You are on page 1of 20

TUGAS KELOMPOK ERGONOMI DAN KESEHATAN KERJA

Disusun oleh: Wely Wahyura Erwin Kamaruddin Ahmad Satria Praja Ditto Rezkiawan Rizki Dewa Pebrian Feggi Maidandy Akbar Kurniawan Bambang Herianto Tri Wibowo M. Padri Jaka Kusumah Nanang Kuswara M. Shahrenal A Yoshanda Krisna P Gusti Andri M. Septian Saad

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI TAHUN AJARAN 2012/2013 1

ERGONOMI Perhatian utama ergonomi adalah pada efisiensi yang diukur berdasarkan pada kecepatan dan ketelitian performance manusia dalam penggunaan alat. Faktor keamanan dan kenyamanan bagi peker ja telah tercakup di dalam pengertian efisiensi tersebut. (Wesley E Woodson, 1991). Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat manusia, kemampuan manusia dan keterbatasannya untuk merancang suatu sistem kerja yang baik agar tujuan dapat dicapaidengan efektif, aman dan nyaman. Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi: Teknik Pengalaman psikis Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian. Anthropometri Fisiologi, terutama berhubungan dengan temperatur tubuh dan aktivitas otot.

Memahami prinsip ergonomic akan mempermudah evaluasi setiap tugas atau pekerjaan meskipun ilmu pengetahuan dalam ergonomic terus mengalami kemajuan dan teknologi yang digunakan dalam pekerjaan tersebut terus berubah. Prinsip ergonomic adalah pedoman dalam menerapkan ergonomic di tempat kerja. Menurut baiduri terdapat 12 prinsip ergonomic, yaitu sebagai berikut: a. Berkerja dalam posisi atau postur normal b. Mengurangi beban berlebihan c. Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan d. Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh e. Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan f. Meminimalisasi gerakan statis g. Meminimalisasikan titik beban h. Mencaup jarak ruang i. Menciptakan lingkungan kerja nyaman j. Melakukan gerakan, olah raga dan peregangan saat bekerja k. Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti

l. Mengurangi stress

Faktor Risiko MusculoSkeletal Disorders 1. Faktor Pekerjaan Faktor risiko pekerjaan adalah karakteristik pekerjaan yang dapat meningkatkan risiko cedera pada sistem otot rangka. Faktor risiko ergonomic adalah sifat/karakteristik pekerja atau lingkungan kerja yang dapat meningkatkan kemungkinan pekerja menderita gejala MSDs. Ada beberapa faktor yang terbukti berkontribusi menyebabkan MSDs yaitu pekerjaan yang dilakukan dengan postur tubuh saat bekerja, beban, gerakan repetitive/frekuensi, durasi, dan genggaman.

2. Postur Kerja Postur tubuh adalah posisi relatif dari bagian tubuh tertentu. Postur juga didefinisikan sebagai orientasi rata-rata bagian tubuh dengan memperhatikan satu sama lain antara bagian tubuh yang lain. Postur dan pergerakan memegang peranan penting dalam ergonomi. Posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan dapat menyebabkan stress mekanik lokal pada otot, ligamen, dan persendian. Hal ini mengakibatkan cedera pada leher, tulang belakang, bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain. Namun di lain hal, meskipun postur terlihat nyaman dalam bekerja, dapat berisiko juga jika mereka bekerja dalam jangka waktu yang lama. Pekerjaan yang dikerjakan dengan duduk dan berdiri, seperti pada pekerja kantoran dapat mengakibatkan masalah pada punggung, leher dan bahu serta terjadi penumpukan darah di kaki jika kehilangan kontrol yang tepat. Secara alamiah postur tubuh dapat terbagi menjadi: a. Statis Pada postur statis persendian tidak bergerak, dan beban yang ada adalah beban statis. Dengan keadaan statis suplai nutrisi kebagian

tubuh akan terganggu begitupula dengan suplai oksigen dan proses metabolisme pembuangan tubuh. Sebagai contoh pekerjaan statis berupa duduk terus menerus, akan menyebabkan gangguan pada tulang belakang manusia. Posisi tubuh yang senantiasa berada pada posisi yang sama dari waktu kewaktu secara alamiah akan membuat bagian tubuh tersebut stress.

b. Dinamis Posisi yang paling nyaman bagi tubuh adalah posisi netral. Pekerjaan yang dilakukan secara dinamis menjadi berbahaya ketika tubuh melakukan pergerakan yang terlalu ekstreme sehingga energi yang dikeluarkan oleh otot menjadi sangat besar. Atau tubuh menahan beban yang cukup besar sehingga timbul hentakan tenaga yang tiba-tiba dan hal tersebut dapat

menimbulkan cedera.

3. Beban atau Tenaga (Force) Beban dapat diartikan sebagai muatan (berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan dalam newton atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari kapasitas kekuatan individu. Pekerja yang melakukan aktivitas mengangkat barang yang berat memiliki kesempatan 8 kali lebih besar untuk mengalami low back pain dibandingkan pekerja yang bekerja statis. Penelitian lain membuktikan bahwa hernia diskus lebih sering terjadi pada pekerja yang mengangkat barang berat dengan postur membungkuk dan berputar. Dalam berbagai penelitian dibuktikan cedera berhubungan dengan tekanan pada tulang akibat membawa beban. Semakin berat benda yang dibawa semakin besar tenaga yang menekan otot untuk menstabilkan tulang belakang dan menghasilkan tekanan yang lebih besar pada bagian tulang belakang.

4. Durasi (Duration) Durasi adalah lamanya pajanan dari faktor risiko. Durasi selama bekerja akan berpengaruh terhadap tingkat kelelahan. Kelelahan akan menurunkan kinerja, kenyamanan dan konsentrasi sehingga dapat

menyebabkan kecelakaan kerja. Durasi manual handling yang lebih besar dari 45 menit dalam 1 jam kerja adalah buruk dan melebihi kapasitas fisik pekerja. Selain itu, ada pula yang menyebut durasi manual handling yang berisiko adalah > 10 detik. Sedangkan dalam REBA, aktivitas yang berisiko adalah 1 menit jika ada satu atau lebih bagian tubuh yang statis. 5. Pekerjaan Berulang (Frequency) Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat angkut dan lain lain. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang dilakukan dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka dapat disebut sebagai repetitive. Gerakan repetitif dalam pekerjaan, dapat dikarakteristikan baik sebagai kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat di perluas sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi gerakan Aktivitas berulang, pergerakan yang cepat dan membawa beban yang berat dapat menstimulasikan saraf reseptor mengalami sakit. Frekuensi terjadinya sikap tubuh yang salah terkait dengan beberapa kali terjadi repetitive motion dalam melakukan suatu pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus menerus tanpa memperolah kesempatan untuk relaksasi. Posisi tangan dan pergelangan tangan berisiko apabila dilakukan gerakan berulang/frekuensi sebanyak 30 kali dalm semenit dan sebanyak 2 kali per menit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung dan kaki. Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang terutama pada saat bekerja mempunyai risiko bahaya yang tinggi terhadap timbulnya CTDs. Tingkat risiko akan bertambah jika pekerjaan dilakukan

dengan tenaga besar, dalam waktu yang sangat cepat dan waktu pemulihan kurang.

6. Genggaman Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang dengan hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari tersebut harus dihindarkan.

Faktor Individu 1. Umur Umumnya keluhan musculoskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu antara 25-65 tahun. Keluhan pertama biasa dirasakan pada usia 35 tahun dan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Jadi semakin tua umurnya semakin besar risiko terjadinya gangguan MSDs. Usia juga akan mempengangaruhi kekuatan otot. Pada saat kekuatan dan ketahanan otot menurun, maka risiko terjadinya keluhan semakin meningkat. Pada penelitian Hanne dan kawan-kawan (1995) pada pekerja perusahaan kayu dan furniture, diketahui bahwa LBP berhubungan dengan usia dan masa kerja yang lebih lama

2. Masa Kerja Masa kerja merupakan faktor risiko dari suatu pekerja yang terkait dengan lama bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu perusahaan dan masa kerja dalam suatu unit produksi. Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seorang pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya musculoskeletal disorders, terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi.Masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot.

3. Jenis Kelamin Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah dibanding pria. Kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria sehingga daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan otot wanita.

4. Kebiasaan merokok Setiap rokok/cerutu mengandung lebih dari 4.000 jenis bahan kimia, dimana 400 dari bahan-bahan tersebut dapat meracuni dan 40 dari bahan tersebut dapat menyebabkan kanker. Zat berbahaya didalam rokok diantaranya adalah nikotin Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon kathekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin meninggi, berakibat timbulnya hipertensi. Selain itu juga terdapat zat karbot mono oksida, tar, DDT, cadmium, formaldehyd, arsenic, hydrogen cyanidhe, naphthalene, polonium-210 dan vinyl chloride serta zat berbahaya lainnya. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan yang dirasakan Perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung dari pada bukan perokok. Efeknya adalah hubungan dosis yang lebih kuat dari pada yang diharapkan dari efek batuk risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10 batang rokok perharin. Beberapa penelitian membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot terkait dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama atau semakin tinggi frekuensi merokok semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan.seperti survey yang dilakukan di Britania ditemukan 13.000 orang yang merokok sering mengeluhkan rasa ridak nyaman pada musculoskeletal dan rasa lumpuh terhadap cidera musculoskeletal

dibandingkan mereka yang tidak pernah merokok. Hal ini disebabkan rokok dapat merusak jaringan otot dan mengurangi respon syaraf terhadap rasa sakit. Palmer juga mengatakan penyebab perokok lebih merasakan sakit musculoskeletal antara lain:

1) Zat nikotin yang terkandung di dalam rokok merupakan stimulan kuat yang secara efektif menjalankan respon sakit pada tubuh perokok 2) Asap rokok mungkin menyebabkan kerusakan umum pada jaringan musculoskeletal dengan cara mengurangi suplai darah ke jaringan musculoskeletal, meningkatkan penggumpalan darah, atau

mengurangi aliran nutrisi ke otot dan sendi 5. Kebiasaan Olahraga Tingkat kesegaran jasmani yang rendah akan meningkatkan risiko terjadinya keluhan otot. Kesegaran tubuh terdiri dari 10 komponen, yaitu: kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan, kelenturan, keseimbangan, kekuatan, koordinasi, ketepatan dan waktu reaksi. Kesepuluh komponen tersebut dapat diperkuat melalui kebiasaan olahraga. Bagi pekerja dengan kekuatan fisik yang rendah, risiko keluhan menjadi tiga kali lipat dibandingkan yang memiliki kekuatan fisik tinggi. Olahraga adalah menggerakkan tubuh dalam jangka waktu tertentu. Dengan berolahraga teratur dapat mencegah kegemukan dengan segala dampak negatifnya, menguatkan dan lebih mengefisienkan kinerja otototot tubuh, seperti otot jantung, otot pernafasan dan otot-otot rangka tubuh, dan lebih melancarkan aliran darah ke dalam sel-sel tubuh, dan pembuangan bahan-bahan sisa dari sel-sel tubuh menjadi lebih baik. Olahraga dapat dikelompokkan dalam bentuk statis dan dinamis. Disebut statis artinya dilakukan ditempat, orangnya tidak berpindah-pindah. Olahraga statis digolongkan kedalam 2 bagian yaitu berat dan ringan. Olahraga statis berat sebagai contoh adalah angkat besi atau angkat berat. Olahraga semacam itu memang ditunjukkan untuk memperbesar dan memperkuat otot, atau disebut juga olahraga kekuatan. Olahraga ini tidak memberikan manfaat yang berarti untuk sistem aliran darah maupun jantung., Olahraga statis ringan contohnya mengangkat dumble berkali-kali. Olahraga dengan beban ringan seperti dumble yang dilakukan dengan jumlah angkatan tertentu (sampai 12 kali) dapat meningkatkan kekuatan otot. Otot yang bertambah kuat akan mampu melakukan gerakan yang lebih lama sehingga aliran darah kejantung akan

lebih meningkat. Setiap olahraga dinamis ditandai dengan memanjang dan memendeknya otot-otot, ketegangan otot-otot tidak menjadi tujuan, sebab yang diinginkan adalah bertambahnya aliran darah. Olahraga dinamis mampu meningkatkan aliran darah sehingga sangat menunjang pemeliharaan jantung dan system pernapasan. Frekuensi olahraga menurut pendapat seorang penganjur olahraga aerobic yaitu Cooper. Dahulu Cooper menyampaikan untuk setiap hari

berolahraga, tetapi akhirnya setelah melakukan pengamatan yang lama ia mengakui bahwa olahraga 3 kali dalam seminggu saja sudah cukup. Berbagai penelitian menunjukkan frekuensi latihan minimal 3 kali seminggu pada hari yang bergantian, artinya selang sehari. Badan memerlukan pemulihan selesai berolahraga sehingga satu hari olahraga dan satu hari lainnya tidak, cukup memberi kesempatan pada otot dan persendian untuk memulihkan diri. Olahraga yang baik juga untuk kesehatan jantung dan peredaran darah diantaranya adalah marathonb,tenis, mendayung 2000 m, berenang 400 m, panahan, lari gawang 200-800 m, skate 10.000 m, jogging dan jalan cepat, lari 1-5 km, dan olahraga aerobic lainnya. Adapun yang di maksud dengan Konsep Olahraga Kesehatan adalah: Padat gerak, bebas stress, singkat (cukup 10-30 menit tanpa henti), ), adekuat, massaal, mudah, murah, meriah dan fisiologis (bermanfaat dan aman). Adekuat artinya cukup, yaitu cukup dalam waktu (10-30 menit tanpa henti) dan cukup dalam intensitasnya.

Faktor Lingkungan 1. Getaran Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak dengan benda yang bergetar seperti menggunakan power handtool dan pengoperasian forklift saat mengangkat beban. Getaran juga dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang menyebabkan peredaran darah tidak lancar, sehingga terjadi peningkatan timbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri.

Vibrasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai gerakan ditimbulkan tubuh terhadap titik tertentu. Vibrasi yang ditimbulkan oleh mesin biasanya sangat komplek tapi regular. Vibrasi memiliki 2 parameter yaitu: kecepatan dan intensitas. Vibrasi dengan frekuensi 4-8 hz (frekuensi natural dari trunk) dapat menimbulkan efek nyeri, khususnya untuk bagian tubuh dada, bahkan menyebabkan kesulitan bernafas. Pada frekuensi 10-20 Hz dapat menyebabkan sakit kepala dan tegangan mata, sedangkan pada frekuensi 4-10Hz akan menimbulkan nyeri pada abdominal. Komplain akan sakit punggung biasanya terjadi jika terdapat getaran 8-12 Hz 2. Suhu Pajanan pada udara dingin, aliran udara, peralatan sirkulasi udara dan alat-alat pendingin dapat mengurangi keterampilan tangan dan merusak

daya sentuh. penggunaan otot yang berlebihan untuk memegang alat kerja dapat menurunkan resiko ergonomi. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh mengakibatkan sebagian energi di dalam tubuh dihabiskan untuk mengadaptasikan suhu tubuh terhadap lingkungan. Apabila tidak disertai pasokan energi yang cukup akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Berdasarkan rekomendasi NIOSH (1984) tentang kriteria suhu nyaman, suhu udara dalam ruang yang dapat diterima adalah berkisar antara 20-24 C (untuk musim dingin) dan 23-26 C (untuk musim panas) pada kelembapan 35-65%. Rata-rata gerakan udara dalam ruang yang ditempati tidak melebihi 0.15 m/det untuk musim dingin dan 0.25 m/det untuk musim panas. Kecepatan udara di bawah 0.07 m/det akan memberikan rasa tidak enak di badan dan rasa tidak nyaman. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pada temperature 27-30 C, maka performa kerja dalam pekerjaan fisik akan menurun.

3. Pencahayaan Pencahayaan akan mempengaruhi ketelitian dan performa kerja. Bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh beradaptasi

10

untuk mendekati cahaya. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu yang lama meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh. Pencahayaan yang inadekuat dapat merusak salah satu fungsi organ tubuh. Hal ini berkaitan dengan tingkat pekerjaan yang membutuhkan tingkat ketilitian yang tinggi atau tidak. Bila pencahayaan yang inadekuat pada ruangan kerja akan menyebabkan postur leher lebih condong kedepan (fleksi) begitupun dengn postur tubuh, postur seperti ini dapat menambah risiko MSDs.

4. Faktor Psikososial Faktor psikososial yaitu kepuasan kerja, stress mental, organisasi kerja (shift kerja, waktu istirahat, dll). Organisasi kerja didefinisikan sebagai distribusi dari tugas kerja tiap waktu dan diantara para pekerja, durasi dari tugas kerja dan durasi serta distribusi dari periode istirahat. Durasi kerja dan periode istirahat memiliki pengaruh pada kelelahan jaringan dan pemulihan. Studi khusus pada pengaruh organisasi kerja pada gangguan leher telah dilakukan. Ditemukan bahwa kerja VDU yang melebihi empat jam per hari berhubungan dengan gejala pada leh

Cidera pada tangan Cidera pada bagian tangan, pergelangan tangan dan siku bisa disebabkan dari pekerjaan tangan yang intensif sehingga memungkinkan terjadinya postur janggal pada tangan dengan durasi yang lama, pergerakan yang berulang/repetitif, dan tekanan dari peralatan/ material kerja.

1. Sindrom Terowongan Karpal (STK)

Sindroma terowongan karpal (STK) merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah tleksor retinaculum. Ada beberapa hipotesa mengenai pathogenesis dari STK. Sebagian besar penulis berpendapat bahwa faktor mekanik clan vascular memegang peranan penting dalam terjadinya STK. Umumnya STK terjadi secara kronis di mana

11

terjadi penebalan fleksor retinaculum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafaskuler lalu diikutioleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hing mepotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah yang yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). apabila kondisi ini terutama berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atropi dan diganti oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh.

Etiologi Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisii yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah STK. Pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang pada pergelangan tangan dengan bertambahnya risiko menderita gangguuan pada pergelangan tangan termasuk STK. Pada kasus yang lain etiologinya adalah: 1. Herediter : neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy. Misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III. 2. Trauma : dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang. 3. Infeksi : tenosynovitis, tuberculosis, sarkoidosis. 4. Metabolik : amyloidosis, gout.

12

5. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes militus, hipotiroid, kehamilan. 6. Neoplasma : kistaganglion, lipoma, infiltrasi metastase, myeloma. 7. Penyakit kolagen vascular : artitritis reumatoiid, polimialgia reumatika skleroferma, lupus eritematosus sistemik. 8. Degenerative : osteoatritis. 9. Iatrogenic : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vascular untuk dialysis hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

Gejala Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan motoric hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parastesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan paresthesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri terasa sampai ke lengan atas leher, sedangkan paarastesia umumnya terbatasa di daerah distal pergelangan tangan. Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai mempergunakan tangannya. Hipesetesia dapat dijumpai pada daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus. Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang terampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kekemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam. Pada penderita STK pada tahap lanjut dapat dijumpai otototot yang diinervasi oleh nervus medianus.

13

Diagnosis Pemeriksaan fisik 1. Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnose STK adalah : 2. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerakgerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan

menyokong diagnosa STK. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud. 3. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar. 4. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari 1 dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan

gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam. 5. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara

maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa STK. 6. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa STK. 7. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.

14

8. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi. 9. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. 10. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa. 11. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa. 12. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa STK.

Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnosis) a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus STK. b. Kecepatan Hantar Saraf(KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.

Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher

15

berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.

Pemeriksaan laboratorium Bila etiologi STK belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

2. Tendinitis. Merupakan peradangan pada tendon, adanya struktur ikatan yang melekat pada masing-masing bagian ujung dari otot ke tulang. Keadaan tersebut akan semakin berkembang ketika tendon terus menerus digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang tidak biasa seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan pergelangan tangan selama bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Jika ketegangan otot tangan ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis. Gejala yang dirasakan antara lain Pegal, sakit pada bagian tertentu khususnya ketika bergerak aktif seperti pada siku dan lutut yang disertai dengan pembengkakan. Kemerah-merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika bagian tubuh tersebut beristirahat. Pekerjaan yang berpotensi antatra lain adalah Industri perakitan automobile, pengemasan makanan, juru tulis, sales, manufaktur

Gambar Postur Kerja Pada Tangan yang Menyebabkan Tendinitis

3. Trigger finger. Tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat menggunakan alat kerja yang memiliki pelatuk) dimana menekan tendon secara terus menerus

16

hingga ke jari-jari dan mengakibtakan rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-jari.

Gambar Postur Kerja Pada Tangan yang Menyebabkan Trigger finger

4. Epicondylitis. Epicondylitis Merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku. Rasa sakit ini berhubungan dengan perputaran ekstrim pada lengan bawah dan pembengkokan pada pergelangan tangan. Kondisi ini juga biasa disebut tennis elbow atau golfers elbbow.

Gambar Postur Kerja Pada Tangan yang Menyebabkan Epicondylitis

5. Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS). HAVS adalah gangguan pada pembuluh darah dan syaraf pada jari yang disebabkan oleh getaran alat atau bagian / permukaan benda yang bergetar dan menyebar langsung ke tangan. Dikenal juga sebagai getaran yang menyebabkan white finger, traumatic vasospastic diseases atau fenomena Raynauds kedua. Gejala dari HAVS adalah Mati rasa, gatal-gatal,

17

dan putih pucat pada jari, lebih lanjut dapat menyebabkan berkurangnya sensitivitas terhadap panas dan dingin. Gejala biasanya muncul dalam keadaan dingin. Faktor yang berisiko menyebabkan HAVS diantaranya adalah Getaran, durasi, frekuensi, intensitas getaran, suhu dingin. Pekerjaan yang birisiko adalah Pekerjaan konstruksi, petani atau pekerja lapangang, perusahaan automobil dan supir truk, penjahit, pengebor, pekerjaan memalu, gerinda, penyangga, atau penggosok lantai.

Cidera pada Bahu dan Leher Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang besar dalam penyebabkan cidera pada bagian tubuh tersebut. Beberapa postur bahu seperti merentang lebih dari 45 atau mengangkat bahu ke atas melebihi tinggi kepala. Durasi yang lama dan gerakan yang berulang juga mempengaruhi kesakitan pada bahu. Terdapat hubungan yang positif antara pekerjaan repetitif dan MSDs pada bahu dan leher, studi lainnya menyatakan bahwa kejadian cidera bahu juga disebabkan karena eksposur dengan postur janggal dan beban yang diangkat. 1. Bursitis. Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi pada jaringan ikat yang berada pada sekitar persendian. Penyakit ini akibat posisi bahu yang janggal seperti mengangkat bahu di atas kepala dan bekerja dalam waktu yang lama.

Gambar Posisi Kerja yang Berisiko Pada Bahu

2. Tension Neck Syndrome. Gejala ini terjadi pada leher yang mengalami ketegangan pada otot-ototnya disebabkan postur leher

18

menengadah ke atas dalam waktu yang lama. Sindroma ini mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang otot, dan rasa sakit yang menyebar ke bagian leher.

Gambar Posisi Kerja yang Berisiko Pada Leher

Cidera pada Punggung dan Lutut Di beberapa jenis pekerjaan, dibutuhkan pekerjaan lantai atau mengangkat beban yang menyebabkan postur punggung tidak netral. Posisi berlutut, membungkuk, atau jongkok bisa menyebabkan sakit pada punggung bagian bawah atau pada lutut, jika dilakukan dalam waktu yang lama dan kontinyu mengakibatkan masalah yang serius pada otot dan sendi.

Low Back Pain. Kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon, syaraf,

ligamen, intervertebral disc dari lumbar spine (tulang belakang). Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung membungkuk. Diskus (discs) mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari tulang belakang termasuk syaraf. Apabila postur membungkuk ini berlangsung terus menerus, maka diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc rupture) atau biasa disebut herniation. Gejala yang dirasakan adalah

19

Sakit di bagian tertentu yang dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang belakang yang ditandai oleh kejang otot. Sakit daritingkat menengah sampai yang parah dan menjalar sampai ke kaki. Sulit berjalan normal dan pergerakan tulang belakang menjadi berkurang. Sakit ketika mengendarai mobil, batuk atau mengganti posisi. Faktor risiko yang dapat menimbulkan LBP adalah Pekerjaan manual yang berat, postur janggal, force/ gaya,beban objek,getaran, repetisi, dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan. Pekerjaan yang berisiko antara lain Pekerja lapangan atau bukan lapangan, pelayan, operator,tekhnisian dan manajernya, profesional, sales, pekerjaan yang berhubungan dengan tulismenulis dan pengetikan, supir truk, pekerjaan manual handling, penjahit dan perawat.

Gambar Posisi Kerja yang Menyebabkan Cidera Pada Punggung

Penyakit muskuloskeleta yang terdapat di bagian lutut berkaitan dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan tersebut (bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa disebut bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan sakit (tendinitis).

20

You might also like