You are on page 1of 4

Akhlaq

1. Pengertian Akhlaq a.Pengertian akhlak dari segi etimologi Kata akhlak berasal dari bahasa Arab ( )bentuk jamak dari mufradnya khuluq ( )yang berarti perangai atau budi pekerti. Pendapat lain bahwa perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab, bentuk jamak dari khuluq yang artinya tabiat, budi pekerti, watak. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang merupakan sinonim untuk perkataan akhlak dikenal dengan nama kesusilaan, sopan santun, moral, dan etika. b. Pengertian akhlak dari segi terminologi Untuk memberikan gambaran pengertian akhlak dari segi istilah ini, akan dikemukakan pendapat atau pengertian akhlak dari beberapa ahli, antara lain : 1) Menurut Ibnu Maskawaih, akhlak adalah :


Sikap jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan "tanpa melalui pertimbangan (terlebih dahulu). Kata akhlak adalah bentuk jamak dari (plural) dari kata khuluq, Maskawaih memberikan pengertian khuluq sebagai berikut. Khuluq adalah : peri keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatanperbuatan tanpa dipikirkan dan diperhitungkan. Dengan kata lain, khuluq adalah mendorong timbulnya perbuatanp-perbuatan secara spontan. Peri keadaan jiwa itu dapat merupakan fitrah sejak kecil, dan dapat pula merupakan hasil latihan membiasakan diri. Berkenaan dengan pengertian khuluq yang dikemukakan Maskawaih tersebut, dapat kita peroleh kesimpulan bahwa peri keadaan jiwa yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan secara spontan itu dapat selamanya merupakan pembawaan fitrah sejak lahir, tetapi dapat diperoleh dengan latihan-latihan membiasakan diri, hingga menjadi sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan yang baik. Dengan kata lin, manusia dapat berusaha mengubah watak kejiwaan pembawaan fitrahnya yang tidak baik menjadi baik. Manusia dapat mempunyai khuluq yang bermacam-macam baik secara cepat maupun lambat.. hal ini dapat dibuktikan pada perubahan-perubahan yang dialami anak dalam masa pertumbuhannya dari satu keadaan kepada keadaan lain sesuai dengan lingkungan yang mengelilinginya dan macam pendidikan yang diperolehnya. Ibnu Maskawaih memberikan definisi tentang akhlak begini Suatu sikap mental yang mendorongnya untuk berbuat tanpa piker dan pertimbangan. Sikap jiwa tersebut terbagi menjadi dua; yang berasal dari naluri dan yang berasal dari kebiasaan dan latihan. Akhlak yang berasal dari naluri bisa diarahkan melalui pembiasaan. Oleh karena itu Ibnu Maskawaih membantah pendapat yang mengatakan, bahwa akhlak itu tidak dapat diubah. Baginya tujuan agama ialah untuk mengarahkan akhal manusia kearah akhlak yang utama. Berdasarkan ide di atas, secara tidak langsung Ibnu Maskawaih menolak pandangan orangorang Yunani yang mengatakan bahwa akhlak manusia itu tidak dapat dirubah. Bagi Ibnu Maskwaih akhlak yang tercela bisa berubah menjadi akhlak yang terpuji dengan jalan pendidikan (Tarbiyah al-Akhlak) dan latihan-latihan. Pemikiran seperti ini jelas sejalan dengan ajaran Islam karena kandungan ajaran Islam secara eksplisit telah mengisyaratkan kea rah ini dan pada hakikatnya syariat agama bertujuan untuk mengokohkan dan memperbaiki akhlak manusia. Kebenaran ini jelas tidak dapat dibantah, sedangkan akhlak atau sifat binatang saja bisa berubah dari liar menjadi jinak, apalagi akhlak manusia.

Tentang masalah baik dan buruk, Ibnu Maskawaih mengatakan, bahwa kebaikan itu ada dalam obyek, namun kebaikan yang dalam obyek itu dipandang oleh manusia dengan kacamata yang berbeda-beda (bersifat relatif). Jadi, karena perlainan alat dan cara memandang kebaikan tersebut, maka kebaikan itu menjadi banyak sebanyak cara orang memandangnya. Di antara pendapat itu ada yang mengatakan, bahwa kebaikan itu terbagi menjadi tiga macam, yaitu: sesuatu yang mulia, sesuatu yang terpuji, dan sesuatu yang bermanfaat. Sesuatu yang mulia itu dimuliakan oleh zatnya, justru itu orang yang memangkunya akan mulia pula, karena zat kemuliaan melekat pada dirinya. Sesuatu yang terpuji dianggap baik karena ia muncul dari yang baik. Demikian juga sesuatu yang memberi manfaat duanggap baik karena ia menyampaikan kepada kebaikan. Demikian salah satu sudut pandangan tentang kebaikan.

2) Pengertian Unan al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, akhlak adalah :

Akhlak pada Imam Ghazali mempunyai pengertian tersendiri dan mempunyai batas pengertiannya sendiri. Pengertian akhlak baginya mengenai cara-cara suluk, mengenai jalan mendekatkannya kepada Allah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh syariat Islam dan ahli-ahli feqah. Oleh sebab itu, beliau menggunakan banyak nama untuk akhlak itu. Kadangkadang beliau menambahnya jalan ke akhirat, sesekali menamakannya sifat-sifat hati, pada suatu tempat lain beliau menggunakan kata rahsia amal ibadat agama, bahkan pernah menggunakan sebutan budi pekerti yang baik di mana ia dijadikan nama bagi sebuah karya karangannya iaitu Akhlak al-Abrar. Sebuah karangannya yang terpenting dan masyhur diberi nama Ihya Ulumuddin iaitu Pembangkit Ilmu-ilmu Agama Akhlak ialah ungkapan tentang sikap jiwa menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan atau fikiran lebih dahulu. Dari pendapat-pendapat tersebut di atas maka diperoleh gambaran bahwa perbuatan yang merupakan manifestasi akhlak ialah apabila perbuatan tersebut dilakukan berulangkali sehingga menjadi adat kebiasaan, perbuatan dilakukan dengan kesadaran jiwa, bukan dengan paksaan atau tanpa kesengajaan. Akhlak termasuk diantara makna yang terpenting dalam hidup ini. Tingkatannya berada sesudah kepercayaan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta qadha dan qadar-Nya, juga terletak sesudah ibadah kepada Allah, menaatinya, menyerahkan diri kepada-Nya, dan beriman kepada Allah, beribadah kepada-Nya. Akhlak tidak terbatas pada hubungan antar manusia, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan segala yang terdapat dalam wujud dan kehidupan ini. Akhlak juga mengatur hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Untuk memperjelas hal yang terakhir ini maka perlu disebutkan disini bahwa akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadah, iman dan ibadah manusia tidak sempurna kecuali kalau timbul dari situ akhlak yang mulia dan mu'amalah yang baik terhadap allah dan makhluknya. Kita dapat merumuskan maksud akhlak di sisi Imam Ghazali berdasarkan kepada nama nama di atas ialah membentuk jiwa dan mengembalikannya kepada apa yang telah digariskan oleh syariat Islam sebagaimana yang telah dilalui oleh ahli-ahli mukasyafah dan ahli tasawwuf Islam serta apa yang pernah dilakukan oleh para nabi, siddiqin dan para syuhada yang soleh. Kadang-kadang Ghazali memperkuat pembahasan dan kupasannya dengan menggunakan kata-kata Ibnu Adham, Al-Tustari, Al-Muhasibi dan ahli-ahli Tasawwuf yang lain. Begitu juga tidak sedikit beliau menggunakan riwayat para nabi seperti nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Isa dan lain-lain untuk menjadi hiasan kepada huraiannya . Sebagai dasar budi pekerti manusia, Imam Ghazali memberikan tiga sebab asas iaitu tafakkur membawa erti akal, syahwat membawa erti hawa nafsu dan ghadab yang membawa erti marah. Memperbaiki budi pekerti bagi Imam Ghazali ialah menuju keseimbangan dalam menggunkan ketiga sifat asas tadi dan menyalurkan kepada perilaku atau perangai yang baik. Didakwa bahawa tidak kesemua

kelakuan yang baik itu disukai oleh manusia bahkan sebaliknya kerapkali manusia itu menggemari perbuatan yang buruk. Oleh sebab itu kadang-kadang kita terpaksa mengambil yang buruk pada anggapan manusia dan meninggalkan yang baik menurut ukuran mereka. Sebuah hadis memperingatkan tentang perkara ini iaitu bermaksud :Syurga itu diliputi dengan segala macam kebencian dan neraka itu diliputi dengan segala macam keinginan Begitu juga dengan maksud firman Allah dalam ayat 216 surah Al-Baqarah : Barangkali kamu membenci sesuatu sedangkjan yang demikian itu baik untukmu, begitu juga barangkali kamu mencintai sesuatu sedangkan yang demikian itu tidak baik untukmu Apa yang menjadi pegangan yang tegas baginya mengenai kelakuan-kelakuan (khuluk) yang baik ialah ukuran-ukuran yang telah dijelaskan oleh syariat Islam. Katanya: Ada pun budi pekerti yang baik itu dapat dicapai dengan cara menghilangkan semua adat dan kebiasaan buruk yang telah diterangkan dengan jelas satu-persatu oleh syariat. Menjauhkan diri daripadanya dengan membencinya sebagaimana seseorang itu menjauhkan dirinya daripada segala macam benda yang kotor disamping dia berusaha dengan bersungguh-sungguh membiasakan adat dan kebiasaan yang baik sehingga memberi kesan kepada jiwanya dan kemudian barulah dia merasakan nikmat dan kesenangan daripada hasil usahanya itu. Dalam kitabnya Ihya Ulumuddin dijelaskan secara lebih mendalam bahawa budi pekerti itu merupakan suatu naluri asli dalam jiwa sesorang manusia yang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakuan dengan senang dan mudah tanpa rekaan fikiran. Jika naluri tersebut melahirkan sesuatu tindakan dan kelakuan yang baik lagi terpuji menurut akal dan syariat maka ia dinamakan budi pekerti yang baik. Manakala apa yang sebaliknya di mana naluri itu melahirkan sesuatu perbuatan dan kelakuan yang jahat maka ia dinamakan budi pekerti yang buruk. Pada asasnya budi pekerti itu ialah pancaran naluri jiwa semata-mata untuk mempertahankan diri atau keinginan dalam melakukan sesuatu. Ukuran di luar jiwalah yang menentukan buruk baiknya budi pekerti manusia itu. Imam Ghazali memilih untuk ukuran ini ialah suatu ukuran yang tetap iaitu syara sebagai ukuran yang tetap dan tidak berubah-ubah. Oleh itu memperbaikkan budi pekerti mesti berlandaskan kepada kebahagian dunia dan akhirat bukannya di dunia sahaja. Sehubungan dengan ini maka pembentukan seseorang mestilah bermula daripada alam kana-kanak lagi yang ditekankan pendidikannya bukannya dilepaskan memilih sendiri haluan hidup dengan jiwanya kosong kerana ini akan merosakkan anak itu sendiri. Seterusnya Imam Ghazali berkata tentang perkara ini : Apabila jiwa seseorang telah biasa dengan merasakan yang enak-enak dan yang jahat sahaja maka sudah pasti jiwa itu tidak akan dapat nmenerima yang baik dan benar dan ia tidak dapat dikembalikan kepada keadaan yang lebih berat seperti beramal dan bersungguh. Jiwa yang tercela itu akan dimilikinya secara terus-menerus sekali pun bertentangan dengan tabiat baik manusia. Kegemaran kepada hikmah, cinta kepada Allah serta beribadat kepadaNya adalah kegemaran seperti kegemaran kepada makanan dan minuman yang berkhasiat kepada manusia sekali pun bertentangan dan menyimpang daripada kebiasaan liar seseorang manusia dan juga bertentangan dengan hawa nafsu yang telah menjadi kebiasaannya. Imam Ghazali mengakui bahawa ada manusia yang dilahirkan telah mempunyai budi pekerti yang baik sebagai fitrahnya di mana tidak memerlukan kepada pendidikan dan pengajaran seperpti Nabi Isa, Yahya dan para nabi yang lain dan ia merupakan keistemewaan. Sedangkan manusia yang lain hanya mencapai budi pekerti yang baik jika dia berusaha ke arah itu di mana hanya sedikit anak-anak yang dilahirkan dalam keadaan mereka itu benar, fasih berbicara, pemurah dan berani. Sehubungan dengan itu, jalan atau cara yang dipilih oleh Imam Ghazali dalam membentuk budi pekerti ialah dinamakan takhalluk yang bererti sentiasa mendorong jiwa itu kepada perbuatan-perbuatan yang bersesuaian dengan akhlak yang hendak dimiliki. Umpamanya sesiapa yang hendak memiliki sifat pemurah maka dia mesti sentiasa berusaha melakukan perbuatan yang bersifat pemurah seperti membelanjakan harta untuk pekerjaan yang baik sehingga menjadi suatu tabiat yang melekat pada dirinya. Perbuatan seperti ini banyak ditunjukkan oleh Imam Ghazali dalam ajarannya yang dinamakan riyadhah yang bererti latihan membiasakan diri. Oleh kerana itu, 2 bahagian penting dalam kitabnya Ihya yang perlu diperhatikan dalam usaha pembaikian budi pekerti iaitu Riyadh al-Nasyi yang bermakna latihan peribadi umum da Riyadh al-Sibyan yang bermaksud latihan budi pekerti anak-anak. Memang terlalu banyak dalam karya beliau yang menganjurkan latihan jiwa kerana menurut pendapatnya bahawa budi pekerti yang baik itu hanya dapat dicapai dengan mengerjakan

latihan dan usaha termasuk keanehan jiwa dan anggota. Beliau berkata bahawa segala sifat yang terdapat dalam hati akan mampu memberikan kesan kepada anggota badan yang zahir yang hanya bergerak sesuai dengan sifat tersebut dan sebaliknya setiap gerak-geri anggota kasar mengalihkan perasaannya sampai ke hati. Imam Ghazali berpendirian bahawa mengubahkan sesuatu budi pekerti manusia itu sangat mungkin boleh berlaku dalam pelaksanaannya sehingga budi pekerti yang baik seseorang itu dapat ditumbuhkan dengan menghilangkan sifat kejinya. Sebagai alasan, beliau mengemukakan hadis yang bermaksud : Perbaikilah akhlakmu dan menambah hujahnya bahawa jika kelakuan itu tidak mungkin mampu berubah sudah tentu nabi Muhamamd s.a.w tidak memerintahkan sebagaimana hadis tersebut. Seterusnya tiada guna lagi usaha nasihat menasihati sebagaimana tiada faedah adanya hadis yang memberi pengajaran, janji kesenangan untuk mereka yang berbuat baik dan ancaman keras bagi mereka yang berbuat jahat seperti manusia berjaya mengubah tingkahlaku binatang liar menjadi binatang jinak .

Adab Talim Mutaalim


1. Penghormatan terhadap guru Adab yang tidak boleh dilakukan terhadap guru sebagai berikut : Tidak berjalan di depan guru. Tidak menduduki tempat yang di duduki seorang guru . Tidak mendahului bicara di hadapan guru kecuali dengan izinnya. Tidak bertanya dengan pertanyaan yang membosankan guru. Tidak mengganggu istirahat guru. Tidak menyakiti hati guru. Jangan duduk terlalu dekat dengan guru. 2. Tuntunan Penuntut Ilmu Biasakan bangun malam untuk beribadah. Menjaga Wudhunya dengan Istiqomah. Belajar atau Berdzikir dipermulaan (antara Magrib dan Isya) dan akhir malam (Sahur). Perbanyak Puasa Sunnah dan menjalankan Sholat Sunnah. Memperbanyak membaca Shalawat atas Nabi Muhammad SAW. Menghadap Kiblat ketika Belajar atau Berdzikir. Memulai suatu pekerjaan hari Rabu. Biasakan bersiwak dan meminum madu. Tidak melonjorkan kaki ke depan Kiblat. Menghindarkan makan Ketumbar dan Apel Asam. Hindarkan untuk melihat salib dan membaca tulisan pada nisan. Hindarkan tidur setelah Sholat Shubuh.

You might also like