You are on page 1of 2

Masalah kerusakan lingkungan merupakan masalah bersama yang harus dipecahkan secara bersama-sama pula.

Merebaknya kasus-kasus kerusakan lingkungan mulai dari yang kecil sampai ke tahap yang bersifat serius di Indonesia merupakan dampak dari terakumulasinya kerusakan dalam jangka waktu yang relatif lama. Berbagai faktor menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan tersebut, mulai dari prilaku individu yang tidak care terhadap alam sampai pada masalah yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi yang mengekploitasi alam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Masalah-masalah terkait antara bisnis dan kerusakan lingkungan merupakan masalah kekinian yang patut diselesaikan sesegera mungkin, khususnya di Indonesia. Berbagai persoalan menyangkut kerusakan lingkungan yang dilakukukan oleh kalangan pebisnis kerap kali memiliki terkait dengan cara dan etika dalam menjalankan bisnisnya. Binis yang baik (good business) adalah bisnis yang membawa banyak keuntungan jika di tinjau dari sektor ekonomi, bisnis yang baik adalah bisnis yang menaati hukum serta peraturan yang berlaku, bisnis juga dikatakan baik apabila bisnis tersebut memperhatikan dan menerapkan moral dan etika dalam aktivitas bisnisnya. Maksimalisasi keuntungan merupakan salah satu prinsip dalam kapitalisme, dalam pijakan teori ini segala cara dapat dilakukan untuk memperoleh keuntungan yang sebenarnya (sesuai dengan prinsip ekonomi, dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya berusaha memperoleh hasil yang sebesar-besarnya). Efek dari mencari keuntungan yang sebesarbesarnya adalah terjadinya eksploitasi tenaga kerja, ekploitasi lingkungan, dll. Banyak berita yang mengabarkan bahwa tahun 2009 adalah tahunnya usaha kelapa sawit. Meskipun, harga CPO sempat anjlok, namun tidak menyurutkan niat dari para jutawan yang menginvestaikan uang mereka untuk membuka perkebunan kelapa sawit. Seperti halnya yang terjadi di daerah Kab. Kutai Timur, Kalimantan. Kondisi tanah Kalimantan yang memang cocok dengan vegetasi kelapa sawit, membuat para Wakil rakyat yang duduk di pemerintahan Kab.Kutai Timur mengeluarkan suatu kebijakan, utamanya untuk para transmigran yang ada di Kabupaten ini. Bahwa setiap lahan yang di berikan oleh pemerintah untuk para transmigran disini, akan di berikan bibit kelapa sawit yang harus di tanam dan diurus oleh tiap KK di lahan yang telah diberikan tersebut (0,4 Ha lahan yang di berikan sebagai peruntukan tegalan/kebun mereka). Banyaknya populasi kelapa sawit di Kab.Kutai Timur, membuktikan bahwa menanam kelapa sawit sangat menguntungkan. Karena meskipun, panen baru bisa dirasakan setelah tahun ke-4 tanam, namun kelapa sawit mampu berproduksi setiap tahun hingga 25 tahun masa produksinya. Namun, berkembangnya sektor Kelapa sawit ini ditandai dengan ekspansi

perkebunan kelapa sawit di tanah Borneo menyebabkan menurunnya populasi Orang utan di Indonesia. Ke depannya semakin banyak pengusaha yang mendirikan perkebunan kelapa sawit, maka akan semakin sedikit pula populasi Orang utan di Indonesia utamanya di bumi Borneo ini. Tidak hanya itu, pendirian perkebunan kelapa sawit telah mengganggu bahkan merusak habitat orang utan, bahkan pihak pendiri perkebunan menjadikan orang utan sebagai hama sehingga banyak orang utan yang dibunuh agar tidak mengganggu usaha perkebunan kelapa sawit. Kasus ini melibatkan keterkaitan antara sektor binis dengan masalah moral dan etika terhadap lingkungan. Berdasarkan penjelasan ini, kelompok kami ingin membahas lebih lanjut bagaimana menghadapi kasus tersebut terutama dari sudut pandang Etika Bisnis.

You might also like