You are on page 1of 15

Etiologi HIV/AIDS Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus

(HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV. Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. Masa Inkubasi dan masa penularan Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa window periode. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak

menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini. (Siregar, Fazidah A. 2004. Pengenalan dan pencegahan AIDS.(Online). http://www.library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah4.pdf. diakses tanggal 28 Januari 2013.)

Gejala HIV/AIDS Ada terdapat 5 stadium penyakit AIDS, yaitu : 1. Gejala awal stadium infeksi yaitu : Demam Kelemahan Nyeri sendi I Nyeri tenggorok Pembesaran kelenjaran getah bening 2. Stadium tanpa gejala Stadium dimana penderita nampak sehat, namun dapat merupakan sumber penularan infeksi HIV. 3. Gejala stadium ARC : Demam lebih dari 38C secara berkala atau terus Menurunnya berat badan lebih dari 10% dalam waktu 3 bulan Pembesaran kelenjar getah bening Diare mencret yang berkala atau terus menerus dalam waktu yang lama tanpa sebab yang jelas Kelemahan tubuh yang menurunkan aktifitas fisik Keringat malam

4. Gejala AIDS

Gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut Sarkoma Kaposi (kanker pembuluh darah kapiler) juga adanya kanker kelenjar getah bening.

Terdapat infeksi penyakit penyerta misalnya pneomonia, pneumocystis,TBC, serta penyakit infeksi lainnya seperti teksoplasmosis.

5. Gejala gangguan susunan saraf Lupa ingatan Kesadaran menurun Perubahan Kepribadian Gejalagejala peradangan otak atau selaput otak Kelumpuhan

(Zulkifli. 2004. AIDS. (Online). http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3756/1/fkm-zulkifli4.pdf. Diakses tanggal 28 Januari 2013.)

Cara Diagnosis Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu: 1. Langsung : isolasi virus dari sampel, umumnya dengan pemeriksaan mikroskop elektronatau deteksi antigen virus, misalnya dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). 2. Tidak langsung : dengan melihat respon zat anti sepesifik, misalnya dengan Enzym Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA), Westerm Blot, Immunoflourescent Assay (IFA), atau Radio Immuno Precipitation Assay (RIPA).

Untuk diagnosis HIV yang lazim digunakan adalah pemeriksaan ELISA karena memiliki sensivitas yang tinggi (98 - 100%). Akan tetapi spesifisitas

kurang sehingga hasil tes ELISA yang positif harus dikonfirmasii dengan Westerm Blot yang spesifisitasnya tinggi (99,6% - 100%). Sedangkan pemeriksaan PCR biasanya dilakukan pada bayi yang masih memiliki zat anti maternal sehingga menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yang menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit. Zat itulah yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan menghamburkan hasil pemeriksaan, seolah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. PCR juga digunakan pada kelompok resiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.

Saragih, Juwita. 2008. Sindrom Depresif Pada Penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Medan. (online) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6362/1/09E00196.pdf, diakses tanggal 28 Januari 2013)

Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penilaran, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Erlangga : Jakarta. 2008

Transmisi HIV/AIDS Penularan AIDS dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu : a. Secara Kontak Seksual Ano-Genital Cara hubungan seksual ini merupakan perilaku seksual dengan resiko tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi kaum mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari pengidap HIV. Ora-Genital Cara hubungan ini merupakan tingkat resiko kedua, termasuk menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV. Genito-Genital / Heteroseksual

Penularan secara heteroseksual ini merupakan tingkat penularan ketiga, hubungan suami istri yang mengidap HIV, resiko penularannya, berbeda-beda antara satu peneliti dengan peneliti lainnya. b. Transmisi Non Seksual Transmisi Parental Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.

Darah/Produk Darah Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.

Transmisi Transplasental Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.

(Zulkifli. 2004. AIDS. (Online). http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3756/1/fkm-zulkifli4.pdf. Diakses tanggal 28 Januari 2013.)

Riwayat Alamiah Infeksi HIV Berdasarkan interaksi HIV dengan system imun hospes, infeki HIV dapat dibagi menjadi 3 fase. Pada masing-masing dari ketiga fase infeksi HIV ini, replikasi virus terus berlanjut dan karenanya infeksi HIV kurang memiliki fase latensi mikrobiologi yang sebenarnya. 1) Fase dini yang akut ditandai oleh viremia sepintas, penyebaran virus yang meluas pada jaringan limfoid, penurunan temporer selsel T CD4+ dengan diikuti oleh serokonversi dan pengendalian replikasi virus pewat pembentukan sel T antivirus CD8+. Secara klinis dapat terjadi sakit yang akut dan swasirna dengan gejala nyeri tenggorok, mialgia nonspesifik, serta meningitis aseptic. Pemulihan klinis dan jumlah sel T CD4+ yang mendekati normal terjadi dalam waktu 6 hingga 12 minggu. Muatan virus pada akhir fase akut mencerminkan keseimbangan antara produksi HIV dan pertahanan hospes. Titik acuan virus ini merupakan predictor penting untuk meramalkan kecepatan perjalanan penyakit HIV. 2) Fase pertengahan yang kronik ditandai dengan masa latensi klinis dengan replikasi virus yang intensif dan kontinu terutama di jaringan limfoid kendati jumlah CD4+ hanya menurun secara bertahap akibat regenerasi sel-sel T yang cepat. Pasien pada tahap ini menunjukkan pembesaran limfonodi yang menyeluruh dan persiten tanpa disertai gejala konstitusional. Fase ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Menjelang akhir fase ini dapat muncul demam, ruam, kelelahan dan viremia. Fase kronik dapat berjalan selama 7 hingga 10 tahun. 3) Progresi akhir menjadi penyakit AIDS ditandai oleh penurunan pertahanan tubuh hospes secara cepat yang dimanifestasikan lewat jumlah CD4+ yang rendah, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik dan neoplasma sekunder.

(Robbins, Cotran. Buku saku: Dasar patologis penyakit. 7th ed. Jakarta: EGC;2009.)

Pengobatan 1. Pengobatan Suportif Yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat simtomatik, vitamin dll. 2. Penanggulangan penyakit oportunistik Yang dimaksud dengan penanggulangan penyakit oportunistik adalah pengobatan yang diberika kepada ODHA yang bertujuan untuk mengobati infeksi yang timbul ketika kekebalan tubuh menurun. Infeksi yang sering dijumpai, antara lain: diare kronis, tuberculosis (TB), candidiasis oral, sarcoma kapossi, cytomegalovirus (CMV), dan lain-lain. 3. Pemberian obat antivirus. Berikut ini merupakan beberapa jenis obat antivirus : Didanosin (ddl) Zidovudin (ZDV) Lamivudin (3TC) Stavudin (d4T)

Obat ARV (Antiretrovirus) masih merupakan terapi pilihan karena: Obat ini bisa memperlambat progresivitas penyakit dan dapat memperpanjang daya tahan tubuh. Obat ini aman, mudah, dan tidak mahal. Angka transmisi dapat diturunkan sampai mendekati nol melalui identifikasi dini ibu hamil dengan HIV positif dan pengelolaan klinis yang agresif. Hasil penelitian dalam hal upaya pencegahan dengan imunisasi belum memuaskan. 4. Penaggulangan dampak psikososial

Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penilaran, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Erlangga : Jakarta. 2008

Depkes RI .2006. Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987-2006. (online) (http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Situasi%20HIVAIDS%202006.pdf, diakses tanggal 28 Januari 2013)

Perkembangan Penyakit di Indonesia Kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Bali pada tahun 1987 dan semenjak saat itu kasus terus bertambah hampir diseluruh provinsi di Indonesia baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Data sebenarnya tentang jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS di Indonesia sulit didapat. Seringkali dikemukakan bahwa jumlah penderita yang berhasil di himpun hanyalah puncak dari gunung es. Setiap kasus yang dilaporkan diperkirakan ada 100 orang lainnya yang terinfeksi HIV namun tidak terdeteksi. Jumlah penyakit HIV hanya bisa diperkirakan, oleh karena itu dibuatlah beberapa proyeksi. Menurut laporan Bappenas dan UNDP, virus HIV diperkirakan telah menginfeksi 172.000 219.00 orang di Indonesia. Berbagai hasil estimasu yang dilakukan mengenai perkiraan orang yang terinfeksi HIV menunjukkan bahwa jumlah kasus selalu meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 1999, pernah di proyeksikan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV diperkirakan mencapai 50.000 orang dan sebanyak 12.000 orang diantaranya akan meninggal dunia. Pada tahun 2001, para ahli epidemiologi Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan bantuan konsultan WHO, memperkirakan bahwa jumlah ODHA sekitar 80.000-120.000. Pada tahun 2006 Depkes kembali melakukan estimasi dan hasilnya menunjukkan bahwa jumlah ODHA diestimasikan berkisar 169.000-217.000, 46% diantaranya adalah pengguna Napza suntik. Jika cakupan program tidak dapat ditingkatkan secara optimal diperkirakan jumlah orang terinfeksi HIV akan mencapai 400.000

pada tahun 2010, dan 100.000 orang diantaranya meninggal. Pada tahun 2015 jumlah ODHA akan mencapai 1.000.000 dengan350.000 kematian.

Purwaningsih dan Widiyatun. 2008. Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia: Tinjauan Sosio Demografis. (online) (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/32087595.pdf, diakses tanggal 28 Januari 2013)

Faktor yang Berhubungan dengan Perkembangan Kasus HIV/AIDS 1. Maraknya penggunaan narkoba Merebaknya kasus narkotik dan obat membuat ledakan HIV/AIDS di Indonesia mulai terjadi. Berbagai kenyataan di Lapangan menunjukkan 30%-50% pecandu narkotik bisa terinfeksi HIV/AIDS. Pengguna narkoba suntik akan mudah tertular HIV/AIDS. 2. Maraknya pekerja seks dibawah umur Remaja putrid yang melakukan hal tersebut memiliki motif bukan hanya sekedar untuk mencari uang, tetapi juga merupakan trend an pemuas libido. 3. Homoseksual dan biseksual Perilaku seksual kelompok homo cenderung rentan terpapar HIV/AIDS karena hubungan seks mereka biasanya dilakukan melalui dubur. Hubungan seksual melalui dubur lebih beresiko terjadi lukakecil karena penetrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan seksual melalui dubur berpotensi mengakibatkan luka 10 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan hubungan seks antara pria dan wanita. 4. Mobilitas penduduk Letak geografis Indonesia yang strategis baik untuk perdagangan maupun pariwisata merupakan faktor yang juga mempercepat peningkatan jumlah penduduk yang terinfeksi HIV/AIDS. Penderita HIV/AIDS dari luar Indonesia biasanya menghabiskan sisa hidupnya di Bali. Jika ia melakukan

hubungan seksual dengan pekerja seks di Indonesia maka penyebaranpun semakin meluas. Selain itu adanya perpindahan penduduk jangka pendek seperti turisme, pelaut yang tinggal beberapa saat di pelabuhan, kunjungan ke daerah lain untuk tujuan bisnis dan sebagainya juga merupakan faktor penting dalam terjadinya sexual networking. Dengan pergerakan penduduk yang bersifat sirkuler ini, maka tidak menutup kemungkinan bagi seseorang untuk punya hubungan seks dengan pasangan sementara (casual partener) di tempat lain.

Purwaningsih dan Widiyatun. 2008. Perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia: Tinjauan Sosio Demografis. (online) (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/32087595.pdf, diakses tanggal 28 Januari 2013)

Cara Pencegahan 1. Pencegahan penularan melalui jalur non seksual a. Transfuse darah. Cara ini dapat dicegah dengan mengadakan pemeriksaan donor darah sehingga darah yang bebas HIV saja yang ditransfusikan. b. Penularan AIDS melalui jarum suntik oleh dokter paramedic dapat dicegah dengan upaya sterilisasi yang baku atau menggunakan jarum suntik sekali pakai. 2. Pencegahan penularan melalui jalur seksual Penularan ini dapat dilakukan dengan pendidikan/penyuluhan yang intensif yang ditujukan pada perubahan cara hidup dan perlaku seksual. Selain itu upaya pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi pasangan seksual, monogami, menghindari hubungan sexual dengan WTS, tidak melakukan hubungan seksual dengan penderita atau yang diduga menderita AIDS dan penggunaan kondom.

3. Pencegahan penularan dari ibu ke anak a. Mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif. b. Menurunkan viral load/ kadar virus serendah-rendahnya. c. Meminimalkan paparan janin dan bayi terhadap cairan tubuh ibu. Persalinan dengan cara sesar menjadi cara untuk menghindari paparan cairan tubuh ibu kepada bayinya. Ibu HIV positif juga dapat menularkan melalui ASI, sehingga bayi yang lahir dari ibu HIV positif harus menggunakan susu formula. d. Mengoptimalkan kesehatan ibu hamil dengan HIV positif.

Gondo, Harry Kurniawan. 2011. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. (online) (http://fk.uwks.ac.id/archieve/jurnal/vol1.no2.Juli2011/PENCEGAHAN%20PEN ULARAN%20HIV%20DARI%20IBU%20KE%20BAYI.pdf, diakses tanggal 29 Januari 2013)

Gambaran Epidemiologi Umum Kasus HIV/AIDS selalu meningkat dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 1981 tercatat 185 kasus AIDS, tahun 1985 tercatat 140.000 kasus AIDS, Maret 1987 terdapat 41.888 kasus, Desember 1988 135.134 kasus, 131.00 pada Maret 1989, Desember 1989 menjadi 198.165 kasus yang dilaporkan ke WHO. Jumlah penderita AIDS pada awal yahun 1990 adalah 300.000 orang dan jumlah kumulatif penederita AIDS di dunia menjelang tahun 1991 melebihi 1 juta orang. Hampir 95% penyakit dilaporkan meneyrang pria usia 20-49 tahun yang mempunyai gaya hidup tertentu. Di USA dilaporkan 7% menyerang wanita. DI Afrika perbandingan pria dengan wanita sama banyak. Staf badan kesehatan sedunia Dr. Michael Merson menyatakan, tahun 2000 mendatang sekitar 4 juta perempuan akan meninggal karena AIDS. Merson mengatakan jumlah 13 juta wanita terinfeksi HIv dan 4 juta diantaranya meninggal.

Distribusi umur penderita AIDS di AS, Eropa dan Afrika tidak berbeda jauh, kelompok terbesar berada pada umur 30-39 tahun, dan menurun pada kelompok umur yang lebih besar dan lebih kecil. Hal ini membuktikan bahwa transmisi seksual baik homo m aupun heteroseksual merupakan pola transmisi utama. Mengingat masa inkubasi AIDS yang berkisar dari 5 tahun ke atas, maka infeksi terbesar terjadi pada kelompok umur muda/seksual paling aktif yaitu 20-30 tahun. Rasio jenis kelamin pria, wanita di negarapola I adalah 10-15:1 karena sebagian besar penderita adalah kaum homoseksual, sedangkan di negara-negara pola II, rasio ini adalah 1:1. Perbandingan antara penderita dari daerah urban (perkotaan) dan rural (pedesaan) umumnya lebih tinggi di daerah urban, karena di kota lebih banyak dilakukan promiskuitas (hubungan seksual dengan banyak mitra seksual), maka kelompok masyarakat berisiko tinggi adalah kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas, yaitu kaum homoseksual termasuk kelompok biseksual, heteroseksual, dan penyalahguna narkotik suntik, serta penerima transfusi darah termasuk penderita hemofili dan penyakit-penyakit darah, anak dan bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV. Kelompok homoseksual (termausk biseksual) kelompok ini termasuk kelompok terbesar pengidap HIV di Amerika Serikat. Prevalensi infeksi HIV dikalangan ini terus meningkat dengan pesat. Di San Fransisco pada tahun 1978, hanya 4% kaum homoseksual diperkirakan mengidap HIV, 3 tahun kemudian angka ini bertambah menjadi 24%, 8 tahun kemudian menjadi 80% dan pada saat ini telah menjadi 100%. Di London pada tahun 1982, hanya 3,7% kaum homoseksual mengidap HIV, 3 tahun kemudian menjadi 21% saat ini telah lebih dari 35% sehinggadiperkirakan pada tahun 1990 menjadi 100%. Kelompok heteroseksual, kelompok ini di Afrika merupakan kelompok utama dimana homoseksualitas tidak populer. Saat AIDS pertama kali dideteksi pada kaum homoseksual di negara-negara maju, pola hubungan heteroseksual belum menjadi perhatian. Saat ini 4% kasus AIDS berasal dari kelompok ini. Jumlah ini terus meningkat sehingga diramalkan akan terjadi epidemi AIDS kedua pada kaum heteroseksual.

Sebagai perbandingan keadaan di Amerika Serikat dan Afrika, maka dapat diperbandingkan dari para penderita penyakit menular seksual heteroseksual yang berobat ke rumah sakit, persentase penderita dengan infeksi HIV di AS adalah 03,4%, sedangkan di Afrika adalah 18-29%. Demikian pula dengan sero-prevalensi HIV pada kaum laki-laki dan wanita hamil di Amerika Serikat berkisar pada angka 2%, sedangkan di Afrika sampai 18%. Dari data-data ini terlihat bahwa kelompok heteroseksual lebih menonjol di Afrika. Pernah ada anggapan bahwa AIDS berasal dari pedalaman Afrika dengan pola penyebaran heteroseksual. Dari penelitian ak hir-akhir ini ternyata prevalensi di daerah urban tetap lebih besar daripada di pedesaan sehingga anggapan tersebut adalah tidak benar. Prevalensi di kalangan WTS di beberapa tempat di Afrika Barat adalah 20-88% sedangkan di Eropa dan Amerika Serikat berkisar antara 0-30%. Epidemi HIV masih terkonsentrasi pada IDU (Injecting Drug Users), homoseksual, pekerja seks, pelanggan pekerja seks beserta pasangan tetapnya.

Rasmaliah. 2001. Epidemiologi HIV/AIDS dan Penanggulangannya. (online) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3771/1/fkm-rasmaliah3.pdf, diakses tanggal 29 Januari 2013)

Depkes RI .2006. Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987-2006. (online) (http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Situasi%20HIVAIDS%202006.pdf, diakses tanggal 28 Januari 2013)

Gambaran Epidemiologi di Indonesia

Tujuan P3M HIV/AIDS Tujuan Umum :

Mencegah dan mengurangi penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup ODHA serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat. Tujuan Khusus : Menyediakan dan menyebarluaskan kondusif untuk informasi mendukung dan upaya

menciptakansuasana

penanggulangan HIV dan AIDS, dengan menitikberatkan pencegahan pada sub-populasi berperilaku resiko tinggi dan lingkungannya dengan tetap memperhatikan sub-populasi lainnya. Menyediakan dan meningkatkan mutu pelayanan perawatan,

pengobatan, dan dukungan kepada ODHA yang terintegrasi dengan upaya pencegahan. Meningkatkan masyarakat peran serta remaja, perempuan, dalam keluarga dan upaya

umum

termasuk

ODHA

berbagai

penanggulangan HIV dan AIDS. Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara lembaga pemerintah, LSM, sektor swasta dan dunia usaha, organisasi profesi, dan mitra internasional di pusat dan di daerah untuk meningkatkan respons nasional terhadap HIV dan AIDS. Meningkatkan koordinasi kebijakan nasional dan daerah serta inisiatif dalam penanggulangan HIV dan AIDS.

(KPA. 2007. Strategi nasional penanggulangan HIV dan AIDS 207-2010 (Online). http://www.undp.or.id/programme/.../The%20National%. Diakses

tanggal 29 Januari 2013.)

Strategi P3M Untuk mencapai tujuan STRANAS, ditetapkan strategi sebagai berikut:

Meningkatkan dan memperluas upaya pencegahan yang nyata efektif dan menguji coba cara-cara baru.

Meningkatkan dan memperkuat sistem pelayanan kesehatan dasar dan rujukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah ODHA yang

memerlukan akses perawatan dan pengobatan. Meningkatkan kemampuan dan memberdayakan mereka yang terlibat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di pusat dan di daerah melalui pendidikan dan pelatihan yang

berkesinambungan. Meningkatkan survei dan penelitian untuk memperoleh data bagi pengembangan program penanggulangan HIV dan AIDS. Memberdayakan individu, keluarga dan komunitas dalam pencegahan HIV dilingkungannya. Meningkatkan kapasitas nasional untuk menyelenggarakan monitoring dan evaluasi penanggulangan HIV dan AIDS. Memobilisasi sumberdaya dan mengharmonisasikan pemamfaatannya di semua tingkat.

(KPA. 2007. Strategi nasional penanggulangan HIV dan AIDS 207-2010 (Online). http://www.undp.or.id/programme/.../The%20National%. Diakses

tanggal 29 Januari 2013.)

Ukuran epidemiologi yang dapat dipakai

Kepustakaan

You might also like