You are on page 1of 24

PENYAKIT ASMA YANG MENYERTAI KEHAMILAN DAN PERSALINAN

BAB I PENDAHULUAN PENYAKIT ASMA YANG MENYERTAI KEHAMILAN DAN PERSALINAN


1. A. LATAR BELAKANG
Insiden asma dalam kehamilan adalah sekitar 0,5-1 % dari seluruh kehamilan. Serangan asma biasanya timbul pada usia kehamilan 24-36 minggu, jarang pada akhir kehamilan. Frekuensi dan beratnya serangan akan mempengaruhi hipoksia pada ibu dan janin. Penegakan diagnosis serupa dengan asma diluar kehamilan. Asma bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai pada kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi. Turner et al dalam suatu penelitian yang melibatkan 1054 wanita hamil yang menderita asma menemukan bahwa 29% kasus membaik dengan terjadinya kehamilan, 49% kasus tetap seperti sebelum terjadinya kehamilan, dan 22% kasus memburuk dengan bertambahnya umur kehamilan. Sekitar 60% wanita hamil yang mendapat serangan asma dapat menyelesaikan kehamilannya dengan baik. Sekitar 10% akan mengalami eksaserbasi pada persalinan. Mabie dkk (1992) melaporkan peningkatan 18 kali lipat resiko eksaserbasi pada persalinan dengan seksio sesarea dibandingkan dengan pervaginam. Asma bronkiale merupakan penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kepekaan saluran trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan. Pada serangan asma terjadi bronkospasme, pembengkakan mukosa dan peningkatan sekresi saluran nafas, yang dapat hilang secara spontan atau dengan pengobatan. Gejala klinik yang klasik berupa batuk, sesak nafas, dan mengi (wheezing), serta bisa juga disertai nyeri dada. Serangan asma umumnya berlangsung singkat dan akan berakhir dalam beberapa menit sampai jam, dan setelah itu penderita kelihatan sembuh secara klinis. Pada sebagian kecil kasus terjadi keadaan yang berat, yang mana penderita tidak memberikan respon terhadap terapi (obat agonis beta dan teofilin), hal ini disebut status asmatikus. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan. Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan beratnya serangan asma, karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia. Keadaan hipoksia jika tidak segera diatasi tentu akan memberikan pengaruh buruk pada janin, berupa abortus, persalinan prematur, dan berat janin yang tidak sesuai dengan umur kehamilan. Angka kesakitan dan kematian perinatal tergantung dari tingkat penanganan asma. Gordon et al menemukan bahwa angka kematian perinatal meningkat 2 kali lipat pada kehamilan dengan asma dibandingkan kontrol, akan tetapi dengan penanganan penderita

dengan baik, angka kesakitan dan kematian perinatal dapat ditekan mendekati angka populasi normal.

B. MASALAH
Cara penanganan asma dalm kehamilan dan persalinan.

C. TUJUAN 1.tujuan umum


Makalah ini di buat sebagai pedoman atau tujuan dalam upaya mengetahui bagaimana cara penanganan penyakit asma dalam kehamilan dan persalinan dengan baik dan benar serta mengembangkan sumber daya dan kemampuan khususnya bagi penulis dalam memberikan pelayanan kebidanan terhadap ibu hamil dan bersalin.

2. tujuan khusus
Mengetahui bagaimana cara penanganan penyakit asma dalam kehamilan dan persalinan dengan baik dan benar,serta mengetahui sebab dan gejala asma pada kehamilan dan persalinan. D. MANFAAT

1. Bagi penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab asma pada kehamilan dan persalinan serta mengetahui bagaimana cara penangananya dengan benar dan baik.

2. Bagi Institusi/bidan
Diharapkan sebagai bahan pertimbangan untuk perbandingan dalam peningkatan pelayanan asuhan kebidanan.

BAB II

TIJAUAN TEORITIS PENYAKIT ASMA PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN


1.PENGERTIAN The American Thoracic Society (1962): adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakhea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil suatu pengobatan. Gibbs dkk (1992) mendefinisikan sebagai suatu gangguan inflamasi kronik pada saluran napas yang banyak diperankan oleh terutama sel mast dan eosinofil Jadi dapat disimpulkan bahwa Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. Asma bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai pada

kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi. 2. ETIOLOGI 1. Reaksi imunologi (alergi) dimana IgE meninggi. 2. Faktor genetik. 3. Gabungan antara reaksi imunologi dan genetik. 3. KRITERIA ASMA BRONKIALE Batuk, sesak, wheezing, hiperventilasi, dispnea, takipnea, ortopnea, ekspirasi memanjang, sianosis, takikardi persisten, penggunaan obat bantu pernapasan, kesukaran bicara, dan pulsus paradoksus. 4. MANIFESTASI KLINIKS Factor pencetus timbulnya asma antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran nafas, pengaruh udara dan factor psikis. Penderita selama kehamilan perlu mendapat pengawasan yang baik, biasanya penderita mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak, dan batuk-batuk. Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma diluar kehamilan.

5.KOMPLIKASI Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi sbb. - Keguguran - Persalinan prematur - Pertumbuhan janin terhambat. 6. DIAGNOSIS ASMA BRONKIALE Diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang klasik seperti sesak nafas, batuk dan mengi. Serangan asma dapat timbul berulang-ulang dengan masa remisi diantaranya. Serangan dapat cepat hilang dengan pengobatan, tetapi kadang-kadang dapat pula menjadi kronik sehingga keluhan berlangsung terus menerus. Adanya riwayat asma sebelumnya, riwayat penyakit alergik seperti rinitis alergik, dan keluarga yang menderita penyakit alergik, dapat memperkuat dugaan penyakit asma. Selain hal-hal di atas, pada anamnesa perlu ditanyakan mengenai faktor pencetus serangan. Penemuan pada pemerikasaan fisik penderita asma tergantung dari derajat obstruksi jalan nafas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, takikardi, pernapasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada penderita asma dalam serangan. Dalam praktek tidak sering ditemukan kesulitan dalam menegakkan diagnosis asma, tetapi banyak pula penderita yang bukan asma menimbulkan mengi sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang. 7. PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP ASMA Pengaruh kehamilan terhadap perjalanan klinis asma, bervariasi dan tidak dapat disuga. Dispnea simtomatik yang terjadi selama kehamilan, yang mengenai 60%-70% wanita hamil, bisa memberi kesan memperberat keadaan asma. Wanita yang memulai kehamilan dengan asma yang berat, tampaknya akan mengalami asma yang lebih berat selama masa kehamilannya dibandingkan dengan mereka yang dengan asma yang lebih ringan. Sekitar 60% wanita hamil dengan asma akan mengalami perjalanan asma yang sama pada kehamilan-kehamilan berikutnya.

Gluck& Gluck menyimpulkan bahwa peningkatan kadar IgE diperkirakan akan memperburuk keadaan asma selama kehamilan, sebaliknya penderita dengan kadar IgE yang menurun akan membaik keadaannya selama kehamilan. Eksaserbasi serangan asma tampaknya sering terjadi pada trimester III atau pada saat persalinan, hal ini menimbulkan pendapat adanya pengaruh perubahan faktor hormonal, yaitu penurunan progesteron dan peningkatan prostaglandin, sebagai faktor yang memberikan pengaruh. Pada persalinan dengan seksio sesarea resiko timbulnya eksaserbasi serangan asma mencapai 18 kali lipat dibandingkan jika persalinan berlangsung pervaginam. 8. PENGARUH ASMA TERHADAP KEHAMILAN Pengaruh asma terhadap kehamilan bervariasi tergantung derajat berat ringannya asma tersebut. Asma terutama jika berat bisa secara bermakna mempengaruhi hasil akhir kehamilan, beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan insidensi abortus, elahiran prematur, janin dengan berat badan lahir rendah, dan hipoksia neonatus. Beratnya derajat serangan asma sangat mempengaruhi hal ini, terdapat korelasi bermakna antara fungsi paru ibu dengan berat lahir janin. Angka kematian perinatal meningkat dua kali lipat pada wanita hamil dengan asma dibandingkan kelompok kontrol. Asma berat yang tidak terkontrol juga menimbulkan resiko bagi ibu, kematian ibu biasanya dihubungkan dengan terjadinya status asmatikus, dan komplikasi yang mengancam jiwa seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, serta kelemahan otot dengan gagal nafas. Angka kematian menjadi lebih dari 40% jika penderita memerlukan ventilasi mekanik. Asma dalam kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya sedikit peningkatan insidensi preeklampsia ringan, dan hipoglikemia pada janin, terutama pada ibu yang menderita asma berat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan penanganan penderita secara intensif, akan mengurangi serangan akut dan status asmatikus, sehingga hasil akhir kehamilan dan persalinan dapat lebih baik.

9. PENANGANAN ASMA SELAMA KEHAMILAN DAN PERSALINAN Dasar-dasar Penanganan Penanganan penderita asma selama kehamilan bertujuan untuk menjaga ibu hamil sedapat mungkin bebas dari gejala asma, walauoun demikian eksaserbasi akut selalu tak dapat dihindari. Pengobatan yang harus diusahakan adalah : 1. Menghindari terjadinya gangguan pernapasan melalui pendidikan terhadap penderita, menghindari pemaparan terhadap alergen, dan mengobati gejala awal secara tepat. 2. Menghindari terjadinya perawatan di unit gawat darurat karena kesulitan pernapasan atau status asmatikus, dengan melakukan intervensi secara awal dan intensif. 3. Mencapai suatu persalinan aterm dengan bayi yang sehat, di samping melindungi keselamatan ibu.

4. Dalam penanganan penderita asma diperlukan individualisasi penanganan, karena penanganan suatu kasus mungkin berbeda dengan kasus asma yang lain, dalam memulai suatu perawatan obstetri terhadap wanita hamil dengan asma perlu diperhatikan beberapa prinsip tertentu yaitu : 5. Mendeteksi dan mengeliminasi faktor pemicu timbulnya serangan asma pada penderita tertentu. 6. Menghentikan merokok, baik untuk alasan obstetrik maupun pulmonal 7. Mendeteksi dan mengatasi secara awal jika diduga adanya infeksi pada saluran nafas, seperti bronkitis, sinusitis. 8. Pembahasan antara ahli kebidanan dan ahli paru, untuk mengetahui masalah-masalah yang potensial dapat timbul, rencana penanganan umum termasuk penggunaan obatobatan. 9. Pertimbangan untuk mengurangi dosis pengobatan, tetapi masih dalam kerangka respon pengobatan yang baik. 10. Melakukan penelitian fungsi paru dasar, juga penentuan gas darah khususnya pada penderita asma berat.

Obat-obat anti asma yang sering digunakan Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan asma secara garis besar dapat dibagi dalam 5 kelompok utama yaitu beta adrenergik, methylxanthine, glukokortikoid, cromolyn sodium dan anti kolinergik, di samping itu terdapat obat-obat lain yang sering digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita asma seperti ekspektoran dan antibiotik. a. Beta adrenergik agonis Dalam golongan ini epinefrin merupakan obat yang paling sering digunakan. Epinefrin menstimulasi reseptor beta-2 menyebabkan bronkodilatasi, tetapi juga menstimulasi reseptor alfa dan beta-1 yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi perifer dan takikardia baik pada ibu maupun janin, juga menyebabkan fetal distres, ini merupakan kelemahan teoritis penggunaan epinefrin dalam kehamilan, untungnya epinefrin mempunyai waktu paruh pendek dan belum ada laporan yang menunjukkan adanya efek jangka panjang terhadap janin pada penggunaannya dalam kehamilan. Terbutalin merupakan beta agonis yang sering digunakan untuk terapi tokolitik pada persalinan prematur. Dalam pengobatan asma dosisnya sebaiknya dikurangi pada saat mendekati aterm, meskipun tidak terdapat laporan yang menunjukkan adanya penundaan bermakna dalam onset persalinan normal, bila obat ini digunakan sebagai terapi inti asma standar.

2. Methylxanthine (Teofilin)

Teofilin dengan berbagai garamnya termasuk dalam golongan ini. Mekanisme teofilin menimbulkan bronkodilatasi tidak jelas, diduga melalui inhibisi kompetitif terhadap enzim fosfodiesterase, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kadar siklik AMP karena degradasinya yang menurun. Aminofilin merupakan suatu garam dietileniamin dari teofilin dan merupakan satu-satunya obat golongan xanthin yang dapat diberikan secara parenteral 3. Glukokortikoid Kortikosteroid digunakan sejak lama untuk pengobatan asma. Kortikosteroid bukan merupakan bronkodilator, tetapi bermanfaat dalam mengarungi inflamasi pada saluran napas. Umumnya disepakati memberikan steroid seawal mungkin pada penderita dengan serangan asma akut berat. Pemakaian kortikosteroid selama kehamilan tidak menyebabkan meningkatnya resiko komplikasi baik pada janin maupun ibu. 4. Cromolyn Sodium Cromolyn sodium bukan merupakan bronkodilator, efek terapeutik utamanya adalah inhibisi terhadap degranulasi sel mast, sehingga mencegah terjadinya pelepasan mediator kimia untuk reaksi anafilaksis. Cromolyn berguna baik untuk asma alergik maupun non alergik. 5. Anti Kolinergik Obat antikolenergik seperti atropin sulfat dapat memberikan efek bronkodilatasi ada penderita asma, tetapi penggunaannya menjadi terbatas karena efek samping yang tidak diinginkan. Golongan antikolinergik yang lebih sering digunakan adalah ipratropium bromida, terbukti efektif dan kurang menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Efek penggunaan obat anti asma dalam kehamilan terhadap janin Umumnya obat-obat anti asma yang biasanya dipergunakan relatif aman penggunaannya selama kehamilan, jarang dijumpai adanya efek teratogenik pada janin akibat penggunaan obat anti asma. Penanganan asma kronik pada kehamilan Dalam penanganan penderita asma dengan kehamilan, dan tidak dalam serangan akut, diperlukan adanya kerja sama yang baik antara ahli kebidanan dan ahli paru. Usaha-usaha melalui edukasi terhadap penderita dan intervensi melalui pengobatan dilakukan untuk menghindari timbulnya serangan asma yang berat. Adapun usaha penanganan penderita asma kronik meliputi : 1. Bantuan psikologik menenangkan penderita bahwa kehamilannya tidak akan memperburuk perjalanan klinis penyakit, karena keadaan gelisah dan stres dapat memacu timbulnya serangan asma. 2. Menghindari alergen yang telah diketahui dapat menimbulkan serangan asma 3. Desensitisasi atau imunoterapi, aman dilakukan selama kehamilan tanpa adanya peningkatan resiko terjadinya prematuritas, toksemia, abortus, kematian neonatus, dan malformasi kongenital, akan tetapi efek terapinya terhadap penderita asma belum diketahui jelas. 4. Diberikan dosis teofilin per oral sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma antara 10-22 mikrogram/ml, biasa dosis oral berkisar antara 200-600 mg tiap 8-12 jam.

5. Dosis oral teofilin ini sangat bervariasi antara penderita yang satu dengan yang lainnya. 6. Jika diperlukan dapat diberikan terbulatin sulfat 2,5-5 mh per oral 3 kali sehari, atau beta agonis lainnya. 7. Tambahkan kortikosteroid oral, jika pengobatan masih belum adekuat gunakan prednison dengan dosis sekecil mungkin. 8. Pertimbangan antibiotika profilaksis pada kemungkinan adanya infeksi saluran nafas atas. 9. Cromolyn sodium dapat dipergunakan untuk mencegah terjadinya serangan asma, dengan dosis 20-40 mg, 4 kali sehari secara inhalasi. Penanganan asma dalam persalinan Pada kehamilan dengan asma yang terkontrol baik, tidak diperlukan suatu intervensi obstetri awal. Pertumbuhan janin harus dimonitor dengan ultrasonografi dan parameterparameter klinik, khususnya pada penderita-penderita dengan asma berat atau yang steroid dependen, karena mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami masalah pertumbuhan janin. Onset spontan persalinan harus diperbolehkan, intervensi preterm hanya dibenarkan untuk alasan obstetrik. Karena pada persalinan kebutuhan ventilasi bisa mencapai 20 I/menit, maka persalinan harus berlangsung pada tempat dengan fasilitas untuk menangani komplikasi pernapasan yang berat; peneliti menunjukkan bahwa 10% wanita memberat gejala asmanya pada waktu persalinan. Selama persalinan kala I pengobatan asma selama masa prenatal harus diteruskan, ibu yang sebelum persalinan mendapat pengobatan kortikosteroid harus hidrokortison 100 mg intravena, dan diulangi tiap 8 jam sampai persalinan. Bila mendapat serangan akut selama persalinan, penanganannya sama dengan penanganan serangan akut dalam kehamilan seperti telah diuraikan di atas. Pada persalinan kala II persalinan per vaginam merupakan pilihan terbaik untuk penderita asma, kecuali jika indikasi obstetrik menghendaki dilakukannya seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea lebih dipilih anestesi regional daripada anestesi umum karena intubasi trakea dapat memacu terjadinya bronkospasme yang berat. Pada penderita yang mengalami kesulitan pernapasan selama persalinan pervaginam, memperpendek, kala II dengan menggunakan ekstraksi vakum atau forceps akan bermanfaat. Bila terjadi pendarahan post partum yang berat, prostaglandin E2 dan uterotonika lainnya harus digunakan sebagai pengganti prostaglandin F2(x) yang dapat menimbulkan terjadinya bronkospapasme yang berat. Dalam memilih anestesi dalam persalinan, golongan narkotik yang tidak melepaskan histamin seperti fentanyl lebih baik digunakan daripada meperidine atau morfin yang melepas histamin. Bila persalinan dengan seksio sesarea atas indikasi medik obstetrik yang lain, maka sebaiknya anestesi cara spinal.

Penanganan asma post partum Penanganan asma post partum dimulai jika secara klinik diperlukan. Perjalanan dan penanganan klinis asma umumnya tidak berubah secara dramatis setelah post partum. Pada wanita yang menyusui tidak terdapat kontra indikasi yang berkaitan dengan penyakitnya ini. Teofilin bisa dijumpai dalam air susu ibu, tetapi jumlahnya kurang dari 10% dari jumlah yang diterima ibu. Kadar maksimal dalam air susu ibu tercapai 2 jam setelah pemberian, seperti halnya prednison, keberadaan kedua obat ini dalam air susu ibu masih dalam konsentrasi yang belum mencukupi untuk menimbulkan pengaruh pada janin.

10. PENATA LAKSANAN 1. mencegah terjadinya stress 2. menghindari faktor resiko/pencetus yang sudah diketahui secara intensif 3. mencegah penggunaan obat seperti aspirin atau semacamnya yanf dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma. 4. pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi atau peroral seperti isoproterenol 5. pada penderita yang berat dapat di rawat dan serangan dapat di hilangkan dengan atau lebih dari obat di bawah ini : a. epineprin b. isoproterenol oksigen d. aminopilin 250-500 mg e. hidokortison 260-1000 mg secara IV ( intra vena ) Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat gangguan pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdapat infeksi. Upayakan persalinan secara spontan namun bila pasien berada dalam serangan, lakukan VE atau Forcep. SC atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan. Jangan berikan analgesik yang mengandung histamin tapi pilihlah morfin atau analgesik epidural.

Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi ASI. Aminopilin dapat terkandung dalam ASI sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan ganggguan tidir. Namun obat anti asma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam ASI sangat kecil.

BAB III A. KESIMPULAN


Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. Asma bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai pada kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi.

B. SARAN
Kepada mahasisiwi kebidanan Cut Nyak Dhien langsa agar lebih dapat memahami jenis penyakit yang menyertai kehamilan dan persalinan khususnya asma. Bagi petugas kesehatan khususnya bidan dapat mengetahui tndak lanjut penanganan penyakit yang menyertai kehamilan dan persalinan khususnya asma,dan bidan dapat mengenali tanda dan gejala terjadinya asma dalam kehamilan dan persalinan

DAFTAR PUSTAKA
1. Posted by efmed2001 at 12/23/2009 11:49:00 PM 2. Labels: Women's Health Info 3.Mangunnegoro H, DSP, FCCP, Junus F,DSP,Ph.D, Soemanto DKS,DSP. Asma Patogenesis Diagnosis dan Penataklaksanaan. Buku Pegangan Dokter. Jakarta. 1997. 1-52. 4. penyulit kehamilan.com

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN ASMA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Istilah asma berasal dari kata yunani yang artinya terengah engah dan berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan gambaran klinis napas pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditunjukan untuk keadaan keadaan yang menunjukan respon abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan obstruksi jalan napas terjadi pada bronkus ukuran sedang dan bronkiolus yang berdiameter 1 mm. penyempitan jalan napas disebabkan oleh bronkospasme,edema mukosa dan hipersekresi mucus yang kental.

1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu asma? 2. Apa saja jenis jenis asma? 3. Bagaimana patofisiologi asma? 4. Bagaimana gejala asma? 5. Bagaimana pengobatan untuk penderita asma? 6. Bagaimana pencegahan untuk asma?

1.3 TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengertian asma 2. Untuk mengetahui jenis jenis asma

3. Untuk mengetahui patofisiologi asma 4. Untuk mengetahui gejala asma 5. Untuk mengetahui pengobatan untuk penderita asma 6. Untuk mengetahui pencegahan penderita asma

BAB II PEMBAHASAN
II.1 PENGERTIAN Penyakit Asma (Asthma) adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas. Asma berbeda dari penyakit paru okstruktif dalam hal bahwa asma adalah proses reversible.eksasarbasi akut dapat terjadi, yang berlangsung dari beberapa menit sampai jam, diselingi periode bebas gejala. Jika asma dan bronchitis terjadi bersamaan, obstruksi yang di akibatkan menjadi gabungan dan disebut bronchitis asmatik kronik. Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia; sekitar dari kasus terjadi sebelum usia 40 tahun. Hampir 17% dari semua rakyat amerika mengalami asma dalam suatu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka. Meski asma dapat berakibat fatal, lebih sering lagi, asma sangat mengganggu, mempengaruhi kehadiran di sekolah, pilihan pekerjaan, aktivitas fisik, dan banyak aspek kehidupan lainnya.

II.2 JENIS-JENIS ASMA Asma sering dicirikan sebagai alergi , idiopatik/non alergi, serta gabungan. 1. Asma alergi Disebabkan oleh allergen / alergenalergen yang dikenal (misal: serbuk sari , binatang, amarah, makanan, jamur). Kebanyak allergen terdapat di udara dan musiman. Pasien dengan asma allergic

biasanya mempunyai riwayat keluarga yang allergic dan riwayat medis masa lalu eczema / rhinitis allergic. Pemajanan terhadap allergen mencetuskan serangan asma. Anak-anak dengan asma allergic sering dapat mengatasi kondisi sampai masa remaja.

2. Asma idiopatik / non allergic Tidak berhubungan dengan allergen spesifik.faktor factor,seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.beberapa agen farmakologi, seperti aspirin dan agen anti inflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis beta adrenergic, dan agen sulfit (pengawet makanan), juga mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik atau non allergic menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema. 3. Asma Gabungan Adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk allergic maupun bentuk ideopatic atau non allergic.

II.3 PATOFISIOLOGI Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan memengaruhi saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan (inflamasi) dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernapas. Sel-sel tertentu di dalam saluran udara, terutama mastosit diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Mastosit di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: - kontraksi otot polos - peningkatan pembentukan lendir - perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Mastosit mengeluarkan bahan

tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien. Sel lainnya yakni eosinofil yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara. Asma juga dapat disebabkan oleh tingginya rasio plasma bilirubin sebagai akibat dari stres oksidatif yang dipicu oleh oksidan

II.4 GEJALA
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan-serangan sesak napas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala. Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan napas yang berbunyi (mengi, bengek), batuk dan sesak napas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan napasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak napas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari. Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala. Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan

perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna, Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.

II.5 PENGOBATAN A. Pengobatan untuk serangan asma


Suatu serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk membuka saluran pernapasan. Obat yang digunakan untuk mencegah juga digunakan untuk mengobati asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda. Agonis reseptor beta-adrenergik digunakan dalam bentuk inhaler (obat hirup) atau sebagai nebulizer (untuk sesak napas yang sangat berat). Nebulizer mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat, sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita. Pengobatan asma juga bisa dilakukan dengan memberikan suntikan epinephrine atau terbutaline di bawah kulit dan aminophyllins theophylline) melalui infus intravena. Penderita yang mengalami serangan hebat dan tidak menunjukkan perbaikan terhadap pengobatan lainnya, bisa mendapatkan suntikan corticosteroid, biasanya secara intravena (melalui pembuluh darah). Pada serangan asma yang berat biasanya kadar oksigen darahnya rendah, sehingga diberikan tambahan oksigen. Jika terjadi dehidrasi, mungkin perlu diberikan cairan intravena. Jika diduga terjadi infeksi, diberikan antibiotik. Selama suatu serangan asma yang berat, dilakukan:

pemeriksaan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah pemeriksaan fungsi paru-paru (biasanya dengan spirometer atau peak flow meter) pemeriksaan rontgen dada.

B. Pengobatan Jangka Panjang

Salah satu pengobatan asma yang paling efektif adalah inhaler yang mengandung agonis reseptor beta-adrenergik. Penggunaan inhaler yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung. Jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1 bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler corticosteroid, cromolin atau pengubah leukotrien. Jika gejalanya menetap, terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan theophylline per-oral.

II.6 PENCEGAHAN Langkah tepat yang dapat dilakukan untuk menghindari serangan asma adalah menjauhi faktor-faktor penyebab yang memicu timbulnya serangan asma itu sendiri. Penyebab yang mungkin dapat saja bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan kuda, detergen, sabun , makanan tertentu,jamur dan serbuk sari.jika serangan berkaitan dengan musim maka serbuksari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari agen penyebab kapan saja memungkinkan. Setiap penderita umumnya memiliki ciri khas tersendiri terhadap hal-hal yang menjadi pemicu serangan asmanya. Setelah terjadinya serangan asma, apabila penderita sudah merasa dapat bernafas lega akan tetapi disarankan untuk meneruskan pengobatannya sesuai obat dan dosis yang diberikan oleh dokter.

BAB III PENUTUP


III.1 KESIMPULAN Penyakit Asma (Asthma) adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas. Adapun tanda dan gejala penyakit asma diantaranya :

- Pernafasan berbunyi (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan nafas (exhalation). Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua orang yang nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma - Adanya sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale). - Batuk berkepanjangan di waktu malam hari atau cuaca dingin. - Adanya keluhan penderita yang merasakan dada sempit. - Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya dalam mengatur pernafasan. Langkah tepat yang dapat dilakukan untuk menghindari serangan asma adalah menjauhi faktor-faktor penyebab yang memicu timbulnya serangan asma itu sendiri

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : EGC Price,Sylvia Anderson.2005.patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC Price,Sylvia Anderson.2005.patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.edisi 6. Volume1. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C.2001.buku ajar keperawatan medical bedah brunner & suddarth. Jakarta :EGC

Somantri, Irman.2009.asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system pernafasan. Jakarta : salemba medika

Makalah Penyakit Asma dan Pencegahannya (Makalah Ini hanya berupa ilmu pengetahuan saja, apapun bentuk dan model obat yang tercantum tidak dapat menjadi acuan untuk dijadikan obat) Oleh: Ibrahim Lubis PENDAHULUAN

Saat ini berbagai penyakit baru bermunculan bahkan dengan tingkat berbahaya yang sangat tinggi hingga menelan korban banyak dan sangat disayangkan penyakit-penyakit yang baru timbul dengan keganasan dan tidak ada obat yang dapat menyembuhkan pada pembuatan makalah ini saya mengangkat tema tentang penyakit ASMA yang tidak asing lagi di dunia medis penyakit ASMA ini merupakan Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). Istilah asma berasal dari kata yunani yang artinya terengah engah dan berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan gambaran klinis napas pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditunjukan untuk keadaan - keadaan yang menunjukan respon abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan obstruksi jalan napas terjadi pada bronkus ukuran sedang dan bronkiolus yang berdiameter 1 mm. penyempitan jalan napas disebabkan oleh bronkospasme,edema mukosa dan hipersekresi mucus yang kental.

PEMBAHASAN Makalah Penyakit Asma dan Pencegahannya A. Pengertian Asma Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Dalam Pendapat Lain Asma dapat diartikan:

Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).

Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

B. Penyebab Asma Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan memengaruhi saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan (inflamasi) dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernapas. Sel-sel tertentu di dalam saluran udara, terutama mastosit diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Mastosit di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: - kontraksi otot polos peningkatan pembentukan lendir - perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Mastosit mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.

Sel lainnya yakni eosinofil yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara. Asma juga dapat disebabkan oleh tingginya rasio plasma bilirubin sebagai akibat dari stres oksidatif yang dipicu oleh oksidan.[1]

C. Gejala Asma Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak napas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala dan juga sering batuk berkepanjangan terutama di waktu malam hari atau cuaca dingin.[2] Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan napas yang berbunyi (mengi, bengek), batuk dan sesak napas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan napasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak napas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari. Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala. Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna, Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.

D. JENIS-JENIS ASMA Asma sering dicirikan sebagai alergi , idiopatik/non alergi, serta gabungan. 1. Asma alergi Disebabkan oleh allergen / alergenalergen yang dikenal (misal: serbuk sari , binatang, amarah, makanan, jamur). Kebanyak allergen terdapat di udara dan musiman. Pasien dengan

asma allergic biasanya mempunyai riwayat keluarga yang allergic dan riwayat medis masa lalu eczema / rhinitis allergic. Pemajanan terhadap allergen mencetuskan serangan asma. Anak-anak dengan asma allergic sering dapat mengatasi kondisi sampai masa remaja. 2. Asma idiopatik / non allergic Tidak berhubungan dengan allergen spesifik.faktor factor,seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.beberapa agen farmakologi, seperti aspirin dan agen anti inflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis beta adrenergic, dan agen sulfit (pengawet makanan), juga mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik atau non allergic menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema. 3. Asma Gabungan Adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk allergic maupun bentuk ideopatic atau non allergic.

E. Diagnosa Asma Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan spirometri berulang. Spirometri juga digunakan untuk menilai beratnya penyumbatan saluran udara dan untuk memantau pengobatan. Menentukan faktor pemicu asma seringkali tidak mudah. Tes kulit alergi bisa membantu menentukan alergen yang memicu timbulnya gejala asma. Jika diagnosisnya masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor pemicu terjadinya asma, maka bisa dilakukan bronchial challenge test. F. Pengobatan Asma (Untuk Pengetahuan Saja/Tidak ada jaminan) Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan. Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor betaadrenergik. Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2-adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik.

Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan. Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat. Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat. Jenis bronkodilator lainnya adalah theophylline. Theophylline biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting. Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Jumlah theophylline di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang. Pada saat pertama kali mengonsumsi theophylline, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat. Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang. Corticosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap corticosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan. Tetapi penggunaan tablet atau suntikan corticosteroid jangka panjang bisa menyebabkan: 1. gangguan proses penyembuhan luka 2. terhambatnya pertumbuhan anak-anak 3. hilangnya kalsium dari tulang 4. perdarahan lambung 5. katarak prematur 6. peningkatan kadar gula darah 7. penambahan berat badan 8. kelaparan 9. kelainan mental. Tablet atau suntikan corticosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan asma yang berat. Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler corticosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya. Corticosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala asma.

Cromolin dan nedocromil diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan. Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala. Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik. Pengubah leukotrien (contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton) merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma).

Pengobatan untuk serangan asma

Suatu serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk membuka saluran pernapasan. Obat yang digunakan untuk mencegah juga digunakan untuk mengobati asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda. Agonis reseptor beta-adrenergik digunakan dalam bentuk inhaler (obat hirup) atau sebagai nebulizer (untuk sesak napas yang sangat berat). Nebulizer mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat, sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita. Pengobatan asma juga bisa dilakukan dengan memberikan suntikan epinephrine atau terbutaline di bawah kulit dan aminophyllins theophylline) melalui infus intravena. Penderita yang mengalami serangan hebat dan tidak menunjukkan perbaikan terhadap pengobatan lainnya, bisa mendapatkan suntikan corticosteroid, biasanya secara intravena (melalui pembuluh darah). Pada serangan asma yang berat biasanya kadar oksigen darahnya rendah, sehingga diberikan tambahan oksigen. Jika terjadi dehidrasi, mungkin perlu diberikan cairan intravena. Jika diduga terjadi infeksi, diberikan antibiotik. Selama suatu serangan asma yang berat, dilakukan: 1. pemeriksaan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah 2. pemeriksaan fungsi paru-paru (biasanya dengan spirometer atau peak flow meter) 3. pemeriksaan rontgen dada.

Pengobatan jangka panjang

Salah satu pengobatan asma yang paling efektif adalah inhaler yang mengandung agonis reseptor beta-adrenergik. Penggunaan inhaler yang berlebihan bisa menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung. Jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1 bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler corticosteroid, cromolin atau pengubah leukotrien. Jika gejalanya menetap, terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan theophylline per-oral.

G. Pencegahan Asma Serangan asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga. Selain itu Langkah tepat yang dapat dilakukan untuk menghindari serangan asma adalah menjauhi faktor-faktor penyebab yang memicu timbulnya serangan asma itu sendiri. Penyebab yang mungkin dapat saja bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan kuda, detergen, sabun , makanan tertentu,jamur dan serbuk sari. jika serangan berkaitan dengan musim maka serbuksari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari agen penyebab kapan saja memungkinkan. Setiap penderita umumnya memiliki ciri khas tersendiri terhadap hal-hal yang menjadi pemicu serangan asmanya. Setelah terjadinya serangan asma, apabila penderita sudah merasa dapat bernafas lega akan tetapi disarankan untuk meneruskan pengobatannya sesuai obat dan dosis yang diberikan oleh dokter.

PENUTUP Penyakit Asma (Asthma) adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas. Adapun tanda dan gejala penyakit asma diantaranya :

Pernafasan berbunyi (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan nafas (exhalation). Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua orang yang nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma Adanya sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale). Batuk berkepanjangan di waktu malam hari atau cuaca dingin. Adanya keluhan penderita yang merasakan dada sempit. Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya dalam mengatur pernafasan.

Langkah tepat yang dapat dilakukan untuk menghindari serangan asma adalah menjauhi faktor-faktor penyebab yang memicu timbulnya serangan asma itu sendiri

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : EGC Price,Sylvia Anderson.2005.patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC Price,Sylvia Anderson.2005.patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.edisi 6. Volume1. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C.2001.buku ajar keperawatan medical bedah brunner & suddarth. Jakarta :EGC Somantri, Irman.2009.asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system pernafasan. Jakarta : salemba medika

Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media Acsulapius. FKUI. Jakarta. Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit FKUI. Jakarta. Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC. Tucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.

You might also like