You are on page 1of 25

KARYA ILMIAH

MANUSIA SUKSES DAN BERKUALITAS DIAWALI DARI SEKOLAH YANG IDEAL

SMP MARSUDIRINI
JL. DEWI SARTIKA N0 186A JAKARTA TIMUR

2013

KATA PENGANTAR
Indonesia memang masih tertinggal dalam bidang pendidikan bila dibandingkan dengan negaranegara lain. Di dunia, Indonesia masih menduduki peringkat ke-69 menurut EDI UNESCO 2008 dalam kualitas pendidikan. Di samping peranan pemerintah dalam memajukan pendidikan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, ternyata masih banyak kendala yang dialami oleh lembaga kependidikan dalam mengupayakan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Kita tentu tidak bisa menutup mata begitu saja. Masalah ini akan menjadi berlarut-larut dan berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang rendah. Padahal, merekalah yang akan menjadi penerus dan pemimpin negara ini. Selain itu, hal ini juga merugikan bagi orang tua peserta didik yang bekerja keras demi menyekolahkan anak-anaknya. Keprihatinan atas lemahnya sistem pendidikan dan tidak efektifnya kurikulum di Indonesia inilah yang lantas membuat penulis menulis karya ilmiah ini. Diharapkan, generasi muda Indonesia akan terus berkembang dan maju di masa mendatang. Karya ilmiah ini ditujukan untuk dibaca semua orang, pemerhati pendidikan, pemerintah, pihak sekolah, guru, dan juga teman-teman terkasih yang ingin menjadi sukses setelah bersekolah sekian lama. Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis ingin berterimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kesempatan yang diberikan olehnya, penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Selain itu, penulis juga berterimakasih kepada rekan-rekan yang senantiasa mendukung penulis, kepada Pak Doni yang membimbing, memberi masukan, dan ide-ide yang berharga, serta kepada orang-orang terdekat penulis yang telah memfasilitasi, memberi acuan, dan mendoakan keberhasilan penulis. Akhir kata, penulis mohon maaf atas kekurangan yang ada. Diharapkan agar para pembaca yang budiman dapat memetik manfaat dan buah-buah kesuksesan di masa depan dengan sistem pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi. Jakarta, Maret 2013 Penulis

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Seperti yang kita tahu, anak-anak pada usia tertentu secara umum akan mendapatkan pendidikan akademis. Hal inilah yang menjadi tanggung jawab sekolah dan lembaga pendidikan lainnya dalam pengembangan potensi yang dimiliki anak. Namun, sekolah bukannya mengarahkan anak dalam pengembangan potensinya, malah menekan potensi tersebut. Hal inilah, yang dapat terlihat dari banyak lulusan perguruan tinggi yang menjadi pengangguran. Selesainya pendidikan akademis tidak lagi terlihat sebagai suatu kesempatan untuk mempraktikkan ilmu-ilmu serta potensi yang mereka miliki. Problematika inilah yang memunculkan pertanyaan berbagai kalangan. Terutama bagi orang tua dan anak didik. Apakah fungsi sekolah sebenarnya? Mengapa banyak lulusan perguruan tinggi yang pengagguran? Bagaimana sebaiknya kurikulum pendidikan agar anak didik mampu bersaing di dunia kerja? Terlepas dari perguruan tinggi, sekolah sebagai dasar pendidikan akademislah yang sering dipertanyakan kapasitasnya: Apakah sekolah mampu mengantar anak menuju kesuksesan? Sebenarnya, ini adalah masalah terbesar yang dihadapi pendidikan di Indonesia. Orang tua cenderung menganggap sekolah bagus akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun, kenyataan yang terjadi berupa sebaliknya. Manusia Indonesia yang berkualitas tentu akan bermanfaat bagi pembangunan Indonesia di masa depan. Namun, kesalahan dalam pendidikan dasar juga dapat menghancurkan harapan munculnya pemudapemudi berpotensi dan berkualitas. Hal ini perlu ditangani. Apalagi, pendidikan di Indonesia memiliki kurikulum yang labil dan tidak menentu. Ketidakmenentuan ini nantinya akan mempengaruhi hasil-hasil didikan manusia Indonesia. Bagaimana bisa negara kita maju sedangkan lembaga utama penghasil manusia berbudi dan ber-ilmu malah mengalami polemik yang pelik dan berlarut-larut seperti ini? Mengetahui problematika ini, penulis pun menyusun karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini memfokuskan sistem pendidikan pada sekolah-sekolah,khususnya dari SD sampai SMA. Selain itu, dibahas berbagai masalah yang seringkali terjadi pada lembaga-lembaga tersebut dan penyelesaiannya berikut kurikulum yang cocok, bimbingan guru, dan dukungan aktivitas sekolah hingga pada akhirnya sekolah akan mampu menuntun peserta didik menuju kesuksesan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Apakah kesuksesan yang dimaksud dalam karya ilmiah ini? Apa hubungan antara kesuksesan tersebut dengan potensi anak? Bagaimana cara mengembangkan potensi anak? Bagaimana cara agar potensi anak mampu bersaing di dunia kerja? Bagaimana peran sekolah dalam pengembangan potensi itu? Bagaimana sistem pendidikan serta kurikulum di Indonesia sekarang? Apa kekurangan kurikulum dan metode pengajaran sistem pendidikan Indonesia? Mengapa sistem pendidikan di Indonesia tidak menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas? Bagaimana sebaiknya sistem pendidikan di sekolah itu?

1.3 TUJUAN
Karya ilmiah ini disusun dengan tujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia berikut melalui sistem pendidikan yang baik di sekolah serta menyadarkan semua pihak yang berkaitan akan masalah ini. Selain itu, karya ilmiah ini juga disusun dalam rangka melengkapai persyaratan mengikuti UAS 2013 SMP Marsudirini.

1.4 METODE PENGUMPULAN DATA


Data-data yang ada di karya ilmiah ini dikumpulkan dengan berbagai cara. Mulai dari membaca bukubuku, browsing internet, serta wawancara dengan narasumber yang kompeten. Informasi yang diperolah kemudian diolah dan dikembangkan demi mendukung topik karya ilmiah ini.

1.5 SISTEMATIKA PENYAJIAN


cover ..................................................................................................................................................................... 1 Kata Pengantar ..................................................................................................................................................... 2 BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................................... 3 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................................... 4 1.3 Tujuan ........................................................................................................................................................ 4 1.4 Metode Pengumpulan Data ...................................................................................................................... 4 1.5 Metode Penyajian Data ............................................................................................................................. 5 BAB II: PEMBAHASAN 2.1 Definisi Kesuksesan ................................................................................................................................... 7 2.2 Hubungan Antar Kesuksesan dan Potensi anak ........................................................................................ 7 2.3 Peran Pendidikan Akademis(sekolah) dan Hubungannya Dengan Potensi Anak ..................................... 7 2.4 Cara-Cara Mengembangkan Potensi Anak Agar Mampu Bersaing di Dunia Kerja .................................... 8 2.4.1 Pengembangan Potensi Anak Secara Individual dan Dalam Keluarga ........................................... 8 2.4.2 Pengembangan Potensi Anak Dalam Masyarakat dan Lembaga Akademis................................... 8 2.5 Sekolah yang Tidak Sukses ........................................................................................................................ 9 2.6 Sistem Pendidikan di Indonesia ................................................................................................................. 9 2.6.1 Dasar Hukum Pendidikan di Indonesia ........................................................................................... 9 2.6.2 Waktu Belajar di Indonesia............................................................................................................. 9 2.6.3 Kurikulum ..................................................................................................................................... 10 2.6.4 Semboyan Pendidikan di Indonesia.............................................................................................. 10 2.7 Kelemahan Sistem Pendidikan di Indonesia ............................................................................................ 11 2.7.1 Teori dan Praktik........................................................................................................................... 11 2.7.2 Kuantitif Lebih Penting dari Kualitif .............................................................................................. 11 2.7.3 Standardisasi Pendidikan.............................................................................................................. 11 2.7.4 Kualitas Guru di Indonesia Rendah .............................................................................................. 12 2.7.5 Anggapan Sesat Pendidikan ......................................................................................................... 12 2.7.6 Kurikulum yang Tidak Menentu ................................................................................................... 13 2.8 Manusia Lulusan Akademis Belum Tentu Berkualitas ............................................................................. 13 2.9 Perwujudan Sekolah Ideal ....................................................................................................................... 14 2.9.1Pengertian Sekolah Ideal ............................................................................................................... 14 2.9.2 Sekolah Ideal untuk Anak Didik .................................................................................................... 14 2.9.3 Sekolah Ideal Sejak Dini ................................................................................................................ 14 2.9.4 Pendidikan Agama di Sekolah Ideal .............................................................................................. 14 2.9.5 Sekolah Lapangan Kesempatan .................................................................................................... 16 2.9.6 Kompetisi Sekolah ........................................................................................................................ 16 2.9.7 Masalah kulitif dan Kuantitif ........................................................................................................ 16 2.9.8 Kerjasama yang Benar Antara Murid, Orang tua, dan Sekolah .................................................... 18 2.9.9 Standardisasi Tanpa Campur Tangan ........................................................................................... 19 2.9.10 Guru Ideal ................................................................................................................................... 19 2.9.11 Memaksimalkan Neuron-Neuron Anak ...................................................................................... 19 2.9.12 Membekali Kemampuan Sosial dan Emosional.......................................................................... 20 2.9.13 Aktivitas Sekolah Ideal ................................................................................................................ 20 2.9.14 Pengimbangan Antara Teori dan Praktik .................................................................................... 22 2.9.15 E-learning dan Pemanfaatan Teknologi ..................................................................................... 22 2.9.16 Pengembangan Bakat di Sekolah ............................................................................................... 22 2.9.17 Meningkatkan Kualitas Lainnya .................................................................................................. 23 BAB III PENUTUP 3.1Kesimpulan ....................................................................................................................................... 24

6 3.2 Saran ............................................................................................................................................................. 24 3.3 Daftar Pustaka .............................................................................................................................................. 25

Demikian bagaimana data-data yang ada disusun dan disajikan.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kesuksesan
Kesuksesan merupakan hal abstrak. Namun, dalam karya ilmiah ini maksud kesuksesan yang disebut-sebut adalah: Penggapaian/pencapaian cita-cita anak/tujuan hidup. Tumbuhnya anak-anak menjadi pribadi yang memiliki sifat-sifat sukses Menjadi manusia berkualitas, bahagia dan produktif secara ekonomi.

2.2 Hubungan Antara Kesuksesan dan Potensi Anak


Tidak dapat diragukan kembali bahwa setiap individu memiliki potensi masing-masing, terutama anak-anak. Semakin lama, anakanak akan menyadari baik minat maupun potensi mereka namun dukungan lingkungan yang tidak tepat seringkali meng- supress potensi ini. Ketika anak memiliki minat dan potensi, dia akan memiliki cita-cita. Seperti yang diungkapkan bahwa kesuksesan yang dimaksud dalam karya ilmiah ini adalah mendukung terwujudnya cita-cita anak, menjadikan anak yang memiliki sifat-sifat sukses, berkualitas, produktif, dan bahagia. Untuk mewujudkan kesuksesan itu, diperlukan penggalian serta pengembangan potensi anak tersebut. Bila potensi ini dikembangkan, maka anak-anak akan menggapai kesuksesan itu. Anak juga harus didorong untuk memiliki sikap berprestasi. Maka, dalam pengembangan potensi diri, selain lingkungan, faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya adalah: Adanya harapan yang kuat, Proses pada masa kini dan recall masa lalu yang baik. Bila anak memiliki masalah di masa lalu, harus segera diselesaikan sehingga nilai-nilai yang tertanam di bawah sadarnya tidak merusaknya di masa depan, Paradigma.

2.3 Peran Pendidikan Akademis(sekolah) dan Hubungannya Dengan Potensi Anak


Pendidikan akademis, terutama sekolah sebagai dasar ditanamkannya ilmu pada anak-anak memiliki peran yang sangat besar dalam mengembangkan potensi anak. Sekolah yang baik akan mengantarkan anak menuju cita-citanya serta mampu bersaing dalam lapangan pekerjaan. Berikut merupakan beberapa peran utama sekolah dalam mendukung potensi anak: Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah keluarga dalam upaya pengembangan potensi anak. Kerjasama antar kedua lembaga tumbuh anak-anak inilah yang nantinya akan menciptakan anak yang berkembang potensinya. Sekolah sekarang bukan merupakan lingkungan pengembang akademis saja. Di sekolah, diajarkan juga nilai-nilai luhur yang ditandai dengan pelajaran agama, PKN, dan budi pekerti. Ini menunjukkan sekolah berperan juga dalam mengembangkan emotional intelligence anak-anak bangsa sehingga pengelolaannya yang baik memungkinkan dihasilkannya pribadi-pribadi yang berkualitas. Sekolah merupakan lingkungan sosial masyarakat pertama anak. Walau tujuan utama sekolah bukanlah untuk berteman, namun hubungan sosial yang dibangun sejak dini inilah yang akan membantu anak-anak di dunia kerja yang membutuhkan kemampuan sosial(sukses secara ekonomi:produktif).

8 Sekolah merupakan tempat persiapan anak dalam menghadapi kehidupan dewasa dan dunia kerja. Sekolah ini hendaknya memberikan anak keterampilan sesuai potensi demi persiapan anak di kemudian hari, yaitu di dunia pekerjaan yang penuh persaingan. Sekolah tempat pertama anak menerima keterampilan dasar. Keterampilan dasar yang dimaksud ini sangat berpengaruh untuk mendukung anak untuk menggali potensi serta mengembangkannya. Dalam proses mengembangkan ini, anak tidak dapat melakukannya sendirian, di sinilah tugas pokok sekolah berawal. Masalah keterampilan yang diajarkan sekolah ini jugalah yang menjadi fokus prihatin penulis.

2.4 Cara-Cara Mengembangkan Potensi Anak Agar Mampu Bersaing di Dunia Kerja
Setiap orang diberi anugrah talenta dan akal budi. Namun, ketika seseorang lahir, dia tidak lebih dari makhluk tak berdaya. Manusia boleh memiliki akal namun pengetahuan diterima dari lingkungan. Anak boleh memiliki potensi, tapi tanpa bantuan sesama untuk mendukungnya anak tidak akan mampu menjadi sukses. Oleh sebab itu, berikut merupakan beberapa cara mengembangkan potensi anak.

2.4.1 Pengembangan Potensi Anak Secara Individual dan Dalam Keluarga


1. Anak harus mampu mengetahui potensinya sendiri. 2. Orang tua harus mendukung fasilitas dan pendampingan. 3. Anak harus memiliki inner motivation, bila anak memiliki masalah dalam hal ini, orang tua hendaklah mendidik dan menanamkan motivasi luar secara sepantasnya. Misalnya dengan memberi komentar dan pujian. Komentar dan pujian yang dilontarkan juga harusnya disesuaikan dengan pencapaian yang didapat anak, jangan berlebihan atau kurang. Jika berlebihan, anak-anak akan merasa dituntut untuk mencapai sesuai dengan yang dipujikan. 4. Orang tua harus sabar dan menjadi teladan bagi anak. Anak memiliki tahap yang disebut identifikasi di mana antara sikap dan tindakan akan ditiru dari orang tuanya. Orang tua yang mencontohkan hal buruk dapat menghasilkan anak yang melakukan hal sama. Orang tua yang tidak sabar akan menekan perkembangan potensi anak. Ingat, emosi dan perasaan anak masih rentan dan belum terbangun. 5. Lakukan berbagai aktivitas bersama-sama. Dengan melakukan banyak aktivitas, orang tua akan dapat menemukan potensi sesungguhnya bagi para underachiever, serta dengan adanya pendampingan secara bersama-sama, anak akan terdorong dan tergugah untuk menggali potensinya. 6. Latihan secara rutin sesuai kemampuan dan perkembangan potensi anak. Tidak boleh ada unsur paksaan karena setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda. 7. Setelah umur tertentu, anak-anak diupayakan dapat mengatur dan menemukan cara sendiri dalam mengembangkan potensinya. Kenalkan anak kepada dunia pekerjaan. 8. Kenalkan anak dengan kerjasama. Pacu anak untuk aktif, kompak, dan saling melengkapi. 9. Didik dasar-dasar budi, emosi, agama dan tata-krama.Sukses ini bukan hanya sukses dalam hal materiil tapi juga berkualitas dalam hal kehidupan sosial yang bahagia dan berbudi.

2.4.2 Pengembangan Potensi Anak Dalam Masyarakat dan Lembaga Akademis


Hal inilah yang akan dibahas di subbab 2. Sebagai fokus wujudan sekolah yang mengantar anak menuju kesuksesan. Apakah sekolah benar-benar menggali minat dan bakat anak, membantu mengembangkannya atau malah sebaliknya.

2.5 Sekolah Yang Tidak Sukses


Sekolah sebagai pembina akademis anak, yang juga bertanggung jawab sebagian dalam mendidik budi pekerti anak menunjukkan banyak kegagalan atau dapat disebut sekolah yang tidak sukses. Beberapa bukti yang menunjukkan sekolah tidak sukses mengembangkan potensi serta penanaman budi bagi anak didiknya adalah: Lulusan SMA/ Perguruan tinggi yang tak mampu berasaing dalam dunia kerja, Mahasiswa dan pelajar SMP/SMA yang tawuran, Penggunaan narkoba, rokok, dan minuman beralkohol di kalangan pelajar, Seks bebas di kalangan pelajar, Kemampuan membaca dan menulis pelajar yang masih di bawah rata-rata. Masalah seperti ini umumnya muncul di semua kalangan, namun kebanyakan terjadi pada sekolahsekolah negeri. Hal ini mestinya menjadi perhatian pemerintah untuk meningkatkan kualitas sekolah-sekolah ini. Terlepas dari itu, dapat disimpulkan bahwa sekolah telah gagal menanamkan ilmu.

2.6 Sistem Pendidikan di Indonesia


Dilihat dari sejarahnya, pendidikan Indonesia masih termasuk terbelakang dan menggunakan metode lama. Perubahan yang terjadi juga tidak banyak dan tidak membantu dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia.

2.6.1 Dasar Hukum Pendidikan di Indonesia


Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Kemdiknas), dahulu bernama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Depdikbud). Di Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_di_Indonesia)

2.6.2 Waktu Belajar Di Sekolah


Sebagian besar sekolah di Indonesia memulai tahun pelajarannya pada bulan Juli. Satu tahun pelajaran dibagi ke dalam dua semester. Semester ganjil dimulai dari Juli sampai dengan Desember dan semester genap dari Januari sampai dengan Juni. Waktu masuk sekolah standar pemerintah DKI Jakarta di Indonesia sangatlah pagi, yaitu sekitar pukul 06.30. Hari belajar efektif di Indonesia ada 220 hari dalam setahun.

JENJANG
SD SMP SMA

Lama waktu(menit) tiap jam pelajaran 40 45 50

10

2.6.3 Kurikulum
Kurikulum yang saat ini (2013) digunakan di Indonesia adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi. Mengenai Kurikulum baru yang dicanangkan, kita belum bisa beri kepastian. Namun, karya ilmiah ini meninjau dari kurikulum yang masih berlangsung. Di karya ilmiah ini, akan dibahas mengenai kurikulum yang mungkin cocok dan dapat dikembangkan demi mewujudkan sekolah yang mengantar anak menuju kesuksesan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2006. Walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat: kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Tingkat_Satuan_Pendidikan)

2.6.4 Semboyan Pendidikan Indonesia


Semboyan pendidikan di Indonesia sangatlah bagus. Semboyan ini dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia. Berikut adalah semboyannya: Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan. Bila semboyan ini diterapkan dengan baik, tentulah sekolah dapat menghasilkan cendekiawan-cendekiawan muda berbudi.

11

2.7 Kelemahan Sistem Pendidikan Indonesia


Meskipun sudah sedemikian rupa disusun sistem pendidikan Indonesia, namun sistem ini masih mengalami kegagalan/ tidak sukses. Apa penyebabnya? Berdasarkan pengamatan saya ada beberapa kelemahan yaitu: Pendidikan di Indonesia lebih menekankan teori daripada praktik. Pendidikan di Indonesia lebih menekankan kuantitif daripada kualitif. Standardisasi pendidikan. Kualitas guru di Indonesia masih sangat rendah. Anggapan-anggapan pendidikan yang sesat. Kurikulum yang tidak menentu.

2.7.1 Teori dan Praktik


Seperti yang kita ketahui, sekolah merupakan tempat di mana anak menyiapkan diri untuk masa dewasa dan bersaing di dunia kerja. Namun, kecenderungan pendidikan Indonesia hanyalah mengajarkan teori-teori dibanding praktik-praktik yang berguna untuk keterampilan masa depan anak. Kurikulum yang ada harusnya mampu menjadi acuan bagi pengembangan keterampilan namun Praktik-praktik yang dilaksanakan di sekolah sifatnya terbatas dan hanya mengembangkan di bidang itu-itu saja. Bisa dibilang, praktik-praktik ini tidak mendidik keterampilan berkarya dan meng-supress potensi anak. Praktik yang dilaksanakan di sekolah harusnya menjadi tempat anak untuk bereksperimen atau setidaknya menjadi dasar untuk karya dan keterampilan anak berikutnya. Hal itu terlihat tidak mungkin dengan waktu praktik yang sangat sedikit sekali.

2.7.2 Kuantitif Lebih Penting Dari Kualitif


Kualitas memang sesuatu yang sulit untuk dinilai secara objektif karena hal itu tergantung pada individu masing-masing anak. Karena itulah, dilakukan evaluasi-evaluasi tertentu untuk menentukan kemampuan yang dimiliki anak dan apakah anak itu menangkap apa yang diajarkan. Satu kekurangan, penilaian kuantitif lebih mudah diberikan kepada evaluasi teori, sedangkan kualitas yang sebenarnya ditangkap anak tidak dapat diketahui. Kecenderungan lainnya adalah kebanyakan materi teori itu menghafal. Anak yang mempunyai kemampuan hafalan yang kuat akan sering mendapat nilai bagus, namun anak yang mempunyai kekuatan hafalan yang lemah akan terus menerus mendapat nilai yang jelek. Untuk mata pelajaran seperti matematika, penilaian kuantitif memang sangat dibutuhkan. Tapi, hal ini bukan menjadi acuan bahwa kemampuan anak tuntas sampai di situ. Masih ada satu kemungkinan lagi yang menunjukkan lemahnya pendidikan Indonesia, yaitu proses ulangan. Banyak peserta didik yang mempunyai kecenderungan belajar, ingat, nilai bagus, dan lupa. Akhirnya peserta didik tidak mendapat ilmu itu sendiri melainkan hanya nilai-nilai. Dari sini terlihat, peserta didik lupa tujuan sekolah mereka sehingga yang dipentingkan bukan kualitif tapi kuantitif. Ini adalah keprihatinan bagi sistem pendidikan kita.

2.7.3 Standardisasi Pendidikan


Awalnya, memang tidak ada yang salah dengan standard pendidikan. Ini merupakan kunci dan acuan bagi sekolah-sekolah untuk menghasilkan manusia Indonesia dengan standar tertentu. Namun, sekali lagi terlihat bahwa penerapannya bukannya menghasilkan sistem pendidikan yang baik malah membuat kebingungan pendidikan nasional. Dengan ditentukannya waktu-waktu untuk ujian sekolah dan praktik, malah menyebabkan terburuburunya sekolah untuk melaksanakan kegiatannya. Sekolah menjadi tidak efektif dan efisien. Apalagi, sekolah di Indonesia kebanyakan diwarnai oleh sekolah swasta. Masalah yang sering terjadi adalah sekolah swasta biasanya memiliki yayasan tertentu yang kebanyakan berasal dari lingkup keagamaan tertentu. Dengan

12 diaturnya waktu-waktu ujian sekolah dan praktik, bentrok dengan hari suci keagamaan tertentu(yang tidak termasuk sebagai hari besar) tak dapat terlewatkan. Sikap ini malah membuat tidak optimalnya baik pendidikan akademis maupun kehidupan religius. Misalnya, pada jadwal US untuk semua siswa SMP se-DKI yang ditetapkan dinas pendidikan, yaitu tanggal 18-22 Maret 2012. Hal ini membuat sekolah-sekolah harus menjadwal ulang UAS dan UTS. Sebagai hasil yang terjadi pada SMP Marsudirini Cawang, jadwal UAS dan UTS menjadi tidak karuan. Pada 11-15 Maret, UTS dan UAS dilaksanakan dengan 2 mata pelajaran per hari. Namun, mata pelajaran yang diujikan lebih dari 8(dikurang hari libur pada selasa, 13 Maret 2013). Oleh karena itu, UAS dan UTS dilanjutkan pada 25-26 Maret 2013. Hal ini sangat membingungkan dan memprihatinkan. Masalah lain akibat standardisasi ini adalah tekanan dan tuntutan. Hal ini bukan berkaitan mengenai hasil kuantitif melainkan ketegangan yang dialami anak. Ketika peserta didik mengalami standardisasi(baca: ujian), jadwal pada bulan-bulan tertentu akan sangat padat. Contohnya saja pada peserta didik dan UN 2013 di SMP Marsudirini. Bulan Maret, mereka akan menghadapi ujian sekolah, ulangan akhir semester, dan ujian praktik yang berarti tidak ada waktu luang. Walau, peserta didik tidak semuanya anak-anak, kebanyakan peserta didik yang bersekolah baru dalam masa peralihan menuju kedewasaan. Maka, emosi mereka mudah terganggu. Tekanan dan stress sangat mungkin terjadi. Menurut Hukum Rimm #5, anak-anak merasakan lebih banyak ketegangan sewaktu mereka mengkhawatirkan pekerjaan daripada saat mereka melakukan pekerjaan itu. Dapat disimpulkan, penataan waktu terburu-buru seperti malah tidak memberikan hasil optimal yang menunjukkan kemampuan anak. Lingkungan kompetisi yang dimaksud oleh pemerintah pun malah tidak terbentuk karena masalah psikosomatis ini. Apalagi, pemerintah tidak mencangkup kurikulum yang jelas untuk membantu peserta didik untuk mengatasi pergolakan emosi pada remaja. Sekolah pasti pernah memberikan pendidikan ini, namun dapat terlihat dari pelaksanaannya yang tidak begitu intesif. Walaupun demikian, bagi anak yang pintar emosinya, hal seperti ini adalah tantangan untuk lebih baik lagi.

2.7.4 Kualitas Guru di Indonesia Rendah


Di Indonesia, kesejahteraan guru-guru memang sangatlah rendah.Namun, kualitas guru itu juga tidak kalah rendahnnya dengan kesejahteraannya. Guru memang tidak terlihat begitu penting, tapi guru yang baik memberi motivasi dan ilmu yang nantinya akan berguna bagi kehidupan anak didik tersebut. Bagaimana bisa seorang guru memberi ilmu bila guru itu tidak dilengkapi dengan ilmu? Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 adalah sebagai berikut SD sebesar 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), SMP sebesar 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), SMA sebesar 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta). Selain itu, guru-guru Indonesia juga jarang yang berpendidikan tinggi. Terlepas dari itu, yang terpenting adalah guru yang mampu mengajar dan menciptakan fun-learning. Guru yang berkualitas juga harusnya dapat menanamkan nilai moral dan motivasi bagi peserta didik. Yang memprihatinkan adalah guru-guru yang seperti di atas sangat jarang ditemukan di Indonesia.

2.7.5 Anggapan Sesat di Pendidikan


Beberapa anggapan sesat mengenai pendidikan di Indonesia turut mendukung bahwa pendidikan Indonesia yang lemah tidak mampu memberi pemahaman yang searah kepada orang tua, guru, dan murid. Salah satu pemahaman yang sering dianggap benar adalah anak akan semakin pintar bila waktu belajarnya bertambah dalam artian waktu masuk sekolah lebih lama. Memang benar, dengan semakin sedikitnya waktu belajar, makin banyak pelajaran yang tertinggal. Namun, sekali lagi terbukti bahwa teori lebih ditekankan dalam pendidikan di Indonesia. Dengan banyaknya hari dalam setahun untuk KBM, belum menjadikan seluruh bangsa Indonesia cerdas walalupun sudah sekolah. Sedangkan, Finlandia sebagai negara pertama akan kualitas pendidikannya

13 menurut EDI UNESCO 2008, memiliki hari KBM yang lebih sedikit dari Indonesia.(Finlandia 190 hari, Indonesia 220 hari). Hal ini disebabkan karena Finlandia tidak hanya memfokuskan pada pelajaran tapi juga perkembangan anak didik. Anak didik kebanyakan tergolong sebagai penduduk muda dan pantas mendapatkan kebebasan. Tekanan berlebihan dikhawatirkan malah menghilangkan potensi sumber daya manusia yang berkualitas itu.

2.7.6 Kurikulum yang tidak menentu


Sejak Indonesia merdeka, kurikulum telah diganti sesuai kebutuhan sebanyak 8 kali. Pergantian ini sebenarnya bukanlah hal yang buruk, tapi interval yang tidak pasti dalam perevisian menunjukkan ketidakteraturan. Berikut merupakan ke-8 kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia: Rencana pelajaran 1947 Rencana Pelajaran Terurai 1952 Kurikulum 1968 Kurikulum 1975 Kurikulum 1984 Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 Kurikulum 2004 KTSP 2006 Secara keseluruhan, setiap kurikulum berfungsi untuk melengkapi dan menambal kekurangan dari kurikulum sebelumnya. Tapi, tambal-menambal ini kadang bersifat ekstrim.Perubahan ini tentu akan memberi kebingungan bagi siswa didik. Apalagi,peralihan diadakan secara cepat dan jarang bertahap. Program-program baru diberikan secara menyeluruh dan terkesan seperti eksperimen bukan acuan standar pendidikan yang default. Pada tahun 2013, akan segera diluncurkan kurikulum baru di mana akan terjadi perubahan besarbesaran yang menuai kontra karena keburu-buruan dan ketidakmatangan program. Tidak ada salahnya untuk berubah, tapi revolusi pendidikan tidak mungkin terjadi dalam waktu satu tahun walau revousi berarti perubahan yang cepat. Perubahan yang terlalu cepat dan tidak matang malah akan menurunkan kualitas pendidikan Indonesia. Masalah kurikulum ini hendaknya diperhatikan pemerintah karena negara yang bertujuan mencerdaskan kehidupan berbangsa bertanggung jawab akan cerdasnya bangsa itu beserta lembaganya. Telah diurai beberapa alasan lemahnya sistem pendidikan kita tanpa menutupi alasan utamanya adalah ketidaktegasan penerapan serta lembaga pendidikan yang kurang mampu mengembangkan tujuan dan fungsi yang diembannya. Alasan lain dari kelemahan ini adalah sejak awal sekolah telah gagal menanamkan metode learning is fun sehingga kesadaran anak untuk belajar sangatlah rendah.

2.8 Manusia Lulusan Akademis Belum Tentu Berkualitas


Kualitas yang kita bicarakan berkali-kali di sini jelas-jelas terkait dengan kesuksesan. Kualitas yang dimaksud yaitu: Kualitas diri Kualitas diri meliputi bagaimana cara kita hidup, menjaga kesehatan raga, jasmani dan keunikankeunikan serta muta-mutu baik dan unik yang hanya dimiliki oleh diri individu tertentu. Kualitas intelektual dan emosi Kualitas yang menyangkut IQ(intelligence quotient) dan EI(Emotional Intelligence), bakat-bakat, serta potensi diri yang memiliki kemampuan untuk mencapai sesuatu/cita. Kualitas religi

14 Manusia tidak berarti bila kualitas ini hilang. Manusia yang memiliki orientasi kepada Tuhan, bermoral, dan bertata-krama merupakan mutu terpenting yang memanusiakan manusia. Keterbatasan manusia seharusnya menyadarkan manusia akan pentingnya memiliki iman. Lembaga akademis yang berorientasi mendidik seharusnya mampu menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki ketiga kualitas ini sesuai dengan perannya yang bukan hanya mengembangkan manusia yang pintar namun juga berakhlak. Sayangnya, lembaga akademis seperti sekolah tidak berhasil mengembangkan kualitas-kualitas ini.

2.9 Perwujudan Sekolah Ideal


Berikut merupakan fokus karya ilmiah ini.

2.9.1 Pengertian Sekolah Ideal


Sekolah ideal yang dimaksud dalam karya ilmiah ini adalah sekolah yang mampu menghasilkan manusia yang sukses dan berkualitas.

2.9.2 Sekolah Ideal Untuk Anak Didik


Sekolah ideal inilah tentu yang didamba-dambakan semua orang tua. Sekolah ideal ini diharapkan mampu melakukan pendekatan kepada anak. Perlu ditekankan bahwa pewujudan sekolah ideal ini memerlukan kerjasama antara orangtua, pemerintah, dan siswa sendiri. Selain itu, penulisan karya ilmiah ini dimaksudkan untuk peningkatan kualitas sekolah bukan peningkatan kualitas pendidikan secara menyeluruh. Fokusnya adalah para anak-anak yang lulus dari sekolah/secara akademis namun tidak menjadi manusia yang sukses dan berkualitas.

2.9.3 Sekolah Ideal Sejak Dini


Sekolah ideal bisa diwujudkan sejak dini, yaitu masa prasekolah dan masa TK/playgroup. Dari kegiatan-kegiatan bersama ini, sebenarnya sudah mengasah neuron-neuron otak anak yang nantinya dapat mengembangkan bakat dan potensi anak. Untuk sekolah ideal sejak dini, dapat diupayakan beberapa hal untuk mengembangkan potensi anak, yaitu: Penggalian potensi anak. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan menyenangkan seperti membacakan cerita kepada anak, bermain lego, menari bersama, menyanyi bersama, bermain masak-masakan, dll. Pengecekan bakat. Misalnya, dengan pengecekan sidik jari. Pengembangan awal. Mengetahui bakat dan potensi anak,anak diperkenalkan dengan bakat dan pekerjaan yang berkaitan dengan bakat tersebut. Pada umur 2-7 tahun, anak-anak akan sangat ingin tahu. Sekolah sebisa mungkin membantu anak untuk mencari tahu hal-hal yang ingin anak ini tahu. Dari sini, minat anak akan berkembang. Anak pun mulai tertarik untuk mengembangkan bakatnya sendiri. Pendekatan emosional. Masa kecil adalah masa terbaik untuk anak mengembangkan kecerdasan emosionalnya. Pada masa ini, hendaknya sekolah menekankan sikap-sikap disiplin, sosialis, dan nilainilai moral. Nilai agama juga baik diperkenalkan secara perlahan-lahan. Mengenai bakat dan kecerdasan, ada beberapa kecerdasan yang bisa diobservasi sejak dini dan berbagai hal yang bisa dilakukan sekolah dan para orang tua untuk mengembangkannya. Berikut daftarnya:

15 Kecerdasan logika matematika, ini merupakan kemampuan anak dalam berfikir logis dan sistematis. Mereka cenderung senang berhitung, membuat perencanaan, memecahkan masalah secara logis dan suka bereksperimen. Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Memberikan dan mengajarkan soal-soal matematika. o Membuat jadwal belajar dan harian anak-anak, daftar boneka yang dimiliki, dll. o Mengadakan eksperimen kecil-kecilan. o Bermain tebak-tebakan. Kecerdasan visual spasial, ini adalah kemampuan memahami hubungan visual dan spasial dengan akurat. Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Mainkan Pictionary, tic-tac-toe tiga dimensi, atau permainan berfikir visual lainnya. o Mainkan puzzle, kubus Rubik, rumah sesat, atau teka-teki visual lainnya. o Ajak anak untuk mendesain dan menggambar. o Ajak anak untuk mendekorasi ruangan kelas. Kecerdasan musikal, yakni kemampuan untuk memahami, menikmati dan mengapresiasi musik . Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Menyanyi bersama. o Bermain alat musik, bisa dimulai dengan alat musik ritmis. o Mendengar lagu-lagu. Kecerdasan interpersonal, dalam hal ini anak akan menunjukkan kemampuannya dalam berhubungan sosial yang baik dengan orang lain. Ini akan terlihat dari kemampuan komunikasi yang baik, menikmati berkumpul atau beraktivitas dengan orang banyak dan mudah bergaul. Berbagai cara mengembangkannya adala o Bermain bersama-sama. o Membuat drama kecil-kecilan. Kecerdasan intrapersonal, yakni kemampuan untuk memahami diri sendiri. Mereka lebih nyaman berpikir dan mengambil keputusan sendiri, serta mengenal kelebihan dan kekurangan dirinya dengan baik. Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Mengajak anak mengarang cerita atau membuat catatan harian (diary). o Memberi anak kesempatan untuk bercerita mengenai dirinya. Kecerdasan kinestetik, adalah kemampuan menggunakan gerakan untuk mengekspersikan ide atau perasaannya. Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Senam dan berolahraga bersama. o Belajar menari. Kecerdasan naturalis, yakni kemampuan untuk mengenal dan memahami alam sekitar. Kecerdasan naturalis ini biasanya anak akan peduli dengan lingkungan, senang memelihara binatang atau tanaman dan tertarik pada permasalahan sosial. Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Mengajak anak berkebun. o Kunjungan ke kebun binatang. Kecerdasan linguistik,yakni kecerdasan berbahasa. Berbagai cara mengembangkannya adalah: o Bermain scrabble. o Membiarkan anak bercerita dan memancing anak untuk menceritakan pengalamannya. Setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda namun cara-cara mengembangkan kecerdasan anak-anak ini dapat dilakukan bersama-sama bagi semua anak didik. Dengan ini, semua anak punya kesempatan mencoba dan berlatih serta menggali potensi lainnya. Jangan lupa hal ini harus disertai dengan waktu reses/istirahat dan permainan. Jangan terlalu berat menekankan aktivitas itu secara terus-menerus namun bertahap. Misalnya, 1 kegiatan dilakukan tiap bulan, kemudian menjadi 2 minggu sekali.

2.9.4 Pendidikan Agama di Sekolah Ideal


Di sekolah, biasanya disertakanpendidikan agama. Namun, mengapa masih sering terjadi tawuran, remaja yang tidak religius dan kenakalan anak-anak lainnya walau sudah diajarkan pelajaran agama?

16 Alasannya adalah yang seringkali diajarkan dalam pendidikan agama adalah ritual-ritual keagamaan. Namun, pelajaran agama juga menyadari kekurangan itu dan menambahkan berbagai peristiwa relevan yang berkaitan dengan pengalaman religius. Ternyata, pendidikan teori saja tidak cukup. Pendekatan emosional untuk menanamkan kehidupan religius dan keberadaan Tuhan dalam hidupnya. Pemahaman religius tidak mudah ditanamkan sendiri oleh sekolah, oleh sebab itu sekolah harusnya melakukan kerjasama dengan orang tua. Seminar dan kesaksian juga dapat digalakkan. Bila anak memiliki masalah khusus, guru agama dan BP harus membantu dengan mengajak anak untuk sharing, berdoa, dan menanamkan kepercayaan kepada Tuhan. Namun, pengalaman religius itu tetap saja harus dirasakan sendiri. Walaupun begitu, sekolah hendaknya memberi pemahaman awal mengenai Tuhan.

2.9.5 Sekolah Lapangan Kesempatan


Pada masa sekolah, anak mulai menggali minat. Namun, anak-anak sering menganggap beberapa pelajaran pointless atau tidak relevan. Sebenarnya, awal dari masalah ini adalah kurang terbukanya pemahaman anak bahwa dengan belajar banyak hal membuka banyak kesempatan dan potensi anak. Oleh karena itu, ada baiknya bahwa pada masa-masa awal sekolah(kira-kira kelas 2 dan 3 SD), anak-anak diperkenalkan pada jenis-jenis pekerjaan dari mata pelajaran tertentu. Akan lebih baik lagi, bila sekolah mendatangkan orang-orang yang bermata pencaharian pada bidang tersebut untuk menjelaskan manfaat pelajaran yang ada. Tapi, jangan lupa juga untuk mengingatkan bahwa bila mereka tertarik dengan pekerjaan tertentu jangan sampai melupakan pelajaran lain yang mungkin kurang relevan dengan pekerjaan yang akan ditekuni. Jelaskan juga manfaat mempelajari semua mata pelajaran. Dapat juga diingatkan bahwa untuk masuk universitas bagus demi melanjutkan mimpi mereka, diperlukan nilai yang baik untuk semua pelajaran. Pengenalan sekolah sebagai lapangan kesempatan dapat dilanjutkan kembali dengan materi yang lebih berbobot di tahun-tahun pertama sekolah SMP dan SMA. Kesempatan yang diberikan sekolah juga berupa kesempatan bekarya. Sekolah diharapkan mampu memberikan fasilitas yang perlu dalam pengembangan potensi anak. Fasilitas yang dimaksud dapat berupa buku-buku, alat-alat, pendidik, orang-orang, dan kunjungan-kunjungan.

2.9.6 Kompetisi Sekolah


Kompetisi di sekolah sangatlah penting. Dalam hal ini,anak-anak akan belajar bagaimana untuk berkompetisi serta siap di dunia kerja yang penuh saingan. Bila anak-anak sudah termotivasi, ada baiknya untuk mengajarkan anak mengenai kekalahan/kegagalan. Dengan memberi pemahaman bahwa gagal tidak berarti akhir, anak akan belajar untuk gigih dan tidak pantang menyerah. Pada akhirnya anak akan menjadi pekerja keras. Beberapa cara untuk mendorong anak menjadi kompetitif, jujur, dan sportif: Mengajak anak untuk melakukan kompetisi-kompetisi. Membantu anak meningkatkan rasa percaya diri saat kompetisi. Membantu anak mengatasi kegagalan. Menjelaskan pentingnya kejujuran dalam kompetisi.

2.9.7 Masalah Kualitif dan Kuantitif


Kuantitif yang dimaksud adalah penilaian dan evaluasi melalui nilai. Hal ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang salah. Namun, banyak siswa yang menganggap hal ini malah lebih dipentingkan daripada proses pembelajaran itu. Maka dari itu, sekolah harus meningkatkan kualitas pada proses pembelajaran walau tetap menggunakan evaluasi secara kuantitif.

2.9.8 Kerjasama yang Benar Antara Sekolah, Murid, dan Orang Tua
Berikut disajikan bagan mengenai hubungan sekolah dengan orang tua yang sering terjadi di sekolahsekolah.

17

Orang Tua

1 2

SEKOLAH

Guru / wali kelas 6 5

Guru Bp 8 7

Siswa

3 4

Siswa

Hubungan yang terjadi pada bagan saat ini: 1. Memenuhi panggilan sekolah, rapat, mengambil rapot. 2. Mengundang rapat,pengambilan rapot, dan anak bermasalah. 3. Ajar mengajar, kerja kelompok. 4. Ajar mengajar, kerja kelompok. 5. Mengajar,menjelaskan, menasihati, pemberian PR,tugas, ulangan. 6. Diajar, menjawab pertanyaan guru, mengerjakan PR, tugas, ulangan. 7. Mengajar, memberi nasihat, memanggil bila bermasalah. 8. Memenuhi panggilan BP, melapor bila melanggar aturan sekolah. Hubungan yang harusnya terjadi pada bagan ini: 1. Mengajukan ide-ide dan program-program bersama sekolah, memenuhi panggilan sekolah, rapat, mengambil rapot. 2. Mengajak orang tua bekerjasama dalam proyek pengembangan siswa, Memberikan evaluasi siswa secara pribadi, mengundang rapat, pengambilan rapot, dan membicarakan masalah anak tanpa sepenuhnya menyerahkan masalah(mencari jalan bersama dalam menyelasaikan masalah anak). 3. Ajar mengajar, kerja kelompok. 4. Ajar mengajar, kerja kelompok. 5. Mengajar, menjelaskan, menasihati,menjadi sahabat anak, memberi PR,tugas, ulangan. 6. Mengajar, memberi nasihat, memberi briefing-briefing dan kegiatan untuk mengembangkan emosi anak, mendengarkan masalah anak, menjadi sahabat anak, memanggil dan bersikap perhatian bila anak memiliki masalah, mengundang psikiater untuk konsultasi masalah-masalah yang dialami anak dan mencari penyelesaian terbaik. 7. Memenuhi panggilan BP, melapor bila melanggar aturan, bekerjasama dan meminta nasihat dengan BP bila mengalami masalah. Dari sini, dilihat bahwa kesibukan orang tua akan lebih baik bila diimbangi dengan perhatian dan pembinaan di rumah. Orang tua hendaknya bersedia untuk bekerjasama dengan sekolah dalam mengadakan proyek-proyek tertentu serta mengecek masalah dan evaluasi anak di sekolah. Orang tua juga dapat melakukan konsultasi dengan sekolah mengenai masalah anak dan mencari cara menyelesaikannya. Dengan kerjasama 2 arah ini,anak akan mampu menangkap pesan searah yang diinginkan orang tua dan sekolah sehingga anak tidak menjadi bingung dan memiliki tujuan yang terarah dan jelas. Guru BP dan wali kelas serta guru-guru lain juga bisa bekerjasama dalam perencanaan proyek-proyek, penyelesaian masalah anak, serta menyampaikan pesan searah juga. Menurut Buku Why Bright Kids Get Poor

18 Grade, penyampaian pesan yang berbeda-beda kepada anak membuat anak menunjukkan sikap tidak berprestasi.

2.9.9 Standardisasi Tanpa Campur Tangan


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya mengenai masalah-masalah standardisasi yang rumit dan mengacaukan jadwal-jadwal. Oleh karena itu, menteri pendidikan dan pemerintah perlu meninjau kembali sejauh mana harusnya mereka campur tangan dalam pendidikan di sekolah. Ada beberapa hal yang bisa dan tidak bisa dilakukan pemerintah dalam hubungan intern sekolah. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut: Menetapkan Standar Kelulusan Minimal, disertai dengan pengumuman, penerimaan saran, dan penyesuaian dengan sekolah-sekolah tertentu. Memberikan dana BOS secara adil sesuai kebutuhan sekolah masing-masing, memberi pengarahan bagi sekolah-sekolah kecil, memberi bantuan dana untuk membetulkan sekolah, serta training tenaga pendidik di sekolah-sekolah tertentu. Melaksanakan hanya Ujian Nasional pada tanggal yang ditentukan. Tanggal yang ditentukan diusahakan tidak bentrok dengan hari raya, hari keagamaan, hari nasional, dan memberi waktu cukup sekolah untuk mengatur jadwal-jadwal sebelumnya. Ujian Nasional juga harus distandarkan sesuai kemampuan semua peserta didik di Indonesia sebagai obyek utama. Bila acuan standar adalah anak sekolah-sekolah internasional, sebaiknya dipertimbangkan ulang berhubungan dengan seolahsekolah di daerah terpencil yang kemungkinan kesulitan mendapatkan ilmu karena lokasi, dan biasanya diajar oleh guru-guru yang tidak terlalu tinggi juga pendidikannya. Menentukan kurikulum sebagai acuan. Perubahan terhadap kurikulum dilakukan secara bertahap, terjadwal, dan tidak terlalu ekstrim. Tentu saja hal-hal itu juga perlu dilaksanakan terkoordinasi dan menerima saran-saran dan permintaanpermintaan sekolah. Komunikasi dan perhatian pemerintah mengenai jadwal-jadwal dan acara-acara sekolah harus didiskusikan bersama. Sekolah juga dibebaskan untuk aktif dalam memberi pendapat mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah ini.

2.9.10 Guru Ideal


Guru merupakan sarana utama anak-anak memperoleh ilmu di sekolah. Guru-guru yang ada di Indonesia mungkin tidak memiliki pendidikan yang sangat tinggi, tapi guru itu harus mampu mengajar, menciptakan fun-learning, mendorong anak untuk mencari ilmu bukan hanya darinya, dan menjadi sahabat anak. Guru yang ideal tidak harus memiliki pendidikan tinggi asalkan guru itu mau terus belajar dan berdedikasi pada penyampaian ilmu ke peserta didik. Guru ideal sesuai dengan semboyan pendidikan Indonesia yaitu Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani yang berarti di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan. Ada beberapa tipe guru yang harusnya ada. Seorang guru minimal menjadi 2 dari antara tipe-tipe guru ideal ini. Namun, akan lebih baik kalau seorang guru berdedikasi menjadi semua tipe ini. Berikut beberapa tipe guru tersebut: Guru sabar Tidak semua anak mudah ditangani, guru yang sabar sangat diperlukan untuk menghadapi masalah seperti ini. Apalagi guru SD dan TK. Selain sabar, mereka juga harus lembut dan menyenangkan. Bila seorang guru sabar, maka guru itu akan mampu menyampaikan ilmunya lebih baik kepada peserta didik. Guru teladan Guru bukan menasihati melulu, namun juga menjadi teladan bagi anak-anak. Bila guru menginginkan anak yang rajin dan disiplin, dia juga harus menunjukkan sikap itu. Guru yang terlalu menuntut namun tidak menunjukkan kualitas itu dalam dirinya malah menjadi bahan pembicaraan peserta didik dan pada akhirnya sikap-sikap positif yang diinginkan tumbuh dalam peserta didik akan hilang

19 dan sikap kontraslah yang muncul. Teladan ini diperlukan karena seumur hidupnya, manusia akan melakukan identifikasi dengan lingkungan sesuai dan beradaptasi sesuai apa adanya lingkungan itu walau banyak juga nilai-nilai negatif yang tercermin dari lingkungan itu. Guru tegas Guru menyenangkan boleh saja, menjadi sahabat anak juga penting. Namun, guru tidak boleh kehilangan statusnya sebagai guru. Guru harus tegas memberi batasan-batasan anak untuk bergantung kepadanya dan menjadi tegas setiap saat. Tegas bukan berarti galak namun merupakan wujud pelaksanaan hak dan kewajiban guru yang membawa anak memahami hak dan kewajibannya juga. Sikap tegas tercemin dari kedisiplinan dan keseriusan dalam mengatakan iya dan tidak. Guru jenis ini akan lebih dihormati peserta didik dan mendorongnya untuk disiplin mengerjakan tugastugasnya. Guru pendorong/pemotivasi Guru sebagai sahabat anak akan menjadi pendorong dan pemotivasi anak. Motivasi yang diberikan harusnya sesuai dengan yang dicapai/tidak dilebih-lebihkan. Guru juga jangan terlalu menunjukkan kekecewaan kepada anak ketika anak gagal. Guru pendorong/pemotivasi biasanaya akan membicarakan ini dengan anak dan memberi solusi.

Bagi guru-guru, masih banyak yang bisa dilakukan untuk berubah lebih baik lagi dan ikut berkontribusi menghasilkan generasi muda Indonesia yang sukses.

2.9.11 Memaksimalkan Neuron-Neuron Anak


Otak yang cerdas tidak ditentukan oleh banyaknya neuron. Apalagi bila seseorang sudah mencapai usia tertentu, pertumbuhan sel neuronnya akan menurun. Oleh karena itu, kecerdasan orang tidak ditentukan oleh kuantitasnya melainkan banyak keterkaitan antara neuron yang satu dengan yang lain. Pemaksimalan penggunaan otak akan mencerdaskan anak alias peserta didik. Pemaksimalan ini bertujuan juga untuk mengembangkan bakat para underachiever. Berikut beberapa cara memaksimalkan neuron-neuron anak: Melakukan brain gym. Brain gym adalah serangkaian gerak sederhana yang menyenangkan dan digunakan untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan Gerakan-gerakan Brain Gym membuat segala macam pelajaran menjadi lebih mudah, dan terutama sangat bermanfaat bagi kemampuan akademik. Salah satu contohnya adalah Gerakan Sakelar Otak. Cara untuk melakukan gerakan ini adalah dengan memijat sakelar otak (jaringan lunak di bawah tulang selangka di kiri dan kanan tulang dada) selama 20-30 detik dengan satu tangan, sementara tangan lainnya memegang atau memijat sebelah kanan dan kiri pusar. Hypnoparenting yaitu suatu metode peningkatan kualitas perilaku dan cara pandang dengan melakukan pemrograman. Hypnoparenting bermanfaat dalam memperbaiki karakter individu. Pemaksimalan neuron bisa dilakukan dengan menambah motivasi anak dan mengasah kreatiitasnya. Proses ini berhubungan dengan kemampuan identifikasi anak. Anak cenderung mengikuti hal-hal yang dilakukan orang tuanya. Orang tua bisa menjadi sarana dan contoh anak untuk melakukan hal kreatif. Cara ini bisa diaplikasikan ulang dengan permainan Ikuti Gerakan Saya/The King Say. Peserta diminta untuk mengikuti gerakan dari pemimpin permainan/melakukan yang diminta pemimpin. Gerakan-gerakan yang diminta untuk dilakukan akan meningkatkan syaraf motorik anak. Misalnya, merubah sesuatu yang harusnya dilakukan dengan gerakan tertentu dengan gerakan kontras. Bila pemimpin mengatakan ke depan,peserta harus mundur dan juga sebaliknya. Brain storming. Brainstorming adalah suatu metode untuk mengumpulkan ide dari beberapa orang demi menemukan inovasi atau menyelesaikan masalah. Brainstorming adalah salah satu aktivitas pelatihan kecerdasan tim. Brain storming juga dilakukan oleh profesional dalam rapat produk baru. Melatih kemampuan anak dengan game-game yang mendidik. Misalnya scrabble. Scrabble adalah mainan yang mengajak kitauntuk menyusun kata-kata tertentu. Skor diperoleh dari jumlah kata yang dibentuk. Pengalaman penulis menyadarkan penulis bahwa permainan ini begitu menantang dan menyenangkan. Secara tidak langsung, permainan ini melatih kreativitas, pengembangan bahasa,

20 dan kecermatan. Maka dari itu, memainkan game-game seperti ini sangatlah membantu dalam proses belajar pembendaharaan bahasa dan pemaksimalan neuron. Kapan permainan ini bisa diterapkan? Ada waktu-waktu tertentu di mana guru memberikan refreshing dengan kegiatan-kegiatan ini. Untuk murid TK

2.9.12 Membekali Kemampuan Sosial dan Emosional


Lembaga akademis seperti sekolah seringkali mengabaikan anak-anak yang memiliki masalah dalam kemampuan sosial dan emosional. Mereka tidak menyadari bahwa beberapa peserta didik lemah dalam akademis namun memiki kemampuan sosial dan emosional yang baik. Sekolah cenderung mengabaikan anak-anak yang tidak memiliki kemampuan sosial dan emosional yang baik selama anak itu memiliki nilai akademik yang di atas rata-rata. Padahal, dalam bekerja diperlukan interaksi dengan sesama. Kecerdasan pribadi bukanlah penentu keberhasilan suatu proyek. Kecerdasan tim terbukti lebih berhasil dan efisien dalam dunia kerja. Maka dari itu, ada suatu tuntutan kemampuan sosial dan emosional yang baik dari calon pekerja. Perhatian sekolah semestinya tidak terfokus pada satu bidang. Pendidikan sosial dan emosional ini sangat perlu. Berikut disajikan cara-cara yang dapat dilakukan sekolah untuk mengembangkan kecerdasan sosial dan emosional peserta didik: Melakukan konsultasi pribadi. Memberi kesempatan bagi para peserta didik untuk berteman dengan satu sama lain. Misalnya, disajikan suatu bahan pembicaraan dan para peserta didik diminta untuk membicarakannya dengan satu sama lain Mempertontonkan cara-cara berinteraksi pada peserta didik, kemudian dipilih seorang untuk mempraktikkan apa yang baru ia tonton. Melatih kecerdasan emosional dengan praktik-praktik dan contoh-contoh cara menghadapi gejolak emosi. Mendatangkan pakar dan psikiater untuk membantu pendidikan sosial dan emosional ini. Semua manusia memiliki suatu organ bernama amigdala yang terhubung dengan lobus frontal. Amigdala inilah yang mengatur emosi-emosi dan kemampuan sosial lainnya. Celakanya, amigdala ini mudah terpancing, mengingat dan me-recall emosi-emosi tertentu. Seperti yang diungkapkan Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence, homo sapiens memiliki perkembangan emosional yang masih sangat tertinggal. Teknologi maju, namun amigdala ini tidak. Kita marah, kesal, dan senang semua karena amigdala yang tidak terlatih. Amgidala ini sangat menakjubkan karena dengan cepat mengingat perasaan terhadap hal tertentu dan memunculkannya bila hal yang mirip terjadi. Oleh karena itu, belajar mengendalikan ketidakteraturan emosi ini sangat penting dalam mendukung proses sosial yang membuat manusia juga berkualitas secara emosional.

2.9.13 Aktivitas di Sekolah Ideal


Banyak aktivitas yang bisa dikembangkan di sekolah. Namun, tuntutan ketuntasan materi dan waktu yang terbatas membuat banyak aktivitas yang tidak bisa dilakukan. Untuk itu, kita bisa menggabung beberapa aktivitas secara langsung atau melakukan aktivitas di waktu alternatif. Selain itu, jika sekolah ingin menciptakan anak yang kreatif, sekolah juga harus kreatif dalam mebuat aktivitas-aktivitas itu sehingga tidak muncul kebosanan. Berikut disajikan beberapa masalah dan solusi untuk aktivitas-aktivitas umum sekolah: PR dan tugas yang banyak. Sudah disinggung bahwa anak merasa tegang sewaktu mereka mengkhawatirkan pekerjaan daripada saat mereka melakukan pekerjaan itu. PR yang terlalu banyak membuat timbulnya kemalasan. Untuk itu, guru-guru hendaknya mempertimbangkan dulu sebelum memberi PR dan tugas. PR dan tugas yang diberi bertujuan untuk mengembangkan pemahaman peserta didik terhadap suatu materi, bukan hanya untuk mengisi nilai. Oleh karena itu, PR yang

21 diberikan juga harus relevan, menyenangkan, dan terjadwal. Terjadwal yang dimaksud adalah jelas kapan harus dikumpulkan. Waktu yang tidak jelas malah membuat tidak siswa tidak teratur dalammengerjakan. Untuk membuat siswa mengerjakan PR dan tugas secara maksimal, maka harus disesuaikan dan diklasifikasikan antara tingkat kesulitan dan waktu pengerjaan. Dibawah ini adalah tabel mengenai jangka waktu pengerjaan dan jumlah tugas dan PR terhadap tingkat kesulitannya. Tugas dan PR berdasarkan tingkat kesulitan 1.Mudah : PR hitungan,evaluasi,dll. 2.Mudah sampai sedang : penulisan essai singkat, puisi, cerpen,dll. 3.Sedang: kliping/ data singkat 4.Sedang sampai agak sulit: presentasi pribadi 5.Agak sulit: presentasi kelompok, kunjungan ke tempat tertentu dan membuat laporan,dll. 6.Sulit : Survey, membuat video, karya ilmiah,dll. Lama pengerjaan 1 hari 2 hari Alasan PR yang mudah bisa diselesaikan dengan cepat serta mencegah anak-anak lupa akan PR-nya. Butuh waktu untuk berpikir dan menulis.

4 hari 1 minggu 10 sampai 15 hari

Butuh waktu untuk mencari informasi dan mengeprint. Butuh bahan dan persiapan mental. Membagi tugas, waktu, dan penyusunan laporan. Untuk presentasi dibutuhkan persiapan mental dan latihan kolektif. Kesulitan pengumpulan informasi, kesulitan pengeditan, penulisan, dan evaluasi. Apalagi disertai presentasi.

20 hari untuk survey, 1-2 bulan untuk pembuatan video dan karya ilmiah

Agar peserta didik serius dalam mengerjakan PR dan tugas serta mengumpulkan tepat waktu, bisa diaplikasikan sistem sanksi tertentu seperti pengurangan nilai bagi yang terlambat. Untuk variasi PR dan tugas bisa dilakukan dengan cara-cara berikut: o PR berupa hitungan dan evaluasi diberikan secara intensif dengan pembatasan waktu yang jelas. Maksimal PR per minggu untuk ini adalah 5-6. o Tugas bisa dikaitkan dengan kunjungan yang menyenangkan ke tempat-tempat yang dekat dan juga berguna bagi mereka seperti kantor pos. o Untuk para siswa yang tertarik dengan teknologi saat ini, bisa diberikan tugas yang berkaitan dengan komputer/laptop. o Jenis tugas tidak terikat berupa karya tulis saja,misalnya bisa dengan membuat scrapbook untuk pelajaran seni dan Bahasa Inggris, Desain web, Membuat video lagu untuk musik, dll. Fieldtrip yang membosankan. Hal ini disebabkan karena umunya sekolah hanya mengunjungi museum, kebun binatang, dan pabrik-pabrik. Hal yang lebih memilukan adalah pada fieldtrip, ruangan yang kebanyakan disajikan untuk siswa hanyalah studio tonton. Sekolah harusnya memperbanyak fieldtrip ke tempat di mana anak-anak dapat mempraktikkan dan melihat langsung proses-proses pekerjaan tertentu. Alternatif yang bisa dipilih adalah sanggar-sanggar, observatorium, Desa Wisata, laboratorium, taman buah,dll. Aktivitas saat mengunjungi museum bisa divariasikan juga, bukan hanya mencatat melulu. Bisa juga dengan melaksanakan quest-quest tertentu, aktivitas kepramukaan, aktivitas pengumpulan stempel dan berpetualang di daerah fieldtrip itu. Ekstrakurikuler yang inovatif,menarik, berguna, dan dikelola secara intensif jarang. Ekstrakurikuler kebanyakan didominasi oleh olahraga umum, padahal masih banyak jenis ekstrakurikuler yang bisa dilakukan.

22 Ada beberapa aktivitas lain yang bisa dilakukan selain itu. Bisa berupa kunjungan ke tempat-tempat kerja tertentu, konser, acara menyablon/membatik untuk memperingati hari-hari raya,live in,kemah bersama, lomba-lomba, dan pendidikan berkualitas non-akademis bersponsor lainnya. Untuk waktu lomba bisa disesuaikan dengan hari raya, misalnya sebelum atau sesudahnya. Acara membatik, konser, ekspo, dll. bisa dilaksanakan pada akhir semester. Kunjungan ke tempat-tempat kerja pada fieldtrip, setelah ulangan umum. Sedangkan live in dan kemah bersama bisa dilaksanakan pada akhir tahun.

2.9.14 Pengimbangan Antara Teori dan Praktik


Pengimbangan antara teori dan praktik bisa dilaksanakan secara terpisah atau tidak. Praktik bersama seperti percobaan di laboratorium bisa dilakukan secara terpisah. Untuk praktik biasa bisa dilaksanakan saat menjelaskan teori dengan alat peraga. Pembelajaran matematika mengenai bangun datar bisa disisipi keterampilan dasar arsitektur.

2.9.15 E-learning dan pemanfaatan teknologi


Pesatnya teknologi dapat dimanfaatkan secara positif yaitu dengan menerapkan sistem e-learning. Elearning ini bisa dilakukan sekolah secara langsung dengan mempublikasikan materi-materi dan latihanlatihan soal di website sekolah. E-learning juga bisa diterapkan dengan cara memberi peserta didik tugastugas yang berhubungan dengan komputer. Para peserta didik juga dapat berinisiatif untuk menggunakan kemajuan teknologi dengan mencari informasi dan ilmu dari internet. Sekolah dapat memacu mereka untuk pemanfaatan teknologi dengan memberi tugas-tugas yang bersifat pengetahuan umum dan tidak ada di buku teks.

2.9.16 Pengembangan Bakat di Sekolah


Pada akhirnya, sekolah menyiapkan keterampilan anak untuk bekerja. Oleh karena itu, sekolah harus bisa menjadi penyedia dan pendidik keterampilan peserta didik. Dalam pengembangan potensi, anak harus dilihat sebagai individu apa adanya bukan individu yang dituntut. Apa saja yang dapat dilakukan sekolah sebagai tempat pertama anak menerima keterampilannya? Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan: Menggiatkan dan memvariasikan berbagai kegiatan dan ekstrakurikuler. Menyisipi keterampilan-keterampilan dasar bidang pekerjaan tertentu pada pelajaran-pelajaran yang memiliki relevansi dengan pekerjaan tertentu . Memberikan arahan-arahan mengenai kursus-kursus yang berkaitan dengan pekerjaan/potensi anak. Mendatangkan ahli-ahli tertentu untuk memberi didikan dan arahan mengenai keterampilan yang dimilikinya untuk dibagikan ke para peserta didik. Mengadakan kerjasama dengan orang tua peserta didik untuk membuat proyek bersama untuk memfasilitasi anaknya. Memberi kelengkapan kepustakaan mengenai bidang yang berkaitan dengan potensi peserta didik. Penerapan dan pengembangan tetap harus dilakukan bertahap dan memerhatikan individu masingmasing.Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama antara sekolah dan orang tua karena orang tualah yang semestinya mengetahui bakat anak. Tapi, hal ini bisa juga diakali dengan melakukan tes bakat/melihat tes bakat yang pernah dilakukan anak.

23

2.9.17 Meningkatkan Kualitas Lainnya


Telah banyak dibahas berbagai cara meningkatkan kualitas intelektual peserta didik. Di sekolah diusahakan juga peningkatan kualitas diri peserta didik sehingga menjadi mandiri dan berakhlak. Pendidikan mengenai agama sudah disinggung sebelumnya. Untuk peningkatan kualitas diri ini, bisa juga dilakukan dengan menanamkan kebiasaan-kebiasaan hidup di sekolah seperti melaksanakan tugas piket, pemeriksaan kesehatan, penanaman pohon bersama, kerja bakti, senam bersama, dan meningkatkan kesadaran siswa akan pentingnya kebersihan. Perhatian dan ketegasan pihak-pihak intern sangat diperlukan dalam penanaman nilai-niai diri ini.

24

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
Banyak hal yang sebenarnya adalah tanggung jawab sekolah dan dilemparkan pada orang tua, begitu pun sebaliknya. Sekolah memiliki tanggung jawab sebagai lembaga pendidikan, namun orang tua dan lingkungan peserta didik juga penting untuk menyampaikan nilai-nilai kesuksesan. Oleh sebab itu, baik orang tua maupun sekolah harus bekerjasama menyampaikan pesan searah. Walaupun begitu, tidak berarti sekolah atau orang tua harus menggantungkan diri satu sama lain dan melupakan pentingnya meningkatkan kualitas masing-masing untuk mendidik dan mengembangkan potensi anak sehingga mereka berhasil menjadi manusia yang sukses dan berkualitas. Sekarang, kesibukan orang tua harusnya tidak menjadi penghalang untuk membuat anaknya sukses. Oleh karena itu, banyak orang tua yang mempercayakan anaknya sepenuhnya kepada lembaga akademis, sekolah. Embanan tugas sekolah sekarang adalah menjadi orang tua dan rumah kedua bagi para peserta didik. Namun, tugas yang diemban itu menciptakan asumsi yang salah,yaitu menjejalkan semua teori secara langsung tanpa melihat individu masing-masing. Selain itu, sekolah dan pemerintah cenderung meng-overdo dan overpress anak-anak. Sehingga,keinginan untuk mengembangkan potensi tidak murni dari anak-anak itu. Oleh karena itu,penulis menyusun karya ilmiah ini. Dari sini dapat disimpulkan bahwa perhatian pendidikan Indonesia masih terletak pada titik sesat. Kesesatan itu seharusnya diwaspadai dan diarahkan kepada sistem yang lebih baik. Sistem itu dapat diterapkan dengan perubahan persepsi, menjadikan sekolah sebagai lembaga yang memeran peranan dalam pengembangan bakat, keterampilan, dan kesempatan. Hubungan antara sekolah, murid, dan orang tua yang dipererat dan diperbarui juga turut mendukung usaha pemajuan pendidikan di Indonesia.

3.2 SARAN
Sudah banyak dibahas bahwa kesuksesan adalah dambaan setiap orang. Namun, untuk mencapainya diperlukan usaha. Ternyata, usaha yang dilakukan masih menghadapi banyak kendala. Menyadari kendala itu, disusunlah karya ilmiah ini. Semua argumentasi dan cara-cara sudah disampaikan. Sekarang adalah bagaimana kesungguhan kita yang akan mendorong kesungguhan anak untuk menjadi manusia yang sukses dan berkualitas itu. Mengetahui keterbatasan, sudah seharusnya kita berusaha memperbaikinya. Apalagi, sudah ada solusi-solusi, sisanya diserahkan kepada kita. Kita dapat memperbaiki dan merenovasi kegagalan-kegagalan secara bertahap dan pada akhirnya menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang memiliki semua kualitas. Solusi yang tersedia masih mungkin dikembangkan seiring dengan bertambahnya dan berubahnya masalah yang dihadapi. Diharapkan semua hal yang disampaikan penulis bermanfaat dan pada akhirnya memajukan negara Indonesia dengan sumber daya manusia yang pintar, berakhlak, dan berjiwa kebangsaan.

25

3.3 DAFTAR PUSTAKA


Eales, Connie. 1986. Mendidik Anak Berbakat. Yogyakarta: Kanisius. Goleman, Daniel. 2002. Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia. Rimm, Sylvia. 1995. Why Bright Kids Get Poor Grade. Jakarta: Gramedia. http://www.timlo.net/baca/57348/ini-dia-cara-mengetahui-bakat-anak-sejak-dini/ http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Tingkat_Satuan_Pendidikan http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_di_Indonesia http://azharmind.blogspot.com/2012/02/kualitas-pendidikan-indonesia-ranking.html http://hansenangie.blogspot.com/2011/09/brain-gym-senam-otak-dan-latihan-otak.html

You might also like