You are on page 1of 7

2.1.

Definisi Abses periapikal akut adalah keadaan dimana setelah terjadi adanya pulpitis akut tetapi biasanya terlihat timbul secara spontan, dalam hubungannya dengan gigi dimana pulpanya telah mengalami nekrosis yang tidak menimbulkan gejala, baik setelah terjadinya trauma atau setelah dilakukan penambalan. Bila terdapat proses peradangan akut pada rahang pasien yang sangat hebat, tetapi meluas dengan cepat, membentuk pembengkakan peradangan pada jaringan lunak di dekatnya dan rasa sakit cenderung akan hilang. Gigi menjadi goyang dan nyeri bila disentuh, sehingga pasien berusaha menghindari makanan. Gigi ini disebut periostitik. Pada tahap awal warna sedikit kemerahan dan rasa nyeri dari mukosa mulut di atas apek gigi, mungkin merupakan tanda satu-satunya yang terlihat. Tetapi seringkali, abses periapikal yang sangat hebat berhubungan dengan pembentukan nanah intra-alveolar dan jaringan lunak didekatnya tampakmeradang dan bengkak, yang bila mengenai gigi atas dapat menutupi mata. Pembentukan nanah terjadi cukup cepat dan bila nanah meluas keluar tulang terbentuk rongga abses yang menonjol di dalam atau kadang-kadang diluar mulut. Keadaan ini disebut sebagai abses dento-alveolar. Selain pembengkakan, terlihat adanya trismus bila gigi belakang merupakan penyebab sakit tersebut. Hasil pemeriksaan sinat-X menunjukkan adanya daerah radiolusen pada sebagian besar keadaan.2 Abses periodontal akut adalah abses yang timbul pada bagian belakang poket periodontal dan terlihat berupa pembengkakan akut yang terasa sakit, sering timbul pada bagian palatal dari gigi geraham besar atas atau pada gigi seri bawah. Pembengkakan terlihat terlokalisir dan terbatasi pada alveolus. Pembengkakan eksternal sangat jarang terlihat. Gigi yang diserang selalu dalam keadaan goyang dan hasil pemeriksaan roentgen menunjukkan pola kerusakan tulang yang tidak teratur.2 Perikoronitis akut adalah keadaan yang bersifat lebih dari nyeri permukaan, kelainan ini terbatas pada gigi geraham besar ketiga bawah (gigi

bungsu), walaupun keadaan tersebut juga dapat terlihat pada gigi geraham besar atas.2 2.2. Etiologi Infeksi odontogenik bersifat polimikroba, rata-rata disebabkan 4-6 bakteri. Bakteri yang paling banyak ditemukan adalah bakteri anaerob batang gram negatif dan coccus gram positif, juga ditemukan bakteri fakultatif dan streptococcus mikroaerofilik. Perbandingan antara bakteri anaerob dan aerob adalah 2-3 : 1. Bakeri anaerob batang gram negatif lebih patogen dibandingkan bakteri fakultatif atau anaerob coccus gram positif.1 Abses dento-alveolar berasal dari infeksi periapikal akut yang seringkali merupakan akibat dari terbukanya pulpa oleh karies gigi. Kadangkadang pulpa yang vital dapat terinfeksi melalui saluran limfe, yang berhubungan dengan poket periodontal. Gigi non-vital karena trauma atau gangguan kimia dan fisik pada dentin koronal, dapat terinfeksi baik melalui saluran limpatik periodontal atau selama terjadinya bakterimia.2 Pada infeksi akut karena bakteri virulen, dapat terjadi pembentukan nanah pada apek gigi dan arah penyebaran nanah dipengaruhi oleh faktorfaktor anatomi, terutama hubungan apek terhadap bidang tulang kortikal, dan bila nanah telah terletak pada jaringan lunak, dipengaruhi oleh otot dan perlekatan fascia disekitar rahang.2 Keadaan-keadaan yang mempermudah terjadinya abses dento-alveolar, yaitu :1 1. Pulpitides adalah sebuah karies dentis yang disebabkan karena: Empeng bayi : Karies pada awal-awal masa kecil diubah pada term ini karena menyusui Plak : yaitu presipitasi protein saliva yang terdenaturasi yang memudahkan bakteri untuk menempel (adhesi) pada enamel gigi. 2. Pada pasien imunokompromais, bakteri dapat menyebar secara hematogen untuk menginvaginasi pulpa gigi. gambarannya termasuk diantaranya pada bayi yang

3. Ginggivitis adalah infeksi secara progresif dari mahkota gigi sampai ke akar gigi. 4. Infeksi paska trauma atau infeksi paska operasi dapat menyebabkan abses dental. 2.3. Epidemiologi Abses gigi jarang terjadi pada bayi. Pada anak-anak paling banyak terjadi adalah abses periapikal. Hal ini karena higine buruk, enamel gigi yang tipis, pertumbuhan gigi primer yang memiliki suplai darah yang lebih banyak, mengkibatkan meningkatnya respon inflamasi. Pada remaja abses periodontal lebih sering terjadi daripada abses periapikal. Tidak ada perbedaan angka kejadian abses akar gigi antara laki-laki dan perempuan. Hingga saat ini juga belum ditemukan kemungkinan hubungan kejadian abses akar gigi dengan ras.1 2.4. Patogenesis Istilah dento-alveolar abses menggambarka tiga proses, yaitu :1 1. Abses periapikal 2. Abses periodontal 3. Perikoronitis Nanah dari gigi geraham atas biasanya menembus bidang tulang bukal yang tipis, di bawah daerah perluasan businator dan keluar pada sulkus bukal di dalam mulut. Kadang-kadang nanah dari gigi taring atau geraham besar pertama atas meluas dari atas daerah perluasan businator serta keluar ke pipi. Dari daerah gigi seri atas, nanah kadang-kadang meluas ke hidung, tetapi biasanya meluas ke vestibulum labial. Apek gigi seri kedua dan akar palataldari gigi geraham besar pertama terletak di dekat permukaan palatal rahang atas, sehingga dapat merangsang terjadinya abses palatal, yang bila tidak dirawat dapat keluar pada daerah pertemuan palatum lunak dan keras. Dari gigi-gigi bawah nanah meluas terutama ke bukal, kecuali pada gigi geraham besar kedua dan ketiga, yang apeknya terletak di dekat permukaan lingual dan nanah akan meluas ke bawah otot milohoid, ke ruang

submandibula dan keluar ke pipi. Dari gigi-gigi bawah yang lain nanah meluas ke bukal atau vestibulum, walaupun nanah dari gigi geraham besar pertama akan meluas ke bawah otot businator dan keluar ke kulit wajah. Abses gigi seri bawah akan menonjol pada dagu, dengan perluasan nanah melalui otot mentalis.2 2.5. Diagnosis Abses dento-alveolar dapat bersifat akut atau kronis. Pada kasus akut, terlihat abses yang timbul mendadak, biasanya tanpa gejala-gejala awal pada gigi tersebut. Selain itu terlihat pembengkakan yang sakit, serta timbul dengan cepat. Dari gigi-gigi depan atas, pembengkakan meluas disertai tertutupnya mata karena edema periorbital. Daerah pusat pembengkakan di atas gigi-gigi, terasa nyeri, membesar dengan kulit di atasnya yang berwarna merah, tetapi sebagian besar pembengkakan tersebut tidak disertai dengan rasa nyeri serta lebih mencerminkan adanya edem. Pemeriksaan sulkus bukal menunjukkan adanya pembengkakan yang nyeri, menutupi dasar vestibulum dan peradangan yang meluas ke bawah ke attached mukosa. Arah perluasan infeksi dari apek gigi lebih mudah diraba daripada dilihat. Dengan terjadinya pembentukan nanah dalam 2-3 hari, pembengkakan cenderung terlokalisir, dengan absorpsi dari edema, dan pada akhir minggu pertama abses menonjol keluar pada daerah tersebut.2 Pada sebagian besar kasus, jarang terjadi infeksi mendadak, dan kurang dramatis karena tanpa disertai edema perifer, pada keadaan tersebut lebih banyak nanah yang terbentuk dengan fluktuasi yang lebih besar.2 Hampir selalu terjadi limadenopati (submandibular) regional dan walaupun pasien terserang demam ringan, tetapi hanya ada sedikit, tandatanda gangguan sistemis yang berhubungan dengan penyakit infeksi, dan gejala umum yang lebih berhubungan dengan rasa sakit, sukar menelan, kesulitan bernafas dan sukar tidur daripada dengan toksemia. Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis netrofil ringan dan ERS sementara meningkat. Abses gigi kronis jarang timbul pada orang dewasa dan biasanya berasal dari perawatan antibiotik tanpa menghilangkan faktor penyebab

utama. Abses gigi-gigi susu biasanya bersifat kronis dan terlokalisisr, serta berhubungan dengan alveolus dan disebut parulis.2 Saluran sinus yang terbetuk akan tetap tinggal bila abses dentoalveolar tida dirawat atau dirawat denagn tidak tepat, dan mungkin berasal dari infeksi periapikal kronis. Kadang-kadang sinus pada mulut mengalami granulasi yang sangat mirip dengan piogenik granuloma. Sinus eksternal lebih sering terjafi seperti terlihat di atas dalam hubungannya dengan gigigigi seri bawah (sinus mentalis median) dan gigi geraham besar pertama, terutama gigi bawah. Pada keadaan ini, adanya band fibrotik yang menghubungkan kulit dengan rahang dapat dilihat dengan jelas.2 Gigi yang merupakan asal abses dapat segera dilihat baik sebagai gigi non-vital dengan perubahan warna ke abu-abuan atau sebagai karies yang luas atau tambalan yang besar. Gigi terasa sangat nyeri bila disentuh (periostitis) tetapi gigi-gigi didekatnya dapat juga terasa sakit. Hasil pemeriksaan radiografi mungkin diperlukan untuk membedakan gigi dengan radiolucency periapikal, tetapi hal ini tidak selalu dapat ditemukan.1,2 Gambaran foto polos diutamakan karena pemeriksaan paling mudah dilakukan. Posisi anteroposterior dan lateral leher mungkin dapat memperlihatkan massa di jaringan lunak leher yang menghalangi jalan nafas Pantomografi sangat berguna untuk mengindikasikan tulang atau gigi yang rusak. Ct scan dengan kontras intravena adalah metode paling akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, tepi dan hubungannya dengan proses inflamasi yang mengelilingi struktur vital.1 2.6. Penatalaksanaan Pada kerusakan periodontal diobati dengan debrideman, kuretase subginggiva dan obat cuci mulut Hidrogen peroksida 3 %. Disamping itu, jika diikuti gejala-gejala sistemik seperti demam, dianjurkan pemberian pengobatan secara oral dengan menggunakan penisilin V dosis 25.000 sampai 50.000 unit/KgBB/24 jam dibagi 4 dosis. Biasanya, jika diobati gejala akan hilang dalam waktu 48 jam. Hal yang terpenting adalah

konsultasi gigi, dianjurkan untuk pembersihan gigi yang teliti guna mencegah kekambuhan dan memperbaiki kerusakan periodontal.3 Penanganan komplikasi periodontitis fase akut ditujukan pada perbaikan perbaikan keadaan umum disertai pemberian antibiotik yang tepat untuk kuman penyebab dan dilakukan debrideman, selanjutnya dilakukan pembedahan untuk memperbaiki kerusakan. Upaya ini memerlukan perencanaan dan keahlian yang baik dengan mengutamakan pulihnya fungsi dari aspek kosmetik.4 2.7. Komplikasi1,2 1. Fistula dentocutaneus dari infeksi gigi kronik Fistula berkembang sebagai inflamasi kronik yang mengerosi tulang alveolar dan menyebar ke sekitar jaringan lunak. Sering tidak terdiagnosis karena infeksi gigi kronik yang sering asimtomatik dan lesi di kulit diduga bersifat lokal. 2. Osteomyelitis Osteomyelitis sering terjadi sebelum era terapi antibiotik. Osteomyelitis berasal dari inflamasi di kavitas medula dan korteks tulang. Mandibula sering dikenai daripada maksila karena maksila mempunyai suplai darah yang lebih baik. 3. Trombosis sinus kavernosus Kira-kira 10% pasien dengan trombosis sinus kavernosus memiliki fokus infeksi di gigi. Penyebaran infeksi berasal dari dental abses ke sinus kavernosus terjadi melalui pleksus vena pterygoid. Pasien sering sakit kepala, nyeri retroorbital unilateral, edema periorbital, demam, proptosis dan ptosis. Terapi terdiri dari anti biotik, anti koagulan dan terapi bedah. 4. Angina ludwig Terjadi karena infeksi di regio mandibula. Abses mandibula di molar 2 dan 3 bisa memperforasi mandibula dan menyebar ke daerah submandibula dan submental. Gejala klinik berupa bengkak di dasar mulut dan elevasi lidah serta displacement bagian posterior lidah. Infeksi awalnya unilateral tapi menyebar secara cepat termasuk ke bagian kontra

lateral. Gejala klinik yang dominan adalah di mulut, leher, nyeri gigi, pembengkakan leher, odinofagi, disfonia, trismus dan lidah bengkak. Angina ludwig jarang pada anak-anak. 5. Sinusitis maksila Sinusitis maksila sering terjadi karena penyebaran langsunginfeksi gigi atau dari perforasi dasar sinus karena infeksi. 6. Bengkak daerah wajah, daerah yang paling sering terkena adalah submandibula dan sublingual 2.8. Prognosis Abses dento-alveolar memiliki prognosis baik dengan insisi, drainase, terapi anti biotik dan perawatan rutin.1

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. Schneider MD, Karen. Dental Abcess. Diakses dari : www.emedicine.com. Last update 30 Maret 2006. Gayford, JJ. Penyakit Mulut ( Clinical Oral Medicine ), alih bahasa : Lilian Yuwono. Jakarta : EGC, 1990 : 44-199 Gorlin. R.J Penyakit Rongga Mulut dalam BOIES: Buku Ajar Penyakit THT. Ed.6, Jakarta : EGC, 1997: 286-288 Sjamsuhidajat. R, Jong W.D Kepala dan Leher dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed Revisi. Jakarta. EGC.1998: 449-450

You might also like