You are on page 1of 2

Teori Kualitas Hidup Pembangunan Sosial bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat (people s w ell-being).

Midgley menyebutkan bahwa kondisi sejahtera (well-being) menunjuk pada istilah k esejahteraan sosial (social welfare) yang berkonotasi pada suatu kondisi sosial di mana masalah-masalah sosial diatur, kebutuhan sosial dip enuhi dan terciptanya kesempatan sosial. (2005:21). Bukan sekedar kegiatan amal ataupun bantuan publik yang diberikan oleh pemerinta h. (2005:19). Pakar ilmu sosial mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai tinggi rendahnya t ingkat hidup pada suatu masyarakat. Oleh karenanya kemudian diciptakan suatu metode untuk dapat mengetahui indikator kesejahteraan sosial, diantaranya adalah indeks kualitas hidup secara fisik atau PQLI (Physical Qualit y of Life Index) yang diperkenalkan oleh D.M. Morris (1979), kemudian indeks kemajuan sosial (The Index of Social Progress) yang diciptakan o leh Richard Estes (1985) dan yang terbaru adalah indeks pembangunan manusia (Human Development Index) yang dikembangkan oleh Unit ed Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990. (Midgley, 2005:20). Model terakhir inilah yang menjadi populer di berbagai negara termasuk di Indone sia sebagai suatu tools untuk mengukur pembangunan manusia. Di sisi lain, tidak mudah untuk mendefinisikan kualitas hidup secara tepat. Peng ertian mengenai kualitas hidup telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun semua pengertian tersebut tergantung dari siapa yang membuatnya. Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masi ng individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapinya dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapinya dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidu pnya. Stiglitz, Sen & Fitoussi (2011:68) menyebutkan bahwa kualitas hidup adalah konse p yang lebih luas daripada produksi ekonomi dan standar hidup. Kualitas hidup mencakup sekumpulan penuh faktor-faktor yang mempengaruhi apa yan g kita hargai dalam hidup ini, melampaui sisi materialnya. Menurut Calman yang dikutip oleh Hermann (1993:14-21) dalam Silitonga (2007) men gungkapkan bahwa konsep dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan antara keinginan yang ada dibandingkan perasaan yang ada sekarang, definisi ini dikenal dengan sebutan Calman s Gap . Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui perbedaan antara perasaan yang ada de ngan keinginan yang sebenarnya, dicontohkan dengan membandingkan suatu keadaan antara dimana seseorang berada deng an di mana seseorang ingin berada . Jika perbedaan antara kedua keadaan ini lebar, ketidakcocokan ini menunjukkan ba hwa kualitas hidup seseorang tersebut rendah. Sedangkan kualitas hidup tinggi jika perbedaan yang ada antara keduanya kecil. Cella & Tulsky dalam Dimsdale (1995) menyebutkan bahwa beberapa pendekatan fenom enologi dari kualitas hidup menekankan tentang pentingnya persepsi subjektif seseorang dalam memfungsikan kemampuan mereka sendiri dan membandingka nnya dengan standar kemampuan internal yang mereka miliki agar dapat mewujudkan sesuatu menjadi lebih ideal dan sesuai dengan apa yang mereka inginka n. Hal ini sejalan dengan pendapat Campbell, dkk dalam Dimsdale (1995) yang menggar isbawahi tentang pentingnya persepsi subjektif dan penafsiran dalam pengukuran kualitas hidup. Dalam hal ini dikemukakan bahwa kualitas hidup dibentuk oleh suatu gagasan yang terdiri dari aspek kognitif dan afektif karena penilaian individu terhadap satu kondisi kognitif me mpengaruhi secara efektif dan menimbulkan reaksi terhadap kondisi emosi individu tersebut. Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam Sarafino (1994) kualitas hidup adalah tingk

atan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dapat dinilai dari tujuan hidupnya, kontro l pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup adala h penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana mereka hidup dalam kaitannya denga n tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu. ( Larasati, n.d.) Stiglitz, Sen & Fitoussi (2011:70-71) mengajukan ada tiga pendekatan konseptual untuk mengukur kualitas hidup, yaitu : Pendekatan pertama, yang dikembangkan erat dengan riset psikologis, di pijakkan pada gagasan tentang kesejahteraan subjektif. Pendekatan ini terkait er at dengan tradisi utilitarian, yang menyatakan bahwa mengupayakan manusia untuk b ahagia dan puas dengan hidup mereka merupakan tujuan universal eksistensi manusia. Pendekatan kedua berakar pada gagasan tentang kapabilitas. Pendekatan ini melihat hidup seseorang sebagai kombinasi antara berbagai kegiatan dan kediri an (functionings) dan kebebasannya untuk memilih di antara fungsi-fungsi tersebut (capabilities). Dasar pendekatan kapabilitas ini memiliki akar kuat pada ide fi losofis mengenai keadilan sosial, mencerminkan fokus pada tujuan manusia dan men ghargai kemampuan individu untuk mengejar dan merealisasikan tujuan yang dia yak ini, serta memainkan peran prinsip-prinsip etis dalam merancang masyarakat yang b aik . Pendekatan ketiga, yang dikembangkan dalam tradisi ilmu ekonomi, didas arkan pada gagasan tentang alokasi yang adil. Dasar pemikirannya, banyak ditemui dalam ilmu ekonomi kesejahteraan, adalah menimbang berbagai dimensi non-moneter kualitas hidup (melampaui barang dan jasa yang diperdagangkan di pasar) dengan suatu cara yang menghargai preferensi seseorang. Kemudian Stiglitz, Sen & Fitoussi (2011:77-98) menyebutkan ada beberapa bidang y ang terkait dengan kualitas hidup, diantaranya yaitu : kesehatan, pendidikan, ak tivitas personal, hak suara politik dan tata kelola pemerintahan, koneksi sosial , kondisi lingkungan, serta ketidakamanan pribadi. Karena penelitian ini terkait dengan pendidikan maka penulis hanya akan membahas pendidikan. Lebih lanjut terkait pendidikan, Stiglitz, Sen & Fitoussi mengatakan bahwa pendi dikan penting bagi kualitas hidup, terlepas dampaknya pada pendapatan dan produk tivitas masyarakat, dimana masyarakat yang lebih terdidik pada umumnya memiliki status kesehatan yang lebih baik, pengangguran yang lebih sedikit, koneksi sosia l yang lebih banyak, dan keterlibatan yang lebih besar dalam kehidupan sipil dan politik. (2011:80-81) Indikator pendidikan yang tersedia sekarang meliputi beragam bidang. Beberapa me ngacu pada input (tingkat pendaftaran sekolah, anggaran pendidikan, dan sumber d aya sekolah), sementara yang lain mengacu pada throughput dan output (tingkat ke lulusan, lamanya tahun bersekolah, pengukuran berbasis tes standar atas tingkat melek huruf dan melek angka). Mana di antara indikator-indikator ini yang yang l ebih relevan bergantung pada taraf pembangunan suatu negara dan pada tujuan pros es evaluasi itu sendiri. (2011:81) Sebagian indikator yang paling relevan untuk mengkaji dampak pendidikan terhadap kualitas hidup adalah ukuran kompetensi seseorang, yang mengukur pendidikan dan outcome lain yang penting bagi kualitas hidup di tingkat individu. (2011:82)

You might also like