You are on page 1of 58

I.

PENDAHULUAAN

1.1. Definisi Metalurgi adalah sain dan teknologi logam. Metalurgi merupakan cakupan praktek dan sain dari; 1) Pengambilan logam dari bijihnya; 2) Pemurnian logam dari oksida-, sulfidanya; 3) Produksi paduan dan meneliti konstitusinya, strukturnya, dan sifat-sifatnya; 4) hubungan sifat-sifat fisik dan mekanik tehadap perlakuan thermal dan thermo mekanik dari logam dan paduannya.

Hal penting yang perlu diingat dalam mempelajari Metalurgi, bahwa hamper tidak ditemui suatu objek dalam keihidupan sehari-hari yangtidak memerlukan logam untuk membuanya. Perkakas dan Mesin-mesin, dari mesin ketik sampai mesin mobil, dari jam yang kecil sampai pesawat ruang angkasa, semua objek tersebu sebagian besar terbuat dari logam.

1.2. Sejarah Metalurgi Sejak zaman pra-sejarah, perang antar suku disebabkan memperebutkan tambang dan deposit logam. Disebabkan emas ditemukan dalam keadaan murni alam, maka logam emas adalah yang pertama sekali digunakan oleh manusia, tembaga adalh berikutnya. Lagenda cina (2800 B.C) menyebutkan bahwa kekaisaran cina Shen Nung telah menemukan preses pencairan logam.

1.3. Klasifikasi Metalurgi Bidang Metalurgi dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok utama: a. Metalurgi Ekstraktif atau metalurgi kimia

Ekstraktif metalurgi menyangkut liberasi logam melalui bermacam-macam proses kimia dari bijihnya sehingga diperoleh logam. Metalurgi ekstraktif juga dirubah dengan pemurnian logam menjadi logam murni bahan industri. Metalurgi ekstraktif meliputi penambangan, ekstaksi, pemurnian logam dan paduannya. b. Metalurgi Fisik Metalurgi Fisik menyangkut logam dan paduan yang telah dimurnikan melalui proses metalurgi ekstraktif Lingkup dari metalurgi fisik adalah mempelajari apa itu logam dan sifat apa yang dimiliki dan dapat digunakan sebagai material teknik, dan apa yang dapat dilakukan untuk meghasilkan produk baru atau mengembangkan produk melalui paduan dan perlakuan panas. Metalurgi fisik meliputi sifat-sifat, struktur dan sifat-sifat fisik dari logam dan paduannya sebagaimna juga penggunaannya. Termasuk dalam topik metalurgi Fisik adahah: 1. Komposisi Kimia dan perlakuan kimia paduan 2. Perlakuan mekanik yaitu suatu operasi yang menyebabkan perubahan bentuk seperti rolling; drawing; forming; machining. 3. Pengecoran yaitu pembetukan melalui peleburan 4. Perlakuan Panas yaitu pengaruh temperature dan laju pemanasan dan pendinginan terhadap sifat mekanik 5. Finishing dan metalurgi serbuk.

II. SISTEM BESI-KARBON

2.1. Pendahuluan Paduan besi-karbon yang disimbulkan dengan Fe-C, meliputi baja dan besi cor. Paduan dengan karbon hingga 2 % (1,7 % C) disebut baja dan padua dengan karbon diatas 2 % disebut besi cor. Paduan besi-karbo merupakan padua yang sangat pernting dalam industri disebabkan pemakaian yang sangat luas. Oleh karena itu penting sekali system besi karbon dipelajari secara mendetail.

Gambar 2.1. Diagram Fasa Keseimbangan Besi-Karbon.

2.2. Besi, Allotrophi Besi mempunyai sifat yang relatif lunak dan ulet, mempunyai titik cair 1539o C, adalah logam allotrophik yaitu terdapat lebih dari satu satuan kisi kristal yang tergantung pada temperature. Pada temperature ruang besi mempunyai sel satuan BCC, sedangkan pada temperature diatas 910o C berubah menjadi FCC, dan kemudian diatas temperature 1400o C berubah kembali menjadi BCC. Salah satu perubahan terjadi pada temperature 770o C disebut dengan Curie point pada temperature tersebut peralihan magnetic menjadi non magnetic. Gambar 2.. memperlihatkan kurva pendinginan besi murni dengan bentuk allotrophi.

Gambar 2.2. Kurva pendinginan besi murni

Besi mencair diatas temperatur 1539oC, dibawah temperature tersebut membeku membentuk besi delta dalam bentuk kisi kristal BCC. Pendinginan lebih lanjut hingga 1400oC perubahan 4

phase terjadi dan atom menyusun kembali membentuk Ghamma-iron dengan kisi kristal FCC. Pendinginan berlanjut perubahan fase terjadi pada temperature 910oC berubah lagi fase menjadi besi Alpha dengan struktur kristal BCC. Akhirnya pada temperature 768oC, besi Alpha BCC mejadi magnetic tanpa perubahan dalam struktur kisi.

2.3. Mikro Struktur Besi dan Baja Jika baja dipanaskan ke temperature Austenit dan diikuti dengan pendinginan dibawah kondisi berbeda (berbeda laju pendinginan), Austenit pada baja bertranformasi keberbagai struktur mikro. (Micro Constituent). Mempelajari struktur mikro adalah penting guna memahami diagram kesetimbangan Fe-C dan diagram TTT. Berbagai micro-constituent adalah: a. Austenite adalah larut padat karbon dan/atau elemen paduan lainnya (contoh:Mn;Ni dll) dalam besi Gamma. Karbon larut padat intersisial sedangkan Mn; Ni; Cr, larut padat subsitusindengan besi. Austenit dapat larut maksimum 2% pada temperature 2066 oF. Austenit secara normal

tidak stabil pada temperature kamar. Pada kondisi tertentu mungkin didapatkan Austenit pada temperatur kama yaitu sebagai Austenit dalam baja austenitic. b. Ferrite adalah Besi alpha (-Fe)dengan phase BCC, kelarutan carbon yang sangat terbatas yaitu 0,025%C pada tenperatur 723 oC dan 0,008 %C pada temperature kamar. Ferrit merupakan struktur yang sangat lunak, liat sangat baik untuk ditempa, seperti terlihat pada diagram Fe-C. Tata Surdia (62, 1970) menyebutkan ferite atau besi alpha merupakan larutan padat sela antara atau interstitial dari atom-atom karbon pada besi murni, dimana atom-atom karbon larut sampai 0,025%. Pada gambar 2.3 ditunjukkan struktur mikro ferrit.

Gambar 2.3. Struktur mikro ferrit Sumber : Avner (235, 1987).

c. Cementite disebut juga Karbida-Besi dengan formula Fe3C, mengandung 6,67 %C menurut berat. Struktur yang keras dan getas, cementit mempunyai kekuatan tarik yang rendah yaitu ~ 350 kg/cm2, tetapi mempunyai kuat tekan yang tinggi. Sruktur kristalnya adala orthorhombic. d. Ledeburite adalah eutectic mixture dari austenite dan cementite, mengandung 4,3 %C, pada temperature 1130 oCpada diagram Fe-C. e. Pearlite adalah mikrokonstituen yang dibangun oleh bentuk lamellar dari ferrite dan cementite. Merupakan hasil dari dekomposisi austenite pada daerah reaksi eutectoid. Pearlite juga dikenal sebagai eutectoid mixture yang mengandung 0,8 %C dan terbentuk pada temperature 723 oC.Sifat-sifat besi ini adalah lebih keras dan lebih kuat dari ferit tetapi kurang ulet dan tidak magnetis, Djarifin Sitinjak (22, 1985). Bila austenit didinginkan sampai temperatur kritis A1 maka setelah beberapa saat austenit mulai mengalami transmisi. Untuk baja hipoeutektoid lebih dulu terbentuk ferrit, pada saat itu komposisi austenit merupakan komposisi dari eutektoid, dan

temperaturnya dibawah temperatur kritis, austenit tidak stabil, besi gamma cenderung berubah menjadi besi alpha. Untuk itu austenit harus mengeluarkan dulu karbon karena besi alpha tidak mampu melarutkan karbon. Pembentukan perlit di mulai dengan terbentuknya inti sementit di atas butir austenit, gambar 2.4

Gambar 2.4. Pertumbuhan butir (lamel) perlit

Atom karbon dari austenit di sekitar inti sementit tadi akan berdisfusi keluar, bergabung dengan inti sementit yang sudah ada itu, kadar karbon dalam austenit disekitar sementit menjadi sangat rendah dan akan menjadi ferrit. Keluarnya karbon dari austenit berlangsung terus, sehingga akan terbentuk lagi sementit ferrit, sementit dan seterusnya, sehingga diperoleh struktur yang berlapis-lapis (lamelar) yang terjadi lamel-lamel ferrit dan sementit.

Menurut Avner, (268, 1987), pada umumnya perlit terbagi lagi dalam beberapa bentuk tetapi pada dasarnya terdiri dari struktut ferrit dan simentit seperti ditunjukkan pada ditunjukkan pada gambar 2.5

Gambar 2.5. Bentuk struktur mikro perlit pada isotermal transformation, (a) struktur mikro perlit, (b) Perlit kasar (coarse perlit), (c) medium pelit, (d) perlit halus (fine perlit) f. Bainite adalah konstituen yang dihasilkan pada baja jika austenit bertransformasi pada temperature dibawah temperature perlite terbentuk dan diatas temperature terbentuk martensit pada diagram TTT. Bainit cendrung dihasilkan melalui Austempering, transformasi isothermal pada temperature dibawah nose TTT-diagram. Bila besi gamma dipaksa berada pada temperatur dibawah temperatur kritis driving force yang akan mendorong atom-atom besi gamma, untuk merubah A1, maka ada posisinya agar menjadi besi alpha. Makin jauh temperaturnya dibawah temperatur kritis A1 makin besar driving force tersebut, sehingga sebagian dari austenit menjadi ferrit,

karena austenit tadinya mengandung banyak karbon sedang ferrit tidak mampu melarutkan karbon sebanyak itu, maka karbon yang teperangkap ini secara difusi akan keluar membentuk sementit pada arah/bidang kristalografik tertentu dari ferrit yang dinamakan bainit.

Gambar 2.6. Proses terbentuknya bainit.

DN. Adnyana (105, 1989), Bainit terbentuk bila austenit didinginkan dengan cepat sehingga mencapai temperatur tertentu (sekitar 200-400o C) transformasi bainit ini sebabnya sebagian karena proses difusi dan sebagian lagi karena proses tanpa difusi. Bainit akan terjadi pada transfortasi isothermal dari austenit pada temperatur dibawah hidung. Pada temperatur yang lebih tinggi diperoleh upper bainite (bainit atas) yang sering juga disebut feathery bainite karena terlihat mirip bulu ayam, sedangkan pada temperatur yang lebih rendah diperoleh lower bainit (bainit bawah) atau disebut juga acicular bainit karena bentuknya seperti sekumpulan jarum-jarum yang berserakan. Sebenarnya kedua bainit itu juga terdiri dari ferrit dan sementit walaupun sepintas lalu bainit bawah tampak lebih mirip martensit..

Gambar 2.7

Bainit yang terbentuk secara isothermal pada temperatur berbeda (a)

500o C Feathery (upper) bainit, (b) 290o C, Acicular (lower) bainit.

Bainit tidak berbentuk lamellar seperti perlit tetapi berupa sementite platelet yang terperangkap dalam ferrit yang sangat halus, kekerasan bainit berkisar antara Rockwell C 40 60, lebih kuat dari perlit, lebih tangguh dan lebih ulet (mempunyai toughness dan ductility yang lebih tinggi) dari martensite, W. Suherman (11, 1988).

g. Martensite adalah phase metastabil dari baja, terbentuk oleh transformasi austenit dibawah temperature Ms. Martensit adalah suatu solid solution super jenuh secara intersisial karbon dalam besi- dan mempunyai kisi body-centered-tretragonal. Martensit adalah hasil proses pencelupan cepat (quenching)

Martensit merupakan struktur keras yang terbentuk sewaktu baja dicelup. Martensit yang terdapat dalam baja celup akan meningkatkan kekerasan dan kekuatan tariknya, Smallman (446, 1991).

10

Menurut Y. Lakhtin (186, 1957), bahwa temperatur mulai terbentuknya martensi (Ms) dan akhir pembentukan martensit (Mf) dipengaruhi oleh kadar karbon dari baja, seperti diperlihatkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Temperatur transformasi martensit

Pada gambar 2.9. Mengambarkan susunan atom pada sel satuan austenit (FCC) yang bertransformasi menjadi BCT. Struktur BCT ini sangat tegang, karena itu struktur ini sangat keras dan getas. Di bawah Mikroskop struktur BCT yang dinamakan martensit, tampak seperti jarum-jarum yang tersebar (Gambar 2.10).

11

Gambar 2.9. Struktur kristal BCT Sumber : Avner (1987, 258).

Gambar 2.10. Struktur mikro martensit (2500x) Sumber : Avner (258, 1974)

h. Troostite Troostite (Nodular) adalah mixture radial lamellae dari ferrite dan cementite dan oleh karena itu berbeda dari pearlite hanya pada derjat kehalusan dan kandungan karbon yang sama seperti dalam austenit troostite terbentuk. Pada perlakuan

12

panas baja, troostite merupakan struktur mikro yang terdiri dari ferrite dan cementite halus merata hasil dari martensite temper temperature dibawah 450 oC. Juga sebagai hasil dekomposisi austenit dengan laju pendinginan lebih lambat dari martensi dan lebih cepat dari pendinginan yang menghasilkan struktur sorbite. i. Sorbite adalah struktur mikro yang terdiri dari ferrite dan cementit halus merata Konstituen juga disebut Sorbite Pearlite hasil dekomposisi austenit jika didinginkan pada laju yang lebih lambat dari laju struktur troostite dan lebih cepat dari laju untuk pendinginan yang menghasilkan struktur pearlite.yang diperoleh dari tempering matensite pada temperature diatas 450 oC.

13

III. TRANSFORMASI FASA PADA BAJA

3.1. Transformasi Perubahan Fasa Pada Baja Karbon (hepoeutektoid) Perubahan fasa yang terjadi sewaktu baja diberikan perlakuan panas berbeda dengan yang terakhir pada diagram keseimbangan paduan besi karbit. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan waktu, atau faktor kecepatan pendinginan atau pemanasan, Tata Surdia (76, 1970). Baja Hepoeutektoid, pada waktu pemanasan mencapai temperatur kritis bawah maka perlit mulai bertrasportasi menjadi austenit dengan komposisi sekitar 0,8% C, dan pada temperatur yang lebih tinggi ferit juga mulai menjadi austenit, tetapi austenit yang terjadi ini masih mengandung karbon yang sedikit. Pada saat temperatur pemanasan baru mencapai temperatur kritis atas tentu saja masih ada austenit dengan komposisi yang tidak sama satu dengan yang lainnya. Untuk membuat austenit menjadi lebih homogen maka perlu diberi kesempatan pada atom-atom untuk berdifusi secara sempurna, artinya pada saat pemanasan perlu diberi holding time ini banyak tergantung pada laju pemanasan, makin tinggi laju pemanasan maka makin panjang holding time yang harus diberikan. Pemanasan dengan menggunakan dapur listrik (laju pemanasan rendah) tidak memerlukan holding time yang lama karena difusi sudah berlangsung cukup banyak selama pemanasan mendekati temperatur austenit, W. Suherman (35, 1988). Untuk memperkirakan perubahan fasa yang terjadi dalam perlakuan panas yang akan digunakan suatu diagram disebut diagram Isothermal transformation atau TTT diagram lampiran 5, Thelning (6, 1984). Transfortasi Fasa Pada Pemanasan Baja hypoeutektoid pada waktu pemanasan tidak dapat diketahui dari diagram fasa beberapa waktu yang diperlukan untuk berlangsungnya transformasi perlit + ferit menjadi austetit, dapat diramalkan dari diagram transformasi pemanasannya (gambar 3.1).

14

Gambar. 3.1. Transfortasi struktur sewaktu baja dipanaskan Sumber : Karl Thelning (7, 1984).

Thelning (10, 1984), menjelaskan untuk baja karbon 0,45% C pada sekitar temperatur 810o C, transformasi dari perlit keaustenit terjadi dengan cepat. Dalam waktu lima detik perlit sudah bertransformasi menjadi ferit, austenit dan cementit. Dalam waktu sekitar satu menit karbon akan berdisfusi keferit dan bertransformasi keaustenit, sedangkan comentit baru pada larut penuh setelah lima jam, Thelning (10, 1984), pada gambar 1.5 terlihat transformasi fasa untuk baja hipoeutektoid sewaktu dipanaskan. Transformasi Fasa Pada Pendinginan Umumnya struktur yang dibentuk sewaktu pendinginan adalah tergantung pada temperatur transformasi dimulai, Thelning (11, 1984). Untuk mengetahui perubahan fasa yang terjadi sewaktu pendinginan digunakan diagram transformasi isothermal. Diagram transformasi isothermal memperlihatkan permulaan dan akhir reaksi dengan waktu sebagai variabel (lampiran-5) Van Vlack (450, 1989).

15

Pada baja hypoeutektoid seperti baja AISI C1045, Van Vlack (450, 1989), menjelaskan transformasi isothermal berlangsung cepat dengan waktu kurang dari satu detik, dengan pendinginan yang cepat ujung kurva yang menunjukkan awal transfomasi akan terlampaui dan pendinginan baja tidak diiringi dengan terbentuknya karbida dan ferit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom karbon yang larut dalam austenik untuk mengadakan pergerakan difusi dan membentuk simentit, fasa yang terbentuk yaitu martensit, Tata Surdia (75, 1970).

Gambar. 3.2. Perubahan struktur dari variasi pendinginan untuk baja 0,45% C Sumber : Thelning (7, 1984).

Dari gambar tampak bahwa pada temperatur tinggi mulai dan berakhirnya transformasi memakan waktu yang lebih panjang, makin rendah temperatur transformasi makin pendek waktu untuk mulai dan berakhirnya transformasi mencapai minimum pada suatu temperatur, yaitu pada nose (hidung) diagram W. Suherman (28, 1988), mengemukakan pada temperatur dibawah hidung transformasi menjadi lambat lagi, dan struktur yang dihasilkan tidak lagi pearlit tetapi bainit. Pada temperatur yang lebih rendah lagi langsung akan terbentuk martensit, begitu temperatur mencapai Ms (martensite start). Pertumbuhan martensit ini tidak tergantung

16

pada waktu tetapi hanya tergantung pada penurunan temperatur. Makin rendah temperatur makin banyak austenit yang menjadi martensit dan anggapan selesai pada temperatur Mf (martensite finish). Tetapi biasanya masih selalu ada sedikit atau banyak, austenit yang tidak berubah menjadi martensit pada saat temperatur mencapai temperatur kamar. Ini dinamakan martesit sisa. Struktur Kristal Menurut DN. Adnyana (76, 1987), logam, seperti bahan lainnya, terdiri dari susunan atom-atom, susunan atom-atom dalam kristal logam tersusun secara teratur yang menentukan struktur kristal dari logam. Susunan atau tumpukan terkecil dari atom-atom tersebut disebut sel satuan (unit cell). Unit cell tersebut tersusun membentuk balok (tumpukan kubus atau lainnya), sebagai penyusun dasar dari kristal ada berbagai bentuk sel satuan yang mungkin terjadi dalam logam (gambar 1.7)

17

Gambar. 3.3. Jenis-jenis unit cell yang terjadi pada berbagai logam Sumber : William D. Callister (38, 1994). Susunan Atom Dalam Kristal Pada logam atom-atom tersusun secara teratur menurut suatu pola tertentu, dinamakan Kristal, Van Vlack (75, 1979). Pada umumnya kristal logam mempunyai susunan atom tertentu (gambar 2.1.8). Susunan kristal pada besi yang dikenal dalam logam adalah : 1. Kubus berpusat sisi (muka) atau face centered cubic (FCC). 2. Kubus berpusat badan (dalam) atau body centered cubic (BCC).

18

3. Heksagonal susunan rapat atau hexagonal close pocket (HCP). Besi termasuk salah satu logam yang mempunyai sifat allotropy. Pada suhu kamar, besi dan kebanyakan baja memiliki betuk struktur BCC (besi alpha), pada temperatur 920o C bertransformasi menjadi FCC (besi gamma), pada temperatur 1400o berubah menjadi BCC (besi delta).

Gambar. 3.4. Susunan atom (a) BCC, (b) FCC, (c) HCP Sumber : Van Vlack (79, 1989). Ukuran Butir Perubahan ukuran butir dan penambahan temperatur (gambar 1.9), ditunjukkan dengan ukuran lingkaran yang berubah-ubah, Frank T. Sisco (264, 1957). Temperatur dinaikkan secara

19

perlahan-lahan butiran akan mulai halus pada butiran kritis. Butiran-butiran halus akan sempurna pada temperatur sedikit diatas temperatur kritis. Pada pendinginan ukuran butir ini tidak dapat balik (proses irreversibel). Bila austenit didinginkan pada temperatur ruang yang kekerasan dan struktur mikro yang dihasilkan tergantung pada laju pendinginannya, bila pendinginan lebih lambat dari critical cooling rate (CCR) akan menghasilkan pearlit dan sementit dan jika didinginkan lebih cepat dari CCR akan menghasilkan martensit. Ukuran butir akan sama, jika dipanaskan pada temperatur yang sama tetapi kekerasan tergantung pada laju pendinginan dan sedikit pada ukuran butir. Baja lunak atau baja keras tergantung pada laju pendinginan, berbutir halus atau berbutir kasar tergantung pada temperatur dimana baja dipanaskan.

Gambar. 3.5. Pertumbuhan butir austenit pada pemanasan baja Sumber : Frank T. Sisco, (264, 1957).

20

Ukuran butir baja diklasikasikan oleh standar ASTM (GOST 5639-51) kelas ukuran butir nomor 1 sampai 8 gambar ukuran butir dapat dilihat pada lampiran 2, Y Lakhtin (166, 1952). Pada sisten ini jumlah butir inchi persegi pada pembesaran 100 kali adalah 2 n-1 dimana n adalah nomor ukuran butir, ukuran butir yang terjadi diatas suhu transformasi adalah ukuran butir austenit. Tabel 2.1 adalah tabel ASTM nomor ukuran butir perinchi persegi (0,0001 inchi2). Ukuran butir baja yang halus tidak mudah retak dan mempunyai ketangguhan yang tinggi pada temperatur rendah. Butiran dengan ukuran yang besar akan mudah terjadi perpatahan getas.

Tabel 1. Ukuran Butir menurut ASTM A.S.T.M. Grain Size Number 1 2 3 4 5 6 7 8 Sumber : Frank T. Sisco (266, 1957) Grain Per sq.in at 100x Avarage 1 2 4 8 16 32 64 128 Range 1 or Less 1 to 3 3 to 6 6 to 12 12 to 14 24 to 48 48 to 96 96 or more

21

Struktur Mikro Pada umumnya struktur mikro dari baja tergantung dari kecepatan pendinginan dari daerah autenit sampai ke suhu kamar, karena perubahan struktur maka dengan sendirinya sifatsifat mekanis yang dimiliki juga berubah, Harsono (43, 1991). Pada saat logam membeku, atom-atomnya mengatur diri secara teratur dan berulang dalam pola tiga dimensi yang disebut kristal. Kristal-kristal tersebut tumbuh menjadi butiranbutiran, butiran yang terbentuk disebut struktur mikro. Baja karbon AISI C1045 adalah tergolong kedalam baja hypoeutektoid karena mempunyai kadar karbon 0,43 0,50%. Pada temperatur kamar baja ini terdiri dari ferit dan pearlit dengan struktur mikro seperti pada gambar 2.0 dengan pembesaran 500 kali.

Gambar. 3.6. Struktur Mikro Baja AISI C1045 Sumber : Y Lakhtin (206, 1957)

Struktur gambar yang terjadi pada akhir suatu proses laku panas selain ditentukan oleh komposisi kimia dari logam atau paduan dan proses laku panas yang dialami, juga oleh struktur/kondisi awal benda kerja. Paduan dengan komposisi kimia yang sama, mengalami

22

proses laku panas yang sama, akan menghasilkan struktur mikro dan sifat yang berbeda bila struktur/kondisi awal benda. Struktur atau kondisi awal ini banyak ditentukan oleh pengerjaan atau laku panas yang dialami sebelumnya, Wahid Suherman (1, 1988).

Gambar. 3.7. Curva TTT (Time Temperatur Transformation) untuk baja hypoeutektoid, 0,45% C Sumber : Avner (292, 1987)

23

IV. PERLAKUAN PANAS

4.1. Definisi Perlakuan panas merupakan proses yang dilakukan dengan memanaskan dan mendinginkan suatu logam dalam keadaan padat untuk mendapatkan perubahan fasa (struktur). Perubahan struktur tersebut akan merubah sifat-sifat mekanis dari logam tersebut, DN. Andyana (72, 1989). Perlakuan panas bisa didefinisikan sebagai suatu operasi atau kombinasi operasi yang melibatkan pemamanasan dan pendinginan logam/paduannya dalam keadaan padat untuk memperoleh kondisi dan sifat-sifat yang diinginkan. (O.P Khanna 292, 1986). Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, ukuran butir diperbesar atau diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas yang tepat, komposisi kimia baja harus diketahui karena perubahan komposisi kimia khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisik, BH. Amstead (135, 1985)

4..2. Klasisifikasi Proses Perlakuan Panas Proses Perlakuan Panas dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Annealing (a) Stress-relief annealing (b) Process Annealing (c) Spheodising Annealing (d) Full Annealing 2. Normalizing 3. Hardening (penndinginan cepat)

24

4. Tempering (a) Martempering (b) Austempering (c) Maraging

3.3. Kegunaan Perlakuan Panas Perlakuan Panas dilakukan dengan satu atau lebih manfaat berikut ini: (a) Meratakan tegangan dalam yang terjadi selama pengerjaan dingin, pengecoran, penempaan dan lain-lain. (b) Pengatan dan pengerasan logam (c) Memperbaiki mampu mesin (d) Perubahan ukuran butir (e) Pelunakan logam untuk pengerjaan dingin lebih lanjut seperti pada penarikan kawat atau pengerolan dinging. (f) Memperbaiki keuletan dan ketangguhan (g) Meningkatkan sifat ketahanan panas, aus dan korosi logam (h) Memperbaiki sifat elektrik dan magnetic logam (i) Menghomogenkan struktur mikro; merhilangkan efek pengecoran (coring dan segregation) (j) Memperhalus partikel perlite, seperti Fe3C pada baja melalui difusi

4.4. Prinsip Dasar Perlakuan Panas Semua dasar proses perlakuan panas baja adalah meliputi transformasi atau dekomposisi Austenit. Hasil dari transformasi tersenbut memperlihatkan perkembangan sifatsifat fisik dan mekanik pada baja.

25

Laju pendinginan memegang peranan penting dalam transformasi austenit ke pearlite atau martensite dan sebagainya. Perlakuan panas hanya efektif untuk paduan tertentu saja ( contoh: Fe-C; Aluminium bronze, dan lain-lain), sebab hal ini tergantung dari elemen yang saling larut satu sama lain secara solid solution (larut padat). Teori perlakuan panas didasarkan pada prinsip bahwa suatu paduan berubah struktur jika dipanaskan ke temperature diatas temperature tertentu dan akan mengalami perubahan kembali bila didinginkan ke temperature kamar. Laju pendinginan adalah faktor penting dalam pengembangan struktur yang berbeda (lunak atau keras).

Pendinginan lambat sekitar temperatur kritis pada baja akan menghasilkan struktur mikro pearlite (lunak) sementara pendinginan cepat (tergantung pada komposisi kimia baja) akan menghasilkan struktur mikro martensit (keras).

Langkan penting dalam proses perlakuan panas adalah sebagai berikut: (a). Pemanasan (Heating) logam/paduannya ke temperature tertentu. (b). Penahanan temperature (Holding atau Soaking) pada temperature tersebut untuk saat tertentu sesuai dengan perubahan yang diinginkan terjadi (temperature austenisasi pada baja). . Pendinginan dengan kecepatan yang diinginkan (Cooling rate) untuk mendapatkan sifat-sifat yang berhubungan dengan perubahan sifat, bentuk, ukuran dan distribusi micro-constituent (contoh: ferrite; pearlite; martensite dsb.).

26

Gambar. 4.1. Daerah Temperatur untuk berbagai perlakuan panas dalam diagram fasa paduan Besi-Karbon.

4.5. Jenis Proses Perlakuan Panas 4.5.1. Annealing Annealing merupakan salah satu proses laku panas terhadap logam paduan. Dalam proses pembuatan suatu produk pada dasarnya annealing dilakukan dengan memanaskan logam/paduan sampai temperatur diatas suhu transformasi (30 sampai 50o C) diatas sehingga tercapai perubahan yang didinginkan lalu mendinginkan logam/paduan tersebut denga laju pendinginan yang cukup lambat. Annealing dapat dilakukan terhadap benda kerja dengan kondisi yang berbeda-beda dan dengan tujuan yang berbeda, tujuan melakukan annealing dapat merupakan salah satu atau beberapa dari sejumlah tujuan melunakkan, menghaluskan butir kristal, menghilangkan tegangan dalam dan memperbaiki machinability. Menurut Y. Lakhtin (195, 1957) annealing dilakukan dengan cara pendinginan lambat atau dalam dapur dari

27

temperatur austenit ketemperatur derajat terendah, untuk baja hypoeutektoid struktur akhir yang dihasilkan adalah perlit dan ferrit (gambar 4.2).

Gambar 4.2.

Struktur mikro setelah diannealing pada baja hypoeutetoid 0,40%

karbon, 250x. Sumber : Lakhtin (196, 1957).

4.5.2. Normalising Normalising merupakan pemanasan baja sampai diatas temperatur daerah transformasi, ditahan sampai suhunya merata kemudian didinginkan diudara bebas, untuk mendapatkan struktur butiran yang halus dan seragam pada umumnya untuk memperbaiki sifat mekanis, Djarifin Sitinjak (36, 1985). Menurut Y. Lakhtin (2102, 1967), normalising dilakukan dengan pemanasan baja pada temperatur 30 50o C diatas garis A3, penahanan temperatur dilakukan beberapa saat dan didinginkan dengan udara, struktur mikro yang dihasilkan adalah perlit dan ferrit yang agak halus (gambar 4.3).

28

Gambar 4.3.

Struktur mikro setelah normalising pada baja hypoeutektoid 0,40% karbon, 250x. Sumber : Y. Lakhtin (196, 1957)

4.5.3. Hardening Pengerasan atau hardening didefenisikan sebagai proses pemanasan sampai mencapai daerah austenit, yaitu kira-kira 30o 50o diatas garis A3 seperti pada diagram fasa kemudian dilakukan pendinginan dengan media pendinginan air sampai terbentuknya martensit (gambar 2.3.3). Hal ini hanya dapat dilakukan pada kondisi non-equilibrium, baja yang telah dihardening mempunyai kondisi struktur yang sangat tegang dan getas, sehingga tidak bisa digunakan sesuai dengan penggunaan praktis, Y. Lakhtin (1957, 214).

29

Gambar 4.4. Struktur mikro setelah hardening baja hypoeutektoid 0,45% karbon, 500x Sumber : Y. Lakhtin (206, 1957).

4.5.4. Tempering Tempering adalah suatu proses pemanasan kembali baja yang telah dikeraskan pada temperatur sebelum titik kritis (sub-critical), untuk mendapatkan sifat keuletan dan kekerasan yang lebih baik, dalam proses ini martensit akan berubah menjadi Black Martensit, troostite dan sorbite yang mempunyai struktur yang lebih baik dan halus. Temperatur tempering tergantung pada sifat yang diinginkan, tapi umumnya berkisar antara 180-650o C, Djarifin Sitinjak (36, 1985). BH Amstead (148, 1985) mengemukakan baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan, melalui proses temper, kekerasan dan kerapuhan dapat ditentukan sampai memenuhi persyaratan penggunaan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun pula sedangkan keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat.

30

Tabel 2.

Pengaruh temperatur tempering terhadap nilai kekerasan pada proses tempering baja 0,4% C Temperatur Pemanasan

Struktur Mikro ( C) Black Martensite Troostite Sorbite


Sumber : Avner (309, 1987)
o

Kekerasan (R/C) 60 64 40 60 20 40

200 400 650

Pengaruh temperatur pemanasan pada proses laku panas tempering terhadap pembentukan struktur mikro antara lain, Wahid. S (50, 1988), mengemukakan : 1. Baja karbon pada temperatur 40 200o C akan memperoleh struktur yang apabila diecthing tampak warna gelap, karena terbentuknya presipitat karbida besi yang sangat halus (submikroskopis) tetapi kekerasan/kekuatan dari baja masih tinggi, ketangguhan/keuletan rendah dan sebagian tegangan sisa mulai hilang, dinamakan Black Martensit. 2. Pemanasan sapai 400o C menyebabkan epsilon carbide menjadi sementite (Fe3 C), martensit menjadi ferrit BCC, dan austenit sisa menjadi bainit bawah. Simentit yang terjadi juga masih sangat halus, kekuatan dari baja menurun banyak namun masih cukup tinggi sedangkan keuletan sedikit naik, ketangguhan masih tetap rendah kekuatan juga menurun, dan struktur ini bila dietcing tampak berwarna gelap, yang dikenal dengan Troostite.

31

Gambar 4.5. Struktur mikro tempering 400o C baja hypoeutektoid 0,45% C (troostite). Sumber : Avner (308, 1987). 3. Tempering pada temperatur sampai 650o C menyebabkan partikel sementit tumbuh lebih besar, dan ferit mulai tampak jelas, keseluruhan struktur tampak lebih cerah disebut juga Sorbite, kekuatan/kekerasan dari baja banyak menurun, keuletan sudah lebih baik dan meningkatnya ketangguhan.

Gambar 4.6. Struktur mikro tempering 650o C baja hypoeutektoid 0,45% C (sorbite). Sumber : Avner (310, 1987).

32

4.6. Aspek Elemen Ikutan terhadap Proses Perlakuan Panas Baja karbon bukan merupakan baja yang sama sekali tidak mengandung sejumlah unsur lain selain besi dan karbon. Baja karbon masih mengandung sejumlah unsur lain, tetapi masih dalam batas-batas tertentu yang tidak banyak berpengaruh terhadap sifatnya, Wahid Suherman (72, 1972). Baja karbon sedang (medium carbon steel) merupakan baja dengan kadar karbon 0,250,55%, lebih kuat dan keras, dan dapat dikeraskan, penggunaannya hampir sama dengan baja karbon rendah, digunakan untuk memerlukan kekuatan dan ketangguhan yang lebih tinggi juga banyak digunakan sebagai baja konstruksi mesin, untuk poros, roda gigi, rantai dan lain-lain, Wahid S (73, 1988). Pada baja carbon AISI C1045 pada lampiran-1 terlihat persentase komposisi kimia yang akan mempengaruhi dari perlakuan panas dan sifat baja antara lain : 1. Karbon (C), persentase karbon antara 0,43-0,50 termasuk kedalaman baja hypoeutektoid yang sifat dari baja tersebut mampu dikeraskan dengan baik. 2. Mangan (Mn), unsur ini dapat berfungsi sebagai deoksidasi dari baja, unsur ini dapat, mengikat sulfur dengan membentuk senyawa MnS yang titik cairnya lebih tinggi dari titik cair baja dengan demikian akan dapat mencegah pembentukan FeS yang titik cairnya rendah dari titik cair baja. Akibatnya unsur Mn dapat mencegah terjadinya hotshortness (ketegasan pada suhu tinggi) terutama pada proses pengerasan panas, disamping itu Mn menguatkan fasa ferit sering digunakan elemen pemadu untuk mendapatkan sifat-sifat mekanis pada produk akhir, DN Adnyana, (102, 1989). 3. Sulfur (S), dapat menjadikan baja getas pada suhu tinggi, karena itu dapat merugikan baja yang dipakai pada suhu tinggi, disamping menyulitkan pengerjaan seperti dalam pengerolan panas atau proses lainnya. Kebanyakan kadar sulfur harus dibuat serendahrendahnya yaitu lebih rendah 0,05%.

33

4. Phosfor (P), dapat membuat baja mudah mengalami retak dingin (cold shortness) atau getas pada suhu rendah, sehingga tidak baik untuk baja yang diberi beban berurutan pada suhu rendah tetapi efek sebaiknya adalah menaikkan fluiditas yang membuat baja mudah dirol panas, kadar P dalam baja biasanya kurang dari 0,05%. BH Amstead (144, 1981), baja dengan kadar karbon rendah sulit untuk dikeraskan. Dengan meningkatkanya kadar karbon sampai 0,60% C kekerasan akan meningkat. Diatas 0,60% C pengaruh kadar karbon terhadap peningkatkan kekerasan sedikit pengarunya, hal ini Wahid S. (34, 1988) mengemukakan

Gambar 4.7. Hubungan kadar karbon dengan kekerasan baja setelah perlakuan panas Sumber ; ASM (Vol 1, 127)

Dapat terjadi karena dengan kadar karbon (dalam austrnit) yang makin tinggi, akan menyebabkan Retained austenit makin banyak (gambar 1.4), sehingga akan dapat mengurangi kenaikkan kekerasan.

34

Gambar. 4.8

Pengaruh kadar karbon (dalam austenit) terhadap banyaknya retained austenit setelah pengerasan.

Gambar. 4.9. Transfortasi struktur mikro sewaktu baja dipanaskan Sumber : Karl Thelning (7, 1984).

Thelning (10, 1984), menjelaskan untuk baja karbon 0,45% C pada sekitar temperatur 810o C, transformasi dari perlit keaustenit terjadi dengan cepat. Dalam waktu lima detik perlit sudah bertransformasi menjadi ferit, austenit dan cementit. Dalam waktu sekitar satu menit karbon akan berdisfusi keferit dan bertransformasi keaustenit, sedangkan comentit baru pada

35

larut penuh setelah lima jam, Thelning (10, 1984), pada gambar 4.9 terlihat transformasi fasa untuk baja hipoeutektoid sewaktu dipanaskan. 4.6. Sifat Mampu Keras Sementara kekerasan adalah ukuran ketahanan deformasi plastis, sedangkan mampu keras (hardenability) adalah kemampuan baja untuk dikeras secara merata atau kekerasan terjadi secara menyeluruh dari seluruh bagian benda kerja dari permukaan sampai kedalaman tertentu hasil dari perlakuan panas. Pada baja, hardenability merupakan sifat yang dicari dari kedalaman dan distribusi kekerasan hasil pendinginan cepat (quenching). Hardrnability memainkan peran yang penting dalam kesuksesan pengerasan. Perlu diingat bahwa hardenability adalah bukan indikator kekerasan, melainkan suatu indek kedalaman martensit dapat terbentuk sebagai hasil pendinginan cepat. Baja yang mempunyai sifat mampu keras yang baik, bila didinginkan cepat akan menghasilkan minimal 50 % martensi ditengan benda uji silinder dengan diameter 1 inchi. Dengan kata lain bahwa hardenability nenyatakan ukuran kedalaman baja dapat dikeraskan.

Faktor-faktor yang mempengauruhi sifat mampu keras

Faktor yang mempengaruhi sifat mampu keras adalah: (a) Secara umum adalah komposisi kimi baja dan metode manufaktur (b) Media pendingi dan metode pendinginan (c) Ukuran benda kerja (d) Komposisi austenit sebelum di didinginkan cepat, termasuk sifat dan jumlah elemen paduan dalam baja.

36

Semua elemen paduan kecuali Co, cenderung meningkakatkan hardenability dan derjad kekerasan dihasilkan bervarisi tergantung dari elemen yang kuat (Mn, Mo) sampai yang lemah pengaruhnya (Vanadium). (e) Ukuran butir austenit sebelum di celup. Makin besar ukuran austenit sebelum dicelup, makin besar derja kekersan. (f) Austenit yang homogen sebelum dicelup. Makin homogen austenit sebelum dicelup makin tinggi sifat mampu keras baja. (g) Adanya karbida yang tidak terlarut atau non-metalik inklusi sebelum dicelup. Kehadiran non-metalik inklusi menurunkan sifat mampu keras baja.

Metode Mendapatkan Sifat Mampu Keras (Hardenability) 1. Metode Uji Grossmann. Beberpa benda kerja berbentuk silinder dipanaskan ke tempertur austenit kemudian didinginkan cepat kedalam oli atau air dan dipotong. Kekerasan diukur pada penamang kemudian diplot kekerasan vs diameter batang seperti pada gambar dibawah.

37

Gambar 4.10 Metode Uji mampu keras Grossmann

Metode Grossmann sangat tidak diminati karena: (a) kemungkinan mengalami temper selama pemotongan benda kerja (b) Jumlah benda uji yang cukup banyak diperlukan untuk mengambarkan kurva distribusi. (c) Perlu waktu yang banyak untuk mendapatkan sifat mampu keras.

2. Metode Uji Jominy Metode Jominy merupakan metode yang sangat diminati untuk mendapatkan sifat mampu keras yang disebut dengan End-Quench-Hardenability Test atau Jominy Test.

38

Batang silider berdiameter 25 mm, panjang 100 mm dipanaskan ketempertur austenit lalu didinginkan pada salah satu ujung seperti diilustrasikan dalam gambar dibawah ini.

Gambar 4.11 Metode Uji Mampu Keras Jominy

Pendinginan akan berlangsung pertaman sekali pada ujung benda uji, lalu berangsur kepangkal benda uji hingga selasai pendinginan. Setelah benda uji dingin, dipersiapkan untuk menguji kekerasa pada sisi benda uji. Hasil pengukuran kekerasan diplot kurva distribusi kekerasan dari ujung sampai pangkal benda uji, seperti diperlihatkan dalam gambar dibawah.

4.7.

Pengerasan Permukaan (Case Hardening) Sejumlah aplikasi industri seperti Cam, roda gigi, dll. Memerlukan kekerasan permukaan untuk tahan terhadap keausan yang disebut case dan relative lunak, tangguh

39

dan tahan terhadap kejut didalamnya yang disebut dengan inti (coe). Tidak ada dari baja lunak yang dapat diharapkan kedua sifat tadi, karena baja dengan kandungan karbon 0,1 % bersifat lunak, sementara baja karbon tinggi 0,9 %C bersifat keras jika dilakukan perlakuan panas. Oleh karena itu kedua sifat akan diperoleh dengan mengambil baja karben rendah denagn sifat tangguh lalu ditambah karbon, nitrogen atau kedua-duanya ke permukaan baja dalam hal menghasilkan kulit yang keras kedalaman tertentu, perlakuan ini disebut Pengerasan Kulit (Case Hardening). Adapun proses pengerasan kulit dapat dkelompokan : 1. Karburisasi (Carburizing) 2. Nitriding 3. Cyaniding dan Carbonitriding 4. Flame Hardening 5. Induction Hardening Tiga metode pertama merubah komposisi kimia, Carburizing dengan menambah karbon, nitriding dengan menambah nitrogen, dan cyaniding dengan menambah keduanya karbon dan nitrogen. Dua metode terakhir adalah tanpa merubah komposisi kimia baja dan metode ini disebut juga metode shallow-hardening. Baja yang akan dikeraskan dengan nyala api dan induksi harus mempunyai cukup unsur karbon sebagai syarat pengerasan yaitu ~ 0,3% atau lebih.

Carburizing Carburizing adalah metode menambahkan karbon kedalam baja seperti baja karbon rendah dengan maksud menghasilkan kulit yang keras. Baja karbon rendah yang mengandung ~ 0,2 %C atau kurang di masukkan kedalam suatu media yang

40

mengandung unsur karbon monoksida lalu dipanaskan ketemperatur austenit, reaksi terjadi sebagai berikut:

Fe + 2CO Fe (C) + CO2 ,

dimana Fe (C) menyatakan karbon yang larut dalam austenit.

Ditinjau dari media karbon, karburisasi dapat dibagi 3 yaitu 1. Karburisasi Padat atau Pack Carburizing. Karburisasi dilakukan dalam suatu tempat yang dikelilingi oleh compon karbon dalam kontainer tertutup. Kontainer dan benda kerja dipanaskan ketemperatur austenit beberapa saat lalu didinginkan lambat. Selanjudnya dibongkar dan dipanaskan kembali ke temperatu austenit dan didinginkan secara cepat. 2. Karburisasi Gas (Gas Carburizing) mengunakan hidro karbon gas yang sesuai. 3. Karburisasi Cair (Liquid Carburizing) mengunakan media karbon bentuk cair.

Nitriding Nitriding adalah metode memasukan nitroge kedalam permukaan baja jenis tertentu (contoh: mengandung Aldan Cr) dengan memanaskan dan penahanan temperatur yang sesuai dalam media ammonia atau media lain yang cocok. Proses ini menghasilkan kulit yang keras tanpa pendinginan cepat atau perlakuan panas lain.

41

Cyaniding dan Carbonitriding Pada proses cyaniding carbon dan nitrogen dimasukan kepermukaan baja dengan memanaskan baja ke temperatur tertntu, menahan pada temperatur didalam media cyanida cair untuk membentuk lapisan tipis atau kulit.

Flame Hardening (a) Pemanasan cepat permukaan baja yang dapat dikeraskan dengan nyala api ketemperatur austenit atau temperatur transformasi. (b) Segera diikuti pendinginan cepat. Permukaan yang temperatur austenit menjadi keras tetapi bagian yang tidak mencapai tenperatur austenit tetap lunak dan tangguh. Benda kerja dipanaskan dengan nyala api oxyacetylene (gambar 4.12).

Gambar 4.12 Pengerasan kuli metode nyala api (flame hardening)

Induction Hardening (a) Pemanasan baja karbon rendah dengan medan magnetik alternating ketemperetur transformasi (temperatur pengersan ~ 750 hingga 800 oC)

42

(b) Segera dikuti pendinginan cepat (gambar 4.13)

Gambar 4.13 Metode Induction Hardening

43

V. MEKANISME PENGUATAN LOGAM

Mekanismen Penguatan logam adalah hubungan antara pergerakan dislokasi dan prilaku mekanik logam. Sebab secara makroskopik, deformasi plastis berhubungan dengan pergerakan sejumlah besar dislokasi, kemampuan logam untuk dideformasi detergantung pada kemampuan dislokasi untuk berpindah.

Penguatan Melalui Pengentrolan Ukuran Butir

Ukuran butir pada logam policristaline mempengaruhi sifat-sifat mekanik. Butiran yang berdekatan memiliki orientasi susunan atom yang berbeda yang dipisahkan oleh batas butir. Batas butir merupakan penghalang deformasi plastis.

Gambar 5.1. Penguatan Ukuran Butir

44

Penguatan Melalui Larut Padat

Gambar 5.2. Pengaruh Inpuriti terhadap penguatan

Penguatan Melalui Pengerasan Regangan (Strain Hardening

Gambar 5.3 Pengaruh Deformasi terhadap penguatan pengerasan regang

45

Gambar 5.4. Pengaruh Derajat Pengerjaan Dingin Terhadap Tegangan-Regangan

46

VI. BAJA PADUAN

Baja Paduan adalah Baja mempunyai sifat berbeda dari baja lunak disebabkan oleh kehadiran beberapa elemen selain karbon. Muskipun baja karbon mengandung sejumlah kecil mangan, silicon sebagai oksidazer. Kombinasi dengan oxygen dan sulfur untuk mengurangi efek yang buruk terhadap elemen tersebut.

Elemen paduan ditambahkan kedalan baja dengan maksud sebagai berikut: (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Meningkatkan Hardenability Memperbaiki Kekuatan pada temperatur tertentu Meningkatkan sifat-sifat mekanik baik temperatur rendah maupun tinggi Memperbaiki ketangguhan pada kekerasan dan kekuatan minimum Meningkatkan ketahanan aus Meningkatkan ketahanan korosi Memperbaiki sifat kemanitan

Elemen paduan dapat diklasifikasikan menurut cara elemen terdistribusi yaitu dalam dua baja anil: Kelompok 1, Elemen yang larut dalam ferrit Kelompok 2, Elemen kombinasi karbon yang terbentuk karbida sederhana dan komplet.

Beberapa jenis baja paduan dengan elemen paduan khusus dan aplikasinya sebagai berikut: Baja Nikel (Seri 2xxx) Nikel sebagai elemen paduan yang sangan tua dan merupakan elemen paduan yang fundamental. Larut tidak terbatas dalam besi gamma dan larut cukup baik dalam ferrit, berkontribusi terhadap kekuatan dan ketangguhan.

47

Baja Chromium (seri 5xxx) Baja Nikel-Chromium (seri 3xxx) Baja Manganese (seri 31xx ) Baja Molybdenum (seri 4xxx) Baja Tungsten Baja Vanadium Baja Silicon (seri 92xx)

Baja Tahan karat, baja tahan karat digunakan untuk tahan korosi dan tahan panas. Ada tiga penemoran penting dalan sistem baja tahan karat untuk mengidentifikasinya yaitu:

Tabel 6.1. Kelompok Baja Tahan Karat. Seri 2xx Kelompok Baja Tahan Karat Chromium-nikel-manganese;non-hardenable, austenitik, non-magnetik 3xx Chromium-nikel-manganese;nonaustenitik, non-magnetik 4xx 4xx 5xx Chromium, hardenable, martensitik, magnetik Chromium, non-hardenable, ferritik, magnetik Chromium, low Chromium, tahan panas hardenable,

Menurut struktur mikro, baja tahan karat dikelompokan kedalam tiga kelompok utama yaitu: (1) Baja Tahan Karat Martensitik, mengandung chromium antara 11,5 sampai 18 persen. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:type 403, 410, 416, 420, 440A, 501 dan 502. Type 410 dan 416 digunakan untuk sudu turbin.

48

(2) Baja Tahan Karat Ferritik, mengandun chromium antara 14 sampai 27 %, termasuk type 405; 430 dan 446. Mengandung karbon rendah dan chromium yang tinggi dibandingkan jenis martensitik sehingga tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas. (3) Baja Tahan Karat Austenitik Baja Chromium-nikel type 3xx, dan chromium-nikelmanganese type 2xx.

49

VII. BAJA PERKAKAS

Suatu baja yang digunaka sebagai perkakas dapat diklasifikasikan sebagai baja perkakas. Baja perkakas merupakan baja khusus yang digunakan sebagai alat potong atau pembentukan.

Beberapa cara digunakan untuk mengelompokan baja perkakas. Satu metode adalah menurut media pending: seperti pendinginan oli, pendinginan air dan pendinginan udara. Kandungan paduan adalah ternasuk salah satu klasifikasi; seperti Baja karbon, baja paduan karbon rendah dan medium. Terakhir adalah klasifikasi berdasarkan aplikasi baja perkakas tersebut, seperti baja canai panas, baja tahan kejut, baja HSS, dan baja canai dingin. Metode pengelompokan adalah menurut metode AISI (American Iron and Steel Institute) termasuk metode quenching, aplikasi, spesikasi khusus dan baja spesial industri.Baja perkakas yang sudah dikenal dibagi atas 7 kelompok yang ditandai dengan abjad seberti diperlihatkan dalam tabel berikut:

Tabel 5.1. Pengelompokan Baja Perkakas

50

VIII. PADUAN NON-FERRO

Logam dan Paduan non-ferro adalah logam dan paduan selain besi.Yang termasuk kedalam kelompok logam non-ferro komersil adalah Tembaga dan paduannya, Aluminium dan paduannya, Magnesiun dan paduannya, nikel, Tin, Lead dan Zinc. Selain itu terdapat juga logam non-ferro yang tidak banyak diaplikasikan yaitu cadmium, molybdenum, cobalt, zirconium, berylium, titanium, tantalum dan logam presium yaitu emas, perak dan platinum.

Tembaga dan Paduannya Sifat yang menenjol dari tembagai adalah lunak, tangguh dan konduktifitas listrik dan panas yang baik. Sebagaian tembaga menjadi lebih kuat dan keras. Paduan komersial yang populer adalah: (1) Brasses alloy dari tembaga dan zinc Alpha brass (Yellow alpha brasses, Red brasses Alpha plus Beta brasses (2) Brozes Tin, silicon, alluminium, berylium bronzes (3) Cupronikel, paduan tembaga dan nikel (4) Nikel Silver, paduan tembaga, nikel dan zinc

Alumnium dan Paduannya Satu sifat penting aluminium adalah berat yang ringan, densitasnya sepertiga dari baja atau tembaga paduan. Paduan aluminiu mempunyai rasio kekuatan terhadap berat yang lebih baik dibandingkan baja. Alumium merupakan logam yang mudak dituang, dikerjakan mesin, tahan korosi, dan konduktifitas listrik dan panas yang baik.

51

IX KERUSAKAN LOGAM

Disain suatu komponen atau struktur sering dilakukan oleh insinyur untuk meminimukan kemungkinan gagal. Oleh karenanya adalah penting dipahami secara mekanik dari berbagai mode kegagalan atau kerusakan, diantaranya Perpataha (Fracture), Kelelahan (Fatigue) dan Mulur (Creep). Selain itu, supaya familiar terhadap prinsip-prinsip rancangan guna mencecah mencegah kegagalan dalam opersi peralatan. Kerusakan logam seperti juga kerusakan material teknik lainnya hampir selalu terjadi tanpa diharapkan, hal ini menyangkut segi kehidupan manusia, kerugian ekomomi dan berhentinya produksi. Meskipun penyebab kerusakan dan sifat n berakhir material diketahui, namun pencegahan kerusakan tidak dapat dijamin. Pemilihan bahan dan proses yang tidak sesuai dan disain tidak baik dari komponen merupakan penyebab utama. Ini adalah tanggung jawab insyiur untuk untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya kegagalan/kerusakan. Berikut ini akan didiskusikan 3 fenomena kerusakan/kegagalan logam atau material lainnya yaitu Perpatahan (Fracture), Kelelahan (Fatigue) dan Mulur (Creep).

9.1. Perpatahan (Fracture) Perpatahan hasil akhir dari proses deformasi plastis, pemisahan bagian komponen disebabkan oleh tegangan menjadi dua atau lebih bagian. Pemisahan ini dapat disebakan oleh beban mekanik dan kimia. Hasilnya adalah permukaan baru. Proses perpatahan terdiri dari dua tahapan yaitu dimulai dengan inisiasi retak dab berlanjut dengan propagasi retak dan berakhir dengan perpatahan.

Jenis perpatahan dibagi dua yaitu Perpatahan Ulet (Ductile Fracture) dan Perpatahan Getas (Brittle Fracture). Jenis perpatahan tergantung pada:

52

(a) Sifat Material/Logam (b) Temperatur (c) Kondisi Beban (d) Dan Laju Pembebanan Gambar berikut ini memperlihatkan jenis perpatahan yang diamati pada logam dibebani tarik uniaksial.

Gambar 9.1. Jenis Patahan

9.1.1. Patah Getas atau Patah Cleavage Patah getas merupakan karateristik dari laju propagasi retak cepat dengan energi absobsi minimum, tidak mengalami deformasi plastik yang jelas. Dalam patah getas pergerakan retak sangat kecil. Pada logam kristalin biasanya terjadi sepanjang bidang kristalografi yang disebut Cleavage planes. Dia memperlihatkan penampakan granular dan disebut patah cleavage.

Kecenderungan patah getas meningkat bila: (a) Turunnya temperatur (b) Meningkatnya laju regangan (c) Kondisi tegangan triaksial hasil dari terdapatnya takik.

53

Patah getas harus dihindari, karena terjadi tanpa memberi peringatan sebelumnya, biasanya komponen langsung patah.

Gambar 9.2. Diagran Tegangan Regangan untuk patah ulet dan getas.

9.1.2. Patah Ulet Patah ulet dikaratristikkan dengan dengan deformasi plastik nyata sebelum dan selama propagasi retak, selalu menghasilkan deformasi lokal yang dikenal dengan necking. Deformasi yang cukup jelas terlihan pada permukaan patah. Gambar dibawah ini memperlihatkan perpatahan ulet pada material yang ulet seperti Au dan Pb. Patah ulet terjadi melalui butir yang membentuk cup-and-cone fracture.

54

Gambar 9.3. Patah menyerupai Cup dan Cone

9.2. Kelelahan (Fatigue) Fatigue adalah kerusakan prematur akibat beban berulang (beban dinamik). Prilaku lelah ditandai dengan (1) kehilangan kekuatan, (2) Kehilangan keuletan, (3) Meningkatnya kettidak sesuaian antara kekuatan dan umur hidup komponen.

Sifat lelah logam tidak mudah diakses karena sejumlah faktor mempengaruhi yaitu: (1) Sifat beban (berulang, reversing dll) (2) Besar beban maksimum (3) Jumlah siklus hingga rusak (4) Kondisi logan benda kerja (5) Kondisi permukaan (6) Temperatur (7) Kondisi atmosphir

55

Fatigue adala penyebab 85 % kegagalan komponen mesin, kegagalan tanpan peringan dini. Kerusakan cenderung patah getas. Sifat fatigue material dinyatakan dengan fatigue limit atau Endurance limit.

9.3. Mulur (Creep) Mulur dapat didefinisikan sebagai proses plastic flow terjadi jika dikenai beban konstan terhadapa logam untuk waktu yang lama, muskipu beban masih dalam daerah elastis. Aliran Viscous pada logam akibat beban, waktu dan temperatur disebut Creep. Sifat creep ini digambarkan dengan kurva creep yang diplot antara total creep atau prersen perpanjangan terhadap waktu untuk periode tertentu pengujian.

X. LOGAM PADUAN TINGGI (Non Ferro)

10.1 Jenis logam paduan tinggi - Tembaga dan tembaga paduan Cu-Zn, Cu-Ti, Cu-Al, Cu-Si, Cu-Be, Cu-Ni dan Cu-Ni-Zn - Baja Tahan Karat a. Paduan Fe-Cr, Fe-Cr-C, Fe-Cr-Ni-C b. Klasifikasi baja tahan karat c. Baja tahan karat feritik, d. Baja tahan karat perlitik, e. Baja tahan karat martensitik dan f. Baja tahan karat austenitik - Titanium dan Paduannya - Paduan Nikel dan Paduan Kobal

56

a. Paduan nikel tembaga (Monels) b. Paduan nikel-crom c. Super alloys dasar nikel d. Super alloy dasar nikel-besi e. Super alloy dasar Kobal 10.2 Kegunaan logam paduan tinggi 10.3 Proses perlakuan panas logam paduan tinggi 10.4 Mekanisme penguatan logam paduan tinggi

57

DAFTAR PUSTAKA

(1). Avner, 1974, Introduction to Physical Metallurgy, 2nd Edition, McGraw-Hill Book, Singapore. (2). Callister, W.D, 2004 Materials Science and Engineering an Introduction, sixth Edition, Singapore. (3). Thelning, K-E, 1975, Steel and Its Heat Treatment, Butterworths, London. (4). Khanna, OP, 1986, Material Science and Metallurgy, for Engineering Student, Nai Sarak, Delhi, India. (5) Lakhtin, P., Engineering Physical Metallurgy (6). Smith.W.F. 1981. Structure and Properties of Engineing Alloys. McGraw-Hill Book Company.New York

58

You might also like