You are on page 1of 5

Tugas Resume PPKN BAB I

Masitha Dewi Pramesti


071115031

Departemen Ilmu Komunikasi 2011

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Airlangga

PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan itu ditanggapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai-nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendrong proses terwujudnya Negara kesatuan Republik Indonesia dalam wadah Nusantara. Nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia dalam Perjuangan Fisik merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan teah mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Semangat perjuangan bangsa telah mengalami penurunan pada titik yang kritis. Hal ini disebabkan antara lain oleh pengaruh globalisasi. Globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatan nasional, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kompetensi yanh Diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan a. Hakikat Pendidikan Masyarakat dan pemerintah suatu negara berupaya untuk menjamin kelangsungan hidup serta kehidupan generasi penerusnya secara berguna. dan bermakna. Generasi penerus tersebut diharapkan akan mapu mengantisipasi hari depan mereka yang senatiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara, dan hubungan internasional. Karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan agar kita memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila. b. Kemampuan Warga Negara Untuk perubahan masa depannya, suatu negara sangat memerlukan pembekalan ilmu pengetahuan , teknologi, seni (ipteks) yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila, nilainilai keagamaan dan menjadi panduandan mewarnai keyakinan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.

Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, Wawasan Nusantara, serta Ketahanan Nasional dalam diri para mahasiswa calon sarjana/ilmuwan warga negara Kesatuan Republik Indonesia yang sedang mengkaji dan akan menguasai iptek dan seni. c. Menumbuhkan Wawasan Negara Setiap warga negara Republik Indonesia harus menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang merupakan misi atau tanggung jawab Pendidikan Kewarganegaraan untuk menumbuhkan wawasan warga negara dalam hal persahabatan, pengertian antarbangsa, perdamaian dunia, kesadaran bela negara, dan sikap serta perilakuyang bersendikan nilai-nilai budaya bangsa, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI DAN ANCAMAN PATOLOGI BUDAYA


Masyarakat, bangsa dan negara Indonesia semestinya memiliki kekuatan kesadaran budaya Pancasila yang tinggi, karena kesadaran budaya adalah suatu inti dari peradaban umat manusia atau suatu bangsa. Selama ini masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dapat dinyatakan belum berhasil (gagal) dalam membangun kesadaran budaya Pancasila yang diharapkan, karena adanya ancaman patologi budaya yang sangat luas di masyarakat. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang signifikan bagi bangsa dan negara Indonesia untuk menghadap dan melenyapkan segala sifat, bentuk, dan perilaku yang tergolong patologi budaya Pancasila. Pancasila sebagai Dasar Negara atau Ideologi seolahh-olah dibiarkan seperti udara atau air yang membeku dan tidak dipandang untuk disentuh kembali. Akhirnya posisi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia iaah berada dalam kepadatan budaya paradoks, baik secara internal maupun secara eksternal, serta cenderung menyatakan bahwa budaya paradoks itu telah mucul dimana-mana, baik dalam lingkungan masyarakat bawah maupun dalam tataran masyarakat atas. Masyarakat Indonesia telah melaksanakan kehidupan dengan sumber pasar terbuka dan pola-pola kehidupan material yang sangat luas sebagai ciri faham kapitalisme liberal. Kekuatan moral dari faham dan ideologi Kapitalisme liberal dari Barat telah membangun sikap dan moral bangsa yang semakin menjauhkan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang telah menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Moral inilah yang telah mendorong banyak pihak untun enggan, bahkan bersifat fatalistik untuk membicarakan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan Ideoloogi Negara Indonesia yang harus menjelma dalam praktek kehidupan sehari-hari. Diperlukan suatu paradigma baru untuk memposisikan dan memerankan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa, yaitu Paradigma Dinamika Internal Indonesia, yaitu suatu paradigma yang melihatt bangsa dan negara Indonesia sebagai subyek kreatif dan produktif dalam melaksanakan Pancasila. Pancasila harus dijadikan sebagai sumber utama dalam diri kita dalam melihat dan memandang nilai-nilai eksternal, terutama ideology asing seperti ideology Kiri dan Kanan. Pendidikan Pancasila yang diberikan daam lembaga pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi, akan memberikan kekuatan internal dari kaum terdidik. Namun Pendidikan Pancasila selama ini kurang mendasar, dengan metodologi yang salah,

serta diberikan oleh pendidik yang tidak sepenuhnya yakin akan keberadaan Pancasila. Karena itulah kita harus membahas apa yang disebut patologi budaya Pancasila, yaitu suatu konsep tentang adanya berbagai fenomena dan realitas yang merusak dan menghancurkan budaya Pancasila sebagai suatu peradaban bangsa dan negara yang utuh. Kita harus segera merumuskan solusi atau jalan keluar untuk menghadapi segala bentuk patologi budaya Pancasila tersebut. Kelemahan Pendidikan Pancasila di lembaga pendidikan antara lain: 1. Pendidikan Pancasila hanya terbatas pada proses hafalan saja dan tidak memberikan kekuatan dan nilai dinamika internal dari siswa atau mahasiswa. 2. Pendidikan Pancasila tidak memiliki metodologi yang tepat, karena Pancasila tidak mampu dijadikan pandangan hidup untuk menghadapi realitas dan persoalan bangsa dan negara. 3. Pendidikan Pancasila belum mampu menghadapi eksistensi ideologi asing baik ideologi Kanan dan Kiri.

Patologi budaya Pancasila adalah meliputi sifat, bentuk, dan perilaku yang mengancam dan meghancurkan nilai-nilai Ketuhanan (Sila I), Kemanusiaan (Sila II), Persatuan dan Kesatuan (Sila III), Kerakyatan (Sila IV) dan Keadilan Sosial (Sila V). Adanya kegagalan rakyat Indonesia dalam menegakkan keadilan sosial dan pencapaian kesejahteraan rakyat itu bukan karena Pancasila itu sendiri, melainkan karena rakyat Indonesia sendiri yang belum mengamalkan dan melaksanakan Pancasila secara konsisten, koheren, dan koresponden. Pendidikan Pancasila masih tetap relevan dalam lembaga pendidikan, mulai Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Metodologi pendidikan Pancasila dan substansi pendidikan Pancasila harus terus dikembangkan, sehingga hasil proses belajar mengajar tentang Pendidikan Pancasila dapat menghasilkan suatu kekuatan moral bangsa dan negara sebagai suatu Ideologi Pembebasan bagi seluruh rakyat Indonesia.

You might also like