Professional Documents
Culture Documents
SMP MARSUDIRINI
JL. DEWI SARTIKA N0 186A JAKARTA TIMUR
2013
KATA PENGANTAR
Indonesia memang masih tertinggal dalam bidang pendidikan bila dibandingkan dengan negaranegara lain. Di dunia, Indonesia masih menduduki peringkat ke-69 menurut EDI UNESCO 2008 dalam kualitas pendidikan. Di samping peranan pemerintah dalam memajukan pendidikan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, ternyata masih banyak kendala yang dialami oleh lembaga kependidikan dalam mengupayakan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Kita tentu tidak bisa menutup mata begitu saja. Masalah ini akan menjadi berlarut-larut dan berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang rendah. Padahal, merekalah yang akan menjadi penerus dan pemimpin negara ini. Selain itu, hal ini juga merugikan bagi orang tua peserta didik yang bekerja keras demi menyekolahkan anak-anaknya. Keprihatinan atas lemahnya sistem pendidikan dan tidak efektifnya kurikulum di Indonesia inilah yang lantas membuat penulis menulis karya ilmiah ini. Diharapkan, generasi muda Indonesia akan terus berkembang dan maju di masa mendatang. Karya ilmiah ini ditujukan untuk dibaca semua orang, pemerhati pendidikan, pemerintah, pihak sekolah, guru, dan juga teman-teman terkasih yang ingin menjadi sukses setelah bersekolah sekian lama. Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis ingin berterimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kesempatan yang diberikan olehnya, penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Selain itu, penulis juga berterimakasih kepada rekan-rekan yang senantiasa mendukung penulis, kepada Pak Doni yang membimbing, memberi masukan, dan ide-ide yang berharga, serta kepada orang-orang terdekat penulis yang telah memfasilitasi, memberi acuan, dan mendoakan keberhasilan penulis. Akhir kata, penulis mohon maaf atas kekurangan yang ada. Diharapkan agar para pembaca yang budiman dapat memetik manfaat dan buah-buah kesuksesan di masa depan dengan sistem pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi. Jakarta, Maret 2013 Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Seperti yang kita tahu, anak-anak pada usia tertentu secara umum akan mendapatkan pendidikan akademis. Hal inilah yang menjadi tanggung jawab sekolah dan lembaga pendidikan lainnya dalam pengembangan potensi yang dimiliki anak. Namun, sekolah bukannya mengarahkan anak dalam pengembangan potensinya, malah menekan potensi tersebut. Hal inilah, yang dapat terlihat dari banyak lulusan perguruan tinggi yang menjadi pengangguran. Selesainya pendidikan akademis tidak lagi terlihat sebagai suatu kesempatan untuk mempraktikkan ilmu-ilmu serta potensi yang mereka miliki. Problematika inilah yang memunculkan pertanyaan berbagai kalangan. Terutama bagi orang tua dan anak didik. Apakah fungsi sekolah sebenarnya? Mengapa banyak lulusan perguruan tinggi yang pengagguran? Bagaimana sebaiknya kurikulum pendidikan agar anak didik mampu bersaing di dunia kerja? Terlepas dari perguruan tinggi, sekolah sebagai dasar pendidikan akademislah yang sering dipertanyakan kapasitasnya: Apakah sekolah mampu mengantar anak menuju kesuksesan? Sebenarnya, ini adalah masalah terbesar yang dihadapi pendidikan di Indonesia. Orang tua cenderung menganggap sekolah bagus akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun, kenyataan yang terjadi berupa sebaliknya. Manusia Indonesia yang berkualitas tentu akan bermanfaat bagi pembangunan Indonesia di masa depan. Namun, kesalahan dalam pendidikan dasar juga dapat menghancurkan harapan munculnya pemudapemudi berpotensi dan berkualitas. Hal ini perlu ditangani. Apalagi, pendidikan di Indonesia memiliki kurikulum yang labil dan tidak menentu. Ketidakmenentuan ini nantinya akan mempengaruhi hasil-hasil didikan manusia Indonesia. Bagaimana bisa negara kita maju sedangkan lembaga utama penghasil manusia berbudi dan ber-ilmu malah mengalami polemik yang pelik dan berlarut-larut seperti ini? Mengetahui problematika ini, penulis pun menyusun karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini memfokuskan sistem pendidikan pada sekolah-sekolah,khususnya dari SD sampai SMA. Selain itu, dibahas berbagai masalah yang seringkali terjadi pada lembaga-lembaga tersebut dan penyelesaiannya berikut kurikulum yang cocok, bimbingan guru, dan dukungan aktivitas sekolah hingga pada akhirnya sekolah akan mampu menuntun peserta didik menuju kesuksesan.
1.3 TUJUAN
Karya ilmiah ini disusun dengan tujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia berikut melalui sistem pendidikan yang baik di sekolah serta menyadarkan semua pihak yang berkaitan akan masalah ini. Selain itu, karya ilmiah ini juga disusun dalam rangka melengkapai persyaratan mengikuti UAS 2013 SMP Marsudirini.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kesuksesan
Kesuksesan merupakan hal abstrak. Namun, dalam karya ilmiah ini maksud kesuksesan yang disebut-sebut adalah: Penggapaian/pencapaian cita-cita anak/tujuan hidup. Tumbuhnya anak-anak menjadi pribadi yang memiliki sifat-sifat sukses Menjadi manusia berkualitas, bahagia dan produktif secara ekonomi.
8 Sekolah merupakan tempat persiapan anak dalam menghadapi kehidupan dewasa dan dunia kerja. Sekolah ini hendaknya memberikan anak keterampilan sesuai potensi demi persiapan anak di kemudian hari, yaitu di dunia pekerjaan yang penuh persaingan. Sekolah tempat pertama anak menerima keterampilan dasar. Keterampilan dasar yang dimaksud ini sangat berpengaruh untuk mendukung anak untuk menggali potensi serta mengembangkannya. Dalam proses mengembangkan ini, anak tidak dapat melakukannya sendirian, di sinilah tugas pokok sekolah berawal. Masalah keterampilan yang diajarkan sekolah ini jugalah yang menjadi fokus prihatin penulis.
2.4 Cara-Cara Mengembangkan Potensi Anak Agar Mampu Bersaing di Dunia Kerja
Setiap orang diberi anugrah talenta dan akal budi. Namun, ketika seseorang lahir, dia tidak lebih dari makhluk tak berdaya. Manusia boleh memiliki akal namun pengetahuan diterima dari lingkungan. Anak boleh memiliki potensi, tapi tanpa bantuan sesama untuk mendukungnya anak tidak akan mampu menjadi sukses. Oleh sebab itu, berikut merupakan beberapa cara mengembangkan potensi anak.
JENJANG
SD SMP SMA
10
2.6.3 Kurikulum
Kurikulum yang saat ini (2013) digunakan di Indonesia adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi. Mengenai Kurikulum baru yang dicanangkan, kita belum bisa beri kepastian. Namun, karya ilmiah ini meninjau dari kurikulum yang masih berlangsung. Di karya ilmiah ini, akan dibahas mengenai kurikulum yang mungkin cocok dan dapat dikembangkan demi mewujudkan sekolah yang mengantar anak menuju kesuksesan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2006. Walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat: kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Tingkat_Satuan_Pendidikan)
11
12 diaturnya waktu-waktu ujian sekolah dan praktik, bentrok dengan hari suci keagamaan tertentu(yang tidak termasuk sebagai hari besar) tak dapat terlewatkan. Sikap ini malah membuat tidak optimalnya baik pendidikan akademis maupun kehidupan religius. Misalnya, pada jadwal US untuk semua siswa SMP se-DKI yang ditetapkan dinas pendidikan, yaitu tanggal 18-22 Maret 2012. Hal ini membuat sekolah-sekolah harus menjadwal ulang UAS dan UTS. Sebagai hasil yang terjadi pada SMP Marsudirini Cawang, jadwal UAS dan UTS menjadi tidak karuan. Pada 11-15 Maret, UTS dan UAS dilaksanakan dengan 2 mata pelajaran per hari. Namun, mata pelajaran yang diujikan lebih dari 8(dikurang hari libur pada selasa, 13 Maret 2013). Oleh karena itu, UAS dan UTS dilanjutkan pada 25-26 Maret 2013. Hal ini sangat membingungkan dan memprihatinkan. Masalah lain akibat standardisasi ini adalah tekanan dan tuntutan. Hal ini bukan berkaitan mengenai hasil kuantitif melainkan ketegangan yang dialami anak. Ketika peserta didik mengalami standardisasi(baca: ujian), jadwal pada bulan-bulan tertentu akan sangat padat. Contohnya saja pada peserta didik dan UN 2013 di SMP Marsudirini. Bulan Maret, mereka akan menghadapi ujian sekolah, ulangan akhir semester, dan ujian praktik yang berarti tidak ada waktu luang. Walau, peserta didik tidak semuanya anak-anak, kebanyakan peserta didik yang bersekolah baru dalam masa peralihan menuju kedewasaan. Maka, emosi mereka mudah terganggu. Tekanan dan stress sangat mungkin terjadi. Menurut Hukum Rimm #5, anak-anak merasakan lebih banyak ketegangan sewaktu mereka mengkhawatirkan pekerjaan daripada saat mereka melakukan pekerjaan itu. Dapat disimpulkan, penataan waktu terburu-buru seperti malah tidak memberikan hasil optimal yang menunjukkan kemampuan anak. Lingkungan kompetisi yang dimaksud oleh pemerintah pun malah tidak terbentuk karena masalah psikosomatis ini. Apalagi, pemerintah tidak mencangkup kurikulum yang jelas untuk membantu peserta didik untuk mengatasi pergolakan emosi pada remaja. Sekolah pasti pernah memberikan pendidikan ini, namun dapat terlihat dari pelaksanaannya yang tidak begitu intesif. Walaupun demikian, bagi anak yang pintar emosinya, hal seperti ini adalah tantangan untuk lebih baik lagi.
13 menurut EDI UNESCO 2008, memiliki hari KBM yang lebih sedikit dari Indonesia.(Finlandia 190 hari, Indonesia 220 hari). Hal ini disebabkan karena Finlandia tidak hanya memfokuskan pada pelajaran tapi juga perkembangan anak didik. Anak didik kebanyakan tergolong sebagai penduduk muda dan pantas mendapatkan kebebasan. Tekanan berlebihan dikhawatirkan malah menghilangkan potensi sumber daya manusia yang berkualitas itu.
14 Manusia tidak berarti bila kualitas ini hilang. Manusia yang memiliki orientasi kepada Tuhan, bermoral, dan bertata-krama merupakan mutu terpenting yang memanusiakan manusia. Keterbatasan manusia seharusnya menyadarkan manusia akan pentingnya memiliki iman. Lembaga akademis yang berorientasi mendidik seharusnya mampu menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki ketiga kualitas ini sesuai dengan perannya yang bukan hanya mengembangkan manusia yang pintar namun juga berakhlak. Sayangnya, lembaga akademis seperti sekolah tidak berhasil mengembangkan kualitas-kualitas ini.
15 Kecerdasan logika matematika, ini merupakan kemampuan anak dalam berfikir logis dan sistematis. Mereka cenderung senang berhitung, membuat perencanaan, memecahkan masalah secara logis dan suka bereksperimen. Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Memberikan dan mengajarkan soal-soal matematika. o Membuat jadwal belajar dan harian anak-anak, daftar boneka yang dimiliki, dll. o Mengadakan eksperimen kecil-kecilan. o Bermain tebak-tebakan. Kecerdasan visual spasial, ini adalah kemampuan memahami hubungan visual dan spasial dengan akurat. Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Mainkan Pictionary, tic-tac-toe tiga dimensi, atau permainan berfikir visual lainnya. o Mainkan puzzle, kubus Rubik, rumah sesat, atau teka-teki visual lainnya. o Ajak anak untuk mendesain dan menggambar. o Ajak anak untuk mendekorasi ruangan kelas. Kecerdasan musikal, yakni kemampuan untuk memahami, menikmati dan mengapresiasi musik . Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Menyanyi bersama. o Bermain alat musik, bisa dimulai dengan alat musik ritmis. o Mendengar lagu-lagu. Kecerdasan interpersonal, dalam hal ini anak akan menunjukkan kemampuannya dalam berhubungan sosial yang baik dengan orang lain. Ini akan terlihat dari kemampuan komunikasi yang baik, menikmati berkumpul atau beraktivitas dengan orang banyak dan mudah bergaul. Berbagai cara mengembangkannya adala o Bermain bersama-sama. o Membuat drama kecil-kecilan. Kecerdasan intrapersonal, yakni kemampuan untuk memahami diri sendiri. Mereka lebih nyaman berpikir dan mengambil keputusan sendiri, serta mengenal kelebihan dan kekurangan dirinya dengan baik. Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Mengajak anak mengarang cerita atau membuat catatan harian (diary). o Memberi anak kesempatan untuk bercerita mengenai dirinya. Kecerdasan kinestetik, adalah kemampuan menggunakan gerakan untuk mengekspersikan ide atau perasaannya. Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Senam dan berolahraga bersama. o Belajar menari. Kecerdasan naturalis, yakni kemampuan untuk mengenal dan memahami alam sekitar. Kecerdasan naturalis ini biasanya anak akan peduli dengan lingkungan, senang memelihara binatang atau tanaman dan tertarik pada permasalahan sosial. Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Mengajak anak berkebun. o Kunjungan ke kebun binatang. Kecerdasan linguistik,yakni kecerdasan berbahasa. Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Bermain scrabble. o Membiarkan anak bercerita dan memancing anak untuk menceritakan pengalamannya. Setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda namun cara-cara mengembangkan kecerdasan anak-anak ini dapat dilakukan bersama-sama bagi semua anak didik. Dengan ini, semua anak punya kesempatan mencoba dan berlatih serta menggali potensi lainnya. Jangan lupa hal ini harus disertai dengan waktu reses/istirahat dan permainan. Jangan terlalu berat menekankan aktivitas itu secara terus-menerus namun bertahap. Misalnya, 1 kegiatan dilakukan tiap bulan, kemudian menjadi 2 minggu sekali.
16 Alasannya adalah yang seringkali diajarkan dalam pendidikan agama adalah ritual-ritual keagamaan. Namun, pelajaran agama juga menyadari kekurangan itu dan menambahkan berbagai peristiwa relevan yang berkaitan dengan pengalaman religius. Ternyata, pendidikan teori saja tidak cukup. Pendekatan emosional untuk menanamkan kehidupan religius dan keberadaan Tuhan dalam hidupnya. Pemahaman religius tidak mudah ditanamkan sendiri oleh sekolah, oleh sebab itu sekolah harusnya melakukan kerjasama dengan orang tua. Seminar dan kesaksian juga dapat digalakkan. Bila anak memiliki masalah khusus, guru agama dan BP harus membantu dengan mengajak anak untuk sharing, berdoa, dan menanamkan kepercayaan kepada Tuhan. Namun, pengalaman religius itu tetap saja harus dirasakan sendiri. Walaupun begitu, sekolah hendaknya memberi pemahaman awal mengenai Tuhan.
2.9.8 Kerjasama yang Benar Antara Sekolah, Murid, dan Orang Tua
Berikut disajikan bagan mengenai hubungan sekolah dengan orang tua yang sering terjadi di sekolahsekolah.
17
Orang Tua
1 2
SEKOLAH
Guru Bp 8 7
Siswa
3 4
Siswa
Hubungan yang terjadi pada bagan saat ini: 1. Memenuhi panggilan sekolah, rapat, mengambil rapot. 2. Mengundang rapat,pengambilan rapot, dan anak bermasalah. 3. Ajar mengajar, kerja kelompok. 4. Ajar mengajar, kerja kelompok. 5. Mengajar,menjelaskan, menasihati, pemberian PR,tugas, ulangan. 6. Diajar, menjawab pertanyaan guru, mengerjakan PR, tugas, ulangan. 7. Mengajar, memberi nasihat, memanggil bila bermasalah. 8. Memenuhi panggilan BP, melapor bila melanggar aturan sekolah. Hubungan yang harusnya terjadi pada bagan ini: 1. Mengajukan ide-ide dan program-program bersama sekolah, memenuhi panggilan sekolah, rapat, mengambil rapot. 2. Mengajak orang tua bekerjasama dalam proyek pengembangan siswa, Memberikan evaluasi siswa secara pribadi, mengundang rapat, pengambilan rapot, dan membicarakan masalah anak tanpa sepenuhnya menyerahkan masalah(mencari jalan bersama dalam menyelasaikan masalah anak). 3. Ajar mengajar, kerja kelompok. 4. Ajar mengajar, kerja kelompok. 5. Mengajar, menjelaskan, menasihati,menjadi sahabat anak, memberi PR,tugas, ulangan. 6. Mengajar, memberi nasihat, memberi briefing-briefing dan kegiatan untuk mengembangkan emosi anak, mendengarkan masalah anak, menjadi sahabat anak, memanggil dan bersikap perhatian bila anak memiliki masalah, mengundang psikiater untuk konsultasi masalah-masalah yang dialami anak dan mencari penyelesaian terbaik. 7. Memenuhi panggilan BP, melapor bila melanggar aturan, bekerjasama dan meminta nasihat dengan BP bila mengalami masalah. Dari sini, dilihat bahwa kesibukan orang tua akan lebih baik bila diimbangi dengan perhatian dan pembinaan di rumah. Orang tua hendaknya bersedia untuk bekerjasama dengan sekolah dalam mengadakan proyek-proyek tertentu serta mengecek masalah dan evaluasi anak di sekolah. Orang tua juga dapat melakukan konsultasi dengan sekolah mengenai masalah anak dan mencari cara menyelesaikannya. Dengan kerjasama 2 arah ini,anak akan mampu menangkap pesan searah yang diinginkan orang tua dan sekolah sehingga anak tidak menjadi bingung dan memiliki tujuan yang terarah dan jelas. Guru BP dan wali kelas serta guru-guru lain juga bisa bekerjasama dalam perencanaan proyek-proyek, penyelesaian masalah anak, serta menyampaikan pesan searah juga. Menurut Buku Why Bright Kids Get Poor
18 Grade, penyampaian pesan yang berbeda-beda kepada anak membuat anak menunjukkan sikap tidak berprestasi.
19 dan sikap kontraslah yang muncul. Teladan ini diperlukan karena seumur hidupnya, manusia akan melakukan identifikasi dengan lingkungan sesuai dan beradaptasi sesuai apa adanya lingkungan itu walau banyak juga nilai-nilai negatif yang tercermin dari lingkungan itu. Guru tegas Guru menyenangkan boleh saja, menjadi sahabat anak juga penting. Namun, guru tidak boleh kehilangan statusnya sebagai guru. Guru harus tegas memberi batasan-batasan anak untuk bergantung kepadanya dan menjadi tegas setiap saat. Tegas bukan berarti galak namun merupakan wujud pelaksanaan hak dan kewajiban guru yang membawa anak memahami hak dan kewajibannya juga. Sikap tegas tercemin dari kedisiplinan dan keseriusan dalam mengatakan iya dan tidak. Guru jenis ini akan lebih dihormati peserta didik dan mendorongnya untuk disiplin mengerjakan tugastugasnya. Guru pendorong/pemotivasi Guru sebagai sahabat anak akan menjadi pendorong dan pemotivasi anak. Motivasi yang diberikan harusnya sesuai dengan yang dicapai/tidak dilebih-lebihkan. Guru juga jangan terlalu menunjukkan kekecewaan kepada anak ketika anak gagal. Guru pendorong/pemotivasi biasanaya akan membicarakan ini dengan anak dan memberi solusi.
Bagi guru-guru, masih banyak yang bisa dilakukan untuk berubah lebih baik lagi dan ikut berkontribusi menghasilkan generasi muda Indonesia yang sukses.
20 dan kecermatan. Maka dari itu, memainkan game-game seperti ini sangatlah membantu dalam proses belajar pembendaharaan bahasa dan pemaksimalan neuron. Kapan permainan ini bisa diterapkan? Ada waktu-waktu tertentu di mana guru memberikan refreshing dengan kegiatan-kegiatan ini. Untuk murid TK
21 diberikan juga harus relevan, menyenangkan, dan terjadwal. Terjadwal yang dimaksud adalah jelas kapan harus dikumpulkan. Waktu yang tidak jelas malah membuat tidak siswa tidak teratur dalammengerjakan. Untuk membuat siswa mengerjakan PR dan tugas secara maksimal, maka harus disesuaikan dan diklasifikasikan antara tingkat kesulitan dan waktu pengerjaan. Dibawah ini adalah tabel mengenai jangka waktu pengerjaan dan jumlah tugas dan PR terhadap tingkat kesulitannya. Tugas dan PR berdasarkan tingkat kesulitan 1.Mudah : PR hitungan,evaluasi,dll. 2.Mudah sampai sedang : penulisan essai singkat, puisi, cerpen,dll. 3.Sedang: kliping/ data singkat 4.Sedang sampai agak sulit: presentasi pribadi 5.Agak sulit: presentasi kelompok, kunjungan ke tempat tertentu dan membuat laporan,dll. 6.Sulit : Survey, membuat video, karya ilmiah,dll. Lama pengerjaan 1 hari 2 hari Alasan PR yang mudah bisa diselesaikan dengan cepat serta mencegah anak-anak lupa akan PR-nya. Butuh waktu untuk berpikir dan menulis.
Butuh waktu untuk mencari informasi dan mengeprint. Butuh bahan dan persiapan mental. Membagi tugas, waktu, dan penyusunan laporan. Untuk presentasi dibutuhkan persiapan mental dan latihan kolektif. Kesulitan pengumpulan informasi, kesulitan pengeditan, penulisan, dan evaluasi. Apalagi disertai presentasi.
20 hari untuk survey, 1-2 bulan untuk pembuatan video dan karya ilmiah
Agar peserta didik serius dalam mengerjakan PR dan tugas serta mengumpulkan tepat waktu, bisa diaplikasikan sistem sanksi tertentu seperti pengurangan nilai bagi yang terlambat. Untuk variasi PR dan tugas bisa dilakukan dengan cara-cara berikut: o PR berupa hitungan dan evaluasi diberikan secara intensif dengan pembatasan waktu yang jelas. Maksimal PR per minggu untuk ini adalah 5-6. o Tugas bisa dikaitkan dengan kunjungan yang menyenangkan ke tempat-tempat yang dekat dan juga berguna bagi mereka seperti kantor pos. o Untuk para siswa yang tertarik dengan teknologi saat ini, bisa diberikan tugas yang berkaitan dengan komputer/laptop. o Jenis tugas tidak terikat berupa karya tulis saja,misalnya bisa dengan membuat scrapbook untuk pelajaran seni dan Bahasa Inggris, Desain web, Membuat video lagu untuk musik, dll. Fieldtrip yang membosankan. Hal ini disebabkan karena umunya sekolah hanya mengunjungi museum, kebun binatang, dan pabrik-pabrik. Hal yang lebih memilukan adalah pada fieldtrip, ruangan yang kebanyakan disajikan untuk siswa hanyalah studio tonton. Sekolah harusnya memperbanyak fieldtrip ke tempat di mana anak-anak dapat mempraktikkan dan melihat langsung proses-proses pekerjaan tertentu. Alternatif yang bisa dipilih adalah sanggar-sanggar, observatorium, Desa Wisata, laboratorium, taman buah,dll. Aktivitas saat mengunjungi museum bisa divariasikan juga, bukan hanya mencatat melulu. Bisa juga dengan melaksanakan quest-quest tertentu, aktivitas kepramukaan, aktivitas pengumpulan stempel dan berpetualang di daerah fieldtrip itu. Ekstrakurikuler yang inovatif,menarik, berguna, dan dikelola secara intensif jarang. Ekstrakurikuler kebanyakan didominasi oleh olahraga umum, padahal masih banyak jenis ekstrakurikuler yang bisa dilakukan.
22 Ada beberapa aktivitas lain yang bisa dilakukan selain itu. Bisa berupa kunjungan ke tempat-tempat kerja tertentu, konser, acara menyablon/membatik untuk memperingati hari-hari raya,live in,kemah bersama, lomba-lomba, dan pendidikan berkualitas non-akademis bersponsor lainnya. Untuk waktu lomba bisa disesuaikan dengan hari raya, misalnya sebelum atau sesudahnya. Acara membatik, konser, ekspo, dll. bisa dilaksanakan pada akhir semester. Kunjungan ke tempat-tempat kerja pada fieldtrip, setelah ulangan umum. Sedangkan live in dan kemah bersama bisa dilaksanakan pada akhir tahun.
23
24
3.2 SARAN
Sudah banyak dibahas bahwa kesuksesan adalah dambaan setiap orang. Namun, untuk mencapainya diperlukan usaha. Ternyata, usaha yang dilakukan masih menghadapi banyak kendala. Menyadari kendala itu, disusunlah karya ilmiah ini. Semua argumentasi dan cara-cara sudah disampaikan. Sekarang adalah bagaimana kesungguhan kita yang akan mendorong kesungguhan anak untuk menjadi manusia yang sukses dan berkualitas itu. Mengetahui keterbatasan, sudah seharusnya kita berusaha memperbaikinya. Apalagi, sudah ada solusi-solusi, sisanya diserahkan kepada kita. Kita dapat memperbaiki dan merenovasi kegagalan-kegagalan secara bertahap dan pada akhirnya menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang memiliki semua kualitas. Solusi yang tersedia masih mungkin dikembangkan seiring dengan bertambahnya dan berubahnya masalah yang dihadapi. Diharapkan semua hal yang disampaikan penulis bermanfaat dan pada akhirnya memajukan negara Indonesia dengan sumber daya manusia yang pintar, berakhlak, dan berjiwa kebangsaan.
25