You are on page 1of 25

KONSEP DASAR KURIKULUM PENDAHULUAN Masa depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda.

Mutu bangsa di kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak sekarang, terutama melalui pendidikan formal yang diterima di sekolah. Apa yang akan dicapai di sekolah, ditentukan oleh kurikulum sekolah itu. Jadi barang siapa yang menguasai kurikulum memegang nasib bangsa dan negara. Maka dapat dipahami bahwa kurikulum sebagai alat yang begitu vital bagi perkembangan bangsa dipegang oleh pemerintah suatu negara. Dapat pula dipahami betapa pentingnya usaha mengembangkan kurikulum itu. Oleh sebab setiap guru merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula memahami seluk-beluk kurikulum. Hingga batas tertentu, dalam skala mikro, guru juga seorang pengembang kurikulum bagi kelasnya. Kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional. Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab kita sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal ataupun informal selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan. Kurikulum mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut. Perubahan paradigma pengembangan kurikulum di Indonesia diawali dengan lahirnya Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan kemudian diikuti oleh Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada PP tersebut, khususnya pasal 17 ayat 2 dinyatakan bahwa Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.

Adanya kebijakan tersebut mengimplikasikan bahwa kurikulum tidak lagi disusun oleh pemerintah sebagaimana yang terjadi pada penyusunan kurikulum terdahulu (Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1999, KBK, dipilotingkan dan disosialisasikan), akan tetapi kurikulum dibuat oleh masing-masing satuan pendidikan yang sekarang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sebagai entry point untuk mempejari lebih mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan Kurikulum dan Pembelajaran, pertanyaan yang dapat diajukan apakah dengan adanya perubahan paradigma di atas membawa implikasi pada perubahan konsep dasar kurikulum? Jawabannya ada di bahan belajar mandiri pertama ini. Bahan belajar mandiri pertama ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang Konsep Dasar Kurikulum dan setelah mempelajari makalah ini mahasiswa diharapkan dapat : 1. Menjelaskan pengertian kurikulum. 2. Membandingkan pengertian kurikulum dari beberapa ahli kurikulum. 3. Menjelaskan keterkaitan dimensi kurikulum dengan berbagai pengertian kurikulum. 4. Menjelaskan fungsi kurikulum. 5. Menginterpretasikan peranan kurikulum. Untuk mencapai tujuan tersebut, di dalam makalah ini akan disajikan 2 kegiatan belajar. Pertama akan memaparkan hal yang berkenaan dengan Pengertian dan Dimensi Kurikulum, sedangkan kegiatan belajar kedua berkenaan dengan Fungsi dan Peranan kurikulum.

PENGERTIAN KURIKULUM Kata kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Perkataan ini belum terdapat dalam kamus Webster tahun 1812 dan baru timbul untuk pertama kalinya dalam kamus tahun 1856. Artinya pada waktu itu ialah: "1. a race course; a place for running; a chariot. 2. a course in general; applied particulary to the course of study in a university". Jadi dengan "kurikulum" dimaksud suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. "Kurikulum" juga berarti "chariot," semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seorang dari "start" sampai "finish". Di samping penggunaan "kurikulum" semula dalam bidang olah raga, kemudian dipakai dalam bidang pendidikan, yakni sejumlah mata kuliah di perguruan tinggi. Dalam

kasus Webster tahun 1955 "kurikulum diberi arti "'a. A course esp. a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to a degree. b. The whole body of courses offered in an educational institution, or departme.nt thereof, -. the usual sense." Di sini "kurikulum" khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yakni sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat. "Kurikulum" juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Di Indonesia istilah "kurikulum" boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang ,memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan ialah "rencana pelajaran". Pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya Curriculum Development, Theory and Practice mengartikan sebagai "a plan for learning", yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak. Dalam makalah ini kami gunakan istilah "kurikulum," karena pengertian kurikulum banyak mengalami perkembangan, berkat pemikiran yang banyak oleh tokoh-tokoh pendidikan mengenai kurikulum, sehingga dapat meliputi hal-hal yang tidak direncanakan, namun turut mengubah kelakuan anak didik. Kurikulum juga bukan lagi sekedar sejumlah mata pelajaran , akan tetapi mendapat liputan yang jauh lebih luas. Maka karena itu istilah "rencana pelajaran" rasanya terlampau sempit dan terikat oleh pengertian tradisional, yang sangat terbatas pada bahan pelajaran dalam buku pelajaran. Dalam teori, tetapi juga dalam praktik, pengertian kurikulum yang lama sudah banyak ditinggalkan. Para ahli pendidikan kebanyakan memberi arti dan isi yang lebih luas daripada semula. Selain itu pengertiannya pun senantiasa dapat berkembang dan mengalami perubahan. Perubahan itu antara lain terjadi karena orang tak kunjung puas dengan hasil pendidikan sekolah dan selalu ingin memperbaikinya. Memang tak mungkin disusun suatu kurikulum yang baik serta mantap sepanjang zaman. Suatu kurikulum hanya mungkin baik untuk suatu masyarakat tertentu pada masa tertentu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengubah masyarakat dan dengan sendirinya kurikulum pun tak dapat tiada harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Di samping itu banyak timbul pendapat-pendapat baru tentang hakikat dan perkembangan anak, caranya belajar, tentang masyarakat dan ilmu pengetahuan, dan lainlain, yang memaksa diadakannya perubahan dalam kurikulum. Pengembangan kurikulum adalah proses yang tak henti-hentinya, yang harus dilakukan secara kontinu. Jika tidak, maka

kurikulum menjadi usang atau ketinggalan zaman. Makin cepat perubahan dalam masyarakat, makin sering diperlukan penyesuaian kurikulum. Namun, mengubah kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah. Praktek pendidikan di sekolah senantiasa jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan teori kurikulum. Bukan sesuatu yang aneh, bila suatu teori kurikulum baru menjadi kenyataan setelah 50 sampai 75 tahun kemudian. Kelambanan ini terjadi antara lain karena guru-guru banyak yang lebih ingin berpegang pada yang telah ada, merasa lebih aman dengan praktik-praktik rutin dan tradisional daripada mencobakan hal-hal baru, yang memerlukan pemikiran dan usaha yang lebih banyak dan ada kalanya menuntut perubahan pada diri guru itu sendiri. Itu sebabnya maka kurikulum masih banyak diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan kepada anak.

BEBERAPA DEFINISI KURIKULUM

Seperti telah dikemukakan di atas, perubahan zaman menuntut kurikulum baru dan sering juga pengertian baru mengenai makna kurikulum itu sendiri. Perubahan zaman memberi tugas-tugas baru kepada sekolah, di antaranya tugas-tugas yang sediakala dipikul oleh lembaga-lembaga lain seperti rumah tangga, pemerintah, petugas agama, dan lain-lain. Misalnya, anak-anak gadis biasanya belajar memasak, menjahit, mengurus rumah, dan pekerjaan lain dari ibunya. Dunia modern sering mengharuskan ibu-ibu bekerja, dan tidak sempat lagi mendidik anaknya dalam keterampilan rumah tangga. Maka tugas ibu itu dipercayakan kepada sekolah dengan memberi pelajaran PKK. Ada pula ibu-ibu yang tak puas dan merasa bosan hanya terikat oleh rutin rumah tangga dan ingin menentukan karirnya sendiri. Demikian pula soal kesehatan jasmani anak, keamanan lalu lintas, keterampilan vokasional, pendidikan seks, pencegahan minum alkohol atau ganja, kepramukaan, pendidikan, agama, dan hal-hal lain lambat laun digeser tanggung-jawab pendidikannya kepada sekolah. Dengan demikian kurikulum sekolah tidak hanya meliputi mata pelajaran tradisional, melainkan berbagai kegiatan lain yang bersifat edukatif, di dalam maupun di luar sekolah. Dengan bertambahnya tanggung jawab sekolah timbulah berbagai macam definisi kurikulum, sehingga semakin sukar memastikan apakah sebenarnya kurikulum itu. Akhirnya setiap pendidik, setiap guru harus menentukan sendiri apakah kurikulum itu bagi dirinya. Pengertian yang dianut oleh seseorang akan mempengaruhi kegiatan belajar-mengajar dalam kelas maupun di luar kelas.

Di bawah ini kami berikan sejumlah definisi kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum. 1. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut. " The Curriculum is the sum total of school's efforts to influence learning, whether in the clasroom, on the playground, or out of school." Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstrakurikuler.

2. Harold B. Albertycs. dalam Reorganizing the High-School Curriculum (1965) memandang kurikulum sebagai "all of the activities that are provided for students by the school". Seperti halnya dengan definisi Saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan luar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab sekolah. Definisi melihat manfaat kegiatan dan pengalaman siswa di luar mata pelajaran tradisional.

3. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai "a sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of disciplining children and youth in group ways of thinking and acting". Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.

4. William B. Ragan, dalam buku Modern Elementary Curriculum (1966) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut: "The tendency in recent decades has ben to use the term in a broader sense to refer to the whole life and program of the school. The term is used ... to include all the experiences of children for which the school accepts responsibility. It denotes the results of efferorts on the part of the adults of the community, and the nation to bring to the children the finest, most whole some influences that exist in the culture." Ragan mengunakan kurikulum dalam arti yang luas, yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak di bawah tanggung-jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi meliputi

seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan sosial antara guru dan murid, metode mengajar, cara mengevaluasi termasuk kurikulum. 5. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary School lmprovemant (1973) juga menganut definisi kurikulum yang luas. Menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal struktural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran. Ketiga aspek pokok, program, manusia dan fasilitas sangat erat hubungannya, sehingga tak mungkin diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan ketiga-tiganya.

6. Alice Miel juga menganut pendirian yang luas mengenai kurikulum. Dalam bukunya Changing the Curriculum : a Social Process (1946) is mengemukakan bahwa kurikulum juga meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan personalia (termasuk penjaga sekolah, pegawai administrasi dan orang lainnya yang ada hubungannya dengan murid-murid ). Jadi kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Definisi Miel tentang kurikulum sangat luas yang mencakup yang meliputi bukan hanya pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita serta normanorma, melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah serta seluruh pegawai sekolah. Langeveld seorang ahli pendidikan Belanda dalam bukunya Leerboek der Pedagogische Psychologie membedakan apa yang disebutnya opvoedingsmiddelen dan opvoedingsfaktoren Istilah pertama berarti alat-alat pendidikan, yaitu segala sesuatu yang dengan sengaja dilakukan oleh sipendidik terhadap anak-didik guna mempengaruhi kelakuannya, seperti menjelaskan, menganjurkan, memuji, melarang atau menghukum. Istilah kedua berarti faktor-faktor pendidikan, meliputi keadaan lingkungan pendidikan seperti kebersihan ruangan, keramahan pendidik, jadi tidak merupakan tindakan yang disengaja. Kita lihat bahwa Alice Miel mencakup kedua hal itu dalam pengertian kurikulumnya yakni alat pendidikan dan faktor pendidikan. Tak semua ahli kurikulum menganut pendirian yang begitu luas. Hilda Taba berpendapat bahwa definisi yang terlampau luas mengaburkan pengertian kurikulum sehingga menghalangi pemikiran dan pengolahan yang tajam tentang kurikulum. Jika kurikulum dirumuskan sebagai "segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk

memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi di dalam maupun di luar sekolah" atau sebagai" sejumlah pengalaman yang potensial dapat diberikan oleh sekolah dengan tujuan agar anak dan pemuda dibiasakan berpikir dan berbuat menurut kelompok atau masyarakat tempat ia hidup", maka definisi yang luas itu membuatnya tidak fungsional. Maka Hilda Taba memilih posisi yang tidak terlampau luas dan tidak pula terlampau sempit, karena definisi yang sempit tidak lagi diterima oleh sekolah modern. Hilda Taba mengemukakan, bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berparsitipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyrakatnya. Tiap kurikulum, bagaimanapun polanya, selalu mempunyai komponen-komponen tertentu, yakni pernyataan tentang tujuan dan sasaran, seleksi dan organisasi bahan dan isi pelajaran, bentuk dan kegiatan belajar dan mengajar, dan akhirnya evaluasi hasil belajar. Perbedaan kurikulum terletak pada penekanan pada unsurunsur tertentu. 7. Edward A. Krug dalam The Secondary School Curriculum (1960) menunjukkan pendirian yang terbatas tapi realistis tentang kurikulum. Definisinya ialah "A Curriculum Consists of the means used to achieve or carry out given purposes of schooling". Kurikulum dilihatnya sebagai cara-cara dan usaha untuk mencapai tujuan persekolahan. Ia membedakan tugas sekolah mengenai perkembangan anak dan tanggung jawab lembaga pendidikan lainnya seperti rumah tangga, lembaga agama, masyarakat, dan lain-lain. Ia dengan sengaja menggunakan istilah "schooling" untuk menjelaskan apa sebenarnya tugas sekolah. Memborong segala tanggung jawab atas pendidikan anak akan merupakan beban yang terlampau berat, sehingga tidak mungkin dilakukan dengan baik.

Maka karena itu Krug membatasi kurikulum pada : 1. organized classroom instruction, yaitu pengajaran di dalam kelas, 2. kegiatan-kegiatan tertentu di luar pengajaran itu, seperti bimbingan dan penyuluhan, kegiatan pengabdian masyarakat, pengalaman kerja yang bertalian dengan pelajaran, dan perkemahan sekolah. Akan tetapi kegiatan-kegiatan akhir masih bersifat kontroversial. Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu cita-cita tentang manusia atau warga negara yang akan dibentuk. Kurikulum ini lazim mengandung harapan-harapan yang sering berbunyi muluk-muluk.

Apa yang dapat diwujudkan dalam kenyataan disebut kurikulum yang real. Karena tak segala sesuatu yang direncanakan dapat direalisasikan, maka terdapatlah kesenjangan antara idea dan real curriculum. Smith dan kawan-kawan memandang kurikulum sebagai rangkaian pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak, jadi dapat disebut potential curriculum. Namun apa yang benar-benar dapat diwujudkan pada anak secara individual, misalnya bahan yang benar-benar diperolehnya, disebut actual curriculum. Berbagai tafsiran tentang kurikulum dapat kita tinjau dari segi lain, sehingga kita peroleh penggolongan sebagai sebagai berikut : 1. Kurikulum dapat dilihat sabagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembang kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasilnya dituangkan dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum, yang misalnya berisi sejumlah mata pelajaran yang harus diajarkan. 2. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan berbagai mata pelajaran tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat mempengaruhi perkembangan siswa misalnya perkumpulan sekolah, pertandingan, pramuka, warung sekolah dan lain-lain. 3. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang diharapkan akan dipelajari tidak selalu sama dengan apa yang benar-benar dipelajari. 4. Kurikulum sebagi pengalaman siswa. Ketiga pandangan diatas berkenaan dengan perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang secara aktual menjadi kenyataan pada tiap siswa. Ada kemungkinan, bahwa apa yang diwujudkan pada diri anak berbeda dengan apa yang diharapkan menurut rencana. Mengenai masalah kurikulum senantiasa terdapat pendirian yang berbeda-beda, bahkan sering yang bertentangan. Ketidakpuasan dengan kurikulum yang berlaku adalah sesuatu yang biasa dan memberi dorongan mencari kurikulum baru. Akan tetapi mengajukan kurikulum yang ekstrim sering dilakukan dengan mendiskreditkan kurikulum yang lama, pada hal kurikulum itu pun mengandung kebaikan, sedangkan kurikulum pasti tidak akan sempurna dan akan tampil kekurangannya setelah berjalan dalam beberapa waktu. Dalam praktiknya biasanya tidak dapat pertentangan yang begitu tajam seperti yang digambarkan dalam teorinya. Pada umumnya guru itu konservatif dan cenderung berpegang pada cara-cara yang lama yang telah dikuasainya dan menurut pengalamannya memberi hasil

yang baik. Ia tidak mudah melepaskan yang lama yang sudah terbukti kebaikannya, sebelum ia yakin bahwa yang baru itu ternyata lebih baik lagi. Juga ada kemungkinan untuk mengawinkan yang baru dengan yang lama. Maka karena itu jarang akan terdapat bahwa suatu teori tentang kurikulam dilaksanakan secara murni. Selain itu berbagai jenis kurikulum dapat hidup bersama tanpa menimbulkan konflik. Adanya berbagai tafsiran tentang kurikulum tak perlu merisaukan, karena justru dapat memberi dorongan untuk mengadakan inovasi mencari bentuk -bentuk kurikulum baru. Pandangan yang berbeda-beda itu memberi dinamika dalam pemikiran tentang kurikulum secara kontinu tanpa henti-hentinya. Bila dalam buku ini kami uraikan kurikulum dalam bentuk murninya menurut teori yang mendasarinya, jadi menonjolkannya dalam bentuk yang ekstrim, perlu kita ketahui bahwa dalam praktik pendidikan sering terjadi campuran atau adanya berbagai bentuk kurikulum yang hidup bersama secara damai. Departemen Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan tertentu. Banyak pendapat mengenai arti kurikulum, Namun inti kurikulum sebenarnya adalah pengalaman belajar yang banyak kaitannya dengan melakukan berbagai kegiatan, interaksi sosial, di lingkungan sekolah, proses kerja sama dengan kelompok, bahkan interaksi dengan lingkungan fisik seperti gedung sekolah dan ruang sekolah. Dengan demikian pengalaman itu bukan sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi yang terpenting adalah pengalaman kehidupan. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM Ralph W.Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction (1949), salah satu buku yang paling berpengaruh dalam pengembangan kurikulum, mengajukan 4 pertanyaan pokok, yakni : 1. Tujuan apa yang harus dicapai sekolah? 2. Bagaimanakah memilih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu? 3. Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan? 4. Bagaimanakah efektivitas belajar dapat dinilai? pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

Pola kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler ini tampaknya sangat sederhana, namun dalam kenyataannya lebih kompleks daripada yang diduga. Tak mudah menentukan tujuan pendidikan atau pelajaran, tak mudah pula menentukan bahan yang tepat guna mencapai tujuan itu, misalnya bahan untuk mendidik anak agar menjadi manusia pembangun, jujur, kerja keras, dan sebagainya. Menentukan PBM yang efektif tak kurang sulitnya, karena keberhaslannya baru diketahui setelah dinilai. Konsep Tyler tentang komposisi kurikulum tentu mendapat kritik, namun masih dipertimbangkan hingga sekarang. Jika kita mengikuti pandangan Tyler di atas maka pengajaran tidak terbatas hanya pada proses pengajaran terhadap satu bahan tertentu saja, melainkan dapat pula diterapkan dalam pengajaran untuk satu bidang studi atau pengajaran di suatu sekolah. Demikian pula kurikulum, dapat dikembangkan untuk kurikulum suatu sekolah, kurikulum bidang studi atau pun kurikulum untuk suatu bahan pelajaran tertentu. Pengembangan kurikulum haruslah mempunyai landasan berpijak yang kokoh. Ini dimaksudkan agar kurikulum yang dibuat dapat menuntun murid mencapai tujuan jangka pendek yang dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan pendidikan jangka panjang. Pengembangan kurikulumjuga harus berangkat dari kejelasan apa yang dimaksud dengan kurikulum itu sendiri, dan kejelasan apa fungsi dari kurikulum tersebut.

Berdasarkan pertanyaan itu, maka diperoleh keempat komponen kurikulum yakni, (1) tujuan, (2) bahan pelajaran, (3) proses belajar-mengajar, (4) evaluasi atau penilaian. Keempat komponen itu dapat kita gambarkan dalam bagan sebagai berikut: TUJUAN

EVALUASI

BAHAN

PBM Komponen pokok kurikulum, meliputi;

1. Komponen Tujuan

Kurikulum merupakan suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di sekolah dapat diukur dari seberapa

jauh dan banyaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum lembaga pendidikan, pasti dicantumkan tujuan- tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan.

Tujuan kurikulum biasanya terbagi atas tiga level atau tingkatan, yaitu; a.Tujuan Jangka Panjang (aims) Tujuan ini, menggambarkan tujuan hidup yang diharapkan serta didasarkan pada nilai yang diambil dari filsafat. Tujuan ini tidak berhubungan langsung dengan tujuan sekolah, melainkan sebagai target setelah anak didik menyelesaikan sekolah, seperti; self realization, ethical character, civic responsibility. b. Tujuan Jangka Menengah (goals) Tujuan ini merujuk pada tujuan sekolah yang berdasarkan pada jenjangnya, misalnya; sekolah SD, SMP, SMA dan lain-lainnya.

c. Tujuan Jangka Dekat (objective) Tujuan yang dikhususkan pada pembelajaran di kelas, misalnya; siswa dapat

mengerjakan perkalian dengan benar, siswa dapat mempraktekkan sholat, dan sebagainya.

2. Komponen Isi/Materi Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Bidangbidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum menentukan isi atau content yang dibakukan sebagai kurikulum, terlebih dahulu perencana kurikulum harus menyeleksi isi agar menjadi lebih efektif dan efisien. Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :

1. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan. 2. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari. 3. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat. 5. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.

3. Komponen Evaluasi Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan kurikulum. Melalui kegiatan evaluasi dapat ditentukan arti dan nilai kurikulum sehingga dapat dijadikan pertimbangan apakah suatu kurikulum perlu dipertahankan atau tidak. Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; objective, its scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance of various subject, the degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so on. Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa. Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.

Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) 4. Komponen Proses Belajar Mengajar Komponen ini sangat penting dalam sistem pengajaran, sebab diharapkan melalui proses belajar mengajar akan terjadi perubahan-perubahan tingkah laku pada diri peserta didik. Keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar merupakan indikator keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Kemampuan guru dalam menciptakan suasana pengajaran yang kondusif, merupakan indikator kreativitas dan efektifitas guru dalam mengajar. Dan hal tersebut dapat dicapai bila guru dapat; a. Memusatkan pada kepribadiannya dalam mengajar. b. Menerapkan metode mengajarnya. c. Memusatkan pada proses dan produknya. d. Memusatkan pada kompetensi yang relevan. Keempat komponen itu saling berhubungan. Setiap komponen bertalian erat dengan ketiga komponen lainnya. Tujuan menentukan bahan apa yang akan dipelajari, bagaimana proses belajarnya, dan apa yang harus dinilai. Demikian pula penilaian dapat mempengaruhi komponen lainnya. Pada saat dipentingkannya evaluasi dalam bentuk ujian, misalnya Ebtanas, UMPTN, maka timbul kecenderungan untuk menjadikan bahan ujian sebagai tujuan kurikulum, proses belajar-mengajar cenderung mengutamakan latihan dan hafalan. Bila salah satu komponen berubah, misalnya ditonjolkannya tujuan yang baru, atau proses belajar-mengajar, misalnya metode baru, atau cara penilaian, maka semua komponen lainnya turut mengalami perubahan. Kalau tujuannya jelas, maka bahan pelajaran, PBM, maupun evaluasi pun lebih jelas.

DIMENSI KURIKULUM Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum, maka secara teoretis kita agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat. Berdasarkan hasil kajian, diperoleh beberapa dimensi pengertian kurikulum. R. Ibrahim (2005) mengelompokkan kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu kurikulum sebagi substansi, kurikulum sebagi sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi. Dimensi pertama memandang kurikulum sebagai rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah atau sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum dapat juga menunjuk pada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadwal dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagi dokumen tertulis sebagi hasil persetujuan bersama antara penyusun kurikulum dan pemegang kebijakan pendidikan dan masyarakat. Dimensi kedua memandang kurikulum sebagai bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan dan bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup stuktur personalia dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem adalah tersusunnya suatu kurikulum dan fungsi dari sistem kurikulum adalah memelihara kurikulum agar tetap dinamis. Dimensi ketiga memandang kurikulum sebagai bidang studi yaitu bidang studi kurikulum. Hal ini merupakan kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum, melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau dari tiga dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem dan sebagai rencana. Kurikulum sebagi ilmu dikaji konsep, asumsi, teori-teori dan prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannya dengan sistem-sistem lain, komponen-komponen kurikulum, kurikulum dalam berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya. Kurikulum sebagai rencana diungkap beragam rencana dan rancangan atau desain kurikulum. Rencana bersifat menyeluruh untuk semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan atau khusus untuk jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Demikian pula dengan rancangan atau desain, terdapat desain berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah, kebutuhan siswa.

S. Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, di mana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut yaitu: (1) Kurikulum sebagai suatu ide/gagasan, (2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenamya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide, (3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum. Secara teoretis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis. (4) Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan. Selanjutnya bila kita merujuk pada dimensi pengertian yang terakhir, maka dapat dengan mudah mengungkap keempat dimensi kurikulum tersebut dikaitkan dengan pengertian kurikulum.

a. Pengertian kurikulum dihubungkan dengan dimensi ide Pengertian kurikulum sebagai dimensi yang berkaitan dengan ide pada dasarnya mengandung makna bahwa kurikulum itu adalah sekumpulan ide yang akan dijadikan pedoman dalam pengembangan kurikulum selanjutnya. Pengertian-pengertian kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini, di antaranya: 1) ....the content of instruction without reference to instructional ways or means (Henry C. Morrison, 1940). 2) ....curriculum is the substance of the school program. It is the content pupils are expected to learn (Donald E.Orlosky and B. Othanel Smith, 1978). 3) ...curriculum it self is a construct or concept, a verbalization of an extremely complex idea or set of ideas (Oliva, 1997:12).

b. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi rencana Makna dari dimensi kurikulum ini adalah sebagai seperangkat rencana dan cara mengadmistrasikan tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan tertentu. Pengertian- pengertian kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini, di antaranya: 1) .....A curriculum is a plan for learning; therefore, what is known about the learning process and the development of the individual has bearing on the shaping of curriculum (Hilda Taba, 1962).

2) ....all planned learning outcomes for which the school is responsible (W. Popham and Eva L. Baker, 1970). 3) ....the planned and guided learning experiences and intended learning outcomes, formulated through the systematic reconstruction of knowledge and experiences of the school, for learners continuous and will full growth in personal-social competence (Daniel Tanner and Laurel Tanner, 1975).

c. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi aktifitas Pengertian kurikulum sebagai dimensi aktifitas memandang kurikulum merupakan segala aktifitas dari guru dan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Pengertianpengertian kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini, di antaranya: 1) .....The curriculum [is a design, made] by all of those who are most intimately con cerned with the activities of the life of the children while they are in school...a curriculum must be as flexible as life and living. It cannot be made beforehand and given to pupils and teachers to install.[also it/.. represents those learning each child selects, accepts, and incorporates into himself to act with, in, and upon in subsequent experiences (L. Thomas Hopkins, 1941). 2) [the curriculum is] the...stream of guided activities that constitutes the life of young people and their elders. [in a much earlier book, Rugg disapprovingly spoke of the traditional curriculum as one...... passing on description of earlier cultures and to perpetuating dead languages and abstract techniques which were useful to no more than a negligible fraction of our population (Harold Rugg, 1947). 3) All of the activities that are provided for students by the school constituttes its curr iculum (Harold Alberty, 1953).

d. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi hasil Definisi kurikulum sebagai dimensi hasil memandang kurikulum itu sangat memperhatikan hasil yang akan dicapai oleh siswa agar sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan yang menjadi tujuan dari kurikulum tersebut. Pengertian-pengertian kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini, di antaranya: 1) ....a structured series of intended learning outcomes (Mauritz Johnson, Jr., 1967). 2) Curriculum is defined as a plan for achieving intended learning outcomes: a plan concerned with purposes, with what is to be learned and with the result of instruction (Unruh and Unruh, 1984:96).

3) segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi di dalam ataupun di luar sekolah (Hilda Taba dalam Nasution, Azas-azas kurikulum). Pandangan atau anggapan yang sampai saat ini masih lazim dipakai dalam dunia pendidikan dan persekolahan di negara kita, yaitu kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang disusun guna memperlancar proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan rumusan pengertian kurikulum seperti yang tertera dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

FUNGSI DAN PERAN KURIKULUM Apa sebenarnya fungsi kurikulum bagi guru, siswa, kepala sekolah/ pengawas, orang tua, dan masyarakat? Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulurn itu berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa itu sendiri, kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar. Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu:

a. Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function) Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.

b. Fungsi Integrasi (the integrating function) Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota

dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.

c. Fungsi Diferensiasi (the differentiating function) Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani dengan baik.

d. Fungsi Persiapan (the propaedeutic function) Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.

e.Fungsi Pemilihan (the selective function) Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.

f. Fungsi Diagnostik (the diagnostic function) Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan- kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan- kelemahannya. Sedangkan fungsi kurikulum ialah sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu kurikulum berfungsi sebagai:

1) Preventif yaitu agar guru terhindar dari melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan kurikulum 2) Korektif yaitu sebagai rambu-rambu yang menjadi pedoman dalam membetulkan pelaksanaan pendidikan yang menyimpng dari yang telah digariskan dalam kurikulum 3) Konstruktif yaitu memberikan arah yang benar bagi pelaksanaan dan

mengembangkan pelaksanaannya asalkan arah pngembangannya mengacu pada kurikulum yang berlaku Menurut Hendyat Soetopo Wasty Soemanto (2006) kurikulum dapat di jelaskan ke dalam beberapa kepentingan dan fungsi. Fungsi kurikulum dalam mencapai tujuan pendidikan Kurikulum merupakan sebuah media untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan

yang ingin dicapai. Oleh karena itu, fungsi kurikulum adalah sebagai alat atau media untuk mencapai tujuan pendidikan. Fungsi kurikulum bagi perkembangan siswa yaitu sebagai organisasi belajar (learning organitation) yang tersusun dengan cermat. Kurikulum selalu disiapkan dan dirancang bagi siswa sebagai salah satu aspek yang akan dikonsumsi siswa. Oleh karena itu, merancang kurikulum akan amat penting artinya bagi upaya pembentukan dan pembinaan karakter siswa agar mereka mandiri dan menjadi sosok yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Bagi pendidik, kurikulum memegang peranan penting yang berfungsi pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir mengadakan evaluasi terhadap tingkat belajar siswa, pedoman sebagai: untuk

pengalaman danperkembangan siswa dalam sebagai pengalaman bagi mereka, pedoman

kerangka menyerap sejumlah pengetahuan

dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pembelajaran Fungsi kurikulum bagi pimpinan dan Pembina sekolah sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervise yakni memperbaiki situasi belajar agar lebih kondusif, sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervise dalam menciptakan situasi belajar yang menunjang situasi belajar siswa ke arah yang lebih baik, sebagai pedoman dalam

melaksanakan fungsi supervisi dalam memberikan bantuan pada kepada para guru dalam menjalankan tugas kependidikan mereka, sebagai seorang administrator maka kurikulum dapat dijadikan pedoman dalam mengembangkan kurikulum pada tahap selanjutnya, sebagai acuan bagi pelaksanan evaluasi agar proses belajar mengajar dapat lebih baik. Kurikulum memiliki fungsi yang amat besar bagi orang tua mereka dapat berperan serta dalam membantuh sekolah melakukan pembinaan terhadap putra-putri mereka. Dengan

mengacuh pada kurikulum sekolah dimana anak-anak mereka dibina, maka orang tua dapat memantau perkembangan informasi yang diserap anak mereka. Fungsi kurikulum bagi masyarakat dan stakeholders mengacu pada kurikulum yang ditetapkan lembaga pendidikan, yakni untuk kepentingan memberikan bantuan guna

memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan pihak masyarakat. Masyarakat dapat memberikan kritik dan saran yang penyempurnaan program pendidikan di sekolah agar masyarakat dan kerja. konstruktif dalam

lebih serasi dengan kebutuhan

2. Peranan Kurikulum Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madrasah memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila dirinci secara lebih mendetail terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting, yaitu peranan konservatif, peranan kreatif, dan peranan kritis/evaluatif (Oemar Hamalik, 1990). a. Peranan Konservatif Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum itu dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses sosial. Salah satu tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang hidup di lingkungan masyarakatnya.

b.Peranan Kreatif Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat. Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berpikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.

c.Peranan Kritis dan Evaluatif

Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu, perkernbangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam kontrol atau filter sosial. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan. Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, di antaranya guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait tersebut idealnya dapat memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan sesuai dengan bidang tugas masing- masing. Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam kontrol atau filter sosial. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan.Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, di antaranya guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait idealnya dapat memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

RANGKUMAN 1. Kurikulum yang semula berarti jarak yang harus ditempuh, kemudian menjadi sejumlah mata pelajaran yang harus dilalui untuk mendapat ijazah. Para ahli kurikulum "modern" cenderung memberikan pengertian yang lebih luas, sehingga meliputi kegiatan di luar kelas, bahkan juga mencakup segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kelakuan siswa, termasuk kebersihan kelas, pribadi guru, sikap petugas sekolah, dan lain-lain. 2. Kurikulum dapat dipandang dari berbagai segi, yakni, curriculum as a product, as a program, as intended learnings, as the experiences of the learner. Dapat pula kita memandangnya sebagai formal curriculum, ideal, real, actual curriculum atau potential learning experiences. 3. Pengertian kurikulum diorganisir menjadi dua, kurikulum adalah sejumlah rencana isiyang merupakan sejumlah tahapan belajar yang didesain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang isinya berupa proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Selanjutnya kurikulum adalah seluruh pengalaman dibawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa ke dalam kondisi belajar. 4. Konsep Kurikulum meliputi sebagai substansi yang dipandang sebagi rencana pembelajaran bagi siswa atau seperangkat tujuan yang ingin dicapai, sebagai sistem merupakan bagian dai sitem persekolahan, pendidikan dan bahkan masyarakat, dan sebagai bidang studi merupakan kajian para ahli kurikulum yang bertujuan untuk mengembangan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. 5. Istilah kurikulum menunjukan beberapa dimensi pengertian dimana setiap dimensi tersebut memiliki salaing hubungan satu dengan yang lainnya. Keempat dimensi tersebut adalah (1) kurikulum sebagai suatu ide, (2) kurikulum sebagi suatu rencana terrtulis yang sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide, (3) kurikulum sebagi aktivitas atau sering disebut juga kurikulum sebagai suatu realita yang secara teoritis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagi rencana tertulis, (4) kurikulum sebagai hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan. 6. Ada kebaikan dan kelemahan pengertian kurikulum yang terlampau luas atau terlampau sempit. Hilda Taba memandang kurikulum sebagai "a plan for learning".

7. Ada kecenderungan pengertian kurikulum meluas, karena banyak tugas yang sedianya oleh rumah tangga dan lembaga informal lainnya dibebankan kepada sekolah. 8. Kurikulum senantiasa harus diubah karena perubahan masyarakat akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan kurikulum berjalan kontinu kalau tidak mau ketinggalan zaman. 9. Karena adanya macam-macam definisi kurikulum, tiap guru harus menentukan tafsirannya sendiri. Pilihannya itu akan mempengaruhi konsepsinya tentang tugasnya sebagai pendidik. Ia dapat menganut pendirian yaang tradisional atau progresif. 10. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulurn itu berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa itu sendiri, kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar. 11. Kurikulum berperan dalam pencapaian tujuan pendidikan, yakni memiliki peran (1) konservatif, (2) kreatif, (3) kritis dan (4) evaluatif.

TES FORMATIF Untuk menguji pemahaman, Anda diminta untuk menjawab dengan cara memberi tanda silang (X) pada hurup a, b, c, dan d, sebagai alternatif jawaban yang menurut Anda paling benar/ tepat.

1. Kebijakan yang menyatakan bahwa kurikulum harus disusun oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah terdapat dalam: a. UU Nomor 22 Tahun 2003. b. UU Nomor 2 Tahun 2004. c. PP Nomor 19 Tahun 2005. d. PP Nomor 22 Tahun 2006. 2. Secara tradisonal, kurikulum itu diartikan sebagai a. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran b. Seluruh aktivitas yang harus dilaksanakan siswa di sekolah c. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh siswa

d. Pengalaman belajar selama siswa berada di sekolah

3. Buku Kurikulum yang berisi tentang merupakan a. Kurikulum ideal (Ideal Curriculum)

rencana program

pendidikan/

pembelajaran

b. Kurikulum aktual (Actual Curriculum) c. Kurikulum nyata (Real Curriculum) d. Kurikulum tersembunyi (Hidden Curriculum)

4. Kurikulum pada hakekatnya merupakan suatu sistem (system) maksudnya ...................... a. Kurikulum terdiri dari beberapa komponen yang saling mempengaruhi b. Cara atau teknik yang harus digunakan dalam melaksanakan kurikulum c. Implementasi kurikulum menganut sistim yang sudah ditetapkan sejak awal d. Penilaian kurikulum dilaksanakan dengan memperhatikan keadaan siswa

5. Hubungan antara kurikulum dan pembelajaran dapat digambarkan pada pernyataan sebagai berikut : a. kurikulum dan pembelajaran merupakan suatu konsep yang terpisah satu sama lainnya. b. kurikulum dan pembelajaran merupakan satu kesatuan konsep yang tak dapat dipisahkan. c. kurikulum sebagai suatu rencana dan pembelajaran sebagai implementasinya. d. baik dalam kurikulum maupun pembelajaran semuanya ada unsur rencana. 6. Kurikulum harus turut aktif berpartisipasi sebagai kontrol atau filter sosial, termasuk peranan : a. Konservatif b. Kreatif c. Evaluatif d. Dinamis

7. Kurikulum harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya termasuk fungsi .. a. Diferensiasi

b. Integrasi c. Seleksi d. Diagnostik 8. Fungsi persiapan menempatkan kurikulum sebagai alat pendidikan untuk a. Menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh b. Mempersiapkan siswa melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya c. Memberi layanan terhadap perbedaan-perbedaan individu siswa d. Mengarahkan siswa agar mampu menyesuaikan lingkungan dirinya dengan

9.

Pada dasarnya pembelajaran adalah proses sebab akibat. Guru sebagai penyebab utama terjadinya proses belajar siswa diharapkan dapat memberikan dan menurunkan hal-hal yang positif bagi siswa. Dalam proses pembelajarn tersebut guru bertindak sebagai : a. Informator b. transmitter c. transformator d. Disseminator

10. Kurikulum harus turut aktif berpartisipasi sebagai kontrol atau filter sosial, termasuk peranan : a. Konservatif b. Kreatif c. Evaluatif d. Dinamis

You might also like