan kebenaran Al-Haq dengan sesungguhnya sabar. (QS: 3 Ali-
‘Imran: 142)
Artinya: Apakah kamu mengira akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-
orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.
Sebab generasi ini harus di tempa dengan ujian demi ujian, perjuangan dan pengorbanan
sehingga membentuk diri, mendidik diri dan kesiapan serta keteguhan hidup seperti pengalaman dan
mental serta keteguhan hidup para generasi pendahulunya, yaitu Rasulullah dan para shahabatnya:
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala (QS:2 Al-Baqarah: 214)
Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu ? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah
?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214)
Hadirin sidang jum’at rahima wa a’azza kumullah !
Jadi alasan dan penyebab kita harus berjuang dan berjihad adalah kerena kedhaliman orang kafir, syetan
dan bala tentaranya, tabiat manusia yang jahat, qudrot yang lemah dan Allah akan menguji kesungguhan
orang beriman yang menghendaki kemuliaan dan mewaspadai rongrongan Yahudi dan kaum kuffar.
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1
َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬
ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U
ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ َ .b
ٍ &ْ ‫ ِْ ُآ ! َذ‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$ِ‫?ْ َو‬Qُ َ‫َو‬
Khutbah kedua:
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1
َ ُ 9‡َ َ ‫ ُم‬َ$ ‡‫ ُة وَا‬ َ Y‡‫ وَا‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬aَ ْ(ِ )َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬
ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.ِ 6ِ 1
ْ; َ ‫َو‬
Sidang jum’at rahima wa a’azza kumullah !
Bagaimana kita melaksanakan jihad :

Pertama: Jihad terhadap diri sendiri; dengan cara:


1. Mencari ilmu syar’i, sebab ilmu ini adalah petunjuk dan arah kebenaran kita.
2. Jihad mengamalkan ilmu tersebut, menegakkan tauhid dengan amal shalih.
3. Jihad menyampaikan ilmu dengan berda’wah (amar ma’ruf nahi munkar)
4. Jihad dengan bersabar menanggung resiko da’wah dengan menekan hawa nafsu sendiri.

Kedua: Jihad terhadap syetan, yaitu dengan :


1. Memerangi subhat dan keragu-raguan Iman yang dipicu dan didorong oleh syetan.
2. Memerangi tipu daya syetan yang mengobarkan nafsu maksiat dan membangkang karena
godaan syetan itu. Dalam Surat Faathir ayat 6 disebutkan:
Artinya: Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu),
karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi
penghuni neraka yang menyala-nyala. (Faathir: 6)
Ketiga: Jihad mengubah kedhaliman, bid’ah dan kemungkaran bersama pihak yang bertanggung jawab
di dalam keluarga, masyarakat maupun bangsa sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
(?$ .‫ن )روا‬
ِ َْ vِ ‫ ا‬w
ُ -َ \
ْ ‫ َا‬a
َ ِ‫ ِ َو َذ‬6ِ ْ Aَ 6ِ َ ْVW
ِ 0َ $
ْ َ ْ?َ ْ‫َ ِ& ِ َ ِ_ن‬$ِ6ِ َ ْVW
ِ 0َ $
ْ َ ْ?َ ْ‫ َ ِ_ن‬.ِ ِ "َ *ِ .ُ ْ("! /َ "ُ ْ َ ‫(ًا‬Qَ ْ ُ ْ?Qُ ْ ِ ‫َْ َرأَى‬
Artinya: “Barangsiapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia
merubahnya dengan tangannya, dan jika tidak mampu maka hendaklah merubahnya dengan lisannya,
dan jika tidak mampu (juga), maka hendaklah ia merubahnya dengan hatinya(membencinya), dan itu
adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).
Hadirin rahimakumullah!
Barsegeralah dalam beramal ma’ruf nahi munkar, sebab kejahatan itu cepat menjalar. Allah berfirman
dalam (QS: Al-Anfaal: 25)
Artinya: Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang
yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfaal: 25)
Keempat: Jihad mempertahankan umat Islam dari serangan orang kafir dan munafiq dengan :
1. Hati yang berlepas diri, tidak mencintai dan tidak membantu kekufuran mereka.
2. Jihad dengan lisan dan tulisan, untuk menyeru mereka kepada keselamatan di dunia dan
akhirat.
3. Jihad dengan harta, membantu persiapan dan kelancaran menegakkan kalimat Allah yaitu
Agama Islam.
4. Jihad dengan jiwa di saat musuh telah membahayakan kesela-matan umat Islam demi tetap
tegaknya dienul Islam.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam (surat Al-Hajj: 78).
Artinya: Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah degnan jihad yang sebenar-benarnya. Dia
telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”
(Al-Hajj: 78).
Semoga Allah mengkaruniai kita kekuatan dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarkan
kesejahteraan bagi segenap ummat manusia. Amin.
ٍ ‡1َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ! ‡َ; ? ‡َُ‫ ا‬. ً"ْ ِ$ ْ ‡َB ‫ْا‬,ُ !‡َ#‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ُ ُ 0َ Qَ lِ َ َ ‫ َو‬َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ ‡ْ‫  ٍ َآَ‡ *َ َرآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ْ‫ َو*َ ِرك‬.ٌ"ْ m ِ َ ٌ"ْ ِ Dَ a َ & ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*(َا ِه‬9َ َ ‫ ِإ ْ*(َا ِه ْ" َ? َو‬9ََ n َ "ْ ;
َ َ‫َآ‬
aَ ُjَ$ْ ‡َ& ‡&‫ اَ ُ ? ِإ‬.‫ت‬ِ ‫َا‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬ِ َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬
َ "ْ ِ ِ ْ|ُ ْ ‫ت وَا‬ ِ َِ$ ْ ُ ْ ‫ وَا‬َ "ْ ِ ِ$ ْ ُ ْ ِ (%t‫ اَ ُ ? ا‬.ٌ"ْ m ِ َ ٌ"ْ ِ D َ aَ & ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫< ِل ِإ ْ*(َا ِه‬
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ْ?ِ &ِ ‡َpْ‫َ َر ُه?ْ وَ<ِ‡ ْ ُ?ْ ِ‡`ْ َأو‬-‡ْ#‫ِ‡…ْ َأ‬Nْ‫ َوَأر‬ َ "ْ ِ ِ$ ْ ‡ُْ ‫َا َل ا‬,‡ْD‫ْ َأ‬Xِ; ْ ‫ اَُ َ? َأ‬.ْ?َ-ْ &َ ْ?َ َ‫ِ َْ ِ ْ ُ َو‬ َ َ ِ !‫ ْ" ِ( ُآ‬h َ ْ ‫ ا‬َ ِ
.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ Dَ َ"&ْ G ‫ا‬
.‫ن‬
َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡Bَ ْ?‡Qُ -َ َ ْ?‡Qُ U
ُ -ِ َ `
ِ ‡/ْ 6َ ْ ‫‡ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd‡1 ْ %َ ْ ‫ ا‬
ِ ‡
َ 9‡‡َ ْ َ ‫ َو‬9‡‡َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ H‡‡0َ ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$‡D ْ vِ ْ‫‡ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ ‡َ 
َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫‡‡ َد ا‬6َ  ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ W
ِ -ْ ُ ِ ِ ْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ # ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬َ ‫ َ ذْ ُآ(ُوا ا‬

17
Shalat Sebagai Kewajiban Orang Muslim
Oleh: Mursyidi

ُ ْ ِ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ َ0$
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬

ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ‫ي‬ َ ‡‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ‡ِ;ْ‫س ُأو‬ ُ ‡‫ َ ا‬G ‫ َ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫َ َ ُ َوَأ‬aْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ْا‬,‡ُAB ‫س ا‬ُ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ CD َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,Aُ 0 ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ

َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  َ*‫َ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َN َ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫َر‬
ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&ُ‫ُ‡?ْ ذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِYْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ‫ َءا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ َ ‫ن‬ َ َ‫آ‬
. ً"ْ Uِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1 ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬
ِ َْ ْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ ِ َو‬6ِ 1
ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ َ"! 6ِ &َ 9ََ ْ?!# َ ‫; ! َو‬َ ? ُ َ‫ ا‬.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengajak kaum muslimin, khususnya diri saya pribadi
untuk menambah ketaqwaan kita kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , yaitu dengan memperbanyak
amal ibadah kita sebagai bekal untuk menghadap Illahi Rabbul Jalil. Serta melaksanakan segala perintah
dan meninggalkan segala laranganNya.
Seperti firman Allah:
Artinya: “Dan berbekallah kalian, karena sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaqwalah kepadaKu
wahai orang-orang yang menggunakan akalnya.”
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Kita hidup bukanlah semata-mata mementingkan urusan dunia, sebab urusan ukrawi adalah lebih
penting. Kehidupan dunia terbatas oleh usia dan waktu dan kelak pada saatnya kita akan kembali ke
alam yang tiada terbatas waktu. Semua amal perbuatan kita selama di dunia akan diminta
pertanggungjawabannya, karena amal perbuatan tersebut merupakan tabungan akhirat.
Kebahagiaan dunia dapat diperoleh melalui keuletan berusaha dan dapat dinikmati hasilnya selagi
hidup, baik berwujud materi kebendaan maupun yang hanya dirasakan oleh perasaan batin. Sebaliknya
kebahagiaan akhirat tidak nampak sekarang, namun dapat dicapai dengan jalan mengikhlaskan diri
dalam Ibadat khusu’ dalam shalat serta menjauhi semua yang dibenci oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala
.
Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia.
Bila suara adzan bergema, membahana membelah dunia untuk menyeru manusia memenuhi panggilan
Illahi.
Apabila suara adzan masuk ke dalam hati orang yang benar-benar beriman, spontan hatinya akan
gemetar dan takut, terbayang segala ke Maha Besaran dan ke Maha Kuasaan Allah Subhannahu wa
Ta'ala. Maka dengan hati yang penuh takut dan ikhlas, ia penuhi panggilan dari Allah, ia tinggalkan
semua urusan dunia untuk sujud menghadap Illahi.
Firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Dan tidaklah mereka disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan
ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat
dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5).
Berbeda sekali dengan orang yang jauh dari hidayah dan taufik Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Suara adzan dianggapnya sebagai suara yang biasa, gema adzan tak sedikitpun mengetuk hatinya untuk
memenuhi panggilan Allah. Ibarat kata, masuk telinga kiri keluar telinga kanan, tanpa memberikan
kesan dan bekas sedikitpun juga pada dirinya. Telinganya sudah tuli dengan panggilan Allah, mata
hatinya sudah buta dengan seruan adzan. Begitulah hati orang yang sudah tertutup dari Inayah dan
Hidayah Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya maka kelak mereka akan
menemui kesesatan.” (Maryam: 59).
Orang yang sombong, bukan saja orang yang memamerkan kekayaan, bukan pula orang yang
membanggakan jabatan dan sebagainya. Tetapi juga orang yang tidak mengerjakan shalatpun bisa
dikatakan orang yang paling sombong. Mengapa tidak?
Bukankah Allah Subhannahu wa Ta'ala , yang telah menjadikan dirinya dari segumpal darah dan daging
hingga menjadi manusia.
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :
.ْ‫ ْآ ِ(ي‬Fِ ِ ‫ َة‬
َY  ‫ا ا‬,ُ"ْ Tِ ‫َأ‬
Artinya: “Dirikanlah shalat untuk mengingatku.”
Dari ayat di atas, kita diwajibkan oleh Allah untuk men-dirikan shalat dengan tujuan mengingatNya.
Karena dengan shalatlah kita coba mendekatkan diri dan selalu mengingat Allah, dalam keseharian kita,
dan inipun adalah kewajiban bagi kita sebagai seorang muslim.
Firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Tidakkah Aku jadikan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembahKu” (Adz-Dzariyat: 7).
Berdasarkan ayat di atas, maka merupakan kewajiban kita untuk mengabdi dan menyembah hanya
kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dengan menunaikan shalat lima waktu dalam sehari semalam
sebagai tanda pengabdian kita kepada Allah Al-Khalik.
Kaum muslimin rahimakumullah .
Terkadang orang yang tidak mengerjakan shalat itu bukan tidak tahu, bahwa shalat adalah tiang agama.
Bahkan mungkin orang itupun tahu shalat itu bisa mencegah dari kejahatan dan kemungkaran.
Firman Allah Ta’ala:
Artinya: “Sungguh shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Sedangkan mengingat Allah
amat besar (manfaatnya) Allah tahu apa yang kamu perbuat.”
Firman Allah pula:
Artinya: “Yang mendirikan sembahyang, menunaikan zakat dan yakin terhadap adanya akhirat,
merekalah orang-orang yang berjalan di atas pimpinan Tuhan, merekalah orang yang jaya.” (Luqman:
4-5).
Pada suatu hari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bertanya pada sahabat-sahabatnya:
aَ ِFَ ‡َ :‫َ‡ َل‬T .ٌ‫)`ْء‬ َ ِ &ِ ‫ ِْ َد َر‬9َA6ْ َ 5َ :‫ْا‬,ُ َT ‫)`ْءٌ؟‬ َ ِ &ِ ‫ ِْ َد َر‬9َA6ْ َ ْ‫ت َه‬ ٍ ‫ َ(ا‬P َ ْ N َ ‫ْ ٍم‬,َ  ‫ ُ ِ ْ ُ ُآ‬$ ِ 0َ /ْ َ ْ?‫ ِ ُآ‬D
َ ‫ب َأ‬
ِ َ6*ِ ‫ن َ& ْ(ًا‬  ‫ْ َأ‬,َ ْ?0ُ ْ ‫َأ َرَأ‬
.(" C%0) . َ َWh َ ْ ‫ ا‬
 ِ *ِ 
ُ ‫ ا‬,ُ1ْ َ ،ِPْ h َ ْ ‫ت ا‬ ِ ‫َا‬,َY  ‫َ ُ ا‬Iَ
Artinya: “Apakah pendapat kamu, apabila di muka pintu salah satu rumah kamu ada satu sungai yang
kamu mandi padanya tiap hari lima kali. Adakah tinggal olehnya kotoran?” Serentak sahabat
menjawab: “Tidak ada, Ya Rasulallah”. Beliau bersabda: “Maka begitu juga perumpamaan shalat lima
waktu, dengan itu Allah menghapus kesalahan.” (Muttafaq ‘alaih).
Manusia memang sungguh pandai, mereka dapat men-jadikan baja yang tenggelam, menjadi sebuah
kapal yang sanggup membawa barang-barang yang berat.
Merekapun sanggup membikin baja yang berat menjadi sebuah pesawat yang dapat terbang kesana-
kemari. Tetapi sayang mereka tidak pandai bersyukur kepada Allah atas segala rahmatNya, tidak
meluangkan waktu bersujud menghadapNya.
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ِْ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1
َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬
ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U
ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ َ .bٍ &ْ ‫ ِْ ُآ ! َذ‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$ِ‫?ْ َو‬Qُ َ‫َو‬
Khutbah kedua:
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ْ &َ ‫ ْ"ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1
َ ُ 9‡َ َ ‫ ُم‬َ$ ‡‫ ُة وَا‬ َY  ‡‫ وَا‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬aَ ْ(ِ )َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬
ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.ِ 6ِ 1
ْ; َ ‫َو‬
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Orang yang di luar Islam tidak akan berani menghancurkan Islam secara terang-terangan. Mereka harus
berfikir seribukali untuk menghancurkan mesjid-mesjid tempat ibadahnya kaum muslimin, tetapi
dengan akal mereka yang licik, mereka ciptakan kita lupa shalat, seperti PLAY STATION dan
sebagainya. Bukankah anak adalah amanat Allah, menyia-nyiakan amanat adalah perbuatan dosa. Maka
hendaklah kita jaga anak serta keluarga kita,seperti firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :
Artinya: “Peliharlah dirimu dan keluargamu dari api Neraka.”
Dari ayat-ayat di atas kita dapat mengambil pelajaran, hendaknya kita merasa khawatir kalau-kalau kita
kelak menjadi orang-orang yang menyia-nyiakan shalat.
Kitapun hendaknya selalu memohon kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala agar anak-cucu kita menjadi
orang-orang yang berbahagia di dunia dan di akhirat, tetap mendirikan shalat dan janganlah kiranya
mereka kelak menjadi orang-orang yang hanya menurutkan hawa nafsunya belaka.
Sekali lagi marilah kita lebih meningkatkan ibadah shalat dengan mengajak anak cucu dengan segenap
keluarga agar kita termasuk orang yang memperoleh janji Allah yakni kebahagiaan di dunia dan di
akhirat, karena baik buruknya anak-cucu kita tergantung ikhtiar orang tua dalam mendidik dan
membinanya.
Mudah-mudahan kita kaum muslimin, selalu diberi Allah petunjuk untuk mengerjakan segala
perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.
Amin, Amin, Ya robbal alamin.
.
َ "ْ ِ D
ِ ‫ ْ" ُ( ا(ا‬N َ n َ &ْ ‫?ْ َوَأ‬D َ ْ‫(ْ وَار‬%ِ t ْ ‫با‬ ! ‫ْ َر‬Tُ ‫ َو‬،َ"ْ 1 ِ ِ Y‫ ا‬.ِ ‫َ ِد‬6 ِ ْ` ِ ?ْ‫ََ َوِإ ُ آ‬N َ ْ‫ َوَأد‬ َ "ْ ِ ِ y‫ وَا‬ َ ْ sِ lِ َ%ْ ‫ ا‬
َ ِ ْ?‫ َوِإ ُآ‬ ُ ‫ََ ا‬-َ K َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡ َ(ا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫  ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9ََ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫"َ ِء‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬
ِ َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|ُ ْ ‫ت وَا‬ ِ َِ$ ْ ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ِ (%t‫ اَ ُ ? ا‬.ٌ"ْ m ِ َ ٌ"ْ ِ D َ aَ & ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*(َا ِه‬9َ َ ‫ ِإ ْ*(َا ِه ْ" َ? َو‬9َ َ n َ ‫  ٍ َآَ *َ َر ْآ‬1َ ُ
ْ?ُ ْ ‡ِ<َ‫َ َر ُه?ْ و‬-‡ْ#‫ِ‡…ْ َأ‬Nْ‫ َوَأر‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُْ ‫َا َل ا‬,D ْ ‫ْ َأ‬Xِ; ْ ‫ اَ ُ َ? َأ‬.ْ?َ-ْ &َ ْ?َ َ‫ِ َْ ِ ْ ُ َو‬ َ َ ِ !‫ ْ" ِ( ُآ‬h َ ْ ‫ ا‬َ ِ a َ ُjَ$
ْ &َ &‫ اَ ُ ? ِإ‬.‫ت‬ ِ ‫َا‬,ْ Sَ ْ‫ِ ْ ُ?ْ َوا‬
.‫ب ا ِر‬َ ‫َا‬Fَ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D
َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ < َ* ‫ َر‬.ْ?ِ &ِ َpْ‫ِ `ْ َأو‬
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU ُ -ِ َ `ِ ‡ْ/6َ ْ ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬
ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ 
َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ Wِ -ْ ُ ِ ِ ْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ # ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ Uِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ا‬

18
Generasi meninggalkan Shalat & Mengikuti Syahwat
Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz

ُ ْ ِ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ‫ي‬ َ ‡‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ‡ِ;ْ‫س ُأو‬ ُ ‡‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a
َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ْا‬,‡ُAB ‫س ا‬ُ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ CD َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,Aُ 0 ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ
َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ا اَ ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬Kَ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َN َ ‫ َ ٍة َو‬Dِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫َر‬
ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&ُ‫ُ‡?ْ ذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِYْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ َ ‫ن‬ َ َ‫آ‬
. ً"ْ Uِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1 ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ِ‫ر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ ْ" َ( ا ْ َْيِ َه‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ِ َو‬6ِ 1ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ َ"! 6ِ &َ 9ََ ْ?!# َ ‫; ! َو‬َ ? ُ َ‫ ا‬.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
Allah Ta’ala berfirman:
"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari
keturunan Adam, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri
petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka,
maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti
(yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memper-turutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak
akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu
akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun." (terjemah QS. Maryam: 58-60).
Ibnu Katsir menjelaskan, generasi yang adhoo’ush sholaat itu, kalau mereka sudah menyia-
nyiakan sholat, maka pasti mereka lebih menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban lainnya. Karena shalat
itu adalah tiang agama dan pilarnya, dan sebaik-baik perbuatan hamba. Dan akan tambah lagi
(keburukan mereka) dengan mengikuti syahwat dunia dan kelezatannya,, senang dengan kehidupan dan
kenikmatan dunia. Maka mereka itu akan menemui kesesatan,, artinya kerugian di hari qiyamat.
Adapun maksud lafazh Adho’us sholaat ini, menurut Ibnu Katsir, ada beberapa pendapat. Ada
orang-orang yang berpendapat bahwa adho'us sholaat itu meninggalkan sholat secara keseluruhan
(tarkuhaa bilkulliyyah). Itu adalah pendapat yang dikatakan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi,
Ibnu Zaid bin Aslam, As-Suddi, dan pendapat itulah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Pendapat inilah yang
menjadi pendapat sebagian orang salaf dan para imam seperti yang masyhur dari Imam Ahmad, dan
satu pendapat dari As-Syafi’i sampai ke pengkafiran orang yang meninggalkan shalat (tarikus sholah)
setelah ditegakkan, iqamatul hujjah (penjelasan dalil), berdasarkan Hadits:
.((* K LD  ٨٢ :?T(* 1"1; ` ?$ .‫ ِة )روا‬ َY  ‫ك ا‬ ُ ْ(Bَ ‫ك‬ ِ ْ(d ! ‫ ا‬ َ "ْ *َ ‫ ِ َو‬6ْ -َ ْ ‫ ا‬
َ "ْ *َ
“(Perbedaan) antara hamba dan kemusyrikan itu adalah meninggalkan sholat.” (HR Muslim
dalam kitab Shohihnya nomor 82 dari hadits Jabir).
Dan Hadits lainnya:
L‡D ‫ا‬F‡‫ه‬: ‫ي‬F‡(0‫‡ ل ا‬T‫و‬، ٢٣١/١ ‫ ئ‬$‡‫ وا‬٢٦٢١ ?‡T‫ي ر‬F‡(0‫ ا‬.‫ )روا‬.(َ ‡َ%‫َ‡ْ َآ‬A َ َ‫ َ( َآ‬Bَ َْ َ ،ُ‫ ة‬ َY  ‫يْ َ* ْ" ََ َو َ* ْ" َ ُ?ْ ا‬Fِ ‫ ْ ُ ا‬-َ ْ ‫ا‬
.(b(t X"1; $D
“Batas yang ada di antara kami dan mereka adalah sholat, maka barangsiapa meninggalkannya,
sungguh-sungguh ia telah kafir.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Sunannya nomor 2621dan An-
Nasaai dalam Sunannya 1/231, dan At-Tirmidzi berkata hadits ini hasan shohih ghorib).
Tafsir Ibnu Katsir, tahqiq Sami As-Salamah, juz 5 hal 243).
Penuturan dalam ayat Al-Quran ini membicarakan orang-orang saleh, terpilih, bahkan nabi-nabi
dengan sikap patuhnya yang amat tinggi. Mereka bersujud dan menangis ketika dibacakan ayat-ayat
Allah. Namun selanjutnya, disambung dengan ayat yang memberitakan sifat-sifat generasi pengganti
yang jauh berbeda, bahkan berlawanan dari sifat-sifat kepatuhan yang tinggi itu, yakni sikap generasi
penerus yang menyia-nyiakan shalat dan mengumbar hawa nafsu.
Betapa menghujamnya peringatan Allah dalam Al-Quran dengan cara menuturkan sejarah
"keluarga pilihan" yang datang setelah mereka generasi manusia bobrok yang sangat merosot
moralnya. Bobroknya akhlaq manusia dari keturunan orang yang disebut manusia pilihan ،berarti
merupakan tingkah yang keterlaluan. Bisa kita bayangkan dalam kehidupan ini. Kalau ada ulama
besar, saleh dan benar-benar baik, lantas keturunannya tidak bisa menyamai kebesarannya dan tak
mampu mewarisi keulamaannya, maka ucapan yang pas adalah:. "Sayang, kebesaran bapaknya tidak
diwarisi anak-anaknya.” Itu baru masalah mutu keilmuan nya yang merosot. lantas, kata dan ucapan apa
lagi yang bisa untuk menyayangkan bejat dan bobroknya generasi pengganti orang-orang suci dan saleh
itu? Hanya ucapan “seribu kali sayang” yang mungkin bisa kita ucapkan.
Setelah kita bisa menyadari betapa tragisnya keadaan yang dituturkan Al-Quran itu, agaknya
perlu juga kita bercermin di depan kaca. Melihat diri kita sendiri, dengan memperbandingkan apa yang
dikisahkan Al-Quran.
Kisah ayat itu, tidak menyinggung-nyinggung orang-orang yang membangkang di saat
hidupnya para Nabi pilihan Allah. Sedangkan jumlah orang yang membangkang tidak sedikit, bahkan
melawan para Nabi dengan berbagai daya upaya. Ayat itu tidak menyebut orang-orang kafir, bukan
berarti tidak ada orang-orang kafir. Namun dengan menyebut keluarga-keluarga pilihan itu justru
merupakan pengkhususan yang lebih tajam. Di saat banyaknya orang kafir berkeliaran di bumi, saat itu
ada orang-orang pilihan yang amat patuh kepada Allah. Tetapi, generasi taat ini diteruskan oleh generasi
yang bobrok akhlaqnya. Ini yang jadi masalah besar .
Dalam kehidupan yang tertera dalam sejarah kita, Muslimin yang taat, di saat penjajah berkuasa,
terjadi perampasan hak, kedhaliman merajalela dan sebagainya, ada tanam paksa dan sebagainya;
mereka yang tetap teguh dan ta'at pada Allah itu adalah benar-benar orang pilihan. Kaum muslimin
yang tetap menegakkan Islam di saat orientalis dan antek-antek penjajah menggunakan Islam sebagai
sarana penjajahan, namun kaum muslimin itu tetap teguh mempertahankan Islam dan tanah airnya, tidak
hanyut kepada iming-iming jabatan untuk ikut menjajah bangsanya, mereka benar-benar orang-orang
pilihan.
Sekalipun tidak sama antara derajat kesalehan para Nabi yang dicontohkan dalam Al-Quran itu,
dengan derajat ketaatan kaum Muslimin yang taat pada Allah di saat gencarnya penjajahan itu, namun
alur peringatan ini telah mencakupnya. Dengan demikian, bisa kita fahami bahwa ayat itu
mengingatkan, jangan sampai terjadi lagi apa yang telah terjadi di masa lampau. Yaitu generasi
pengganti yang jelek, yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsunya.
Peringatan yang sebenarnya tajam ini perlu disebar luaskan, dihayati dan dipegang benar-
benar, dengan penuh kesadaran, agar tidak terjadi tragedi yang telah menimpa kaum Bani Israel, yaitu
generasi jelek, bobrok, meninggalkan shalat dan mengikuti syahwat.
Memberikan hak shalat
Untuk itu, kita harus mengkaji diri kita lagi. Sudahkan peringatan Allah itu kita sadari dan kita
cari jalan keluarnya‫؟‬
Mudah-mudahan sudah kita laksanakan. Tetapi, tentu saja bukan berarti telah selesai. Karena
masalahnya harus selalu dipertahankan. Tanpa upaya mempertahankannya, kemungkinan akan lebih
banyak desakan dan dorongan yang mengarah pada "adho'us sholat" (menyia-nyiakan atau
meninggalkan shalat) wattaba'us syahawaat (dan mengikuti syahwat hawa nafsu).
Suatu misal, kasus nyata, bisa kita telusuri lewat pertanyaan-pertanyaan. Sudahkah kita berikan
dan kita usahakan hak-hak para pekerja/ buruh, pekerja kecil, pembantu rumah tangga, penjaga rumah
makan, penjaga toko dan sebagainya untuk diberi kebebasan mengerjakan shalat pada waktunya,
terutama maghrib yang waktunya sempit? Berapa banyak pekerja kecil semacam itu yang terhimpit oleh
peraturan majikan, tetapi kita umat Islam diam saja atau belum mampu menolong sesama muslim yang
terhimpit itu‫؟‬
Bahkan, dalam arena pendidikan formal, yang diseleng-garakan dengan tujuan membina
manusia yang bertaqwa pun, sudahkah memberi kebebasan secara baik kepada murid dan guru untuk
menjalankan shalat? Sudahkah diberi sarana secara memadai di kampus-kampus dan tempat-tempat
pendidikan untuk menjalan-kan shalat? Dan sudahkah para murid itu diberi bimbingan secara memadai
untuk mampu mendirikan shalat sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa
Salam ‫؟‬
Kita perlu merenungkan dan menyadari peringatan Allah dalam ayat tersebut, tentang adanya
generasi yang meninggalkan shalat dan menuruti syahwat .
Ayat-ayat Al-Quran yang telah memberi peringatan dengan tegas ini mestinya kita sambut pula
dengan semangat menang-gulangi munculnya generasi sampah yang menyianyiakan shalat dan bahkan
mengumbar syahwat. Dalam arti penjabaran dan pelaksanaan agama dengan amar ma'ruf nahi munkar
secara konsekuen dan terus menerus, sehingga dalam hal beragama, kita akan mewariskan generasi
yang benar-benar diharapkan, bukan generasi yang bobrok seperti yang telah diperingatkan dalam Al-
Quran itu.
Fakir miskin, keluarga, dan mahasiswa
Dalam hubungan kemasyarakatan yang erat sekali hubungannya dengan ekonomi, terutama
masalah kemiskinan, sudahkah kita memberi sumbangan sarung atau mukena/ rukuh kepada fakir
miskin, agar mereka bisa tetap shalat di saat mukenanya yang satu-satunya basah ketika dicuci pada
musim hujan?
Dalam urusan keluarga, sudahkah kita selalu menanya dan mengontrol anak-anak kita setiap
waktu shalat, agar mereka tidak lalai?
Dalam urusan efektifitas da’wah, sudahkah kita menghidup-kan jama'ah di masjid-masjid
kampus pendidikan Islam: IAIN (Institut Agama Islam Negeri) ataupun STAIN (Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri) yang jelas-jelas mempelajari Islam itu, agar para alumninya ataupun mahasiswa yang
masih belajar di sana tetap menegakkan shalat, dan tidak mengarah ke pemikiran sekuler yang nilainya
sama juga dengan mengikuti syahwat‫؟‬
Lebih penting lagi, sudahkah kita mengingatkan para pengurus masjid atau mushalla atau
langgar untuk shalat ke masjid yang diurusinya? Bahkan sudahkah para pegawai yang kantor-kantor
menjadi lingkungan masjid, kita ingatkan agar shalat berjamaah di Masjid yang menjadi tempat mereka
bekerja, sehingga tidak tampak lagi sosok-sosok yang tetap bertahan di meja masing-masing --bahkan
sambil merokok lagi-- saat adzan dikuman-dangkan ‫؟‬
Masih banyak lagi yang menjadi tanggung jawab kita untuk menanggulangi agar tidak terjadi
generasi yang meninggalkan shalat yang disebut dalam ayat tadi.
Shalat, tali Islam yang terakhir
Peringatan yang ada di ayat tersebut masih ditambah dengan adanya penegasan dari Rasulullah,
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam
.‫ )روا‬.‫ ُة‬ َY  ‡‫ ا‬ ‫ِ‡ ُ( ُه‬N<َ‫ْ‡ ُ? و‬Q1 ُ ْ ‫ْ‡ً ا‬A&َ   ‡ُُ‫ِ ْ"َ‡ َوَأ و‬Bَ ْ`0ِ  ‡ِ* ‫س‬ُ ‡‫ ا‬L َ 6 d
َ ‡َB ٌ‫ْ ُ‡(ْ َوة‬n َ ‡َA0َ &ْ ‫َ‡ ا‬Qُ َ ‫(ْ َو ًة ُ‡(ْ َو ًة‬ ُ ِ‫ م‬ َ# ْ vِ ْ‫(َا ا‬ ُ   َ Aُ ْ "َ َ
.(D‫أ‬
“Tali-tali Islam pasti akan putus satu-persatu. Maka setiap kali putus satu tali (lalu) manusia
(dengan sendirinya) bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang pertamakali putus
adalah hukum(nya), sedang yang terakhir (putus) adalah shalat. (Hadits Riwayat Ahmad dari Abi
Umamah menurut Adz – Dzahabir perawi Ahmad perawi).
Hadits Rasulullah itu lebih gamblang lagi, bahwa putusnya tali Islam yang terakhir adalah
shalat. Selagi shalat itu masih ditegakkan oleh umat Islam, berarti masih ada tali dalam Islam itu.
Sebaliknya kalau shalat sudah tidak ditegakkan, maka putuslah Islam keseluruhannya, karena shalat
adalah tali yang terakhir dalam Islam. Maka tak mengherankan kalau Allah menyebut tingkah "adho'us
sholah" (menyia-nyiakan/ meninggalkan shalat) dalam ayat tersebut diucapkan pada urutan lebih dulu
dibanding "ittaba'us syahawaat" (menuruti syahwat), sekalipun tingkah menuruti syahwat itu sudah
merupakan puncak kebejatan moral manusia. Dengan demikian, bisa kita fahami, betapa memuncaknya
nilai jelek orang-orang yang meninggalkan shalat, karena puncak kebejatan moral berupa menuruti
syahwat pun masih pada urutan belakang dibanding tingkah meninggalkan shalat.
Di mata manusia, bisa disadari betapa jahatnya orang yang mengumbar hawa nafsunya. Lantas,
kalau Allah memberikan kriteria meninggalkan shalat itu lebih tinggi kejahatannya, berarti kerusakan
yang amat parah. Apalagi kalau kedua-duanya, dilakukan meninggalkan shalat, dan menuruti syahwat,
sudah bisa dipastikan betapa beratnya kerusakan.
Tiada perkataan yang lebih benar daripada perkataan Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini Allah
dan Rasul-Nya sangat mengecam orang yang meninggalkan shalat dan menuruti syahwat. Maka marilah
kita jaga diri kita dan generasi keturunan kita dari kebinasaan yang jelas-jelas diperingatkan oleh Allah
dan Rasul-Nya itu. Mudah-mudahan kita tidak termasuk mereka yang telah dan akan binasa akibat
melakukan pelanggaran amat besar, yaitu meninggalkan shalat dan menuruti syahwat. Amien.
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1
َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬
ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ Uِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.ْ?Qُ َ‫َو‬
Khutbah Kedua
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫ ِْ )ُ ُ(وْ ِر َأ‬ ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ ْ$&َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1
َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡َ
َ  ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬ ‫)‡ َ ُ َأ‬ ْ ‫ َ‡ ُ َوَأ‬a
َ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
‡َ‫ } َو‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C D َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ # َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬U ِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ  َ ْ(%! Qَ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ‡ َل‬A َ ِ ِْ,‡ُ#‫ َر‬9َ َ ‫ ِم‬ َ$  ‫ ِة وَا‬ َ Y ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬ َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َْ ‫ُ] ? ا‬
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ Dَ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫  ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُ ْ ‫ِ ِ ْ"َ وَا‬$ ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ Dَ a َ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡ََ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ #َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
aَ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# . ‡ً َ‫ ِإ‬ َ "‡ِA0 ُ ْ ِ ‡َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ Dَ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1 َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬ ! ‫َر‬
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU ُ -ِ َ ` ِ ‡ْ/6َ ْ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬
ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ َ‫ن ا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ W ِ -ْ ُ ِ ِ 
ْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ# ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬َ ‫ا‬

19
Islam Agama Yang Benar
Oleh: Imam Muttaqin

ِْ
ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ
َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! # َ ِْ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ َو‬.ُ (ُ ِ%/ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.ُ ُْ,#
ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a
َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ َ ‫ي‬َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ ِم‬
َ ‡ْ#vِ ْ‫"ْ‡ َ( ا‬t
َ ”ِ 0َ 6ْ َ َ‫ } َو‬.{‫ن‬
َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C
 َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ }َ َأ‬:?ِ ْ (ِ Qَ ْ ‫ن ا‬ ِ <ْ(Aُ ْ ‫ ِ` ا‬9َ َ-Bَ  ُ ‫َ َل ا‬T
{ َ ِ(# ِ َhْ ‫ ا‬ َ ِ ‫ َ( ِة‬N
ِ yْ‫ ِ` ا‬,َ ‫ َ ِ ْ ُ َو ُه‬6َ Aْ ُ َ َ ًِ‫د‬
َ ‡َN‫ ِ`ْ َد‬
َ ‡َp‫ َ‡ْ َأ‬:‫َ‡ َل‬T :9َ*jْ ‡َ َْ ‫ َو‬ ِ ‫ْ َل ا‬,# ُ ‫ َ َر‬:‫ْا‬,ُ َT ،9َ*‫ َْ َأ‬5 ‫  َ@ ِإ‬m َ ْ ‫ن ا‬
َ ْ,ُN
ُ َْ ْ`0ِ  ‫ ُأ‬G ‫ ُآ‬:?َ #َ ‫َ ْ" ِ َو‬َ  ُ ‫ ا‬9; َ  ِ ‫ْ ُل ا‬,# ُ ‫َ َل َر‬Tَ‫و‬
.(‫ ري‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.9َ*‫ْ َأ‬Aَ َ ْ`&ِ َY َ َْ ‫  َ@ َو‬m َ ْ ‫ا‬
Saudara-saudara kaum Muslimin jamaah Jum’ah yang berbahagia.
Dalam khutbah jum’ah ini, kami hendak memberikan nasehat terutama untuk saya sendiri dan untuk
jamaah semuanya.
Untuk memperbaiki kualitas ibadah kita, marilah kita selalu bertaqwa kepada Allah saja, tidak kepada
selain-Nya. Selalu bersyukur kepada Allah setiap waktu, di setiap tempat, dan di setiap keadaan, atas
segala kenikmatan dan karuniaNya yang tidak dapat kita hitung. Juga selalu menjalankan yang
disyari’atkan Allah dan yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, dengan cara;
semua yang diperintah-kan kita jalankan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan; sedangkan
yang dilarang kita tinggalkan, tidak kita lakukan, bahkan mendekatipun jangan.
Saudara-saudara jamaah Jum’ah yang dimuliakan Allah.
Krisis yang terjadi di Indonesia beberapa tahun yang lalu sampai saat ini, bukan saja krisis moneter tapi
juga krisis kepercayaan terhadap agama Islam oleh penganutnya sendiri. Krisis kepercayaan terhadap
kebenaran Islam sebagai agama universal dan paripurna tidak dapat dipungkiri telah melanda banyak
orang yang mengaku dirinya beragama Islam. Ini terbukti dengan gaya hidup mereka yang dilihat secara
lahiriyah masih ada saja kesamaan dengan gaya hidup orang-orang yang nonMuslim. Misalnya dalam
masalah makan minum dengan berdiri dan dengan tangan kiri kaum Muslim masih banyak yang ikut-
ikutan berbuat demikian pada acara-acara resmi, padahal makan dan minum dengan tangan kiri atau
berdiri bukan etika Islami. Sementara kalau melihat kaum wanita di jalan-jalan, sulit dibedakan antara
seorang muslimah dengan non-muslimah, sebab rambut sama-sama terlihat, betis sama-sama terbuka,
sama-sama menor dalam bersolek bahkan sama-sama berpakaian ketat. Yang mana semuanya dilarang
dalam Islam.
Kaum muslimin yang berbahagia.
Boleh jadi semua itu akibat ketidaktahuan atau ketidak fahaman. Namun ketidak tahuan itu adalah
akibat bahwa kebanyakan kaum muslimin telah kehilangan kepercayaan terhadap Islam, sehingga
mereka cenderung mengabaikan ajaran-ajarannya. Mempelajari ilmu-ilmu Islam dianggap ketinggalan
jaman.Banyak orang Islam, bahkan kalangan akademik yang beranggapan mempelajari ilmu-ilmu Islam
tanpa dicampur dengan teori-teori ilmu barat, suatu kemunduran.Tidak sesuai dengan perkembangan
jaman dan seterusnya. Bukankah itu krisis kepercayaan terhadap Islam?
Umumnya seseorang diketahui sebagai seorang muslim, apabila ia melaksanakan shalat atau ketika
diajak berbicara. Hanya dalam beberapa kalangan atau kawasan saja terdapat suatu kelompok sosial
secara lahiriah tampak sebagai muslim, sebab perempuan-perempuan mereka berjilbab misalnya.
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, pasti mengimani dan meyakini bahwa hanya
Islam sajalah yang terbaik dan benar, sebagai pedoman beribadah dan pedoman hidup didunia. Sebab ia
meyakini bahwa segala yang dikatakan Allah dan RasulNya pasti benar dan baik.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang ada) di sisi Allah adalah Islam.” (Ali Imran: 19)
Berkaitan dengan ayat ini, Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat tersebut
merupakan berita dari Allah Subhannahu wa Ta'ala bahwa tidak ada agama apapun yang diterima di sisi
Allah, kecuali Islam. Sedangkan Islam ialah ittiba’ (mengikuti) rasul-rasul Allah yang diutus untuk tiap-
tiap masa, sampai akhirnya ditutup dengan rasul terakhir Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam.
Sehingga jalan menuju Allah tertutup kecuali melalui jalan Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam.
Karenanya, siapa yang menghadap Allah Subhannahu wa Ta'ala setelah diutusnya Nabi Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Salam dengan menggunakan agama yang tidak berdasarkan syariat beliau, maka
tidak akan diterima. Seperti halnya firman Allah pada ayat yang lain:
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) dari padanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85).
Jamaah Jum’ah yang dimuliakan Allah.
Demikian pula pada ayat di atas Allah memberitahukan tentang pembatasan agama yang diterima di
sisiNya, hanyalah Islam. Dengan kata lain, bahwa selain Islam adalah agama yang batil. Tidak akan
membawa kebaikan dunia dan tidak pula akhirat. Sebab agama selain Islam, tidak diakui dan tidak
dibenarkan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala sebagai pedoman, baik dalam hal ibadah maupun
mu’amalah-mu’amalah duniawi.
Bukankah hanya Allah Subhannahu wa Ta'ala sendiri Yang Maha Mengetahui dengan cara apa dan
pedoman bagaimana, manusia akan mendapat maslahat hidupnya? Bukankah Dzat Yang Maha
Pencipta, yang lebih mengetahui tentang apa-apa yang diciptakanNya? Dua ayat di atas menunjukkan
hal ini semuanya. Dan kenyataan ini masih ditunjang dengan bukti-bukti lain, yang paling utama di
antaranya adalah Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :
“Hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu. Dan telah Aku sempurnakan nikmatKu untukmu
dan Aku telah ridlai Islam sebagai agamamu.” (Al-Maidah: 3).
Dalam kaitannya dengan hal ini seorang tokoh ulama’ dari Yordania yaitu Syaikh Ali Hasan Ali Abdul
Hamid mengatakan dalam kitabnya Ilmu Usulil Bida’ bahwa ayat yang mulia ini membuktikan betapa
syariat Islam telah sempurna dan betapa syariat itu telah cukup untuk memenuhi segala kebutuhan
makhluk, jin dan manusia dalam melaksanakan yaitu ibadah, seperti firman Allah:
“Dan Aku tidak menciptakan jin, dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepadaKu.” (Adz
Dzari’at: 56).
Artinya kebenaran Islam adalah kebenaran paripurna, kebenaran menyeluruh dan merupakan kebenaran
yang betul-betul merupakan nikmat Allah yang luar biasa. Betapa tidak, sebab apapun kebutuhan
manusia dalam rangka pengabdian dan peribadatannya kepada penciptanya sudah tertuang dan
tercukupi dalam Islam. Sesungguhnya manusia tidak membutuhkan lagi petunjuk-petunjuk lain, kecuali
Islam.
Kaum Muslimin jamaah Jum’ah yang berbahagia.
Kesempuranaan Islam adalah kesempurnaan yang meliputi segala aspek, untuk tujuan kebahagiaan
masa depan yang abadi dan tanpa batas. Yaitu kebahagiaan tidak saja di dunia, tetapi di akhirat juga.
Karena itu mengapa orang masih ragu terhadap kebenaran dan kesempurnaan Islam? Mengapa orang
masih mencari alternatif dan solusi-solusi lain?. Islam sudah cukup, tidak perlu penambahan atau
pengurangan untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Kebenaran dan kesempurnaan Islam ini juga
telah diakui oleh pemeluk agama lain selain Islam. Hanya saja banyak di antara mereka sendiri yang
menolak, seperti disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an:
“Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, padahal diri mereka mengakui kebenarannya, lantaran
kedzaliman dan kecongkakan.” (An-Naml: 14).
Jamaah shalat Jum’at yang berbahagia.
Dari uraian di atas, seluruh ummat Islam harus merenung ulang mengapa ia harus beragama Islam?.
Bagaimana agar ia berada dalam lingkungan kebenaran?. Seorang pembaharu abad XII Hijriah, Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab memberikan konsep renungan kepada kita sebagai berikut:
Pertama; Seorang muslim harus merenung dan memahami bahwa ia diciptakan, diberi rizki dan tidak
dibiarkan . Itulah sebabnya Allah mengutus rasulNya ketengah-tengah manusia. Tidak lain untuk
membimbing mereka. Artinya ia, hidup dan ada di muka bumi karena diciptakan Allah, ia diberi
berbagai fasilllitas, rizki yang lengkap, mulai dari kebutuhan oksigen untuk bernafas sampai rumah
sebagai tempat berteduh dan lain-lainnya sampai hal-hal yang di luar kesadaran manusia. Semua itu
bukan untuk hal yang sia-sia. Di dalam Al-Qur’an Allah menerangkan:
“Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami mencipta-kan kamu secara main-main saja,
dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?. Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang
sebenarnya; tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia.” (Al-Mukminuun: 115-116).
Karena manusia tidak seperti binatang, yaitu tidak dibiarkan bebas sia-sia, tidak diabaikan dan tanpa
aturan, maka Allah menghendaki aturan untuk manusia. Tentu hanya Allah yang mengetahui aturan
paling tepat dan membawa maslahat buat manusia, sebab Dia-lah pencipta manusia dan segenap
makhluk lainnya.
Aturan itu adalah yang dibawa oleh Muhammad Rasul yang diutusNya untuk kepentingan ini. Aturan
itu adalah aturan yang menata kehidupan manusia agar selamat di dunia dan di akhirat kelak.
Konsekwensinya, siapa yang taat kepada rasul-Nya, maka ia akan selamat dan masuk Surga. Sebuah
kesuksesan masa depan yang gemilang, yang didambakan oleh setiap insan yang berakal sehat dan
berfikiran normal.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
.‫ )روا‬.9‡َ*‫َ‡ْ َأ‬A َ ْ`&ِ َY‡َ ْ‡َ‫‡ َ@ َو‬m َ ْ ‫َ‡ َ ا‬N‫ ِ`ْ َد‬ َ ‡َp‫ َ‡ْ َأ‬:‫َ‡ َل‬T :9َ*jْ ‡َ ْ‡َ‫ َو‬ ِ ‫ َل ا‬,‡ْ#‫ َ‡ َ ُر‬:‫ْا‬,ُ َT ،9َ*‫ َْ َأ‬5 ‫  َ@ ِإ‬m َ ْ ‫ن ا‬َ ْ,ُN ُ َْ ْ`ِ0 ‫ ُأ‬G ‫ُآ‬
.(‫ ري‬h6‫ا‬
“Tiap-tiap ummatku masuk Surga kecuali yang menolak. Ditanyakan kepada beliau: “Siapa yang
menolak ya Rasululllah?” Beliau menjawab: “Siapa yang taat kepadaku ia akan masuk Surga dan
siapa yang durhaka kepadaku maka ia telah menolak”. (HR. Al-Bukhari).
Jamaah Jum’ah yang berbahagia.
Konsep yang kedua: Seorang muslim harus memahami bahwa Allah tidak ridla, jika dalam peribadatan
kepadaNya, Dia disekutukan dengan selainNya. Sekalipun Malaikat yang dekat denganNya ataupun
Nabi utusanNya, sebagaimana firmanNya:
“Dan sesungguhnya masjid-masjid adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah
seseorangpun didalamnya disamping (menyembah ) Allah..” (Al-Jin: 18)
Konsep yang ketiga: Jika sudah menjadi orang yang taat kepada Rasul Allah, dan bertauhid kepada
Allah, maka konsekwensi berikutnya yang harus dipahami adalah prinsip Wala’ dan Bara’. Artinya
loyalitasnya hanya diberikan kepada Allah dan RasulNya dan orang-orang yang beriman. Sebaliknya ia
tidak memberikan kecintaan dan kasih sayangnya kepada siapapun yang menentang Allah dan
RasulNya, sekalipun kerabat terdekatnya.
Kaum muslimin jamaah Jum’ah yang berbahagia.
Itulah hakikat Islam yang dengan ucapan singkat berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dengan
cara mentauhidkan-Nya; bersikap patuh terhadapNya dengan cara menjalankan ketentuan-
ketentuanNya; dan bersikap membebaskan diri; mem-benci dan memusuhi kemusyrikan beserta para
pendukungnya.
.َْ"ِ ‫(ْ ِآ‬d ُ ْ ‫ ا‬ َ ِ َ&‫ َوَ َأ‬ ِ ‫نا‬ َ َ16ْ # ُ ‫ ِ`ْ َو‬-َ 6َ B‫ ا‬ ِ َ ‫ ْ" َ( ٍة َأ&َ َو‬Yِ *َ 9َ َ  ِ ‫ ا‬9َ‫ْ ِإ‬, ُ ْ‫ِ ْ"ِ`ْ َأد‬6#َ .ِ Fِ ‫ْ َه‬Tُ :?ِ ْ (ِ Qَ ْ ‫ن ا‬ ِ <ْ(Aُ ْ ‫ ِ` ا‬9َ َ-Bَ  ُ ‫َ َل ا‬T
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،َ‫ ُ(وْا ا‬%ِ /ْ 0َ # ْ ‫َا وَا‬F‫ِْ`ْ َه‬,Tَ ُ‫ْل‬,Tُ ‫َأ‬
Khutbah Kedua
ِْ
ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ  ُ ‫ ا‬.ِ ِ َْ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬
ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ِ ْ" ُ ُ َو‬-0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1ْ &َ ِ ِ َ ْ 1َ ْ ‫ن ا‬  ‫ِإ‬
َ ‡َ aَ ‡!*‫ ِ‡ْ َر‬C G1 َ ْ ‫ َا‬:9َ َ-Bَ  ُ ‫َ َل ا‬T ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ وََأ‬a َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
.
َ ْ (ِ 0َ ْ ُ ْ ‫ ا‬
َ ِ   &َ ْ,Qُ Bَ
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah
Berdasarkan keterangan dan uraian kami pada khutbah pertama, maka ummat Islam hendaknya benar-
benar mampu membuktikan bahwa syari’at Islam yang akan menghantarkan pemeluknya menuju
sukses hidup di dunia dan di akhirat, Sedangkan agama lain selain Islam jelas batil dan tidak
bermanfaat.
Sebagai bukti seorang telah mempercayai Islam sebagai agama yang benar, maka ia harus mengikuti
dan taat kepada Rasul Nya, bertauhid kepada Allah dan hanya memberikan loyalitasnya kepada Allah,
RasulNya, dan kaum Muslimin, serta memberikan permusuhan kepada musuh-musuh Allah dan
RasulNya.
Sedangkan jalan ke sana sekarang harus ditempuh dengan tashfiyah (pemurnian) dan tarbiyah
(pendidikan), sebab ajaran Islam telah banyak disusupi ajaran-ajaran asing, yang dianggap merupakan
bagian dari ajaran-ajaran Islam.
‡َ‫‡ ٍ َآ‬1َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ! ‡َ; ? ‡َُ‫ ا‬. ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ُ ُ 0َ Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ ‡ْ‫‡ ٍ َآَ‡ *َ َرآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9َ َ n َ "ْ ;َ
.ٌ"ْ m
ِ َ ٌ"ْ ِ D َ a َ & ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ِإ ْ*(َا ِه‬
ْ‫َ َوِإن‬$ َ ‡ُ%&ْ ‫َ َْ‡ َأ‬o
َ َ* ‫ َر‬.ٌ?"ْ D ِ ‫ َر ُءوْفٌ ر‬a َ & ‫ْا َر *َ ِإ‬,ُ َ ‫ ءَا‬َ ْ Fِ !
tِ َ*ِ ْ,ُTُ ْ` ِ ْ-َ m ْ Bَ 5َ ‫ن َو‬ ِ َْ vِ ْ *ِ َ&ْ,Aُ 6َ #
َ  َ ْ Fِ ‫َا ِ&َ ا‬,N ْ vِ ‫(ْ ََ َو‬%ِ t ْ ‫َر *َ ا‬
.
َ ْ (ِ #ِ َhْ ‫ ا‬ َ ِ   &َ ْ,Qُ َ َ َْ Dَ ْ(Bَ ‫ِ(ْ ََ َو‬%/ْ Bَ ْ?
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU
ُ -ِ َ `
ِ ‡ْ/6َ ْ ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئِ ذِي ا‬Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ $ َ D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ W ِ -ْ ُ ِ ِْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ # ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ا‬

20
Islam; Kenikmatan yang Agung Dan Sempurna
Oleh: Muhammad Taufik N.T.S.Pd
ُ ْ ِ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬

ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ‫ي‬ َ ‡‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ‡ِ;ْ‫س ُأو‬ ُ ‡‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫َ َ ُ َوَأ‬aْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ Dْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ْا‬,‡ُAB ‫س ا‬ُ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C Dَ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,Aُ 0 ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ

َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬Kَ ْ‫َ ِ َْ َزو‬CَN َ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫َر‬
ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&‫ُ‡?ْ ُذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِYْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ َ ‫ن‬ َ َ‫آ‬
. ً"ْ Uِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬
ِ َْ ْ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ِ َو‬6ِ 1ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ َ"! 6ِ &َ 9ََ ْ?!# َ ‫; ! َو‬
َ ? ُ َ‫ ا‬.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ

Ma’ asyirol Muslimin Rahimakumullah

Segala puji hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin. Tiada Dzat yang patut disembah, diibadahi, dipuji dan
ditaati , Dialah Al-Khaliq yang telah menurunkan Islam sebagai aturan yang adil, agung lagi mulia yang
merupakan rahmat dan nikmat bagi seluruh alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan
oleh Allah kepada penutup para nabi dan Rasul Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam beserta
keluarga, sahabat-sahabat, dan para pengikutnya yang setia berjuang untuk menyebarkan risalah Islam
keseluruh penjuru dunia.

Hadirin Jama’ah Jum’ah yang berbahagia

Nikmat yang sangat besar yang harus kita syukuri adalah iman dan Islam serta diciptakannya alam
semesta untuk manusia, kemudian dipilihnya planet bumi sebuah planet yang nyaman untuk kita
tempati, dan dibuatNya untuk alam semesta, termasuk manusia, suatu sunnatullah yang tidak pernah
berubah, sebagaimana firmanNya:

“... Dan kamu sekali-kali tidak akan menjumpai perubahan pada sunnatulllah.” (QS. Al-Ahzab: 62) dan
juga firmanNya:

“... Dan tidak akan kamu dapati suatu perubahan pada ketetapan kami itu.” (QS. Al-Isra’: 77)

Jika kita renungkan, planet bumi yang mengelilingi surya berenang dalam lintasan ellips, merengggang
147 juta km dan maksimal 152 juta km dengan kecepatan 29.79 km/detik, melahap tahun demi tahun
dengan kecepatan 11,18 km/detik memulas siang dan malam . Andaikan saja tidak ada ketetapan
/keteraturan dalam sunnatullah ini atau bumi dan planet lainnya tidak mau taat pada aturanNya, seperti
kebanyakan sifat manusia, niscaya imbang centripental dan centrifugalnya(gaya/tarikan kedalam dan
keluar) akan tersita fatal, lantas bumi akan anjlok ke perihelion dan ephelion lain, yang bisa menyulap
bumi akan menjadi gersang ataupun beku sehingga menjadi pemukiman yang tidak membetahkan
insan. Sungguh segala puji bagi Allah yang membuat sunnatullah ini bersifat tetap.

Jama’ah Jum’ah yang berbahagia.

Kita juga melihat keteraturan alam semesta ini pada dunia hewan dan tumbuh-tumbuhan. Mereka
senantiasa tunduk kepada aturan-aturanNya, mereka senantiasa konsisten dengan aturan-aturan yang
diciptakan untuk mereka. Ketika Allah telah membuat hidup mereka berpasang-pasangan, hampir tidak
pernah kita jumpai, bahkan dalam sebuah kandang sekalipun tidak ada hewan jantan kawin dengan
hewan jantan atau sebaliknya. Mereka semua tunduk dan bertasbih kepada Allah sebagaimana
firmanNya:

“Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi. Raja Yang Maha
Suci,Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Jumu’ah: 1).

Akan tetapi wahai kaum muslimin yang mulia, manusia yang diberi kelebihan nikmat yang paling
utama berupa akal, ternyata tidaklah cukup dengan aturan-aturan alam ini saja. Manusia dengan akal
dan potensi hidup lainnya berupa kebutuhan jasmani,naluri dan hawa nafsunya ternyata bisa dan
mampu melakukan penyimpangan dari aturan-aturan Allah, sehingga hal yang tidak kita temui dalam
kandang ayam sekalipun justru saat ini kita temui pada kehidupan manusia, kita dapati pria kawin
dengan pria, wanita kawin dengan wanita, bahkan manusia kawin dengan alat yang dibuatnya sendiri.
Dari akibat ulah manusia semacam inilah kita bisa menyaksikan kerusakan yang dahsyat baik itu berupa
penyakit kelamin, kerusakan moral dan kerusakan lain yang terjadi di darat maupun di laut.
Wahai kaum muslimin rahimakumullah!

Merupakan kenikmatan yang agung, sempurna dan satu-satunya yang akan menjamin tercapainya
kebahagiaan hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat, yang jika kita bandingkan dengan nikmat
alam semesta ini, niscaya alam semesta dan dunia ini tidak berarti apa-apa, itu adalah nikmat Iman dan
Islam, sebagaimana firmanNya:

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu Ad-Dien (agama/jalan hidup)mu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Aku ridlai Islam menjadi dien-mu.” (QS. Al-Maidah:3)

Jama’ah Jum’ah rahimakumullah

Islam dengan aqidah dan syari’ahnya,merupakan aturan sekaligus jalan hidup yang dibuat Allah,
pencipta manusia. Dzat yang Maha Mengetahui, Maha Adil dan Bijaksana yang tidak saja mengatur
manusia dengan diriNya (dalam hal aqidah dan ibadah) tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan
manusia yang lainnya dalam hal mu’amalah dan ‘uqubat (hukuman). Oleh sebab itu Islam merupakan
karunia dan nikmat Allah, hanya dengannyalah dapat tercapai keserasian dan kebahagiaan hidup
manusia. Tidak ada aturan lain yang bisa memanusiakan manusia semanusiawi mungkin selain aturan
dari Pencipta manusia, karena siapa yang lebih tahu hakikat manusia selain Pencipta manusia?.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah

Sungguh agung dan besar nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita berupa Islam dan
sesungguhnya kita wajib mensyukurinya yaitu dengan menggunakan syariat Islam untuk mengatur
aktivitas kita dalam kehidupan sehari-hari. Allah berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman,masuklah kedalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kalian
maengikuti jejak langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuhmu yang nyata.” (QS. Al-
Baqarah: 208)

Dan jika kita menginginkan nikmatNya dengan melecehkan aturan-aturanNya baik sebagian apalagi
keseluruhan, sungguh kehinaan hidup di dunia dan azab Allah di akhirat yang akan kita terima,
sebagaimana firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7:

“Jika kalian bersyukur (terhadap nikmatKu) niscaya Aku tambah nikmatKu kepadamu dan jika kalian
mengingkari (nikmat-Ku) niscaya azabKu sangat pedih.”

Dan dalam ayat lain Allah menegaskan:

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sungguh baginya penghidupan yang sempit,
dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaaha: 124).

Kaum muslimin rahimakumullah.

Dengan nikmat Allah yang berupa akal dan indra, marilah kita bersama-sama merenungkan kemudian
kita bersyukur, betapa matahari yang besarnya 1.303.600 x bumi (satu juta tiga ratus tiga ribu enam
ratus kali besar kali bumi) hanyalah ibarat setitik debu dalam galaksi (gugus bintang) Bima Sakti,maka
bumi ibarat super debu yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop dan manusia adalah super-super
debu yang tertata dari sari tanah, yang terjelma dari nutfah yang terpancar. Sungguh betapa besar jagat
raya ini, dan batapa Maha Besar Pencipta jagat ini dan sungguh betapa kecilnya manusia bila
dibandingkan dengan jagat raya ini, betapa sempurnanya Allah telah menurunkan ayat-ayat yang tersirat
dalam alam semesta maupun yang tersurat dalam kitabNya, betapa tinggi dan luasnya ilmu Allah dan
betapa kecil dan kerdil manusia, sehingga nikmat yang berupa akal ini justeru digunakan untuk
mengkufuri nikmat yang lebih besar yaitu Islam, dengan akalnya kadang-kadang manusia merasa lebih
tahu dari Allah, merasa sombong dan ujub. Sehingga merasa mampu untuk membuat aturan untuk
mengatur dirinya sendiri, mengatur keluarganya dan orang sekelilingnya seraya berpaling dari ayat-ayat
Allah, berpaling dari Islam, berpaling dari syari’atNya. Padahal jagat raya yang besar dan luas saja
tunduk pada aturanNya, mengapa kadang-kadang menusia berpaling?, bukankah Allah telah berfirman:
“Dan siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari
Tuhanmu, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan dua tangannya. Sungguh
kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, dan meskipun kamu menyeru mereka kepada
petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (QS. Al-Kahfi:57)

Sungguh sangat rugi orang-orang yang berpaling dari syari’atNya, keseluruhan ataupun sebagian dan
sungguh beruntung dan berbahagialah orang–orang yang senantiasa menjalani kehidupannya seraya
menyesuaikan dengan perintah dan laranganNya, bahkan Allah telah menjamin suatu bangsa yang
penduduknya beriman dan bertaqwa yakni menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala
laranganNya, dengan firmanNya:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96).
(ُ ‡"ْ Nَ n َ ‡&ْ ‫‡?ْ َوَأ‬D
َ ْ‫‡(ْ وَار‬%ِ t ْ ‫با‬ ! ‫‡ْ َر‬Tُ ‫ َو‬.?ُ "ْ ‡ِ-َ ْ ‫ ا‬Vُ "ْ ِ $  ‡‫ ا‬,َ ‡‫‡ ُ ِإ &‡ ُ ُه‬Bَ ‫ َو‬ َ ِB ْ?Qُ ْ ‡ِ ‫‡  ِ !‡`ْ َو‬6َ Aَ Bَ ‫ َو‬،ِ?"ْ ‡Qِ 1َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬ِ ‡‡َ yْ *ِ ْ?‡Qُ َ‫ ِ‡`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫َ*‡‡ َر‬
.َ "ْ ِ D
ِ ‫ا(ا‬
Khutbah Kedua
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡َ َ  ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫)‡ َ ُ َأ‬ْ ‫ َ‡ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
‡َ‫ } َو‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$
ْ G ْ?0ُ &‫ َوَأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C D َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ #َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬U ِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ 
َ ْ(%! Qَ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ‡ َل‬A َ ِ ِْ,‡ُ#‫ َر‬9َ َ ‫ ِم‬ َ$  ‫ ِة وَا‬ َY   ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬ َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َ ْ ‫ُ] ? ا‬
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ Dَ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡ َ(ا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ ْ"‡َ; ‡َ‫  ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬
َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُ ْ ‫ وَا‬ َ ْ"ِ ِ$ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ Dَ a َ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡َ َ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ # َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
aَ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# . ‡ً َ‫ ِإ‬ َ "‡ِA0 ُ ْ ِ ‡َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ Dَ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1 َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬ ! ‫َر‬
‫ َة‬َY  ‫ ِ? ا‬Tِ ‫ َوَأ‬.?َ # َ ‫ ِ َو‬6ِ 1 ْ; َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ  ُ ‫ ا‬9; َ ‫َو‬

21
Kewajiban Kita Berpartisipasi Dalam Dakwah Ilallah
Oleh : Muh. Ubaidillah Al-Ghifary

,َ ‡ُ‫َ َ& ُ َوه‬1َ 6ْ ‡ُ# .ُ ُ ‡َDْ ‫ َأ‬.‫ ْ‡َ ِل‬vِ ْ‫َ‡ ِم َوا‬-&ْ vِ ْ‫ْ‡ ِ ا‬sِ َ *ِ ‫ف‬
ِ ْ‫ْ‡ ُ(و‬-َ ْ ‫ ا‬،ِ‫َ‡ ل‬Qَ ْ ‫ ِل وَا‬ َ ‡َmْ ‫ت ا‬
ِ َ%Y ِ ‡ِ* ‫ف‬ ِ ْ,‡ُ;ْ,َ ْ ‫ َا‬،ٍ‫َ‡ ل‬D ! ‡ُ‫ آ‬9‡َ َ ‫ْ ِد‬,ُ 1ْ َ ْ ‫ ْ ُ ِ ِ ا‬1
َ ْ ‫َا‬
ُ ‡ُ"ْ ِNَ ‫ُْ ُ َو‬,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡ْ6َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬ ‫ ِل َوَأ)ْ‡ َ ُ َأ‬ َ ‡َmْ ‫َ‡ ِ@ وَا‬U َ -َ ْ ‫ َ‡ ُ ذُو ا‬a
َ ْ (ِ ‡َ)5َ .ُ َ ‡ْD‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫َ ِإَ‡ َ ِإ‬5 ‫ن‬ ‫ َوَأ)ْ‡ َ ُ َأ‬.‫َ‡ ٍل‬D ! ‡ُ‫ آ‬9َ َ ‫ْ ُد‬,ُ 1 ْ َ ْ ‫ا‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.‫"(ا‬I‫ِ ْ"ً آ‬$ ْ Bَ ْ?!# َ ‫ وَ< ٍل َو‬b ٍ 1ْ;َ (ِ "ْ N َ ِ *ِ َ1; ْ َ‫ <ِ ِ َوأ‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ a َ ِْ,#
ُ ‫ك َو َر‬ َ ِ 6ْ 
َ 9َ َ ! َ; ? ُ َ‫ ا‬.‫َ ِل‬Aَ ْ ‫ق ا‬ُ ‫ ِد‬Y‫ا‬
ْ?0ُ ‡&َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,‡ُ Bَ 5َ ‫‡ ِ َو‬Bِ َABُ C
 ‡Dَ َ ‫ا ا‬,‡‡Aُ B ‫ا ا‬,‡‡ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ ‡‡-َ Bَ  ُ ‫‡‡ َل ا‬Tَ L ُ ‡"ْ Dَ ،ِ‡Bِ َABُ C ‡Dَ 9َ ‡‡-َ Bَ  َ ‫ا ا‬,‡‡Aُ B ‫ ِا‬،ُ‫ َ‡‡ ا ‡‡ س‬G ‫َ َ"‡‡ َأ‬
.n
َ ْ ‫ َ ُآ‬L ُ "ْ D
َ  َ ‫ا‬C ِ B ‫ ِا‬:n  ِ ‫ْ ُل ا‬,# ُ ‫َ َل َر‬T‫ َو‬.‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Pada jum’at yang berbahagia ini, mari kita sama-sama memanjatkan puji dan syukur kepada Allah
yang telah memberikan kekuatan kepada kita berupa kesehatan, untuk memenuhi panggilanNya,
yaitu menunaikan ibadah shalat Jum’at. Shalawat dan salam kita berikan kepada nabi besar
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam yang telah menuntun umat manusia dari jahiliyah, yang
penuh kegelapan menuju Islam yang terang benderang, dan juga kepada para sahabatnya serta para
generasi selanjutnya yang memperjuangkan Islam hingga akhir zaman nanti.
Mari kita sama-sama meningkatkan rasa taqwa kita kepada Allah yang selalu melihat gerak-gerik
kita, dengan sebenar-benar takwa, Dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Dalam kesempatan ini, saya selaku khatib ingin membahas sebuah tema yang sangat penting sekali
dan dibutuhkan oleh umat Islam yaitu:
Kewajiban kita berpartisipasi dalam dakwah Islamiah.
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Sebelum membicarakan pokok permasalahannya, sebaiknya kita memahami: Apa itu dakwah?
Dakwah secara bahasa adalah berarti seruan, dan ajakan (kamus Ash Shihah 6/2336, kamus
Mu’jamul Wasit 1/286). Adapun menurut istilah pengertiannya banyak sekali, di antaranya adalah
menurut syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Dakwah adalah mengajak seseorang agar beriman kepada
Allah dan yang dibawa oleh para rasulNya dengan cara membenarkan apa yang mereka beritakan
dan mengikuti apa yang mereka perintahkan (Majmu’ Fatawa oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyah
15/157).
Semua umat Islam sepakat bahwa dakwah adalah amalan yang disyariatkan dan masuk kategori
fardhu kifayah. Tidak boleh kategori diabaikan, diacuhkan, dan dikurangi bobot kewajibannya. Hal
itu disebabkan terdapat banyak perintah dalam Al-Qur’an dan As Sunah untuk berdakwah dan amar
ma’ruf nahi mungkar, seperti firman Allah:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan,
memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (Ali Imran:104).
Ayat ini bersifat umum dan merupakan kewajiban atas setiap individu untuk melaksanakannya
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Huruf () disitu berarti penjelas. Kalau menjadi
penjelas maknanya jadilah kamu wahai kaum mukminin sebagai umat yang menyeru kepada
kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar (lihat Jami’ul Bayan
oleh At-Thabary 4/26). Atau sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir, maksud dari
ayat ini adalah jadilah kamu sekelompok orang dari umat yang melaksanakan kewajiban dakwah.
Kewajiban ini wajib atas setiap muslim, sebagaimana hadits shohih yang diriwayatkan oleh Al-
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ,
“Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, kalau
tidak mampu, hendaklah mengubah dengan lisannya, kalau tidak mampu hendaklah mengubah
dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.” Dan pada riwayat lain, “Dan setelah itu tidak ada
iman sedikitpun.” (Lihat Tafsil Al-Qur’an Al-‘Azhim, oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir, 1/390).
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Ingatlah, wahai kaum muslimin bahwa dakwah Ilallah merupakan kewajiban yang disyari’atkan dan
menjadi tanggung jawab yang harus dipikul kaum muslimin seluruhnya. Artinya setiap muslim
dituntut untuk berdakwah sesuai kemampuannya dan peluang yang dimilikinya. Oleh sebab itu
wajiblah bagi kita untuk semangat berpartisipasi dalam berdakwah menyebarkan Islam ke mana
saja dan di mana saja kita berada.
Dakwah dan amar ma’ruf merupakan prasyarat khairu ummah. seandainya umat ini tak mau
berdakwah, maka akan mengalami kerugian dan kemunduran dalam pelbagai aspek kehidupan.
Sebab mulianya umat dengan dakwah, dan kerugiannya akibat meninggalkan dakwah. Allah
berfirman:
”Kamu semua adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang ma’ruf,
mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110).
Jadi dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah akan memberikan predikat yang terbaik kepada umat
manusia bila memenuhi tiga syarat yaitu:
1. Menyuruh kepada yang ma’ruf
2. Mencegah dari yang mungkar, dan
3. Mau beriman kepada Allah. Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Dakwah merupakan pekerjaan terbaik, hal itu sesuai dengan firman Allah:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan
amal shalih dan berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Fushshilat:
33).
Adapun orang yang berdakwah karena hanya ingin mengharapkan ridha Allah dalam dakwahnya,
maka Allah akan memberikan padanya balasan yang setimpal. Hal itu sesuai dengan sabda
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :
.(?$ .‫ )روا‬.?ِ -َ  ‫ ُ ِ( ا‬D
ُ ِْ a
َ َ ‫ن‬
َ ْ,Qُ َ ْ‫ ِْ َأن‬a
َ َ ٌ("ْ N
َ ‫ًا‬D
ِ ‫ وَا‬
ًK
ُ ‫ َر‬a
َ *ِ 
ُ ‫ا‬a
َ َ ِ ْ َ ْ‫ن‬jَِ
“Sungguh jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui engkau (dakwah engkau)
maka itu lebih baik bagimu daripada engkau memiliki onta merah.” (Hadits shahih riwayat Muslim
dalam kitab fadha’il, no. 2406).
Jadi, karena dakwah merupakan perbuatan terbaik dan pelakunya akan dibalas dengan balasan yang
besar. Maka dengan segera Rasulullah tetap tegar dalam dakwah, walau diganggu, dipersulit dan
meskipun akan dibunuh tidaklah hal itu menghalangi beliau dalam berdakwah demi tegaknya dien
Islam.
Para da’i hendaknya menyadari bahwa ancaman, intimidasi, dan teror serta ancaman bunuh dari
musuh adalah sunnatullah yang sudah dialami para nabi sebelum Nabi Muhammad dan hal itu akan
berlanjut sampai hari Kiamat.
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Marilah kita sejenak merenung dan meresapi untaian di bawah ini. Apa yang dialami Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam dan para sahabat dalam berdakwah? Mereka disiksa, diteror ada yang
dibunuh, bahkan ada pula yang diembargo ekonomi dalam jangka waktu yang lama. Mereka sempat
makan rumput-rumputan dan daun-daunan hingga mulut dan lidah mereka pecah-pecah.
Apa yang dialami Imam empat yang terkenal itu?
Imam Abu Hanifah, beliau dijebloskan dalam penjara gara-gara berdakwah dan mengatakan yang
haq itu haq dan yang batil itu batil.
Imam Malik, karena menegakkan kebenaran beliau rela dipukuli sampai kedua tulang belikat beliau
hampir lepas karena kerasnya pukulan.
Imam Syafi’i, gara-gara membela kebenaran beliau dimasukkan bui dan mau dibunuh oleh raja
pada saat itu.
Imam Ahmad bin Hanbal, yang pada zamannya ada fitnah dari kaum mu’tazilah bahwa Al-Qur’an
adalah makhluk Allah. Akhirnya, beliau menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah bukan
makhluk. Dari pernyataannya yang tegas itu, beliau dimasukkan bui dan dicambuk beberapa kali,
hingga sebagian algojo yang menyiksa beliau membuat kesaksian dengan mengatakan, bahwa
Imam Ahmad dicambuk sebanyak delapan puluh kali, jikalau gajah dicambuk seperti itu maka akan
mati terkapar. Maka beliau terkenal dengan sebutan Imam As-Sunnah, karena membela sunnah
Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam dan Al-Haq.
Lalu apa yang diderita Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya yang terkenal yaitu Syaikhul
Islam Ats-Tsani Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah?
Ibnu Taimiyah, karena berdakwah dan membela kebenaran, beliau rela masuk penjara, tak sempat
menikah hingga beliau mati dalam penjara. Kata-kata beliau yang cukup terkenal yang patut kita
ambil pelajaran:
“Apakah yang akan diperbuat musuh-musuh kepadaku?
Jika aku dipenjara, penjaraku adalah khalwat (untuk beribadah pada Rabb).
Jika diasingkan, pengasinganku adalan tamasya.
Jika aku dibunuh, kematianku adalah syahadah.
Itulah kata-kata beliau dalam tekadnya membela kebenaran.
Siapakah yang mampu menundukkan orang-orang yang segala alternatif perjuangannya adalah
serba baik, sebagaimana beliau? Tidak ada, kecuali Maha Perkasa yang dengannya justru
menaklukkan manusia ke dalam lindungan syari’at Islam nan agung dan penuh rahmat (Lihat buku
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah oleh Abul Hasan An-Nadawi).
Ibnul Qayyim, dalam membela kebenaran ia rela diikat badannya lalu diarak keliling kampung dan
diludahi masyarakat, namun beliau tetap tegar dalam berdakwah sampai akhir hayatnya (Dari kitab
Zadul Ma’ad).
Adapun ulama-ulama yang baru-baru ini meninggalkan kita, yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah
bin Bazz (2000 M) dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani. Mereka adalah ulama-ulama
yang gemar berdakwah dan menyebarkan Islam hingga akhir hayatnya. Begitu juga Syaikh
Muhammad Shalih Al-Utsai-min yang telah wafat pula (1421 H / 2001 M).
Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Seorang da’i haruslah pandai dalam menyampaikan dakwah. Sebab darinyalah satu sebab dari
beberapa sebab umat dapat paham Islam yang benar. Oleh karena itu dakwahnya harus sesuai Al-
Qur’an dan As Sunah serta sesuai dengan manhaj nubuwwah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam . Sebagaimana hal itu sesuai dengan firman Allah:
“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl: 125).
Seorang da’i haruslah selalu introspeksi diri, apakah dakwahnya karena Allah atau karena yang lain:
Dalam firman Allah di atas tadi, kata bil hikmah, Imam Syafi’i memberi komentar: “Setiap hikmah
dalam Al-Qur’an berarti As-Sunnah”.
Dan berkaitan dengan kata As-Sunah artinya adalah dakwah itu harus mengikuti sunnah Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam, bukan berdakwah mengajak orang pada golongan, partai tertentu
yang marak hari ini, demokrasi, sekularisme dan lain-lain yang antagonis dengan Islam, silakan
lihat komentar Imam Syafi’i dalam kitab Al-Madkhal fil Aqidah, hal 24.
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Dakwah itu mempunyai urgensi yang banyak sekali, namun intinya kurang lebih adalah tersebarnya
kebenaran pada umat manusia (khususnya kaum muslimin), lalu mereka bisa merubah pola pikir
hidupnya dari jelek menjadi baik, dari beribadah kepada makhluk berubah menjadi beribadah
kepada Khaliq. Lalu mereka membela Islam, mendakwahkan Islam semampunya hingga dengan
usaha mereka setelah rahmat Allah manusia masuk Islam secara berbondong-bondong.
Maka alangkah bahayanya kalau dakwah itu sampai tidak berjalan, mogok total tanpa ada yang
menjalankan, maka ketika itu adzab Allah akan turun ke bumi menimpa manusia semuanya.
Apakah di dalamnya itu orang beriman atau bukan beriman. Firman Allah:
“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim di antara
kamu, dan ketahuilah Allah amat keras siksanya”. (Al-Anfal: 25).
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Demikian ringkasan dari kutbah Jum’at yang saya sampaikan, yang intinya sebagai bahan ringkasan
dari khutbah tersebut adalah marilah kita tingkatkan partisipasi kita dalam berdakwah sesuai dengan
kemampuan kita, profesi kita, hingga Allah memanggil kita, karena keutamaan umat ada dalam
dakwah dan kerugian umat akibat meninggalkan dakwah. Sekali lagi mari kita tingkatkan semangat
kita berdakwah sesuai dengan manhaj salafush shalih. Semoga Allah menolong kita dalam
menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Amin ya Robbal’alamin.
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬ ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #ْ َ .b ٍ &ْ ‫ ِْ ُآ ! َذ‬ َ "ْ ِ ِ$ ْ ُ ْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$ِ‫?ْ َو‬Qُ َ‫َو‬
Khutbah Kedua
.ُ ُ ‡ْ6
َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫ َوَأ)ْ‡ َ ُ َأ‬.ُ ‡َ a َ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡ْD‫ ا َو‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ‫ن‬  ‫ َأ)ْ‡ َ ُ َأ‬. ُ ‫ َأنْ هَ‡َا&َ ا‬5َ ْ,‡َ ‫ي‬ َ ِ ‡َ0َْ ِ ‫َا َوَ ُآ‬Fَ ِ َ&‫يْ َهَا‬Fِ ‫ ُْ ِ ِ ا‬1 َ ْ ‫َا‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬. ِ ْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫ <ِ ِ َوَأ‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ ا‬.ُ ُْ,# ُ ‫َو َر‬
? ‡َُ‫ ا‬. ً"ْ ِ$ ْ ‡َB ‫ْا‬,ُ !‡َ#‫َ"ْ‡ ِ َو‬ َ ‫ْا‬,G‡َ; ،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lَ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ْا َأ‬,‡َُ ْ ‫ وَا‬،ِBِ َABُ C D َ 9َ َ-Bَ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ِا‬،َ‫ْن‬,ُ ِ ْ|ُ ْ ‫َ ا‬G ‫َ "َ َأ‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬َ "ْ ِ ِ ْ|‡ ُ ْ ِ ْ(‡ %ِ t
ْ ‫ اَ ُ ‡ ? ا‬.َ "ْ ِ D
ِ ‫ ‡ َ? ا ‡(ا‬Dَ ْ‫ َ‡‡ َأر‬a َ ‡ 0ِ َ D
ْ (َ *ِ َ"ْ ‡ -ِ َ K
ْ ‫ َأ‬َ "ْ -ِ *ِ ‡‡0 ‫ ِ وَا‬6ِ 1
ْ ‡;َ ‫ <ِ ‡ ِ َو‬9‡‡َ َ ‫  ‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡‡َ َ ْ?!‡ # َ ‫; ‡ ! َو‬ َ
5َ ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C  1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.‫ت‬ ِ ‫َا‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬ِ َِ$ ْ ُ ْ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫وَا‬
.‫ب ا‡ ِر‬ َ ‫َا‬F‡َ ‡َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ ‡َD ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ@ً َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ < َ* ‫ َر‬.‫ب‬ ُ ‫ه‬,َ ْ ‫ ا‬n َ &َ‫ أ‬a َ & ‫ َ ً@ ِإ‬D ْ ‫ َر‬a َ &ْ ُ  ِ ََ ْb‫َ َو َه‬0َ ْ َ ‫ َ ِإذْ َه‬-ْ *َ َ*َ ْ,ُTُ ْ‫غ‬sِ Bُ
.َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1 َ ْ ‫وَا‬
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU ُ -ِ َ ` ِ ‡ْ/6َ ْ ‫َ‡ ِ( وَا‬Qُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬
ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ‫ ِء ذِي ا‬Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ 
َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫دْ ُآ?ْ َو‬sِ َ ِ ِ -َ &ِ 9َ َ .ُ ْ‫ُ ُ(و‬Q) ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ا‬

22
Istighfar Dan Taubat Adalah Kunci Rizki Dan keberkahan dari Allah Ta'ala
oleh: Anton Zamroni
Khutbah pertama
ِْ
ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ  ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ِ ْ" ُ ُ َو‬-0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
.ُ ُْ,#ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َ ُ َوَأ‬aَ ْ (ِ )َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
C
َ ‡َNَ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ *‫ْا َر‬,Aُ B ‫س ا‬
ُ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ Aَ Bُ CD َ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫َ َأ‬
‫ا‬,‡َُ ‫ ءَا‬َ ْ Fِ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ‡ َأ‬. ‡ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ ‡َ
َ ‫ن‬
َ َ‫ آ‬ َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ*ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬K َ ْ‫ِ َْ َزو‬
. ً"ْ U
ِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ ُ َْ,# ُ ‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ W ِ ُ َْ ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,&ُ ‫?ْ ُذ‬Qُ َ ْ(%ِ /ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ َْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِY ْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا‬
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1
ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1 ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬# َ ‫َ ْ" ِ َو‬َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ َْ‫ي ه‬ ِ َْ ْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
.ِ ْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ ِ َو‬6ِ ْ1;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ ‫َا‬
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Pada kesempatan kali ini tak lupa saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan jama’ah semuanya,
marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita, karena iman dan taqwa adalah sebaik-baik bekal
untuk menuju kehidupan di akhirat kelak.
Jamaah Jum’at yang berbahagia ...
Di antara hal yang menyibukkan hati kaum muslimin adalah mencari rizki. Dan menurut
pengamatan, sebagian besar kaum muslimin memandang bahwa berpegang dengan Islam akan
mengurangi rizki mereka. Kemudian tidak hanya sebatas itu, bahkan lebih parah dan menyedihkan
bahwa ada sejumlah orang yang masih mau menjaga sebagian kewajiban syari’at Islam tetapi mengira
bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi hendaknya
menutup mata dari hukum-hukum Islam, terutama yang berkenaan dengan hukum halal dan haram.
Mereka itu lupa atau berpura-pura lupa bahwa Allah men-syari’atkan agamaNya hanya sebagai
petunjuk bagi ummat manusia dalam perkara-perkara kebahagiaan di akhirat saja. Padahal Allah
mensyari’atkan agama ini juga untuk menunjuki manusia dalam urusan kehidupan dan kebahagiaan
mereka di dunia.
Sebagaimana Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas Radhiallaahu anhu , ia berkata:
.‫ب ا ِر‬َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬Nِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ Dَ َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ < َ* ‫ َر‬:n ` ! 6ِ  ‫ ُ( ُدَ ِء ا‬Iَ ‫ن َأ ْآ‬ َ َ‫آ‬
“ Sesungguhnya do’a yang sering diucapkan Nabi adalah, “Wahai Tuhan Kami’ karuniakanlah
kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka”. (Shahihul Al-
Bukhari, Kitabud Da’awat, Bab Qaulun Nabi Rabbana Aatina fid Dunya Hasanah, no. Hadist 6389,
II/191).
Ma'asyirol Muslimin a’azza kumullah ...
Allah dan RasulNya tidak meninggalkan umat Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan dan
keraguan dalam usaha mencari penghidupan. Tapi sebaliknya, sebab-sebab mendapat rizki telah diatur
dan dijelaskan. Sekiranya ummat ini mau memahami dan menyadarinya, niscaya Allah akan
memudahkan mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rizki dari setiap arah, serta akan dibukakan
untuknya keberkahan dari langit dan bumi. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami ingin
menjelaskan tentang berbagai sebab di atas dan meluruskan pemahaman yang salah dalam usaha
mencari rizki .
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Di antara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah istighfar (memohon ampun) dan taubat
kepada Allah. Sebagaimana firman Allah tentang Nuh yang berkata kepada kaumnya:
“ Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohon ampunlah kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan
(pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh: 10-12)
Yang dimaksud istighfar dan taubat di sini bukan hanya sekedar diucap di lisan saja, tidak
membekas di dalam hati sama sekali, bahkan tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Tetapi
yang dimaksud dengan istighfar di sini adalah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-
Asfahani adalah “Meminta (ampun) dengan disertai ucapan dan perbuatan dan bukan sekedar lisan
semata.”
Sedangkan makna taubat sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah
meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat
untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang lebih baik (sebagai ganti). Jika keempat
hal itu telah dipenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna.
Begitu pula Imam An-Nawawi menjelaskan: “Para ulama berkata. ‘Bertaubat dari setiap dosa
hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut
pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga:
1. Hendaknya ia harus menjauhi maksiat tersebut.
2. Ia harus menyesali perbuatan (maksiat) nya.
3. Ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.
Jika salah satu syarat hilang, maka taubatnya tidak sah.
Jika taubatnya berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat, yaitu ketiga syarat di
atas ditambah satu, yaitu hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang lain. Jika berupa harta
benda maka ia harus mengembalikan, jika berupa had (hukuman) maka ia harus memberinya
kesempatan untuk membalas atau meminta maaf kepadanya dan jika berupa qhibah (menggunjing),
maka ia harus meminta maaf.
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (surat Nuh: 10-12) berkata: “Maknanya, jika kalian
bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya, niscaya Ia akan memperbanyak rizki kalian, Ia
akan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi,
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, melimpahkan air susu, memperbanyak harta dan anak-anak untuk
kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya terdapat macam-macam buah-buahan untuk kalian
serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun untuk kalian.
Imam Al-Qurtubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasannya ia berkata: “Ada seorang laki-laki
mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya,
Beristighfarlah kepada Allah! Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan, maka beliau berkata
kepadanya, Beristighfarlah kepada Allah! Yang lain lagi berkata kepadanya, ’Do’akanlah (aku) kepada
Allah, agar ia memberiku anak!!’ maka beliau mengatakan kepadanya, ‘Beristighfar kepada Allah! Dan
yang lainnya lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan
(pula),’Beristighfarlah kepada Allah!.
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Kemudian di ayat yang lain Allah yang menceritakan tentang seruan Hud kepada kaumnya agar
beristighfar.
“ Dan (Hud berkata),’Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah
kepadaNya, niscaya Dia kan menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan membawa
kekuatan kepada kekuatanmu dan juga janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (Hud: 52)
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan: “Kemudian Hud
memerintahkan kaumnya untuk beristighfar sehingga dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian
memerintah-kan bertaubat untuk waktu yang mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini,
niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaanya.
Dan pada surat Hud di ayat yang lain Allah juga berfirman:
“ Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya (jika kamu
mengerjakan yang demikian (niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus)
kepadamu sampai pada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang
yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku
takut akan ditimpa siksa hari kiamat.” (Hud: 3).
Imam Al-Qurthubi mengatakan:”Inilah buah istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberikan
kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup
serta Allah tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukanNya terhadap orang-orang yang
dibinasakan sebelum kalian.”
Ma'asyirol Muslimin A’azza kumullah ...
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i Ibnu Majah
dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah bersabda:
.bُ $ ِ 0َ 1
ْ َ 5َ L ُ "ْ Dَ ِْ ُ Tَ ‫ً َو َر َز‬K(َ h ْ َ C ٍ "ْ \ِ ! ‫ً َو ِْ ُآ‬K(َ َ ?‰ ‫ ِْ ُآ ! َه‬ ُ ‫ َ ا‬-َ K َ ‫َ َر‬%/ْ 0ِ #ْ 5ِ ْ‫ َ( ا‬Iَ ‫َْ َأ ْآ‬
“ Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan
untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan
memberikan rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Dishahihkan oleh Imam Al-
Hakim (AlMustadrak, 4/262) dan Syaikh Ahmad Muhammad Syaikh (Hamisy Al-Musnad, 4/55)
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Dalam hadist yang mulia ini, Nabi menggambarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh
orang yang memperbanyak istighfar. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Esa, Yang memiliki
kekuatan akan memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak pernah diharapkan serta
tidak pernah terbersit dalam hati.
Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rizki hendaklah ia bersegera untuk memperbanyak
istighfar, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Dan hendaklah kita selalu waspada! dari
melakukan istighfar hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab ia adalah pekerjaan para
pendusta.
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬ ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ َ .b ٍ &ْ ‫ ِْ ُآ ! َذ‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$ِ‫?ْ َو‬Qُ َ‫َو‬
Khutbah kedua:
ِْ
ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ُ ِْ ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.ُ ُْ,#
ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ َ ُ َوَأ‬aَ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Kembali pada khutbah yang kedua ini, saya mengajak diri saya dan jama’ah untuk senantiasa
meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah dengan sesungguhnya.
Kemudian dari khutbah yang pertama tadi dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwasannya telah disyari’atkan oleh Allah kepada kita untuk senantiasa ber-istighfar dan taubat
dengan lisan yang disertai perbuatan. Karena istighfar dan taubat dengan lisan semata tanpa disertai
dengan perbuatan adalah pekerjaan para pendusta.
2. Bahwasannya dengan istighfar dan taubat, Allah akan mengampuni dosa-dosa hambaNya, Allah
akan menurunkan hujan yang lebat, Allah akan memperbanyak harta dan anak-anak, Allah akan
menjadikan untuknya kebun yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Jadi dengan istighfar dan
taubat, Allah akan membukakan pintu-pintu rizki dan keberkahan baik dari langit maupun dari bumi.
Karena itu, marilah pada kesempatan ini kita berdo’a kepada Allah, memohon ampunan atas
segala dosa dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang pandai ber istighfar agar Allah senantiasa
membukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi.
‡َ‫‡ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ! ‡َ; ? ‡َُ‫ ا‬. ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ُ ُ 0َ Qَ lِ
َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ ‡ْ‫‡ ٍ َآَ‡ *َ َرآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9َ َ n َ "ْ ;
َ
.‫ت‬
ِ ‫َا‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬ِ َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ ْ"ِ ِ ْ|ُ ْ ‫ت وَا‬ ِ َِ$ ْ ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ِ ْ(%ِ t
ْ ‫ اَ ُ ? ا‬.ٌ"ْ m ِ َ ٌ"ْ ِ Dَ a َ & ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ِإ ْ*(َا ِه‬
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang selalu bertaubat dan beristighfar, dan
mudahkanlah rizki -rizki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah keadaan-keadaan kami.
Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba Mu yang pandai beristighfar. Dan
karuniakanlah kepada kami buahnya, di dunia maupun di akherat. Sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a. Wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.
َ ‡ِ ‡َ*َ َT‫ْ ِر‬C‡ِ0 ْ ‫ اَُ‡ ? َأ‬.ْ?‡َ-ْ &َ ْ?َ َ‫ِ َْ ِ ْ ُ َو‬َ َ ِ !‫ !( ُآ‬d  ‫ ا‬ َ ِ a َ *ِ ‫ْ ُذ‬,-ُ &َ ‫ َو‬،ْ?َ-ْ &َ ْ?َ َ‫ ْ" ِ( ُآ! ِ َ َِ َْ ِ ْ ُ َو‬h َ ْ ‫ ا‬َ ِ a َ ُjَ$ْ &َ &‫اَ ُ ? ِإ‬
‫َا َل‬,‡ْD‫ْ َأ‬Xِ‡ْ;‫ اَُ‡ َ? َأ‬.‫آْ‡(َا ِم‬vِ ْ‫ ِل َوا‬ َ ‡َmْ ‫ْ ُم َ ذَا ا‬,"G Tَ َ ` GD َ َ P ِ &ْ vِ ْ‫ َوا‬ !m ِ ْ ‫ َ@ ا‬Aَ $
َ َ 
َ ْ‫; ِ(ف‬ ْ ‫ وَا‬،ِ‫ ل‬ َ َ1ْ ‫ق ِ` ا‬ ِ ْ‫ ا !(ز‬ َ ِ ََ ْV# ِ ْ‫ا ِر َوَأو‬
.‫ب ا ِر‬َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$
َ Dَ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ < َ* ‫ َر‬.ْ?ِ &ِ َpْ‫َ َر ُه?ْ وَ< ِ ْ ُ?ْ ِ `ْ َأو‬-# ْ ‫…ْ َأ‬N ِ ْ‫ َوَأر‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ا‬
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬
َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU
ُ -ِ َ `
ِ ‡ْ/6َ ْ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ َ‫ن ا‬
 ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ W
ِ -ْ ُ ِ ِ
ْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ #
ْ ‫دْ ُآ?ْ وَا‬sِ َ ِ ِ -َ &ِ 9ََ .ُ ْ‫ ُ(و‬Qُ ) ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U
ِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ا‬

23
Ilmu, Simbol Kejayaan Umat
Afifi Widodo
&َ َ' ْ($ِ) ْ ُ* َْ‫( َ ُ
َو‬ ) ِ ُ &َ 'َ  ُ ‫ْ ِ! ِ ا‬+*َ َْ ،,َ ِ,َ"-
ْ ‫ت َأ‬ ِ ,َ012 َ ِْ ‫ َو‬,َ ِ ُ ْ ‫ُوْ ِر َأ‬4 ُ ِْ  ِ ,ِ5 ‫ ُذ‬7ُ َ ‫ َ ْ ِ ُْ َو‬ ْ َ ‫ َ ِ ْ ُ ُ
َو‬
ْ َ ‫ َ" ُ! ُ َو‬#
ْ َ
ِ $ ِ !َ "ْ #
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
.
ُ ُْ72
ُ ‫ ْ; ُ! ُ َو َر‬- َ ‫ "!ًا‬# َ ُ ‫ن‬  ‫ ُ! َأ‬+َ 4ْ ‫= َ ُ
َوَأ‬َ *ْ ِ 4َ  َ ُ !َ > ْ ‫ َو‬ ُ ‫ا‬  ‫ ِإَ َ
ِإ‬َ ْ‫ ُ! َأن‬+َ 4 ْ ‫ َوَأ‬.
ُ َ ‫ي‬ َ ‫ ِد‬,َ‫ه‬
.‫ن‬
َ ْ7"ُ $ِ ْ ? ْ@َُ‫ َوأ‬  ‫ ِإ‬  Aُ ْ7"ُ Aَ َ ‫ ِ
َو‬Aِ ,َBAُ C  َ>  َ ‫ا ا‬7ُBA‫ا ا‬7َُ ‫ ءَا‬ َ *ْ Eِ ‫ ا‬,َ+?*‫ َأ‬,َ*

ِ ِ5 ‫ن‬
َ ْ7 ُ‫ َء‬OََA ْ‫ي‬Eِ  ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬7ُBA‫ ًء وَا‬Oَِ‫ ًْا َو‬Pِ ‫ َآ‬ ً ,َF‫ ِر‬,َ"+ُ ْ ِ G  5َ ‫ َو‬,َ+F َ ْ‫ َزو‬,َ+ْ ِ C َ $َI َ ‫>!َ ٍة َو‬ِ ‫ وَا‬L ٍ ْ َ ْ1 ْ@Mُ Bَ $َI َ ْ‫ي‬Eِ ‫ ُ@ ا‬Mُ 5‫ْا َر‬7Bُ A‫سُ ا‬, ‫ ا‬,َ+*?‫ َأ‬,َ*
.,ً;ْ Rِ ‫@ْ َر‬Mُ ْ $َ- َ ‫ن‬ َ ,َ‫ آ‬ َ ‫نا‬  ‫ َم ِإ‬,َ>ْ‫ر‬T َ ْ‫َوا‬
.,ً"ْ W
ِ- َ ‫ْزًا‬7'َ ‫ َز‬,َ' ْ!Bَ 'َ
ُ َْ72 ُ ‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Xِ Y ِ *ُ َْ‫@ْ َو‬Mُ 5َ ْ7ُ ‫@ْ ُذ‬Mُ َ ِْ ْ *َ ‫@ْ َو‬Mُ َ,َ"- ْ ‫@ْ َأ‬Mُ َ ْU$ِV ْ *ُ .‫ ِ! ْ*!ًا‬2 َ  ً ْ7Rَ ‫ْا‬7 ُْ7Rُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬7ُBA‫ا ا‬7َُ ‫ ءَا‬ َ *ْ Eِ ‫ ا‬,َ+*?‫ َأ‬,َ*
(  ُ‫ َوآ‬Zٌ َ-ْ!5ِ Zٍ َ[!َ # ْ ُ ( ُ‫ َوآ‬,َ+Aُ ,َ[!َ ْ#ُ ‫ ِر‬7ُT ُ ‫ َ ا‬4
 ‫ َ@ َو‬$2
َ ‫ ْ ِ
َو‬$َ-َ ‫\ ا‬$] َ !ٍ " # َ ُ ‫ي‬ ُ ْ!‫ي َه‬ ِ ْ!+َ ْ ‫ ْ َ ا‬I َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ ,َ‫ ِآ‬G ِ *ِ!# َ ْ ‫ق ا‬َ !َ ] ْ ‫ن َأ‬  `ِ'َ ‫ ْ!ُ؛‬5َ ,‫َأ‬
.‫ ِر‬, ‫ ا‬cِ' Zٍ َ& َd َ (  ‫ َو ُآ‬Zٌ َ&َd َ Zٍ - َ ْ!5ِ
. ِ *ْ !1 ‫ْ ِم ا‬7*َ \َ ‫ن ِإ‬ ٍ ,َ> ْ `ِ5ِ ْ@+ُ َ ;ِ Aَ َْ ‫ْ ِ; ِ
َو‬#] َ ‫ِ ِ
َو‬e \َ$- َ ‫ " ٍ! َو‬# َ ُ \َ$- َ ( 1] َ @ +ُ $ َ‫ا‬
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah…
Rasanya tak habis-habisnya kita mesti bersyukur kepada Allah, karena dari limpahan rahmat dan
karuniaNya, hingga kini kita tetap bertahan menjaga keimanan kita sebagai tingkat nikmat yang paling
tinggi. Syahadatpun harus selalu kita benahi, biar lebih mendekati makna yang hakiki. Sanjungan
shalawat kita sampaikan kepada Baginda Rasul, ujung tombak pembawa pelita kehidupan.
Selanjutnya… jamaah Jum’at yang berbahagia.
Dari mimbar ini pula saya serukan kepada diri saya pribadi, umumnya kepada para jamaah sekalian
untuk selalu menjaga, mempertahankan dan terus berupaya meningkatkan nilai-nilai taqwa, hanya
dengan taqwalah kita selamat di hari pengadilanNya.
Jamaah Jum’at yang berbahagia!
Ilmu, telah menjadi perbincangan dari waktu ke waktu, bahkan ilmu telah menjadi simbol kemajuan dan
kejayaan suatu bangsa. Hampir tak ada suatu bangsa dinilai maju kecuali di sana ada ketinggian ilmu.
Hingga hampir menjadi kesepakatan setiap jawara bangsa, bila ingin maju harus berkiblat kepada negeri
yang tinggi ilmunya. Jadilah bangku-bangku sekolah didoktrin dengan kurikulum negara maju. Akan
tetapi sayang seribu kali sayang, sikap ambisi meraup dan mengimport ilmu ini berlaku hanya pada
masalah duniawi. Bahkan pikiran sebagian besar kaum muslimin pun tak jauh berbeda dengan kaum
sekulernya. Yang lebih memprihatinkan lagi, sebagian da’i yang mempertengkarkan tentang cap
intelektual muslim pun justru menuding kolot terhadap orang yang tekun mempelajari agamanya karena
terfitnah oleh kilauan dunia. Bukankah kita pernah mendengar wasiat Amirul Mukminin Ali bin Abi
Thalib Radhiallaahu anhu :
‫ْ َم‬7َ ْ ‫ن ا‬
 `َِ' ،,َ ْ !?  ‫ِء ا‬,َ5ْ ‫ْا ِْ َأ‬7ُْ7Mُ Aَ 
َ ‫ َ ِة َو‬Iِ fْ‫ ِء ا‬,َ5ْ ‫ْا ِْ َأ‬7ُ ْ7Mُ 'َ ،ٌ‫ْن‬7ُ5َ ,َ"+ُ ْ ِ ‫> َ! ٍة‬ ِ ‫( وَا‬ 1 Mُ ِ‫ َو‬Zً $َ;ِ Bْ ُ ‫ َ ُة‬Iِ fْ‫ ا‬g ِ $َ# َ Aَ ْ‫ َ ًة وَار‬5ِ ْ!ُ ,َ ْ !? ‫ ا‬g ِ $َ# َ Aَ ْ‫ِار‬
.ٌ("َ - َ  َ ‫بٌ َو‬,َ> ِ ‫!ًا‬h َ ‫بٌ َو‬,َ> ِ  َ ‫ َ"(ٌ َو‬- َ
“Dunia akan pergi berlalu, dan akhirat akan datang menjelang, dan keduanya mempunyai anak-
anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia. Sesungguhnya
pada hari ini hanya ada amal tanpa hisab (perhitungan), dan besok hanya ada hisab (perhitungan)
tanpa amal.” (HR. Al-Bukhari secara mu’allaq).
Akankah kita membekali diri kita bagaikan si buta di tengah rimba belantara tak tahu apa yang akan
menimpanya. Padahal bahaya itu sebuah kepastian yang telah tersedia.
Jamaah Jum’at yang mulia.

Akankah kita bergelimang dalam kebodohan, padahal kebodohan adalah lambang kejumudan. Lalu,
tidakkah kita ingin sukses dan jaya di negeri akhirat nanti. Lalu apa yang menghalangi kita untuk
segera meraup ilmu dien (agama), sebagaimana kita berambisi meraup ketinggian ilmu dunia karena
tergambar suksesnya masa depan kita?

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah!

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengumpulkan keutamaan ilmu ini dalam 13 point:
1. Bahwa ilmu dien adalah warisan para nabi Shallallaahu alaihi wa Salam, warisan yang lebih mulia
dan berharga dari segala warisannya para nabi. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda:
َْ"'َ @َ $ْ ِ ْ ‫ا ا‬7ُ[‫ َو ر‬,َ"‫ َوِإ‬,ً"‫ ِدرْ َه‬
َ ‫ًرا َو‬,َ *ْ ‫ْا ِد‬7[ُ‫ر‬1 7َ *ُ ْ@ َ ‫ ُء‬,َ ;ِ ْ T
َ ْ‫ َوا‬،ِ‫ء‬,َ ;ِ ْ T
َ ْ‫ ا‬Zُ [َ ‫ ُء َو َر‬,َ"$َُ ْ ‫ َا‬.‫ْ ِم‬7i
ُ ? ‫َ\ ا‬$-
َ ِ "َ Bَ ْ ‫( ا‬
ِ)ْ َ ‫ ِ! َآ‬5ِ ,َْ ‫َ\ ا‬$-
َ @ِ ِ,َ ْ ‫( ا‬
ُ)ْ 'َ
.(‫ي‬E ‫ )ا‬.ٍ 'ِ ‫ وَا‬k j#َ 5ِ Eَ I
َ ‫ ُ َأ‬Eَ I
َ ‫َأ‬

“Keutamaan sesorang ‘alim (berilmu) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) seperti keutamaan bulan atas
seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidaklah
mewariskan dinar maupun dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa
mengambilnya (warisan ilmu) maka dia telah mengambil keuntungan yang banyak.” (HR. Tirmidzi).

2. Ilmu itu tetap akan kekal sekalipun pemiliknya telah mati, tetapi harta yang jadi rebutan manusia itu
pasti akan sirna. Setiap kita pasti kenal Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, gudangnya periwayatan
hadits, sehingga beliau menjadi sasaran bidik kejahatan kaum Syi’ah dengan tuduhan-tuduhan keji yang
dilancarkannya terhadap diri beliau, dalam rangka menghancurkan Islam dan kaum muslimin.

Dari segi harta Abu Hurairah Radhiallaahu anhu memang termasuk golongan fuqara’ (kaum papa),
memang hartanya telah sirna, tapi ilmunya tak pernah sirna, kita semua masih tetap membacanya. Inilah
buah seperti yang tersebut dalam hadits Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam :
.
ُ َ ْ7-
ُ ْ!*َ ٌU ِ,َ] ٌ! َ‫ ِ
َأوْ َو‬5ِ Xُ َ َ ْ *ُ ٌ@$ْ -
ِ ْ‫ َأو‬Zٌ *َ ‫ ِر‬,َF Zٌ Rَ !َ ]
َ ‫&ثٍ؛‬
َ [َ ِْ 
 ‫ ُ
ِإ‬$ُ"َ -
َ Xَ Y
َ Bَ ْ ِ‫ن ا‬
ُ ,َْ o
ِ ْ‫ت ا‬
َ ,َ ‫ِإذَا‬

“Jika manusia mati terputuslah amalnya kecuali tiga: shadaqah jariyah, atau ilmu yang dia amalkan atau
anak shalih yang mendoakannya.”

3. Ilmu, sebanyak apapun tak menyusahkan pemiliknya untuk menyimpan, tak perlu gedung yang tinggi
dan besar untuk meletakkannya. Cukup disimpan dalam dada dan kepalanya, bahkan ilmu itu yang akan
menjaga pemiliknya sehingga memberi rasa nyaman dan aman, lain halnya dengan harta yang semakin
bertumpuk, semakin susah pula untuk mencari tempat menyimpannya, belum lagi harus menjaganya
dengan susah payah bahkan bisa menggelisahkan pemiliknya.

4. Ilmu, bisa menghantarkan pemiliknya menjadi saksi atas kebenaran dan keesaan Allah. Adakah yang
lebih tinggi dari tingkatan ini? Inilah firman Allah Ta’ala:

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang
menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang
demikian itu). Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (Ali Imran: 18).

Sedang pemilik harta? Harta sama sekali takkan menghantarkan pemiliknya sampai ke derajat sana.

5. Para ulama (Ahli ilmu syari’at), termasuk golongan petinggi kehidupan yang Allah perintahkan
supaya orang mentaatinya, tentunya selama tidak menganjurkan durhaka kepada Allah dan RasulNya,
sebagaimana firmanNya:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri di antara kamu.”
(An-Nisa: 59).

Ulil Amri, menurut ulama adalah Umara’ dan Hukama’ (Ahli Hikmah/Ahli Ilmu/Ulama). Ulama
berfungsi menjelaskan dengan gamblang syariat Allah dan mengajak manusia ke jalan Allah. Umara’
berfungsi mengoperasionalkan jalannya syariat Allah dan mengharuskan manusia untuk
menegakkannya.

6. Para ulama, mereka itulah yang tetap tegar dalam mewujudkan syariat Allah hingga datangnya hari
kiamat. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda:
ْ@+ُ َ َ,َI َْ ْ@‫) ? ُه‬
ُ َ* 
َ 
ِ ‫َ\ َأْ ِ ا‬$-
َ Zً َ"pِ ,َR Zُ T
ُ ْ‫ ِ ا‬Eِ َ‫ل ه‬
ُ ‫َا‬rَA 
َ ‫ْ َو‬cِYْ "ُ ْ ‫ ا‬7َ ُ‫ ه‬
ُ ‫@ٌ وَا‬2
ِ ,َR ,َ‫ َأ‬,َ"‫ َوِإ‬
ِ *ْ !1 ‫ ا‬cِ' ُ
+ْ B1 َ *ُ ‫ ًْا‬I
َ
ِ 5ِ ُ ‫َْ ُ* ِ ِد ا‬
.
ِ ‫ َأ ْ ُ ا‬c
َ Aِ ْs*َ \>
َ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, maka Allah akan fahamkan dia dalam (masalah)
dien. Aku adalah Al-Qasim (yang membagi) sedang Allah Azza wa Jalla adalah yang Maha Memberi.
Umat ini akan senantiasa tegak di atas perkara Allah, tidak akan memadharatkan kepada mereka, orang-
orang yang menyelisihi mereka sampai datang putusan Allah.” (HR. Al-Bukhari).

Imam Ahmad mengatakan tentang kelompok ini: “Jika mereka bukan Ahlu Hadits maka aku tidak tahu
siapa mereka itu”.

7. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menggambarkan para pemilik ilmu dengan lembah yang bisa
menampung air yang bermanfaat terhadap alam sekitar, beliau bersabda, yang artinya:

Perumpamaan dari petunjuk ilmu yang aku diutus dengannya bagaikan hujan yang menimpa tanah,
sebagian di antaranya ada yang baik (subur) yang mampu menampung air dan menumbuhkan tumbuh-
tumbuhan dan rerumputan yang banyak, di antaranya lagi ada sebagian tanah keras yang (mampu)
menahan air yang dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia untuk minuman, mengairi
tanaman dan bercocok tanam. Dan sebagian menimpa tanah tandus kering yang gersang, tidak bisa
menahan air yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Maka demikianlah permisalan orang yang
memahami (pandai) dalam dien Allah dan memanfaatkan apa yang dengannya aku diutus Allah, maka
dia mempelajari dan mengajarkan. Sedangkan permisalan bagi orang yang tidak (tidak memperhatikan
ilmu) itu (sangat berpaling dan bodoh), dia tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

8. Ilmu adalah jalan menuju Surga, tiada jalan pintas menuju Surga kecuali ilmu. Sabdanya:
.Zِ i
َ ْ ‫ ِإ َ\ ا‬,ًB*ْ ِ t
َ
ِ 5ِ
ُ َ 
ُ ‫(ا‬
َ + 2
َ ,ً"$ْ -
ِ
ِ ْ 'ِ L
ُ "ِ َ $ْ *َ ,ًB*ْ ِ t
َ =
َ $َ2
َ َْ

Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju Surga.”
(HR. Muslim).

9. Ilmu merupakan pertanda kebaikan seorang hamba. Tidaklah akan menjadi baik melainkan orang
yang berilmu, sekalipun bukan jaminan mutlak orang yang (mengaku) berilmu mesti baik.

Sabda beliau Shallallaahu alaihi wa Salam :


.
ِ *ْ !1 ‫ ا‬cِ'
ُ +ْ B1 َ *ُ ‫ ًْا‬I
َ
ِ 5ِ 
ُ ‫َْ ُ* ِ ِد ا‬

“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan, Allah akan pahamkan dia (masalah) dien.” (Al-Bukhari).

10. Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah
kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah.

11. Orang ‘alim (berilmu) adalah cahaya bagi manusia lainnya. Dengan dirinyalah manusia dapat
tertunjuki jalan hidupnya. Jamaah sekalian tentunya ingat kisah seorang pembunuh yang menghabisi
100 nyawa. Dia bunuh seorang ahli ibadah sebagai korban yang ke-100 karena jawaban bodoh dari si
ahli ibadah yang menjawab bahwa sudah tak ada lagi pintu taubat bagi pembunuh nyawa manusia.
Akhirnya dia datang kepada seorang ‘alim, dan disana ia ditunjukkan jalan taubat, maka diapun
mendapatkan penerangan bagi jalan hidupnya.

12. Allah akan mengangkat derajat Ahli Ilmu (orang alim) di dunia dan akhirat. Di dunia Allah angkat
derajatnya di tengah-tengah umat manusia sesuai dengan tingkat amal yang dia tegakkan. Dan di akhirat
akan Allah angkat derajat mereka di Surga sesuai dengan derajat ilmu yang telah diamalkan dan
didakwahkannya.

Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Mujadilah: 11 telah berfirman:

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah!

Itulah point-point penting yang bisa kita nukilkan, semoga menjadi pendorong semangat bagi orang
yang bercita-cita mulia dunia dan akhiratnya.
.
َ ْ ِ "َ F
ْ ‫ ِ; ِ
َأ‬#
ْ]َ ‫ِ ِ
َو‬e \َ$-
َ ‫ " ٍ! َو‬#
َ ُ ,ً1;ِ َ \َ$-
َ 
ُ ‫\ ا‬$]
َ ‫ َو‬،ً&;Bَ َ ُ &
ً "َ -
َ ‫ َو‬,ً;1t
َ ,ًRْ‫ َو ِرز‬,ً'ِ ,َ ,ً"$ْ -
ِ ,َRَ ‫ُ ُ
َأنْ َ*ْ ُز‬sَ
ْ َ 
َ ‫وَا‬
Khutbah kedua
&
َ َ' ْ($ِ)
ْ ُ* َْ‫( َ ُ
َو‬)ِ ُ & َ 'َ  ُ ‫ ِ! ِ ا‬+ْ *َ َْ ،,َ ِ,َ"-
ْ ‫ت َأ‬
ِ ,َ0ْ 2
َ ِْ ‫ َو‬,َ ِ ُ ْ ‫ ُوْ ِر َأ‬4 ُ ِْ  ِ ,ِ5 ‫ ُذ‬7َُ ‫ َ ْ ِ ُْ َو‬
ْ َ ‫ َ ِ ْ ُ ُ
َو‬
ْ َ ‫ َ" ُ! ُ َو‬#
ْ َ
ِ $ ِ !َ "ْ #
َ ْ ‫ِإن ا‬
‫ ْ!ُ؛‬5َ ,‫ َأ‬.,ً"ْ $ِ
ْ Aَ @َ $2
َ ‫ ْ ِ
َو‬$َ-َ  ُ ‫\ ا‬$] َ
ُ ُْ72
ُ ‫ ْ; ُ! ُ َو َر‬-
َ ‫ "!ًا‬#
َ ُ ‫ن‬  ‫ ُ! َأ‬+َ 4
ْ ‫= َ ُ
َوَأ‬
َ *ْ ِ 4
َ  َ ُ !َ >
ْ ‫ َو‬ ُ ‫ا‬  ‫ ِإَ َ
ِإ‬ َ ْ‫ ُ! َأن‬+َ 4 ْ ‫ َوَأ‬.
ُ َ ‫ي‬ َ ‫ ِد‬,َ‫ه‬

Jamaah yang berbahagia, pada khutbah yang ke-2 ini, sekedar saya simpulkan dari khutbah yang
pertama.

1. Bahwa problem yang terbesar di kalangan umat ini adalah al-jahl biddien, bodoh tentang agamanya.

2. Tidak akan terangkat derajat umat ini menuju sebuah kejayaan kecuali harus bangkit dan menggali
ilmu agama secara benar.

3. Ilmu agama yang akan membawa kejayaan adalah ilmu yang diamalkan dari sumber yang benar pula,
bila tidak justru akan membawa kepada kehancuran dan laknat Allah.

Karena itulah mari kita gali ilmu agama secara benar dari sumber aslinya yaitu Al-Qur’an dan Sunnah
melalui pemahaman para Salafus-Shalih yakni para sahabat radhiyallahu ‘anhum serta para pengikut
pola hidupnya hingga hari akhir.
Selanjutnya marilah kita berdoa kepada Allah untuk kebaikan kita dan kebaikan kaum muslimin.
,َ"‫" ٍ! َآ‬#َ ُ ‫ل‬ ِ e \َ$- َ ‫" ٍ! َو‬# َ ُ \َ$- َ ( 1 َ] @ ُ+$ َ‫ ا‬.,ً"ْ $ِ ْ َA ‫ْا‬7"ُ $1َ2‫ ْ ِ
َو‬$َ- َ ‫ْا‬7$?َ] ‫ْا‬7َُ ‫ ءَا‬ َ *ْ Eِ  ‫ ا‬,َ+?*‫ َأ‬,َ* ،1cِ; ‫َ\ ا‬$- َ ‫ن‬ َ ْ7$?V َ *ُ
ُ َ Mَ pِ & َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
‫ل‬
ِ e \َ$- َ ‫َْا ِه ْ َ@ َو‬5‫َ\ ِإ‬$- َ g َ ْ‫رَآ‬,َ5 ,َ"‫" ٍ! َآ‬# َ ُ ‫ل‬ ِ e \َ$- َ ‫" ٍ! َو‬# َ ُ \َ$- َ ْ‫ ِرك‬,َ5‫ َو‬.ٌ!ْ i ِ َ ٌ!ْ "ِ > َ = َ ‫ ِإ‬،َ@ْ ‫َْا ِه‬5‫ل ِإ‬ ِ e \َ$- َ ‫َْا ِه ْ َ@ َو‬5‫َ\ ِإ‬$- َ g َ ْ $] َ
.ٌ!ْ i ِ َ ٌ!ْ "ِ > َ = َ ‫ ِإ‬،َ@ْ ‫َا ِه‬5ْ ‫ِإ‬
&v ِh ,َ5ِ ْ7$ُRُ ْcِ' ْ(َi ْ Aَ  َ ‫ن َو‬ ِ ,َ"*ْ oِ ْ,5ِ ,َْ7Bُ ;َ َ2 َ *ْ Eِ  ‫ ا‬,َِ ‫َا‬7Iْo ِ ‫ َو‬,ََ ِْh ْ ‫ ا‬,َ5‫ َر‬.‫ت‬ ِ ‫َا‬7ْ T َ ْ‫@ْ َوا‬+ُ ْ ِ ‫ ِء‬,َ > ْT َ ْ‫ ا‬،ِ‫ت‬,َ"$ِ ْ "ُ ْ ‫ وَا‬ َ ْ "ِ $ِ
ْ "ُ $ْ ِ ِْ h
ْ ‫ @ ا‬+ُ $ َ‫ا‬
,ً;1t
َ ,ًRْ‫ َو ِرز‬,ً'ِ ,َ ,ً"$ْ - ِ = َ ُsَ ْ َ ,‫ُ @ ِإ‬+$ َ‫ ا‬. َ ْ#ِ Aِ ,َ ْ ‫ ْ ُ ا‬Iَ g َ ْ‫ َوَا‬C 1# َ ْ ,ِ5 ,ِ ْ7Rَ َ ْ 5َ ‫ َو‬,ََ ْ 5َ ْUَ 'ْ ‫ @ ا‬+ُ $ َ‫ ا‬.ٌ@ْ > ِ ‫= َر ُءوْفٌ ر‬ َ ‫ ِإ‬,َ5‫ْا َر‬7َُ ‫ ءَا‬ َ *ْ Eِ $ 1
.‫ ِر‬, ‫ب ا‬ َ ‫َا‬E- َ ,َRِ ‫ َو‬Zً َ َ> َ ‫ َ ِة‬I ِ f‫ ا‬cِ'‫ َو‬Zً َ  َ> َ ,َ ْ !? ‫ ا‬cِ' ,َAِ e ,َ5‫ َر‬.& ً ;Bَ َ ُ & ً "َ - َ ‫َو‬
.ِ *ْ !1 ‫ْ ِم ا‬7*ِ \َ ‫ن ِإ‬ ٍ ,َ> ْ `ِ5ِ ْ@+ُ َ ;ِ Aَ َْ ‫ْ ِ; ِ
َو‬#] َ ‫ِ ِ
َو‬e \َ$- َ ‫ " ٍ! َو‬# َ ُ ,َ1;ِ َ \َ$- َ  ُ ‫\ ا‬$] َ ‫َو‬
َ ‫ذْ ُآُوا ا‬,َ' .‫ن‬ َ ْ‫ آ ُو‬Eَ َA ْ@Mُ $َ َ ْ@Mُ W
ُ ِ *َ cِ ْ ;َ ْ ‫ ِ وَا‬Mَ ُ" ْ ‫ ِء وَا‬Oَy# ْ َ ْ ‫ ا‬
ِ- َ \َ+ْ *َ ‫َ\ َو‬5ْBُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Oَ*ِ‫ن َوإ‬ ِ ,َ> ْ ِoْ‫ل َوا‬ ِ ْ!َ ْ ,ِ5 ْ@‫ْ ُ ُ ُآ‬s*َ  َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫ َد ا‬,َ;- ِ
@َ ْ W
ِ َ ْ ‫ا‬
24
Kondisi Kaum Muslimin Pada Masa Kini
Oleh: Sardona Siliwangi
ْ‡َ‫  َ‡ ُ َو‬ ِ ‡ُ َ ‡َ  ُ ‫ ا‬.ِ ِ ‡َْ ْ‡َ . ‡َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! ‡َ# ْ‡ِ‫َ َو‬$ ِ ‡ُ%&ْ ‫ ِ‡ْ )ُ‡ ُ(وْ ِر َأ‬ ِ ‡ِ* ‫ْ ُذ‬,-ُ &َ ‫ َو‬،ُ.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫"ْ ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1ْ &َ ،ِِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬  ‫ِإ‬
@َ َ ‡َ#(! ‫َ &َ‡ َ@ َو َ*‡ َ” ا‬Sَ ْ‫َ‡ْ َأدى ا‬T ،ُ.َ -ْ *َ ‫ْ َل‬,# ُ ‫ َر‬5َ ‫` َو‬  6ِ &َ 5َ ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ َوَأ‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ ِْ ْ ُ
..ِ ‫َ ِد‬K
ِ C D َ ِ ِ"ْ 6ِ #َ ْ` ِ َ ‫َ َه‬K‫  َ@ َو‬Sُ ْ‫ ا‬X َY َ &َ َ‫و‬
.
ِ ْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ ِإ‬.ُ ‫َى ِ* َُا‬0َ ‫ ْ" َ ُ وَا ْه‬6ِ # َ a َ َ# َ َْ ‫ ِ َو‬6ِ 1 ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫ َ? َو‬# َ ‫َ"ْ ِ َو‬ َ  ُ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ 9َ%W َYْ ُ ْ ‫ !"َ ا‬6ِ &َ 9َ َ ‫ ُم‬ َ$  ‫ ُة وَا‬ َY  َ‫ا‬
.ْ`ِْ,Tَ ‫ْا‬,ُ Aَ %ْ َ ْ`&ِ َ$ِ ِْ ‫ َ ًة‬Aْ  ُ ُْD ْ ‫(ْ ِ`ْ َأ ْ ِ(يْ وَا‬$ ! َ ‫;ْ ِريْ َو‬ َ ْ`ِ ْ‫) َ(ح‬ ْ ‫با‬ ! ‫َر‬
‫ْا‬,‡ُAB ‫س ا‬ُ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ‡ َأ‬:‫َ َل‬T‫ َو‬.‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C  َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:?ِ ْ (ِ Qَ ْ ‫ن ا‬ِ <ْ(Aُ ْ ‫ ِ` ا‬9َ َ-Bَ  ُ ‫َ َل ا‬T
َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َN
َ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫َر‬
.‫َى‬,Aْ 0 ‫ا ِد ا‬s‫ ْ" َ( ا‬N َ ‫ن‬  _ِ َ ‫ و ُدوْا‬sَ Bَ ‫ َو‬:‫َ َل‬T‫ َو‬. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ َ ‫ن‬ َ َ‫آ‬
.($D LD ،‫ي‬F(0‫ ا‬.‫ )روا‬. ٍ$ َ Dَ C ٍ ُh ُ *َ ‫س‬ َ ‫ ا‬C ِ ِ َN‫َ َو‬1 ُ ْ Bَ @َ َ $
َ 1 َ ْ ‫ !" َ َ@ ا‬$  ‫ ا‬Vِ 6ِ ْB‫ َوَأ‬n َ ْ ‫ َ ُآ‬L ُ "ْ D َ  َ ‫ا‬C ِ B ‫ ِا‬:n ` ُ 6ِ  ‫َ َل ا‬T‫َو‬
Jamaah Jum’at hamba Allah yang berbahagia
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah, yang telah memberikan kita
berbagai macam kenikmatan yang apabila kita ingin menghitungnya niscaya kita tidak akan sanggup
untuk menghitung kenikmatan tersebut, sebagaimana Allah telah berfirman:
“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya” (Ibrahim 34).
Dan terlebih-lebih karena Allah masih mengkaruniakan kepada kita dua kenikmatan yang besar yaitu
nikmat Iman dan nikmat Islam, karena dengan kedua nikmat ini merupakan satu bukti bahwa kita
merupakan umat pilihan, yang dipilih oleh Allah, sebagimana firman Allah:
“Dan tidak seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah” (Yunus 100).
Shalawat serta salam selalu terlimpah kepada nabi besar Muhammad beserta keluarga, shahabat dan
kepada orang-orang yang mengikuti jejak beliau dengan baik sampai akhir zaman.
Jamaah Jum’at arsyadakumullah
Allah berfirman dalam Al-Qur’anul Karim surat An-Nur ayat 55:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengamalkan
kebaikan bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana
Dia telah menjadikaan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka dan Dia benar-benar akan merubah keadaan
mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahKu
dan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang masih kafir setelah
janji itu maka mereka itulah orang-orang yang fasiq” (An-Nur 55).
Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah
Pada kesempatan kali ini tidak ada salahnya kalau kita mengingat kembali pesan yang telah Nabi
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam sampaikan ± 14 abad yang lalu, tentang sebuah kondisi yang
akan menimpa umat Islam, yang akan menimpa kaum muslimin, dimana pada saat itu mereka akan
dihinakan, direndahkan, dinjak-injak. Padahal mereka sebelumnya adalah kelompok-kelompok yang
mulia, kelompok yang kuat dan kelompok yang dikenal keberaniannya, yang apabila musuh-musuh
mendengar nama-nama mereka maka timbullah rasa takut dalam hati mereka.
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Namun, apabila kita melihat kondisi kaum muslimin sekarang, maka kita akan bertanya, dimanakah
kemuliaan itu? yang telah Allah janjikan dalam firmanNya surat An-Nur ayat 55 di atas, dan dimanakah
kekuatan dan keberanian yang pernah ada? maka jawabnya, semuanya sudah hilang, semuanya kini
hanya menjadi sebuah kenangan dan menjadi sebuah cerita. Kalau kita lihat sejarah yang telah berlalu,
maka kita akan mendapatkan bahwa kaum muslimin pada masa Rasulullah, shahabat, tabi’in, dan
tabi’ut tabi’in, mereka hidup dengan mulia dan terhormat, mereka menjadi mulia dengan keislaman
mereka.
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Setelah kita melihat sekilas sejarah masa lampau, maka secara sadar atau tidak sadar sebuah pertanyaan
yang harus kita jawab yaitu: “Apa penyebab yang menjadikan umat Islam pada saat sekarang ini
dihinakan bahkan diinjak-injak?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut marilah kita ingat-ingat
kembali sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ± 14 abad yang silam:
ٌ‫َ‡ ء‬It ُ ْ?Qُ  ‡ِQَ‫ َو‬،ٌ(‡ْ"Iِ ‫ َآ‬Fٍ ‡ِ َ ْ,َ ْ?0ُ ‡ْ&‫ٍ؟ *َ‡ْ َأ‬F‡ِ َ ْ,َ ُ ‡ْ1&َ @ٍ Tِ ِْ ‫ َأ َو‬:ٌlِ َT ‫َ َل‬A َ ، َ0ِ -َ Y ْ Tَ 9َ‫ َآَ ُ@ ِإ‬Sَ ْ‫ ا‬9َ‫َا‬Bَ َ‫ َ ُ? َآ‬Sُ ْ‫ ُ? ا‬Qُ "ْ َ َ 9َ‫َا‬Bَ ْ‫ َأن‬a ُ) َ ْ,ُ
‫ َهُ؟‬,َ ‡ْ‫ َوَ‡ ا‬،ِ‫ْ َل ا‬,‡ُ#‫ َ‡ َر‬:ٌ‡ِl َT ‫َ َل‬T . ُ ‫ َه‬,َ ْ ‫ ُ? ا‬Qُ *ِ ْ,ُTُ ْ` ِ 
ُ ‫ا‬ َ Fِ Aْ "َ ْ ‫?ْ َو‬Qُ ْ ِ َ@*َ ََ ْ ‫ ُ !و ُآ ُ? ا‬
َ ‫; ُوْ ِر‬
ُ ِْ  ُ ‫ا‬  َ sِ ْ "َ #
َ ‫ َو‬،ِ"ْ $  ‫َ ِء ا‬I/ُ ‫َآ‬
.($D LD ،`A"6‫ ا‬.‫ )روا‬.‫ت‬ ِ ْ,َ ْ ‫ ْ&"َ َو َآ(َا ِه َ" ُ@ ا‬G ‫ ا‬b G D ُ :‫َ َل‬T
“Hampir tiba saatnya persatuan bangsa-bangsa mengerubut atas kamu sekalian seperti bersatunya
orang-orang mengerubut makanan yang ada di atas nampan. Ada sahabat bertanya: apakah karena
sedikitnya jumlah kita pada masa itu? Beliau bersabda: Bahkan jumlah kalian pada masa itu banyak.
Tetapi kalian pada saat itu bagaikan buih seperti buih banjir. Dan Allah akan mencabut dari dada-dada
musuh kalian (rasa) ketakutan kepada kalian, dan Dia akan memasukkan ke dalam hati-hati kalian al-
wahan. Lalu shohabat bertanya: Ya Rasul apakah al-wahan itu? Beliau bersabda: cinta dunia dan takut
mati” (HR. Baihaqi, hadist hasan).
Dan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
.ْ?Qُ ِ ‡ْ‫ ِد‬9‡َ‫ْا ِإ‬,‡ُ-K
ِ ْ(Bَ 9‡0D َ ْ?Qُ ْ 
َ ُ  ُ sِ ْ َ 5َ 5 ‫?ْ ُذ‬Qُ "ْ ََ  ُ ‫ا‬e َ #
َ ،َ‫َ د‬m ِ ْ ‫ُ? ا‬0‫(ْ ُآ‬Bَ ‫ع َو‬ ِ ْ‫ر‬s  ِ* ْ?0ُ "ْ \ ِ ‫ ِ( َو َر‬Aَ 6َ ْ ‫ب ا‬
َ َ&ْ‫?ْ َأذ‬Bُ ْFNَ ‫ ْ"َ ِ@ َوَأ‬-ِ ْ ِ* ْ?0ُ -ْ َ َ6Bَ ‫ِإذَا‬
.(X"1; LD ،‫ داود‬,*‫ أ‬.‫)روا‬
“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah dan kalian mengambil ekor sapi (sibuk dengan peternakan)
dan kalian merasa lega dengan pertanian dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menurunkan
kehinaan bagi kalian. Dan Allah sekali-kali tidak akan melepaskannya, kecuali jika kembali kepada
agama kalian”. (HR. Abu Dawud hadist shahih)
Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah
Pada masa sekarang ini kita sering mendengar dan melihat slogan-slogan Islami yang setidaknya dapat
membesarkan hati kita sebagai umat Islam. Namun pada sisi lain kita harus ingat bahwa
memperjuangkan Islam itu tidak hanya sebatas slogan-slogan yang dipampang dikeramaian umum,
sehingga setiap orang dapat melihat dan membaca, dan dalam memperjuangkan Islam ini tidak cukup
hanya dengan menulis spanduk-spanduk, selebaran-selebaran dan lain sebagainya. Kita sebagai muslim
harus sadar bahwa memperjuangkan Islam, untuk mengembalikan kemuliaan Islam dan muslimin kita
dituntut untuk memperjuangkan Islam dengan perjuangan yang haqiqi, dengan mencurahkan tenaga
yang ada, dengan mengorbankan harta benda bahkan lebih besar dari itu kita dituntut juga untuk
mengorbankan jiwa kita, dengan kata lain kita dituntut untuk berjihad fii sabiilillah.
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Berjihad di jalan Allah inilah yang dapat menjadikan umat Islam umat yang mulia, umat yang
dihormati, umat yang dikenal dengan keberanian yang ditakuti oleh lawan. Dan inilah kunci mengapa
pada generasi pertama Islam, kaum muslimin menjadi umat yang kuat dan umat yang ditakuti, tidak lain
jawabnya adalah bahwa dikarenakan mereka menjadikan jihad sebagai jalan hidup mereka. Mereka
sangat cinta jihad dan mereka sangat merindukan gugur sebagai syuhada’, sehingga dikarenakan
kecintaan mereka yang sangat besar terhadap jihad, didapati di antara mereka yang tidak mempunyai
harta benda kecuali pedang dan seekor kuda perang yang keduanya digunakan untuk berjihad di jalan
Allah.
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Dan sebaliknya apabila kita sudah melupakan jihad, kita disibukkan dengan masalah-masalah
keduniaan, di antaranya kita sibuk dengan perdagangan dengan peternakan dan dengan pertanian atau
perkebunan, dan dengan kesibukan itu semua kita meninggalkan jihad di jalan Allah, sehingga hari-hari
kita habis atau hanya diisi dengan kesibukan untuk menghitung-hitung kekayaan yang kita miliki.
Apabila semua ini ada pada diri kita, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada kita, yang
kehinaan itu tidak akan Allah cabut kecuali apabila kita kembali kepada agama kita, dan Allah pun akan
mencabut dari dada-dada musuh-musuh kita rasa takut kepada kita, dan semua ini akan atau bahkan
telah terjadi sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , sebagai
pesan buat kita selaku umatnya:
َ ْ Fِ ‡‫ ا‬5 ‫ ِإ‬،ٍ($ ْ ‡ُN ْ`‡ِ%َ ‫ن‬ َ َ$‡&ِv‫ن ا‬  ‫ ِإ‬،ِ(Y ْ ‡َ-ْ ‫ وَا‬.?ِ "ْ ‡ِQ1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‫ت وَا‬ ِ َyْ‫ ا‬ َ ِ ِ "ْ ِ َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ ََ‫ ِ`ْ و‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.َ "ْ ِ D
ِ ‫ ْ" ُ( ا(ا‬N
َ n َ &ْ ‫?ْ َوَأ‬D َ ْ‫(ْ وَار‬%ِ t ْ ‫با‬ ! ‫ْ َر‬Tُ ‫ َو‬.(ِ 6ْ Y   ِ* ‫ْا‬,; َ ‫َا‬,Bَ ‫ َو‬C !1 َ ْ ِ* ‫ْا‬,; َ ‫َا‬,Bَ ‫ت َو‬ ِ َ1ِ Y‫ا ا‬,ُِ  َ ‫ا َو‬,ُ َ ‫ءَا‬
Khutbah Kedua
‫ن‬ ‫ َوَأ)ْ‡ َ ُ َأ‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ـ َ ِإ‬5َ ْ‫ َأ)ْ‡ َ ُ َأن‬.‫ن‬ َ ْ‫َ‡ ِ ُ(و‬Qْ ‫ ا‬.َ (ِ ‡َ‫ْ آ‬,‡َ‫ ُآ!‡ ِ َو‬ ِ ْ ! ‡‫ ا‬9‡َ َ .ُ (َ ‡ِU ْ "ُ ِ C ! ‡َ1ْ ‫ ا‬ ِ ‡ْ‫َْ ُ *ِ ْ َُى َو ِد‬,# ُ ‫ َ َر‬# َ ْ‫يْ َأر‬Fِ ‫ ْ ُ ِ ِ ا‬1 َ ْ ‫ا‬
‫ْ ِم‬,‡َ 9‡َ‫ن ِإ‬ ٍ َ$‡ْD_ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ ‡َB ْ‡َ‫ ِ َو‬6ِ 1 ْ ‡َ;‫ <ِ‡ ِ َو‬9‡َ َ ‫َ‡?َ َو‬#‫َ"ْ‡ ِ َو‬ َ  ُ ‫ ا‬9‡َ; ٍ ‡1 َ ُ َ"! 6ِ &َ 9َ َ ُ‫ م‬ َ$  ‫ ُة وَا‬ َY  ‫ وَا‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ  َ ‫ ًا‬1 َ ُ
.ِ ْ ! ‫ا‬
َ‫ َو‬،ُb$ ِ 0َ 1
ْ َ 5َ L
ُ "ْ D
َ ِْ ُ Tُ ‫(ًا َو َ(ْ ُز‬$ ْ ُ .ِ (ِ ْ ‫َ  ُ ِْ َأ‬-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ َو‬،ُ‫َى ا‬,Aْ َ0*ِ ْ`$ ِ %ْ &َ ‫?ْ َو‬Qُ "ْ ; ِ ْ‫ ُأو‬. ُ ‫) َ ُآ ُ? ا‬ َ ْ‫ َأر‬،ِ@-َ ُ m ُ ْ ‫ َ@ ا‬ َ َK َ
.‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬U ِ -ْ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam surat At-Taubah ayat 24:
“Katakanlah (Hai Muhammad) jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan RasulNya
dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq”.
Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Dari penjelasan khutbah yang pertama tadi, kemudian dari satu ayat yang kami bacakan di atas, maka
kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:
Pertama: Kemuliaan kaum muslimin akan tetap ada apabila kaum muslimin mau kembali untuk
berpegang teguh kepada agamanya, dengan berjihad di jalan Allah membela agamaNya.
Kedua: Kemuliaan tersebut akan hilang apabila kaum muslimin telah disibukkan dengan kenikmatan
dunia sehingga dengan gemerlapnya kenikmatan dunia ini menjadikan mereka lalai untuk berjihad di
jalan Allah lii i’la i kalimatillah.
Ketiga: Dan apabila kaum muslimin sudah melupakan jihad, maka Allah akan menghinakan mereka di
hadapan umat yang lain dan Allah akan mencabut dari dada-dada musuh kaum muslimin rasa takut
kepada mereka.
Keempat: Untuk mengembalikan kemuliaan tersebut adalah dengan kembali kepada Agama, sehingga
kaum muslimin dapat hidup dengan hidup yang mulia dan apabila mati, matipun dalam keadaan mulia
pula.
Kaum Muslimin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah;
Akhir dari khutbah ini, kita selalu berharap kepada Allah, agar Allah senantiasa memberikan kepada
kita keteguhan untuk selalu berjalan di atas dienNya, dan agar Allah selalu memberikan kemuliaan
kepada kaum muslimin kapan dan dimanapun kaum muslimin berada.
. ً"ْ ِ$ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ُ ُ 0َ Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
.‫ت‬ِ ‫َا‬, َ  ‫ ا‬bُ "ْ mِ ُ ٌbْ (ِ Tَ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬ ِ َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|ُ ْ ‫ت وَا‬ ِ َِ$ ْ ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ِ ْ(%ِ t ْ ‫اَ ُ ? ا‬
.َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ َم وَا‬ َ# ْ vِ ْ‫ ا‬s  ِ ‫اَ ُ َ? َأ‬
.‫ن‬
ٍ َ‫ن َو َز‬ ٍ َQَ ! ‫ ِ `ْ ُآ‬ ِ ْ ِ ‫َ ِه‬mُ ْ ‫ ِ( ا‬Y ُ &ْ ‫اَ ُ ? ا‬
.ٌ?"ْ D
ِ ‫ َر ُءوْفٌ ر‬a َ & ‫ْا َر *َ ِإ‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ! t ِ َ*ِ ْ,ُTُ ْ` ِ ْ-َ m ْ Bَ 5َ ‫ن َو‬ ِ َْ vِ ْ *ِ َ&ْ,Aُ 6َ # َ  َ ْ Fِ ‫َا ِ&َ ا‬,N ْ vِ ‫(ْ ََ َو‬%ِ t ْ ‫َر *َ ا‬
.‫ ْ*(َا ِر‬Sَ ْ‫ ا‬Vَ َ َ  ,َ Bَ ‫ْ َ*َ َو‬,&ُ ‫(ْ ََ ُذ‬%ِ t ْ ‫َر *َ ا‬
،ِ‡ِ* ‡ََ @َ ‡َT َp 5َ ‡َ ‡َْ ! 1 َ Bُ 5َ ‫ َر *َ‡ َو‬، ‡َِ6ْ Tَ ِ  َ ْ Fِ ‫ ا‬9َ َ ُ 0َ ْ َ D َ َ‫;(ًا َآ‬ ْ ‫َ ْ"َ ِإ‬ َ ِْ 1 ْ Bَ 5َ ‫ َر * َ َو‬، َ&jْ W َN ْ ‫ ْ"َ َأوْ َأ‬$ ِ & ْ‫ْ&َ ِإن‬FN ِ ‫|َا‬Bُ 5َ َ* ‫َر‬
.
َ ْ (ِ ِ َQْ ‫ْ ِم ا‬,Aَ ْ ‫ ا‬9َ َ َ&ْ(Y ُ & َ َ&5َ ْ,َ n َ &َ‫ َْ أ‬D َ ْ‫(ْ ََ وَار‬%ِ t ْ ‫ وَا‬ َ w ُ  ْ ‫وَا‬
.a
َ ِ"ْ 6ِ #
َ ْ` ِ ‫)َ َد ًة‬ َ a َ ُjَ$
ْ &َ ‫ َو‬a َ 0َ  K
َ ‫ك َو‬ َ َ\ِ‫ ر‬a َ ُjَ$ ْ &َ َ&‫اَ ُ ? ِإ‬
.ِ ْ ! ‫َا َء ا‬ ْ ‫ َأ‬aَ lَ ‫َا‬ ْ ‫ َأ‬ َ "ْ ‫ ِ( ِآ‬d
ْ ُ ْ ‫ َ@ وَا‬ َ ِ 0َ 6ْ ُ ْ ‫ َ( َة وَا‬%َ Qَ ْ ‫ ا‬a
ِ ِ‫اَ ُ ? َأ ْه‬
.bَ  ْ (G ‫ْ ِ* ِ ُ? ا‬,ُTُ ْ` ِ C ِ ْ ‫َا َ ُ?ْ َوَأ‬Tْ ‫لْ َأ‬sِ ْ ‫ ُ?ْ َو َز‬-َ ْ K َ ْ‫ق‬s! َ ‫) َْ ُ?ْ َو‬ َ ْn0! ) َ ? ُ َ‫ا‬
. ً "ْ Aِ ]َ ً* َ$D ِ ْ?ُ 6ْ $!D َ ‫) ِ ًْا َو‬ َ ً*‫َا‬F َ ْ?ُ *ْ F!  َ ? ُ َ‫ا‬
.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ < َ* ‫َر‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬ ! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1 َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬ ! ‫ َر‬a َ *! ‫ن َر‬ َ َ16ْ # ُ

ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ  َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ

25
Seorang Teman, Peranan Dan Dampaknya Bagi Seseorang
Oleh: Fuad Iskandar

َ$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1ْ &َ ِ ِ َ ْ 1َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ ِْ ْ ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ  ُ ‫ ا‬.ِ ِ َْ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! # َ ِْ ‫َو‬
.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ  َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َ ُ َوَأ‬aَ ْ (ِ )َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫َوَأ‬
.‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫َ َأ‬
َK َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َNَ ‫ َ ٍة َو‬Dِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َ N َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫ْا َر‬,Aُ B ‫س ا‬ ُ ‫َ ا‬G ‫َ َأ‬
‫َ َم‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َو‬
. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ
َ ‫ن‬ َ َ‫ آ‬ َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
.‫ ِ ًْا‬#
َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫َ َأ‬

َ ‫ ا‬Vِ W ِ ُ َْ ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,&ُ ‫?ْ ُذ‬Qُ َ ْ(%ِ /ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِY ْ ُ
. ً"ْ U ِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ ُ َْ,# ُ ‫َو َر‬
ٍ  1َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ ِ َْ ْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬ َ َ ;
ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
ٌ@َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1
ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  َ‫ َ? و‬# َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ ‫ ا‬9; َ
.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ  ‫َو ُآ‬
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Syukur kepada Allah adalah hal yang harus selalu kita lakukan karena dengan bersyukur akan
menambah nikmat-nikmatNya kepada kita, kemudian dari tempat ini saya serukan kepada diri saya
pribadi dan kepada jamaah sekalian untuk selalu memelihara dan meningkatkan taqwallah, karena
dengan taqwa inilah seseorang akan bahagia baik di dunia dan terlebih lagi di akhirat.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Tidak ada seorang manusiapun di muka bumi ini yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain.
Manusia adalah mahluk sosial yang pasti membutuhkan lingkungan dan pergaulan.
Di dalam pergaulannya tersebut seseorang akan memiliki teman, baik itu disekolahnya, di tempat
kerjanya ataupun di lingkungan tempat tinggalnya. Sehingga tidak ditampik lagi bahwa teman
merupakan elemen penting yang berpengaruh bagi kehidupan seseorang.
Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh telah mengatur bagaimana adab dan batasan-
batasan di dalam pergaulan. Sebab betapa besar dampak yang akan menimpa seseorang akbiat
bergaul dengan teman-teman yang jahat dan sebaliknya betapa besar manfaat yang dapat dipetik
oleh seseorang yang bergaul dengan teman yang shalih.
Banyak di antara manusia yang terjerumus ke dalam lubang kemaksiatan dan kesesatan dikarenakan
bergaul dengan teman teman yang jahat dan banyak pula di antara manusia yang mereka
mendapatkan hidayah disebabkan bergaul dengan teman-teman yang shalih.
Di dalam sebuah hadits Rasullullah Shallallaahu alaihi wa Salam menyebutkan tentang peranan dan
dampak seorang teman:
،ِ("ْ Qِ ‫• ا‬
ِ ِ َ&‫ َو‬a ِ$ ْ ِ ْ ‫َ ِ ِ ا‬D ِ Iَ َ ‫ْ ِء َآ‬,$ G ‫ِ ا‬P"ْ ِm َ ْ ‫ وَا‬X ِ ِ Y‫ ا‬P ِ "ْ ِm َ ْ ‫ ُ ا‬Iَ َ
@ً 6َ "! p
َ @ً 1 َ lِ ‫ ُ رَا‬m
ِ Bَ ْ‫ع ِ ْ ُ َأو‬َ َ06ْ Bُ ْ‫ َأو‬aَ ْ ِF1 ْ ُ ْ‫ ِإ َأن‬a ِ$ ْ ِ ْ ‫َ ِ ِ ا‬1 َ
.@ً Iَ "ْ 6ِ N
َ @ً 1
َ lِ ‫ ُ ِ ْ ُ رَا‬m
ِ Bَ ْ‫ َأو‬aَ *َ َ"]ِ ‫ق‬َ (ِ 1 ْ ُ ْ‫ ْ" ِ( ِإ َأن‬Qِ ‫• ا‬ ُ ِ َ&‫َو‬
“Perumpamaan teman duduk yang baik dengan teman duduk yang jahat adalah seperti penjual
minyak wangi dengan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi tidak melewatkan kamu, baik
engkau akan membelinya atau engkau tidak membelinya, engkau pasti akan mendapatkan baunya
yang enak, sementara pandai besi ia akan membakar bujumu atau engkau akan mendapatkan
baunya yang tidak enak.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Berdasarkan hadits tersebut dapat diambil faedah penting bahwasanya bergaul dengan teman yang
shalih mempunyai 2 kemungkinan yang kedua-duanya baik, yaitu:
Kita akan menjadi baik atau kita akan memperoleh kebaikan yang dilakukan teman kita. Sedang
bergaul dengan teman yang jahat juga mempunyai 2 kemungkinan yang kedua-duanya jelek, yaitu:
Kita akan menjadi jelek atau kita akan ikut memperoleh kejelekan yang dilakukan teman kita.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Bahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menjadikan seorang teman sebagai patokan
terhadap baik dan buruknya agama seseorang, oleh sebab itu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam memerintahkan kepada kita agar memilah dan memilih kepada siapa kita bergaul.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
.ُ ِ َhُ َْ ْ?‫ ُ ُآ‬D َ ‫(ْ َأ‬Uُ ْ "َ ْ َ ِ ِ"ْ ِN
َ 
ِ ْ ‫ ِد‬9َ َ ‫َا ْ َ(ْ ُء‬
“Seseorang berada di atas agama temannya, maka hendaknya seseorang di antara kamu melihat
kepada siapa dia bergaul.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dengan
Sanad yang saling menguatkan satu dengan yang lain).
Dan dalam sebuah syair disebutkan:
.ْ‫ ِي‬0َ Aْ َ ‫ن‬
ِ ‫َ ِر‬Aُ ْ ِ* ٍ ْ (ِ Tَ G Qُ َ ،ِِ ْ (ِ Tَ ْ َ ْ# َ ‫لْ َو‬jَ$
ْ Bَ 5َ ‫ ا ْ َ(ْ ِء‬ ِ َ
Jangan tanya tentang seseorang, tapi tanya tentang temannya, sebab orang pasti akan mengikuti
kelakukan temannya.
Demikianlah karena memang fitroh manusia cenderung ingin selalu meniru tingkah laku dan
keadaan temannya.
Para Salafusshalih sering menyampaikan kaidah bahwa:
.ٌ@ َ WNَ ُ 6َ dG ‫@ٌ وَا‬%َ "ْ -ِ \َ ‫ب‬ ُ ْ,ُAُ ْ ‫َا‬
Hati itu lemah, sedang syubhat kencang menyambar.
Sehingga pengaruh kejelekan akan lebih mudah mempenga-ruhi kita dikarenakan lemahnya hati
kita.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Merupakan sikap yang diajarkan Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah menjauhi para penyeru bid’ah,
para pengikut hawa nafsu (ahlul ahwa’) dan orang-orang fasik yang terang-terangan menampakkan
dan menyerukan kefasikannya ini merupakan salah satu tindakan preventif terhadap bahaya
lingkungan pergaulan dan agar umat terhindar dari pengaruh kemaksiatan tersebut.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Seorang teman memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan kita, janganlah ia menyebabkan
kita menyesal pada hari kiamat nanti dikarenakan bujuk rayu dan pengaruhnya sehingga kita
tergelincir dari jalan yang haq dan terjerumus dalam kemak-siatan.
Renungkanlah baik-baik firman Allah berikut ini:
“Dan ingatlah hari ketika orang-orang zhalim menggigit dua tangannya seraya berkata: Aduhai
kiranya aku dulu mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besar bagiku! Kiranya dulu
aku tidak mengambil si fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari
Al-Quran sesudah Al-Quran itu datang kepadaku. Dan adalah syetan itu tidak mau menolong
manusia.” (Al-Furqan: 27-29).
Lihatlah bagaimana Allah menggambarkan seseorang yang telah menjadikan orang-orang fasik dan
pelaku maksiat sebagai teman-temanya ketika di dunia sehingga di akhirat menyebabkan
penyesalan yang sudah tidak berguna lagi baginya, karena di akhirat adalah hari hisab bukan hari
amal sedang di dunia adalah hari amal tanpa hisab.
‫ت‬
ِ َyْ‫ ا‬ َ ِ ِ "ْ ِ َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
ْ?Qُ َ‫ ْ" َ? ِ`ْ َو‬U ِ -َ ْ ‫ ا‬َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ # ْ ‫َا َوَأ‬F‫ِْ`ْ َه‬,Tَ ‫ْ ُل‬,Tُ ‫ َأ‬.?ِ "ْ Qِ 1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‫وَا‬
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ َ .b ٍ &ْ ‫ت ِْ ُآ ! َذ‬ ِ َِ$ْ ُ ْ ‫ وَا‬
َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$ِ‫َو‬
Khutbah kedua:
.‫ َر‬F Dَ ‫ ْ ُ َو‬
َ 9َ&َ  َ ‫ْا‬,ُ 0َ &ْ َ (َ َ ‫"ْ(ًا َآَ َأ‬Iِ ‫ ًْا َآ‬D َ ِ ِ ُ ْ 1 َ ْ ‫َا‬
،ُُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ َوَأ‬،‫ ر‬A‫ ا‬D‫ا‬,‫ ا‬، ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫َأ‬

َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬:?ِ ْ (ِ Qَ ْ ‫َ ِ* ِ ا‬0‫ ِ `ْ ِآ‬9َ َ-Bَ  ُ ‫َ َل ا‬T .‫ ْ*(َا ِر‬Sَ ْ‫ !" ُ ا‬#َ
. ً"ْ ِ$ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬َ ْ,GY َ ُ ُ 0َ Qَ lِ
َ َ ‫َو‬
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Pada khutbah yang kedua ini saya ingatkan pula kepada para orang tua hendaklah mereka
memperhatikan lingkungan dan pergaulan anak-anaknya sebab setiap kita adalah pemimpin dan
setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya dan orangtua
adalah pemimpin terhadap istri dan anak-anaknya.
Ingatlah bagaimana wasiat agung Lukman Al-Hakim di dalam surat Luqman ayat 13-19 ketika
mewasiatkan kepada anaknya di antaranya agar mengikuti dan menempuh jalan orang-orang yang
kembali kepada Allah. Merekalah para nabi, syuhada dan shalihin, merekalah uswah dan qudwah
dalam segenap aspek kehidupan kita.
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Jadikanlah orang-orang shalih yang bermanhaj dan ber-aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagai
teman akrab kita, merekalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik persahabatan, adapun selain itu
adalah persahabatan yang semu. Maha benar Allah yang menyebutkan dalam kitabNya:
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-
orang yang bertaqwa.” (Az-Zukhruf: 67).
Jamaah Jum’at yang berbahagia
Saya akan menutup khutbah ini dengan apa yang dinasehatkan oleh seorang bijak tentang hakekat
seorang teman:
Saudaraku, Teman sejatimu adalah yang selalu mendorongmu untuk berbuat kebajikan dan
mencegahmu dari berbuat kejelekan walaupun engkau jauh dan engkau tidak bergaul dengannya
dan musuh sejatimu adalah yang mendorongmu berbuat kejelekan dan tidak mencegahmu dari
berbuat dosa walaupun ia dekat denganmu dan engkau selalu bergaul dengannya.
Semoga Allah selalu memberikan taufik kepada kita dan menyelamatkan kita dari kejelekan
lingkungan dan pergaulan serta menganugerahkan kepada kita lingkungan dan pergaulan yang
mendorong kita untuk selalu taat kepada Allah dan RasulNya.
Amin ya Rabbal ‘alamin.
.?َ "ْ ‫ ِإ ْ*(َا ِه‬9َ َ n َ "ْ ; َ َ‫ َآ‬a َ ِْ,# ُ ‫ك َو َر‬ َ ِ 6ْ 
َ ٍ  1 َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
?َ "ْ ‫ ِإ ْ*(َا ِه‬9َ َ n َ ‫  ٍ َآَ *َ َر ْآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫ ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ْ‫َو*َ ِرك‬

َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ِ ْ(%ِ t ْ ‫ اَ ُ ? ا‬.ٌ"ْ m ِ َ ٌ"ْ ِ Dَ a َ & ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*(َا ِه‬9َ َ ‫َو‬
.‫ت‬ ِ ‫َا‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬ ِ َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ ْ"ِ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ُ ْ ‫وَا‬
،ْ?َ-ْ &َ ْ?َ َ‫ِ َْ ِ ْ ُ َو‬ َ َ ِ !‫ ْ" ِ( ُآ‬h َ ْ ‫ ا‬ َ ِ a َ ُjَ$
ْ &َ &‫اَ ُ ? ِإ‬
.ْ?َ-ْ &َ ْ?َ َ‫ِ َْ ِ ْ ُ َو‬ َ َ ِ !‫ !( ُآ‬d  ‫ ا‬ َ ِ a َ *ِ ‫ْ ُذ‬,-ُ &َ ‫َو‬
،َ‫ْن‬,1 ُ ِ Y‫ك ا‬ َ ‫َ ُد‬6ِ ِ *ِ a َ َjَ# َ َ (ِ "ْ N َ ِْ a َ ُjَ$ْ &َ &‫اَ ُ ? ِإ‬
.‫ن‬
َ ْ,1 ُ ِ Y‫ك ا‬ َ ‫َ ُد‬6
ِ ُ ْ ِ a َ *ِ ‫َ َذ‬-0َ #
ْ ‫) !( َ ا‬ َ ِْ a َ *ِ ‫ْ ُذ‬,-ُ &َ ‫َو‬
.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ < َ* ‫َر‬
9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ  َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ Bَ ْ?Qُ -َ َ ْ?Qُ U ُ -ِ َ ` ِ /ْ 6َ ْ ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬َِ 9َْ َ ‫َو‬
.ُ ْ‫ ُ(و‬Qُ ) ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬َ ‫ َ ذْ ُآ(ُوا ا‬
(ُ ‫ ْآ‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ Wِ -ْ ُ ِ ِْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ# ْ ‫دْ ُآ?ْ وَا‬sِ َ ِ ِ -َ &ِ 9َ َ

26
Perjuangan Menuju Masyarakat Tauhid
Oleh: Mulyono

ِْ
ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ  ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
.ُ ُْ,#ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ )َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
C
َ ‡َNَ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ *‫ْا َر‬,Aُ B ‫س ا‬ُ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ CD َ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫َ َأ‬
‫ا‬,‡َُ ‫ ءَا‬َ ْ Fِ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ‡ َأ‬. ‡ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ ‡َ
َ ‫ن‬َ َ‫ آ‬َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬K َ ْ‫ِ َْ َزو‬
. ً"ْ U ِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ ُ َْ,# ُ ‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ W ِ ُ َْ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,&ُ ‫?ْ ُذ‬Qُ َ ْ(%ِ /ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ َْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِYْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا‬
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1
ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1 ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬# َ ‫َ ْ" ِ َو‬َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ ِ َْ ْ ‫ ْ" َ( ا‬Nَ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.ِ ْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ ِ َو‬6ِ ْ1;
َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1
َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ ا‬.‫ ا ِر‬9ِ @ٍ َ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
Saudara-saudara sekalian, sidang jamaah Jum’ah rahimakumullah
Dari mimbar yang kita muliakan ini, ijinkanlah khatib mengajak kepada diri khotib sendiri, dan juga
kepada saudara-saudara sekalian, marilah kita selalu bertaqwa kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala
. Selalu bertaqwa dalam arti yang sebenarnya dan selurus-lurusnya. Menjalan-kan secara ikhlas
seluruh perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala, kemudian menjauhi segenap larangan-larangan Nya.
Marilah kita lebur hati dan jasad kita kedalam lautan Taqwa yang luasnya tak bertepi. Marilah kita
isi setiap desah nafas kita dengan sentuhan-sentuhan Taqwa. Sebab, hanya dengan Taqwa ...
InsyaAllah ... kita akan memperoleh kebahagiaan hakiki di akherat yang abadi nanti atau
kebahagiaan hidup di dunia fana ini.
Kaum muslimin A’azzakumullah
Apabila kita mencermati kondisi lingkungan sekitar kita, pasti akan kita akan prihatin. Kalau nurani
kita masih bersih, pasti kita akan mengelus dada menyaksikan babak demi babak kehidupan yang
kini berkembang betapa tidak saudara-saudaraku ... saat ini nyaris dalam seluruh sektor kaum
muslimin terpuruk. Dalam segi aqidah banyak sekali umat Islam yang menganut keyakinan-
keyakinan syirik, menyekutukan Allah dalam hal ibadah. Perdukunan merajalela, penyembahan
terhadap ahli kubur masih dilakukan, pengagungan yang berlebihan terhadap seorang tokoh masih
banyak kita jumpai. Perilaku ini menurut syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab, termasuk kategori
syirik (kitab tauhid).
Kemudian dalam aspek politik, yang tampil hanyalah permainan yang keruh penuh rekayasa, dan
retorika semu. Dalam bidang ekonomi sistem keuangan riba’ yang diharamkan Allah masih
mendominasi kehidupan. Akibatnya adalah makin lebarnya jurang antara si kaya dan si miskin.
Sementara itu, dalam lapangan sosial budaya kita disuguhi kebobrokan moral generasi muda masa
kini. Setiap hari kita menyaksikan beragam kemaksiatan seperti: perzinaan, pemerkosaan,
pembunuhan, kasus narkoba dan sebagainya.
Saudara-saudara sekalian kaum muslimin rahimakumullah
Menyimak keadaan yang kita sebutkan tadi, kita jadi ingat firman Allah surat Ar- Ruum ayat 41:
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut di sebabkan karena ulah perbuatan tangan
nafsu manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Rasa-rasanya, firman Allah ini benar-benar cocok dengan yang kita alami sekarang ini.
Memang, jama’ah sekalian ..
Ummat dan bangsa ini sedang berada dalam bahaya besar. Kerusakan telah menyebar dalam
berbagai tempat dan waktu. Yang menjadi pertanyaan adalah: Kanapa semua ini bisa terjadi?
Dan bagaimana cara mengobatinya berdasarkan ajaran Allah Subhannahu wa Ta'ala ?
Pertanyaan pertama, yakni, kenapa kerusakan-kerusakan itu bisa terjadi, jawabnya adalah karena
ummat ini terputus dari tuntunan agamanya. Ya, sudah sekian lama, ummat Islam ini jauh dari nilai-
nilai Islam itu sendiri. Ada jarak antara ummat di satu sisi dengan ajaran Islam di sisi lain, sehingga
kehidupan sehari-hari kaum muslimin sama sekali tidak mencerminkan ajaran agamanya. Bahkan,
adakalanya ummat Islam merasa asing terhadap nilai-nilai dien-nya sendiri. Satu contoh kasus,
misalnya masalah hijab bagi kaum wanita. Kaum wanita yang menutup aurat malah dikatakan
sebagai orang yang nyeleneh.
Padahal sebenarnya merekalah yang justru melaksanakan perintah Allah. Kondisi ini telah jauh-jauh
hari diperingatkan oleh: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam. Dalam sebuah hadits beliau
bersabda:
.‫ َ(*َ ِء‬/ُ ْ ِ 9َ*ْ,W
ُ َ ‫ً َآَ َ* ََأ‬6ْ (ِ t
َ ‫ْ ُد‬,-ُ "َ َ#‫ً َو‬6ْ (ِ t
َ ‫ ُم‬
َ#
ْ vِ ْ‫ َ* ََأ ا‬:
“Islam itu pada mulanya asing, dan nanti akan kembali menjadi asing seperti semula. Maka
beruntunglah orang yang asing.”
Saudara-saudara sekalian, jamaah jum’ah yang berbahagia.
Sekarang ini pun tengah menggejala dikalangan kaum muslimin sebuah paham yang biasa disebut
sebagai sekulerisme (‘ilmaniyah). Paham ini mengajarkan bahwa kehidupan dunia harus dipisahkan
dari masalah agama. Menurut mereka, dunia ya dunia, jangan bawa masalah agama. Soal agama
adalah soal pribadi. Oleh karena itu, menurut paham ini, dalam masalah hubungan sesama manusia,
seperti cara bergaul, cara berpakaian maupun cara berekonomi cukup diserahkan pada rasio atau
akal manusia saja. Sehingga, merekapun menyombongkan diri dengan meninggalkan ajaran Allah
Subhannahu wa Ta'ala terutama yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Ajaran sekulerisme inilah yang menjadi tantangan kita dewasa ini. Hal ini sebagaimana yang
disampaikan oleh Syaikh Muhammad Abdul Hadi Al-Misri dalam kitabnya “Mauqif Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah Minal ‘ilmaniyah” (Sikap Ahlus Sunnah terhadap Sekulerisme). Menurut beliau, cara
hidup sekuler jelas sekali bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid. Sekulerisme (‘ilmaniyah)
berusaha menegakkan kehidupan di dunia tanpa campur tangan agama, atau yang lazim disebut La
diniyyah . Sehingga tata kehidupan yang mereka bangun bukanlah tata kehidupan yang bersumber
dari wahyu Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dengan kata lain, sekulerisme berhukum dengan aturan-
aturan selain Allah. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan hukum siapakah yang lebih baik
dari pada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50).
Dalam tafsir Ibnu Katsir di sebutkan (tentang ayat ini): “Allah Subhannahu wa Ta'ala mengingkari
setiap orang yang keluar dari hukumNya yang jelas, yang meliputi segala kebaikan dan melarang
segala kejelekan, lalu berpaling kepada pendapat-pendapat, hawa nafsu dan istilah-istilah yang
diletakkan oleh manusia tanpa bersandar kepada syari’at Allah. Seperti sikap kaum jahiliyah dahulu
yang berhukum dengan hukum yang menampakkan kesesatan dan kebodohan yang mereka buat
sendiri berdasarkan hawa nafsu mereka “. (Tafsir Ibnu Katsir Juz 2: 67)
Jama’ah jum’ah rahimakumullah ...
Padahal, tauhid yang merupakan fondasi agama Islam, merupakan sebuah keyakinan yang
menyandarkan seluruh aspek kehidupan hanya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Menurut
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu dalam kitabnya “ Al-Firqotun Naajiyah” (Golongan Yang
Selamat) menyatakan bahwa yang dimaksud tauhid adalah mengesakan Allah dengan beribadah. Di
mana Allah Subhannahu wa Ta'ala menciptakan alam semesta ini tidak lain hanyalah agar
beribadah. Firman Allah:
“Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka menyembahKu.” (QS.
Ad-Dzariyat: 56).
Di dalam kitabnya yang lain, yakni yang berjudul “Hudz Aqidataka Minal Kitab was Sunnah”
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menegaskan bahwa tauhid merupakan salah satu syarat
diterimanya amal seseorang. Artinya, tanpa keberadaan tauhid, amal seberapa pun banyaknya tidak
akan diterima Allah .
Demikianlah saudara sekalian, jama’ah rahimakumullah
Jelas sekali, bahwa kehidupan sekulerisme yang kini meng-gejala dengan kebebasannya, amat
bersebrangan dengan tauhid, fondasi ajaran agama kita. Oleh karena itu kita semua harus waspada
terhadap konsep hidup sekuler itu.
Kemudian, bagaimanakah solusinya, bagaimanakah menye-lesaikan serangkaian problem-problem
yang kita bicarakan tadi? Bagaimana agar kita bisa keluar dari fitnah yang begitu banyak tersebut?
Saudara sekalian ...
Resepnya tidak ada lain kecuali kembali kepada Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dengan pemahaman salafus shalih. Sebab, mengikuti Al-
Qur’an dan Sunnah Nabi adalah jalan satu-satunya menuju keselamatan. Melalui langkah ini ada
jaminan yang kuat bagi kita untuk menyelesaikan berbagai kemelut yang menimpa kita. Ketika
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan sahabatnya di Mekkah, yakni di awal-awal beliau
menyampaikan wahyu, situasinya hampir sama dengan keadaan yang kita hadapi saat ini. Yaa,
hampir sama. Hanya bentuknya saja yang berbeda, namun inti dan subtansinya tidak berbeda. Kalau
dulu ada perzinaan, misalnya, sekarangpun banyak perzinaan dengan berbagai model.
Oleh karena itu, untuk mengobati kondisi ummat yang seperti sekarang ini, tidak bisa tidak, kita
harus memulai sebagaimana Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam membina ummat. Masalah tauhid,
harus dibenahi terlebih dahulu, sebelum urusan-urusan lainnya. Sebab, seperti itulah yang juga
dilakukan para salafus shalih. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
.ْ?ُ &َ ْ,َُ 
َ ْ Fِ ‫ْ َ& ُ?ْ ُ] ? ا‬,َُ  َ ْ Fِ ‫(ْ ِ&`ْ ُ] ? ا‬Tَ ‫س‬ ِ ‫ ْ" ُ( ا‬N َ
“Sebaik-baiknya manusia adalah pada generasiku, kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian
orang-orang setelah mereka”. (HR. Mutafaq ‘alaih).
Saudara-saudara sekalian
Sebagaimana saya sebutkan diatas, bahwa tauhid adalah fondasi agama Islam. Maka kalau fondasi
ini roboh, roboh pula bangunan Islam yang lain. Sebaliknya, kalau tauhid ummat ini kuat berarti
fondasi yang menopang seluruh bangunan Islam itu pun kuat juga. Dengan demikian
mengembangkan tauhid merupakan masalah yang sangat strategis bagi upaya membangkitkan
kembali ummat ini. Upaya-upaya untuk membangun kembali umat Islam, yang tidak memulai
langkahnya dari pembinaan tauhid sama artinya dengan membangun rumah tanpa fondasi. Sia-sia
belaka. Oleh karena itu, pembinaan tauhid harus menjadi program yang harus diprioritaskan oleh
seluruh kalangan kaum muslimin ini. Pembinaan tauhid sebagaimana yang difahami salafus shalih
harus disosialisasikan kepada seluruh ummat. Sehingga mereka memahami jalan kehidupan yang
benar, meninggalkan pola hidup yang bengkok.
.ْ`0ِ  #
ُ ‫ َو‬ ِ ‫با‬ َ َ0‫ ِآ‬، َ‫ َ ُه‬-ْ *َ ‫ْا‬,G ِ Bَ َْ  ِ "ْ َ "ْ )
َ ْ?Qُ "ْ ِ n
ُ ‫ َ( ْآ‬Bَ
“Telah aku tinggalkan bagimu dua perkara yang tak akan tersesat darimu setelah berpegang pada
keduanya: Kitabullah dan Sunnahku.” (Dishahihkan Al-Albani dalam kitab Al-Jami’, diambil dari
kitab Al-Firqatun Naajiyah)
Dalam hadits yang disebutkan, Ibnu Mas’ud berkata:
ٌ"ْ 6ِ ‡َ# ‡َْ ِ Pَ "ْ ‡َ ُ 6ُ $
G ‡‫ ا‬.ِ Fِ ‡َ‫ ه‬:‫َ‡ َل‬T ? ]ُ ،ِِ َ) ِ ‫ْ َ ِ ْ" ِ ِ َو‬َ ًpْ,W ُNُ e N َ َ‫ و‬. ً"ْ Aِ 0َ $
ْ ُ  ِ ‫ ْ" ُ ا‬6ِ #
َ ‫َا‬F‫ َه‬:‫َ َل‬T ? ]ُ .ِ ِ "َ *ِ WN َ n ِ ‫ْ ُل ا‬,# ُ ‫ َر‬e Nَ
ْ?‡ُQِ‫ِ"ِ ِ ذَا‬6‡َ# ْ‡َ ْ?‡ُQ*ِ ‫ق‬ َ ( ‡َ%0َ َ َ 6ُ $
G ‡‫ا ا‬,‡ُ-6ِ 0 Bَ 5َ ‫ َو‬.ُ ,ُ-6ِ B ‡َ ً"ِA0َ $ْ ‡ُ `ِp‫;(َا‬ ِ ‫َا‬F‫ن َه‬  ‫ َوَأ‬:9َ َ-Bَ ُ َْ,Tَ ‫ َ(َأ‬Tَ ? ]ُ .ِ "ْ َ‫ْ ِإ‬, ُ َْ ٌ‫َ ن‬W"ْ ) َ ِ "ْ ََ 5 ‫ِإ‬
.‫ن‬َ ,ُA0 Bَ ْ?Qُ -َ َ ِ *ِ ْ?‫َو; ُآ‬
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam membuat garis dengan tangannya, seraya bersabda kepada
kami: “Ini jalan Allah yang lurus.” Dan beliau membuat garis-garis banyak sekali dikanan kirinya,
seraya bersabda: “Ini jalan-jalan yang tak satu pun terlepas dari intaian syetan untuk menyesatkan”.
Kemudian beliau membaca ayat 153 surat Al-An’am: “Dan bahwa yang Kami perintahkan ini
adalah jalanKu yang lurus. Maka ikutilah dia. Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain.
Karena jalan-jalan lain itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.” (HR.Ahmad dan Nasa’i, Shahih)
Saudara sekalian, sidang jama’ah jum’ah rahimakumullah
Kalau kita meneladani Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam maka yang pertama kali beliau
serukan adalah masalah tauhid. Sebelum membicarakan hal-hal lain, beliau selama kurang lebih 13
tahun di Mekkah menda’wahkan konsep pengesaan Allah Subhannahu wa Ta'ala ini kepada
sahabat-sahabat beliau. Dengan tauhid beliau membangun ummat.
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ ُر ا‬,ُ%/َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِا & ُ ُه‬ َ ‫(ُوا ا‬%ِ /ْ 0َ # ْ ‫َا وَا‬F‫ْ ِ` َه‬,Tَ ‫ ُل‬,ُT‫ َأ‬،ِ‫ ْ"(َات‬h َ ْ ‫ا ا‬,ُA6ِ 0َ #
ْ َ
Khutbah Kedua:
ِْ ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ‡ ُ َو‬ ِ ‡ُ َ ‡َ  ُ ‫ َْ َ ْ ِ ا‬، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ َ& ِ ِ َ ْ 1َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬. ً"ْ ِ$
ْ Bَ ?َ #
َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ  ُ ‫ ا‬9; َ ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Pada khutbah kedua ini, kembali saya mengajak kepada diri saya sendiri dan jama’ah sekalian.
Marilah kita bertaqwa dengan taqwa yang sebenar-benarnya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Marilah kita mempelajari Islam ini dari landasannya yang paling asasi yakni tauhid. Marilah kita
hidupkan budaya mempelajari tauhid dalam kehidupan beragama kita sebelum yang lain-lainnya.
Sebagai ringkasan dari khutbah yang pertama, bisa saya simpulkan bahwa kondisi ummat yang
carut marut sekarang ini; banyaknya kesyirikan dan bid’ah, merebaknya budaya sekulerisme
(kehidupan tanpa tuntunan agama), meggejalanya berbagai fitnah hanya bisa di atasi dengan
kembali kepada sumber ajaran kita yang murni yakni Al-Qur’an dan Sunnah. Sementara itu
berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman salafus shalih itu, langkah awal dalam
membangun masyarakat adalah dengan menanamkan tauhid. Sebab yang diseru Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam pertama kali di Mekkah adalah tauhid, sebelum menyeru masalah-
masalah lain.
Oleh karena itu, jama’ah sekalian, sudah waktunya meraih kembali jalan kebenaran tersebut. Sudah
lama kita terperosok dalam lubang kebodohan. Kita terlalu sering mengulang kesalahan serupa.
Solusinya adalah kita pelajari kembali Islam ini dari masalah tauhid. Semoga Allah membimbing
kita semua. Amin.
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ! ;َ ? ُ َ‫ا‬
.ٌ"ْ m
ِ َ ٌ"ْ ِ D َ a َ & ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*(َا ِه‬9َ َ ‫ ِإ ْ*(َاهِ ْ" َ? َو‬9َ َ n َ ‫  ٍ َآَ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
ْ‫َ َوِإن‬$ َ ‡ُ%&ْ ‫َ َْ‡ َأ‬o
َ َ* ‫ َر‬.ٌ?"ْ D ِ ‫ َر ُءوْفٌ ر‬a َ & ‫ْا َر *َ ِإ‬,ُ َ ‫ ءَا‬َ ْ Fِ !
t ِ َ*ِ ْ,ُTُ ْ` ِ ْ-َ m ْ Bَ 5َ ‫ن َو‬ ِ َْ vِ ْ *ِ َ&ْ,Aُ 6َ #
َ  َ ْ Fِ ‫َا ِ&َ ا‬,Nْ vِ ‫(ْ ََ َو‬%ِ t ْ ‫َر *َ ا‬
`‡ِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ ‡َD َ"&ْ G ‡‫َ‡ ِ‡` ا‬Bِ < ‡َ* ‫ َر‬.‫َ رًا‬/‡ِ; ‡َ& َ"* ‫ ْ َُ‡ َآَ‡ َر‬D َ ْ‫َاِ‡ َ َْ وَار‬,ِ‫(ْ ََ َو‬%ِ t ْ ‫ َر *َ ا‬.َ ْ (ِ # ِ َhْ ‫ ا‬ َ ِ   &َ ْ,Qُ َ َ َْ Dَ ْ(Bَ ‫(ْ ََ َو‬%ِ /ْ Bَ ْ?
‡َ‫ِ َْ ِْ‡ ُ َو‬ َ َ ِ !‫ !( ُآ‬d  ‫ ا‬ َ ِ a َ *ِ ‫ْ ُذ‬,-ُ &َ ‫ َو‬،ْ?َ-ْ &َ ْ?َ َ‫ِ َْ ِ ْ ُ َو‬ َ َ ِ !‫ ْ" ِ( ُآ‬h َ ْ ‫ ا‬َ ِ a َ ُjَ$
ْ &َ &‫ اَ ُ ? ِإ‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$َ Dَ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ا‬
‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.‫ن‬ َ ْ,1ُ ِ Y‡‫ك ا‬ َ ‫َ‡ ُد‬6 ِ ُ ‡ِْ a َ ‡ِ* ‫َ َذ‬-0َ # ْ ‫) !( َ ا‬ َ ِْ a َ *ِ ‫ْ ُذ‬,-ُ &َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,1 ُ ِ Y‫ك ا‬ َ ‫َ ُد‬6
ِ ِ *ِ a َ َjَ#َ َ (ِ "ْ N َ ِْ a َ ُjَ$ْ &َ &‫ اَ ُ ? ِإ‬.ْ?َ-ْ &َ ْ?َ
.‫ب ا ِر‬َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ ِ` ا‬
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQUُ -ِ َ `
ِ ‡ْ/6َ ْ ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئِ ذِي ا‬Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ 
َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ Wِ -ْ ُ ِ ِْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ # ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ Uِ -َ ْ ‫ ا‬َ ‫ا‬

27
Wujudkan Kejayaan Umat Dengan Kemurnian Tauhid
Oleh: Muhammad Ihsan Zainuddin
ُ ‡َ  
ِ ‡ُ َ ‡َ ُ ‫ ا‬.ِ ِ ‡َْ َْ ، َِ َ
ْ ‫ت َأ‬
ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ َو‬،ِْ ِ ْ 0َ $ْ &َ ‫ َو‬.ُ (ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِِ َ ْ 1َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡َ
َ ‫‡ ٍ َو‬1
َ ُ 9‡َ َ ْ‫َ‡!?ْ َو*َ‡ ِرك‬#‫ اَ ُ ? ;َ‡ ! َو‬.ُ ُْ,#
ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬
 ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ َوَأ‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ ِْ ْ ُ َْ ‫َو‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َو‬.ِ 0ِ ِ 9َ َ َ0ْ ِ ‫ ِ َوَأ‬0ِ  # ُ 9َ َ ? ُ َ‫ ِ"َ ا‬Dْ ‫ َوَأ‬.ِ *ِ َ1; ْ ‫َوَأ‬
.‫ن‬
َ ْ,ُ ِ$
ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C  َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫َ َأ‬
Amma ba’du, kaum muslimin yang berbahagia!
Saya mewasiatkan kepada Anda sekalian dan juga kepada diri saya sendiri untuk selalu menjaga
dan meningkatkan taqwa yang hakiki kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, sebab inilah wasiat yang
disampaikan Allah kepada generasi terdahulu dan juga generasi yang akan datang:
“Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dan sungguh kami telah
mewasiatkan kepada orang-orang ahlulkitab sebelum kalian dan kepada kalian agar kalian bertaqwa
kepada Allah. Dan jika kalian kafir maka sesungguhnya kepunyaan Allah segala yang ada di langit
dan yang ada di bumi ...” (An-Nisa: 131).

Hadirin yang dimuliakan Allah!


Sesungguhnya Tauhid yang murni dan bersih adalah inti ajaran dari semua risalah samawiyah yang
diturunkan Allah Ta’ala. Ia adalah tiang penopang yang menegakkan bangunan Islam. Ia adalah
syi’ar Islam yang terbesar yang tak dapat terpisahkan dari Islam itu sendiri. Inilah pesan utama
Allah kepada Rasulnya yang diutus kepada ummat manusia.
“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang rasul (untuk menyampaikan):
Sembahlah (oleh kalian) akan Allah dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)
Itulah misi utama para Rasul; menegakkan penyembahan dan penghambaan hanya kepada Allah
serta menafikan dan menjauhi segala bentuk thaghut. Dan yang dimaksud dengan thaghut adalah
segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melampaui batas-batas yang seharusnya tak
boleh ia langgar, baik berupa sesembahan, panutan dan ikutan. Sehingga thaghut setiap
kaum/komunitas adalah siapapun yang mereka jadikan sumber dasar hukum selain Allah dan
RasulNya, yang mereka jadikan Tuhan selain Allah Subhannahu wa Ta'ala , yang mereka ta’ati
meskipun dimurkai dan tidak diridloi Allah Ta’ala.
“Tidakkah engkau melihat kepada orang-orang yang menyangka bahwa mereka telah beriman
kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan yang diturunkan sebelummu, (padahal) mereka
ingin bertahkim (mengambil hukum) dari thaghut padahal sungguh mereka telah diperintah untuk
kafir kepadanya.” (An-Nisa: 60)
Kedua unsur penting inilah yang terangkai dalam kalimat suci La ilaha illallah; tiada Tuhan yang
berhak disembah selain Allah.
Hadirin para hamba Allah yang berbahagia!
Di atas kalimat Tauhid yang murni dan mulia itulah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
membangun ummatnya, di atas landasan yang kokoh itulah beliau menegakkan da’wah, dari situlah
beliau menegakkan generasi yang hanya meng-Esa-kan Allah Yang Maha Esa dan membebaskan
diri mereka dari cengkraman makhluq-makhluq lain yang dianggap sekutu bagi Allah Ta’ala.

Dan ketika seorang Muwahhid mengucapkan dan melantunkan kalimat Tauhid itu, maka
seharusnya ia meyakini dua hal yang menjadi tujuan dari kalimat suci tersebut. Apa dua tujuan itu?
Tujuan pertama adalah menegakkan yang haq dan member-sihkan yang bathil. Sebab makna yang
sesungguhnya dari kalimat la ilah Illallah itu adalah tidak ada yang berhak untuk disembah selain
Allah. Sehingga segala sesuatu selain Allah adalah bathil dan tidak berhak mendapatkan hak-hak
ilahiyyah (hak-hak untuk disembah). Dan lihatlah bagaimana Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam membersihkan Jazirah Arab dari kotoran-kotoran dan kekuasaan thoghut dan patung-patung
sesembahan. Ingatlah bagaimana batu besar saat itu yang bernama Hubal yang dikelilingi 360
berhala dihancurkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dengan tangan beliau yang mulia
pada saat beliau memasuki kota Makkah dengan penuh kemenangan. Dan semua itu beliau seraya
mengulang-ulang firman Allah:
“Dan Katakanlah (wahai Muhammad) telah datang Al-Haq dan hancurlah yang bathil.
Sesungguhnya yang bathil itu pasti hancur.” (Al-Isra’: 81)
Kemudian tujuan yang kedua adalah untuk mengatur dan meluruskan perilaku manusia agar selalu
dalam lingkaran Tauhid yang murni kepada Allah yang terpancar dari kalimat Tauhid. Agar semua
tindak-tanduk manusia dilandasi oleh keyakinan bahwa Allah-lah satu-satunya Tuhan Yang Maha
Kuasa.
Dan agar kalimat Tauhid itu dapat “berhasil guna” dalam mengatur perilaku manusia maka ada
tujuh syarat yang harus dipenuhi, yaitu: al-’ilm (mengetahui) maknanya yang benar, al-yaqin
(meyakini) kandungan-nya tanpa ada keraguan, al-ikhlas (ikhlas) tanpa ternodai oleh syirik, ash-
shidq (membenarkan) tanpa mendustakannya, al-qabul (menerimanya) dengan penuh kerelaan tanpa
menolaknya, tunduk pada konsekwensi kalimat Tauhid (al-inqiyad), dan semua itu harus dilandasi
dengan al-mahabbah (cinta) kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Bila ketujuh syarat tersebut telah terpenuhi maka insya’ Allah seluruh ibadah dan amal kita akan
selalu terhiasi dan diterangi oleh kemurnian Tauhid, sehingga semuanya dikerjakan hanya karena
Allah, tidak ada lagi permintaan tolong selain kepada Allah, tidak ada lagi tawakkal kecuali kepada
Allah, tidak ada lagi pengharapan dan rasa takut selain kepada Allah, tidak ada lagi kekuatan selain
pertolongan Allah. Dari sinilah, seorang muwahhid akan merasakan dari lubuk hatinya yang
terdalam bahwa segala sesuatu selain Allah adalah lemah dan tidak berdaya. Maka ia tidak lagi
takut kebengisan dan kekuatan para makhluq, tidak lagi terpedaya oleh kilau duniawi, dan baginya
tidak mungkin ada yang dapat manandingi Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apapun yang
dikehendaki Allah Subhannahu wa Ta'ala . Sehingga baginya bergantung kepada selain Allah
adalah suatu kelemahan dan berharap kepada selain Allah adalah sebuah kesesatan:
“Dan bagi Allah-lah segala hal ghaib yang ada di langit dan di bumi, dan kepadaNya-lah segala
perkara dikembalikan.” (Hud: 123).
Dari sini jelaslah perbedaan yang sangat jauh antara seorang Muwahhid dengan seorang musyrik.
Seorang muwahhid adalah orang yang mengetahui Dzat yang menciptakannya sehingga ia pun
beribadah dan menghamba padaNya dengan sebenar-benarnya. Sebaliknya seorang musyrik adalah
orang yang buta mata hatinya, kehilangan arah dan jauh meninggalkan Dzat yang melimpahkan
ni’mat padanya. Na’udzu billah min dzalik.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!


Sejak dahulu hingga sekarang, begitu banyak manusia yang tersesatkan oleh keyakinan berbilang
“tuhan” yang disembah, yang dapat dimintai pertolongan, yang dapat dijadikan sumber hukum dan
yang berhak mendapatkan kekhususan-kekhususan ilahiyah. Dan keyakinan ini adalah sebuah
kesesatan yang nyata yang telah diperangi oleh Islam dengan keras. Sehingga tidaklah
mengherankan bila Tauhid yang murni kemudian menjadi syi’ar terpenting Islam yang selalu ada
dalam aspek I’tiqad dan amaliyah. Dengan syi’ar inilah Islam dikenal bahkan karenanya Islam
diperangi. Seputar syi’ar ini pula lah pertentangan antara ahlul haq dan ahlul bathil terus berlanjut.
“Sesungguhnya Tuhan kalian benar-benar satu. Tuhan (yang menciptakan, mengatur dan
menguasai) langit dan bumi serta yang ada di antara keduanya ...” (Ash-Shaffat: 4-5).
Dan sesungguhnya kemunduran dan musibah-musibah yang selama ini menimpa umat Islam adalah
disebabkan mereka tidak lagi memperhatikan syi’ar yang penting ini. Lemahnya ikatan tauhid
dalam jiwa-jiwa mereka adalah sebab utama dari berbagai kekalahan kaum muslimin dan
kemenangan musuh-musuh mereka yang kita saksikan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Banyak di antara kaum muslimin yang tenggelam dalam kebodohan terhadap tauhid ini, sehingga
mereka mendatangi penghuni-penghuni kubur, berdoa didepan batu-batu nisannya, meminta
pertolongan penghuninya saat susah dan sedih. Bahkan lebih dari itu, seringkali mereka memuji dan
mengagungkan panghuni kubur itu dengan ungkapan-ungkapan yang hanya pantas diberikan
kepada Allah Rabbul ’alamin.
Dikarenakan lemahnya keyakinan akan pertolongan Allah, banyak di antara kaum muslimin yang
kemudian menggunakan jimat dengan menggantungkan di tubuh mereka karena yakin hal itu akan
mendatangkan keselamatan dan menghindarkannya dari marabahaya. Padahal Allah telah
menegaskan:
“Dan jika Allah menimpakan musibah atasmu maka tidak ada yang dapat menyingkapnya selain Ia,
dan jika Ia memberikan kebaikan padamu maka Ia Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.” (Al-
An’am: 17).
Dan suatu hari Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam pernah melihat lelaki yang mengenakan jimat di
tangannya, lalu beliau berkata:
.‫ َأ َ*ًا‬nَ 1 ْ َ ْ ‫ َ َأ‬a
َ "ْ َ
َ ` َ ‫ َو ِه‬n  ِ ْ,َ a َ & _ِ َ ً‫ َو ْه‬5 ‫ك ِإ‬ َ ُ ْ sِ Bَ 5َ َ& _ِ َ َ ْ sِ &ْ ‫ِا‬
“Cabutlah (benda itu) karena ia hanya akan semakin membuatmu lemah/takut. Karena
sesungguhnya jika engkau mati dalam keadaan memakainya maka engkau tidak akan beruntung
selamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad “la ba’sa bih”).
Dan juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
bersabda:
.‫ك‬
َ (َ ) ْ ‫ْ َأ‬Aَ َ @ً َ "ْ ِ Bَ C َ -َ Bَ َْ
“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat) maka sungguh ia telah berbuat syirik.” Di
antara kaum muslimin juga terdapat orang yang terfitnah oleh para tukang sihir dan peramal yang
katanya dapat meramal masa depan, padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam yang mulia telah
menyatakan:
.ٍ  1
َ ُ 9َ َ ‫ َل‬sِ &ْ ‫ َ( ِ*َ ُأ‬%َ ‫ْ َآ‬Aَ َ ‫ْ ُل‬,Aُ َ َ*ِ ُ Tَ  Yَ َ ً‫(ا ً َأوْ آَ ِه‬ َ 9َB‫َْ َأ‬
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya,
maka sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan pada Muhammad.” (HR. Abu Dawwud,
An-Nasai, At-Tirmidzy, Ibnu Majah dan Al-Hakim)
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ِْ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1
َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬
ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ Uِ -َ ْ ‫ن ا‬ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ َ .b ٍ &ْ ‫ ِْ ُآ ! َذ‬ َ "ْ ِ ِ$ ْ ُ ْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$ِ‫?ْ َو‬Qُ َ‫َو‬
Khutbah kedua:
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1 ْ &َ ِ ِ َ ْ1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1
َ ُ 9‡َ َ ‫ ُم‬َ$ ‡‫ ُة وَا‬ َY  ‡‫ وَا‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a َ ْ(ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.ِ 6ِ 1ْ; َ ‫َو‬
Kaum muslimin yang berbahagia!
Semua yang saya sebutkan di atas adalah sekedar contoh terhadap model-model kesyirikan yang
dilakukan sebagian kaum muslimin. Dalam kenyataan sehari-hari kita akan menemukan model-
model lain dari perilaku syirik itu dalam berbagai aspek kehidupan kaum muslimin, yang kemudian
disadari atau tidak menyebabkan lemahnya keyakinan mereka terhadap kemaha-besaran,
kemahakuasaan, kemahaperkasaan Allah. Karena Tauhid mereka lemah, maka merekapun tidak
begitu yakin lagi dengan pertolongan Allah, sehingga dengan amat sangat mudahnya musuh-musuh
mereka menyebarkan rasa takut lalu mengalahkan mereka.
Dengan demikian telah jelaslah, bahwa rahasia kejayaan kaum muslimin terletak pada sejauh mana
mereka menegakkan Tauhid yang murni dalam segala kehidupan mereka. Bukankah kejayaan dan
kemengangan itu telah diraih oleh generasi pendahulu ummat ini, ketika mereka telah terlebih
dahulu menghujam nilai-nilai Tauhid tersebut ke dalam kalbu mereka? Bukankah kejayaan dan
kecemerlangan itu mereka dapatkan ketika mereka meyakini bahwa misi utama mereka adalah
mengeluarkan ummat manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk menuju penghambaan
hanya kepada Sang khaliq?
Oleh sebab itu, bila kita sekalian bertekad mengulang kembali kesuksesan dan kejayaan generasi
As-Salaf Ash-Shaleh itu, maka tidak ada jalan lain selain menapaki jejak mereka; menegakkan
kemurnian Tauhid dalam pribadi kita masing-masing. Imam Malik v pernah bertutur:
. َُ‫ ِ* ِ َأ و‬Xَ ُ;َ َ*ِ 5 ‫  ِ@ ِإ‬Sُ ْ‫ ا‬.ِ Fِ ‫ ُ( َه‬N ِ<X ُ ُY
ْ َ 5َ
“Generasi akhir ummat ini tak akan baik kecuali dengan (jalan hidup) yang telah menjadikan baik
generasi pendahulunya.”
Kaum muslimin yang berbahagia!
Akhirnya, semoga kita sekalian terpanggil untuk mengem-balikan kejayaan dan kehormatan ummat
Islam. Semoga kita sekalian tergugah untuk menebarkan rahmat Islam yang dibangun di atas
kemurnian Tauhid ke seluruh penjuru dunia, sehingga terwujudlah kehidupan yang diridloi oleh
Allah Subhannahu wa Ta'ala . Amin.
‡َ‫‡ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ! ‡َ; ? ‡َُ‫ ا‬. ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ُ ُ 0َ Qَ lِ
َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ ‡ْ‫‡ ٍ َآَ‡ *َ َرآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9َ َ n َ "ْ ;َ
َ ‡ِ a َ ُjَ$
ْ ‡َ& ‡&‫ اَُ‡ ? ِإ‬.‫ت‬ ِ ‫َا‬,‡ْSَ ْ‫"َ‡ ِء ِ‡ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬ِ ‡َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُْ ‫ت وَا‬ ِ َِ$ ْ ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ِ ْ(%ِ t
ْ ‫ اَ ُ ? ا‬.ٌ"ْ m ِ َ ٌ"ْ ِ D َ a َ & ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ِإ ْ*(َا ِه‬
َ"&ْ G ‡‫َ‡ ِ‡` ا‬Bِ < ‡َ* ‫ َر‬.ْ?ِ &ِ ‡َpْ‫َ َر ُه?ْ وَ<ِ‡ ْ ُ?ْ ِ‡`ْ َأو‬-‡ْ#‫ِ‡…ْ َأ‬Nْ‫ َوَأر‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُْ ‫َا َل ا‬,‡ْD‫ْ َأ‬Xِ‡ْ;‫ اَُ‡ َ? َأ‬.ْ?‡َ-ْ &َ ْ?‡َ َ‫ِ َْ ِ ْ ُ َو‬ َ َ ِ !‫ ْ" ِ( ُآ‬h َ ْ ‫ا‬
.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQUُ -ِ َ ` ِ ‡ْ/6َ ْ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ َ‫ن ا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ W ِ -ْ ُ ِ ِْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ # ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ا‬
28
Mengemis Bukan Tradisi Islam
Oleh: M. Rusydi
،ُ
ُْ7ُ2‫;ْ ُ! ُ َو َر‬- َ ‫"!ًا‬# َ ُ ‫ن‬  ‫ ُ! َأ‬+َ ْ4‫ َوَأ‬،‫ُر‬,+Bَ ْ ‫َا>ِ ُ! ا‬7 ْ ‫ َا‬،ُ‫ ا‬  ‫ ِإ َ َ
ِإ‬
َ ْ‫ ُ! َأن‬+َ ْ4‫ َأ‬.‫ َر‬E > َ ‫ ْ ُ
َو‬-َ \َ+َ ,"- َ ‫ْا‬7+ُ َ ْ ,َ' َ َ ‫ َأ‬,َ"‫ ًْا َآ‬Pِ ‫> ْ"!ًا َآ‬ َ
ِ $ ِ !ُ "ْ #َ ْ ‫َا‬
‫ ْ!ُ؛‬5َ , ‫ َأ‬.‫ْ ِر‬7y ُ ? ‫ وَا‬Gِ ْ ;َ ْ ‫ْ ِم ا‬7*َ \َ ‫ ُه!َا ُ ِإ‬Xَ ;ِ Aَ َْ ‫ ِ; ِ
َو‬# ْ] َ ‫ِ ِ
َو‬e \َ$- َ ‫ ْ ِ
َو‬$َ- َ
ُ ُ &
َ2 َ ‫ َو‬ ِ ‫تا‬ ُ ‫َا‬7$ََV'َ .‫َا ِر‬5ْ T َ ْ‫ ُ! ا‬12 َ
.‫ن‬َ ْ7Bُ "ُ ْ ‫ َز ا‬,َ' ْ!Bَ 'َ  ِ ‫َى ا‬7Bْ َ 5ِ ‫ي‬ َ ,*‫@ْ َوِإ‬Mُ ْ ] ِ ْ‫ ُأو‬،ِ‫ َد ا‬,َ;- ِ ,َ 'َ
Saudara-saudara kaum muslimin, jamaah jum’ah yang berbahagia!
Sudah sering kita melihat antrian peminta-minta baik yang datang kerumah-rumah, di tengah jalan
ataupun yang sudah punya jadwal mingguan tersendiri yaitu pada hari jum’ah, tatkala para jamaah
bubar dan selesai melaksanakan shalat jum’ah mereka berbondong-bondong mencegat setiap orang
untuk dimintai sedekah dan anehnya hal ini bukan suatu yang tabu lagi bagi kalangan ummat Islam,
Mungkin karena selalu mendapat santunan yang sudah dapat menutupi sebagian kebutuhan hidup
mereka ditambah mudahnya pekerjaan ini didapatkan sehingga profesi sebagai pengemis ini pun
menjamur dimana-mana bahkan menjadi sumber mata pencaharian hidup.
Yang sering menimbulkan salah faham adalah adanya ungkapan: “Jangan memberi sedekah kepada
peminta-minta!”, kenapa kita dilarang memberikan sedekah kepada mereka?, padahal agama selalu
menganjurkan untuk selalu memberi sedekah, bahkan Allah telah menggambarkan betapa besarnya
pahala bagi orang yang suka bersedekah. Sebagaimana firmanNya yang berbunyi.
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya
di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui”. (Al-Baqarah: 261)
Islam mencela pengangguran dan peminta-minta
Agama Islam yang bersifat universal tidak saja berbicara masalah ritual dan spiritual tapi juga
menyoroti segala permasalahan sosial yang selalu dihadapi ummat manusia. Salah satunya adalah
masalah pengangguran dan peminta-minta yang sangat dicela oleh Islam, sebab hal ini merugikan
masyarakat.
Pertama, pengangguran dan peminta-minta menyebabkan tenaga manusia bersifat konsumtif, tidak
produktif akibatnya mereka menjadi beban masyarakat.
Kedua, pengangguran dan peminta-minta adalah sumber kemiskinan, sedangkan kemiskinan
merupakan bumi yang subur bagi tumbuh dan berjangkitnya berbagai macam kejahatan.
Karena itulah Islam sangat menentang pengangguran dan mencela orang-orang yang tidak mau
bekerja padahal sebenarnya mereka mampu bekerja.
Memberantas kemiskinan
Islam yang datang sebagai pembebas bagi seluruh ummat manusia selalu menganjurkan bagi setiap
pengikutnya untuk memberikan sedekah, bahkan sedekah dengan predikat zakatpun sudah menjadi
kewajiban. Dan Islam sendiri mempunyai tujuan tertentu dalam bidang harta dintaranya adalah
memberantas kemiskinan secara bertahap, melarang hidup dalam kehinaan serta mendistribusikan
keadilan secara merata.
Bukan Tradisi Islam
Islam mengajarkan kita untuk selalu bersedekah dan memberikan pertolongan kepada orang yang
memerlukan tetapi Islam tidak mengajarkan pengikutnya menjadi peminta-minta atau pengemis,
bahkan Rasulullah sendiri pernah menjelaskan bahwa orang yang membawa tambang pergi
kegunung mencari kayu lalu dijual untuk makan dan bersedekah lebih baik dari pada meminta-
minta kepada orang, sebagaimana sabdanya yang berbunyi:
.(‫ري‬,}; ‫
ا‬FI‫ )أ‬.
ُ َ َ َ ْ‫ ُ َأو‬,َY- ْ ‫ُ ُ
َأ‬sَ
ْ َ 'َ &
ًF ُ ‫ َر‬c َ Aِ ْs*َ ْ‫ ٌْ َ ُ
ِْ َأن‬I َ ِ ِ +ْ { َ \َ$- َ | ُ Y ِ َ #
ْ َ 'َ
ُ $َ;ْ >
َ ْ@‫> ُ! ُآ‬
َ ‫ َأ‬Eَ I ُ ْs*َ ْ‫ن‬T َ ِ !ِ َ 5ِ ْcِ ْ َ ْ‫ي‬Eِ ‫وَا‬
Artinya: “Demi jiwaku yang berada di tanganNya sungguh seseorang yang mengambil tali di antara
kalian kemudian dia gunakan untuk mengangkat kayu di atas punggungnya lebih baik baginya
daripada ia mendatangi orang kemudian ia meminta-minta kepadanya yang terkadang ia diberi dan
terkadang ia tidak diberi olehnya”. (HR. Al-Bukhari)
Dan beliau juga memberikan uswah kepada kita agar jangan meminta pertolongan selama kita
masih mampu untuk mengerjakannya.
Bukan berarti kita ingin menghindari kewajiban kita sebagai muslim dan sebagai makhluk sosial,
yang walau bagaimanapun diantara mereka yang meminta-minta tersebut memang pantas
mendapatkan sedekah, tetapi kita hanya berhati-hati agar jangan sampai terjerumus dan terjebak
pada orang-orang yang hanya menggunakan pekerjaan mengemis sebagai topeng dan menampak
luaskan kemiskinan dan terlebih lagi yang kita takutkan adanya anggapan bahwa Islam adalah
agama bagi orang miskin dan terbelakang.
Oleh karenanya hendaklah para da’i atau pendakwah Islam tidak hanya membatasi dakwahnya
dalam masalah ritual dan spiritual belaka, karena Islam tidak hanya terbatas pada hubungan vertikal
antara Tuhan dan manusia tapi Islam juga mengajarkan hubungan horisontal yaitu hubungan antara
manusia, sehingga jika sistem keseimbangan yang diajarkan ini benar-benar diterapkan akan dapat
menciptakan masyarakat yang baik atau baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.
Kesimpulan
Dari keterangan-keterangan ini jelaslah saudara-saudara!, bahwa Islam sangat mencela orang yang
tak mau berusaha dan hanya bisa meminta-minta, apalagi dengan berdalih bahwa pekerjaan
mengemis kepengemisan dan kemiskinan itu sudah ditakdirkan Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda:

F, 5‫ي وا‬E ‫ )ا‬.,ً,َY5ِ ‫ح‬ ُ ْ‫ ُو‬Aَ ‫ َو‬,] ً ,َ"I ِ ْ‫ ْ ُ!و‬Aَ َ ْ Y  ‫ق ا‬ ُ ‫ َ*ْ ُز‬,َ"‫@ْ َآ‬Mُ Rَ ‫ِ ِ
َ َ َز‬$‫ ?آ‬7َ Aَ C > َ  ِ ‫َ\ ا‬$- َ ‫ن‬ َ ْ7$ُ‫ آ‬7َ َ Aَ ْ@Mُ ‫ْ َأ‬7 َ).
Artinya: “Sekiranya kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, tentu Allah
memberi rizki kepadamu, seperti halnya Allah memberikan rizki kepada burung yang pergi dalam
keadaan lapar, tetapi pulang dalam keadaan kenyang”. (HR. , Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah
shahih dan Al-Hakim dari Umat)
Kemudian bagi orang-orang kaya jangan hanya bisa menumpuk harta dan berfoya-foya tanpa peduli
bahwa di dalam harta mereka terdapat hak peminta-minta dan orang yang hidup di dalam
kekurangan, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh surah Adz-Dzariyat ayat 19 yang berbunyi:
Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang-orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian”. (Adz-Dzariyat: 19).
Bahkan kalau kita telaah kembali beberapa ayat Al-Qur’an yang turun di Mekkah sangat mengecam
arogansi orang-orang kaya Mekkah yang tidak perduli terhadap fakir, miskin, dan anak-anak yatim.
Allah menegaskan dalam firmanNya:
Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Itulah orang yang menghardik anak
yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”. (Al-Ma’un: 1-3).
Dalam ayat di atas sangat jelas bahwa orang yang mendustakan agama / hari Qiamat disejajarkan
dengan orang yang mencampakkan anak yatim dan tidak menganjurkan orang lain untuk
menyantuni fakir miskin. Betapa hinanya derajat orang yang seperti ini dan tak ada tempat yang
lebih layak baginya selain kawah api Neraka yang membara.
7َ ُ‫ ه‬  ‫ ِإ َ َ
ِإ‬
َ ْ‫ي‬Eِ  ‫ُ@ْ ا‬M َ‫ْ َو‬cِ @َ ْ ِWَ ْ ‫ ا‬ َ ‫ْ َ ْ ِ ُ ا‬2‫ َأ‬. َ ْ $ِpِ , ‫ ا‬ َ ْV ِ ِ$} ْ "ُ ْ ‫ ا‬Xَ َ ْ@+ِ Aِ ,َ;F
ِ ‫َا‬7 ِ  َ *ْ ‫د‬1 َ ُ" ْ ‫ ا‬ َ ْ $ِِ ,َM ْ ‫ ا‬َ ْ ِ ِ ْ"ُ ْ ‫ ا‬َ ِ ْ@‫ ُآ‬,*‫ َوِإ‬ ُ ‫ ا‬,َ$ََ F َ

ِ ْ َ‫ب ِإ‬ ُ ْ7Aُ ‫ْ ُم َوَأ‬7?Bَ ْ ‫ ا‬c


?# َ ْ ‫ا‬.
Khutbah Kedua
&َ َ' ْ($ِ) ْ ُ* َْ‫( َ ُ
َو‬ ) ِ ُ & َ 'َ  ُ ‫ ِ!ِ ا‬+ْ *َ َْ ،,َ ِ,َ"- ْ ‫ت َأ‬ ِ ,َ012 َ ِْ ‫ َو‬,َ ِ ُ ْ ‫ ُوْرِ َأ‬4ُ ِْ  ِ ,ِ5 ‫ ُذ‬7َُ ‫ َ ْ ِ ُْ َو‬ ْ َ ‫ َِ ْ ُ ُ
َو‬
ْ َ ‫ َ" ُ! ُ َو‬#
ْ َ
ِ $ ِ !َ "ْ #
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬

ِ 5ِ ,َ#ْ]‫ ِ ِ
َوَأ‬e \َ$- َ ‫" ٍ! َو‬# َ ُ ,َ1;ِ َ \َ$- َ  ُ ‫\ ا‬$َ]
ُ ُْ7ُ2‫;ْ ُ! ُ َو َر‬- َ ‫"!ًا‬# َ ُ ‫ن‬  ‫ ُ! َأ‬+َ ْ4‫= َ ُ
َوَأ‬ َ *ْ ِ 4 َ  َ ُ !َ > ْ ‫ َو‬ ُ ‫ا‬  ‫ ِإَ َ
ِإ‬ َ ْ‫ ُ! َأن‬+َ 4 ْ ‫ َأ‬.
ُ َ ‫ي‬ َ ‫ ِد‬,َ‫ه‬
(َi ْ *َ َ ‫ا‬C ِ *َ َ‫ } َو‬:\َ ,َAَ ‫ل‬ َ ,َR .‫ن‬ َ ْ7"ُ $ِ ْ ? ْ@َُ‫ َوأ‬  ‫ ِإ‬  Aُ ْ7"ُ Aَ  َ ‫ ِ
َو‬Aِ ,َBAُ C> َ َ ‫ا ا‬7ُBA‫ا ا‬7َُ ‫ ءَا‬ َ *ْ Eِ ‫ ا‬,َ+?*‫ َأ‬,َ* :\َ ,َAَ ‫ل‬ َ ,َR .‫ ًْا‬Pِ ‫ َآ‬,ً"ْ $ِ ْ Aَ @َ $2
َ ‫َو‬
,ًFَ } ْ َ
ُ } ‫ًا‬F ْ ‫@ْ َ ُ
َأ‬W
ِ ْ *ُ ‫ ِ
َو‬Aِ ,َ012
َ
ُ ْ - َ ْ1 Mَ *ُ  َ ‫ا‬C ِ *َ َ‫ } َو‬:‫ل‬ َ ,َR‫} َو‬
,َ"‫" ٍ! َآ‬# َ ُ ‫ل‬ ِ e \َ$- َ ‫" ٍ! َو‬# َ ُ \َ$- َ ( 1 َ] @ ُ+$ َ‫ ا‬.,ً"ْ $ِ ْ َA ‫ْا‬7"ُ $1َ2‫ ْ ِ
َو‬$َ- َ ‫ْا‬7$?َ] ‫ْا‬7َُ ‫ ءَا‬ َ *ْ Eِ  ‫ ا‬,َ+?*‫ َأ‬,َ* ،1cِ; ‫َ\ ا‬$- َ ‫ن‬ َ ْ7?$V َ *ُ
ُ َ Mَ pِ &
َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
‫ل‬
ِ e \َ$- َ ‫َْا ِه ْ َ@ َو‬5‫َ\ ِإ‬$- َ g َ ْ‫ َرآ‬,َ5 ,َ"‫" ٍ! َآ‬# َ ُ ‫ل‬ ِ e \َ$- َ ‫" ٍ! َو‬# َ ُ \َ$- َ ْ‫ ِرك‬,َ5‫ َو‬.ٌ!ْ i ِ َ ٌ!ْ "ِ > َ = َ ‫ ِإ‬،َ@ْ ‫َْا ِه‬5‫ل ِإ‬ ِ e \َ$- َ ‫َْا ِه ْ َ@ َو‬5‫َ\ ِإ‬$- َ g َ ْ $]َ
ِ ْ } َ ْ ‫ ا‬َ ِ = َ ُsَ
ْ َ ,‫ُ @ ِإ‬+$ َ‫ ا‬.‫ت‬ ِ ‫َا‬7ْT َ ْ‫@ْ َوا‬+ُ ْ ِ ‫ ِء‬,َ > ْT َ ْ‫ت ا‬ ِ ,َِ ْ"ُ ْ ‫ت وَا ْ ُ"ْ ِ ِ َْ وَا‬ ِ ,َ"$ِ ْ "ُ ْ ‫ وَا‬ َ ْ "ِ $ِ
ْ "ُ $ْ ِ ِْ hْ ‫ @ ا‬+ُ $ َ‫ ا‬.ٌ!ْ i ِ َ ٌ!ْ "ِ > َ = َ ‫ ِإ‬،َ@ْ ‫َا ِه‬5ْ ‫ِإ‬
ْ@+ِ ِ ,َtْ‫ْ َأو‬cِ' ْ@+ُ ْ ِeَ‫ َر ُه@ْ و‬,َْ2‫ْ َأ‬I ِ ْ‫ َوَأر‬ َ ْ "ِ $ِ
ْ "ُ ْ ‫ل ا‬
َ ‫َا‬7> ْ ‫ْ َأ‬U$ِ] ْ ‫ َ@ َأ‬+ُ $ َ‫ ا‬.ْ@$َْ َ ْ@ َ ,َ‫ ِ ْ ُ
َو‬,َ"ْ $ِ- َ ,َ
ِ $1‫ ُآ‬. cِ'‫ َو‬Zً َ  َ َ> ,َ ْ !?  ‫ ا‬cِ' ,َAِ e ,َ5‫َر‬
‫ ِر‬, ‫ب ا‬ َ ‫َا‬E- َ ,َRِ ‫ َو‬Zً َ 
َ> َ ‫ َ ِة‬I ِ f‫ا‬.
َ ‫ذْ ُآُوا ا‬,َ' .‫ن‬ َ ْ‫ آ ُو‬Eَ َA ْ@Mُ $َ َ ْ@Mُ W
ُ ِ *َ cِ ْ ;َ ْ ‫ ِ وَا‬Mَ ُ" ْ ‫ ِء وَا‬Oَy# ْ َ ْ ‫ ا‬ِ- َ \َ+ْ *َ ‫َ\ َو‬5ْBُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Oَ*ِ‫ن َوإ‬ ِ ,َ> ْo ِ ْ‫ل َوا‬ ِ ْ!َ ْ ,ِ5 ْ@‫ْ ُ ُ ُآ‬s*َ  َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬، ِ ‫ َد ا‬,َ;- ِ
ُ ;َ ‫ َأ ْآ‬ ِ ‫ ْآ ُ ا‬Eِ َ‫@ْ َو‬Mُ Yِ ْ *ُ
ِ $ِ)
ْ 'َ ِْ ُ ْ7 ُsَ2 ْ ‫ْ ُآْ ُآ@ْ وَا‬E*َ @َ ْ W ِ َ ْ ‫ا‬

29
Menghadapi Kenakalan Anak Dalam Rumahtangga
Oleh: Nafisah Amron
ُ ْ ِ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ ُ%&ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬

ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ‫ي‬ َ ‡‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ‡ِ;ْ‫س ُأو‬ ُ ‡‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫َ َ ُ َوَأ‬aْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ْا‬,‡ُAB ‫س ا‬ُ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ CD َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,Aُ 0 ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ

َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َN َ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫َر‬
ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&‫ُ‡?ْ ُذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِYْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ َ ‫ن‬ َ َ‫آ‬
. ً"ْ Uِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1 ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ِ َْ ْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ِ َو‬6ِ 1ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ َ"! 6ِ &َ 9ََ ْ?!# َ ‫; ! َو‬ َ ? ُ َ‫ ا‬.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
Hadirin jamaah jum’ah yang dirahmati Allah. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala mengutus Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa
Salam guna menyempurnakan keutamaan Akhlak. Termasuk dalam urusan penyempurnaan akhlak
adalah memberi perlakuan yang baik kepada anak, seperti mendidik, berlaku sabar dalam
menghadapi kenakalannya maupun sabar dalam memberi bimbingan sejak masih dalam kandungan
sampai mereka dewasa. Selama ini sebagian orang tua bersikap reaksioner atas semua tindakan
anak, mereka memandang anak sebagai orang dewasa dalam bentuk mini dan semua semua yang
dilakukan harus sesuai dengan kelakuan orang tua. Maka jika anak nakal yang dilakukan oleh orang
tua biasanya adalah mengurung, mengajar, mengisolasi dari pergaulan, mengurangi uang saku dan
sebagainya. Mengapa orang tua tidak bertanya kepada diri sendiri ada apa dengan anak saya, apa
yang kurang dari diri saya. Tidak mengherankan jika sekarang orang tua banyak yang mengeluh
karena anaknya terlibat dan akrab dengan narkoba, diskotik, minum-minuman keras serta pergaulan
bebas. Orang tua selama ini hanya mampu memberikan ruang dan memenuhi kebutuhan fisiknya
sedangkan kebutuhan psikisnya terabaikan. Bagaimana tidak terabaikan jika mereka hanya dirawat
dan dididik oleh pembantu yang kurang pendidikannya sekalipun ayah ibunya seorang doktor.
Bukankah sayang jika permata hati kita nantinya hanya generasi yang penuh dengan daging tambun
sedangkan hatinya keropos dari nilai-nilai dan ruh agama maupun ilahiyah. Padahal anak sesuai
dengan fitrahnya merupakan amanat Allah yang harus dijaga, dipelihara, dan dirawat dengan
kesabaran disertai dengan tawakkal untuk tetap berdo’a semoga diberi anak-anak yang shalih,
bukan cuma cerdas dan berprestasi di sekolah semata akan tetapi mampu menjadi qurratu a’yun di
masa depan.
Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Furqan ayat 74:
“Dan orang-orang yang berkata, Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri dan anak-anak
yang jadi permata hati dan jadikanlah kami pemimpin yang bertaqwa”.
Hadirin jamaah Jum’ah yang berbahagia.
Tidak mengherankan jika Allah selalu berpesan bahwa anak-anak adalah perhiasan.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam adalah sebaik-baik contoh dalam memperlakukan anak.
Bagaimana Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mengajak cucu-cucunya bermain, mengajarkan
cinta kepada anak-anak kepada para sahabatnya.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ia berkata: “Pernah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
menciumi Hasan putra Ali dimana pada saat itu ada Aqra’ Ibnu Habis Attamimy duduk. Dia lalu
berkata, “Saya mempunyai sepuluh orang anak tidak pernah satupun dari mereka saya cium”.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam melihat kepadanya dan berkata: ?ُ D َ ْ(ُ 5َ ?ُ D َ ْ(َ 5َ َْ .
“Siapa yang tidak merahmati tidak dirahmati (oleh Allah)” (HR. Al-Bukhari dan muslim).
Mencium anak-anak merupakan salah satu wujud kasih sayang orang tua kepada anak sekaligus
merupakan contoh riil agar anak tidak mencium kepada orang lain yang bukan mahramnya.
Pengalaman orang tua sering mencium anaknya sampai mereka dewasa tidak akan menjadikan
anak-anak mencium orang lain apalagi sampai berbuat zina karena mereka sendiri telah merasa
kecukupan dengan kasih sayang dari orang tua insya Allah mereka akan menjadikan anak-anak
yang diharapkan.
Apa yang sudah dicontohkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menegaskan bahwa:
1. Wajib bagi orang tua menyelenggarakan pendidikan dalam rumah tangganya.
2. Kewajiban tersebut wajar karena Allah menciptakan orang tua yang bersifat mencintai anak-
anaknya. Jadi yang pertama hukumnya wajib, kedua karena orang tua senang mendidik
anak-anaknya. Inilah modal utama bagi pendidikan dalam keluarga itu dilaksanakan dan apa
tujuannya, serta kapan mulainya.
Cinta kepada anak seringkali menyebabkan orang tua membanggakan anaknya. Mereka sering
dengan semangat meluap-luap menceritakan anaknya kepada tamunya atau kawan-kawannya.
Terutama mengenai kecerdasannya, kelucuannya, kepintarannya, keberaniannya dan
kegemasannya. Kadang-kadang cerita ini menjemukan orang yang mendengarkannya. Sebaliknya
tak ada orang yang ingin menceritakan kepada tamunya bahwa anaknya bodoh, nakal, penakut dan
sebagainya.
Anak sering pula menyebabkan orang tua lupa kepada Allah dan RasulNya. Saking sibuknya
mengurus anak-anaknya, mereka bekerja mati-matian mencari uang agar semua permintaan
anaknya dapat terpenuhi. Kadang-kadang permintaan yang tidak masuk akalpun dipenuhi, demi
cintanya kepada anak. Sayang anak tidak jarang menyebabkan orang tua korupsi dan mencuri.
Kadang-kadang karena merasa anak-anaknya kuat, cerdas, juara kelas, pemberani, maka orang tua
merasa hidupnya akan aman. Oleh karena itu mereka mulai meninggalkan Tuhan. Seringkali orang
tua membela anaknya yang berbuat salah sampai orang tua lupa bahwa membela yang salah adalah
pelanggaran aturan Allah.
Orang tua dapat juga menjadi budak anaknya, dikala ia merasa wajib memenuhi segala keinginan
anaknya. Kewibawaan orang tua telah hilang, karena ia kalah dan dibentuk oleh anaknya karena
terlambat atau tidak mampu memenuhi permintaan anaknya. Seperti tidak berani membangunkan
anaknya untuk shalat Subuh karena takut anaknya kaget atau marah.Ayat Al-Qur’an berikut dapat
menjadi renungan untuk kita seperti yang tertera dalam Surat Saba’ ayat 37:
“Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan diri kalian
kepada Kami sedikit pun, tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih.”
Hadirin jamaah Jum’ah yang di berkati Allah.
Berdasarkan ayat tadi bagi orang tua mendidik anak adalah kewajaran, karena kodratnya; selain itu
karena cinta. Mengingat uraian di atas, maka secara sederhana tujuan pendidikan anak di dalam
keluarga ialah agar anak itu menjadi anak yang shalih. Anak seperti itulah yang patut dibanggakan.
Tujuan lain adalah sebaliknya, yaitu agar anak itu kelak tidak menjadi musuh bagi orang tuanya.
Anak yang saleh dapat mengangkat nama baik orang tuanya, karena anak adalah dekorasi keluarga
dan mendo’akan orang tuanya kelak. Bila tidak mendo’akan orang tua, keshalihannya telah cukup
merupakan bukti amal baik bagi orang tuanya.
Pada suatu waktu orang tua amat susah karena anaknya nakal. Orang tua yang menduduki posisi
terhormat dimasyarakat akan jatuh wibawanya karena anaknya yang nakal. Seorang pemimpin
masyarakat bila anaknya terlibat kenakalan khas remaja masa kini, misalnya terlibat masalah jual
beli obat-obatan terlarang akan jatuh martabatnya dimata masyarakat. Bahkan mungkin saja orang
tua akan dipecat dari jabatannya hanya karena kenakalan anaknya.
Kapankah sebaiknya kita mulai mendidik anak? Jawabannya tidak lain adalah semenjak masih
dalam masa konsepsi. Bahkan dalam Islam dimulai semenjak memilih pasangan hidup, kemudian
saat hamil, saat lahir, saat anak-anak sampai dewasa. Mengenalkan mereka dengan asma-asma
Allah, tentang tauhid, tentang akhlaq dan sebagainya.
Lalu bagaimana jika cara tersebut sudah dilaksanakan dan anak-anak tetap saja nakal? Sabar,
tawakkal dalam menghadapinya adalah obat terbaik sambil tetap berdo’a memohon kepada Allah
agar kenakalannya tidak membawa madlarat bagi dirinya sendiri, orang tuanya dan masyarakatnya.
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬.ُ ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ َ .b ٍ &ْ ‫ت ِْ ُآ ! َذ‬ ِ َِ$ ْ ُ ْ ‫ وَا‬َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ ا‬Vِ "ْ ِ mَ ِ‫?ْ َو‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ #ْ ‫َأ‬
Khutbah kedua:
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ  ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ َ0$
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ‫ ُم‬ َ$  ‡‫ ُة وَا‬ َY  ‡‫ وَا‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a َ ْ(ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.ِ 6ِ 1
ْ; َ ‫َو‬
‡َ‫‡ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ! ‡َ; ? ‡َُ‫ ا‬. ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ُ ُ 0َ Qَ lِ
َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ ‡ْ‫‡ ٍ َآَ‡ *َ َرآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9َ َ n َ "ْ ;َ
َ ‡ِ a َ ُjَ$
ْ ‡َ& ‡&‫ اَُ‡ ? ِإ‬.‫ت‬ ِ ‫َا‬,‡ْSَ ْ‫"َ‡ ِء ِ‡ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ وَا ْ ُ|ْ َِ‡ تِ ا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُْ ‫ت وَا‬ ِ َِ$ ْ ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ِ (%t‫ اَ ُ ? ا‬.ٌ"ْ m ِ َ ٌ"ْ ِ Dَ a َ & ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ِإ ْ*(َا ِه‬
َ"&ْ G ‡‫َ‡ ِ‡` ا‬Bِ < ‡َ* ‫ َر‬.ْ?ِ &ِ ‡َpْ‫َ َر ُه?ْ وَ<ِ‡ ْ ُ?ْ ِ‡`ْ َأو‬-‡ْ#‫ِ‡…ْ َأ‬Nْ‫ َوَأر‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُْ ‫َا َل ا‬,‡ْD‫ْ َأ‬Xِ‡ْ;‫ اَُ‡ َ? َأ‬.ْ?‡َ-ْ &َ ْ?‡َ َ‫ِ َْ ِ ْ ُ َو‬ َ َ ِ !‫ ْ" ِ( ُآ‬h َ ْ ‫ا‬
.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU
ُ -ِ َ `
ِ ‡ْ/6َ ْ ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$ْDvِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ  َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ W ِ -ْ ُ ِ ِ
ْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ # ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ا‬

30
Anak Shalih Adalah Aset Orang Tua
Oleh: Muh. S. Darwis
Khutbah Pertama
 ِ ‡ُ َ ‡َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ 9َ َ-Bَ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ َو‬،ِْ ِ ْ 0َ $
ْ &َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ ُ ْ 1
َ ْ ‫َا‬
‫‡ًا‬1
َ ُ ‫ن‬
 ‫ َ‡ ُ َوَأ)ْ‡ َ ُ َأ‬a
َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.‫ْ ٍر‬,&ُ ِْ ُ َ َ َ ‫ْرًا‬,&ُ ُ َ  ُ ‫ ِ ا‬-َ m ْ َ ْ?َ َْ ‫ َو‬،َُ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ ِْ ْ ُ َْ ‫َُ َو‬
.(٩ :‫ ء‬$‫ )ا‬. ً -َ \ ِ @ً َ ‫ ِ?ْ ُذ !ر‬%ِ ْ N
َ ِْ ‫ْا‬,‫ َ( ُآ‬Bَ ْ,َ  َ ْ Fِ ‫Š ا‬
َ ْh"َ ْ ‫ َو‬:9َ َ-Bَ  ُ ‫َ َل ا‬T .ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َو‬.ِ 0ِ ِ 9ََ َ0ْ ِ ‫ ِ َوَأ‬0ِ  #ُ 9َ َ ? ُ َ‫ ِ"َ ا‬D ْ ‫ َوَأ‬.ِ *ِ َ1;
ْ ‫ <ِ ِ َوَأ‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ْ‫!?ْ َو*َ ِرك‬# َ ‫; ! َو‬ َ ? ُ َ‫ا‬
Jamaah jama'ah rahimakumullah
Anak adalah buah hati bagi kedua orang tuanya yang sangat disayangi dan dicintainya.
Sewaktu bahtera rumah tangga pertama kali diarungi, maka pikiran pertama yang terlintas dalam
benak suami istri adalah berapa jumlah anaknya kelak akan mereka miliki serta kearah mana anak
tersebut akan dibawa.
Menurut Sunnah melahirkan anak yang banyak justru yang terbaik. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Salam bersabda:
.ْ?Qُ *ِ ٌ(]ِ َQُ ْ`&! _ِ َ ‫ ُدوْ َد‬,َ ْ ‫ْ َد وَا‬,ُ,َ ْ ‫ا ا‬,ُK‫ و‬sَ Bَ
Artinya: “Nikahilah wanita yang penuh dengan kasih sayang dan karena sesungguhnya aku bangga
pada kalian dihari kiamat karena jumlah kalian yang banyak.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’I, kata
Al Haitsamin).
Namun yang menjadi masalah adalah kemana anak akan kita arahkan setelah mereka terlahir.
Umumnya orang tua menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi anak yang shalih, agar
setelah dewasa mereka dapat membalas jasa kedua orang tuanya. Namun obsesi orang tua kadang
tidak sejalan dengan usaha yang dilakukannya. Padahal usaha merupakan salah satu faktor yang
sangat menentukan bagi terbentuknya watak dan karakter anak. Obsesi tanpa usaha adalah hayalan
semu yang tak akan mungkin dapat menjadi kenyataan.
Bahkan sebagian orang tua akibat pandangan yang keliru menginginkan agar kelak anak-anaknya
dapat menjadi bintang film (Artis), bintang iklan, fotomodel dan lain-lain. Mereka beranggapan
dengan itu semua kelak anak-anak mereka dapat hidup makmur seperti kaum selebritis yang
terkenal itu. Padahal dibalik itu semua mereka kering akan informasi tentang perihal kehidupan
kaum selebritis yang mereka puja-puja. Hal ini terjadi akibat orang tua yang sering mengkonsumsi
berbagai macam acara-acara hiburan diberbagai media cetak dan elektronik, karena itu opininya
terbangun atas apa yang mereka lihat selama ini.
Jamaah jum’at rahimakumullah
Kehidupan sebagian besar selebritis yang banyak dipuja orang itu tidak lebih seperti kehidupan
binatang yang tak tahu tujuan hidupnya selain hanya makan dan mengumbar nafsu birahinya. Hura-
hura, pergaulan bebas, miras, narkoba dan gaya hidup yang serba glamour adalah konsumsi sehari-
hari mereka. Sangat jarang kita saksikan di antara mereka ada yang perduli dengan tujuan hakiki
mereka diciptakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala , kalaupun ada mereka hanya menjadikan
ritualisme sebagai alat untuk meraih tujuan duniawi, untuk mengecoh masyarakat tentang keadaan
mereka yang sebenarnya. Apakah kita menginginkan anak-anak kita menjadi orang yang jauh dari
agamanya yang kelihatannya bahagia di dunia namun menderita di akhirat? Tentu tidak. Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya meninggalkan di belakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)mereka” (An Nisa:
9).
Pengertian lemah dalam ayat ini adalah lemah iman, lemah fisik, lemah intelektual dan lemah
ekonomi. Oleh karena itu selaku orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, maka
mereka harus memperhatikan keempat hal ini. Pengabaian salah satu dari empat hal ini adalah
ketimpangan yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pada anak.
Imam Ibnu Katsir dalam mengomentari pengertian lemah pada ayat ini memfokuskan pada masalah
ekonomi. Beliau mengatakan selaku orang tua hendaknya tidak meninggalkan keadaan anak-anak
mereka dalam keadaan miskin . (Tafsir Ibnu Katsir: I, hal 432) Dan terbukti berapa banyak kaum
muslimin yang rela meninggalkan aqidahnya (murtad) di era ini akibat keadaan ekonomi mereka
yang dibawah garis kemiskinan.
Banyak orang tua yang mementingkan perkembangan anak dari segi intelektual, fisik dan ekonomi
semata dan mengabaikan perkembangan iman. Orang tua terkadang berani melakukan hal apapun
yang penting kebutuhan pendidikan anak-anaknya dapat terpenuhi, sementara untuk memasukkan
anak-anak mereka pada TK-TP Al-Qur’an terasa begitu enggan. Padahal aspek iman merupakan
kebutuhan pokok yang bersifat mendasar bagi anak.
Ada juga orang tua yang menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan bagi anak-anak mereka dari
keempat masalah pokok di atas, namun usaha yang dilakukannya kearah tersebut sangat
diskriminatif dan tidak seimbang. Sebagai contoh: Ada orang tua yang dalam usaha mencerdaskan
anaknya dari segi intelektual telah melaksanakan usahanya yang cukup maksimal, segala sarana dan
prasarana kearah tercapainya tujuan tersebut dipenuhinya dengan sungguh-sungguh namun dalam
usahanya memenuhi kebutuhan anak dari hal keimanan, orang tua terlihat setengah hati, padahal
mereka telah memperhatikan anaknya secara bersungguh-sungguh dalam segi pemenuhan otaknya.
Jamaah jum’at rahimakumullah.
Karena itu sebagian orang tua yang bijaksana, mesti mampu memperhatikan langkah-langkah yang
harus di tempuh dalam merealisasikan obsesinya dalam melahirkan anak yang shalih. Di bawah ini
akan kami ketengahkan beberapa langkah yang cukup representatif dan membantu mewujudkan
obsesi tersebut:
1. Opini atau persepsi orang tua atau anak yang shalih tersebut harus benar-benar sesuai dengan
kehendak Islam berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ,
bersabda:
.ُ َ ْ,
ُ َْ X
ٍ ِ َ; ٍ َ‫ ِ* ِ َأوْ َو‬Vُ %َ 0َ ْ ُ ?ٍ ْ 
ِ ْ‫َ ِر َ ٍ@ َأو‬K @ٍ Tَ َ ;
َ ،ٍ‫ ث‬ َ ]َ ِْ 5 ‫ َُ ُ ِإ‬ َ Vَ W َ Aَ &ْ ِ‫ < َد َم ا‬
ُ *ْ ‫ت‬
َ َ ‫ِإذَا‬
Artinya: “Jika wafat anak cucu Adam, maka terputuslah amalan-amalannya kecuali tiga: Sadaqah
jariah atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang shalih yang selalu mendoakannya.” (HR.Muslim)
Dalam hadits ini sangat jelas disebutkan ciri anak yang shalih adalah anak yang selalu mendoakan
kedua orang tuanya. Sementara kita telah sama mengetahui bahwa anak yang senang mendoakan
orang tuanya adalah anak sedari kecil telah terbiasa terdidik dalam melaksanakan kebaikan-
kebaikan,melaksanakan perintah-perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala , dan menjauhi larangan-
laranganNya. Anak yang shalih adalah anak yang tumbuh dalam naungan DienNya, maka mustahil
ada anak dapat bisa mendoakan orang tuanya jika anak tersebut jauh dari perintah-perintah Allah
Subhannahu wa Ta'ala dan senang bermaksiat kepadaNya. Anak yang senang bermaksiat kepada
Allah Subhannahu wa Ta'ala , jelas akan jauh dari perintah Allah dan kemungkinan besar senang
pula bermaksiat kepada kedua orang tuanya sekaligus.
Dalam hadits ini dijelaskan tentang keuntungan memiliki anak yang shalih yaitu, amalan-amalan
mereka senantiasa berkorelasi dengan kedua orang tuanya walaupun sang orang tua telah wafat.
Jika sang anak melakukan kebaikan atau mendoakan orang tuanya maka amal dari kebaikannya
juga merupakan amal orang tuanya dan doanya akan segera terkabul oleh Allah Subhannahu wa
Ta'ala .
Jadi jelaslah bagi kita akan gambaran anak yang shalih yaitu anak yang taat kepada Allah
Subhannahu wa Ta'ala , menjauhi larangan-laranganNya, selalu mendoakan orang tuanya dan selalu
melaksanakan kebaikan-kebaikan.
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif ke arah tercipta-nya anak yang shalih.
Lingkungan merupakan tempat di mana manusia melaksana-kan aktifitas-aktifitasnya. Secara mikro
lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:
a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan sebuah institusi kecil dimana anak mengawali masa-masa pertumbuhannya.
Keluarga juga merupakan madrasah bagi sang anak. Pendidikan yang didapatkan merupakan
pondasi baginya dalam pembangunan watak, kepribadian dan karakternya.
Jama'ah jum’at rahimakumullah
Jika anak dalam keluarga senantiasa terdidik dalam warna keIslaman, maka kepribadiannya akan
terbentuk dengan warna keIslaman tersebut. Namun sebaliknya jika anak tumbuh dalam suasana
yang jauh dari nilai-nilai keIslaman, maka jelas kelak dia akan tumbuh menjadi anak yang tidak
bermoral.
Seorang anak yang terlahir dalam keadaan fitrah, kemudian orang tuanyalah yang mewarnainya,
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
.(‫ ري‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.ِ &ِ َ$m ! َ ُ ْ‫(َا ِ& ِ َأو‬Y! َ ُ ْ‫دَا ِ& ِ َأو‬,! َ ُ .ُ ‫َا‬,*َ jَ َ ،ِ‫ َ(ة‬W
ْ %ِ ْ ‫ ا‬9َ َ ُ َْ,ُ ‫ْ ٍد‬,ُْ,َ G ‫ُآ‬
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan yang fitrah (Islam), maka orang tuanya yang
menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari)
Untuk itu orang tua harus dapat memanfaatkan saat-saat awal dimana anak kita mengalami
pertumbuhannya dengan cara menanamkan dalam jiwa anak kita kecintaan terhadap diennya, cinta
terhadap ajaran Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallaahu alaihi wa Salam, sehingga
ketika anak tersebut berhadapan dengan lingkungan lain anak tersebut memiliki daya resistensi
yang dapat menangkal setiap saat pengaruh negatif yang akan merusak dirinya.
Agar dapat memudahkan jalan bagi pembentukan kepribadian bagi anak yang shalih, maka
keteladanan orang tua merupakan faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu, selaku orang tua
yang bijaksana dalam berinteraksi dengan anak pasti memperlihatkan sikap yang baik, yaitu sikap
yang sesuai dengan kepribadian yang shalih sehingga anak dapat dengan mudah meniru dan
mempraktekkan sifat-sifat orang tuanya
b. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan di mana anak-anak berkumpul bersama teman-temannya yang
sebaya dengannya. Belajar, bermain dan bercanda adalah kegiatan rutin mereka di sekolah. Sekolah
juga merupakan sarana yang cukup efektif dalam membentuk watak dan karakter anak. Di sekolah
anak-anak akan saling mempengaruhi sesuai dengan watak dan karakter yang diperolehnya dalam
keluarga mereka masing-masing. Anak yang terdidik secara baik di rumah tentu akan memberi
pengaruh yang positif terhadap teman-temanya. Sebaliknya anak yang di rumahnya kurang
mendapat pendidikan yang baik tentu akan memberi pengaruh yang negatif menurut karakter dan
watak sang anak.
Faktor yang juga cukup menentukan dalam membentuk watak dan karakter anak di sekolah adalah
konsep yang diterapkan sekolah tersebut dalam mendidik dan mengarahkan setiap anak didik.
Sekolah yang ditata dengan managemen yang baik tentu akan lebih mampu memberikan hasil yang
memuaskan dibandingkan dengan sekolah yang tidak memperhatikan sistem managemen. Sekolah
yang sekedar dibangun untuk kepentingan bisnis semata pasti tidak akan mampu menghasilkan
murid-murid yang berkwalitas secara maksimal, kualitas dalam pengertian intelektual dan moral
keagamaan.
Kualitas intelektual dan moral keagamaan tenaga pengajar serta kurikulum yang dipakai di sekolah
termasuk faktor yang sangat menentukan dalam melahirkan murid yang berkualitas secara
intelektual dan moral keagamaan.
Oleh sebab itu orang tua seharusnya mampu melihat secara cermat dan jeli sekolah yang pantas
bagi anak-anak mereka. Orang tua tidak harus memasukkan anak mereka di sekolah-sekolah favorit
semata dalam hal intelektual dan mengabaikan faktor perkembangan akhlaq bagi sang anak, karena
sekolah tersebut akan memberi warna baru bagi setiap anak didiknya.
Keseimbangan pelajaran yang diperoleh murid di sekolah akan lebih mampu menyeimbangkan
keadaan mental dan intelektualnya. Karena itu sekolah yang memiliki keseimbangan kurikulum
antara pelajaran umum dan agama akan lebih mampu memberi jaminan bagi seorang anak didik.
c. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah komunitas yang terbesar dibandingkan dengan lingkungan yang kita sebutkan
sebelumnya. Karena itu pengaruh yang ditimbulkannya dalam merubah watak dan karakter anak
jauh lebih besar.
Masyarakat yang mayoritas anggotanya hidup dalam kemaksiatan akan sangat mempengaruhi
perubahan watak anak kearah yang negatif. Dalam masyarakat seperti ini akan tumbuh berbagai
masalah yang merusak ketenangan, kedamaian, dan ketentraman.
Anak yang telah di didik secara baik oleh orang tuanya untuk selalu taat dan patuh pada perintah
Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya, dapat saja tercemari oleh limbah kemaksiatan yang
merajalela disekitarnya. Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan kwalitas yang telah terdidik
secara baik dalam institusi keluarga dan sekolah, maka kita perlu bersama-sama menciptakan
lingkungan masyarakat yang baik, yang kondusif bagi anak.
Masyarakat terbentuk atas dasar gabungan individu-individu yang hidup pada suatu komunitas
tertentu. Karena dalam membentuk masyarakat yang harmonis setiap individu memiliki peran dan
tanggung jawab yang sama. Persepsi yang keliru biasanya masih mendominasi masyarakat. Mereka
beranggapan bahwa yang bertanggung jawab dalam masalah ini adalah pemerintah, para da’i,
pendidik atau ulama. Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , bersabda:
.(?$ .‫ )روا‬.‫ن‬
ِ َْ vِ ْ‫ ا‬w
ُ -َ \
ْ ‫ َأ‬a
َ ِ‫ ِ َو َذ‬6ِ ْ Aَ 6ِ َ ْVW
ِ 0َ $
ْ َ ْ?َ ْ‫َ ِ& ِ َ ِ_ن‬$ِ6ِ َ ْVW
ِ 0َ $
ْ َ ْ?َ ْ‫ َ ِ_ن‬.ِ ِ "َ *ِ .ُ ْ("! /َ "ُ ْ َ ‫(ًا‬Qَ ْ ُ ْ?Qُ ْ ِ ‫َْ َرأَى‬
Artinya: “Barangsiapa di antaramu melihat kemungkaran hendaklah ia merubahnya dengan
tangannya, jika ia tidak sanggup maka dengan lidahnya, dan jika tidak sanggup maka dengan
hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Jika setiap orang merasa tidak memiliki tanggung jawab dalam hal beramar ma’ruf nahi munkar,
maka segala kemunkaran bermunculan dan merajalela di tengah masyarakat kita dan lambat atau
cepat pasti akan menimpa putra dan putri kita. Padahal kedudukan kita sebagai umat yang terbaik
yang dapat memberikan ketentraman bagi masyarakat kita hanya dapat tercapai jika setiap individu
muslim secara konsisten menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, karena Allah Subhannahu wa
Ta'ala berfirman :
Artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah...” (Ali Imran: 110).
Jamaah jum’at rahimakumullah
Amar ma’ruf adalah kewajiban setiap individu masing-masing yang harus dilaksanakan. Jika tidak
maka Allah Subhannahu wa Ta'ala , pasti akan menimpakan adzabnya di tengah-tengah kita dan
pasti kita akan tergolong orang-orang yang rugi Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang
beruntung.” (Ali-Imran: 104).
Untuk itu di akhir khutbah ini marilah kita bersama-sama merasa peduli terhadap kelangsungan
hidup generasi kita, semoga dengan kepedulian kita itulah Allah Subhannahu wa Ta'ala akan
senantiasa menurunkan pertolonganNya kepada kita dan memenangkan Islam di atas agama-agama
lainnya. Marilah kita berdo’a kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala .
.‫ب‬ُ َ$1 ِ ْ ‫ْ ُم ا‬,Aُ َ ‫ْ َم‬,َ  َ "ْ ِ ِ ْ|ُ ْ ِ‫ي َو‬ َ ِ‫َا‬,ِ‫(ْ ِ`ْ َو‬%ِ t ْ ‫ َر *َ ا‬.‫ْ ُدَ َء‬6 Aَ Bَ ‫ َر *َ َو‬،ْ`0ِ  ‫ ِة َو ِْ ُذ !ر‬ َY  ‫ ْ" َ? ا‬Aِ ُ ْ`ِ ْ -َ K ْ ‫با‬ ! ‫َر‬
. ً َ‫ ِإ‬ َ "ِA0 ُ ْ ِ َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫ ( َة َأ‬Tُ َِB ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫َر *َ َه‬
.ْ?Qُ َ ْbm ِ 0َ $ ْ َ .ُ ْ, ُ ْ‫ وَاد‬،ُ?"ْ D ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ # ْ َ .ْ?Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ # ْ ‫َا َوَأ‬F‫ِْ`ْ َه‬,Tَ ‫ْ ُل‬,Tُ ‫َأ‬
Khutbah kedua.
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ  ُ ‫ ا‬.ِ ِ َْ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ِ ْ" ُ ُ َو‬-0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ‫ ُم‬ َ$  ‡‫ ُة وَا‬ َ Y‡‫ وَا‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.ِ 6ِ 1ْ; َ ‫َو‬
‡َ‫‡ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ! ‡َ; ? ‡َُ‫ ا‬. ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ُ ُ 0َ Qَ lِ
َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ ‡ْ‫‡ ٍ َآَ‡ *َ َرآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9َ َ n َ "ْ ;
َ
َ ‡ِ a َ ُjَ$
ْ ‡َ& ‡&‫ اَُ‡ ? ِإ‬.‫ت‬ ِ ‫َا‬,‡ْSَ ْ‫"َ‡ ِء ِ‡ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬ ِ ‡َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُْ ‫ت وَا‬ ِ َِ$ ْ ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ِ ْ(%ِ tْ ‫ اَ ُ ? ا‬.ٌ"ْ mِ َ ٌ"ْ ِ D َ a َ & ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ِإ ْ*(َا ِه‬
َ"&ْ G ‡‫َ‡ ِ‡` ا‬Bِ < ‡َ* ‫ َر‬.ْ?ِ &ِ ‡َpْ‫َ َر ُه?ْ وَ<ِ‡ ْ ُ?ْ ِ‡`ْ َأو‬-‡ْ#‫ِ‡…ْ َأ‬Nْ‫ َوَأر‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُْ ‫َا َل ا‬,‡ْD‫ْ َأ‬Xِ‡ْ;‫ اَُ‡ َ? َأ‬.ْ?‡َ-ْ &َ ْ?‡َ َ‫ِ َْ ِ ْ ُ َو‬ َ َ ِ !‫ ْ" ِ( ُآ‬h َ ْ ‫ا‬
.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU
ُ -ِ َ ` ِ ‡ْ/6َ ْ ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬
ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئِ ذِي ا‬Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ W ِ -ْ ُ ِ ِ
ْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ# ْ ‫ْ ُآ(ْآُ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬َ ‫ا‬

31
Nilai Kepemimpinan Lelaki dan Kepatuhan Wanita
Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz

ُ ْ ِ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #
َ ِْ ‫َِ َو‬$%ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬

ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ‫ي‬ َ ‡‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ‡ِ;ْ‫س ُأو‬ ُ ‡‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫َ َ ُ َوَأ‬aْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ْا‬,‡ُAB ‫س ا‬ُ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ CD َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,Aُ 0 ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ

َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َN َ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َ N َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫َر‬
ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&‫ُ‡?ْ ُذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِYْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ َ ‫ن‬ َ َ‫آ‬
. ً"ْ Uِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1 ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ِ َْ ْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ِ َو‬6ِ 1ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ َ"! 6ِ &َ 9ََ ْ?!# َ ‫; ! َو‬ َ ? ُ َ‫ ا‬.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
Allah Ta’ala berfirman:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah ialah yang
ta’at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta
memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara “(mereka; maksudnya, Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli
isterinya dengan baik). (QS An-Nisaa’/ 4:34).
Ayat ini menegaskan tentang kaum lelaki adalah pemimpin atas kaum wanita, dan menjelaskan
tentang wanita shalihah.
Menurut Ibnu Katsir, lelaki itu adalah pemimpin wanita, pembesarnya, hakim atasnya, dan
pendidiknya. Karena lelaki itu lebih utama dan lebih baik, sehingga kenabian dikhususkan pada
kaum lelaki, dan demikian pula kepemimpinan tertinggi. Karena Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam
bersabda:
.‫ْا َأ ْ َ( ُه?ْ ا ْ َ(َأ ًة‬,‫ْمٌ َو‬,Tَ X َ ِ%ْ ُ َْ
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada
seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari
ayahnya).
Ibnu Katsir melanjutkan, dan demikian pula (khusus untuk lelaki) jabatan qodho’/ kehakiman dan
hal-hal lainnya. Karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, yaitu berupa
mahar/ maskawin, nafkah-nafkah dan beban-beban yang diwajibkan Allah atas lelaki untuk
menjamin perempuan. Maka dalam diri lelaki itu ada kelebihan dan keutamaan atas perempuan,
hingga sesuailah kalau lelaki itu menjadi pemimpin atas perempuan. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala:
“Dan laki-laki memiliki satu derajat lebih atas wanita” . (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz I, halaman
608, atau juz II, halaman 292 tahqiq Sami As-Salamah).
Penjelasan Ibnu Katsir itu ada rincian yang senada yaitu perkataan Abu As-Su’ud: “Dan
pengutamaan bagi kaum laki-laki itu karena kesempurnaan akal, bagusnya pengaturan,
kesungguhan pandangan, dan kelebihan kekuatannya. Oleh karena itu ada kekhususan bagi laki-laki
yaitu mengenai an-nubuwwah (kenabian), al-imamah (kepemimpinan), al-wilayah (kewalian), as-
syahadah (kesaksian --dalam perkara pidana, wanita tidak boleh jadi saksi, hanya khusus lelaki,
pen) jihad dan hal-hal lainnya. (Irsyaadul ‘Aqlis Saliim, 1/339).
Wanita shalihah
Selanjutnya, arti ayat: “Sebab itu maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri,” maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan
harta suaminya; “ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”
Ini adalah rincian keadaan wanita di bawah kepemimpinan lelaki. Allah Ta’ala telah menyebutkan
bahwa wanita itu ada dua macam. Yang satu adalah wanita-wanita shalihah muthi’ah (baik lagi taat)
dan yang lain adalah ‘ashiyah mutamarridah (bermaksiat lagi menentang).
Wanita-wanita shalihah muthi’ah adalah taat kepada Allah dan suaminya, melaksanakan hak-hak
dan kewajiban yang ada pada dirinya, menjaga dirinya dari kekejian (zina), dan menjaga harta
suaminya dari pemborosan. Sebagaimana mereka menjaga hal-hal yang berlangsung antara dirinya
dan suaminya yang wajib disembunyikan dan menjaga baik-baik kerahasiaannya. Di dalam hadits
disebutkan:
‫? و‬$‡ .‫ )روا‬.ِ 6ِ D
ِ ‡َ; ( ‡ِ# َ‫َ‡ ُ ُه‬D‫ ُ( َأ‬d
ُ ‡َْ ? ‡ُ] ِ ‡ْ"َ‫`ْ ِإ‬
ِ %ْ Bُ ‫ ِ َو‬Bِ ‫ ا ْ َ(َأ‬9َ‫`ْ ِإ‬
ِ %ْ ُ ُ K ُ ( ‫"َ َ ِ@ ا‬Aِ ْ ‫ْ َم ا‬,َ @ً َsِ ْ َ 
ِ ‫ ْ َ ا‬
ِ ‫س‬ ِ ‫)(! ا‬ َ ِْ ‫ن‬  ‫ِإ‬
.(‫ داود‬,*‫أ‬
“Sesungguhnya termasuk sejelek-jelek manusia bagi Allah tempatnya di hari kiamat, (yaitu) laki-
laki yang menggauli (menyetubuhi) isterinya dan isterinya pun menggaulinya, kemudian
salahsatunya menyiarkan rahasia teman bergaulnya itu.” (HR Muslim dan Abu Daud).
Keadaan masyarakat jahil
Aturan dalam Al-Quran telah tegas dan jelas, lelaki itu pemimpin atas wanita, sedang wanita itu
dipentingkan ketaatannya kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada suaminya. Namun kepemimpinan
lelaki ataupun ketaatan wanita seakan tidak dianggap penting dalam dunia jahil. Hingga muncul
kondisi yang ironis, tidak sesuai aturan. Ada wanita yang diangkat-angkat oleh orang-orang jahil
melebihi kodratnya dan melanggar aturan agama. Sebaliknya, ada wanita-wanita yang diperlakukan
oleh orang-orang jahil sebagai barang mainan, yang hal itu melanggar kodratnya atau fitrahnya,
disamping melanggar aturan agama. Seharusnya, wanita mendapat perlindungan, pemeliharaan dari
para suami dan bahkan masyarakat. Namun, justru wanita dijadikan alat untuk melariskan hal-hal
yang tak terpuji atau tak sesuai dengan ajaran Islam, misalnya tontonan. Sehingga wanita yang
sebenarnya terhormat itu kemudian dijadikan bahan tontonan. Ada orang tua atau suami yang
merelakan wanitanya jadi penyanyi, penjoget, pelawak, pelaku adegan-adegan film atau sinetron tak
senonoh yang ditonton banyak orang. Ada orang tua dan suami-suami yang merelakan wanitanya
dijadikan pajangan untuk menarik pembeli atau konsumen di toko-toko, di bank-bank, di pameran-
pameran perdagangan, di hotel-hotel dan sebagainya. Jual beli antara lelaki dan perempuan pada
asalnya mubah, boleh-boleh saja. Tetapi sekarang wanita di pertokoan bukan sekadar sebagai
pelayan, namun sebagai alat penarik konsumen, hingga wanita-wanita pelayan itu diseragami
pakaian yang setengah telanjang. Ini sudah bertentangan dengan aturan Islam. Dan bahkan ada
orang tua atau suami yang merelakan wanitanya dijadikan mainan oleh orang lain. Na’uudzu
billaahi min dzaalik. Lelaki yang demikian itu adalah dayyuts, tidak merasa cemburu terhadap
keluarganya yang berbuat sesuatu dengan lelaki lain. Menurut Hadits Nabi n, surga haram atas
lelaki dayyuts.
.‫َ ِء‬$! ‫َ ُ@ ا‬K
ُ ‫ث َو َر‬ُ ْ,G  ‫َاِ َ ْ ِ وَا‬,ِ ‫ق‬ ُ َ-ْ ‫ @َ؛ ا‬mَ ْ ‫ن ا‬
َ ْ,ُN
ُ َْ 5َ ٌ@]َ
َ ]َ
“Tiga orang yang tidak masuk surga (yaitu): orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya,
dayyuts (laki-laki yang membiarkan kemaksiatan pada keluarganya), dan perempuan yang
menyerupakan dirinya dengan laki-laki.” (Hadits Riwayat Al- Hakim dan Al-Baihaqi, hadits hasan
dari Ibnu Umar).
Jadi lelaki yang merelakan isterinya ataupun anak-anaknya dijadikan pajangan padahal seharusnya
lelaki itu punya rasa cemburu dan menjaganya, namun justru merelakannya, maka bisa dimasukkan
dalam lingkungan yang mengarah pada dayyuts. Maka betapa ruginya. Akibat merelakan
keluarganya (yang wanita) dijadikan pajangan itu kemudian menjadikan haramnya surga baginya.
Ia tidak akan masuk surga. Sehingga, hanya kerugian lah yang didapat. Kesenangan di dunia tidak
seberapa, namun haramnya masuk surga telah mengancamnya. Inilah yang mesti kita berhati-hati
benar dalam hal menjaga diri dan keluarga kita.
Dianggap lumrah, biasa
Sangat disayangkan sekali, dunia jahil telah memupuk aneka macam pelanggaran seperti tersebut
diatas menjadi pemandangan yang biasa. Dianggapnya tidak ada masalah. Padahal, semua tontonan
dan pekerjaan yang menarik konsumen dengan cara memajang wanita itu sudah mengikuti bujukan
syetan, sekaligus melanggar aturan Allah. Allah memerintahkan agar kita menahan sebagian
pandangan kita terhadap lain jenis (lihat QS An-Nuur: 30-31) namun justru orang-orang yang
mendukung dunia jahil ini menarik-narik manusia agar membuka mata lebar-lebar untuk
“menikmati” wanita yang mereka pajang. Itu semua alurnya adalah mendekatkan kepada zina.
Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala menegaskan:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
satu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32).
Dalam ayat itu ditegaskan, tidak boleh mendekati zina. Ini telah mencakup larangan segala hal yang
menghantarkan kepada perbuatan zina. Memajang wanita-wanita dalam aneka pergaulan hidup
yang dimaksudkan untuk menarik konsumen ataupun pelanggan atau penonton itu sudah termasuk
sarana mendekatkan ke arah zina. Karena hal itu sudah merupakan sarana atau penghantar, maka
terkena kaidah (
$p,275 @M# ‫ )ا‬hukum itu mencakup sarananya. Mendekati zina itu jelas telah dilarang
dengan tegas oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala. Maka mengadakan sarana untuk dekat dengan zina
atau yang jurusannya mendekati zina berarti haram pula.
Lebih dari itu, ayat tersebut mengandung makna, lebih terlarang lagi adalah zinanya itu sendiri.
Karena mendekati zina saja sudah dilarang. Inilah yang di dalam ilmu ushul fiqh disebut Qiyas
Aulawi”. Contohnya, mengatakan uf/ hus kepada orang tua saja diharamkan, apalagi memukulnya,
maka lebih lagi haramnya. Jadi, mendekati zina saja dilarang, apalagi berzina. Itulah pengertiannya.
Dengan demikian, ayat tersebut sangat strategis sifatnya. Yaitu, ke bawah: sarana-sarana dan
perbuatan yang menjurus pada pendekatan zina sudah ikut terlarang. Sedang ke atas: perbuatan zina
itu sendiri lebih terlarang lagi.
Aturan di dalam Islam sebegitu jelas dan gamblang, namun dalam dunia yang jahil orang yang
menyepelekan bahkan justru menggalakkan hal-hal yang menjurus pada pendekatan zina, bahkan
membolehkan perzinaan itu sendiri lebih dihormati. Ini benar-benar keterlaluan.
Wanita shalihah sangat terpuji
Islam memberikan imbalan pahala sesuai dengan kadar kepayahan atau usaha manusia. Wanita dari
zaman ke zaman, oleh orang-orang jahil merupakan sasaran yang paling utama untuk dijadikan
daya pikat. Memerankan wanita sebagai daya pikat itu sendiri sudah merupakan pelanggaran
sebagaimana diuraikan di atas. Maka Islam memberikan antisipasinya atau pencegahannya, yaitu
pertama dengan melarang manusia mendekati zina, dan kedua memberikan tempat yang terpuji bagi
wanita yang shalihah.
Islam menempatkan wanita shalihah dalam kedudukan yang terpuji itu bisa difahami pula bahwa
untuk membina wanita agar jadi shalihah, serta wanita itu sendiri dalam berupaya menjadi wanita
shalihah adalah perkara yang besar. Perkara yang banyak godaannya. Kenapa? Karena, manusia
jahil telah menjadikan wanita sebagai sasaran untuk dijadikan daya pikat, dan itu jelas bertentangan
dengan Islam. Sedangkan wanita itu sendiri didudukkan oleh manusia-manusia jahil pada posisi
yang enak, yang menggiurkan, bila mau melanggar aturan Islam. Sehingga wanita itu sendiri akan
sulit mempertahankan diri agar menjadi orang yang shalihah alias taat aturan Allah dan RasulNya.
Maka sesuai dengan istilah "aljazaa’u min jinsil ‘amal,” imbalan itu sesuai dengan perbuatan, maka
wanita shalihah sangat dihormati dalam Islam karena memang sulit melakukannya. Bukan sulit
karena secara naluriah, namun sulit karena lebih banyak godaannya, baik dari dalam nafsu wanita
itu sendiri maupun faktor dari luar, lingkungan yang jahil.
Dari sini bisa difahami betapa terpujinya wanita yang baik yang istilahnya wanita shalihah. Yaitu
wanita yang menuruti aturan agama suci dengan patuh, yang otomatis mampu menjalani sikap dan
perilaku tanpa melanggar ajaran Ilahi, yang mencakup segi kehidupan demi kebahagiaan dunia dan
akhirat. Terhadap wanita shalihah itu, ada pula pujian simpati dari Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam :
.(`l $‫? و ا‬$ .‫ )روا‬.@ُ 1
َ ِ Y‫َ ا ْ َ(َْأ ُة ا‬
ِ َ0َ (ُ "ْ N
َ ‫َ عٌ َو‬0َ َ"&ْ G َ‫ا‬
“Dunia ini adalah perhiasan yang menyenangkan hati. Dan sebaik-baik perhiasan yang
menyenangkan itu adalah wanita yang shalihah/ baik. (Hadits Riwayat Muslim dan An-Nasa’i).
Di sini jelas, betapa tingginya nilai wanita shalihah itu. Dia paling baik di antara hal yang mesti
disenangi manusia. Berarti sudah merupakan puncak yang tiada saingannya lagi.
Bila kita perbandingkan, kejadian manusia itu sendiri adalah bentuk yang paling baik. Seperti
firman Allah dalam Surat, Attien:
“...Sungguh Kami telah menjadikan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Kemudian Kami
kembalikannya jadi serendah-rendahnya yang rendah (masuk neraka). Kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal shalih maka mereka akan memperoleh pahala yang tak putus-
putusnya." (QS. At-Tien: 4, 5, 6).
Di dalam ayat itu dinyatakan, manusia dibuat dalam bentuk yang paling baik. Di balik bentuknya
yang paling baik, ternyata disebutkan, akan dikembalikan menjadi sesuatu yang paling rendah di
antara yang rendah, kecuali yang beriman dan berbuat baik. Kalau diperbandingkan, wanita disebut
hiasan yang paling menyenangkan berarti di balik itu ada yang bahkan paling tidak menyenangkan.
Ya, memang betul demikian adanya. Hasil perbandingan itu diperkuat atau punya alasan Hadits
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :
ْ‡ِ‫ َو‬.X ُ ِ Y‡‫ ا‬b ُ ‡َ‫ وَا ْ َ(ْآ‬X ُ ِ Y‡‫ ا‬ ُ Qَ $
ْ ‡َْ ‫ ُ@ وَا‬1 َ ِ Y‡‫ < َد َم ا ْ َ(َْأ ُة ا‬ ِ *ْ ‫َ َد ِة ا‬-#
َ ِْ .ٌ@]َ َ ]َ ‫ < َد َم‬ِ *ْ ‫َ َو ِة ا‬A)َ ِْ ‫ ثٌ َو‬ َ ]َ ‫ < َد َم‬ِ *ْ ‫َ َدةِ ا‬-# َ ِْ
.(…T‫ * أ*` و‬-#  ‫ار‬s6‫(ا&` وا‬6W‫ وا‬D‫ أ‬.‫ )روا‬.‫ْ ُء‬,$ G ‫ ا‬b ُ ‫ْ ُء وَا ْ َ(ْ َآ‬,$ G ‫ ا‬ ُ Qَ $
ْ َ ْ ‫ْ ُء َو ا‬,$ G ‫ َ< َد َم ا ْ َ(َْأةُ ا‬ ِ *ْ ‫َ َو ِة ا‬A)َ
"Di antara (unsur) kebahagiaan anak Adam (manusia) adalah tiga hal. Dan di antara (unsur)
sengsaranya ibnu Adam ada tiga (juga). Di antara unsur kebahagiaan manusia yaitu, wanita/ isteri
yang shalihah/ baik, tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik. Dan di antara (unsur)
penderitaan manusia adalah: wanita / isteri yang buruk (tidak shalihah), tempat tinggal yang jelek,
dan kendaraan yang jelek." (Hadits shahih riwayat Ahmad, At-Thabrani, dan Al-Bazzar dari Sa'ad
bin Abi Waqash)
Nah, dalam hadits itu dijelaskan, wanita/ isteri yang shalihah adalah unsur kebahagiaan. Tapi
sebaliknya, wanita/ isteri yang jahat adalah unsur penderitaan. Dalam Hadits itu ternyata wanita
atau isteri disebut sebagai unsur pertama dalam hal kebahagiaan maupun kesengsaraan. Wanita
diucapkan dalam deretan yang pertama dari tiga unsur kebahagiaan maupun kesengsaraan.
Jadi wanita merupakan unsur yang paling extrim, sebagai andalan. Berarti sejalan pula dengan
pernyataan perbandingan tadi. Bahwa wanita shalihah itu paling menyenangkan, tapi sebaliknya,
wanita yang bukan shalihah itu adalah paling menyebalkan.
Wanita shalihah dan suami taqwa
Nabi n membela dan mengangkat martabat wanita, sampai memuji dan menyebutkan fungsi
kedudukan wanita shalihah lagi menyenangkan. Hal itu bisa disimak pandangan Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam , yang memuji wanita shalihah:
ُ ‡ْB(َ *َ ‫ َ? ِإَ ْ"َ َأ‬$
َ Tْ ‫ ُ َوِإنْ َأ‬Bْ ( #
َ َ"ْ َِ‫ َ( إ‬Uَ &َ ْ‫ ُ َوِإن‬0ْ َ َp‫ ِإنْ َأ َ َ(هَ َأ‬،ٍ@1 َ ِ َ; @ٍ K َ ْ‫ ْ"(ًا َ ُ ِْ َزو‬N َ  K َ ‫ َو‬s  َ  ِ ‫ى ا‬,َ Aْ Bَ َ -ْ *َ  ُ ِ ْ|ُ ْ ‫َ َد ا‬%0َ #
ْ ‫َ ا‬
.($D ،@ ‫@  أ*` أ‬K  *‫ ا‬.‫ )روا‬.ِ ِ َ‫َ َو‬$ ِ %ْ &َ ْ` ِ ُ 0ْ 1 َY َ &َ َْ  َ ‫ب‬ َ َt ْ‫َوِإن‬
"Tidak ada keuntungan orang mukmin setelah taqwa kepada Allah 'Azza wa Jalla yang lebih baik
baginya dibanding mempunyai isteri yang shalihah/ baik. Apabila dia (lk) menyuruhnya maka
ditaati. Apabila dia (lk) melihatnya, maka isteri itu menggembirakan nya. Apabila ia memberi
bagian padanya maka dia menerimanya dengan baik. Dan apabila ia tidak ada di rumah maka isteri
yang shalihah itu tetap memurnikan cintanya untuk sang suami dalam menjaga dirinya sendiri dan
harta suaminya." (Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Abi Umamah berderajat hasan/ baik).
Jelas sekali pujian Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam terhadap derajat wanita yang shalihah.
Sampai didudukkan sebagai hal yang paling menguntung-kan bagi orang yang taqwa. Berarti
dijadikan pendamping paling baik bagi para muttaqin. Sedang derajat taqwa itu adalah derajat
paling tinggi di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala :
"Sesungguhnya yang paling mulia dari kamu sekalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa".
(QS Al-Hujuraat/ 49: 13).
Jadi, posisi wanita shalihah itu memang benar-benar terpuji dan mulia, sebab dijadikan pendamping
orang yang bertaqwa alias yang paling mulia di sisi Allah, dengan disebut sebagai unsur yang
paling memberikan keuntungan. Sedang yang menilai derajat tingginya itu ternyata adalah
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam lewat Hadits tersebut di atas.
Kita percaya, apa yang disabdakan itu pasti betul. Maka, sebagai penganut ajaran suci dari Nabi
Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam, seharusnya kita berlomba membina wanita, baik itu isteri
kita, keluarga kita maupun kerabat agar mencapai derajat prestasi unggul yang sesuai dengan
anjuran beliau, yaitu wanita shalihah. Mungkin bisa kita mulai dari sekarang. Mari kita berlomba
membentuk wanita shalihah dalam keluarga dan masyarakat Islam. Mudah-mudahan hal ini bisa
kita laksanakan. Amien.
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.ْ?Qُ َ‫َو‬
Khutbah Kedua
ِْ
ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫ ِْ )ُ ُ(وْ ِر َأ‬ ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ ْ$&َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡َ
َ  ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬ ‫)‡ َ ُ َأ‬ ْ ‫ َ‡ ُ َوَأ‬aَ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
‡َ‫ } َو‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$
ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C D َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ #َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬Uِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ 
َ ْ(%! Qَ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ‡ َل‬A َ ِ ِْ,‡ُ#‫ َر‬9َ َ ‫ ِم‬َ$  ‫ ِة وَا‬ َ Y ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬ َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َ ْ ‫ُ] ? ا‬
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D
َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫  ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬
ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُ ْ ‫ِ ِ ْ"َ وَا‬$ ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ D
َ a َ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡ََ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ #
َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
a
َ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# . ‡ً َ‫ ِإ‬ َ "‡ِA0 ُ ْ ِ ‡َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ Dَ ‫ َ( ِة‬Nِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1 َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬ ! ‫َر‬
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU ُ -ِ َ ` ِ ‡ْ/6َ ْ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ َ‫ن ا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ W ِ -ْ ُ ِ ِ 
ْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ# ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬َ ‫ا‬

32
Selamatkanlah Kaum Wanita
Oleh: Muhammad Ihsan Zainuddin

ِْْ ُ َْ ‫  َ ُ َو‬


ِ ُ
َ َ 
ُ ‫ َْ َ ِْي ا‬، َِ َ ْ ‫ت َأ‬
ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْرِ َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ِ ْ" ُ ُ َو‬-0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡َ
َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ 9‡َ
َ ْ?!‡َ#‫ اَُ‡? ;َ‡ ! َو‬.ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬ ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َ ُ َوَأ‬aَ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
.َ "ْ -ِ َ K
ْ ‫َ ِ* ِ َأ‬1; ْ ‫َوَأ‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.‫ن‬َ ْ,ُ ِ$ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C
 َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫َ َأ‬
Jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia!
Kaum muslimin para hamba Allah yang dirahmati Allah!
Pada masa modern ini, pembicaraan tentang wanita adalah termasuk pembicaraan yang telah
menyita banyak waktu semua orang, dari kalangan intelektual maupun dari kalangan awam. Betapa
tidak, kaum wanita dengan kelemahlembutannya dapat melakukan hal-hal spektakuler yang dapat
mengguncangkan dunia. Dengan kelemahlembutannya itu ia dapat melahirkan tokoh-tokoh besar
yang dapat membangun dunia. Namun dengan kelemah-lembutannya pulalah ia dapat menjadi
penghancur dunia yang paling potensial.
Untuk mengetahui bagaimana semestinya posisi kaum wanita yang tepat maka kita perlu
mengetahui bagaimana posisi kaum wanita di kalangan generasi terdahulu sebelum datangnya
Islam.
Siapapun yang mencoba mempelajari kondisi kaum wanita sebelum Islam maka ia temukan
hanyalah sekumpulan fakta yang tidak menggembirakan. Ia akan terheran-heran menyaksikan
kondisi kaum wanita yang sangat berbeda antara suatu bangsa dengan bangsa yang lain, bahkan
antara satu suku dengan suku yang lain. Di suatu bangsa ia melihat kaum wanita menjadi penguasa
tertinggi, sementara pada bangsa yang lain mereka manjadi makhluq yang terhina dan dianggap aib
bahkan dikubur hidup-hidup.
Allah berfirman tentang ratu Saba’:
“Sesungguhnya aku (burung hud-hud) mendapati seorang ratu yang menguasai mereka dan ia
dianugrahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar” (An-Naml: 23).

Sementara di belahan bumi lain, Allah menceritakan sisi yang berlawanan dari itu:
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah ia
dibunuh.” (At-Takwir: 8-9).

Itulah kondisi kaum wanita di masa jahiliyah; ibarat barang yang terhina dalam keluarga dan
masyarakat, diperbudak oleh kaum pria. Hari kelahirannya adalah hari di mana semua wajah
menjadi kecewa, dan tidak lama kemudian ia akan dikubur hidup-hidup dalam kubangan tanah yang
digali oleh ayahnya sendiri. Inilah akibat dari jauhnya akal masyarakat dari cahaya wahyu. Inilah
gambaran umat yang dilahirkan oleh berhalaisme dan dididik oleh para tukang sihir dan peramal.
Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu berkata: “bila engkau ingin melihat bagaimana kejahilan bangsa
Arab terdahulu maka bacalah firman Allah Ta’ala:
“Sungguh merugilah orang-orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan tanpa
ilmu.” (Al-An’am: 140)

Fahamlah kita bagaimana kejahiliyahan menenggelamkan masyarakat Arab saat itu ke dalam pojok-
pojok kegelapan peradaban, hingga akhirnya terbitlah fajar Islam lalu terdengarlah di penjuru dunia
untuk pertama kalinya:
”Dan para laki-laki beriman dan wanita yang beriman itu adalah wali (penolong) antara sebagian
mereka kepada sebagaian yang lain.” (At-Taubah: 17).
Lalu bergaunglah firmanNya:
“Dan para wanita itu mempunyai hak dan keseimbangan dengan kewajiban mereka secara ma’ruf.”
(Al-Baqarah: 228).
Dengan demikian Islam telah meletakkan dasar dan pondasi yang begitu kokoh untuk membangun
pribadi wanita yang baru berdasarkan wahyu dari Dzat yang telah menciptakannya.
Dan pemuliaan Islam terhadap wanita tidak cukup sampai di sini, Islam bahkan telah menjadikan
ibu sebagai orang yang lebih dihormati daripada seorang ayah.
‫‡ ري‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.‫ك‬
َ َ*‫ َأ‬:‫َ َل‬T ‫ ُ] ? َْ؟‬:‫َ َل‬T ،َa ‫ ُأ‬:‫َ َل‬T ‫ ُ] ? َْ؟‬:‫َ َل‬T ،َa ‫ ُأ‬:‫َ َل‬T ‫ ُ] ? َْ؟‬:‫َ َل‬T ،َa ‫ ُأ‬:‫َ َل‬T ‫؟‬G(*ُ ‫ َْ َأ‬
ِ ‫ْ َل ا‬,#
ُ ‫ َ َر‬:ٌK
ُ ‫َ َل َر‬T
.(?$‫و‬
Seorang pria bertanya: “Wahai Rasulullah! Kepada siapakah aku berbakti?” Beliau menjawab:
”Ibumu” Ia bertanya lagi: “lalu kepada siapa?” beliau menjawab: “Ibumu.” kemudian ia bertanya
lagi: “lalu kepada siapa ? beliau menjawab: “Ibumu” kemudian ia bertanya lagi “lalu kepada siapa
?” barulah beliau berkata: “ayahmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kaum muslimin yang berbahagia!


Islam telah meletakkan jalinan yang kuat dan kokoh untuk menjaga kaum wanita. Bila mereka
berpegang padanya mereka akan selamat, sebaliknya bila mereka menyia-nyiakannya maka mereka
akan sesat dan binasa. Jalinan itu adalah sifat “Al-Hasymah” (bersikap malu) dan “Al-Afaf”
(menjaga kesucian) yang kemudian memberikan konsekwensi agar seorang wanita mengenakan
hijab syar’i, tetap berdiam di rumah, dan menghindari percampurbauran dengan kaum pria; yang
semuanya itu menjadikannya ibarat sebuah permata bernilai tinggi di kedalaman lautan yang tidak
di jamah kecuali orang yang berhak untuk itu.
Islam memandang bahwa percampurbauran antara pria dan wanita (ikhthilath) sebagai sebuah
bahaya yang sangat nyata, oleh karena itu Islam mencegahnya dan menggantinya dengan
mensyariatkan pernikahan.
Hadirin yang berbahagia!
Ketahuilah bahwa musuh-musuh Islam telah mengetahui bagaimana nilai hijab syar’i dalam
melindungi seorang muslimah, mereka juga faham perintah untuk “tinggal di rumah saja”
memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga wanita muslimah, dalam menjaga kesucian
dan kemuliaannya. Oleh karena itu, kita dapat melihat bagaimana mereka memerangi hijab
muslimah tanpa ampun. Suatu waktu mereka menyebutnya sebagai sebuah kedzaliman dan
kejahatan atas wanita., atau sebagai penghalang yang merintangi berkembangnya dunia ketiga, atau
dikali lain mereka menyebutnya sebagai budaya Arab saja. Seiring dengan itu, mereka juga
mendorong para wanita muslimah untuk keluar dari rumah-rumah yang telah melindungi mereka
dengan alasan persamaan hak dan derajat antara pria dan wanita. Dan yang masih saja hangat
sampai hari ini adalah sebuah ide sekuler yang berhasil ditanamkan oleh musuh-musuh Islam
kedalam otak sebagian kaum muslimin; yaitu ide melakukan perombakan terhadap fiqh Islam yang
katanya hanya berpihak pada kaum pria, sehingga lahirlah ide “Fiqh Perempuan”
Semua itu dilakukan oleh musuh-musuh Islam bukan karena mereka kasihan dan ingin menolong
wanita muslimah atau karena cinta kepada kaum muslimin. Sekali-kali tidak, hal ini, karena
kebencian yang terpendam dalam hati-hati mereka;
“Beginilah kalian, kalian mencintai mereka padahal mereka sama sekali tidak mencintai kalian.”
(Ali-Imran:119)

Para hamba Allah yang saya cintai!.


Siapapun di dunia ini yang memiliki akal sehat akan dapat melihat permusuhan yang amat nyata
dari kaum Yahudi dan Nashrani khususnya kepada umat Islam. Semuanya dapat melihat dengan
jelas bagaimana mereka selalu menjadikan wanita muslimah sebagai sasaran mereka. Bukankah
kaum Yahudi telah memancangkan permusuhannya terhadap hijab sejak mereka mengatur siasat
untuk merobek hijab seorang muslimah dan menampakkan auratnya di pasar Bani Qainuqa’??!.Dan
hingga kinipun, permusuhan itu tetap membara, sebab mereka mengetahui bahwa rusaknya kaum
wanita pertanda rusaknya tatanan masyarakat.
Namun sangat disayangkan, entah berapa banyak dari kaum muslimin yang menyerahkan diri
mereka kepada tipu-daya mereka. Entah berapa banyak dari kaum muslimin yang turut serta
membantu mereka memerangi hijab syar’i ini. Mereka inilah para korban “brain washing” yang
dilancarkan oleh kaum kafir dalam berbagai aspek kehidupan.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah!.
Sesungguhnya istri-istri kita, saudari-saudari kita, dan putri-putri kita adalah bunga-bunga yang
menghiasi taman kehidupan kita. Mereka adalah belahan hati kita semua. Namun hampir-hampir
saja kita tidak lagi dapat merasakan keindahan bunga itu karena ada sebuah tiupan angin kencang
yang sebentar lagi akan merenggutnya. Apakah anda sekalian mengetahui angin kencang apakah
itu?.Ia adalah angin westernisasi yang mengajak mereka melepaskan hijabnya, yang mendorong
mereka untuk bercampur baur dengan kaum pria dan membisiki mereka agar membuang rasa malu
mereka untuk bercampur-baur dengan kaum. Angin kencang ini ditiupkan melalui lembaran-
lembaran surat kabar dan majalah, melalui roman-roman percintaan, melalui siaran-siaran televisi
dan radio atau media-media informasi lainnya .
Mereka telah mendorong kaum wanita mengubur sendiri dirinya hidup-hidup;bukan di dalam tanah,
tetapi di dalam sifat ‘iffah mereka yang telah hilang, kedalam kehormatan mereka yang tercabik-
cabik, dan kedalam kesucian mereka yang telah ternoda! lalu apakah gunanya hidup mereka setelah
itu?
Mereka telah melakukan perbuatan yang lebih keji dari apa yang pernah terjadi di masa Jahiliyah
dulu. Bagaimana anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup dimasa itu akan mendapatkan Surga
Allah, disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
bersabda: @ِ  m
َ ْ ‫ْ ُؤوْ َد ُة ِ` ا‬,َ ْ ‫َا‬.
“Anak-anak perempuan yang dikubur hidup-hidup itu di Surga.”

Namun di zaman ini, para wanita itulah yang mengubur dirinya sendiri hingga hilang rasa malu.
Dan balasan untuk mereka pun begitu menakutkan, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda
tentang wanita yang seperti ini:
. َ1
َ ْ ‫ن ِر‬
َ ْm
ِ َ 5َ ‫  َ@ َو‬m
َ ْ ‫ ا‬
َ ْ N
ُ َْ 5َ @ِ َlِ َْ ‫ ا‬n
ِ h
ْ 6ُ ْ ‫ ِ َ ِ@ ا‬#
ْ jَ‫ َآ‬
 ُ #
ُ ْ‫ تٌ ُر ُؤو‬
َ lِ َ ٌ‫ ت‬
َ "ْ ِ ُ ٌ‫"َ تٌ َ ِرَ ت‬#
ِ َ‫َ ءٌ آ‬$&ِ ‫َو‬
“Dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang yang melenggak lenggok, kepala-kepala mereka
seperti punuk-punuk onta, mereka itu tidak akan masuk Surga dan tidak mendapatkan baunya.”
(HR. Muslim).

Kaum muslimin para hamba Allah yang berbahagia!


Oleh karenanya, melalui mimbar Jum’at yang mulia ini kami menyerukan kepada para penanggung
jawab kaum wanita, para bapak, para suami dan para saudara, renungkanlah
Melalui mimbar Jum’at ini pula, kami mengingatkan para pemudi Islam agar mereka tidak
mendengarkan tipuan-tipuan musuh-musuh anda yang selalu menampakkan indahnya hidup
bercampur baur dengan kaum pria atas nama kebebasan, kemajuan dan kemoderenan. Karena bagi
mereka yang penting dari diri anda hanyalah kenikmatan dan kelezatan sesaat. Nasehat kami kepada
Anda adalah bahwa kunci perbaikan itu ada di tangan Anda semua. Jika Anda ingin, Anda dapat
memperbaiki diri sendiri. Dan kebaikan Anda juga berarti kebaikan bagi ummat ini.
“Dan tinggallah kalian (para wanita) di dalam rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian berhias
seperti berhiasnya kaum jahiliyah pertama, dan tegakkanlah shalat, tuanaikanlah zakat, dan taatilah
Allah beserta RasulNya.” (Al-Ahzab: 33).
Akhirnya, semoga wasiat ini dapat bermanfa’at dalam proses perbaikan terhadap ummat yang kian
terpuruk ini. Semoga bagi kita sekalian dianugrahkan taufiq dan inayah untuk membangun kekuatan
dan kejayaan ummat seperti sedia kala . Amin.
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬ ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.ْ?Qُ َ‫َو‬
Khutbah Kedua
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫ ِْ )ُ ُ(وْ ِر َأ‬ ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ ْ$&َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬  ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡َ َ  ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫)‡ َ ُ َأ‬ْ ‫ َ‡ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
‡َ‫ } َو‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C D َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ #َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬U ِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ َ ْ(%! Qَ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ‡ َل‬A َ ِ ِْ,‡ُ#‫ َر‬9َ َ ‫ ِم‬ َ$  ‫ ِة وَا‬ َ Y ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬ َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َ ْ ‫ُ] ? ا‬
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ Dَ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫  ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُ ْ ‫ِ ِ ْ"َ وَا‬$ ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ Dَ a َ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡َ َ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ # َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
aَ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# . ‡ً َ‫ ِإ‬ َ "‡ِA0 ُ ْ ِ ‡َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1 َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ#َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬ ! ‫َر‬
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU ُ -ِ َ ` ِ ‡ْ/6َ ْ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬
ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ َ‫ن ا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
b
َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ W ِ -ْ ُ ِ ِ 
ْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ# ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬َ ‫ا‬

33
Menjaga Diri Dan Keluarga dari Api Neraka
Oleh: Agus Hasan Bashori Lc
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ‡ ُ َو‬ ِ ‡ُ َ َ ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬
ِ َ "ْ #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ  َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
.ُ ُْ,#
ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ ا َو‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َوَأ‬،ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
.‫ن‬َ ْ,ُ ِ$ ْ ُ ْ?0ُ &ْ ‫ َوَأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ,ُBَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C D
َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ا‬,َُ <َ  َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َأ‬Hَ
‫َ َء‬$‡َB ‫ِي‬F‡‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,‡ُAB ‫ وَا‬،َ‫َ ء‬$‡ِ&‫"ْ‡(ًا َو‬Iِ ‫َ‡ ًل َآ‬K‫ ِ ْ َُ‡ ِر‬L  ‡َ*‫َ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َNَ ‫ َ ٍة َو‬D ِ ‫ وَا‬P ِ %ْ &َ َْ ْ?Qُ Aَ َN َ ‫ِي‬F‫ ُ? ا‬Qُ * ‫اْ َر‬,ُAB ‫س ا‬ ُ ‫َ ا‬G ‫ َأ‬Hَ
ْ?‡ُQ*َ ,‡ُ&‫ُ‡?ْ ُذ‬Qَ ْ(%ِ /ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ َْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِY
ْ ُ ،‫ ِ َْا‬#
َ 5ً ْ,Tَ ْ‫ا‬,ُ,ُT‫ َو‬ َ ‫اْ ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ <َ  َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َأ‬Hَ . ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ
َ ‫ن‬َ َ‫ آ‬ َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،‫َ ِم‬Dْ‫ر‬S‫ن ِ* ِ وَا‬ َ ,ُ
. َ"ْ U
ِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ ُ َ,ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ W ِ ُ َْ ‫َو‬
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1
ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ hَ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬ ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬َ  ُ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ ِ َْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬، َ ‫با‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬َ َ ;ْ ‫ َ ِ_نْ َأ‬:ُ -ْ *َ ‫َأ‬
.‫ ا ِر‬9ِ @ٍ َ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
.
ِ ْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ ِ َ$D ِ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ ِ َو‬6ِ ْ1; َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
Saudara-saudara seiman rahimakumullah.
Marilah kita selalu mengulangi ucapan rasa syukur kepada Allah karena nikmat-nikmat-Nya yang
telah tercurahkan kepada kita semua sehingga kesehatan jasmani dan rohani masih menghiasi kita.
Semoga rasa syukur yang kita panjatkan ini, menjadi kunci lebih terbukanya pintu-pintu karunia-
Nya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Jika kalian bersyukur, maka akan Kami tambahkan bagimu dan jika kamu mengingkarinya,
sesungguhnya siksaanKu itu sangat pedih”. (Ibrahim: 7)
Kami peringatkan juga para jamaah dan diri ini agar senantiasa menjaga ketaqwaan, agar mengakar
kuat dan kokoh di lubuk hati yang paling dalam. Sebab itulah modal yang hakiki untuk
menyongsong kehidupan abadi, agar hari-hari kita nanti bahagia.
Ikhwani fiddin rahimakumullah.
Seorang muslim seyogyanya menjadikan kampung akhirat sebagai target utama yang harus diraih.
Tidak meletakkan dunia dan gemerlapannya di lubuk hatinya, namun hanya berada di genggaman
tangannya saja, sebagai batu loncatan untuk mencapai nikmat Jannah yang langgeng. Jadi, jangan
sampai kita hanya duduk-duduk santai saja menanti perjalanan waktu, apalagi tertipu oleh ilusi
dunia.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
“Ketahuilah, bahwasanya kehidupan dunia hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan,
perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta
dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman
itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan akhirat (nanti)
ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak
lain hanyalah kesenangan yang menipu”.(Al-Hadid: 20)
Ibnu Katsir berkata (dengan ringkas): “Allah Subhannahu wa Ta'ala membuat permisalan dunia
sebagai keindahan yang fana dan nikmat yang akan sirna. Yaitu seperti tanaman yang tersiram
hujan setelah kemarau panjang, sehingga tumbuhlah tanaman-tanaman yang menakjubkan para
petani, seperti ketakjuban orang kafir terhadap dunia, namun tidak lama kemudian tanaman-
tanaman tersebut menguning, dan akhirnya kering dan hancur”.
Misal ini mengisyaratkan bahwa dunia akan hancur dan akhirat akan menggantikannya, lalu Allah
pun memperingatkan tentangnya dan menganjurkan untuk berbuat baik. Di akhirat, hanya ada dua
pilihan: tempat yang penuh dengan adzab pedih dan hunian yang sarat ampunan dan keridhaan
Allah bagi hamba-Nya. Ayat ini diakhiri dengan penegasan tentang hakikat dunia yang akan
menipu orang yang terkesan dan takjub padanya.
Topik utama kita kali ini menekankan pentingnya pendidikan anak yang termasuk salah satu unsur
keluarga, agar dia selamat dunia dan akhirat. Anak bagi orang tua merupakan buah perkawinan
yang menyenangkan. Dibalik itu, anak adalah amanat yang dibebankan atas orang tua. Tidak boleh
disia-siakan dan di sepelekan. Pelaksana amanah harus menjaga dengan baik kondisi titipan agar
tidak rusak. Sebab orang tua kelak akan ditanya tentang tanggung jawabnya.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
ِ 0ِ " 
ِ ‫ْ َر‬َ ٌ‫ ُ|وْل‬$ ْ َ ْ?Qُ G‫ع َو ُآ‬ٍ ‫?ْ رَا‬Qُ G‫ُآ‬
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang tanggungjawabnya”.(Hadits shahih,
Riwayat Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi, dari Ibnu Umar)
Anak terlahir dalam keadaan fitrah. Kewajiban orang tua merawatnya agar tidak menyimpang dari
jalan yang lurus, dan selamat dari api neraka. Selain itu, anak yang shalih akan menjadi modal
investasi bagi kedua orang tuanya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan
bakarnya dari manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar, keras, lagi tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.(At-Tahrim: 6)
Ali Radhiallaahu anhu berkata dalam menafsiri ayat ini: “Didik dan ajarilah mereka”. Adh-Dhahak
dan Muqatil berujar: “Wajib atas seorang Muslim untuk mendidik keluarganya seperti kerabat,
budak perempuan dan budak laki-lakinya tentang perintah dan larangan Allah”.
Hadirin jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Maka, mulai sekarang hendaknya para orang tua sadar terhadap kewajiban mereka untuk mendidik
anak-anak mereka agar menjadi hamba Allah yang taat. Memilihkan pendidikan anak yang
kondusif untuk perkembangan iman dan otaknya. Bukannya membiarkan anak-anak mereka begitu
saja tanpa pengawasan terhadap bacaan yang mereka gemari, apa saja yang suka mereka saksikan
dan aktivitas yang mereka gandrungi. Kelalaian dalam hal ini, berarti penyia-nyiaan terhadap
amanat Allah.
Ingatlah akibat yang akan menimpa kita dan keluarga kita yang tersia-siakan pendidikan agamanya!
Nerakalah balasan yang pantas bagi orang-orang yang melalaikan kewajibannya. Termasuk anak
kita yang malang.!!!
Sesungguhnya neraka itu terlalu dalam dasarnya untuk diukur, tiada daya dan upaya bagi mereka
untuk meloloskan diri dari siksanya. Kehinaan dan kerendahanlah yang selalu menghiasi roman
muka mereka. Keadaan seperti ini tak akan kunjung putus, jika tidak ada sedikitpun iman dalam
dada mereka. Alangkah besarnya kerugian mereka. Begitu banyak penderitaan yang harus mereka
pikul. Inilah kerugian nyata dan hakiki, ketika orang tercampakkan ke dalam lubang neraka
Jahanam.
Untuk menegaskan tentang kedahsyatan siksa neraka, kami kutip firman Allah Subhannahu wa
Ta'ala :
“Setiap kulit mereka hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain supaya mereka
merasakan adzab”. (An-Nisaa’: 56).
Dan juga sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang menunjukkan tentang siksaan neraka
yang paling ringan, yaitu siksa yang ditimpakan atas Abu Thalib yang artinya:
Dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
“Penduduk neraka yang paling ringan adzabnya adalah Abu Thalib. Dia memakai 2 terompah dari
api neraka (yang berakibat) otaknya mendidih karenanya”. (HR. Muttafaqun ‘Alaih).
Dengan penjelasan di atas, kita sudah sedikit banyak paham tentang tempat kembalinya orang yang
mendurhakai Allah.
.?َ "ْ N
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِا & ُ ُه‬
َ ‫(ُا ا‬%ِ /ْ 0َ #
ْ ‫َا وَا‬F‫ِْ` َه‬,Tَ ‫ْ ُل‬,Tُ ‫ت َأ‬ ِ ‫ ْ"(َا‬hَ ْ ‫ا ا‬,ُA6ِ 0َ #
ْ َ
Khutbah Kedua
ِْ
ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ‡ ُ َو‬ ِ ‡ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ
ْ ‫ت َأ‬
ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ  َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
:ُ -ْ *َ ‫ َأ‬. ًِ$
ْ Bَ ْ?#
َ ‫َ ْ" َ َو‬
َ ُ ‫ ا‬9; َ ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1
َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ )َ 5َ .ُ َ D
ْ ‫ ا َو‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬،َُ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
Dari mimbar ini kami ingatkan kembali, marilah kita mulai dengan memberikan perhatian yang
besar terhadap Tarbiyatul Aulad, yaitu proses pendidikan anak kita.
Al-Qur’an telah mengulas tentang sejarah seorang ayah yang mendidik anaknya untuk mengenal
kebaikan. Itulah Luqman, yang dimuliakan Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan pencantuman
perkataannya ketika mendidik keturunannya dalam Al-Qur’an. Secara luas itu termaktub dalam
surat (QS. Luqman 12-19).
Dalam surat tersebut, Luqman memulai mengajari anaknya dengan penanaman kalimat tauhid yang
hakikatnya memurnikan ibadah hanya untuk Allah saja, dilanjutkan dengan kewajiban berbakti dan
taat kepada orang tua selama tidak menyalahi syariat. Wasiat berikutnya adalah berkaitan dengan
penyemaian keyakinan tentang hari pembalasan, penjelasan kewajiban menegakkan shalat. Setelah
itu amar ma’ruf dan nahi mungkar yang berperan sebagai faktor penting untuk memperbaiki umat,
tak lupa beliau singgung, beserta sikap sabar dalam pelaksanaannya. Berikutnya beliau
mengalihkan perhatiannya menuju adab-adab keseharian yang tinggi. Di antaranya larangan
memalingkan wajah ketika berkomunikasi dengan orang lain, sebab ini berindikasi jelek, yaitu
cerminan sikap takabur. Beliau juga melarang anaknya berjalan dengan congkak dan sewenang-
wenang di muka bumi sebab Allah Ta'ala tidak menyukai orang-orang yang sombong. Beliau juga
mengarahkan anaknya untuk berjalan dengan sedang tidak terlalu lambat ataupun terlalu cepat.
Sedang nasehat yang terakhir berkaitan erat dengan perintah untuk merendahkan suara, tidak
berlebih-lebihan dalam berbicara.
Demikianlah wasiat Luqman terhadap anaknya, yang sarat dengan mutiara yang sangat agung dan
berfaedah bagi buah hatinya untuk meniti jalan kehidupan yang dipenuhi duri, agar bisa sampai ke
akhirat dengan selamat.Cukuplah kiranya kisah tadi sebagai suri tauladan bagi para pemimpin
keluarga. Memenuhi kebutuhan sandang dan pangan yang memang penting. Namun ingat,
kebutuhan seorang anak terhadap ilmu dan pengetahuan lebih urgen (mendesak).
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Orang tua wajib memenuhi kebutuhan ruhani sang anak, jangan sampai gersang dari pancaran ilmu
dien. Perkara ini jauh lebih penting dari sekedar pemenuhan kebutuhan jasmani karena
berhubungan erat dengan keselamatannya di dunia dan akhirat. Hal itu dapat terealisir dengan
pendidikan yang berkesinambungan di dalam maupun di luar rumah. Masalahnya, model
pendidikan yang ada saat ini hanya menelorkan generasi-generasi yang materialistis, gila dunia.
Karena itu kita harus menengok dan menggali metode-metode pendidikan yang dipakai Salafus
Shalih yang ternyata telah terbukti dengan membuahkan insan-insan yang cemerlang bagi umat ini.!
‡َ‫‡ ٍ َآ‬1
َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ 9‡ََ ! ‡َ; ? ‡َُ‫ ا‬. َ"ْ ِ$ ْ ‡َB ‫ْا‬,ُ !‡َ#‫َ"ْ‡ ِ َو‬
َ ‫ْا‬,G‡َ; ْ‫ا‬,‡َُ <َ  َ ْ Fِ ‡‫َ ا‬G ‫ َأ‬Hَ `ِ6 ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ,GY َ ُ ُ0َ Qَ lِ –
َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n
َ ‡ْ‫ َآَ‡ *َ َرآ‬،ٍ‡1َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1
َ ُ 9‡َ َ ْ‫ وَ*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ِ‫ < ِل إِ*ْ‡(َاه‬9َ َ ‫ ِإ ْ*(َاهِ" َ? َو‬9َ َ n َ "ْ ;َ
.ٌ"ْ m
ِ َ ٌِ Dَ a َ & ‫ِإ ْ*(َا ِه ْ" َ? ِإ‬
ْ‫َ َوِإن‬$ َ ‡ُ%&ْ ‫َ َْ َأ‬o
َ َ* ‫ َر‬،ٌ?"ْ D
ِ ‫ َرءُوفُ ر‬a َ & ‫ ِإ‬Hَ* ‫ْا َر‬,ُ َ ‫ ءَا‬
َ ْ Fِ ِ
tِ َ*ِ ,ُTُ `ِ ْ-َ m ْ Bَ 5َ ‫ن َو‬ ِ َْ vِ ِ* َ&,ُA6َ #
َ  َ ْ Fِ ‫َا ِ&َ ا‬,Nْ vِ ‫(ْ ََ َو‬%ِ t ْ ‫َر *َ ا‬
`‡ِ ‫ َ ً@ َو‬$َ ‡َD َ"&ْ G ‡‫َ‡ ِ‡` ا‬Bِ ‫ ءَا‬H‡َ* ‫ َر‬.‫َ رًا‬/;ِ َ& َ"* ‫ ْ َُ َآَ َر‬D َ ‫َاِ َِْ َواْر‬,ِ‫(ْ ََ َو‬%ِ t
ْ ‫ َر *َ ا‬،َْ (ِ # ِ َhْ ‫ ا‬
َ ِ   &َ ْ,Qُ َ َ َْ D
َ ْ(Bَ ‫(ْ ََ َو‬%ِ /ْ Bَ ْ?َ
‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ Dَ ‫ َ( ِة‬N ِ Sَ ‫ا‬

34
Maksiat Penduduk Negeri
Oleh: Syafaruddin

ِْ
ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬
ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫)(ُوْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ َ0$
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
ِ ‡ِB َABُ C ‡َD  َ ‫ا ا‬,‡ُAB ‫ا ا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫ َ ا‬G‫ َ َأ‬.ُ ُْ,#
ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫"ْ‡(ًا‬Iِ ‫ َآ‬5ً ‡َK‫ ِ ْ َُ‡ ِر‬L  ‡َ*‫َ‡ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ‡ زَو‬C َ ‡َN
َ ‫ِ‡ َ ٍة َو‬D‫ وَا‬P ٍ ‡ْ%&َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫ْا َر‬,ُAB ‫س ا‬ ُ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫َو‬
. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ ََ ‫ن‬ َ َ‫ آ‬ َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫َو‬
‫ْزًا‬,‡َ ‫َ‡ْ َ‡ َز‬A َ ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&‫ُ‡?ْ ُذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ ْ ‫ُ‡?ْ َأ‬Qَ ْXِY ْ ‡ُ .‫َ‡ ِ ًْا‬# 5ً ْ,‡َT ‫ْا‬,‡ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,‡ُAB ‫ا ا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫َ ا‬G ‫َ َأ‬
. ً"ْ U
َِ
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1
ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ ِ َْ ‫ ْ" َ( ا‬N َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
.
ِ ْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ ِ َ$D ِ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ ِ َو‬6ِ ْ1;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
Kaum muslimin rahimakumullah
Taqwa adalah bekal seorang hamba ketika ia menghadap kepada Sang Pencipta, bekal yang kelak
menjadi hujah baginya di hadapan Tuhannya, bahwa kehidupannya dialam dunia telah
dipergunakan sebaik-baiknya. Untuk itulah wahai kaum Muslimin sekalian, marilah kita perbaiki
dan satukan niat serta tekad, untuk meraih predikat golongan mahluk Allah yang muttaqin yang
selalu meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, untuk dapat mengambil apa-
apa yang telah dijanjikan, berupa kehidupan yang baik di dunia dan Surga yang abadi kelak di
akhirat.
“Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”. (Al-baqarah: 197).
“Sesungguhnya orang-orang bertaqwa itu berada dalam Surga (taman-taman) dan (didekat) mata
air-mata air yang mengalir”. (Al-Hijr: 45).
Kaum muslimin rahimakumullah
Allah ciptakan mahluk dan Allah sertakan bersama mereka nabi-nabi dan rasul-rasul sebagai utusan
yang menerangkan dan menjelaskan konsep tatanan hidup selama berada di alam yang serba cepat
dan fana ini, Allah turunkan pula kitab-kitab-Nyabersama para utusan-utusan itu, sebagai aturan
main di dalam dunia, baik hubungan sesama mahluk, lebih-lebih hubungan mahluk dengan
penciptanya. Di antara kitab-kitab yang Allah turunkan ialah Al-Qur'an, mu’jizat nabi mulia yang
menjelaskan tuntunan Allah, aturan terakhir penutup para nabi dan rasul.
“Sesungguhnya kami telah pengutusmu (muhammad) dengan kebenaran sebagai pembawa berita
gembira dan pemberi peringatan”. (Al-Baqarah: 119).
Allah turunkan Al-Qur’an untuk menyelesaikan masalah-masalah di antara mereka dan juga untuk
mengingatkan mereka akan yaumul mii’aad yaitu hari pembalasan terhadap apa-apa yang telah
dilakukan oleh para penghuni alam dunia.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (An-Nalh: 44).
Kaum muslimin rahimakumullah
Akan tetapi di balik semua itu, realita yang terjadi, kita sering dan teramat sering dikejutkan dan
dibuat prihatin dengan musibah yang acap kali menimpa negeri ini. Masih terngiang ditelinga kita
peristiwa gempa bumi yang terjadi beberapa waktu yang lalu, yang memakan korban manusia dan
memaksa mengungsi dari tempat-tempat mereka, banjir yang berulang kali terjadi di beberapa
tempat, padahal baru kemarin kita merasakan beratnya kemarau panjang, gunung di beberapa
tempat sudah mulai aktif dan memuntahkan isi kandungannya, huru-hara terjadi diberbagai kota
diiringi hancurnya tempat-tempat tinggal dan pusat-pusat keramaian dengan kobaran api yang
melalap baik materi maupun sosok-sosok jiwa sebagai pelengkapnya, pembantaian yang telah dan
terus berlangsung secara biadab terjadi di beberapa tempat dan entah berapa tempat lagi yang akan
terjadi di belahan negeri ini, busung lapar anak manusia negeri ini sering kita dengar meskipun
katanya kita berada di negeri subur nan tropis, dengan disusul jatuhnya nilai rupiah yang
mengakibatkan krisis moneter yang berdampak kemiskinan, pengangguran dan kelaparan masih
saja kita rasakan, penyakit-pernyakit aneh dan kotor mulai merebak dan meng-gerogoti penduduk
negeri ini dan berbagai musibah yang telah menghadang di hadapan mata, termasuk di dalam
hancurnya generasi-generasi muda penerus bangsa ini disebabkan terha-nyut dan tenggelam
bersama obat-obat setan yang terlarang.
Apakah adzab telah mengintai negeri ini, sebagaimana yang tersurat di dalam Al-Qur’an surat Ash-
Shaffat ayat 25, kaum Nuh yang Allah tenggelamkan dikarenakan mendustakan seorang rasul, atau
kaum Tsamud yang disebabkan tak beriman, membusungkan dada dan menantang datangnya adzab,
Allah jadikan mereka mayat-mayat yang bergelimpangan dengan gempa yang mengguncang
mereka, atau seperti kaum Luth yang dikarenakan perzinaan sesama jenis, homosexsual, Allah
hujani mereka dengan batu, atau seperti kaum Madyan yang Allah jadikan mereka mayat-mayat
yang bergelimpangan disebabkan curang dalam takaran dan timbangan serta membuat kerusakan
dimuka bumi dan menghalangi orang untuk beriman, atau seperti kaum ‘Aad yang disebabkan tidak
memurnikan tauhid dan bersujud kepadaNya, Allah kirim kepada mereka angin yang sangat panas
yang memusnahkan mereka.
Kaum-kaum terdahulu Allah hancurkan dan luluh lantahkan disebabkan satu dua kemungkaran
yang dikepalai kesyirikan, sekarang bagaiman dengan kita, apa yang kita saksikan dan alami
sekarang ini, apa yang terjadi ditempat kita, lingkungan kita, dikota kita, dan bahkan di seantero
negeri kita?, maksiat terjadi dimana-mana, pergaulan lawan jenis dan perzinaan yang keluar dari
norma-norma agama semakin menggila, ditambah lagi media-media masa visual dan non-visual
ikut melengkapi ajang syaitan ini dengan dalih seni dan hak-hak manusia, padahal Allah dan
RasulNya telah jelas-jelas mengharamkan hal tersebut. Firman Allah.
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
jalan yang buruk” (Al-Isra’: 32).
Dan dalam sebuah hadits shahih Rasul bersabda:
.ِ *ِ ‫ْ َل‬,-ُ %ْ َ ْ ‫ َ وَا‬
ِ َ%ْ ‫ا ا‬,ُ0ُ Tْ َ ‫ط‬
ٍ ْ,ُ ‫ْ ِم‬,َT َ َ 
َ ُ َ -ْ َ .ُ ْ,ُ Bُ ْK َ ‫َْ َو‬
“Barangsiapa di antara kalian yang menemui mereka yang melakukan perbuatan kaum Luth
(homosexsual) maka bunuhlah kedua pelakunya”. (riwayat Abu dawud dan At-Tirmidzi).
Kemana hak Allah dan RasulNya?. Kecurangan dalam perniagaan yang terjadi pada kaum Madyan
pun terjadi sekarang, kecurangan bukan hanya curang dalam timbangan secara zhahir, tetapi
penindasan, tipu muslihat, sampai kepada sogok menyogok dan riba pun seakan suatu yang harus
dilakukan, kemana firman Allah:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”. (Al-Muthaffifin:1).
Dan Rasulpun melaknat orang yang menyogok dan yang disogok, sebagaimana hadis shahih yang
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad.
Berbagai bentuk perjudian pun digelar, pembunuhan yang tanpa memperhitungkan nilai
kemanusiaan dan agama pun terus terjadi silih berganti, padahal Rasul Shalallaahu alaihi wasalam
telah memperingatkan untuk meninggalkan tujuh hal yang menghancurkan.
‡َ*(! ‫ ُ( َوَأآْ‡ ُ ا‬1
ْ$
! ‡‫ وَا‬C
!1
َ ْ ‡ِ* 5 ‫ ِإ‬
ُ ‫َ‡ ( َم ا‬D ْ`‡ِ0‫ ا‬P
ِ %ْ  ‡‫ْ‡ ُ ا‬0Tَ ‫ َو‬
ِ ‡ِ* ‫ك‬ ُ ْ(d
! ‫ ا‬:‫َ َل‬T ‫ َوَ ُه؟‬ ِ ‫ْ َل ا‬,# ُ ‫ َ َر‬:َ "ْ Tِ .‫ت‬ ِ َA*ِ ْ,ُ ْ ‫ ا‬Vَ 6ْ $  ‫ا ا‬,ُ6ِ 0َ K ْ ‫ِا‬
.‫ت‬ِ َِ ْ|ُ ْ ‫ت ا‬
ِ َ ِ َ/ْ ‫ت ا‬
ِ َY َ 1ْ ُ ْ ‫ف ا‬
ُ ْFTَ ‫ َو‬w ِ D ْ s ‫ْ َم ا‬,َ ْ`!,َ 0 ‫ ْ" ِ? وَا‬0ِ "َ ْ ‫َوأَ ْآ ُ َ ِل ا‬
Yang artinya: “Jauhilah tujuh hal yang menghancurkan (membina-sakan)”. Bertanya para sahabat,
apa itu yang Rasulullah?, bersabda beliau: “Syirik (menyekutukan Allah), membunuh jiwa yang
Allah haramkan, kecuali yang dibenarkan syari’at, sihir (tenung dan santet), memakan riba,
memakan (menyelewengkan) harta anak yatim, lari dari pertempuran (karena takut), menuduh
wanita baik-baik berzina”. (Ash-Shahihain).
Akan tetapi semua ini berlaku, perbuatan syirik yang merupakan biang malapetaka dunia dan
akhirat kini seolah telah menjadi sesuatu kebutuhan, berapa banyak kita dapati media masa yang
menjajakan kesyirikan, ulama-ulama sesat menyeru umat kepada perbuatan syirik dengan
membungkus sedemikian rupa untuk menipu umat, dan kini mereka telah menancapkan kaki-kaki
mereka.
Kaum Muslimin
Segala sesuatunya kini telah terbalik, yang hak dikatakan dan dianggap batil, yang batil
dipertahankan, dan tidak malu-malu di hadapan yang hak.
Siapakah yang bertanggung jawab akan hal ini?, yang jelas kita semua bertanggung jawab, kita
sebagai umara’, ulama maupun pribadi-pribadi muslim.“Jikalau sekiranya penduduk-penduduk
negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.
(Al-A’raf: 96).
Kaum Muslimin jamaah shalat Jum’at yang mulia.
Islam adalah satu-satunya ajaran yang menjamin ketenteraman dan kesejahteraan hidup, tidak saja
di dunia, tetapi bahkan di akhirat, sebab ajaran ini adalah ajaran dari Dzat yang maha memberikan
jaminan bagi kebutuhan insan.
Kaum Muslimin
Untuk menyelamatkan negeri dan umat ini tidak lain adalah kita kembali memurnikan dan
menegakkan ajaran Allah pencipta kita, ketika umat semakin jauh dari ajarannya semakin gencar
pula azab yang akan diterima dan ditimpahkan, oleh karena itu ada baiknya kita menilik kembali
perkataan Syaikh Ali Hasan Al-Atsari bahwa tidak ada jalan lain dalam mengembalikan umat dan
memperbaiki umat ini kecuali dengan tashfiyah dan tarbiyah sebagaimana yang disebutkan di dalam
kitabnya “At-Tashfiah wat Tarbiyah”, “Bahwa kondisi yang buruk yang menimpa kaum muslimin
dewasa ini adalah akibat terlalu jauhnya mereka dari kitab Allah dan sunnah RasulNya “. Kenapa
hal itu bisa terjadi, Syaikh Abdurrahman Ibnu Yahya Al-Muallimi Al-Yamani tokoh ulama salaf
abad XIV H yang dinukil dalam buku At-Tashfiah wat Tarbiyah hal 19-20 bahwa hal itu terpulang
pada tiga persoalan.
1. Tercampurnya ajaran yang bukan dari Islam dengan ajaran Islam.
2. Lemahnya kepercayaan orang akan apa yang menjadi ajaran Islam.
3. Tidak adanya pengamalan (penerapan) terhadap hukum-hukum Islam.
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ ُر ا‬,ُ%/َ ْ ‫ ا‬,َ ‫?ْ ِإ & ُ ُه‬Qُ َ ‫ ِ`ْ َو‬ َ ‫(ُوا ا‬%ِ /ْ 0َ # ْ ‫َا وَا‬F‫ْ ِ` َه‬,Tَ ‫ ُل‬,ُT‫َأ‬
Khutbah Kedua
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ‡ ُ َو‬ ِ ‡ُ َ ‡َ  ُ ‫ َْ َْ‡ ِ ا‬، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1ْ &َ  َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬. ِ ‫ْ ُل ا‬,# ُ ‫ ًا َر‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ ا َوَأ‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ‫ن‬  َ‫) َ ُ أ‬ ْ ‫ َأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
Kaum muslimin jamaah shalat Jum’at yang dimuliakan oleh Allah:
Pada khutbah kedua ini, Syaikh Ali Hasan Al-Atsari melanjutkan dalam kitabnya bahwa ada tiga
hal pokok yang mendasar dalam mengatur sistem tarbiyah (pembinaan) yang merupakan rangkaian
dari tashfiyah.
1. Menitik beratkan pada kebangkitan aqidah tauhid dan pembersihan dari segala bentuk
bid’ah dan penyelewengan-penyelewengannya.
2. Barometer semua pembinaan adalah Al-Qur’an dan As-Sunah. Dengan praktek-praktek
yang diterapkan para salafus shalih dan ulama-ulama rabbani yang mengakar
pemahamannya terhadap Al-Qur’an dan As-Sunah.
3. Bahwa tarbiyah haruslah menyangkut pengarahan umum yang erat hubungannya dengan
kehidupan sehari-hari, seperti keyakinan, norma-norma, adat-adat, tradisi, kegiatan kantor,
politik, sosial dan seterusnya (At-Tashfiah wat Tarbiyah hal. 101).
Kaum Muslimin rahimakumullah
Yang terakhir. Apakah keadaan dan kenyataan yang menimpa kita selama ini tidak menjadikan kita
berfikir dan berbenah diri untuk hidup yang akan datang, kehidupan abadi yang menentukan
sengsara atau bahagia.
“Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di
malam hari di waktu mereka sedang tidur”. (Al-A’raf: 97).
“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidaklah merasa
aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi”. (Al-A’raf: 99).
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ! ;َ ? ُ َ‫ا‬
ْ`‡ِ ْ‡َ-m ْ Bَ 5َ ‫ن َو‬ ِ ‡َْ vِ ْ *ِ َ&ْ,Aُ 6َ ‡َ#  َ ْ Fِ ‡‫َا ِ&َ‡ ا‬,Nْ vِ ‫ِ‡(ْ ََ‡ َو‬%t ْ ‫ َر *َ‡ ا‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ aَ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*(َا ِه‬9َ َ ‫ ِإ ْ*(َا ِه ْ" َ? َو‬9َ َ n َ ‫  ٍ َآَ *َ رَ ْآ‬1 َ ُ
‡ََ ْ(‡ِ%tْ ‫ َر *َ‡ ا‬.َ ْ (ِ ‡ِ# َhْ ‫ ا‬ َ ‡ِ   &َ ْ,‡ُQَ َ ‡َْ Dَ ْ(Bَ َ‫(ْ ََ‡ و‬%ِ /ْ Bَ ْ? ْ‫َ َوِإن‬$ َ %ُ &ْ ‫َ َْ َأ‬oَ َ* ‫ َر‬.ٌ?"ْ D ِ ‫ َر ُءوْفٌ ر‬a َ & ‫ْا َر *َ ِإ‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ !
tِ َ*ِ ْ,ُTُ
.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ < َ* ‫ َر‬.‫َ رًا‬/; ِ َ& َ"* ‫ ْ َُ َآَ َر‬D َ ْ‫َاِ َ َْ وَار‬,ِ ‫َو‬
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU
ُ -ِ َ `ِ ‡ْ/6َ ْ ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬
ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ  َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ Wِ -ْ ُ ِ ِ
ْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ# ْ ‫ْ ُآ(ْآُ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ا‬

35
Taqwa Kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala
Oleh: M. Ikhsan
ِْ
ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬
ِ ُ َ َ ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ُ‫ذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
.ُ ُْ,#ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1
َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬aَ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ Dْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
C
َ ‡َN
َ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P
ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN
َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ *‫ْا َر‬,Aُ B ‫س ا‬
ُ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ CD َ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫َ َأ‬
‫ا‬,‡َُ ‫ ءَا‬َ ْ Fِ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ‡ َأ‬. ‡ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ ‡َ
َ ‫ن‬
َ َ‫ آ‬
َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬
َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬K َ ْ‫ِ َْ َزو‬
. ً"ْ U
ِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ ُ َْ,#ُ ‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ W ِ ُ َْ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,&ُ ‫?ْ ُذ‬Qُ َ ْ(%ِ /ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ َ
ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِYْ ُ .‫ ِ ًْا‬#
َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا‬
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1
ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1 ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬
 ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ ِ َْ ْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬Lِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ;
ْ ‫ن َأ‬ _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.‫ َ ٍ@ ِ `ْ ا ِر‬
َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬
َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
Hadirin ... Jama'ah Jum'ah Yang dimuliakan Allah
Allah Subhannahu wa Ta'ala Maha Pencipta, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Kuasa, Maha
Pengatur semesta, Maha Pemberi rizqi bagi setiap manusia, binatang dan makhluk lainnya. Oleh
sebab itu Allahlah satu-satunya sembahan yang benar yang harus diibadahi oleh hambaNya.
Manusia diciptakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala tidak lain agar manusia itu beribadah hanya
kepada Allah semata.
Artinya: “Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manu-sia melainkan supaya mereka
menyembahKu”.
Tetapi manfaat ibadah itu justru untuk kepentingan mereka yang beribadah itu sendiri dalam
membentuk pribadinya menjadi orang yang bertaqwa.
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah: 21)
Hadirin ... jama'ah Jum'ah yang dimuliakan Allah
Para sahabat dan salafus shalih yang memahami betul tuntunan Al-Qur’an dan mengikuti jejak
sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, mereka mempunyai perhatian yang besar terhadap
TAQWA ini, mereka terus mencari hakikatnya, saling bertanya satu sama lain, serta mereka
berusaha keras untuk mencapai derajat TAQWA ini.
Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam Tafsirnya bahwa: Umar Ibnul Khathab Radhiallaahu anhu.
Bertanya kepada Ubai Ibnu Ka’ab Radhiallaahu anhu, tentang TAQWA ini, maka berkatalah Ubai
kepada Umar:
“Pernahkah engkau melewati jalan yang penuh duri?”
“Ya, Pernah”. Jawab Umar.
Ubai bertanya lagi: “Apa yang anda lakukan saat itu?”.
Umar menjawab: “Saya akan berjalan dengan sungguh-sungguh dan berhati-hati sekali agar tak
terkena dengan duri itu”. Lalu Ubai berkata: “Itulah TAQWA”.
Dari riwayat ini bisa kita ambil ibrahnya, bahwa TAQWA itu adalah kepekaan batin, kelembutan
perasaan, rasa khauf kepada Allah terus menerus, hingga ia selalu waspada dan hati-hati agar tidak
terkena duri syahwat dan duri syubhat di jalanan. Ia menghindari perbuatan syirik sejauh-jauhnya,
juga menghindari perbuatan syirik sejauh-jauhnya, juga menghindari semua maksiat dan dosa, yang
kecil maupun yang besar. Serta ia juga berusaha keras sekuat tenaga mentaati dan melaksanakan
perintah-perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala, lahir dan batin dengan hati yang khudlu’ dan
merendahkan diri di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Hadirin ... jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah
Di antara ciri-ciri orang yang bertaqwa kepada Allah itu adalah:
1. Gemar menginfaqkan harta bendanya di jalan Allah, baik dalam waktu sempit maupun
lapang.
2. Mampu menahan diri dari sifat marah.
3. Selalu memaafkan orang lain yang telah membuat salah kepadanya (tidak pendendam).
4. Tatkala terjerumus pada perbuatan keji dan dosa atau mendzalimi diri sendiri, ia segera ingat
kepada Allah, lalu bertaubat dan beristighfar, memohon ampun kepadaNya atas dosa yang
telah dilakukan.
5. Tidak meneruskan perbuatan keji itu lagi, dengan kesadaran dan sepengetahuan dirinya.
Ciri-ciri orang yang bertaqwa ini, bisa kita lihat pada firman Allah:
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas
langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang
menginfaqkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi
yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
Hadirin ... jamaah Jum’ah yang dimuliakan Allah
Betapa pentingnya nilai TAQWA, hingga merupakan bekal yang terbaik dalam menjalani
kehidupan di dunia dan betapa tinggi derajat TAQWA, hingga manusia yang paling mulia di sisi
Allah adalah orang yang paling taqwa di antara mereka. Dan banyak sekali buah yang akan dipetik,
hasil yang akan diperoleh dan nikmat yang akan diraih oleh orang yang bertaqwa di antaranya
adalah:
1. Ia akan memperoleh Al-Furqon, yaitu kemampuan uantuk membedakan antara yang hak dan
yang batil, halal dan haram, antara yang sunnah dengan bid’ah. Serta kesalahan-
kesalahannya dihapus dan dosa-dosanya diampuni.
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan
mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al-Anfal: 29)
2. Ia akan memperoleh jalan keluar dari segala macam problema yang dihadapinya, diberi rizki
tanpa diduga dan dimudahkan semua urusannya.
Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS. At-Thalaq: 2-
3)
3. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya. (QS. At-Thalaq: 4)
4. Amalan-amalan baiknya diterima oleh Allah hingga menjadi berat timbangannya di hari
kiamat kelak, mudah peng-hisabannya dan ia menerima kitab catatan amalnya dengan
tangan kanan.
5. Berkatalah Habil (kepada saudaranya Qobil): “Sesungguhnya Allah hanya menerima
(korban) dari orang-orang yang taqwa”. (QS. Al-Maidah: 27)
6. Serta Allah akan memasukkan ke dalam Surga, kekal di dalamnya serta hidup dalam
keridloanNya.
Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada Surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai)
istri-istri yang disucikan serta keridloan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-
hambaNya. (QS. Ali Imran: 15)
Jadi dengan TAQWA kepada Allah kemuliaan hidup dapat dicapai, kebaikan dunia dapat diperoleh
dan kebaikan akhirat dengan segala kenikmatannya dapat dirasakan.
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬ َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬ ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬ ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #ْ َ .b ٍ &ْ ‫ ِْ ُآ ! َذ‬ َ ْ "ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$ِ‫?ْ َو‬Qُ َ‫َو‬
Khutbah Kedua
.ُ ُ ‡ 6ْ 
َ ‫  ‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) ‡ َ ُ َأ‬
ْ ‫ َوَأ‬،ُ‫ ‡‡ ر‬Aَ ْ ‫ ‡ ُ ا‬D
ِ ‫َا‬,ْ ‫ َا‬،ُ‫ ا‬5 ‫ ِإَ ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫) ‡ َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.‫ َر‬F ‡ D
َ ‫ ْ ‡ ُ َو‬ َ 9‡‡َ &َ ‡‡  َ ‫ْا‬,ُ 0َ &ْ ‡‡ َ (َ ‡ َ ‫ ْ" ‡(ًا َآ َ‡‡ َأ‬Iِ ‫َ ْ ‡ًا َآ‬D ِ ‡ ِ ُ ‡ ْ 1
َ ْ ‫َا‬
. ً"ْ ِ$
ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ْ,GYَ ُ ُ 0َ Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬:?ِ ْ (ِ Qَ ْ ‫َ ِ* ِ ا‬0‫ ِ ْ` ِآ‬9َ َ-Bَ  ُ ‫َ َل ا‬T .ُ ُْ,# ُ ‫َو َر‬
9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ ‡ْ‫‡ ٍ َآَ‡ *َ َرآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ْ‫ َو*َ ِرك‬.?َ "ْ ‫ ِإ ْ*(َا ِه‬9َ َ n َ "ْ ; َ َ‫ َآ‬a َ ِْ,ُ#‫ك َو َر‬ َ ِ 6ْ َ ٍ  1 َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
a
َ ُjَ$ ْ ‡َ& ‡&‫ اَُ‡ ? ِإ‬.‫ت‬ ِ ‫َا‬,‡ْSَ ْ‫"َ‡ ِء ِ‡ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬ِ ‡َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ِ ْ(%ِ t
ْ ‫ اَ ُ ? ا‬.ٌ"ْ m ِ َ ٌ"ْ ِ D َ a َ & ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫< ِل ِإ ْ*(َا ِه‬
َ0َ ْ َ ‡َ‫ َ ِإذْ ه‬-ْ *َ َ*َ ْ,ُTُ ْ‫غ‬sِ Bُ 5َ َ* ‫ َر‬. ً َ‫ ِإ‬ َ "ِA0 ُ ْ ِ َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ ْ ‫ ( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.9َ/ِ ْ ‫ف وَا‬ َ َ%-َ ْ ‫ وَا‬9َA0G ‫ا ْ َُى وَا‬
.‫ب ا ِر‬
َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ Dَ َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ < َ* ‫ َر‬.‫ب‬ ُ ‫ه‬,َ ْ ‫ ا‬n َ &َ‫ أ‬a َ & ‫ َ ً@ ِإ‬D
ْ ‫ َر‬a َ &ْ ُ  ِ ََ ْb‫َو َه‬
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU
ُ -ِ َ `
ِ ‡ْ/6َ ْ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ َ‫ن ا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ Wِ -ْ ُ ِ ِْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ # ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ا‬

36
Dengan Takwa Kita Gapai Masadepan Yang Gemilang Serta Kehidupan Yang Hakiki
Oleh: Agus Salim Khan

ُ ْ ِ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬

ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ‫ي‬ َ ‡‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ‡ِ;ْ‫س ُأو‬ ُ ‡‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a
َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ إَِ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ْا‬,‡ُAB ‫س ا‬ُ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ CD َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,Aُ 0 ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ

َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  َ*‫َ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َN َ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫َر‬
ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&ُ‫ُ‡?ْ ذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِYْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ َ ‫ن‬ َ َ‫آ‬
. ً"ْ Uِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1 ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬
ِ َْ ْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ِ َو‬6ِ 1ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ َ"! 6ِ &َ 9ََ ْ?!# َ ‫; ! َو‬َ ? ُ َ‫ ا‬.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
Para hadirin yang berbahagia.
Pada hakekatnya tak ada penyejuk yang benar-benar menyegarkan, dan tak ada obat yang paling
mujarab selain taqwa kepada Allah.
Hanya taqwa kepadaNyalah satu-satunya jalan keluar dari berbagai problem kehidupan, yang
mendatangkan keberkahan hidup, serta menyelamatkan dari adzabNya di dunia maupun di akhirat
nanti, karena taqwa jualah seseorang akan mewarisi Surga Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Saudara-saudara yang berbahagia
Pengertian taqwa itu sendiri mengandung makna yang bervariasi di kalangan ulama. Namun
semuanya bermuara kepada satu pengertian yaitu seorang hamba meminta perlindungan kepada
Allah Subhannahu wa Ta'ala dari adzabNya, hal ini dapat terwujud dengan melaksanakan apa yang
di perintahkan-Nya dan menjauhi apa yang di larang-Nya.
Para hadirin yang berbahagia
Bila kata taqwa disandarkan kepada Allah maka artinya takutlah kepada kemurkaanNya, dan ini
merupakan perkara yang besar yang mesti ditakuti oleh setiap hamba. Imam Ahmad bin Hambal
Radhiallaahu anhu berkata, “Taqwa adalah meninggalkan apa-apa yang dimaui oleh hawa nafsumu,
karena engkau takut (kepada Dzat yang engkau takuti)”. Lebih lanjut ia mengatakan, “Takut kepada
Allah, ridha dengan ketentuanNya dan mempersiapkan diri untuk menghadapi hari kiamat nanti.”
Para hadirin yang berbahagia
Pada hakekatnya Allah Subhannahu wa Ta'ala mewasiatkan taqwa ini, bukan hanya pada umat Nabi
Muhammad, melainkan Dia mewasiatkan kepada umat-umat terdahulu juga, dan dari sini kita bisa
melihat bahwa taqwa merupakan satu-satunya yang diinginkan Allah.
Allah Subhannahu wa Ta'ala menghimpun seluruh nasihat dan dalil-dalil, petunjuk-petunjuk,
peringatan-peringatan, didikan serta ajaran dalam satu wasiat yaitu Taqwa.
Hadirin yang berbahagia.
Pernah suatu ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berwasiat mengenai taqwa, dan kisah ini
diriwayatkan oleh Irbadh bin Sariyah bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam shalat subuh
bersama kami, kemudian memberi nasihat dengan nasihat yang baik yang dapat meneteskan air
mata serta menggetarkan hati yang mendengarnya. Lalu berkatalah salah seorang sahabat, “Ya
Rasulullah, sepertinya ini nasihat terakhir oleh karena itu nasihatilah kami”. Lalu Nabi bersabda:
@ِ  ‡ُ#‫`ْ َو‬0ِ  $
ُ ‡ِ* ْ?Qُ "ْ ‡َ-َ َ ،‫"ْ‡(ًا‬Iِ ‫ ً‡ َآ‬
َ 0ِ N
ْ ‫ َ"(َى ا‬$
َ ‡َ ْ?Qُ ْ ‡ِ ْŠ‡ِ-َ ْ‡َ ُ ‡&_ِ َ ، "d ِ ‡َ6D
َ ‫ْ‡ًا‬6َ ‫ن‬ َ ‡َ‫ َوِإنْ آ‬،ِ@‡َ W‫ وَا‬Vِ ْ $
 ‡‫ وَا‬ ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ْ?Qُ "ْ ;ِ ْ‫أَو‬
.ٌ@َ َ\َ @ٍ 
َ ْ*ِ  ‫ن ُآ‬  _ِ َ ،ِ‫ْر‬,ُ Sُ ْ‫ت ا‬
ِ َ]َ 1
ْ ُ ‫ َوِإ ُآ?ْ َو‬،ِFK
ِ ‫َا‬,  ِ* َ"ْ َ 
َ ‫ْا‬,
G 
َ ،َ"ْ ! ِ ْ َ ْ ‫ ا‬
َ ْ ِ )
ِ ‫َ ِء ا(ا‬%َh
ُ ْ ‫ا‬
Artinya: “Aku wasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati,
sekalipun kepada budak keturunan Habsyi. Maka sesungguhnya barangsiapa di antara kamu hidup
(pada saat itu), maka dia akan menyaksikan banyak perbedaan pendapat. Oleh karena itu hendaklah
kamu mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-
kuat dengan gigi gerahammu (peganglah sunnah ini erat-erat). Dan berwaspadalah kamu terhadap
perkara yang diada-adakan (bid’ah) karena setiap bid’ah itu sesat”. (HR. Ahmad IV:126-127; Abu
Dawud, 4583; Tarmidzi, 2676, Ibnu Majah, 43; Ad-Darimi 1:44-45; Al-Baghawi, 1-205, syarah dan
As Sunnah, dan Tarmidzi berkata, hadits ini hasan shahih, dan shahih menurut Syaikh Al-Albani).
Hadirin yang berbahagia.
Tentang sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam: “Aku wasiatkan kepadamu agar kamu
bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati”, tersebut di atas, Ibnu Rajab berkata, bahwa
kedua kata itu yaitu mendengar dan mentaati, mempersatukan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Adapun taqwa merupakan penjamin kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Hadirin sidang Jum’at yang berbahagia.
Di samping itu taqwa juga merupakan sebaik-baiknya pakaian dan bekal orang mu’min, hal ini
seperti yang digambarkan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam firmanNya surat Al-A’raaf ayat
26 dan Al-Baqarah ayat 197. Allah berfirman:
Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu
dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang terbaik. (Al-A’raaf: 26).
Allah Ta'ala menganugerahkan kepada hamba-hambaNya pakaian penutup aurat (al-libas) dan
pakaian indah (ar-risy), maka al-libas merupakan kebutuhan yang harus, sedangkan ar-risy sebagai
tambahan dan penyempurna, artinya Allah menunjuki kepada manusia bahwa sebaik-baik pakaian
yaitu pakaian yang bisa menutupi aurat yang lahir maupun batin, dan sekaligus memper-indahnya,
yaitu pakaian at-taqwa.
Qasim bin Malik meriwayatkan dari ‘Auf dari Ma’bad Al-Juhani berkata, maksud pakaian taqwa
adalah al-hayaa’ (malu). Sedangkan Ibnu Abbas berpendapat bahwa pakaian taqwa adalah amal
shalih, wajah yang simpatik, dan bisa juga bermakna segala sesuatu yang Allah ajarkan dan
tunjukkan.
Adapun taqwa sebagai sebaik-baiknya bekal sebagaimana tertuang dalam firman Allah dalam surat
Al-Baqarah ayat 197:
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepadaKu, hai
orang-orang yang berakal”
Para hadirin yang berbahagia
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat tersebut, dengan menyatakan bahwa kalimat
“sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”, menunjukkan bahwa tatkala Allah memerintahkan
kepada hambaNya untuk mengambil bekal dunia, maka Allah menunjuki kepadanya tentang bekal
menuju akhirat (yaitu taqwa).
Para hadirin yang berbahagia.
Seandainya kita mampu mengaplikasikan atau merealisasikan, kedua ayat di atas bukanlah suatu hal
yang mustahil, dan itu merupakan modal utama bagi kita untuk bersua kepada Sang Pencipta.
Saudara-saudara yang berbahagia, banyak sekali faktor-faktor penunjang agar kita bisa merasakan
ketaqwaan tersebut, di antaranya:
1. Mahabbatullah
2. Muraqabatullah (merasakan adanya pengawasan Allah)
3. Menjauhi penyakit hati
4. Menundukkan hawa nafsu
5. Mewaspadai tipu daya syaitan
1. Mahabbatullah
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
2. “Mahabbah itu ibarat pohon (kecintaan) dalam hati, akarnya adalah merendahkan diri di
hadapan Dzat yang dicintainya, batangnya adalah ma’rifah kepadaNya, rantingnya adalah
rasa takut kepada (siksa)Nya, daunnya adalah rasa malu terhadapNya, buah yang dihasilkan
adalah taat kepadaNya, bahan penyiramnya adalah dzikir kepadaNya, kapan saja, jika
amalan-amalan tersebut berkurang maka berkurang pulalah mahabbahnya kepada Allah”.
(Raudlatul Muhibin, 409, Darush Shofa).
3. Merasakan adanya pengawasan Allah.
4. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman
5. “Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Dan Allah melihat apa-apa yang kamu
kerjakan”. (Al-Hadid: 4).
6. Makna ayat ini, bahwa Allah mengawasi dan menyaksikan perbuatanmu kapan saja dan di
mana saja kamu berada. Di darat ataupun di laut, pada waktu malam maupun siang. Di
rumah kediamanmu maupun di ruang terbuka. Segala sesuatu berada dalam ilmuNya, Dia
dengarkan perkataanmu, melihat tempat tinggalmu, di mana saja adanya dan Dia
mengetahui apa yang kamu sembunyikan serta yang kamu fikirkan”. (Tafsir Al-Qur’anul
Adzim, IV/304).
7. Menjauhi penyakit hati
Para hadirin.
8. Di dunia ini tidak ada yang namanya kejahatan dan bencana besar, kecuali penyebabnya
adalah perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat. Adapun penyebab dosa itu teramat banyak
sekali, di antaranya penyakit hati, penyakit yang cukup kronis, yang menimpa banyak
manusia, seperti dengki, yang tidak senang kebahagiaan menghinggap kepada orang lain,
atau ghibah yang selalu membicarakan aib orang lain, dan satu penyakit yang tidak akan
diampuni oleh Allah yaitu Syirik. Oleh karena itu mari kita berlindung kepada Allah
Subhannahu wa Ta'ala dari penyakit itu semua.
9. Menundukkan hawa nafsu
Apabila kita mampu menahan dan menundukkan hawa nafsu, maka kita akan mendapatkan
kebahagiaan dan tanda adanya nilai takwa dalam pribadi kita serta di akhirat mendapat
balasan Surga. Seperti firman Allah yang artinya:
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada Tuhannya dan menahan diri dari keinginan
nafsunya, maka sesungguhnya Surgalah tempat tinggalnya.” (An-Nazi’at: 40-41)
10. Mewaspadai tipu daya syaithan
11. Para hadirin yang berbahagia.
12. Seperti kita ketahui bersama bahwasanya syaithan menghalangi orang-orang mu’min
dengan beberapa penghalang, yang pertama adalah kufur, jikalau seseorang selamat dari
kekufuran, maka syaithan menggunakan caranya yang kedua yaitu berupa bid’ah, jika
selamat pula maka ia menggunakan cara yang ketiga yaitu dengan dosa-dosa besar, jika
masih tak berhasil dengan cara ini ia menggoda dengan perbuatan mubah, sehingga manusia
menyibukkan dirinya dalam perkara ini, jika tidak mampu juga maka syaithan akan
menyerahkan bala tentaranya untuk menimbulkan berbagai macam gangguan dan cobaan
silih berganti.
Saudara-saudara yang berbahagia, maka tidak diragukan lagi, bahwa mengetahui rintangan-
rintangan yang dibuat syaithan dan mengetahui tempat-tempat masuknya ke hati anak Adam dari
bujuk rayu syaithan merupakan poin tersendiri bagi kita.
Para hadirin yang berbahagia, demikianlah apa-apa yang bisa saya sampaikan, marilah kita berharap
kepada Allah semoga kita termasuk orang-orang yang Muttaqin yang selalu istiqomah pada
jalanNya.
,َ ‡ُ‫ ِإ&‡ ُ ه‬،ُ‡َB‫ َو‬َ Bِ ْ?Qُ ْ ‡ِ‫ ِ!‡`ْ َو‬ ُ ‫َ‡  ا‬6Aَ Bَ ‫ َو‬،ِ?"ْ ‡ِQ1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬ ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ِ‡`ْ َوِإ‡ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ ‡ِU-َ ْ ‫ن ا‬ ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬

َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُْ ‫ت وَا‬
ِ َِ$ ْ ‡ُْ ‫ وَا‬ َ ْ "ِ ِ$ْ ‡ُْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$‡ِ‫ُ‡?ْ َو‬Qَ‫ِ‡ ْ" َ? ِ‡`ْ َو‬U-َ ْ ‫ ا‬ َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ِْ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.ْ?‡ُQَ‫ ِ‡`ْ َو‬ َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫ َوَأ‬.?ُ "ْ ‡ِ-َ ْ ‫ ا‬Vُ "ْ ِ $
 ‡‫ا‬
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #ْ َ .‫ت‬ِ ‫َا‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬ِ َِ ْ|ُ ْ ‫وَا‬
Khutbah Kedua
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫ ِْ )ُ ُ(وْ ِر َأ‬ ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡ََ  ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫)‡ َ ُ َأ‬ ْ ‫ َ‡ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
‡َ‫ } َو‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$
ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C D َ َ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ #َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬Uِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ 
َ ْ(%! Qَ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ‡ َل‬A َ ِ ِْ,‡ُ#‫ َر‬9َ َ ‫ ِم‬َ$  ‫ ِة وَا‬ َY   ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬ َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َ ْ ‫ُ] ? ا‬
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ Dَ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫  ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ tْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ D
َ a َ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡َ َ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ #
َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫ َ" ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
a
َ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# . ‡ً َ‫ ِإ‬ َ "‡ِA0 ُ ْ ِ ‡َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$َ Dَ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬
.َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬ ! ‫َر‬
‫ َة‬
َY ‫ ِ? ا‬Tِ ‫ َوَأ‬.?َ # َ ‫ ِ َو‬6ِ 1
ْ; َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ  ُ ‫ ا‬9; َ ‫َو‬

37
Membuka Pintu Rizki Yang Barakah
Oleh: Waznin Mahfudh

ُ ْ ِ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #
َ ِْ ‫ َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ ْ$&َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ِإن ا‬

ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ‫ي‬ َ ‡‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ‡ِ;ْ‫س ُأو‬ ُ ‡‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫َ َ ُ َوَأ‬aْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ْا‬,‡ُAB ‫س ا‬ُ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ CD َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,Aُ 0 ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ

َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َN َ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫َر‬
ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&ُ‫ُ‡?ْ ذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِYْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ َ ‫ن‬ َ َ‫آ‬
. ً"ْ Uِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1 ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ِ َْ ْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ِ ِآ‬Lِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ ِ َو‬6ِ 1
ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ َ"! 6ِ &َ 9َ َ ْ?!# َ ‫; ! َو‬َ ? ُ َ‫ ا‬.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
Ikhwani Rahimakumullah!
Predikat iman dan taqwa inilah yang senantiasa kita syukuri, sebab iman dan taqwa itu adalah dua
daun pintu bagi terbukanya rizki kita yang penuh barakah, bukan rizki yang haram yang dilaknat
Allah.
Al-Qur’an menegaskan (QS:7 Al-Araf: 96)
Artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Ibnu Katsir menjelaskan syarat-syarat iman dan taqwa itu adalah hatinya beriman pada apa yang
dibawa oleh Rasulullah, membenarkan dan mengikutinya, bertaqwa dengan melaksanakan ketaatan-
ketaatan dan meninggalkan perbuatan keharaman. (Tafsir III hal: 100)
Ikhwani rahima kumullah!
Diantara buah-buah iman bagi kaum Mukminin antara lain adalah:
Pertama, taqwa itu sendiri, menjaga diri dari dosa, ancaman siksa, bahaya dan membuka pintu rizki
karena Allah berfirman (QS; Ath Thalaq : 2-3):
Artinya: Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengada-kan ketentuan
bagi tiap-tiap sesuatu.
Jamaah Jum’ah rahima kumullah
Yang kedua, iman membuahkan pula taubat dan istighfar; yang akan menebar rizki untuk kita
sekalian.
Amiril Mukminin Umar dalam beristisqa’ atau memohon rizki, hanyalah dengan istighfar (Ruhul
Maani, 29/72-73)
Rasulullah bersabda:
‡*‫ داود وا‬,‡*‫‡ وأ‬D‫ أ‬.‫ )روا‬b ُ $ ِ ‡َ01
ْ َ 5َ L
ُ ‡ْ"Dَ ْ‡ِ ُ ‡َT‫ً‡ َو َر َز‬K(َ h ْ َ C
ٍ "ْ ‡َ\ ! ‡ُ‫ً َوِ‡ْ آ‬K(َ َ ?‰ t َ ! ‫ َ ُ ِْ ُآ‬ ُ ‫ َ ا‬-َ K
َ ‫َ َر‬%/ْ 0ْ#ِ5‫ َ( ا‬Iَ ‫َْ َأ ْآ‬
(K 
“Barang siapa yang memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah) niscaya Allah
menjadikan untuk setiap kesedihan jalan keluar, untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah
akan memberikan rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka “(HR. Ahmad, Abu Daud,
Ibnu Majah)
Allah menegaskan pula dalam (QS: Hud: 3)
Artinya: Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepadaNya. (Jika
kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-
menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada
tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.
Ikhwani rahima kumullah!
Itulah taubat yang menyesali dan menghentikan dosa dan maksiat kemudian menggantikannya
dengan amal shalih dan keridhaan sesama.
Ketiga: Iman membuahkan TAWAKKAL, yaitu berusaha dengan disertai sikap menyandarkan diri
hanya kepada Allah yang memberikan kesehatan, rizki, manfaat, bahaya, kekayaan, kemiskinan,
hidup dan kematian serta segala yang ada, tawakkal ini akan membukakan rizki dari Allah,
sebagaimana janjinya dalam QS: 65 At-Thalaq: 3):
Artinya: Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam memberikan contoh tentang bertawakkal yang sesungguhnya
dengan bersabda:
.(‫ى‬F(0‫ ا‬.‫َ &ً )روا‬W*ِ ‫ح‬ ُ (ُ Bَ ‫َ ;ً َو‬N ِ ‫ُو‬/ْ Bَ (ُ "ْ W
 ‫ق ا‬ ُ ‫(ْ َز‬Bُ ََ‫?ْ آ‬0ُ Tْ ‫ ُآ! ِ َ ُ( ِز‬,َ Bَ C
Dَ  ِ ‫ ا‬9ََ ‫ن‬ َ ْ,ُ‫ َآ‬,َ Bَ ْ?0ُ ْ ‫?ْ ُآ‬Qُ & ‫ْ َأ‬,َ
“Sungguh seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakal niscaya kalian akan
diberikan rizki sebagai-mana rizki-rizki burung-burung, mereka berangkat pergi dalam keadaan
lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang” (HR. Timidzi No. 2344).
Ikhwani rahima kumullah!
Keempat: Iman dan taqwa membuahkan taqarrub yang berupa rajin mengabdi bahkan sepenuhnya
mengabdi beribadah kepada Allah lahir bathin khusu dan khudhu.
Beribadah yang sepenuhnya akan dapat membuka rizki Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam :
—
ُ ‡ْ‫ْ‡(ًا َوَأ‬A َ a
َ ‡َ6ْ Tَ —
ُ ْ jَ‡َ `ِ&ْ
ِ َ6Bُ 5َ ،َ‫ < َدم‬
َ *ْ ‫ َ ا‬، ًTْ‫ ِرز‬a َ ْ َ َ —
ُ ْ ‫ َوَأ‬9ًtِ a َ 6َ ْ Tَ —
ُ ْ ‫`ْ َأ‬Bِ ‫َ َد‬6-ِ ِ ْ‫ (غ‬%َ Bَ ،َ‫ < َدم‬
َ *ْ ‫ َ ا‬:9َ َ-Bَ ‫ك َو‬
َ ‫َ َر‬6Bَ ْ?Qُ *G ‫ْ ُل َر‬,Aُ َ
(@1"1Y‫ ا‬L‫ د‬DS‫@ ا‬$# ،?‫ آ‬1‫ ا‬.‫ )روا‬ ً /ْ ) ُ a َ ْ َ َ
“Rabb kalian berkata; Wahai anak Adam! Beribadahlah kepadaKu sepenuhnya, niscaya aku penuhi
hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki. Wahai anak Adam! Jangan
jauhi Aku, sehingga aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan
kesibukan”. (HR. Al-Hakim: Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah No. 1359).
Jamaah Jum’ah rahima kumullah
Kelima: Iman dan taqwa membimbing hijrah fisabilillah. Perubahan sikap dari yang buruk kepada
sikap kebaikan, atau hijrah adalah perpindahan dari negeri kafir, menuju negeri kaum Muslimin,
menolong mereka untuk mencapai keridhaan Allah (Tafsir manar, 5: 39)
Hijrah ini membukakan pintu rizki Allah dengan janjiNya dalam surat An-Nisa ayat 100:
Artinya: Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud
berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke
tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya disisi Allah. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Jamaah Jum’ah rahima kumullah
Keenam: Iman dan Taqwa membuahkan gemar berinfaq: Yaitu infaq yang dianjurkan agama,
seperti kepada fakir miskin, untuk agama Allah. Infak manjadikan pintu rizki terbuka, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berjanji dalam QS: Saba: 39)
Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya Rabb-ku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendakiNya
diantara hamba-hambaNya dan menyempitkan (siapa yang dikehendakiNya)”. Dan barang apa saja
yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-
baiknya.
Meskipun sedikit, tetap diganti di dunia dan di akhirat (Tafsir Ibnu Katsir 3/595) jaminan Allah
pasti lebih disukai orang yang beriman dari pada harta dunia yang pasti akan binasa (lihat At-Tafsir:
Al-Kabir, 25:263) dan berinfak adalah sesuatu yang dicintai Allah (lihat tafsir Takrir wat Tanwir,
22:221).
Para malaikat mendoakan:
ً%َNَ ًA%ِ ْ ُ e ِ ْ ‫اَ ُ ? َأ‬.
“Ya Allah, berikanlah kepada orang-orang berinfak ganti” (HR. Bukhari No. 1442).
Dari Sabda Rasulullah:
‫ ري‬h6‫ ا‬.‫?ْ )روا‬Qُ lِ َ%-َ  ُ *ِ 5 ‫ن ِإ‬ َ ْ,Tُ ‫(ْ َز‬Bُ َْ َ )
“Bukankah kalian diberi rizki karena sebab orang-orang lemah diantara kalian?” Begitu juga
termasuk kelompok dhaif orang-orang yang mempelajari ilmu (lihat tafsir Al-Manar, 3:38).
Ikhwani Rahima kumullah,
Kemudian Ketujuh, Iman dan Taqwa membuahkan pula gemar ber-silaturahmi yaitu berbuat baik
kepada segenap kerabat dari garis keturunan maupun perkawinan dengan lemah lembut, kasih dan
melindungi (Muqatul Mafatih, 8/645)
Silaturahim ini menjadi pintu pembuka rizki adalah karena sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam:
.ُ َ Dِ ‫ْ َر‬Y ِ "ِ ْ َ .ِ (ِ ]َ ‫ َ ُ ِ `ْ َأ‬jَ$ َ ْ ُ ْ‫ َوَان‬،ِTِ ْ‫ َ ُ ِ` ِرز‬e َ$َ 6ْ ُ ْ‫ َأن‬.ُ ( # َ َْ
“Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya)
maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahmi”. (HR. Bukhari No. 5985).
Silaturahim ini menyangkut pula kerabat yang belum Islam atau yang bermaksiat, dengan usaha
menyadarkan mereka, buka mendukung kemungkaran atau kemaksiatannya. Namun bila mereka
semakin merajalela dengan cara silaturahim ini maka menjauhi adalah yang terbaik, namun tetap
kita mohonkan hidayah.
Kedelapan, melaksanakan ibadah haji dengan umrah, atau umrah dengan hajji yang tulus hanya
mengharap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam:
ٌ‫َاب‬,‡َ] ‫ْ‡ ُ(وْ َر ِة‬6َ ْ ‫‡ ِ@ ا‬m1 ِ ْ ِ َP"ْ ‡َ‫ ِ@ َو‬  %ِ ْ ‫ وَا‬b ِ ‫ َه‬F ‫ ِ ْ ِ وَا‬1 َ ْ ‫ ا‬L َ 6َ Nَ (ُ "ْ Qِ ْ ‫!` ا‬%َ ُ َ‫ب َآ‬ َ ْ,&ُ FG ‫ َ( وَا‬Aْ %َ ْ ‫ن ا‬ ِ َ"%! َُ َُ & _ِ َ ‫ ْ َ( ِة‬-ُ ْ ‫ وَا‬!1 َ ْ ‫ ا‬َ "ْ *َ ‫ْا‬,-ُ ِ* َB
.(‫ ن‬6D *‫@ وا‬sN *‫` وا‬l $‫ي وا‬F(0‫ وا‬D‫  ُ@ )أ‬m َ ْ ‫ ا‬5 ‫ِإ‬
“Lanjutkanlah haji dengan umrah, karena sesunguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan
dosa, sebagaimana api dapat hilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala haji
yang mabrur itu melainkan Surga.” (Ahmad No. 3669, Timidzi No. 807, Nasa’I 5:115, Ibnu
Khuzaimah No. 464, Ibnu Hibban No. 3693)
Sidang jum’at rahimakumullah!
Terakhir marilah kita simpulkan agar kita senantiasa ingat apa yang menjamin kita untuk
memperoleh rizki Allah yang berkah di dunia dan akhirat. Yaitu Taqwallah, Istiqhfar dan Taubat,
Tawakal, Taqarrub dengan ibadah berhijrah, berinfaq, silaturrahim dan segera melaksanakan haji
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬ ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ وَِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.ْ?Qُ َ‫َو‬
Khutbah Kedua
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ"ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡َ َ  ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫ َ‡ ُ َوَأ)ْ‡ َ ُ َأ‬a َ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ أَن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
‡َ‫ } َو‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$
ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C  َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ #َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬U ِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ َ ْ(%! Qَ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GYَ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ‡ َل‬A َ ِ ِْ,‡ُ#‫ َر‬9َ َ ‫ ِم‬َ$  ‫ ِة وَا‬ َY   ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬ َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َ ْ ‫ُ] ? ا‬
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫ َ ْ" ِ َو‬ َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ D
َ a َ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡ َ(ا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡َ َ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1َ ُ
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ # َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
aَ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# . ‡ً َ‫ ِإ‬ َ "‡ِA0 ُ ْ ِ ‡َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫ ( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1 َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ#َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬! ‫َر‬
.‫ َة‬َY ‫ ِ? ا‬Tِ ‫ َوَأ‬.?َ # َ ‫ ِ َو‬6ِ 1ْ; َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ  ُ ‫ ا‬9; َ ‫َو‬

38
Hubungan Antara Dosa Dan Bencana
Oleh: Muhammad Mukhlis
ِْ
ْ ُ َْ ‫  َ ُ َو‬
ِ ُ َ َ ُ ‫ َْ َ ِْي ا‬، َِ َ ْ ‫ت َأ‬
ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ َُ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
.‫ْ ُل ا‬,# ُ ‫ ًا َر‬1 َ ُ ‫ن‬
 ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َوَأ‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ أَن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
.
ِ ْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ٍ َ$D ْ _ِ*ِ .ُ ‫ ُهَا‬Vَ 6ِ Bَ َْ ‫ َو‬ َ "ْ -ِ َ K
ْ ‫َ ِ* ِ َأ‬1;
ْ ‫ <ِ ِ َوَأ‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ْ‫!?ْ َو*َ رِك‬# َ ‫; ! َو‬ َ ? ُ َ‫ا‬
.‫َى‬,Aْ 0 ‫ا ِد ا‬s‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ن‬ _ِ َ ‫ و ُدوْا‬sَ Bَ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,Aُ 0 ُْ ‫ن ا‬
َ ْ,ُ ِ ْ|ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ ،ِ‫َى ا‬,Aْ 0َ *ِ ْ`$ ِ %ْ &َ ‫ي‬َ ‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ; ِ ْ‫ ُأو‬،َ‫ْن‬,ُ ِ$ ْ ُ ْ ‫َ ا‬G ‫ ُ؛ َأ‬-ْ *َ ‫َأ‬
Ma’assyirol muslimin, rahimakumullah
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhannahu wa Ta'ala yang telah
menjadikan kita sebagai hamba-hambaNya yang beriman, yang telah menunjuki kita shiratal
mustaqim, jalan yang lurus, yaitu jalan yang telah ditempuh orang-orang yang telah diberi ni’mat
oleh Allah, dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan shalihin.
Saya bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah, dan bahwa
Muhammad adalah hamba dan RasulNya, semoga shalawat dan salam selalu terlimpah kepada Nabi
Muhammad, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau dengan
baik hingga hari kiamat.
Selanjutnya dari atas mimbar ini, perkenankanlah saya menyampaikan wasiat kepada saudara-
saudara sekalian dan kepada diri saya sendiri, marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah
Subhannahu wa Ta'ala selama sisa umur yang Allah karuniakan kepada kita, dengan berusaha
semaksimal mungkin menjauhi larangan-laranganNya dan melaksanakan perintah-perintahNya
dalam seluruh aktivitas dan sisi kehidupan. Sungguh kita semua kelak akan menghadap Allah
sendiri-sendiri untuk mempertang-gungjawabkan seluruh aktivitas yang kita lakukan. Pada hari itu,
hari yang tidak diragukan lagi kedatangannya, yaitu hari kiamat, tidak akan bermanfaat harta benda
yang dikumpul-kumpulkan dan anak yang dibangga-banggakan kecuali bagi orang yang menghadap
Allah dengan hati yang salim, hati yang betul-betul bersih dari syirik sebagaimana firmanNya
dalam Surat Asy-Syu’aro ayat 88-89:
(Yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali bagi orang-orang yang menghadap
Allah dengan hati yang bersih. (Asy-Syu’ara’: 88-89)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Dalam kesempatan khutbah Jum’at kali ini saya akan membahas tentang hubungan antara dosa dan
bencana yang menimpa umat manusia sebagaimana yang diterangkan di dalam Al-Qur’an. Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berbunyi:
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)”
Allah juga berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 112:
Artinya: “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya
aman lagi tenteram, rizkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi
(penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka
pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”
Seorang ulama’ yang bernama Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu memberi ulasan terhadap kedua
ayat tersebut dengan mengatakan: “Ayat-ayat yang mulia ini memberi pengertian kepada kita
bahwa Allah itu Maha Adil dan Maha Bijaksana, Ia tidak akan menurunkan bala’ dan bencana atas
suatu kaum kecuali karena perbuatan maksiat dan pelanggaran mereka terhadap perintah-perintah
Allah” (Jalan Golongan Yang Selamat, 1998:149)
Kebanyakan orang memandang berbagai macam musibah yang menimpa manusia hanya dengan
logika berpikir yang bersifat rasional, terlepas dari tuntutan Wahyu Ilahi. Misalnya terjadinya
becana alam berupa letusan gunung berapi, banjir, gempa bumi, kekeringan, kelaparan dan lain-
lain, dianggap sebagai fenomena kejadian alam yang bisa dijelaskan secara rasional sebab-
sebabnya. Demikian dengan krisis yang berkepanjangan, yang menimbulkan berbagai macam
dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga masyarakat tidak merasakan kehidupan
aman, tenteram dan sejahtera, hanya dilihat dari sudut pandang logika rasional manusia. Sehingga,
solusi-solusi yang diberikan tidak mengarah pada penghilangan sebab-sebab utama yang bersifat
transendental yaitu kemaksiatan umat manusia kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala Sang Pencipta
Jagat Raya, yang ditanganNyalah seluruh kebaikan dan kepadaNya lah dikembalikan segala urusan.
Bila umat manusia masih terus menerus menentang perintah-perintah Allah, melanggar larangan-
laranganNya, maka bencana demi bencana, serta krisis demi krisis akan datang silih berganti
sehingga mereka betul-betul bertaubat kepada Allah.
Ikhwani fid-din rahimakumullah
Marilah kita lihat keadaan di sekitar kita. Berbagai macam praktek kemaksiatan terjadi secara
terbuka dan merata di tengah-tengah masyarakat. Perjudian marak dimana-mana, prostitusi
demikian juga, narkoba merajalela, pergaulan bebas semakin menjadi-jadi, minuman keras menjadi
pemandangan sehari-hari, korupsi dan manipulasi telah menjadi tradisi serta pembunuhan tanpa
alasan yang benar telah menjadi berita setiap hari.
Pertanyaannya sekarang, mengapa segala kemungkaran ini bisa merajalela di tengah-tengah
masyarakat yang mayoritas muslim ini? Jawabannya adalah tidak ditegakkannya kewajiban yang
agung dari Allah Subhannahu wa Ta'ala yaitu amar ma’ruf nahi mungkar, secara serius baik oleh
individu maupun pemerintah sebagai institusi yang paling bertanggung jawab dan paling mampu
untuk memberantas segala macam kemungkaran secara efektif dan efisien. Karena pemerintah
memiliki kekuatan dan otoritas untuk melakukan, meskipun kewajiban mengingkari kemungkaran
itu merupakan kewajiban setiap individu muslim sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam :
.‫ن‬ِ َْ vِ ْ‫ ا‬w
ُ -َ \ْ ‫ َأ‬a َ ِ‫ ِ َو َذ‬6ِ ْ Aَ 6ِ َ ْVW
ِ 0َ $
ْ َ ْ?َ ْ‫َ ِ& ِ َ ِ_ن‬$ِ6ِ َ ْVW ِ 0َ $
ْ َ ْ?َ ْ‫ َ ِ_ن‬.ِ ِ "َ *ِ .ُ ْ("! /َ "ُ ْ َ ‫(ًا‬Qَ ْ ُ ْ?Qُ ْ ِ ‫َْ َرأَى‬
Artinya: “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah merubahnya dengan
tangannya, bila tidak mampu ubahlah dengan lisannya, bila tidak mampu ubahlah dengan hatinya,
dan itulah selemah-lemahnya iman” (Hadits shahih riwayat Muslim)
Namun harus diketahui bahwa memberantas kemungkaran yang sudah merajalela tidak hanya
dilakukan oleh individu-individu, karena kurang efektif dan kadang-kadang beresiko tinggi.
Sehingga kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar itu bisa dilakukan secara sempurna dan efektif oleh
pemerintah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Usman bin Affan Radhiallaahu anhu , khalifah umat
Islam yang ketiga:
“Sesungguhnya Allah mencegah dengan sulthan (kekuasaan) apa yang tidak bisa dicegah dengan
Al-Qur’an”
Disamping itu amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu tugas utama sebuah pemerintahan,
sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
“Sesungguhnya kekuasaan mengatur masyarakat adalah kewajiban agama yang paling besar, karena
agama tidak dapat tegak tanpa negara. Dan karena Allah mewajibkan menjalankan amar ma’ruf
nahi mungkar, menolong orang-orang teraniaya. Begitu pula kewajiban-kewajiban lain seperti
jihad, menegakkan keadilan dan penegakan sanksi-sanksi atau perbuatan pidana. Semua ini tidak
akan terpenuhi tanpa adanya kekuatan dan pemerintahan” (As Siyasah Asy Syar’iyah, Ibnu
Taimiyah: 171-173).
Apabila kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar itu tidak dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka
sebagai akibatnya Allah akan menimpakan adzab secara merata baik kepada orang-orang yang
melakukan kemungkaran ataupun tidak. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam, dalam sebuah haditst Hasan riwayat Tarmidzi:
.ْ?Qُ َ ‫ب‬
َ َm0َ $ ْ ُ
َ َ ُ &َ ْ,ُ ْBَ ? ]ُ ُ ْ ِ ً* َA
ِ ْ?Qُ "ْ َ
َ L َ -َ 6ْ َ ْ‫ َأن‬ ُ ‫ا‬  Qَ )
َ ْ,"ُ َ ْ‫ ِ( َأو‬Qَ ْ ُ ْ ‫ ا‬
ِ َ ‫ن‬ َ ْ,َ ْ َ0َ‫ف َو‬ ِ ْ‫ ُ(و‬-ْ َ ْ ِ* ‫ن‬  (ُ ُ jْ 0َ َ .ِ ِ "َ *ِ ْ`$ِ %ْ &َ ْ‫ِي‬F‫وَا‬
Artinya: “Demi Allah yang diriku berada di tanganNya! Hendaklah kalian memerintahkan kepada
yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar atau Allah akan menurunkan siksa kepada kalian,
lalu kalian berdo’a namun tidak dikabulkan”.
Demikian pula Allah menegaskan di dalam QS. Al-Maidah ayat: 78-79, bahwa salah satu sebab
dilaknatnya suatu bangsa adalah bila bangsa tersebut meninggalkan kewajiban saling melarang
perbuatan mungkar yang muncul di kalangan mereka.
Artinya: “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra
Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. Mereka satu sama
lain tidak melarang perbuatan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa
yang mereka perbuat”
Yang dimaksud laknat adalah dijauhkan dari rahmat Allah Subhannahu wa Ta'ala . Dengan
demikian supaya bangsa ini bisa keluar dan terhindar dari berbagai krisis dalam kehidupan di segala
bidang dan selamat dari beragam musibah dan bencana, hendaklah seluruh kaum muslimin dan para
pemimpin atau penguasa mereka, bertaubat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan
memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang perbuatan-perbuatan mungkar sesuai dengan
kemampuan dan kapasitas masing-masing, mentaati Allah Ta’ala dan menjauhi seluruh larangan-
larangan dalam seluruh aspek kehidupan.
.
َ "ْ ِ D
ِ ‫ ْ" ُ( ا(ا‬N
َ nَ &ْ ‫?ْ َوَأ‬D َ ْ‫(ْ وَار‬%ِ t ْ ‫با‬ ! ‫ْ َر‬Tُ ‫ َو‬،ِ?"ْ Qِ 1
َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‫ت وَا‬ ِ َyْ‫ ا‬ َ ِ ِ "ْ ِ َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ َ‫*َ ر‬
Khutbah Kedua
ِْ
ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ‡ ُ َو‬ ِ ‡ُ َ ‡َ ُ ‫ َْ َ ْ ِ ا‬، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "ْ #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ ْ$&َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1 ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
.‫ْ ُل ا‬,# ُ ‫ ًا َر‬1 َ ُ ‫ن‬
 ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َوَأ‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ أَن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
.َ "ْ -ِ َ K
ْ ‫َ ِ* ِ َأ‬1;
ْ ‫ <ِ ِ َوَأ‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ْ‫!?ْ َو*َ ِرك‬# َ ‫; ! َو‬َ ? ُ َ‫ا‬
Dalam khutbah kedua ini saya akan memberikan kesim-pulan dari khutbah pertama. Yang pertama,
kemaksiatan manusia kepada Allah Rabbul ‘Alamin merupakan penyebab utama terjadinya
berbagai musibah yang menimpa umat manusia baik itu berupa bencana alam maupun krisis di
berbagai bidang kehidupan. Yang kedua, satu-satunya jalan untuk terhindar dari segala musibah
tersebut dan dapat menikmati kehidupan yang aman, tenteram, damai dan sejahtera adalah dengan
mengikuti petunjuk-petunjuk Allah dan RasulNya Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam dalam
seluruh aspek kehidupan yang ada dengan penuh ketundukkan, kecintaan dan keikhlasan. Yang
ketiga, bahwa segala do’a dan istighatsah yang dilakukan umat Islam supaya bisa keluar dari segala
macam musibah tidak akan dikabulkan oleh Allah kecuali bila kaum muslimin secara sungguh-
sungguh memerintahkan kepada yang ma’ruf dan memberantas segala yang mungkar.
Akhirnya marilah kita tutup khutbah Jum’at ini dengan berdo’a kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala
:
.‫ ْ*(َا ِر‬Sَ ْ‫ ا‬Vَ َ َ  ,َ Bَ ‫َ َو‬Bِ َ "! #
َ 
َ ْ(%! ‫ َ*َ َو َآ‬,ُ&‫(ْ ََ ُذ‬%ِ t ْ َ َ* ‫ َر‬، َ َ َ ْ?Qُ *! (َ ِ* ‫ا‬,ُِ ‫ن َأنْ ءَا‬ ِ َ ِ˜ِ ‫َ َُ ِدً َُ دِي‬-ْ ِ # َ َ& ‫ ِإ‬Hَ* ‫ر‬
.‫َ َد‬-"ِْ ‫ ا‬w ُ ِh ْ Bُ 5َ a َ & ‫"َ َ ِ@ ِإ‬Aِ ْ ‫ْ َم ا‬,َ َ&sِ ْhBُ 5َ ‫ َو‬a َ ِ# ُ (ُ ‫َى‬ َ َBَ َ‫َ َ َو‬Bِ ‫َر *َ َوءَا‬
،ِ‡ِ* ‡ََ @َ ‡َT َp 5َ ‡َ ‡َْ ! َ1Bُ 5َ ‫ َر *َ‡ َو‬، ‡َِ6ْ Tَ ِ  َ ْ Fِ ‫ ا‬9ََ ُ 0َ ْ َ Dَ َ‫;(ًا َآ‬ ْ ‫َ ْ"َ ِإ‬ َ ِْ 1 ْ Bَ 5َ ‫ َر *َ َو‬، َ&jْ WَN ْ ‫ ْ"َ َأوْ َأ‬$ِ & ْ‫ْ&َ ِإن‬FN ِ ‫|َا‬Bُ 5َ َ* ‫َر‬
.
َ ْ (ِ ِ َQْ ‫ْ ِم ا‬,Aَ ْ ‫ ا‬9َ َ َ&ْ(Y ُ & َ َ&5َ ْ,َ n َ &َ‫ َْ أ‬D َ ْ‫(ْ ََ وَار‬%ِ t ْ ‫ وَا‬َ w ُ  ْ ‫وَا‬
. ً َAُ ‫(ا َو‬Aَ 0َ $ ْ ُ ْ‫َ َءت‬# َ& ‫(َاً ِإ‬t َ ‫ن‬ َ َ‫َا َ*َ آ‬F َ ‫ن‬  ‫ َ  َ? ِإ‬Kَ ‫ب‬ َ ‫َا‬F َ  َ ْ‫; ِ(ف‬ ْ ‫َر *َ ا‬
. ً َ‫ ِإ‬ َ "ِA0 ُ ْ ِ َ ْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫ ( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K
ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫َر *َ َه‬
.
َ "ْ -ِ َ K
ْ ‫َ ِ* ِ َأ‬1; ْ ‫ <ِ ِ َوَأ‬9َ َ ‫ِْ ِ َو‬,# ُ ‫ َر‬9ََ  ُ ‫ ا‬9; َ ‫ َو‬. َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1
َ ْ ‫وَا‬

39
Ayat Yang paling Ditakuti Oleh Ulama
Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz

ُ ْ ِ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ‫ي‬ َ ‡‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ‡ِ;ْ‫س ُأو‬ ُ ‡‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a
َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ْا‬,‡ُAB ‫س ا‬ُ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ CD َ َ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,Aُ 0 ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ
َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  َ*‫َ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َN َ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫َر‬
ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&ُ‫ُ‡?ْ ذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِYْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ َ ‫ن‬ َ ‫َآ‬
. ً"ْ Uِ َ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1 ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬
ِ َْ ْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ِ َو‬6ِ 1ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ َ"! 6ِ &َ 9ََ ْ?!# َ ‫; ! َو‬َ ? ُ َ‫ ا‬.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
Betapa kurang ajarnya tingkah pemuda Yahudi Bani Qainuqa' di Madinah. Pemuda-pemuda bejat
akhlaqnya itu menarik-narik kain seorang perempuan yang sedang berjual beli dengan mereka.
Betapa sadisnya kebiadaban Yahudi Bani Nadzir di Madinah yang ingin menjatuhkan batu besar ke
diri Rasulullah, Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam. Dan betapa liciknya kemunafikan Yahudi
Bani Quraiddhah yang mengadakan permufakatan rahasia dengan kafir Quraisy ketika perang
Khandaq, di mana kaum muslimin dipimpin Rasulullah berada di dalam parit.
Bejatnya akhlaq, sadisnya tingkah dan liciknya hati busuk, semuanya telah mewabah pada darah
daging mereka orang-orang Yahudi Bani Israel. Dan penyakit akhlaq yang sampai memuncak itu
tentunya ada bibit-bibit penyakitnya. Bukan sekadar kuman akhlaq yang ringan, tetapi kuman yang
berbahaya. Dan kuman itu tidak hanya sekali datang berlalu, namun sekali datang dan datang lagi,
bahkan senantiasa diusahakan datang. Apa itu? "Aklihimus suht". Makanan mereka haram.
Di dalam Al-Quran ditegaskan oleh Allah:
“Dan engkau akan melihat kebanyakan dari mereka (orang Yahudi) berlomba-lomba dengan dosa
dan permusuhan dan mema-kan yang haram. Sungguh buruklah apa yang mereka kerjakan”. (Al-
Maidah : 62).
Kenapa yang jadi bibit penyakitnya makanan haram? Jelas. Mereka memiliki energi, tenaga untuk
berbuat adalah karena makanan. Lantas, mereka berbuat aneka usaha, arahnya adalah mencari
makan. Jadi makanan di sini ibarat terminal, tempat berangkat dan sekaligus tempat tujuan. Kalau
makanan itu sudah jelas-jelas haram dan itulah yang menjadi pangkal mereka berbuat, maka
kebaikan apa yang perlu mereka perjuangkan dengan modal makanan haram itu? Tidak mungkin
mereka memburu kebaikan dengan umpan yang dimiliki berupa modal makanan haram. Maka tidak
mungkin pula mereka berhati-hati untuk memperhitungkan mana yang halal dan mana yang haram
dalam memburu sasaran yang tak lain adalah makanan pula. Ibarat orang yang memang sudah
memakai baju kotor untuk membengkel, mana mungkin ia menghitung-hitung mana tempat yang
bersih dan mana yang kotor. Toh tempat yang bersih ataupun kotor sama saja, bahkan lebih perlu
menyingkiri tempat yang bersih, karena nanti harus bertugas membersihkan tempat itu kalau kena
kotoran dari bajunya.
Singkatnya, dengan modal bekal makanan haram, perbuatan-nya pun cenderung menempuh jalan
haram, dan hasilnya pun barang haram, kemudian dimakanlah hasil yang haram itu untuk bekal
berbuat yang haram lagi dan seterusnya.
Moral buruk dan makanan haram
".....Sungguh buruklah apa yang mereka kerjakan!" Ini penegasan Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Perbuatan mereka itu jelas dicap sebagai keburukan. Namun bukan sekadar mandeg/berhenti
sampai perbuatan mereka itu saja sirkulasinya. Tidak. Dalam contoh kasus ini, yang berusaha
mencari makanan haram tentunya adalah orang tua, penanggung jawab keluarga. Tetapi yang
memakan hasilnya, makanan haram, berarti seluruh keluarga yang ditanggung oleh pencari harta
haram itu. Dan ternyata, betapa bejatnya akhlaq/moral pemuda-pemuda alias anak-anak mereka
yang diberi makan dengan makanan haram itu. Pemuda-pemuda itu sampai begitu lancangnya,
menarik-narik kain perempuan di pasar saat berjual beli.
Mungkinkah pemuda-pemuda tersebut sebejat itu kalau mereka ditumbuhkan dengan makanan
halal, mereka lihat orang tuanya shaleh, lingkungannya baik-baik dan terjalin ukhuwah/
persaudaraan dengan baik? Sebaliknya, mungkinkah dengan modal makanan haram itu orang tua
menunjukkan "baiknya" perbuatan jahat mereka (yang sudah ketahuan memburu barang haram),
menampakkan ketulusan hati (yang sudah ketahuan rakus terhadap barang haram) dan menasihati
dengan amalan baik-baik (sedang dirinya jelas melanggar)? Tidak mungkin. Maka tumbuh dengan
suburlah generasi penerus mereka itu dengan pupuk-pupuk serba haram dan jahat. Itulah.
Orang alim agama ada yang lebih parah
Sikap seperti itu sungguh parah. Tetapi, masih ada yang lebih parah. Karena yang lebih parah ini
bahkan menyangkut orang-orang pandai dan pemuka agama, maka Allah Subhannahu wa Ta'ala
mengecamnya cukup diawali dengan bentuk pertanyaan.
“Mengapa orang-orang alim mereka, dan pendeta-pendeta mereka (Yahudi) tidak melarang mereka
mengucapkan perkataan dosa dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah
mereka kerjakan itu.” (Al-Maidah : 63).
Kita dalam hal diamnya para alim dan pemuka agama di kalangan Yahudi itu bisa juga menduga-
duga kenapa mereka tidak mencegah perkataan dosa dan makan haram. Dugaan itu akan membuat
perasaan bergetar, kalau sampai mereka yang alim dan pemuka agama di kalangan Yahudi itu
bahkan antri ikut makan haram.
Maka ayat tersebut, bagi Ibnu Abbas (sahabat Nabi n yang ahli tafsir Al-Quran) adalah celaan yang
paling keras terhadap ulama yang melalaikan tugas mereka dalam menyampaikan da'wah tentang
larangan-larangan dan kejahatan-kejahatan. Bahkan Ad-Dhohhaak berkata, tidak ada ayat dalam Al-
Quran yang lebih aku takuti daripada ayat ini.
Tidak kurang dari itu, bahkan cercaan Allah itu lebih penting untuk disadari oleh ulama Islam,
bukan sekadar cerita cercaan terhadap pendeta-pendeta Yahudi.
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬َ ‫(ُوا ا‬%ِ /ْ 0َ # ْ َ ‫َا‬F‫ِْ`ْ َه‬,Tَ ‫ْ ُل‬,Tُ ‫َأ‬
Khutbah Kedua
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,-ُ &َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡َ َ  ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫)‡ َ ُ َأ‬ْ ‫ َ‡ ُ َوَأ‬aَ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
‡َ‫ } َو‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$
ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C  َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ #َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬U ِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ 
َ ْ(%! Qَ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ‡ َل‬A َ ِ ِْ,‡ُ#‫ َر‬9َ َ ‫ ِم‬َ$  ‫ ِة وَا‬ َY  ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬ َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َ ْ ‫ُ] ? ا‬
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ Dَ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬
َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ D
َ aَ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡َ َ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ # َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
aَ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# . ‡ً َ‫ ِإ‬ َ "‡ِA0 ُ ْ ِ ‡َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫ ( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬ ! ‫َر‬
‫ َة‬
َY
 ‫ ِ? ا‬Tِ ‫ َوَأ‬.?َ # َ ‫ ِ َو‬6ِ 1ْ; َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ  ُ ‫ ا‬9; َ ‫َو‬

40
Mensyukuri Nikmat Allah Ta'ala
Oleh: Drs. M.D. Hakim, Bba
5َ .ُ َ ‡ْD‫ َو‬
ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫ َوَأ)ْ‡ َ ُ َأن‬..ُ َ ‡َْ‫ َ‡ َأو‬9‡َ َ .ُ (ُ Qُ ‡ْ)‫َ &َ ُ َوَأ‬16ْ ‡ُ# .ُ ُ ‡َD
ْ ‫ َأ‬،ِ‫َ‡ ن‬0ِ ْ 5ِ ْ‫ َوا‬Vِ ‡ِ#‫َا‬,ْ ‫َ‡ ِء ا‬W-َ ْ ‫ن ذِي ا‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ ِ ْ ِ? ا‬Tَ ِ ِ ُ ْ 1
َ ْ ‫َا‬
ِ ‫َ‡ َد ا‬6ِ ‡َ" َ ‫ْ‡ُ؛‬-*َ ‡‫ َأ‬.ِ 6ِ 1
ْ ‡َ;‫ <ِ‡ ِ َو‬9‡َ َ ‫ ! ٍ َو‬1
َ ُ a
َ ِْ,# ُ ‫ك َو َر‬ َ ِ6ْ 
َ 9َ
َ ْ?!# َ ‫; ! َو‬ َ ? ُ َ‫ ا‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َُ َوَأ‬a َ ْ (ِ )
َ
ُ ‫ وَا‬.ٌ‫‡‡ ر‬% ‫ْمٌ َآ‬,‡ ُU
َ َ ‫ن‬َ َ$‡ &ْ vِ ْ‫ن ا‬
 ‫ ِإ‬. َ‫ْه‬,Yُ ‡1 ْ Bُ 5َ ِ ‫ َ ‡ َ@ ا‬-ْ &ِ ‫وْا‬G ‡ -ُ Bَ ْ‫ َوِإن‬،ُ
! ‡ %َ 0َ ُ ْ ‫ ُ? ا‬-ِ ْ ‡ ُ ْ ‫ ا‬,َ ‡ ‫َ َ& ُ ُه‬16ْ ‡ #
ُ َ ‫نا‬  َ‫ْا أ‬,‡ ُ َ
ْ ‫ وَا‬9َ ‡‡-َ Bَ  َ ‫ا ا‬,‡‡Aُ B ‫ِا‬
.‫ن‬
َ ْ‫ ُ(و‬Qُ d ْ Bَ ْ?Qُ -َ َ ً "ْ ) َ ‫ن‬ َ ْ,ُ َ-ْ Bَ 5َ ْ?Qُ Bِ َ ‫ن ُأ‬
ِ ْ,W ُ *ُ ِْ ْ?Qُ َK(َ N ْ ‫َأ‬
Saudara-saudara sidang Jum’at yang berbahagia.
Syukur alhamdulillah pada hari ini kita masih diberi kesempatan berkumpul dan bertatap muka
sambil saling mengingatkan, betapa besarnya nikmat-nikmat yang telah dan sementara
dianugrahkan Allah kepada hamba-hambaNya, tidak terkecuali kita yang hadir ditempat yang mulia
ini...
Begitu kita bangun pada dini hari, terasa badan jadi bugar, semangat dan tenaga kerja rasanya pulih
dan kembali segar, dan ini salah satu karunia nikmat yang kadang tidak banyak direnungkan dan
diperhatikan. Bukankah kita telah merasakan nikmatnya tidur sepanjang malam. Sekujur badan
terbujur lemas, lena menerawang di alam mimpi, istirahat pulas menikmati tidur karunia Allah yang
terakar, dan andaikata rasa kantuk itu tak kunjung tiba, berarti nikmatnya tidur tidak akan kita
rasakan, apa yang terjadi? Betapa gelisahnya perasaan ini, badan terasa gerah, ini baru sisi kecil dari
kehidupan ummat manusia.
Coba kita simak firman Allah seperti yang telah dibacakan pada awal khutbah, yakni dalam surah
Ibrahim ayat 34:
Artinya: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah tidaklah dapat kamu
menghinggakannya.”
Walau sesungguhnya kita patut wajib menyadari segala sesuatu yang telah dianugrahkan Allah
kepada kita dari berbagai bentuk dan macam nikmat, nah cobalah kita buktikan Firman Allah
tersebut di atas.
Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia .
Marilah kita layangkan pandangan kita ke sekeliling lingkungan, bahwasanya setiap makhluk yang
hidup di atas permukaan bumi Allah ini sangat tergantung kepada komponen udara yang telah
disediakan oleh Maha Pencipta.
Di dalam udara atau hawa, padanya dijumpai berbagai unsur gas, gas oksigen, nitrogen, hidrogeen,
helium, zat lemas, argon, kripton dan gas-gas mulia lainnya yang kecil jumlahnya. Jadi
sesungguhnya sama sekali tidak ada pabrik gas, karena manusia tak mampu membuat gas. Yang ada
hanyalah pabrik memisah-misahkan gas dengan perbedaan titik didih masing-masing gas.
Dari hasil penyelidikan cerdik pandai bahwa pada udara tersebut ditemui dalam prosentasi unsur-
unsur gas yang seimbang sebagaimana yang diperlukan oleh umat manusia dan makhluk-makhluk
lainnya.
Salah satu unsur gas yang sangat berpotensi bagi hidup dan kesehatan manusia adalah gas oxygen.
Kebutuhan seorang manusia dalam memenuhi kesehatan memerlukan gas oxygen setiap harinya
antara 18-20 %. Allah telah mengatur sedemikian rupa dengan pasti bahwa di dalam udara yang kita
hirup saat ini persis dalam prosentasi antara 18-20 %. Andai kata lebih tinggi dari prosentase
tersebut, maka suhu udara gerah, panas dan akibatnya mudah terpicu timbulnya kebakaran dimana -
mana, dan sebaliknya bila jauh di bawah prosentase tersebut maka yang akan terjadi adalah
penduduk susah bernafas, tersengal-sengal karena pernafasan kita terganggu oleh zat lemas yang
memenuhi lingkungan hidup kita dan besar kemungkinan keluhan akan berkepanjangan seperti
yang telah kita alami beberapa waktu lalu merambanya asap dipenjuru Asia. Maha Besar Engkau ya
Allah .!
Saudara-saudara muslimin yang barbahagia.
Untuk lebih meyakinkan diri kita, apa yang dikemukakan tadi, patutlah diketahui atau kalau ada
yang telah mendalami anggaplah kita mengulang kajian lama, bahwa seorang manusia sehat dewasa
dalam keadaan normal, dalam satu menit kurang lebih 20 (Dua Puluh) kali bernapas. Satu kali
bernafas udara kurang lebih 2 liter udara ke dalam rongga-rongga pernapasan, ini berarti semenit
akan menghirup kurang lebih 40 liter udara. Kalau sehari semalam (24 jam) kita akan
mengkonsumsi 57.600 liter udara, atau dengan kata lain kita telah menggunakan gas oxygen murni
(100%) sebanyak 20% dari 57.600 liter udara adalah 11.520 liter oxygen murni seharinya.
Berapa besarkah nilai ekonominya?
Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia.
Saat ini umum dipasarkan satu tabung oxygen harganya Rp. 40.000 yang isinya 6000 liter yang
kadar oxygen antara 97-99% berarti nilai tiap liternya adalah 40.000: 6000 adalah kurang lebih Rp.
6.600 per liter.
Ini berarti seseorang manusia sehat cuma-cuma alias gratis telah menghabiskan gas oxygen setiap
harinya dengan nilai 11.520 kali Rp. 6.600 sama dengan Rp. 760.000,- kalau sebulan nilainya
menjadi Rp. 22.800.000,-
Nah kalau kita ingin lebih mendalaminya lagi seberapa besar nikmat oxygen yang telah kita hirup
selama hidup atau pada usia kita saat ini misalnya 40 tahun, 50 tahun atau 60 tahun rata-rata kita
semua yang masih hidup, tertuang kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam nilai rupiah saat ini
di atas 1 milyar, rasanya memang mustahilkah? Tapi kalau tidak percaya boleh hitung sendiri
setelah sampai kerumah, begitu besarnya nikmat Allah kepada hambaNya dan masih sebagian kecil
nikmat yang baru kita perhatikan.
Oleh karena itu dalam surat Ar-rahman, Allah Subhannahu wa Ta'ala mewanti-wanti kepada
hambaNya dengan mengulang-ulang 31 kali peringatan bagi umat manusia dengan firmanNya:
Artinya: “NikmatKu manakah lagi yang kamu dustakan.”
Marilah kita bersama-sama meluangkan waktu merenung sejenak di tengah kesibukan mencari
nafkah betapa besar karunia Allah kepada diri kita, keluarga kerabat kita, bangsa kita dan hamba
Allah pada umumnya.
Sebagaimana yang telah kita ketahui dengan nyata sisi-sisi kecil atas nikmat yang telah kita rasakan
bernilai sekian besarnya apalagi dalam mengarungi hidup ini, masih akan mengenyam nikmat-
nikmat lainnya berupa nikmat kelapangan rizki, nikmat berkeluarga, nikmat kebahagiaan, nikmat
kepuasan hidup dan masih setumpuk nikmat lainnya yang sukar menyebutkannya satu persatu.
Sebagai hasil renungan kita atas nikmat ini tentunya menimbulkan kesadaran dari lubuk hati yang
dalam, kemudian dituangkan dalam bentuk kesyukuran, dan kesyukuran ini tidaklah punya arti
sama sekali jika hanya dalam bentuk lisan semata.
Mensyukuri karunia Allah harus berupa pengakuan hati kepada kebesaran dan keagungan Allah
dalam sikap dan tindakan nyata, berupa membantu hajat hidup orang-orang yang dalam kesempitan,
menghibur orang-orang yang dalam kesedihan, orang yang terkena musibah, membantu mereka
yang membutuhkan pertolongan, meyantuni anak-anak yatim dan badan-badan amal lainnya.
Janganlah berdalih tidak mampu sementara rizki terus mengalir masuk, penuhilah telapak tangan
fakir miskin yang sedang mengulas dada tipisnya karena ketiadaan makanan hingga kelaparan
berkepanjangan, ceritakanlah, kabarkanlah dan sebarkanlah kepada orang lain betapa nikmat Allah
yang telah kita rasakan, ulangilah berkali-kali syukur ini kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Hadirin sidang Jum’at yang berbahagia.
Realisasi rasa syukur tersebut, bukanlah suatu perbuatan yang sia-sia, tapi dengan demikian akan
mempertebal Iman dan Takwa kepada Maha Pencipta, dan yang terpenting kita akan terhindar dari
murka dan siksaan Allah seperti FirmanNya dalam surat Al-An’am ayat 46 yang berbunyi:
Artinya: “Katakanlah, terangkanlah kepadaKu jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan
kepadamu? Perhatikanlah bagaimana (Kami) berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran
(Kami) kemudian mereka tetap berpaling juga.”
Satu hal lagi yang lebih membesarkan hati kita yakni adanya jaminan Allah Subhannahu wa Ta'ala
bagi hambaNya dengan firmanNya dalam surat Ibrahim ayat 7:
Artinya: “Jika kalian bersyukur niscaya Aku tambahkan bagimu beberapa kenikmatan, dan jika
kamu sekalian mengingkarinya ingatlah siksaKu sangat pedih.”
Marilah kita memohon kehadirat Allah Subhannahu wa Ta'ala semoga Allah menjauhkan kita dari
perbuatan kufur nikmat dan memberikan limpahan karunia agar kita tetap termasuk dalam golongan
yang sedikit yakni golongan orang-orang yang tahu mensyukuri nikmatNya, Amin Ya Robbal
Alamien.
.?ُ "ْ ‡ِ-َ ْ ‫ ا‬Vُ "ْ ِ $
 ‡‫ ا‬,َ ‡ُ‫ ِإ&‡ ُ ه‬،ُ‡َB‫ َو‬ َ Bِ ْ?Qُ ْ ِ ‫ ِ !`ْ َو‬ ُ ‫  ا‬6َ Aَ Bَ ‫ َو‬،ِ?"ْ Qِ 1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‫ت وَا‬ ِ َyْ *ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬.ُ ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ ‫ وَا‬. َ "ْ ِ D
ِ ‫ ْ" ُ( ا(ا‬N َ n َ &ْ ‫?ْ َوَأ‬Dَ ْ‫(ْ وَار‬%ِ t ْ ‫با‬ ! ‫ْ َر‬Tُ ‫َو‬
Khutbah Kedua
ُ َ ‡ْ)‫ َوَأ‬.(ِ d َ ‡َ6ْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$ِ @ِ َ‫َ َآ‬dُ ْ ‫َ َر َآ ِ@ وَا‬dُ ْ ‫ ا‬ ِ َ ْ`ِ َ-0َ ُ ْ ‫ َا‬،َُ a َ ْ (ِ )َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإََ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.(َ َ ‫ ْ"(ًا َآَ َأ‬Iِ ‫ ًْا َآ‬D َ ِ ِ ُ ْ 1
َ ْ ‫َا‬
ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬. ًْ ِ ‡َT ِ ‡!"6ِ &َ 9‡َ َ 9‡َ; ُ &َ َ16ْ ‡ُ#  َ ‫نا‬  ‫ْا َأ‬,‡َُ ْ ‫ وَا‬.(ُ ‡َ60َ -ْ ُ ْ ‫` ا‬ G ‡ِ6 ‫ُْ ُ ا‬,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡ْ6 َ ?َ ‡َ#‫َ"ْ‡ ِ َو‬ َ  ُ ‫ ا‬9‡َ; ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫َأ‬
?َ "ْ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه‬9َ َ n َ "ْ ; َ َ‫  ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1
َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ ا‬. ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ُ
.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬ َ "ْ ِ َ ‡َ-ْ ‫ ِ‡` ا‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ ‡ْ‫‡ ٍ َآَ‡ *َ َرآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9‡َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ْ‫ َو*َ ِرك‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*(َا ِه‬9َ َ ‫َو‬
`َ ‡ِ\ َT ‡َ‫ت َو‬ ِ ‫َا‬, َ  ‡‫ُ ا‬b‡ْ"m ِ ُ ٌb‡ْ(ِ Tَ ٌV"ْ ِ ‡َ# a َ ‡&‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,‡ْSَ ْ‫"َ‡ ِء ِ‡ ْ ُ?ْ وَا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬
ِ ‡َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُْ ‫ت وَا‬ِ َِ$ ْ ُ ْ ‫ وَا‬َ "ْ ِ ِ$ْ ُ ْ ِ ْ(%ِ t
ْ ‫اَ ُ ? ا‬
.َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬ ‫ َ َر‬ َ "ْ ِ < . َ "ْ ِ D
ِ ‫ َ? ا(ا‬D َ ْ‫ َ َأر‬a َ 0ِ َ D ْ (َ *ِ ‫ت‬ِ َ "ْ W
ِh َ ْ ‫ب وَا‬ ِ ْ,&ُ FG ‫َ ِ َ( ا‬t‫ت َو‬ ِ َK 1 َ ْ ‫ا‬
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU ُ -ِ َ `
ِ ‡ْ/6َ ْ ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬
َِ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ َ‫ن ا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ ُ? َوَأ ْآ‬Uَ ْ ‫ َوَأ‬G K َ ‫َ ُ? َوَأ‬
ْ ‫ َأ‬9َ َ-Bَ ‫َ َ& ُ َو‬16ْ # ُ  ُ ‫?ْ وَا‬Qُ W ِ -ْ ُ ِ ِْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ# ْ ‫دْ ُآ?ْ وَا‬sِ َ ِ ِ -َ &ِ 9َ َ .ُ ْ‫ ُ(و‬Qُ ) ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬َ ‫ا‬
41
Tiga Amalan Baik
Oleh: Muhammad Ali Aziz

..ُ َ ‡ْ-*َ `
 ‡ِ6&َ 5َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡ْ6
َ ‫ ًا‬1
َ ُ ‫ن‬
 ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a
َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D
ْ ‫ َو‬
ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ْ ‫ َأ‬،ِ‫ ِ ا‬6ْ 1َ *ِ ‫َ ِم‬Y0ِ  ْ 5ِ ْ *ِ َ&(َ َ ‫يْ َأ‬Fِ ‫ ْ ُ ِ ِ ا‬1
َ ْ ‫َا‬

َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ ‡َ-Bَ ُ ‫َ‡ َل ا‬A َ ،ِ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ْ?Qُ "ْ ‡ِ;ْ‫ ُأو‬،ِ‫َ‡ َد ا‬6 ِ ‡َ" َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬..ُ ‫ ُهَا‬Vَ 6ِ Bَ َْ ‫ ِ َو‬6ِ 1
ْ;
َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
.‫ن‬َ ْ,ُ ِ$
ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬
 Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C
D َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ‫ءَا‬
Kaum Muslimin Yang Terhormat

Bumi yang kita tempati adalah planet yang selalu berputar, ada siang dan ada malam. Roda
kehidupan dunia juga tidak pernah berhenti. Kadang naik kadang turun. Ada suka ada duka. Ada
senyum ada tangis. Kadangkala dipuji tapi pada suatu saat kita dicaci. Jangan harapkan ada
keabadian perjalanan hidup.
Oleh sebab itu, agar tidak terombang-ambing dan tetap tegar dalam menghadapi segala
kemungkinan tantangan hidup kita harus memiliki pegangan dan amalan dalam hidup. Tiga amalan
baik tersebut adalah Istiqomah, Istikharah dan Istighfar yang kita singkat TIGA IS.
1. Istiqomah. yaitu kokoh dalam aqidah dan konsisten dalam beribadah.
Begitu pentingnya istiqomah ini sampai Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam
berpesan kepada seseorang seperti dalam Al-Hadits berikut:

‫ن‬
َ َ"%ْ #
ُ ْ`*ِ ‫ْ َأ‬
َ ْ`ِ ْTُ ،ِ‫ْ َل ا‬,#ُ ‫ َ َر‬n ُ ْ Tُ :‫َ َل‬T ُ ْ 
َ 
ُ ‫`ا‬
َ\ِ ‫ َر‬
ِ ‫ ِ ا‬6ْ 
َ 
ِ *ْ :‫َ َل‬T .‫ك‬
َ (َ "ْ t
َ ‫ًا‬D
َ ‫ ْ ُ َأ‬
َ ُ ُjَ#
ْ ‫ َأ‬5َ 5ً ْ,Tَ ‫ ِم‬
َ#
ْ vِ ْ‫ ِ` ا‬
ْTُ ?$ .‫ )روا‬.ْ?Aِ 0َ # ْ ‫ ُ] ? ا‬
ِ ِ* n
ُ ْ َ <).
“Dari Abi Sufyan bin Abdullah Radhiallaahu anhu berkata: Aku telah berkata, “Wahai
asulullah katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu bertanya kepada
orang lain selain engkau. Nabi menjawab, ‘Katakanlah aku telah beriman kepada Allah
kemudian beristiqamahlah’.” (HR. Muslim).

Orang yang istiqamah selalu kokoh dalam aqidah dan tidak goyang keimanan bersama
dalam tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup, ibadah tidak ikut
redup, kantong kering atau tebal, tetap memperhatikan haram halal, dicaci dipuji, sujud
pantang berhenti, sekalipun ia memiliki fasilitas kenikmatan, ia tidak tergoda melakukan
kemaksiatan.

Orang seperti itulah yang dipuji Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam Al-Qur-an surat
Fushshilat ayat 30:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatahkan): “Janganlah kamu merasa takut, dan janganlah kamu merasa sedih, dan
bergembiralah dengan syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Qs. Fushshilat: 30)
2. Istikharah, selalu mohon petunjuk Allah dalam setiap langkah dan penuh
pertimbangan dalam setiap keputusan.

Setiap orang mempunyai kebebasan untuk berbicara dan melakukan suatu perbuatan. Akan
tetapi menurut Islam, tidak ada kebebasan yang tanpa batas, dan batas-batas tersebut adalah
aturan-aturan agama. Maka seorang muslim yang benar, selalu berfikir berkali-kali sebelum
melakukan tindakan atau mengucapkan sebuah ucapan serta ia selalu mohon petunjuk
kepada Allah.
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pernah bersabda:

ُ ِ ْ|ُ ‫ن‬
َ َ‫ ري َْ آ‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.ْnُ Y
ْ "َ ِ ْ‫ ْ"(ًا َأو‬N
َ ْAُ "َ ْ َ (ِ N
ِ yْ‫ْ ِم ا‬,"َ ْ ‫ وَا‬
ِ ِ* ‫?  أ*` ه((ة‬$‫)و‬.
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Orang bijak berkata “Think today and speak tomorrow” (berfikirlah hari ini dan bicaralah
esok hari).
Kalau ucapan itu tidak baik apalagi sampai menyakitkan orang lain maka tahanlah, jangan
diucapkan, sekalipun menahan ucapan tersebut terasa sakit. Tapi ucapan itu benar dan baik
maka katakanlah jangan ditahan sebab lidah kita menjadi lemas untuk bisa meneriakkan
kebenaran dan keadilan serta menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Mengenai kebebasan ini, malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi Muhammad Shalallaahu
alaihi wasalam untuk memberikan rambu-rambu kehidupan, beliau bersabda:

،ٌn"! َ a
َ & _ِ َ n
َ ْ)
ِ َ ْŠ
ِ ‫ ًا‬1
َ ُ َ :‫َ َل‬A َ ُ ْ (ِ 6ْ K
ِ ْ`&ِ َB‫ َأ‬a
َ ‡&_ِ َ n
َ ْ ‡ِ) ‡َ ْ‡َ
ْ ‫ وَا‬،ٌ‫َ‡ ِرق‬%ُ a
َ ‡&_ِ َ n
َ ْ ‡ِ) َ ْb6ِ D
ْ ‫ َوَأ‬.ِ ‡ِ* ‫ي‬
} sِ ‡ْmَ
(* K  `A"6‫ ا‬.‫))روا‬.
Jibril telah datang kepadaku dan berkata: Hai Muhammad hiduplah sesukamu, tapi
sesungguhnya engkau suatu saat akan mati, cintailah apa yang engkau sukai tapi engkau
suatu saat pasti berpisah juga dan lakukanlah apa yang engkau inginkan sesungguhnya
semua itu ada balasannya. (HR.Baihaqi dari Jabir).

Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ini semakin penting untuk diresapi ketika akhir-
akhir ini dengan dalih kebebasan, banyak orang berbicara tanpa logika dan data yang benar
dan bertindak sekehendakya tanpa mengindahkan etika agama . Para pakar barang kali
untuk saat-saat ini, lebih bijaksana untuk banyak mendengar daripada berbicara yang
kadang-kadang justru membingungkan masyarakat.

Kita memasyarakatkan istikharah dalam segala langkah kita, agar kita benar-benar bertindak
secara benar dan tidak menimbulkan kekecewaan di kemudian hari.
Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

ِ َ ‫ َ َل‬5َ ‫َ َر َو‬d0َ #
ْ ‫ا‬
ِ َ ‫ َ& ِ َم‬5َ ‫َ َر َو‬h0َ #
ْ ‫ا‬
ِ َ ‫ب‬
َ َN َ َ Y
َ 0َ Tْ ‫ا‬.
Tidak akan rugi orang yang beristikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah
dan tidak akan miskin orang yang hidupnya hemat. (HR. Thabrani dari Anas)
3. Istighfar, yaitu selalu instropeksi diri dan mohon ampunan kepada Allah Rabbul Izati.

Setiap orang pernah melakukan kesalahan baik sebagai individu maupun kesalahan sebagai
sebuah bangsa. Setiap kesalahan dan dosa itu sebenarnya penyakit yang merusak kehidupan
kita. Oleh karena ia harus diobati.
Tidak sedikit persoalan besar yang kita hadapi akhir-akhir ini yang diakibatkan kesalahan
kita sendiri. Saatnya kita instropeksi masa lalu, memohon ampun kepada Allah, melakukan
koreksi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah dengan penuh keridloan Allah.
Dalam persoalan ekonomi, jika rizki Allah tidak sampai kepada kita disebabkan karena
kemalasan kita, maka yang diobati adalah sifat malas itu. Kita tidak boleh menjadi umat
pemalas. Malas adalah bagian dari musuh kita. Jika kesulitan ekonomi tersebut, karena kita
kurang bisa melakukan terobosan-teroboan yang produktif, maka kreatifitas dan etos kerja
umat yang harus kita tumbuhkan.

Akan tetapi adakalanya kehidupan sosial ekonomi sebuah bangsa mengalami kesulitan.
Kesulitan itu disebabkan karena dosa-dosa masa lalu yang menumpuk yang belum bertaubat
darinya secara massal. Jika itu penyebabnya, maka obat satu-satunya adalah beristighfar dan
bertobat.

Allah berfirman yang mengisahkan seruan Nabi Hud Alaihissalam, kepada kaumnya:
“Dan (Hud) berkata, hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah
kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan
menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat
dosa” (QS. Hud:52).

Para Jamaah yang dimuliakan Allah


Sekali lagi, tiada kehidupan yang sepi dari tantangan dan godaan. Agar kita tetap tegar dan selamat
dalam berbagai gelombang kehidupan, tidak bisa tidak kita harus memiliki dan melakukan TIGA IS
di atas yaitu Istiqomah, Istikharah dan Istighfar.
Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menatap masa depan dengan
keimanan dan rahmatNya yang melimpah. Amin
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ ُر ا‬,ُ%/َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِا & ُ ُه‬.ُ ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #ْ َ ْ?Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ #ْ ‫َا َوَأ‬F‫ْ ِ` َه‬,Tَ ‫ ُل‬,ُT‫َأ‬
Khutbah Kedua
.ُ "ْ -ِ 0َ $
ْ ‡&َ .ُ ‡‫‡ ُ َوِإ‬6ُ -ْ &َ .ُ ‡‫ ِإ‬،ُ‡َ a َ ْ (ِ ‡َ)5َ .ُ َ ‡ْD‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫ َأ)ْ‡ َ ُ َأن‬. ِ "ْ ‡0ِ َ ْ ‫ ا‬
ِ ‫ْ‡ ِ ا‬61 َ *ِ ‫َ ِم‬Y‡ِ0 ْ 5ِ ْ‫‡‡ ِد َوا‬1 َ B! 5ِ ْ *ِ ‡َ&(َ َ ‫يْ َأ‬Fِ ‡‫ْ‡ ُ ِ‡ ِ ا‬1
َ ْ ‫َا‬
َ ‫ا ا‬,‡ُAB ‫ ِا‬،‫َ َد ا‬6 ِ . َ "ْ -ِ َ K
ْ ‫َ ِ* ِ َأ‬1; ْ ‫ <ِ ِ َوَأ‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1
َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ ا‬. َ "ْ ِ َ َ-ْ ِ @ً َ D
ْ ‫ث َر‬ ُ ْ,-ُ 6ْ َ ْ ‫ َا‬،ُُْ,ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ  َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫َوَأ‬
‫ْا‬,ُ !‡َ#‫َ"ْ‡ ِ َو‬ َ ‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ
َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬. َ "ْ ِ َ ‡َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ِ‡ َ( ِة َر‬%/ْ َ 9‡َ‫ْا ِإ‬, ُ ‫َ‡ ِر‬#‫?ْ َو‬0ُ -ْ W َ 0َ ‡ْ#‫َ ا‬
‫ َة‬5َ ‫ ُو‬Vَ ‡"ْ ِ Kَ ْXِ‡; ْ ‫ اَ ُ‡ ? َأ‬. َ "ْ ‡-ِ َ K
ْ ‫‡ ِ َأ‬Bِ ‫‡ ِ َو ُذ !ر‬K
ِ ‫‡ ِ َوَأزْوَا‬0ِ *َ ‫(َا‬Tَ ‫َ ِ* ِ َو‬1‡;ْ ‫ <ِ‡ ِ َوَأ‬9‡‡َ َ ‫ ‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡‡َ َ ْ‫‡!?ْ َو َ*‡‡ ِرك‬# َ ‫;‡ ! َو‬ َ ? ‡ُ َ‫ ا‬. ً"ْ ِ$ ْ ‡Bَ
‫ت‬
ِ َِ$ْ ‡ُْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُْ ِ ْ(‡ِ%tْ ‫ اَُ‡ ? ا‬. ِ ْ ! ‡‫ْ ِم ا‬,‡َ 9‡َ‫ ِإ‬aَ 0َ َ ِ‫ ِ َآ‬
ْ ‫ َوَأ‬َ "ْ ‫(ِ ِآ‬dْ ُ ْ ‫ َ( َة وَا‬%َ Qَ ْ ‫ ا‬a
ِ ِ‫ َوَأ ْه‬،َ"ْ ِ ِ$ْ ُ ْ ‫ َم وَا‬ َ# ْ vِ ْ‫ ِ( ا‬Y ُ &ْ ‫ وَا‬،َ"ْ ِ ِ$ ْ ُ ْ ‫ا‬
C
!1َ ْ ‡ِ* ‡ِ ْ,Tَ َ "ْ *َ ‫ْ َ* ْ" ََ َو‬X0َ ْ ‫ اَ ُ ? ا‬.‫ت‬
ِ َK َ1ْ ‫` ا‬ َ\ ِ َT َ‫ت َو‬ ِ ‫َا‬, َ  ‫ ا‬b
ُ "ْ m ِ ُ ٌbْ (ِ Tَ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬ ِ َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|ُ ْ ‫وَا‬
.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ < َ* ‫ َر‬. َ "ْ 1 ِ Bِ َ%ْ ‫ ْ" ُ( ا‬N
َ n َ &ْ ‫َوَا‬
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU ُ -ِ َ `ِ ‡ْ/6َ ْ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬ ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئ ذِي ا‬ ِ Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ َ‫ن ا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ َ ْbm ِ 0َ $
ْ َ .ُ ْ, ُ ْ‫ْ ُآ(ْآُ?ْ وَاد‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ا‬

42
Akibat Memakan Harta Riba
Oleh: Ade Zarkasyi bin Sabit

ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬


ِ ُ َ َ  ُ ‫ َْ َ ْ ِ ا‬، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ َو‬،ُ.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ُ َو‬.ُ َ 1ْ &َ ِ ِ َ ْ 1َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
ٍ ‡1َ ُ َِْ,‡ُ#‫ !"َ َو َر‬6ِ &َ 9ََ ْ?!# َ ‫; ! َو‬ َ ? ُ َ‫ ا‬.ُ ُْ,#ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬
ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a َ ْ(ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬،ِْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫ <ِ ِ َوَأ‬9َ َ ‫ َ? َو‬#
َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ  ُ ‫ ا‬9; َ
@ٍ ‡َْ*ِ  ‡ُ‫ َ]َ‡ ٍ@ ِ*َْ‡@ٌ َوآ‬1ْ ُ  ‡ُ‫ َوآ‬، َBُ َ]َ 1 َ ُ ‫ْ ِر‬,ُ Sُ ‫) ( ا‬
َ ‫ َو‬،َ?# َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ  ُ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ ِ َْ ‫ ْ" َ( ا‬N َ ‫ َو‬ ِ ‫با‬ ُ َ0‫ ِآ‬Lِ ْ ِ 1َ ْ ‫ق ا‬َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ
.@ٍ َ \َ
:sِ ْ sِ -َ ْ ‫َ ِ* ِ ا‬0‫ ِ `ْ ِآ‬9َ َ-Bَ ‫ك َو‬ َ ‫َ َر‬6Bَ ‫َ َل‬T Lُ "ْ D َ ،َ‫ْن‬,Aُ 0 ُ ْ ‫ن ا‬ َ ْ,ُ ِ ْ|ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ ِ ‫َى ا‬,Aْ 0َ *ِ ‫ي‬ َ ‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ;
ِ ْ‫ ُأو‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ َ" َ
.‫ن‬
َ ْ,ُ ِ$ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C  َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫َ َأ‬
‫ن‬َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$‡َB ْ‫ي‬Fِ ‡‫ ا‬َ ‫ا ا‬,‡ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫"ْ(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً K َ ‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َNَ ‫ َ ٍة َو‬D ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫ْا َر‬,Aُ B ‫س ا‬ ُ ‫َ ا‬G ‫َ َأ‬
. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ
َ ‫ن‬ َ َ‫ آ‬ َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ِ* ِ َوا‬
. ً"ْ U
َِ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ ُ َْ,# ُ ‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ W ِ ُ َْ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,&ُ ‫?ْ ُذ‬Qُ َ ْ(%ِ /ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِYْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫َ َأ‬
.ٍ$ َ D َ C ٍ ُh ُ *َ ‫س‬َ ‫ ا‬C ِ ِ َN‫َ َو‬1 ُ ْ Bَ @َ َ $ َ 1َ ْ ‫ !" َ@َ ا‬$
 ‫ ا‬Vِ 6ِ Bْ ‫ َوَأ‬n َ ْ ‫ َ ُآ‬L ُ "ْ D
َ  َ ‫ا‬C ِ B ‫ ِا‬:‫ ُم‬َ$  ‫ ُة وَا‬ َY  ‫َ ْ" ِ ا‬ َ ‫َ َل‬T‫َو‬
Kaum muslimin seiman dan seaqidah
Tepatnya ketika Allah Subhannahu wa Ta'ala memberikan mukjizat kepada hamba dan kekasihNya,
Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam berupa Isra’ Mi’raj, pada saat itu pula Allah Ta'ala
perlihatkan berbagai kejadian kepada beliau yang kelak akan memimpin jaga raya ini. Di antaranya
Rasulullah n melihat adanya beberapa orang yang tengah disiksa di Neraka, perut mereka besar
bagaikan rumah yang sebelumnya tidak pernah disaksikan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam.
Kemudian Allah Ta’ala tempatkan orang-orang tersebut di sebuah jalan yang tengah dilalui
kaumnya Fir’aun yang mereka adalah golongan paling berat menerima siksa dan adzab Allah di hari
Kiamat. Para pengikut Fir’aun ini melintasi orang-orang yang sedang disiksa api dalam Neraka tadi.
Melintas bagaikan kumpulan onta yang sangat kehausan, menginjak orang-orang tersebut yang
tidak mampu bergerak dan pindah dari tempatnya disebabkan perutnya yang sangat besar seperti
rumah. Akhirnya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bertanya kepada malaikat Jibril yang
menyertainya, “Wahai Jibril, siapakah orang-orang yang diinjak-injak tadi?” Jibril menjawab,
“Mereka itulah orang-orang yang makan harta riba.” (lihat Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 2/252).
Dalam syariat Islam, riba diartikan dengan bertambahnya harta pokok tanpa adanya transaksi jual
beli sehingga menjadikan hartanya itu bertambah dan berkembang dengan sistem riba. Maka setiap
pinjaman yang diganti atau dibayar dengan nilai yang harganya lebih besar, atau dengan barang
yang dipinjamkannya itu menjadikan keuntungan seseorang bertambah dan terus mengalir, maka
perbuatan ini adalah riba yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala dan
RasulNya Shalallaahu alaihi wasalam, dan telah menjadi ijma’ kaum muslimin atas keharamannya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Allah menghilangkan berkah riba dan menyuburkan shadaqah, dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa”. (QS. Al-Baqarah: 270).
Barang-barang haram yang tiada terhitung banyaknya sampai menyusahkan dan memberatkan
mereka ketika harus cepat-cepat berjalan pada hari Pembalasan. Setiap kali akan bangkit berdiri,
mereka jatuh kembali, padahal mereka ingin berjalan bergegas-gegas bersama kumpulan manusia
lainnya namun tiada sanggup melakukannya akibat maksiat dan perbuatan dosa yang mereka pikul.
Maha Besar Allah yang telah berfirman:
“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri kecuali seperti berdirinya orang
yang kemasukan syetan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat): Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah: 275).
Dalam menafsirkan ayat ini, sahabat Ibnu “Abbas Radhiallaahu anhu berkata:
“Orang yang memakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila lagi tercekik”.
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/40).
Imam Qatadah juga berkata:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta riba akan dibangkitkan pada hari Kiamat dalam
keadaan gila sebagai tanda bagi mereka agar diketahui para penghuni padang mahsyar lainnya kalau
orang itu adalah orang yang makan harta riba.” (Lihat Al-Kaba’ir, Imam Adz-Dzahabi, hal. 53).
Dalam Shahih Al-Bukhari dikisahkan, bahwasanya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
bermimpi didatangi dua orang laki-laki yang membawanya pergi sampai menjumpai sebuah sungai
penuh darah yang di dalamnya ada seorang laki-laki dan di pinggir sungai tersebut ada seseorang
yang di tangannya banyak bebatuan sambil menghadap ke pada orang yang berada di dalam sungai
tadi. Apabila orang yang berada di dalam sungai hendak keluar, maka mulutnya diisi batu oleh
orang tersebut sehingga menjadikan dia kembali ke tempatnya semula di dalam sungai. Akhirnya
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bertanya kepada dua orang yang membawanya pergi, maka
dikatakan kepada beliau: “Orang yang engkau saksikan di dalam sungai tadi adalah orang yang
memakan harta riba.” (Fathul Bari, 3/321-322).
Kaum muslimin sidang Jum’at yang berbahagia… inilah siksa yang Allah berikan kepada orang-
orang yang suka makan riba, bahkan dalam riwayat yang shahih, sahabat Jabir Radhiallaahu anhu
mengatakan:
.ٌ‫َاء‬,#
َ ْ?‫ ُه‬:‫َ َل‬T‫ َو‬،ِْ َ ‫ ُ َو)َ ِه‬6َ Bِ َ‫ْ ِآَ ُ َوآ‬,ُ ‫ < ِآ َ ا !(*َ َو‬n ِ ‫ْ ُل ا‬,#ُ ‫ َر‬ َ -َ َ
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan
riba, penulisnya dan kedua orang yang memberikan persaksian, dan beliau bersabda: “Mereka itu
sama”. (HR. Muslim, no. 1598).
Semaraknya praktek riba selama ini tidak lepas dari propaganda musuh-musuh Islam yang
menjadikan umat Islam lebih senang untuk menyimpan uangnya di bank-bank, lebih-lebih dengan
semaraknya kasus-kasus pencurian dan perampokan serta berbagai adegan kekerasan yang semakin
merajalela. Bahkan sistem simpan pinjam dengan bunga pun sudah dianggap biasa dan menjadi satu
hal yang mustahil bila harus dilepaskan dari perbankan. Umat tidak lagi memperhatikan mana yang
halal dan mana yang haram. Riba dianggap sama dengan jual beli yang diperbolehkan menurut
syari’at Islam. Kini kita saksikan, gara-gara bunga berapa banyak orang yang semula hidup bahagia
pada akhirnya menderita tercekik dengan bunga yang ada. Musibah dan bencana telah meresahkan
masyarakat, karena Allah yang menurunkan hukumNya atas manusia telah mengizinkan malapetaka
atas suatu kaum jika kemaksiatan dan kedurhakaan telah merejalela di dalamnya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Abu Ya’la dan isnadnya jayyid, bahwasannya
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
.
ِ ‫با‬ َ َA ِ ْ?ِ $ ِ %ُ &ْ jَ*ِ ‫ْا‬,GD
َ ‫ َأ‬5 ‫ وَا !(*َ ِإ‬9َ&s! ‫ْ ٍم ا‬,Tَ ْ` ِ (َ َ o
َ َ
“Tidaklah perbuatan zina dan riba itu nampak pada suatu kaum, kecuali telah mereka halalkan
sendiri siksa Allah atas diri mereka.” (Lihat Majma’Az-Zawaid, Imam Al-Haitsami, 4/131).
Dan dari bencana yang ditimbulkan karena memakan riba tidak saja hanya sampai di sini, bahkan
telah menjadikan hubungan seorang hamba dengan Rabbnya semakin dangkal yang tidak lain
dikarenakan perutnya yang telah dipadati benda-benda haram. Sehingga nasi yang dimakannya
menjadi haram, pakaian yang dikenakannya menjadi haram, motor yang dikendarainya pun haram,
dan barang-barang perkakas di rumahnya pun menjadi haram, bahkan ASI yang diminum oleh si
kecil pun menjadi haram. Kalau sudah seperti ini, bagaimana mungkin do’a yang dipanjatkan
kepada Allah akan dikabulkan jika seluruh harta dan makanan yang ada dirumahnya ternyata
bersumber dari hasil praktek riba.
Sebenarnya praktek riba pada awal mulanya adalah perilaku dan tabi’at orang-orang Yahudi dalam
mencari nafkah dan mata pencaharian hidup mereka. Dengan sekuat tenaga mereka berusaha untuk
menularkan penyakit ini ke dalam tubuh umat Islam melalui bank-bank yang telah banyak tersebar.
Mereka jadikan umat ini khawatir untuk menyimpan uang di rumahnya sendiri seiring disajikannya
adegan-adegan kekerasan yang menakutkan masyarakat lewat jalur televisi dan media-media massa
lainnya, sehingga umatpun bergegas mendepositokan uangnya di bank-bank milik mereka yang
mengakibatkan keuntungan yang besar lagi berlipat ganda bagi mereka, menghimpun dana demi
melancarkan rencana-rencana jahat zionis dan acara-acara kristiani lainnya. Mereka banyak
membantai umat Islam, namun diam-diam tanpa disadari di antara kita telah ada yang membantu
mereka membantai saudara-saudara kita semuslim dengan mendepositokan uang kita di bank-bank
mereka.
Dalam firmanNya Allah Subhannahu wa Ta'ala menegaskan:
“Dan disebabkan mereka (orang-orang Yahudi) memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah
dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil. Kami
telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka siksa yang pedih”. (QS. An-Nisa’:
161).
Lalu pantaskah bila umat Islam mengikuti pola hidup suatu kaum yang Allah pernah mengutuknya
menjadi kera dan babi, sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-
Kitab (Yahudi dan Nashrani), niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi kafir sesudah
kamu beriman.” (QS. Ali Imran: 100).
Semoga Allah senantiasa menunjukkan kita kepada jalanNya yang lurus, yang telah ditempuh oleh
para pendahulu kita dari generasi salafush-shalih.
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1
َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬
ِ ‡َyْ‫ ا‬
َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ  ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U
ِ -َ ْ ‫ن ا‬
ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬
ُ ‫كا‬َ ‫*َ َر‬
.ْ?Qُ َ‫َو‬

Khutbah Kedua
ْ‡َ‫  َ‡ ُ َو‬ ِ ‡ُ َ ‡َ  ُ ‫ ا‬.ِ ِ ‡َْ ْ‡َ ، ‡َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! ‡َ# ْ‡ِ‫َ َو‬$ ِ ‡ُ%&ْ ‫ ِ‡ْ )ُ‡ ُ(وْ ِر َأ‬ ِ ‡ِ* ‫ ُذ‬,‡ُ-&َ ‫ َو‬،ُ.(ُ %ِ /ْ 0َ $ْ ‡َ&‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
َِْ,‡ُ#‫ !"َ‡ َو َر‬6ِ &َ 9َ َ ْ?!# َ ‫; ! َو‬ َ ? ُ َ‫ ا‬.ُ ُْ,#
ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ )َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ ِْ ْ ُ
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬،ِْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫ <ِ ِ َوَأ‬9َ َ ‫ َ? َو‬# َ ‫َ ْ" َ َو‬َ  ُ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ
@ٍ ‡َْ*ِ  ‡ُ‫ َ]َ‡ ٍ@ ِ*َْ‡@ٌ َوآ‬1 ْ ُ  ‡ُ‫ َوآ‬، َBُ َ]َ ‡َ1ُ ‫ْ ِر‬,‡ُSُ ‫) ( ا‬ َ ‫ َو‬،َ?# َ ‫ َ ْ" ِ َو‬َ  ُ ‫;  ا‬ َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ ِ َْ ‫ ْ" َ( ا‬N َ َ‫ و‬ ِ ‫با‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ْ ِ 1َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ
.ٌ@َ \ َ
Dalam khutbah kedua ini, setelah kita menyadari realitas yang ada, marilah kita sering-sering
beristighfar kepada Allah, karena tidak ada obat penyembuh dari kesalahan dan kedurhakaan yang
telah kita lakukan kecuali hanya dengan mengakui segala dosa kita lalu beristighfar memohon
ampun kepada Allah dan untuk tidak mengulanginya kembali sambil beramal shalih menjalankan
ketaatan unukNya, sebagaimana yang dikatakan Nabi Hud Alaihissalam kepada kaumnya:
“Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia
menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada
kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud: 52).
Pada penutup khutbah ini, marilah kita memunajatkan do’a kepada Allah sebagai bukti bahwasanya
kita ini fakir di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala .
‡ََ ْ(‡ِ%tْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.َ "ْ ‡ِ-َ K
ْ ‫َ ِ* ِ َأ‬1‡ْ;‫ <ِ ِ َوَأ‬9َ َ ‫ َ? َو‬# َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ  ُ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ  ِ ‫ْ ِل ا‬,# ُ ‫ َر‬9َ َ ‫ ُم‬ َ$  ‫ ُة وَا‬ َY  ‫ وَا‬ َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1 َ ْ ‫َا‬
.‫ت‬
ِ ‫َا‬, َ  ‫ ا‬b َ "ْ mِ ُ َ ،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬
ِ َِ $ْ ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ت وَا‬ ِ َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|ُ ْ ِ‫َو‬
?َ ‡Dَ ْ‫َ َ‡‡ َأر‬0َ "ْ 
َ ‡َT 5 ‫‡ َ( ِة ِإ‬N
ِ yْ‫ ْ&"َ وَا‬G ‡‫ ا‬ِ lِ ‫َا‬,‡D َ ْ‡ِ @ً ‡K َ َD 5َ ‫ ُ َو‬0َ "ْ  َ ‡َT 5 ‫ َد ْ ً‡‡ ِإ‬5َ ‫َ‡ ُ َو‬0K ْ ( َ 5 ‫ َه ‡‡ ِإ‬5َ ‫َ‡ ُ َو‬Bْ(َ%t َ 5 ‫‡‡ ِإ‬6ً &ْ ‫‡ َعْ ََ‡ َذ‬Bَ 5َ ? ‡َُ‫ا‬
.
َ "ْ ِ D ِ ‫ا(ا‬
َ"&ْ G ‡‫َ‡ ِ‡` ا‬Bِ < ‡َ* ‫ َر‬.ٌ?"ْ ‡ِD‫ َر ُءوْفٌ ر‬a َ ‡&‫ْا َر *َ‡ ِإ‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡!  ‡ِt ‡َ*ِ ْ,ُTُ ْ`‡ِ ْ-َ m ْ Bَ 5َ َ‫ن و‬ ِ َْ vِ ْ *ِ َ&ْ,Aُ 6َ #
َ  َ ْ Fِ ‫َا ِ&َ ا‬,N ْ vِ َ‫(ْ َ َ و‬%ِ t ْ ‫َر *َ ا‬
.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ
‫ب‬
! ‫ َر‬ ِ ُ ‡ْ1َ ْ ‫ وَا‬َ "ْ ِ‡َ#ْ(ُْ ‫ ا‬9‡َ َ ٌ‫ م‬َ ‡َ#‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ ‡َ ‡ َ ‫ ِة‬s ‡ِ-ْ ‫ب ا‬ ! ‫ َر‬a َ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# ،َ?‡َ#‫َ"ْ‡ ِ َو‬ َ  ُ ‫ ا‬9‡َ; ٍ ‡1 َ ُ ‡َ"! 6ِ &َ 9َ َ  ُ ‫ ا‬9; َ ‫َو‬
. َ "ْ ِ َ َ-‫ا‬

43
Mengukir Prestasi Dihadapan Ilahi
Oleh Suyadi Husein Mustofa

ُ ْ ِ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬
ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $
ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
.ُ ُْ,#
ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬aَ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ ِإ‬.ُ ‫ ُهَا‬Vَ 6ِ Bَ َْ ‫ <ِ ِ َو‬9ََ‫  ٍ َو‬1 َ ُ a َ "! 6ِ &َ 9َ َ ْ‫!?ْ َو*َ ِرك‬# َ ‫; ! َو‬ َ ? ُ َ‫ا‬
‫َ َل‬T Lُ "ْ D
َ ،‫َى‬,Aْ 0 ‫ا ِد ا‬s‫ ْ" َ( ا‬N َ ‫ن‬  _ِ َ ‫ ودُوْا‬sَ Bَ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,Aُ 0 ُ ْ ‫ن ا‬
َ ْ,ُ ِ ْ|ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ ،ِ‫َى ا‬,Aْ 0َ *ِ ‫ي‬ َ ‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ;
ِ ْ‫ ُأو‬...  ُ ‫) َ ُآ ُ? ا‬َ ْ‫ َأر‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫) َ( ا‬ِ َ-َ
:?ِ "ْ D
ِ ( ‫ ا‬ ِ ‫َـ‬D ْ ( ‫ ا‬ ِ ‫ ِ? ا‬$ ْ *ِ ،ِ?"ْ K
ِ ( ‫ن ا‬ ِ َW"ْ d  ‫ ا‬ َ ِ  ِ ِ* ‫ْ ُذ‬, ُ َ‫ أ‬،ِ?ْ (ِ Qَ ْ ‫َ ِ* ِ ا‬0‫ ِ `ْ ِآ‬9َ َ-Bَ
‫ن‬َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$‡َB ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َNَ ‫ َةٍ َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫ْا َر‬,Aُ B ‫س ا‬ ُ ‫َ ا‬G ‫َ َأ‬
. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ
َ ‫ن‬ َ ‫ َآ‬ َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ِ* ِ َوا‬
‫ْزًا‬,‡َ ‫َ‡ْ َ‡ َز‬A َ ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&‫ُ‡?ْ ُذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ ْ ‫ُ‡?ْ َأ‬Qَ ْXِY ْ ‡ُ .‫َ‡ ِ ًْا‬# 5ً ْ,‡َT ‫ْا‬,‡ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,‡ُAB ‫ا ا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫َ ا‬G ‫َ َأ‬
. ً"ْ U
ِ َ
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1
ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#
َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ ِ َْ ْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
Ma’asyiral muslimin arsyadakumullah ...
Pada kesempatan yang baik ini, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Ta’ala yang
telah memberikan taufiq serta hidayahNya, sehingga kita masih dalam keadaan Iman dan Islam...
Selanjutnya, dari atas mimbar Jum’ah ini, saya wasiatkan kepada diri saya berikut jama’ah sekalian,
Marilah,- dari sisa-sisa waktu yang Allah berikan ini, kita gunakan untuk selalu mening-katkan
ketaqwaan kita kepada Allah, yaitu dengan selalu memper-hatikan syariat Allah, kita aplikasikan
dalam setiap derap langkah hidup kita hingga akhir hayat. Baik berhubungan dengan hal-hal yang
wajib, sunnah, haram, makruh, maupun yang mubah. Karena, dengan ukuran inilah prestasi seorang
manusia dinilai dihadapan Allah. Suatu ketika Umar Ibnul Khaththab bertanya kepada Ubay bin
Ka’ab tentang gambaran taqwa itu. Lalu ia menjawab dengan nada bertanya: “Bagaimana jika
engkau melewati jalan yang penuh onak dan duri?” Jawab Umar. “Tentu aku bersiap-siap dan hati-
hati” Itulah taqwa, kata Ubay bin Ka’ab
Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Telah dimaklumi bahwa, manusia pada mulanya berasal dari dua orang sejoli, Nabiyullah Adam
dan ibunda Hawa. Daripadanya berkembang menjadi banyak bangsa bahkan suku. Semua manusia
dinegara manapun dinisbatkan kepada beliau berdua. Dalam hal ini Allah berfirman di dalam Al-
Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13, artinya:“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Disebutkan dalam ayat ini bahwa kedudukan manusia dihadapan Allah adalah sama, tidak ada
perbedaan. Adapun yang membedakan di antara mereka adalah dalam urusan diin (agama), yaitu
seberapa ketaatan mereka kepada Allah dan RasulNya.
Al-Hafifzh Ibnu Katsir menambahkan: “Mereka berbeda di sisi Allah adalah karena taqwanya,
bukan karena jumlahnya”
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
.(`A"6‫ ا‬.‫ )روا‬.X ٍ ِ َ; ٍ َ َ ْ‫ َأو‬ ِ ْ !  ِ* 5 ‫ٌ ِإ‬
ْ َ ٍ D َ ‫ َأ‬9َ َ ٍ َDSَ P َ "ْ َ
“Tidaklah seseorang mempunyai keutamaan atas orang lain, kecuali karena diinnya atau amal
shalih.”
Ma’asyiral muslimin jama’ah Jum’ah rahimakumullah ...
Saat ini, kehidupan manusia telah berkembang dengan pesat dalam segala aspeknya. Dari segi
jumlah mencapai milyaran, dari sisi penyebaran, ratusan bangsa bahkan ribuan suku yang masing-
masing mengembangkan diri sesuai potensi yang bisa dikem-bangkan. Darinya pula muncul
beragam bahasa, adat istiadat, budaya dan lain-lain, termasuk teknologi yang mereka temukan.
Namun, kalau kita renungkan semua itu adalah untuk jasmani kita (saja) agar hidup kita dalam
keadaan sehat, tercukupi kebutuhan materi, tidak saling mengganggu, aman tentram dalam
mengemban persoalan kehidupan. Inilah tuntutan “kasat mata” hidup seorang manusia.
Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah ...
Tak pelak dari perkembangan tersebut menimbulkan rasa gembira, puas, bangga, bahkan lebih dari
itu, yakni sombong. Sebagai contoh, negara yang maju, kuat merasa lebih baik dan harus diikuti
(baca: ditakuti) oleh negara yang lain. Orang kaya merasa lebih baik dari yang miskin, orang yang
mempunyai jabatan dan kedudukan (tertentu yang lebih tinggi) merasa lebih baik dan pantas untuk
diikuti oleh yang lain dalam segala tuntutannya. Bahkan kadang-kadang, orang yang ditakdirkan
Allah mempunyai “kelebihan” dari orang yang ditakdirkan “kekurangan” itu menyu-ruh
(memaksa)-nya untuk mengerjakan hal-hal yang menyalahi ajaran agama Allah.
Ma’asyiral Muslimin, Jama’ah Jum’ah rahikumullah ...
Begitulah kecenderungan manusia dalam memenuhi hasrat hidupnya, kadang (atau bahkan sering)
tidak mempedulikan perintah atau larangan Allah. Padahal dari aturan agama inilah manusia diuji
oleh Allah-menjadi hamba yang taat atau maksiat. Itulah parameter yang pada saatnya nanti akan
dimintai pertanggung-jawabannya.
Tetapi sekali lagi, karena tipisnya ikatan manusia dengan syariat Allah, manusia banyak yang tidak
menghiraukan halal atau haram, karena memang manusia “tidak punyak hak” untuk menghalalkan
atau mengharamkan sesuatu, kecuali kembali kepada syariat agama Allah. Karena minimnya ilmu
syar’i itulah yang menyebabkan banyak manusia terjerembab ke lembah kedurhakaan dan jatuh ke
lumpur dosa. Bahkan tidak menutup kemungkinan, para pelakunya tidak merasa berbuat dosa, atau
malah bangga dengan “amal dosa” itu, na’udzubillah.
Renungkanlah syair seorang tabi’in Abdullah Ibnul Mubarak:
. َ&ُ َ"Y
ْ 
ِ a
َ$
ِ %ْ َ ِ ٌ("ْ N
َ ‫ب َو‬
ِ ْ,ُAُ ْ ‫"َ ُة ا‬D
َ ‫ب‬
ِ ْ,&ُ FG ‫ك ا‬
ُ ْ(Bَ ‫ َو‬، َ&ُ َْ‫ َل ِاد‬FG ‫ ا‬a
َ ]ُ ‫ْ ِر‬,ُ ‫ب َو‬َ ْ,ُAُ ْ ‫ ا‬n
ُ "ْ ِ Bُ ‫ب‬
َ ْ,&ُ FG ‫ ا‬n
ُ ْ ‫َرَأ‬
“Aku lihat perbuatan dosa itu mematikan hati, membiasakannya akan mendatangkan kehinaan.
Sedang meninggalkan dosa itu menghidupkan hati, dan baik bagi diri(mu) bila meninggalkannya”
Prestasi manakah yang akan kita ukir? Prestasi barrun, taqiyyun, karimun (baik, taqwa, mulia!)
Ataukah prestasi fajirun, syaqiyun, Dzalilun (ahli maksiat, celaka, hina) Dalam hal mana? Yaitu
sejauh mana kita menyikapi ajaran Allah dan RasulNya. Perhatikanlah wasiat Imam Al-Hasan Al-
Bashri berkata:
.a
َ ُ -ْ *َ b
َ ‫ْمٌ َذ َه‬,َ b َ ‫ ُآَ َذ َه‬،ٌ‫ َأ م‬n َ &ْ ‫َ ا  ُس ِإ&َ َأ‬G ‫َأ‬
“Wahai manusia, ketahuilah bahwasanya engkau adalah (kumpulan) hari-hari, setiap ada sehari
yang berlalu, maka hilanglah sebagian dari dirimu.”
Ma’asyiral muslimin, jama’ah Jum’ah rahimakumullah ..
• Sudah berapa umur kita yang berlalu begitu saja ..
• Sudah berapa amal taat yang telah kita kumpulkan sebagai investasi di sisi Allah ..
• Sudah berapa pula, amal maksiat yang telah kita lakukan yang menyebabkan kita (nantinya)
terseret kedalam Neraka ..
Marilah, segera bertobat untuk ‘mengukir” dengan amal taat terhadap Allah dan Rasulnya.
Umat Islam (termasuk saya dan jama’ah sekalian) telah diberi hidayah berupa Al-Qur’an (dan As-
Sunnah). Selanjutnya tinggal bagaimana umat Islam menerjemahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Apakah kita termasuk zhalimun linafsih, muqtashid, atau saabiqun bil khairat bi idznillah.
Dalam tafsirnya, Al-Hafizh Ibnu Katsir memberikan pengertiannya masing-masing sebagai berikut:
• Zhalimun linafsihi: Orang yang enggan mengerjakan kewajiban (syariat) tetapi banyak
melanggar apa yang Allah haramkan (yang dilarang)
• Muqtashid: Orang yang menunaikan kewajiban, meninggalkan yang diharamkan, kadang
meninggalkan yang sunnah dan mengerjakan yang makruh.
• Sabiqun bil khairat: Orang yang mengerjakan kewajiban dan yang sunnah, serta
meninggalkan yang haram dan makruh, bahkan meninggalkan sebagian yang mubah (karena
wara’nya)
Tak seorang pun di antara kita yang bercita-cita untuk mendekam dalam penjara. Apalagi penjara
Allah yang berupa siksa api Neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan bebatuan. Tetapi semua
itu terpulang kepada kita masing-masing. Kalau kita tidak mempedulikan syari’at Allah, tidak
mustahil kita akan mendekam di dalamnya. Na’udzu billah.
Itulah ujian Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasul SAW.
.‫ت‬ِ ‫َا‬,َ d   ِ* ‫ ا ُر‬n ِ % D ُ ‫ َو‬.ِ ‫َ ِر‬Qَ ْ ِ* @ُ  m
َ ْ ‫ ا‬nِ % D
ُ
“(Jalan) menuju Jannah itu penuh dengan sesuatu yang tidak disukai manusia, dan (jalan) Neraka
itu dilingkupi sesuatu yang disukai oleh syahwat”
Semoga Allah mengumpulkan kita dalam umatNya yang terbaik dan terjauhkan dari ketergelinciran
ke dalam jurang kemaksiatan. Amin
.?ِ "ْ Qِ 1
َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‫ت وَا‬ ِ َyْ‫ ا‬ َ ِ ِ "ْ ِ َ*ِ ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
Khutbah Kedua
.
ِ ِ* 5 ‫ َة ِإ‬, Tُ 5َ ‫ْ َل َو‬,D َ 5َ ‫ َو‬،ِ‫ْ ِل ا‬,# ُ ‫ َر‬9َ َ ‫ ُم‬ َ $‫ ُة وَا‬ َY  ‫ ْ ُ ِ ِ وَا‬1 َ ْ ‫َا‬
.ُ ُْ,#ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ ) َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ ا َو‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫َوَأ‬
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ ِإ‬.ُ ‫ ُهَا‬Vَ 6ِ Bَ َْ ‫ <ِ ِ َو‬9ََ‫  ٍ َو‬1 َ ُ a َ "! 6ِ &َ 9َ َ ْ‫!?ْ َو*َ ِرك‬# َ ‫; ! َو‬ َ ? ُ َ‫ا‬
.‫ن‬َ ْ,Aُ 0 ُ ْ ‫ن ا‬َ ْ,ُ ِ ْ|ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ ،ِ‫َى ا‬,Aْ 0َ ِ* ‫ي‬ َ ‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ; ِ ْ‫ ُأو‬...  ُ ‫) َ ُآ ُ? ا‬ َ ْ‫ َأر‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫) َ( ا‬ِ َ-َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1
َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ Dَ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
.ٌ"ْ mِ َ ٌ"ْ ِ Dَ a َ & ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*(َا ِه‬9َ َ ‫ ِإ ْ*(َاهِ ْ" َ? َو‬9َ َ n َ ‫  ٍ َآَ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
‡َBِ ‫ َر *َ‡ َوءَا‬.‫*ْ‡(َا ِر‬Sَ ْ‫ ا‬Vَ ‡َ ‡َ  ,َ Bَ ‫َ َو‬Bِ َ "! #
َ  َ ْ(%! ‫ َ*َ َو َآ‬,ُ&‫(ْ َ َ ُذ‬%ِ t ْ َ َ* ‫?ْ َ َ َ َر‬Qُ *! (َ *ِ ‫ا‬,ُِ ‫ن َأنْ ءَا‬ ِ َِ˜ِ ‫َْ َُ ِدً َُ دِي‬-ِ # َ َ& ‫ِإ‬Hَ* ‫ر‬
.‫َ َد‬-"ِْ ‫ ا‬wُ ِh ْ Bُ 5َ a َ & ‫"َ َ ِ@ ِإ‬Aِ ْ ‫ْ َم ا‬,َ َ&sِ ْhBُ 5َ ‫ َو‬a َ ِ#
ُ (ُ ‫َى‬ َ َBَ َ‫َ َو‬
.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ Dَ ‫ َ( ِة‬N ِ Sَ ْ‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ ‫ ءَا‬Hَ* ‫َر‬
. ً‫(َا‬t َ ‫ن‬ َ َ‫َا َ*َ آ‬F َ ‫ن‬  ‫ َ  َ? ِإ‬K َ ‫ب‬ َ ‫َا‬F َ  َ ْ‫; ِ(ف‬ ْ ‫َر *َ ا‬
. ً َ‫ ِإ‬ َ "ِA0 ُ ْ ِ َْ -َ Kْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫ ( َة َأ‬Tُ َِB ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫َر *َ َه‬
ِ ‡َ-K ْ ‫ وَا‬، ‡َ&‫َ ُد‬-َ ‡َ"ْ َِ‫ِ‡`ْ إ‬0‫َ‡ ا‬Bَ (َ N ِ < ‡ََ ْXِ‡ْ;‫ َوَأ‬، َ‡ُ) َ-َ ‡َ"ْ ِ ْ`‡ِ0‫ْ ََ‡ ُد ْ&"َ &َ‡ ا‬Xِ‡ْ;‫ َوَأ‬، ‡َ&(ِ ْ ‫ َ ُ@ َأ‬Y ْ ‡ِ ,َ ‫يْ ُه‬Fِ ‫ْ ََ ِد ْ ََ ا‬Xِ; ْ ‫اَ ُ ? َأ‬
.(‰ ) َ ! ‫ ً@ ََ ِْ ُآ‬D َ ‫ت رَا‬ َ ْ,َ ْ ‫ ِ ا‬-َ K ْ ‫ وَا‬،ٍ("ْ N َ ! ‫"َ َة ِزَ َد ًة ََ ِ `ْ ُآ‬1 َ ْ ‫ا‬
.ٌ?"ْ D
ِ ‫ َر ُءوْفٌ ر‬a َ & ‫ْا َر *َ ِإ‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ !
t ِ َ*ِ ْ,ُTُ ْ` ِ ْ-َ m ْ Bَ 5َ ‫ن َو‬ ِ َْ vِ ْ *ِ َ&ْ,Aُ 6َ # َ  َ ْ Fِ ‫َا ِ&َ ا‬,N
ْ vِ ‫(ْ ََ َو‬%ِ t ْ ‫َر *َ ا‬
.َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1 َ ْ ‫ وَا‬. َ "ْ -ِ َ Kْ ‫َ ِ* ِ َأ‬1; ْ ‫ <ِ ِ َوَأ‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ ُ‫ ا‬9; َ ‫َو‬

44
Cinta Dan Benci Karena Allah
Oleh: Ramaisha Ummu Hafidz

&
َ َ' ْ($ِ)ْ ُ* َْ‫( َ ُ
َو‬ ) ِ ُ & َ َ' ُ ‫ْ ِ! ا‬+*َ َْ ،,َ ِ,َ"- ْ ‫ت َأ‬ ِ ,َ012 َ ِْ َ‫ و‬,َ ِ ُ ْ ‫ ُوْ ِر َأ‬4ُ ِْ  ِ ,ِ5 ‫ ُذ‬7َُ ‫َ ْ ِ ُْ َو‬ ْ َ ‫ َ ِ ْ ُ ُ
َو‬
ْ َ ‫ َ" ُ! ُ َو‬#
ْ َ
ِ $ ِ !َ "ْ #
َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
.
ُ ُْ72
ُ ‫ ْ; ُ! ُ َو َر‬-َ ‫ "!ًا‬# َ ُ ‫ن‬  ‫ ُ! َأ‬+َ 4ْ ‫= َ ُ
َوَأ‬َ *ْ ِ 4َ  َ ُ !َ >
ْ ‫ َو‬ ُ ‫ا‬  ‫ ِإَ َ
ِإ‬ َ ْ‫ ُ! َأن‬+َ 4 ْ ‫ َوَأ‬.
ُ َ ‫ي‬ َ ‫ ِد‬,َ‫ه‬
,َ+ْ ِ C
َ َ$I
َ ‫ وَا>ِ َ! ٍة َو‬L ٍ َْ ْ1 ْ@Mُ Bَ $ََI ْ‫ي‬Eِ ‫ ُ@ ا‬Mُ 5‫ْا َر‬7Bُ A‫س ا‬ ُ , ‫ ا‬,َ+*?‫ َأ‬,َ* .‫ن‬ َ ْ7"ُ $ِ ْ ? ْ@َُ‫ َوأ‬  ‫ ِإ‬  Aُ ْ7"ُ Aَ َ ‫ ِ
َو‬Aِ ,َBAُ C> َ َ ‫ا ا‬7ُBA‫ا ا‬7َُ ‫ ءَا‬ َ *ْ Eِ ‫ ا‬,َ+?*‫ َأ‬,َ*

َ ‫ا ا‬7ُBA‫ا ا‬7َُ ‫ ءَا‬ َ *ْ Eِ  ‫ ا‬,َ+*?‫ َأ‬,َ* .,ً;ْ Rِ ‫@ْ َر‬Mُ ْ َ$-
َ ‫ن‬َ ,َ‫ آ‬ َ ‫نا‬  ‫ َم ِإ‬,َ>ْ‫ر‬T َ ْ‫ ِ
َوا‬5ِ ‫ن‬ َ ْ7 ُ‫ َء‬OَAَ ْ‫ي‬Eِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬7ُBA‫ ًء وَا‬Oَِ ‫ ًْا َو‬Pِ ‫ َآ‬ ً ,َF‫ ِر‬,َ"+ُ ْ ِ G  5َ ‫ َو‬,َ+F َ ْ‫َزو‬
.,ً"ْ W ِ-َ ‫ْزًا‬7'َ ‫ َز‬,َ' ْ!Bَ 'َ
ُ َْ72 ُ ‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Xِ Y ِ *ُ َْ‫@ْ َو‬Mُ 5َ ْ7ُ‫@ْ ُذ‬Mُ َ ِْ ْ *َ ‫@ْ َو‬Mُ َ,َ"- ْ ‫@ْ َأ‬Mُ َ ْU$ِV ْ *ُ .‫ ِ! ْ*!ًا‬2 َ  ً ْ7Rَ ‫ْا‬7 ُْ7Rُ ‫َو‬
(
 ُ‫ َوآ‬Zٌ َ-ْ!5ِ Zٍ َ[!َ #
ْ ُ (  ُ‫ َوآ‬,َ+Aُ ,َ[!َ ْ#ُ ‫ ِر‬7ُT ُ ‫ َ ا‬4  ‫ َ@ َو‬$2
َ ‫ ْ ِ
َو‬$َ-َ ‫\ ا‬$] َ !ٍ " # َ ُ ‫ي‬ ُ ْ!‫ي َه‬ ِ ْ!+َ ْ ‫ ْ َ ا‬I َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ ,َ‫ ِآ‬G ِ *ِ!# َ ْ ‫ق ا‬
َ !َ ] ْ ‫ن َأ‬  `ِ'َ ‫ ْ ُ!؛‬5َ ,‫َأ‬
.‫ ِر‬, ‫ ا‬cِ' Zٍ َ& َd َ (  ‫ َو ُآ‬Zٌ َ&َd َ Zٍ - َ ْ!5ِ
.ِ *ْ !1 ‫ْ ِم ا‬7*َ \َ ‫ن ِإ‬ ٍ ,َ> ْ `ِ5ِ ْ@+ُ َ ;ِ Aَ َْ ‫ْ ِ; ِ
َو‬#]
َ ‫ِ ِ
َو‬e \َ$- َ ‫ " ٍ! َو‬# َ ُ \َ$- َ ( 1] َ @ +ُ $ َ‫ا‬
Jamaah Jum’ah rahimakumullah
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Azza wajalla, yang telah menganugerakan
rasa cinta dan benci dihati para makhlukNya. Dan hanya Dia pulalah yang berhak mengatur kepada
siapakah kita harus mencintai dan kepada siapa pula kita membenci.
Jama’ah sidang Jum’ah rahimakumullah
Cinta yang paling tinggi dan paling wajib serta yang paling bermanfaat mutlak adalah cinta kepada
Allah Ta’ala semata, diiringi terbentuknya jiwa oleh sikap hanya menuhankan Allah Ta’ala saja.
Karena yang namanya Tuhan adalah sesuatu yang hati manusia condong kepadanya dengan penuh
rasa cinta dengan meng-agungkan dan membesarkannya, tunduk dan pasrah secara total serta
menghamba kepadaNya. Allah Ta’ala wajib dicintai karena DzatNya sendiri,sedangkan yang selain
Allah Ta’ala dicintai hanya sebagai konsekuensi dari rasa cinta kepada Allah Ta’ala.
Jamah Jum’ah yang berbahagia.
Dalam Sunan At-Tirmidzi dan lain-lain, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
.(‫ي‬F(0‫ ا‬.‫ )روا‬. ِ ‫† ِ` ا‬ ُ /ْ 6ُ ْ ‫ وَا‬ ِ ‫ ِ` ا‬b G 1ُ ْ ‫ن ا‬
ِ َْ vِ ْ‫(َى ا‬ ُ Cُ ]َ ْ‫َأو‬
“Tali iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR.At Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, Rasulullah juga bersabda:
.($D LD ‫ ل‬T‫ي و‬F(0‫ داود وا‬,*‫ أ‬.‫ )روا‬.‫ن‬
َ َْ vِ ْ‫ َ َ ا‬Qْ 0َ #
ْ ‫ ِ ا‬Aَ َ ِ ِ Vَ َ َ ‫ ِ ِ َو‬9َWْ ‫† ِ ِ َوَأ‬
َ /َ *ْ ‫ ِ ِ َوَأ‬b
 D
َ ‫َْ َأ‬
“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan
tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR. Abu Dawud dan At-
Tirmidzi, ia mengatakan hadits hasan)
Jamaah Jum’ah yang berbahagia.
Dari dua hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa kita harus memberikan kecintaan dan kesetiaan
kita hanya kepada Allah semata. Kita harus mencintai terhadap sesuatu yang dicintai Allah,
membenci terhadap segala yang dibenci Allah, ridla kepada apa yang diridlai Allah, tidak ridla
kepada yang tidak diridlai Allah, memerintahkan kepada apa yang diperintahkan Allah, mencegah
segala yang dicegah Allah, memberi kepada orang yang Allah cintai untuk memberikan dan tidak
memberikan kepada orang yang Allah tidak suka jika ia diberi.
Jamaah Jum’ah yang dimuliakan Allah.
Dalam pengertian menurut syariat, dimaksud dengan al-hubbu fillah (mencintai karena Allah)
adalah mencurahkan kasih sayang dan kecintaan kepada orang –orang yang beriman dan taat
kepada Allah ta’ala karena keimanan dan ketaatan yang mereka lakukan.
Sedangkan yang dimaksud dengan al-bughdu fillah (benci karena Allah) adalah mencurahkan
ketidaksukaan dan kebencian kepada orang-orang yang mempersekutukanNya dan kepada orang-
orang yang keluar dari ketaatan kepadaNya dikarenakan mereka telah melakukan perbuatan yang
mendatangkan kemarahan dan kebencian Allah, meskipun mereka itu adalah orang-orang yang
dekat hubungan dengan kita, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Kamu tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
kasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang orang itu bapak-
bapak, anak-anak sauadara-saudara ataupun saudara keluarga mereka.” (Al-Mujadalah: 22)
Jamaah Jum’ah yang berbahagia……
Jadi, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta pengikut mereka di seluruh penjuru dunia adalah
orang-orang yang lebih berhak untuk kita cintai (meskipun kita tidak punya hubungan apa-apa
dengan mereka), dari pada orang-orang yang dekat dengan kita seperti tetangga kita, orang tua kita,
anak-anak kita sendiri, saudara-saudara kita, ataupun saudara kita yang lain, apabila mereka itu
membenci, memusuhi dan menentang Allah dan RasulNya dan tidak melakukan ketaatan kepada
Allah dan RasulNya maka kita tidak berhak untuk mencintai melebihi orang-orang yang berjalan di
atas al-haq dan orang yang selalu taat kepada Allah dan rasulNya. Demikian juga kecintaan dan
kebencian yang tidak disyari’atkan adalah yang tidak berpedoman pada kitabullah dan sunnah
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Dan hal ini bermacam-macam jenisnya di antaranya adalah:
kecintaan dan kebencian yang dimotifasi oleh harta kekayaan, derajat dan kedudukan, suku bangsa,
ketampanan, kefakiran, kekeluargaan dan lain-lain, tanpa memperdulikan norma-norma agama yang
telah digariskan oleh Allah Ta’ala
Jamaah Jum’ah yang berbahagia ...
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata “Bahwasannya seorang mukmin wajib dicurahkan
kepadanya kecintaan dan kasih sayang meskipun mendhalimi dan menganggu kamu, dan seorang
kafir wajib dicurahkan kepadanya kebencian dan permusuhan meskipun selalu memberi dan
berbuat baik kepadamu.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...
Sesuai dengan apa yang di katakan oleh Syakhul Islam Ibnu Taimiyah, marilah kita berlindung
kepada Dzat yang membolak-balikkan hati, supaya hati kita dipatri dengan kecintaan dan kebencian
yang disyariatkan oleh Allah dan RasulNya. Karena kadang orang-orang yang menentang Allah di
sekitar kita lebih baik sikapnya terhadap kita dari pada orang-orang yang beriman kepada Allah,
sehingga kita lupa dan lebih mencintai orang-orang kafir dari pada orang-orang yang beriman.
Naudzubilla min dzalik.
Jama’ah Jum’ah yang berbahagia ...
Dalam pandangan ahlusunnah wal jamaah kadar kecintaan dan kebencian yang harus dicurahkan
terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Orang-orang yang dicurahkan kepadanya kasih sayang dan kecintaan secara utuh. Mereka
adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, melaksanakan ajaran Islam
dan tonggak-tonggaknya dengan ilmu dan keyakinan yang teguh . Mereka adalah orang-
orang yang mengikhlaskan segala perbuatan dan ucapannya untuk Allah semata. Mereka
adalah orang-orang yang tunduk lagi patuh terhadap perintah-perintah Allah dan RasulNya
serta menahan diri dari segala yng dilarang oleh Allah dan Rasulnya. Mereka adalah orang-
orang yang mencurahkan kecintaan, kewala’an, kebencian dan permusuhan karena Allah
ta’ala serta mendahulukan perkataan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam atas yang
lainnya siapapun orangnya.
2. Orang-orang yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi lainnya.
Mereka adalah orang yang mencampuradukan antara amalan yang baik dengan amalan yang
buruk, maka mereka dicintai dan dikasihani dengan kadar kebaikan yang ada pada diri
mereka sendiri, dan dibenci serta dimusuhi sesuai dengan kadar kejelekan yang ada pada diri
mereka. Dalam hal ini kita harus dapat memilah-milah, seperti muamalah Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam terhadap seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Himar.
Saat itu Abdulllah bin Himar dalam keadaan minum khamr maka dibawalah dia kehadapan
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, tiba-tiba sorang laki-laki melaknatnya kemudian
berkata: “betapa sering dia didatangkan kehadapan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
dalam keadaan mabuk.” Rasulullah bersabda: “janganlah engkau melaknatnya.
Sesungguhnya dia adalah orang yang cinta kepada Allah dan RasulNya (Shohih Al-Bukhari
kitab Al-Hudud). Pada hal jama’ah yang berbahagia, dalam riwayat Abu Dawud dalam kitab
Al-Asyribah juz 4 yang dishahihkan oleh Al-Bani dalam shahih Al-Jami Ash Shaghir hadits
nomer 4967 Rasulullah n melaknat khamr, orang yang meminumnya, orang yang
menjualnya, orang yang memerasnya dan orang yang minta diperaskan, orang yang
membawanya dan orang yang dibawakan khamr kepadanya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah ... adapun yang ketiga
3. Orang–orang yang dicurahkan kebencian dan permusuhan kepadanya secara utuh.
Mereka adalah orang yang tidak beriman kepada rukun iman dan orang yang mengingkari
rukun Islam baik sebagian atau keseluruhan dengan rasa mantap, orang yang mengingkari
asma’ wa sifat Allah ta’ala, atau orang yang meleburkan diri dengan ahlu bida’ yang sesat
dan menyesatkan, atau orang yang melakukan hal-hal yang membatalkan keIslamannya.
Terhadap orang ini wajib bagi kita untuk membenci secara utuh, karena mereka adalah
musuh Allah dan RasulNya Shalallaahu alaihi wasalam.
Sidang Jumah yang dimuliakan Allah
Ada beberapa faktor yang dapat mengkokohkan kecintaan dijalan Allah, antara lain:
1. Memberitahukan kepada orang yang dicintai bahwa kita mencintai karena Allah ta’ala.
Diriwayatkan dari Abu Dzar Radhiallaahu anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam bersabda:
.(٧١٢ ،‫ه‬s‫ رك ` ا‬6‫ ا* ا‬.‫ )روا‬.9َ َ-Bَ 
ِ ‫ ُ ِ` ا‬6G 1
ِ ُ ُ & ‫ َأ‬.ُ ْ(6ِ h
ْ "ُ ْ َ ِ ِsِ ْ َ ْ` ِ ‫ت‬
ِ jْ "َ ْ َ ُ 6َ D
ِ َ; ْ?‫ ُ ُآ‬D
َ ‫ َأ‬b Dَ ‫ِإذَا َأ‬
“Apabila ada seorang dari kalian mencintai temannya hendaklah dia datangi rumahnya dan
mengkhabarinya bahwa ia mencintainya (seorang teman tadi) kerena Allah Ta’ala.” (HR.Ibnul
Mubarok dalam kitab Az-Zuhdu, hal 712 dengan sanad shohih)
2. Saling memberi hadiah
Rasulullah bersabda dalam riwayat Abu Hurairah Radhiallaahu anhu:
.($D .#‫ و‬،١٦٩/٦ ،`A"6‫ وا‬١٢٠ ‫(د‬%‫دب ا‬S‫ ري ` ا‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬.‫ْا‬,*G َ1Bَ ‫َ َدوْا‬Bَ
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al-Bukhari dalam
kitab Adabul Mufrod, hal 120 dan Baihaqi 6/169 dengan sanad hasan)
3. Saling mengunjungi
Rasulullah bersabda dalam riwayat Abu Hurairah .
.(X"1; .# ،`A"6‫(ا&` وا‬6W‫ ا‬.‫ )روا‬. 6D ُ ْ‫ْ َدد‬sBَ 6t ِ ْ‫َ َأ*َ ُه َ( ْ َ( َة! ُزر‬
“Wahai Abu Hurairah! berkunjunglah engkau dengan baik tidak terlalu sering dan terlalu jarang,
niscaya akan bertambah sesuatu dengan kecintaan.” (HR.Thabrani dan Baihaqi dengan sanad yang
shahih)
4. Saling menyebarkan salam.
.‫ )روا‬.ْ?Qُ َ ‡"ْ *َ ‫ َم‬ َ$  ‡‫ا ا‬,ُd‡ ْ ‫ َأ‬،ْ?0ُ 6ْ *َ ‡‡1 َ Bَ .ُ ْ,‡ُ 0ُ ْ -َ َ ‫)‡`ْ ٍء ِإذَا‬ َ 9‡‡َ َ ْ?‡Qُ G‫ َأ ُد‬5َ ‫ َأ َو‬،‫ْا‬,*G ‡‡1 َ Bَ 9‡‡0 D َ ‫ْا‬,‡ُ ِ ْ|ُB 5َ ‫ْا َو‬,‡ُ ِ ْ|Bُ 9‡‡0 D َ @َ ‡ m
َ ْ ‫ن ا‬ َ ْ,ُN ُ ْ‡Bَ َ5
.(٣٥/٢ ،?$
“Tidaklah kalian masuk Surga sehingga kalian beriman, tidakkah kalian beriman sehingga kalian
saling mencintai, Maukah kamu aku tunjukkan tentang sesuatu yang apabila kalian melakukan-nya
akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim 2/35).
5. Meninggalkan dosa-dosa.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
,‡‫ وه‬٨٤ ‫(د ص‬%‫دب ا‬S‫ ري ` ا‬h6‫ ا‬.‫ )روا‬. َ‫ ُ ُه‬D َ ‫ ِ ُ] ُ َأ‬1
ْ ُ b ٍ &ْ Fَ *ِ 5 ‫ق َ* ْ" َ َُ ِإ‬ُ (ُ %ْ "َ َ ‫ ِم‬
َ# ْ vِ ْ‫  َأوْ ِ` ا‬K َ ‫ َو‬s  َ  ِ ‫ن ِ` ا‬ ِ َ]ْ ‫َا د ا‬,Bَ َ
.($D LD
“Tidaklah dua orang yang saling mencintai karena Allah atau karena Islam kemudian berpisah
kecuali salah satu dari ke duanya telah melakukan dosa.” (HR. Al-Bukhari dalam kitabnya Al-Adab
AlMufrad hal.84)
6. Meninggalkan perbuatan ghibah (membicarakan sesuatu tentang saudaranya di saat tidak ada,
dan jika saudaranya tersebut mendengarkan dia marah-marah atau tidak suka) Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan (ghibah) sebagian yang
lain,sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentunya kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Penerima tubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat:12)
ْ`‡ِ ?َ "ْ ‡ِU-َ ْ ‫ ا‬ َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ْ ِ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬ ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َِ* ْ?‫ ِ`ْ َوِإ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ U ِ -َ ْ ‫ن ا‬ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ َ .b ٍ &ْ ‫ ِْ ُآ ! َذ‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$ِ‫?ْ َو‬Qُ َ‫َو‬
Khutbah kedua
ِْ ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ  ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1َ ْ ‫ن ا‬  ‫ِإ‬
.‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$
ْ Bَ ?َ #َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ  ُ ‫ ا‬9; َ .ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإ َ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
Jama’ah Jum’at yang berbahagia ...
Kewajiban saling mencintai dijalan Allah bukanlah suatu perintah yang tidak membawa hasil apa-
apa. Tetapi Allah memerintahkan sesuatu itu pasti ada buahnya dan hasilnya. Buah dan hasil dari
saling mencintai di jalan Allah di antaranya adalah:
1. Mendapatkan kecintaan Allah.
2. Mendapatkan Kemuliaan dari Allah.
3. Mendapatkan naungan Arsy Allah di hari kiamat, pada saat tidak ada naungan kecuali
naungan Allah.
4. Merasakan manisnya iman.
5. Meraih kesempurnaan iman.
6. Masuk Surga
Jama’ah Jum’ah yang berbahagia
Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang tunduk patuh hanya kepada Allah.
Semoga kecintaan dan kebencian kita selalu sesuai dengan apa yang telah disyariatkan oleh Allah
dan RasulNya n. Apalagi yang kita harapkan kecuali mendapatkan kecintaan dari Allah,
mendapatkan kemuliaan dari Allah, mendapatkan naungan ‘Arsy Allah pada hari tidak ada naungan
kecuali naunganNya, meraih manisnya Iman, mendapatkan kesempurnaan iman dan masuk ke
dalam SurgaNya yang tinggi. Semoga Allah selalu memberkahi dan merahmati kita. Amiin.
ِ 6ِ 1
ْ ‡َ;‫ <ِ‡ ِ َو‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1 َ ُ 9‡َ َ ! ‡َ; ? ‡َُ‫ ا‬. ً"ْ ِ$ ْ ‡َB ‫ْا‬,ُ !‡َ#‫َ"ْ‡ ِ َو‬ َ ‫ْا‬,G; َ ‫ْا‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬،!`6ِ  ‫ ا‬9َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ُ ُ 0َ Qَ lِ
َ َ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ِإ‬
‡ََ ْ(‡ِ%tْ ‫ َر *َ‡ ا‬.ٌ(ْ ِ ‡َT ‫)`ْ ٍء‬ َ ! ‫ ُآ‬9َ َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ت ا‬ ِ َِ$ ْ ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ت وَا‬ ِ َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|ُ ْ ِ ْ(%ِ t
ْ ‫ اَ ُ ? ا‬. َ "ْ -ِ َ K
ْ ‫َأ‬
‡َُ ْ Dَ ْ‫َاِ‡ َ َْ وَار‬,ِ‫ِ‡(ْ ََ‡ َو‬%t ْ ‫ َر *َ‡ ا‬.ٌ?"ْ ‡ِD‫ َر ُءوْفٌ ر‬a َ ‡&‫ْا َر *َ ِإ‬,ُ َ ‫ ءَا‬ َ ْFِ ! t ِ َ*ِ ْ,ُTُ ْ` ِ ْ-َ m ْ Bَ 5َ ‫ن َو‬ ِ َْ vِ ْ *ِ َ&ْ,Aُ 6َ # َ  َ ْ Fِ ‫َا ِ&َ ا‬,N ْ vِ ‫َو‬
9‡َ َ ٌ‫ م‬ َ ‡َ#‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ ‡َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬
! ‫ َر‬a َ !*‫ن َر‬َ َ16ْ # ُ .‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ َD َ"&ْ G ‫َ ِ` ا‬Bِ < َ* ‫ َر‬.‫َ رًا‬/; ِ َ& َ"* ‫َآَ َر‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬ ! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1 َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#َ ْ(ُ ْ ‫ا‬
‫ َ‡ ذْ ُآ(ُوا‬.‫ن‬ َ ْ‫ آ ُ(و‬Fَ ‡َB ْ?‡ُQ-َ َ ْ?‡ُQU
ُ -ِ َ ` ِ ‡ْ/6َ ْ ‫ ِ( وَا‬Qَ ُْ ‫ ِء وَا‬Hَd1 ْ %َ ْ ‫ ا‬
ِ َ 9َْ َ ‫ َو‬9َ*ْ(Aُ ْ ‫ئِ ذِي ا‬Hَ0ِ‫ن َوإ‬ ِ َ$D ْ vِ ْ‫ْ ِل َوا‬-َ ْ ِ* ْ?‫ ُ ُ( ُآ‬jْ َ  َ ‫نا‬  ‫ ِإ‬،ِ‫َ َد ا‬6 ِ
.(ُ 6َ ‫ َأ ْآ‬
ِ ‫ ْآ ُ( ا‬Fِ َ‫?ْ َو‬Qُ Wِ -ْ ُ ِ ِ
ْ َ ِْ .ُ ْ,ُjَ # ْ ‫ْ ُآ(ْ ُآ?ْ وَا‬Fَ ?َ "ْ U ِ -َ ْ ‫ ا‬ َ ‫ا‬

45
Potret Haji Kita, Antara Cita-Cita Dan Fakta
Oleh: Agus Hasan Bashori, Lc
aَ ‡ْ%ُ ْ ‫ َ( ا‬$
 ‡َ‫ َو‬.ُ ‡َ&ْ ‫ َوَأ‬C َ ‡ْh
َ ْ ‫ َ* ََأ ا‬،ُ?"ْ ِ-َ ْ ‫ ْ" ُ? ا‬Qِ 1
َ ْ‫ ا‬,َ ‫ َو ُه‬.ُ (َ $  "َ َ ‫ع‬
َ ْ(d  ‫ َل ا‬sَ &ْ ‫ َوَأ‬.ُ ‫  َر‬Aَ َ ‫)`ْ ٍء‬ َ  ‫ ُآ‬C َ َNَ ?ِ "ْ D ِ ( ‫ !( ا‬6ِ ْ ‫ ْ" ِ? ا‬U
ِ -َ ْ ‫ ا‬Vِ ِ#‫َا‬,ْ ‫ ْ ُ ِ ِ ا‬1 َ ْ ‫َا‬
ِ ‡ِA"ْ ِ ْ,Bَ 9‡َ َ .ُ (ُ Qُ ‡ْ)‫ ِ َوَأ‬Bِ َ%‡ِ; ‫ِ‡ ِ َو َآَ‡ ِل‬Bْ,-ُ &ُ ‫ ِل‬ َK َ 9َ َ .ُ ُ َ Dْ ‫( َأ‬٣٦ :@*,0‫ ) ا‬:?ِ ْ (ِ Qَ ْ ‫ب ا‬ ِ َ0Qِ ْ ‫ ُ ِ` ا‬lِ َAْ ‫ ا‬،ُ?"ْ Qِ 1 َ ْ ‫ ا‬sُ ْ sِ -َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ َو ُه‬.ُ ‫(َا‬K ْ ‫َوَأ‬
9‡َ‫ث ِإ‬ ُ ْ,‡ُ-6ْ َ ْ ‫ ا‬،ُُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡ْ6 َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫ َوَأ)ْ‡ َ ُ َأ‬.ِ ‡ِ0" *ِ ْ,*ُ ‫ ِ َو ُر‬0ِ " ‫ْ ِه‬,ُ‫ َ ُ ِ` ُأ‬aَ ْ (ِ ) َ 5َ ُ.َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ِ 0ِ َ -ْ &ِ ”ِ *ِ ‫َا‬,# َ ‫َو‬
.
َ "ْ Aِ 0 ُ ْ ‫ ا‬Vَ َ َ ‫نا‬  ‫ْا َأ‬,ُ َ ْ ‫ وَا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ِا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫) َ( ا‬
ِ َ-َ .ِ 0ِ َ # ُ ْ` ِ ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ ِ َو‬6ِ 1 ْ;َ ‫َ ْ" ِ وَ<ِ ِ َو‬ َ ْ?!# َ ‫; ! َو‬ َ ? ُ َ‫ ا‬.ِ 0ِ  (ِ *َ Vِ "ْ ِ K َ
Jamaah shalat jum’at yang berbahagia
Marilah kita tingkatkan Iman dan taqwa kepada Allah karena hanya dengan taqwa kita akan
mendapatkan ampunan, pertolongan dan surgaNya yang agung.
Kita sekarang berada pada bulan Dzul Qa’dah bulan kesebelas dari bulan Qamariyah, satu dari
empat bulan yang disebut dengan bulan-bulan haram ‫م‬# ‫ ا‬+4‫ ا‬dan satu dari tiga bulan haji yang
disebut dengan ‫ت‬,7$ +4‫ أ‬di sebut Dzul Qa’dah karena mereka:
.!1 َ ْ ِ* ‫(َا ٍم‬D
ْ vِ ‫َادًا‬-ْ 0ِ # ْ ‫َ ُل ِا‬0Aِ ْ ‫َ ِر وَا‬%# ْ Sَ ْ‫ ا‬ ِ َ ِ "ْ ِ ‫ن‬ َ ْ‫ ُو‬-ُ Aْ َ
“Mereka duduk (tinggal dirumah) tidak melakukan perjalanan maupun peperangan sebagai
persiapan untuk melakukan ihram haji”.
Pada hari ini kita saksikan bersama persiapan dan pem-berangkatan para jemaah calon haji. Kita
rasakan bersama betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah mereka dan sejuta harapan telah
tertanam dalam di lubuk hati mereka, manakala saudara-saudara kita tadi meninggalkan kampung
halamannya terbang menuju kiblat umat Islam sedunia, memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Tidak ada ibadah seagung ibadah haji, tidak ada sesuatu agama yang memiliki konsep ibadah
seperti konsep haji Islam. Haji mengandung seribu makna, merangkum sejuta hikmah. Karena itu
haji merupakan tiang kelima dari kelima pilar utama dalam Islam.
Di lihat dari sebutannya saja ibadah ini sudah unik. Betapa tidak Al-Allamah Abu Abdillah
Muhammad bin Abdir Rohman Al-Bukhari Alhanafi Azzahid (546 H) menjelaskan. “Haji adalah
bermaksud (berkeinginan dan bersengaja), sementara maksud dan niat, keduanya menghantarkan
seseorang menuju cita-cita, niat adalah amal yang paling mulia karena ia adalah pekerjaan anggota
yang paling utama yaitu hati, manakala ibadah ini adalah ibadah yang paling besar dan ketaatan
yang paling berat maka disebut ibadah yang paling utama” yaitu Al-Haj yang berarti al-qashdu.
Tatkala seorang haji tiba di ka’bah, dan sebelumnya dia sudah mengetahui bahwa pemilik rumah
(ka’bah) tidak berada di sana, maka dia berputar mengelilingi rumah : Thawaf mengisyaratkakn
bahwa ka’bah bukanlah maksud dan tujuan. Tetapi tujuannya adalah pemilik rumah Z;M ‫رب ا‬..
Begitu pula mencium hajar aswad, bukan berarti dan bukan kerena menyembah batu, melainkan
karena mengikuti sunnah rasul. Karena beliaulah yang mencontohkan kita untuk melakukan yang
demikian. Inilah pembeda antara musyrik dan muslim. Dulu orang musyrik mencium batu karena
untuk menyembah batu. Tetapi sekarang Muslim mencium batu untuk mengikuti sunnah rasul yang
diantara hikmahnya adalah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu .
“Hajar Aswad adalah bagaikan tangan kanan Allah dimuka bumi ini. Maka barangsiapa yang
menjabatnya (menyentuhnya) atau menciumnya maka seolah-olah ia menjabat (tangan) Allah dan
mencium tangan kananNya.”
Karena itu ketika menyentuhnya seorang haji harus mengingat bahwa ia sedang berbai’at kepada
Allah (pencipta dan pemilik batu yang telah memerintah untuk menyentuhnya). Berbai’at untuk
selalu taat dan tunduk kepadaNya, dan harus ingat barang siapa yang menghianati bai’at maka ia
berhak mendapatkan murka dan adzab Allah.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Karena maksud kita bukan g ; ‫ ا‬tetapi g ; ‫ رب ا‬dan karena unsur niat begitu utama dan penting maka
Allah brfirman:
.ِ ِ ‫ ْ َ( َة‬-ُ ْ ‫ وَا‬1 َ ْ ‫ا ا‬,GBِ ‫َوَأ‬
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah itu karena Allah”
Karena itu pulalah para ulama menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi calon haji adalah
bertaubat. Bertaubat dari semua dosa dan maksiat, baik calon haji itu seorang petani, pegawai,
polisi, artis, dokter, mentri maupun seorang kiayi, laki-laki maupun perempuan , tua maupun muda.
Inilah yang disyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya:
.‫ى‬,َ Aْ 0 ‫ا ِد ا‬s‫ ْ" َ( ا‬N َ ‫ن‬  _ِ َ ‫ و ُدوْا‬sَ Bَ ‫َو‬
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa”(al-Baqarah; 197).
Tentu saja kita sudah maklum bahwa taqwa itu tidak bisa dicapai kecuali dengan bertaubat dan
meninggalkan segala jenis perbuatan maksiat.
Kalau calon haji sudah bertaubat maka ia akan mampu memahami dan menjiwai syiar haji yang
teramat indah itu yaitu.
.aَ "ْ 6 َ a
َ َ aَ ْ (ِ )َ 5َ a َ "ْ 6 َ ،َa"ْ 6 َ ? ُ ‫ ا‬a
َ "ْ 6 َ
Ia akan menghayati seolah-olah berucap: Ya Allah aku datang, akau datang, memenuhi
panggilanMu, lalu aku berdiri di depan pintuMu. Aku singgah di sisiMu. Aku pegang erat kitabMu,
aku junjung tinggi aturanMu, maka selamatkan aku dari adzabMu, kini aku siap menghamba
kepadaMu, merendahkan diri dan berkiblat kepadaMu. BagiMu segala ciptaan, bagiMu segala
aturan dan perundang-undangan, bagiMu segala hukum dan hukuman tidak ada sekutu bagiMu.
Aku tidak peduli berpisah dengan anak dan istriku, meninggalkan profesi dan pekerjaan,
menanggalkan segala atribut dan jabatan, karena tujuanku hanyalah wajah-Mu dan keridhaanMu
bukan dunia yang fana dan bukan nafsu yang serakah maka amankan aku dari adzabMu.
Ma’asiral muslimin rahimakumullah.
Jika calon haji sudah bertaubat maka ia pasti akan mampu mencapai hakekat haji yang telah
digariskan oleh Allah, dalam firman-Nya:
Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh
rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (Al-Baqarah: 197)
Seorang yang beribadah haji tidak boleh melakukan rofats yaitu jima dan segala ucapan dan
perbuatan yang behubungan dengan seksual. Tidak boleh melakukan Fusuq yaitu segala bentuk
maksiat dan tidak boleh melakukan jidal yaitu perdebatan yang mengikuti hawa nafsu, bukan untuk
mencari kebenaran.
Maka barang siapa yang telah sukses memenuhi perintah Allah tersebut ia akan mendapatkan haji
yang mabrur, yang diantara tandanya adalah sepulang haji ia tidak akan mengulang maksiat, dosa-
dosa yang lalu, ia akan tampil sebagai muslim yang shalih dan muslimah yang shalihah.
Maka sebuah negara semakin banyak muslim dan muslimah yang taat, negara itu akan semakin
aman makmur dan sentosa. Maksiat dan kemungkaran akan menepi, perjudian dan pencurian akan
sepi, perzinaan dan pembunuhan akan mudah diatasi. Apalagi jika yang pergi haji adalah Bapak
Bupati, para Mentri dan Pak Polisi.
Sepulang haji yang kikir akan menjadi dermawan, yang kasar akan menjadi pengantin dan yang
biasanya menyebar kejahatan berubah menebar salam.
Itu semua manakala hajinya mabrur. Namun kenyataannya adalah bagaikan siang yang dihadapkan
dengan malam, semuanya bertolak belakang, mereka tidak mengambil manfaat dari ibadah haji
selain menambah gelar Pak Haji atau Bu Hajjah. Yang korup tetap korup, yang artis tetap artis,
yang lintah darat tetap lintah darat, yang jahat tetap jahat.
Maka tidak heran jika Rofats, Fusuq dan Jidal marak dimana-mana sampai terjadi krisis moral,
krisis nilai, krisis kemanusiaan, krisis politik, lingkungan, ekonomi dan sosial.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Demikianlah sekelumit tentang makna haji, haji mabrur dan potret haji kita, semoga Allah
menjadikan haji kita yang dahulu dan yang akan datang menjadi haji yang mabrur, dan semoga
dijauhkan dari haji yang maghrur (tertipu) dan mabur.
ْ?‡ُQَ‫ ِ‡`ْ َو‬ َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ ‡ْ#‫َا َوَأ‬F‡َ‫ِْ`ْ ه‬,‡َT ‫ْ ُل‬,‡ُT‫ َأ‬.?ِ "ْ ‡ِQ1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬ ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ"ِ ‡َ*ِ ْ?‫ِ‡`ْ َوِإ‡ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ِ‡ ْ" ِ? َو‬U-َ ْ ‫ن ا‬ ِ <ْ(‡ُAْ ‫ُ‡?ْ ِ‡` ا‬Qََ‫ ِ‡`ْ و‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬.ُ ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ َ bٍ ْ&‫ ِْ ُآ ! َذ‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ُ ْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$ِ‫َو‬
Khutbah Kedua
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ َْ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ِ ْ" ُ ُ َو‬-0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬  ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡َ َ  ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫)‡ َ ُ َأ‬ ْ ‫ َ‡ ُ َوَأ‬a َ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T‫ َو‬.‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ ‡G ْ?0ُ ‡&َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,‡ُBَ 5َ ‫ِ‡ ِ َو‬B َABُ C  ‡َD  َ ‫ا ا‬,‡ُAB ‫ا ا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫"ْ‡(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ # َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬U ِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ  َ ْ(%! Qَ ُ َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫} َو‬
‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GYَ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ‡ َل‬A َ ِ ِْ,‡ُ#‫ َر‬9َ َ ‫ ِم‬ َ$  ‫ ِة وَا‬ َY
  ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬ َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َ ْ ‫ُ] ? ا‬
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !# َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫  ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬
َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫ِ َ ت‬$ ْ ‡ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ D َ aَ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡َ َ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ # َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
aَ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# . ‡ً َ‫ ِإ‬ َ "‡ِA0 ُ ْ ِ ‡َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ ْ ‫( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬ ! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1َ ْ ‫ َوا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s ِ-ْ ‫ب ا‬ ! ‫َر‬
.‫ َة‬
َY
 ‫ ِ? ا‬Tِ ‫ َوَأ‬.?َ # َ ‫ ِ َو‬6ِ 1 ْ; َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ  ُ ‫ ا‬9; َ ‫َو‬
( Januari 2004 / 30 dzulqa'dah 1425 ٢٢ )
46
Hijrah, Peristiwa Penuh Strategi
Oleh: H Hartono Ahmad Jaiz

ُ ْ ِ
ْ ‡ُ َْ ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! #
َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1 َ ْ ‫ن ا‬
 ‫ِإ‬
ِ ‫َى ا‬,‡ْA0َ *ِ ‫ي‬ َ ‡‫?ْ َوِإ‬Qُ "ْ ‡ِ;ْ‫س ُأو‬ ُ ‡‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a
َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ْ‫) َ ُ َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
‫ْا‬,‡ُAB ‫س ا‬ُ ‡‫َ‡ ا‬G ‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬ Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ CD َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْFِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,Aُ 0 ُ ْ ‫ْ َ َز ا‬Aَ َ
َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ن ِ* ِ َوا‬ َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$Bَ ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬Hَ$&ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L  *َ ‫َ َو‬Kَ ْ‫ َِْ َزو‬C َ َNَ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫َر‬
ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&ُ‫ُ‡?ْ ذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َ ْ ‫?ْ َأ‬Qُ َ ْXِYْ ُ .‫ ِ ًْا‬# َ 5ً ْ,Tَ ‫ْا‬,ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G ‫ َ َأ‬. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ َ ‫ن‬ َ َ‫آ‬
. ً "ْ U
َِ ‫ْزًا‬, َ ‫ْ َ َز‬Aَ َ
 ‡ُ‫@ٌ َوآ‬ َ ْ*ِ @ٍ ]َ َ 1 ْ ُ  ‫َ َو ُآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ ‫ ا‬9; َ ٍ  1 َ ُ ‫ي‬ ُ َْ‫ي ه‬
ِ َْ ْ ‫ ْ" َ( ا‬N
َ ‫ َو‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬
َ َ ; ْ ‫ن َأ‬  _ِ َ ‫ُ؛‬-ْ *َ ‫َأ‬
.@ِ َ َ"Aِ ْ ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ٍ َ$D ْ _ِ*ِ ْ?ُ -َ 6ِ Bَ َْ ‫ِ َو‬6ِ 1ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ َ"! 6ِ &َ 9ََ ْ?!# َ ‫; ! َو‬َ ? ُ َ‫ ا‬.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ @ٍ  َ ْ*ِ
Adegan yang sangat tegang memecahkan genangan air mata Abu Bakar di dalam gua Tsur, di luar
kota Makkah. Musuh-musuh yang pedangnya siap menebas Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi
wasalamberdiri di hadapan Abu Bakar, hanya berbatas cahaya. Abu Bakar mendampingi Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam di dalam gua, sedang musuh-musuh yang siap "menerkam" berdiri di
mulut gua. Isak tangis pun tak bisa ditahan, keluar dari mulut Abu Bakar yang mengkhawatirkan,
Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam ditangkap musuh dan dibunuh. Nabi Shalallaahu
alaihi wasalam membisiki Abu Bakar; “Laa tahzan innallaha ma'anaa”, janganlah engkau bersedih
hati, karena sesungguhnya Allah beserta kita.
Musuh bebuyutan Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam yang memimpin pengejaran dan
akan membunuh Nabi pun berada di mulut gua Tsur, 5 kilometer dari Makkah. Justru Umayyah
Ibnu Khalaf, musuh bebuyutan Nabi itulah yang menganggap mustahil Muhammad yang sedang
dicari-cari itu berada di dalam gua ini. Maka bubarlah para calon pembunuh yang ingin
menggondol 100 unta bila menemukan Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam ini.
Tiga malam lamanya Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam dan Abu Bakar As-Shiddiq
berada di dalam gua. Sementara orang-orang kafir Makkah yang sejak semula memusuhi bahkan
ingin membunuh Nabi itu meningkat jadi berlomba mencari hadiah 100 unta dalam rangka
membunuh Nabi. Tingkah polah kaum kafir Makkah yang haus darah dan serakah harta ini tidak
mudah diajak kompromi. Untuk itu, Abdullah bin Abu Bakar memainkan peran yang cukup
penting. Setiap malam Abdullah bin Abu Bakar menginap di dekat kaum Quraisy yang memusuhi
Nabi di Makkah. Pada saat manusia lelap tidur menjelang fajar, Abdullah mendatangi Nabi, lantas
pagi hari Abdullah sudah berada di kalangan kaum Quraisy Makkah. Maka orang-orang Quraisy
menduga, Abdullah tetap berada di Makkah bersama mereka. Padahal, semua gerak-gerik dan
rencana Quraisy telah disadap dan disampaikan kepada Nabi Shalallaahu alaihi wasalam .
Untuk menghilangkan jejak-jejak kaki Abdullah yang berjalan di padang pasir antara Makkah dan
gua Tsur itu, maka Amir bin Fuhairah menggiring kambingnya menyusuri bekas-bekas tapak kaki
Abdullah, mendekati gua Tsur. Hilanglah jejak-jejak kaki di padang pasir itu. Sementara, Asma'
binti Abu Bakar membawakan makanan untuk Nabi dan Abu Bakar yang berada di dalam gua.
Untuk melanjutkan perjalanan, keluar dari gua Tsur menuju Yatsrib (kini bernama Madinah), Abu
Bakar sebelumnya telah berjanji dengan penunjuk jalan yang mahir, bernama Abdullah Bin
Uraiqith. Penunjuk jalan ini disewa, dan diharap menemui Abu Bakar di gua Tsur setelah tiga hari.
Sekalipun Abdullah Bin Uraiqith ini masih belum Islam, namun ia tidak mau membocorkan
perjanjian, dan tidak tergiur oleh sayembara hadiah 100 unta bagi yang mampu
menemukan/membunuh Nabi.
Dalam perjalanan dari gua Tsur menyusuri pantai menuju ke Yatsrib berkendaraan unta, Nabi dan
Abu Bakar yang dipandu oleh Abdullah Bin Uraiqith ini dikejar oleh Suraqah Bin Malik Al-Mudlaji
dengan kuda. Setiap hampir sampai di belakang Nabi Muhammad SAW, kuda Suraqah terperosok
kaki depannya ke dalam pasir. Sampai tiga kali, dan yang terakhir, dari lobang yang memerosok-
kan kaki kuda itu keluar debu yang amat banyak. Maka Suraqah minta perlindungan kepada Nabi
dan Abu Bakar. Dan Suraqah yakin, Nabi dengan ajarannya itu akan menang.
Kehadiran Nabi Shalallaahu alaihi wasalam sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat di Yatsrib.
Mereka dengan sangat gembira menjemput Nabi SAW. Namun Nabi tidak langsung ke Yatsrib,
singgah dulu di Quba', mendirikan masjid. Hingga sekarang dikenal dengan Masjid Quba', dekat
Madinah. Peristiwa singgah di Quba, di tempat Bani Amr bin Auf inilah yang sampai kini dicatat
sebagai peristiwa hijrah yang menurut penyelidikan Mahmud Basya, ahli falak, terjadi pada 2
Rabi'ul Awwal, bertepatan 20 September 622 Masehi. Tanggal inilah yang kemudian dijadikan
perhitungan tahun pertama Hijriyah. Hal itu ditetapkan dalam sidang pada masa pemerintahan
Umar bin Khothob, 17 Hirjiyah/639 M atas usulan Ali bin Abi Tholib. Sekalipun Hijrah itu sendiri
terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal, namun tidak ada masalah dalam penanggalan Hilaliyah dimulai
dengan Muharram. (lihat Nurul Yaqin, halaman 83 atau terjemahannya hal 108).
Bukan Meninggalkan Medan
Peristiwa hijrah (pindahnya) Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Makkah ke Yatsrib (Madinah)
itu bukanlah suatu kejadian pemimpin lari meninggalkan medan. Karena, walaupun telah
"sempurna" kekejaman kaum kafir Quraisyh dalam memusuhi Nabi dan pengikutnya, tidaklah Nabi
lari duluan. Umat Islamlah yang dipersilakan duluan untuk meninggalkan Makkah. Sedang di
Makkah tinggallah Nabi, Abu Bakar (yang tadinya akan berangkat pula, lalu diminta untuk bersama
Nabi), Shuhaib, Ali, Zaid bin Haritsah dan beberapa orang lemah yang belum siap berhijrah. Ali
bertugas menggantikan tidur di tempat tidur Nabi Shalallaahu alaihi wasalam saat malam
pengepungan oleh kaum Quraish. Sedang Abu Bakar diminta untuk menunggu Nabi di luar
Makkah, yang kemudian bertemu untuk masuk ke gua Tsur seperti tersebut.
Untuk membela agama yang akan ditumpas oleh kaum kafir Quraisy ini Abu Bakar membawa harta
sebanyak 6.000 Dirham, mata uang perak. Beratnya, 6.000 x 3,12 gram = 18.720 gram. Nilainya
sama dengan 2.808 gram emas, (nilai ini diperbandingkan dalam zakat). Ukuran zakat harta adalah
200 Dirham (perak) atau 20 Dinar (emas). 20 Dinar emas = 20 mitsqol = 93,6 gram. Ini menurut
Fiqh Islam, H. Sulaiman Rasyid, (192-193) 1. Bekal Abu Bakar 6.000 Dirham itu dicatat dalam
buku "Muharram dan Hijrah", Amir Taat Nasution, hal 32.
Peran Abu Bakar Shiddiq dalam peristiwa Hirjah ini sungguh besar. Entah berapa dirham Abu
Bakar menyewa tukang penunjuk jalan, Abdullah Bin Uraiqith yang belum memeluk agama Islam,
sampai tidak tergiur memilih ikut sayembara hadiah 100 unta bila menemukan/membunuh Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam. Pengaruh Abu Bakar terhadap anak-anaknya, Abdullah dan Asma',
hingga menjadi penyelidik khusus dan penjamin makan yang cukup menanggung risiko dalam
perjalanan Makkah-Gua Tsur. Usaha maksimal Abu Bakar yang penuh risiko, baik jiwa maupun
harta itu, masih pula dilacak oleh kaum kafir Quraisy sampai di hadapan Abu Bakar, di mulut gua.
Maka, menangisnya Abu Bakar, sebagai manusia, sangat bisa dimaklumi. Apalagi, yang didampingi
adalah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam yang akan dibunuh. Tentu saja Abu Bakar amat khawatir,
bagaimana nasib umat Islam yang telah berada di negeri orang, di Madinah (Yatsrib). Siapa
pengayom jiwa mereka. Dan siapa lagi nanti yang akan membimbing menyiarkan ajaran Islam yang
baru embrio ini.
Sewaktu dikejar oleh Suraqah di tengah perjalanan menuju Yastrib, Abu Bakarlah yang tahu persis
bagaimana keganasan orang yang akan membunuh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dan ingin
meraih hadiah 100 unta sebagai pahlawan Quraisy. Abu Bakar senantiasa menengok ke belakang,
sedang Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tetap tegar menghadapkan muka ke depan. Peristiwa-
peristiwa menegangkan yang langsung dialami oleh Abu Bakar dalam mendampingi Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam ini lebih menebalkan keimanannya yang memang sudah kaliber amat
tangguh. Hingga, harta benda seluruhnya disumbangkan untuk Islam, di bawa ke hadapan Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam pada peristiwa lain. Sampai Nabi Shalallaahu alaihi wasalam terheran-
heran. Ditanya, apa yang masih ada padamu? Malah dijawab oleh Abu Bakar, bahwa Allah dan
Rasul-Nyalah yang ada padanya.
Perjuangan tidak selesai, walau hijrah telah dilaksanakan. Penggalangan kekuatan umat yang terdiri
dari kaum Muhajirin (yang datang dari Mekkah) dan Anshor (yang asli Madinah) ditata dengan
penuh semangat persaudaraan oleh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Hingga kaum Anshor rela
mengorbankan harta untuk saudara-saudaranya, kaum Muhajirin. Hingga sebagian mereka
merelakan sebagian isterinya dicerai agar dikawini saudaranya, kaum Muhajirin. Semua itu
dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan kesadaran. Karena, semuanya menyadari, kaum kafir
Makkah tentu tidak rela adanya peristiwa hijrah massal ini. Ternyata pada tahun kedua Hijriyah,
kaum kafir Quraisy telah menyiapkan 950 tentara, 100 kuda dan 700 unta untuk menyerbu umat
Islam. Terjadilah perang Badr pada bulan Ramadhan, 2 Hijriah. Abu Lahab, dedengkot kafir
Quraisy rela menyumbangkan 100 unta untuk perang menyerbu muslimin yang berjumlah 313
orang dengan 2 kuda dan 70 unta. Perang yang langsung dipimpin Nabi Shalallaahu alaihi wasalam
ini dimenangkan oleh kaum muslimin, suatu prestasi yang sangat di luar dugaan. Hingga, seketika
Abu Lahab, dedengkot kafir Quraisy mendengar kabar kekalahan itu, ia langsung berodol
jantungnya. 100 unta yang disumbangkan untuk memusuhi muslimin telah sia-sia, hingga ia sangat
menyesalinya.
Pengaruh hijrah dan kemenangan perang Badr ini satu segi lebih memantapkan muslimin Muhajirin
dan Anshor, namun satu segi menjadikan tokoh Madinah yang akan tergusur pengaruhnya serta
kaum Yahudi, menyikapi dengan tingkah lain. Memilih nifak atau mengadakan makar. Abdullah
bin Ubay bin memilih nifak, sedang kaum Yahudi merencanakan makarnya untuk membunuh Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam. Dengan demikian, peristiwa hijriyah ini disusul dengan problema yang
cukup kompleks. Bukan sekadar penggusuran secara fisik seperti di Makkah, namun lebih beragam
lagi' permusuhan licik, musuh dalam selimut, dan persekongkolan jahat yang tak henti-hentinya.
Kemunafikan dan persekongkolan yang menghadang di hadapan umat Islam bukan membuat
padamnya Islam, namun justru menambah wawasan dan kecermatan umat dalam menempuh
gelombang hidup. Umat tidak berfirqoh-firqoh (pecah belah), tidak menonjolkan identitas keaslian
daerahnya (Makkah/Muhajirin, Madinah/Anshor). Semuanya dalam persaudaraan, seia sekata.
Tabiat pedagang dari Makkah yang keras bisa bersatu menjadi bersaudara dengan tabiat petani
Madinah yang lunak dan sopan. Perpaduan yang saling tenggang rasa, tolong menolong, tanpa
mengungkit jasa, tanpa mengeruk keuntungan pribadi dengan dalih demi kelancaran pembinaan
masyarakat; itu semua mewujudkan umat yang terbaik. Khoiro Ummah, sebaik-baik umat. Jegal-
menjegal tidak mereka kenal. Hingga, orang munafiq seperti Abdullah bin Ubay bin Salul yang
ingin senantiasa menjegal Nabi Shalallaahu alaihi wasalam serta pengikutnya, justru ia sendiri
sangat rapi dalam menyimpan kemunafikannya. Sangat menampakkan keislamannya, setiap shalat
pun di belakang Nabi Shalallaahu alaihi wasalam .
Peristiwa Hijrah yang membuahkan masyarakat berkadar khoiro ummah ini mengakibatkan tidak
berdayanya kaum kafir, dan tidak berkutiknya orang munafik. Mafhum mukholafah atau analogi
logisnya, di saat umat kondisinya bobrok, orang munafik pun tidak mendapatkan hasil apa-apa.
Karena, di saat masyarakat bobrok kondisinya, tentu saja kebobrokan itu akibat dari banyaknya
orang munafik. Banyaknya jumlah munafik kini mengakibatkan perben-turan kepentingannya,
otomatis akan sia-sia. Ibarat pucuk cemara yang meliuk ikut hembusan angin, di saat angin sudah
berbalik arah, pucuk daun itu belum sempat berbalik, kemudian bertabrakan sesamanya.
Hijrah membuahkan masyarakat muslim terbaik, dan kemunafikan tidak berkutik. Sebaliknya, bila
muslimin terbaik itu jumlahnya sangat minim, maka kemunafikan pun tidak membuah-kan hasil.
Naluri manusia cenderung membela kebenaran, yang dalam istilah agama disebut fitrah. Maka
Islam disebut pula agama fitrah, yaitu agama yang memang sesuai dengan naluri manusia itu
sendiri. Hingga tak mengherankan, para musuh bebuyutan, kaum kafir Makkah yang mengejar-
ngejar Nabi Shalallaahu alaihi wasalam hingga Nabi berhijrah itu, 8 tahun kemudian mereka semua
masuk Islam dengan sukarela. Sedang Nabi n sama sekali tidak dendam kepada mereka. Lalu Nabi
n menegaskan, tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah (terbukanya Makkah, yaitu penduduk
Makkah masuk Islam semua secara serentak, tahun 8 Hijriyah). Tokoh-tokoh tua, seperti Abu
Sufyan yang tadinya sangat memusuhi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pun masuk Islam. Tidak
ada penolakan atau kata terlambat yang diucapkan oleh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, sekalipun
kesadaran mereka baru datang di masa pensiun.
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ ِإ & ُ ُه‬َ ‫(ُوا ا‬%ِ /ْ 0َ # ْ َ ‫َا‬F‫ِْ`ْ َه‬,Tَ ‫ْ ُل‬,Tُ ‫َأ‬
Khutbah Kedua
ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 
ُ ‫ ا‬.ِ ِ ْ َ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! َ# ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ ْ" ُ ُ َو‬-ِ 0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡َ َ  ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫ َ‡ ُ َوَأ)ْ‡ َ ُ َأ‬a َ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ أَن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
‡َ‫ } َو‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$
ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C  َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ #َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬U ِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ 
َ ْ(%! Qَ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ‡ َل‬A َ ِ ِْ,‡ُ#‫ َر‬9َ َ ‫ ِم‬َ$  ‫ ِة وَا‬ َY  ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬ َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َ ْ ‫ُ] ? ا‬
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ Dَ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫ ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬
َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ D
َ aَ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡َ َ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
`‡ِ ‡َBِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ ‡َ* َ0ِ K ْ ‫َ‡ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬ ًp ِ َ‡* َ ‡ِp َ6ْ ‫ َوَأ ِر&َ ا‬،ُ َ َ6B! ‫َ ا‬Tْ ‫ وَارْ ُز‬AD َ C 1 َ ْ ‫ اَ ُ ? َأ ِر&َ ا‬.ٌbْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ # َ a َ & ‫ ِإ‬،ِ‫َات‬,ْ Sَ ْ‫"َ ِء ِ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
a
َ ‡!*‫ن َر‬ َ َ16ْ ‡ُ# . ‡ً َ‫ ِإ‬ َ "‡ِA0 ُ ْ ِ ‡َْ -َ K
ْ ‫ وَا‬ ٍ "ُ 
ْ ‫( َة َأ‬Tُ َBِ ‫َ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ ِْ َأزْوَا‬b‫ َر *َ َه‬.‫ب ا ِر‬ َ ‫َا‬F َ َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ D َ ‫ َ( ِة‬N ِ y‫ َ ً@ َو ِ` ا‬$ َ D َ َ"&ْ G ‫ا‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬
! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬ ! ‫َر‬
.‫ َة‬َY
 ‫ ِ? ا‬Tِ ‫ َوَأ‬.?َ # َ ‫ ِ َو‬6ِ 1ْ; َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ  ُ ‫ ا‬9; َ ‫َو‬
47
Muhasabah Di Bulan Muharam
Oleh: Faqihuddin

ِْْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ 


ُ ‫ ا‬.ِ ِ َْ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬
ِ َ "! #َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬
ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ْ &َ ‫ِ ْ" ُ ُ َو‬-0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬ ‫ِإ‬
ِ 6ِ 1
ْ;َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ ?َ #
َ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬9; َ ‫ َو‬.ُ ُْ,# ُ ‫ َو َر‬.ُ ُ 6ْ 
َ ‫ ًا‬1
َ ُ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ َ ُ َوَأ‬a
َ ْ (ِ )
َ 5َ .ُ َ D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ َ ِإ‬5َ ‫ن‬  ‫) َ ُ َأ‬ ْ ‫ َوَأ‬.ُ َ ‫ي‬ َ ‫ هَ ِد‬ َ َ
:9َ َ-Bَ  ُ ‫َ َل ا‬T . ِ ْ ! ‫ْ ِم ا‬,َ 9َ‫ن ِإ‬ ٍ َ$D ْ _ِ*ِ .ُ ‫ ُهَا‬Vَ 6ِ Bَ َْ ‫َو‬
.‫ن‬َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C َD  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫َ َأ‬
‫ن‬َ ْ,ُ‫ َء‬Hَ$‡َB ْ‫ي‬Fِ ‫ ا‬ َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ ًء وَا‬H$ َ &ِ ‫ ْ"(ًا َو‬Iِ ‫ َآ‬5ً َK‫ ِ ْ َُ ِر‬L
 *َ ‫َ َو‬K َ ْ‫ ِ َْ َزو‬C َ َNَ ‫ َ ٍة َو‬D
ِ ‫ وَا‬P ٍ %ْ &َ ْ! ْ?Qُ Aَ َN َ ْ‫ي‬Fِ ‫ ُ? ا‬Qُ * ‫ْا َر‬,Aُ B ‫س ا‬ ُ ‫َ ا‬G ‫َ َأ‬
. ً6"ْ Tِ ‫?ْ َر‬Qُ "ْ َ
َ ‫ن‬ َ َ‫ آ‬ َ ‫نا‬  ‫َ َم ِإ‬Dْ‫ر‬Sَ ْ‫ِ* ِ َوا‬
‫ْزًا‬,‡َ ‫َ‡ْ َ‡ َز‬A َ ُ َْ,‡ُ#‫ َو َر‬ َ ‫ ا‬Vِ ‡ِWُ ْ‡َ‫?ْ َو‬Qُ *َ ْ,‡ُ&‫ُ‡?ْ ُذ‬Qَ ْ(‡ِ%/ْ َ ‫?ْ َو‬Qُ َ ‡َْ ‫ُ‡?ْ َأ‬Qَ ْXِY ْ ‡ُ .‫َ‡ ِ ًْا‬# 5ً ْ,‡َT ‫ْا‬,‡ُْ,Tُ ‫ َو‬ َ ‫ا ا‬,‡ُAB ‫ا ا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫َ ا‬G ‫َ َأ‬
. ً"ْ U
ِ َ
@ٍ ‡َْ*ِ  ‡ُ‫ َ]َ‡ ٍ@ ِ*َْ‡@ٌ َوآ‬1 ْ ُ  ‡ُ‫َ َوآ‬Bُ َ]َ 1
ْ ُ ‫ ِر‬,ُSُ ‫) َ( ا‬  ‫ َ? َو‬# َ ‫َ ْ" ِ َو‬
َ ‫ ا‬9; َ ٍ 1 َ ُ ‫ي‬ ُ ْ‫ي َه‬ ِ َْ ‫ ا‬ َ$ َ D ْ ‫ َوَأ‬،َ‫ب ا‬ ُ َ0‫ ِآ‬L ِ ِ1 َ ْ ‫ق ا‬ َ َ ;ْ ‫ن َأ‬  ‫ِإ‬
‫ُ؛‬-ْ *َ ‫ َأ‬.‫ َ ٍ@ ِ` ا ِر‬ َ\ َ  ‫ َ@ٌ َو ُآ‬ َ\ َ
Sidang Jum’ah yang berbahagia.
Setelah kita bersyukur kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan bershalawat kepada nabi kita
Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam. Kita berharap dan memohon semoga Allah Subhannahu
wa Ta'ala, meridhoi dan menerima amalan yang kita lakukan sebagai amalan ibadah yang diterima
serta kita memohon pula untuk senantiasa dijadikan pengikut Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
yang setia hingga akhir hayat serta kita tidak kembali keharibaanNya kecuali dalam keadaan
berserah diri kepadaNya, sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita di dalam surat Ali Imran
ayat 102: Artinya: “Dan janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan beragam Islam.” (QS. Ali
Imran 102)
Sidang Jum’at yang berbahagia
Perputaran waktu terus bergulir seiring dengan perputaran matahari. Dari hari ke hari, minggu ke
minggu dan bulan ke bulan, tanpa terasa kita sampai pada suatu putaran bulan Muharam yang
merupakan permulaan dari putaran bulan dalam kalender hijriyah. Banyak dari saudara kita yang
menjadikan bulan Muharram ini sebagai momentum, sehingga memperingatinya merupakan suatu
hal yang menjadi keharusan bahkan terkadang sampai keluar dari syari’at Islam. Padahah Rasul
Shalallaahu alaihi wasalam dan para sahabatnya serta ulama pendahulu umat tidak pernah
melakukan hal tersebut.
Sidang Jum’at yang berbahagia
Mestinya kita banyak bertafakur untuk bermuhasabah atas bertambahnya umur ini, karena
sesungguhnya dengan bertambah-nya umur berarti hakekatnya berkurang kesempatan untuk hidup
di dunia ini. Allah menciptakan kita hidup di muka bumi ini bukan untuk sia-sia. Tanpa tujuan yang
jelas. Sebagaimana kita tahu bersama bahwa Allah menciptakan makhluk bernama manusia tiada
lain hanya untuk beribadah kepadaNya. Allah berfirman di dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56
sebagai berikut:
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu
(beribadah kepadaKu).”
Sidang Jum’at yang berbahagia ..
Hidup di dunia ini sementara bukan kehidupan yang abadi atau kekal, dan dunia ini hanya
merupakan persinggahan, yang tujuannya adalah kehidupan yang kekal abadi yaitu kehidupan
akhirat. Berkenaan dengan ini Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Al-A’la: 17).
Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia dengan segala gemerlapan dan keindahannya tidak
berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kebaikan dan kekekalan kehidupan akhirat yang kekal
abadi.
Sidang Jum’at yang berbahagia
Maka seorang yang beriman kepada Allah, dia harus lebih memanfaatkan kehidupan dunia ini
dengan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan kehidupan yang abadi tersebut. Dan menjadikan
dunia ini sebagai sarana menuju kehidupan akhirat yang lebih baik. Allah Subhannahu wa Ta'ala
berfirman dalam surat Al-Hasyr:
Artinya: “Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat) dan bertaqwalah kepada
Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hasyr: 18).
Sidang Jum’at yang berbahagia ..
Lalu bekal apa yang akan kita bawa menuju kehidupan yang penuh dengan kebaikan tersebut?
Dengan hartakah? Pangkatkah yang kita banggakan? Atau keturunankah? Saya keturunan raja,
bangsawan atau kyai. Ternyata bukan itu semua, sebab Allah Maha Kaya, Maha Berkuasa dan
Maha Suci tidak memandang yang lain dari hambaNya kecuali taqwa hambaNya. Sebagaimana
Allah ingatkan dalam firmanNya:
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang
paling bertaqwa di antara kamu”.
Sidang Jum’at yang berbahagia
Jelas bagi kita bahwa bekal yang harus kita persiapkan tiada lain hanyalah taqwa, karena taqwa
adalah sebaik-baik bekal dan persiapan. Allah berfirman dan mengingatkan kita semua dalam surat
Al-Baqarah:
Artinya: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah
kepadaKu hai orang-orang yang berakal”. (QS. Al. Baqarah: 197).
Sering kita mendengar kata takwa dari ustadz, mubaligh dan para penceramah, namun bagi
kebanyakan kita antara perbuatan dengan apa yang didengar tentang takwa jauh dari semestinya.
Mengapa demikian? Di antara sebabnya mereka belum tahu hakekat takwa, tingkatan dan buah dari
takwa tersebut. Sehingga hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri tanpa adanya perhatian
penuh terhadap pentingnya bertakwa yang merupakan sebaik-baik bekal bagi kehidupan dunia ini
terlebih kehidupan akhirat nanti.
Sidang Jum’at yang berbahagia ...
Ar-Rafi’i menyatakan dalam Al-Mishbahul Munir Fi Gharibisy Syahril Kabir, “Waqahullahu Su’a”
artinya Allah menjaga dari kejahatan. Dan kata Al-Wiqa’ yaitu segala sesuatu yang digunakan
sebagai pelindung. Itulah arti takwa secara bahasa. Sedangkan takwa menurut syariat para ulama
berbeda pendapat, namun semuanya bermuara pada satu pengertian, yaitu seorang hamba
melindungi dirinya dari kemurkaan Allah, dan juga siksaNya. Hal itu dilakukan dengan
melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarangNya. Ibnu Qayyim menyatakan,
hakikat takwa adalah mentaati Allah atas dasar iman dan ihtisab, baik terhadap perkara yang
diperintahkan ataupun perkara yang dilarang. Maka dia melakukan perintah itu karena imannya
terhadap apa yang diperintahkanNya disertai dengan pembenaran terhadap janjiNya, dengan
imannya itu pula ia meninggalkan yang dilarangNya dan takut terhadap ancamanNya.
Sidang Jum’at yang berbahagia.
At-Takwa dalam Al-Qur’an mencakup tiga makna yaitu: pertama: takut kepada Allah dan
pengakuan superioritas Allah. Hal itu seperti firmanNya:
Artinya: “Dan hanya kepadaKulah kamu harus bertakwa.” (Al-Baqarah: 41).
Kedua: Bermakna taat dan beribadah, sebagaimana firmanNya:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-
benarnya takwa”. (Ali Imran: 102).
Ibnu Abas Radhiallaahu anhu berkata, “Taatlah kepada Allah dengan sebenar-benarnya ketaatan.”
Mujahid berkata, “Takwa kepada Allah artinya, Allah harus ditaati dan pantang dimaksiati, selalu
diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.”
Ketiga, dengan makna pembersihan hati dari noda dan dosa. Maka inilah hakikat takwa dari makna
takwa, selain pertama dan kedua. Allah berfirman yang artinya: “Barangsiapa yang mentaati Allah
dan rasulNya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepadaNya maka mereka itulah orang yang
beruntung”. (An-Nur: 52).
Sidang Jum’at yang berbahagia ..
Para mufassir juga berkata, bahwa takwa mempunyai tiga kedudukan:
1. Memelihara dan menjaga dari perbuatan syirik
2. Memelihara dan menjaga dari perbuatan bid’ah
3. Memelihara dan menjaga dari perbuatan maksiat
Sehingga seorang disebut muttaqin, selalu berusaha sungguh-sungguh berada dalam keadaan taat
secara menyeluruh, baik dalam perkara wajib, nawafil (sunnah), meninggalkan kemaksiatan berupa
dosa besar dan kecil. Serta meninggalkan yang tidak bermanfaat karena khawatir terjerumus ke
dalam dosa, itulah cakupan takwa sebagaimana dimengerti oleh salafush shalih.
Sidang Jum’at yang berbahagia.
Apa yang kita dapatkan bila bertakwa kepada Allah?
Allah Ta’ala menjanjikan kepada kita, akan berada dalam kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
Di antara janji Allah yang merupakan buah dari takwa adalah memberikan jalan keluar dan
mendatangkan rizki. Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (At-Thalaq: 2-3).
Mengadakan jalan keluar artinya menyelamatkannya dari setiap kesulitan di dunia dan akherat. Ibnu
‘Uyainah berkata itu artinya, ia mendapat keberkahan dalam rizkinya. Dan Abu Sa’id Al-Khudri
berkata: Barangsiapa berlepas dari kuatnya kesulitan dengan kembali kepada Allah, niscaya Dia
akan memberikan jalan keluar dari beban yang ia pikul. “ (Jami Ahkamiil Qur’an, VIII: 6638-3369,
secara ringkas) Dan balasan bagi mereka di akhirat yang jelas adalah akan mewarisi tempat yang
merupakan dambaan setiap insan yaitu Surga dengan segala kenikmatannya. Allah Ta’ala
berfirman:
“Itulah Surga yang akan kami wariskan kepada hamba-hamba kami yang selalu bertakwa”
(Maryam: 63).
Demikianlah kita sebagai hamba Allah, sudah semestinya dalam menghadapi bulan Muharam ini
dengan bertafakkur, sudah sejauh mana persiapan kita menghadapi kehidupan yang abadi tersebut.
Yang terkadang kita begitu bersemangat dan penuh antusias menggapai kehidupan yang fana ini.
Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
,َ ‡ُ‫ ِإ&‡ ُ ه‬،ُ‡َB‫ َو‬َ Bِ ْ?Qُ ْ ‡ِ‫ ِ!‡`ْ َو‬ ُ ‫َ‡  ا‬6Aَ Bَ ‫ َو‬،ِ?"ْ ‡ِQ1 َ ْ ‫ ْآ ِ( ا‬F! ‡‫ت وَا‬ ِ ‡َyْ‫ ا‬ َ ‡ِ ِ ‡ْ" ِ ‡َ*ِ ْ?‫ِ‡`ْ َوِإ‡ ُآ‬-َ %َ &َ ‫ َو‬،ِ?"ْ ‡ِU-َ ْ ‫ن ا‬ِ <ْ(Aُ ْ ‫?ْ ِ` ا‬Qُ َ‫ ِ`ْ َو‬ ُ ‫كا‬ َ ‫*َ َر‬
ُ ‡&‫ ِإ‬،ُ.ْ‫ ُ(و‬%ِ /ْ 0َ #
ْ َ .‫ت‬ ِ َِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|ُ ْ ‫ت وَا‬ ِ َِْ$ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$ْ ُ ْ ‫ ِ( ا‬lِ َ$ِ‫?ْ َو‬Qُ َ‫ ْ" َ? ِ`ْ َو‬U ِ -َ ْ ‫ ا‬
َ ‫ ُ( ا‬%ِ /ْ 0َ #
ْ ‫َا َوَأ‬F‫ِْ`ْ َه‬,Tَ ‫ْ ُل‬,ُT‫ َأ‬.?ُ "ْ ِ-َ ْ ‫ ا‬Vُ "ْ ِ $  ‫ا‬
.?ُ "ْ D
ِ ( ‫ْ ُر ا‬,%ُ /َ ْ ‫ ا‬,َ ‫ُه‬
Khutbah Kedua
ِْ ْ ‡ُ ْ‡َ‫  َ ُ َو‬ ِ ُ َ َ  ُ ‫ ا‬.ِ ِ َْ َْ ، َِ َ ْ ‫ت َأ‬ ِ َ "! # َ ِْ ‫َ َو‬$ ِ %ُ &ْ ‫) ُ(وْ ِر َأ‬ُ ِْ  ِ ِ* ‫ ُذ‬,ُ-&َ ‫ْ َو‬.(ُ %ِ /ْ 0َ $ ْ &َ ‫ِ ْ" ُ ُ َو‬-0َ $
ْ &َ ‫ َو‬.ُ ُ َ 1
ْ &َ ِ ِ َ ْ 1
َ ْ ‫ن ا‬  ‫ِإ‬
ِ ‡ِ< 9‡‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ ‡‡َ "! 6ِ &َ 9‡َ َ  ُ ‫ ا‬9‡; َ ُ ُْ,‡ُ#‫ َو َر‬.ُ ُ ‡6ْ  َ ‫‡ًا‬1 َ ُ ‫ن‬  ‫)‡ َ ُ َأ‬ ْ ‫ َ‡ ُ َوَأ‬aَ ْ (ِ ‡َ) 5َ .ُ َ ‡D ْ ‫ َو‬ ُ ‫ ا‬5 ‫ ِإَ‡ َ ِإ‬5َ ْ‫)‡ َ ُ َأن‬ ْ ‫ َأ‬.ُ ‡َ ‫ي‬ َ ‫ َه‡‡ ِد‬ َ ‡َ
‡َ‫ } َو‬:9َ ‡َ-Bَ ‫َ‡ َل‬T .‫ن‬ َ ْ,ُ ِ$ ْ G ْ?0ُ &َ‫ َوأ‬5 ‫ ِإ‬  Bُ ْ,ُ Bَ 5َ ‫ ِ َو‬Bِ َABُ C D َ  َ ‫ا ا‬,ُAB ‫ا ا‬,َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‫َ ا‬G‫ َ َأ‬:9َ َ-Bَ ‫َ َل‬T .‫ ْ"(ًا‬Iِ ‫ِ ْ"ً َآ‬$ ْ Bَ ?َ # َ ‫َ ِ* ِ َو‬1; ْ ‫َوَأ‬
{‫(ًا‬K ْ ‫?ْ َ ُ َأ‬U ِ -ْ ُ ‫ ِ َو‬Bِ َ "! #
َ ُ ْ 
َ ْ(%! Qَ ُ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ َ‫ } َو‬:‫َ َل‬T‫ً { َو‬K(َ h ْ َ ُ  َ-m ْ َ  َ ‫ا‬C ِ 0 َ
‫ْا‬,G‡َ; ‫ْا‬,‡َُ ‫ ءَا‬ َ ْ Fِ ‡‫‡َ ا‬G‫ َ‡ َأ‬،!`‡ِ6 ‫ ا‬9‡َ َ ‫ن‬ َ ْ,GY َ ‡ُ ُ ‡َ0Qَ lِ َ َ ‫ َو‬ َ ‫نا‬  ‫ }ِإ‬:‫َ‡ َل‬A َ ِ ِْ,‡ُ#‫ َر‬9َ َ ‫ ِم‬
َ$  ‫ ِة وَا‬ َY  ِ* ْ?‫ َأ َ َ( ُآ‬ َ ‫نا‬  _ِ َ ‫ْا‬,ُ َ ْ ‫ُ] ? ا‬
.{ ً"ْ ِ$ ْ Bَ ‫ْا‬,ُ !#َ ‫َ ْ" ِ َو‬ َ
‫ < ِل‬9‡َ َ ‫‡ ٍ َو‬1َ ُ 9‡َ َ ْ‫ َو*َ‡ ِرك‬.ٌ‡ْ"m ِ َ ٌ‡ْ"ِ D َ a َ ‡&‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ*ْ‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ*ْ‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡َ َ n َ "ْ ‡َ; ‡َ‫  ٍ َآ‬1 َ ُ ‫ < ِل‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1َ ُ 9َ َ ! ; َ ? ُ َ‫ا‬
‫ت‬ِ ‡‡َ ِ ْ|ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ ْ|‡ُ ْ ‫ وَا‬،ِ‫َِ ت‬$ ْ ‡ُ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ ِ$
ْ ‡ُ ْ ِ ْ(‡%ِ t
ْ ‫ اَُ‡ ? ا‬.ٌ‡"ْ m ِ َ ٌ‡"ْ ِ D
َ a َ ‡& ‫ ِإ‬،َ?"ْ ‫ < ِل ِإ ْ*‡(َا ِه‬9‡َ َ ‫ ِإ ْ*‡(َا ِه ْ" َ? َو‬9‡‡َ َ n َ ‡‫‡ ٍ َآ َ‡‡ *َ َر ْآ‬1 َ ُ
‡‡َ Tْ ‫ وَارْ ُز‬
ًp ِ َ‡* َ ‡p ِ َ6ْ ‫ َوَأ ِر َ&‡‡ ا‬،ُ‡َ َ6B! ‫ َ‡‡ ا‬Tْ ‫‡‡ وَارْ ُز‬A D َ C  ‡1 َ ْ ‫ اَ ُ‡ ? َأ ِر&َ‡ ا‬.‫ت‬ ِ ‫َا‬, َ  ‡‫ ا‬b ُ ‡"ْ mِ ُ ٌb‡ْ (ِ Tَ ٌV"ْ ِ ‡َ# a َ ‡& ِ‫ إ‬،ِ‫َات‬,‡ْ Sَ ْ‫"َ‡ ِء ِ‡ ْ ُ?ْ َوا‬D ْ Sَ ْ‫ا‬
‡َْ -َ Kْ ‫ وَا‬ٍ "ُ ‡ْ‫ُ‡ ( َة َأ‬T ‡َBِ ‫َ‡ َو ُذ !ر‬K ِ ‫ْ ََ‡ ِ‡ْ َأزْوَا‬b‡َ‫ َر *َ‡ ه‬.‫ب ا‡ ِر‬ َ ‫َا‬F‡َ ‡َTِ ‫ َ ً@ َو‬$ َ ‡َD ‫ِ‡ َ( ِة‬Ny‫ َ ً@ َو ِ‡` ا‬$ َ ‡َD َ"&ْ G ‡‫َ‡ ِ‡` ا‬Bِ < ‡َ* ‫ َر‬.ُ *َ َ0ِ K ْ‫ا‬
.
َ "ْ ِ َ َ-ْ ‫ب ا‬ ! ‫ ْ ُ ِ ِ َر‬1 َ ْ ‫ وَا‬ َ "ْ ِ#
َ ْ(ُ ْ ‫ ا‬9َ َ ٌ‫ م‬ َ# َ ‫ َو‬،َ‫ْن‬,%ُ Y ِ َ  َ ‫ ِة‬s -ِ ْ ‫ب ا‬
! ‫ َر‬a َ *! ‫ن َر‬ َ َ16ْ # ُ . ً َ‫ ِإ‬ َ "ِA0 ُ ْ ِ
‫ َة‬
َY ‫ ِ? ا‬Tِ ‫ َوَأ‬.?َ # َ ‫ ِ َو‬6ِ 1
ْ; َ ‫ <ِ ِ َو‬9َ َ ‫  ٍ َو‬1 َ ُ 9َ َ  ُ ‫ ا‬9; َ ‫َو‬

You might also like