You are on page 1of 5

Benih sebagai biji yang dimanfaatkan sebagai bahan perbanyakan merupakan salah satu faktor yang penting dalam

kegiatan budidaya tanaman. Sejak mulai mengenal kegiatan budidaya tanaman, petani telah menyadari bahwa benih yang bermutu secara kualitas dan kuantitas akan sangat mendukung dalam peningkatan hasil. Kesadaran ini menyebabkan petani sangat berhati-hati dalam memilih benih yang akan digunakan. Menurut Sutopo (2004), benih adalah symbol dari suatu permulaan sebagai penyambung dari kehidupan tanaman. Pengertian benih berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian adalah tanaman atau bagian tanaman yang digunakan untuk memperbanyak atau mengembangbiakkan tanaman. Ketentuan undang-undang ini menyatakan bahwa benih bukan hanya yang berasal dari biji, akan tetapi sumber atau bahan perbanyakan vegetatif juga dapat dikatakan sebagai benih. Akan tetapi, pengertian ini mengkaburkan pengertian antara benih dan bibit, sehingga dalam tulisan ini perlu pembatasan pengertian bahwa benih adalah biji. Pernyataan ini didasarkan atas adanya embrio sebagai atau lembaga sebagai calon tumbuhan yang akan berkecambah hingga terbentuk menjadi tumbuhan dewasa (Nugroho dkk. 2006). Menurut Sadjad (1975) dalam Kartasapoetra (2003) benih adalah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usaha tani yang memiliki fungsi agronomis. Secara tradisional pemilihan benih dilakukan pada waktu pemungutan hasil atau panen, seperti pemilihan hasil atau seleksi. Benih yang berasal dari tanaman yang baik disisihkan dan disimpan sebelum digunakan kembali, sehingga tingkat mutu dan hasil tanaman dapat dipertahankan (Kartasapoetra 2003). Seiring dengan perkembangan produk pertanian yang menuntut adanya peningkatan produksi yang seimbang dengan kebutuhan di tingkat masyarakat, maka secara kualitas benih yang digunakan dalam budidaya tanaman harus lebih baik. Sadjad (1977) dalam Sutopo (2004) menyatakan bahwa benih dituntut untuk bermutu tinggi, sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju. Penggunaan benih yang bermutu rendah akan mengakibatakn kerugian terhadap biaya dan waktu yang telah dikeluarkan oleh petani. Walaupun kondisi lingkungan dan teknologi budidaya merupakan factor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, akan tetapi pemilihan benih bermutu tidak kalah pentingnya. Benih bermutu hanya dapat diperoleh dengan adanya teknologi berupa cara-cara atau tehnik untuk memperbaiki sifat-sifat genetic dan fisik dari benih, yang mencakup kegiatan-kegiatan sejak pengembangan varietas, produksi benih, pengolahan, penyimpanan, pengujian serta sertifikasi benih (Feistritzer (1975) dalam Sutopo 2004). Sementara itu Kartasapetra (2003), membatasi pengertian teknologi benih pada produksi benih dalam rangka pengadaan benih dengan praktek penyelamatan benih dari sejak dipungut, dikelola, dipelihara sampai benih tersebut ditanam kembali. Kartasapoetra. 2003. Teknologi Benih: Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Nugroho, dkk. 2006. Strukturdan Perkembangan Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutopo. 2004. Teknologi Benih. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. PT. Raja Grafindo Persada.Jakarta. Mutu benih dapat dinyatakan sebagai benih berkualitas tinggi yang berasal dari indukan tanaman yang memiliki daya tumbuh lebih dari Sembilan puluh persen. Kemampuan benih untuk tumbuh seragam, kecepatan tumbuh benih dan kekuatan tumbuh merupakan factor penting dalam menilai kualitas benih. Selain itu, keamanan benih dari campuran kotoran, benih tanaman lain, benih varietas lain, benih gulma bahkan benih yang terjangkit hama dan penyakit tidak kalah pentingnya dalam penilaian mutu benh. Menurut Sutopo (2004), terdapat 3 pengertian mutu benih yaitu : 1. Mutu genetik, yaitu penampilan benih murni dan spesies atau varietas tertentu yang menunjukkan identitas genetik dari tanaman induknya, mulai dari benih penjenis, benih dasar, benih pokok sampai benih sebar. 2. Mutu fisiologis, menampilkan kemampuan daya hidup atau viabilitas benih yang mencakup daya kecambah dan kekuatan tumbuh benih. Bermula dari kemampuan daya hidup awal yang maksimum saat masak fisiologis dan tercermin pula pada daya simpannya selama periode tertentu, serta bebas dari kontaminasi hama dan penyakit. 3. Mutu fisik, yaitu penampilan benih secara prima bisa dilihat secara fisik, antara lain dari ukuran yang homogen, bersih dan kemasan menarik.

Secara agronomis, benih bermutu dapat dicapai melalui teknologi budidaya yang semestinya. Akan tetapi walaupun seluruh komponen agronomi telah terpenuhi, sebaiknya benih bermutu yang digunakan untuk budidaya tanaman adalah benih unggul atau benih yang telah bersertifikat. Pengawasan peredaran benih kelapa sawit bertujuan untuk melindungi produsen dan konsumen untuk memperoleh benih bermutu. Proses pengawasan benih kelapa sawit meliputi : 1. Pengawasan di sumber benih Pengawasan di sumber benih meliputi pengawasan di kebun induk, prosesing perkecambahan dan pengawasn ulang pemasangan label. Pengawasan tersebut dilakukan agar benih kelapa sawit yang diedarkan adalah benih bermutu sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. 2. Pengawasan lapangan Pengawasan mutu meliputi pemeriksaan dokumen, Tanda Registrasi Usaha Perbenihan (TRUP) dan pemeriksaan fisik tanaman. Pengawasan fisik tanaman meliputi jumlah bibit normal, abnormal, bibit disalurkan dan stok bibit. Benih murni yang merupakan salah satu komponen dalam pengujian benih, sangat penting dalam menghasilkan benih yang berkualitas tinggi. Pada pengujian daya berkecambah, benih yang diuji diambil dari fraksi benih murni. Dengan demikian hasil pengujian kemurnian benih dan daya kecambah benih mempengaruhi nilai benih untuk tujuan pertanaman. Pengujian kemurnian digunakan untuk mengetahui komposisi contoh kerja, kemurnian, dan identitasnya yang akan mencerminkan komposisi lot benih yang didasarkan pada berat komponen pengujian. Dalam pengujian kemurnian contoh kerja kemurnian dipisahkan menjadi benih murni, biji tanaman lain, dan kotoron . Kemurnian benih adalah merupakan komposisi berdasarkan berat dari contoh benih yang akan diuji atau dengan kata lain komposisi dari kelompok benih dan untuk mengidentifikasi dari berbagai species benih dan partikel-partikel lain yang terdapat dalam suatu benih. Kotoran atau benda mati merupakan bagian dari sejumlah benih yang sedang diuji yang tidak berupa benih, melainkan benda-benda mati yang hanya mengotori benih, seperti misalnya kerikil, gumpalan tanah, sekam serta bentuk-bentuk lain yang menyerupai benih dan gulma. a) Benih murni, adalah segala macam biji-bijian yang merupakan jenis/ spesies yang sedang diuji. Yang termasuk benih murni diantaranya adalah : Benih masak utuh Benih yang berukuran kecil, mengkerut, tidak masak Benihyang telah berkecambah sebelum diuji Pecahan/ potongan benih yang berukuran lebih dari separuh benih yang sesungguhnya, asalkan dapat dipastikan bahwa pecahan benih tersebut termasuk kedalam spesies yang dimaksud Biji yang terserang penyakit dan bentuknya masih dapat dikenali b) Benih tanaman lain, adalah jenis/ spesies lain yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji. c) Kotoran benih, adalah benih dan bagian dari benih yang ikut terbawa dalam contoh. Yang termasuk kedalam kotoran benih adalah: Benih dan bagian benih Benih tanpa kulit benih Benih yang terlihat bukan benih sejati Bijihampa tanpa lembaga pecahan benih 0,5 ukuran normal Cangkang benih Kulit benih Prinsip dari pengolahan benih ialah mewujudkan benih tanaman yang unggul dan baik. Apabila benih itu ditanam atau ditumbuhkan akan mampu bertahan selama perkembangan hidupnya serta mampu memberikan produk yang baik dan meningkat, dengan cara memberikan perlakuan antara lain memisahkan secara khusus benih yang kita pilih dari benih tanaman sejenis yang bervarietas lain, dari benih tanaman lain, dari biji-bijian herba, dari kotoran-kotoran yang melekat atau tercampur padanya. Jangkauan dari aktivitas ini adalah agar diperoleh benih yang benar-benar murni. Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. aktor-faktor yang mempengaruhi kadar air,antara lain:

daya simpan bahan; air terikat dan air bebas; kadar air basis basah dan kadar air basis kering; aktivitas air; kelembaban mutlak dan kelembaban relatif; sifat fisik dari bahan. Benih adalah bagian tanaman yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakan tanaman. Mutu benih mencakup mutu fisik, mutu fisiologis dan mutu genetika serta memenuhi persyaratan kesehatan benih. Mutu fisik benih diukur dari kebersihan benih, bentuk, ukuran dan warna kecerahan yang homogen serta benih tidak mengalami kerusakan mekanis atau kerusakan akibat serangan hama dan penyakit. Mutu fisiologis diukur dari viabilitas benih, kadar air maupun daya simpan benih. Yang dimaksud kadar air benih, ialah berat air yang dikandung dan yang kemudian hilang karena pemanasan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam persentase terhadap berat awal contoh benih. Penetapan Kadar Air adalah banyaknya kandungan air dalam benih yang diukur berdasarkan hilangnya kandungan air tersebut & dinyatakan dalam % terhadap berat asal contoh benih. Tujuan penetapan kadar air diantaranya untuk untuk mengetahui kadar air benih sebelum disimpan dan untuk menetapkan kadar air yang tepat selama penyimpanan dalam rangka mempertahankan viabilitas benih tersebut. Beberapa hal perlu diperhatikan dalam pengujian kadar air benih ini adalah contoh kerja yang digunakan merupakan benih yang diambil dan ditempatkan dalam wadah yang kedap udara. Karena untuk penetapan kadar air, jika contoh kerja yang digunakan telah terkontaminasi udara luar maka kemungkinan besar kadar air benih yang diuji bukan merupakan kadar air benih yang sebenarnya karena telah mengalami perubahan akibat adanya kontaminasi udara dari lingkungan. Yang kedua adalah untuk pengujian kadar air ini harus dilakukan sesegera mungkin, selama penetapan diusahakan agar contoh benih sesedikit mungkin berhubungan dengan udara luar serta untuk jenis tanaman yang tidak memerlukan penghancuran, contoh benih tidak boleh lebih dari 2 menit berada di luar wadah. Proses penurunan kondisi benih setelah masak fisiologis itulah yang disebut sebagai peristiwa deteriorasi atau benih mengalami proses menua. Proses penurunan kondisi benih tidak dapat dihentikan tetapi dapat dihambat.Kemunduran benih dapat didefinisikan jatuhnya mutu benih yang menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih. Faktor-faktor yang mempengaruhi benih itu sendiri antara lain adalah faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan keadaan fisiologinya, kelembaban nisbi dan temperature, kadar air benih, suhu, genetic, mikroflora, kerusakan mekanik (akibat panen dan pengolahan), dan tingkat kemasakan benih. Kemunduran benih yang menyebabkan menurunnya vigor dan viabilitas benih merupakan awal kegagalan dalam kegiatan pertanian sehingga harus dicegah agar tidak mempengaruhi produktivitas tanaman. Sadjad (1994) menguraikan vigor benih adalah kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi suboptimum di lapang, atau sesudah disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan ditanam dalam kondisi lapang yang optimum. Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam fenomena pertumbubannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom atau garis viabilitas sedangkan viabilitas potensial adalah parameter viabilitas dari suatu lot benih yang menunjukkan kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal yang berproduksi normal pada kondisi lapang yang optitum. Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-anngsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisisologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Kemunduran benih beragam, baik antarjenis, antarvarietas, antarlot, bahkan antarindividu dalam suatu lot benih. Kemunduran benih dapat menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih (kemampuan benih berkecambah pada keadaan yang optimum) atau penurunan daya kecambah. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya

pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985). Kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologi maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad, 1994). Kemunduran benih dapat diterangkan sebagai berikut: 1. Yang dimaksud laju deteriorasi adalah berapa besarnya penyimpanagna terhadap keadaan optimum untuk mencapai maksimum. Hal ini dipengaruhi oleh dua peristiwa, yaitu: a. Merupakan sifat genetis benih Kemunduran benih karena sifat genetis biasa disebut proses deteriorasi yang kronologis artinya, meskipun benih ditangani dengan baik dan faktor lingkungannya pun mendukung namun proses ini akan tetap berlangsung. b. Karena deraan lingkungan Proses in biasa disebut proses deteriorasi fisiologis. Proses ini terjadi karena adanya faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan persyaratan penyimpanan benih, atau terjadi penyimpangan selama proses pembentukan dan prosesing benih. Suhu ruang simpan berperan dalam mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan, yang diperungaruhi oleh kadar air benih, suhu dan kelembaban nisbi ruangan. Pada suhu rendah, respirasi berjalan lambat dibanding suhu tinggi. Dalam kondisi tersebut, viabilitas benih dapat dipertahankan lebih lama. Pada periode simpan 0 minggu, benih belum mengalami masa penyimpanan, dan kadar air ditetapkan sebagai kadar air awal penyimpanan. Kadar air benih diukur dengan metode langsung yakni melalui proses pengovenan dengan suhu 103C selama 18 jam. Perhitungan perkiraan kadar air benih dilakukan berdasarkan basis basah, yaitu bobot akhir benih setelah dioven dibagi bobot awal (basah) benih sebelum dioven dikali 100 persen (Mugnisjah et al. 1994). Proses yang terjadi pada benih yang mengalamiproses deteriorasi menurut JC. Delouche sebagai berikut: o Kerusakan membrane pada benih yang menua akan mengakibatkan kerusakan dinding sel sehingga mengakibatkan terjadinya kebocoran jika benih berimbibisi. o Proses biosintesis yang tak berimbang o Ketidakseimbangan proses biosintesis yang disebabkan proses katabolisme dan anabolisme yang tidak sinkron akan mengganggu proses perkecambahan benih. o Laju perkecambahan dan perkembangan kecambah lambat dan tidak seragam. Pada benih yang telah menua juka masih dapat berkecambah maka pertumbuhan/ perkembangan kecambahnya lambat dan tidak merata. o Rentan terhadap stress faktor lingkungan. Benih yang telah menua akan sangat peka terhadap perubahan faktor lingkungan pada saat dikecambahkan. o Kondisi kecambah jelek. Kecambabh yang dihasilkan kondisinya jelek sekali o Penyimpang morfologis. Kecambah yang terbentuk tidak normal. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya persentase kecambah abnormal. o Tidak berkecambah. Benih yang dikecambahkan tidak o berkecambah meskipun benih tersebut sebenarnya belu mati. o Mati (death). Benih mati dapat diketahui dengan uji tetrazolium. kemunduran benih dapat ditunjukkan oleh gejala fisiologis sebagai betikut: (a) terjadinya perubahan warna benih (b) tertundanya perkecambahan; (c) menurunnya, toleransi terhadap kondisi lingkungan sub optimum selama perkecambahan (d) rendahnya toleransi terhadap kondisi simpan yang kurang sesuai (e) peka terhadap radiasi; (f) menurunnya pertumbuhan kecambah; (g) menurunnya daya berkecambah, dan (h) meningkatnya jumlah kecambah abnormal. Abdul Baki dan Anderson (1972) mengemukakan indikasi biokimia dalam benih yang mengalami kemunduran viabilitas adalah sebagai berikut: (a) perubahan aktivitas enzim (b) perubahan laju respirasi; (c) perubahan di dalam cadangan makanan; (d) perubahan di dalam membran, dan (e) kerusakan kromosom. kemunduran benih dapat dikendalikan dengan cara "invigorasi" melalui proses hidrasidehidrasi. Sadjad (1994) mendefinisikan invigorasi sebagai proses bertambahnya vigor benih. Dengan demikian perlakuan invigorasi adalah peningkatan vigor benih dengan memberikan perlakuan pada benih. Menurut Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk memobilisasi sumber-sumber

energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal. Perlakuan benih yang telah dikenal antara lain presoaking dan conditioning. Menurut Khan (1992) presoaking adalah perendaman benih dalam sejumlah air pada suhu rendah sampai sedang, sedangkan conditioning adalah peningkatan mutu fisiologi dan biokimia (berhubungan dengan kecepatan dan perkecambahan, perbaikan serta peningkatan potensial perkecambahan) dalam benih oleh media imbibisi potensial air yang rendah (larutan atau media padatan lembab) dengan mengatur hidrasi dan penghentian perkecambahan. Benih menyerap air sampai potensial air dalam benih dan media pengimbibisi sama (dicapai keseimbangan potensial air). Presoaking dalam periode singkat menghasilkan efek yang cukup baik terhadap peningkatan perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Pengeringan tidak mengurangi pengaruh positif dari presoaking (Kidd and West dalam Khan, 1992). Perlakuan presoaking berpengaruh baik pada benih yang bervigor sedang. Hadiana (1996) melaporkan perlakuan presoaking atau conditioning secara nyata efektif meningkatkan viabilitas dan vigor benih sebelum penyimpanan, dapat meningkatkan daya berkecambah potensi tumbuh, keserempakan tumbuh, dan bobot kering kecambah normal. Untuk mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih baik yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh faktor kesalahan dalam penanganan be-nih, dapat dilakukan dengan melakukan teknik invigorasi. Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemun-duran mutu Kelembaban lingkungan selama penyimpanan juga sangat mempengaruhi viabilitas benih, hal ini disebabkan karena sifat benih yang higroskopis yaitu selalu menyesuaikan diri dengan kelembaban udara disekitarnya. Kelembaban ruang simpan harus diatur sehingga sedemikian rupa sehingga kadar air benih pada keadaan yang menguntungkan untuk jangka waktu simpan yang panjang. Pada kebanyakan jenis benih, kelembaban nisbih ruang penyimpanan antara 50-60%, dan suhu 0-10oC adalah cukup baik untuk mempertahankan viabilitas benih, paling tidak untuk jangka waktu penyimpanan selama 1 tahun.

You might also like