You are on page 1of 8

Kampanye Kebersihan dengan Mengotori Lingkungan

REP | 26 March 2012 | 17:48 Dibaca: 95 Komentar: 3 Nihil Kita yang tinggal di wilayah perkotaan (bukan hanya Jakarta dan sekitarnya) pasti sudah sangat mahfum dengan polusi yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan politik. Spanduk, poster, iklan politik, dsb, semua ditampilkan secara vulgar tanpa sedikit pun mencerminkan rasa keindahan. Akibatnya, lingkungan perkotaan penuh dengan sampah politik yang tak enak dipandang. Salah-salah bisa bikin penduduknya stress. Saya selalu bertanya-tanya, apakah model kampanye seperti itu efektif atau tidak. Karena alihalih bikin seneng, orang malah bayak yang sebel dan seneb melihatnya. Tapi ada yang bilang, yang penting nyantol di hati dan pikiran orang, sehingga nanti kalau pas waktunya pemilihan, itu yang terlintas di benak para pemilih. Masalah benci atau senang, itu kan cuma soal beda ruangan aja, yang pasti keduanya ada di dalam pikiran orang.. Saya pun sudah lama cukup sampai pada tingkat mengurut dada saja atas segala polusi lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan politik itu. Habis, mau apa lagi? Mungkin ini salah satu harga yang harus kita bayar dalam kehidupan berdemokrasi. Sampai kemudian saya tak mampu lagi menahan diri Pasalnya, ada spanduk bernada lain yang terpasang di antara spanduk/poster berbau politik. Sama polutifnya, sama tidak enak dipandangnya, sama nyebelin-nya. Masalahnya, yang satu ini merupakan spanduk yang berisi kampanye kebersihan lingkungan (lihat Gambar)

Kampanye kebersihan, tapi mengotori lingkungan Entah apa yang ada dalam benak para perancangnya. Yang pasti, saya langsung teringat kejadian beberapa tahun lalu. Saya melihat orang naik motor memakai jaket bertuliskan Penegak Disiplin, sedang menyerobot lampu merah.. Mudah-mudahan kita semua tidak lupa, bahwa kegiatan pembangunan tidak identik dengan pemasangan spanduk. Memasang poster/spanduk anti korupsi, misalnya, tidak lantas otomatis kita boleh ge-er menjadi bagian dari gerakan pemberantasan korupsi, kecuali kalau kita benarbenar konsisten dengan apa yang kita tuliskan dalam spanduk/poster itu. Apalagi kalau dari cara memasangnya saja sudah kontradiktif dengan isi seruan spanduk/poster yang dipasang.. Hidup Indonesia Membangun (tanpa spanduk)!

Setiap entitas bisnis harus memiliki itikad baik dalam menjalankan usahanya sebagaimana tercantum dalam Undang-undang perlindungan konsumen No.8/1999 bagian kedua pasal 7 tentang kewajiban pelaku usaha. Yang dimaksud dengan menjalankan usahanya tentunya termasuk aktivitas promosi pemasangan papan reklame. Namun, sangat disayangkan nilai-nilai yang ingin disampaikan oleh Undang-undang ini sepertinya tidak sejalan dengan fakta dilapangan. Pemasangan reklame produk rokok didepan lembaga kursus bahasa Inggris ini dapat dijadikan contoh. Semua orang pasti tahu kegiatan promosi seperti iklan ditujukan untuk mendorong konsumen membeli atau mengkonsumsi produk yang diiklankan dan tidak ada yang salah dengan hal ini. Namun, akan berbeda jika kegiatan promosi ini dilakukan tepat didepan lembaga pendidikan yang pesertanya tentunya tidak jauh dari anak-anak usia sekolah.

Dimanapun dan siapapun bahkan termasuk industri rokok itu sendiri tentunya tidak setuju dengan kegiatan-kegiatan yang secara sengaja menargetkan anak-anak untuk merokok. Sungguh tidak logis jika kita beranggapan bahwa perusahaan rokok yang sedemikian besar, dikelola

secara professional and sudah 'go internasional' tidak menyadari bahwa papan reklamenya ini dapat mendorong siswa-siswi peserta lembaga kursus bahasa Inggris ini untuk merokok. Meskipun demikian, untuk melindungi anak dan remaja dibawah umur dari dorongan untuk merokok, dibutuhkan tidak hanya itikad baik dari pelaku usaha agar menjalankan praktik-praktik bisnis yang bertanggung jawab. Sebagaimana tertuang dalam peraturan pemerintah tentang pengamanan rokok bagi kesehatan No19/2003 pasal 36, kepala badan pengawas obat dan makanan yang diberikan mandat untuk mengawasi produk rokok yang beredar dan iklannya dapat memberikan teguran lisan, teguran tertulis dan/atau membuat rekomendasi untuk melakukan penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin industri kepada instansi terkait. Namun sepertinya BPOM tidak perlu mengambil tidakan sejauh itu karena ini tidak murni datang dari inisiatif perusahaan rokok. Pemerintah daerah juga memiliki andil dalam memberikan ijin pemasangan reklame tepat didepan lembaga pendidikan. Sebagai tindak lanjut, pemerintah kedepannya diharapkan lebih selektif dan membatasi pemberian ijin pemasangan reklame didaerahnya. Lolosnya pemasangan iklan didepan lembaga pendidikan ini menjadi contoh buruk dari kurangnya kepedulian pemerintah daerah terhadap masa depan generasi penerus bangsa ini. Filed Under: Editor Review , Stop Them

Iklan Tumpang, Tak Sejalan Semangat Keindahan Lingkungan


HL | 15 November 2011 | 11:29 Kompasianer menilai menarik Dibaca: 954 Komentar: 28 5 dari 9

Sekitar dua minggu lalu, seorang teman pengendara sepeda motor berbelok ke kiri saat lampu lalu-lintas menyala merah. Ia dihentikan polisi. Apa salah saya? tanya teman itu. Bapak melanggar rambu larangan belok kiri! kata pak polisi. Merasa tak bersalah, teman saya berjalan balik dan menengok rambu lalu lintas berwarna biru bertuliskan putih di bawah trafficlights. Rambu itu bertuliskan BELOK KIRI MENGIKUTI LAMPU. Ia salah, tadinya ia mengira tulisan itu berbunyi BELOK KIRI LANGSUNG. Kata-kata MENGIKUTI LAMPU pada rambu tertutup tempelan kertas iklan sebuah perusahaan sedot WC.

Iklan ditempel pada fasilitas PLN dan Telkom (Foto : Eddy Roesdiono) Kita paham bahwa keindahan tempat-tempat umum saat ini amat terganggu dengan iklan-iklan (berupa banner, kertas tempelan, spanduk, dan sejenisnya) yang dipasang di sembarangan tempat. Disebut iklan tumpang bila iklan-iklan tersebut dipasang atau ditempel tanpa memperhatikan aspek estetika dan aspek legal. Disebut sembarangan karena iklan itu ditempel di tempat-tempat tidak seharusnya, seperti pada rambu lalu-lintas, di bagian belakang lampu lalulintas, di tiang listrik, di tiang telepon, di kotak-kotak fasilitas PLN atau Telkom, di dinding rumah orang lain, atau dipaku di batang-batang pohon, di halte-halte, dan di fasilitas-fasilitas umum lain.

Iklan ditempel di rambu lalu-lintas, mengganggu kenyamanan pengguna lalu-lintas (foto : mbokkb.blogdrive.com) Tak berhenti di situ, iklan-iklan ditempelkan secara massive (sering pula dengan materi iklan yang sama), memenuhi bidang-bidang bersih yang seharusnya dibiarkan bersih agar sedap dipandang. Jenis-jenis iklan, seperti yang saya perhatikan, antara lain : iklan jasa sedot WC, iklan jasa cuci sofa, iklan jasa isi ulang printer, iklan jasa simpan pinjam, poster-poster perusahaan rokok, iklan pulsa elektronik, iklan badut ulang tahun, dan sebagainya.

Bis Surat yang merana dan jadi buruk rupa (foto : ahmedkreatif.wordpress.com) Di tengah usaha pemerintah kota untuk menjaga agar lingkungan kota makin bersih dan terjaga, perilaku pemasang iklan tumpang ini tampaknya membuat pemerintah tak berdaya. Saya ambil contoh pagi ini, di kecamatan saya, petugas Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja), sibuk membentoti dan memreteli iklan-iklan liar yang mudah dipreteli, tapi mereka kesulitan membersihkan tempelan-tempelan, yang selain jumlahnya amat banyak, juga sulit dikerok tanpa meninggalkan bekas yang tak sedap dipandang. Tempelan-tempelan tak sedap ini, alhasil, dibiarkan begitu saja; dan saya yakin ini yang terjadi di kota-kota Indonesia.

Nyaris tak ada bidang bersih milik umum yang bebas dari tempelan iklan bikin rusuh mata (Foto : Eddy Roesdiono) Pengiklan tumpang ini juga merambah perkampungan. Tiang-tiang listrik dan fasilitas-fasilitas umum tak bebas dari tempelan. Bulan lalu, kami warga kampung bekerja bakti, termasuk bersusah payah mengerok tempelan-tempelan di tiang listrik dengan membasahi tiang dan mengeroknya dengan kapi. Tempelan-tempelan itu bisa terbabat habis, tapi sisa-sisa lem tetap meninggalkan noda-noda tak sedap dipandang. Petugas Telkom saat itu juga ada di sana, melepasi tempelan di tiang telepon, dan mengecat ulang tiang telepon agar apik. Belum seminggu dibersihkan, ratusan tempelan membludak lagi, di semua tiang di seluruh perkampungan.

Ditempel sekenanya pada properti orang lain (Foto : Eddy Roesdiono) Tidakkah para pemasang iklan liar ini bisa lihat bahwa tiang-tiang ini baru dibersihkan? Dan saya yakin ini adalah wujud tidak sinkronnya semangat menjaga keindahan lingkungan, yang bersumber dari konflik kepentingan sosial-ekonomi yang rumit. Para pemasang iklan tumpang tidak menemukan media yang tepat untuk beriklan selain fasilitas-fasilitas umum yang mudah terlihat, tidak pula dibekali pemahaman estetika dan legal mengenai larangan beriklan di tempat-tempat tertentu, dan boleh jadi pula karena fakta bahwa pemasangan iklan legal pada tempat-tempat dan media legal memerlukan biaya besar, plus fakta bahwa penegakan hukum atas iklan-iklan tumpang illegal ini sulit diberantas karena luasan rebakannya. Tapi, setidaknya pihak yang berwenang bisa mulai ambil tindakan pengurangan dampak, terutama menyangkut iklan-iklan yang ditempel pada rambu-rambu lalu lintas. Ada beberapa titik perlintasan yang rambu-rambu lalu-lintasnya telah dibersihkan dari tempelan. Yang membersihkan mungkin polisi, mungkin pihak DLLAJR (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan raya), atau masyarakat yang kuatir ketaatan berlalulintasnya terganggu oleh rambu yang diburamkan oleh tempelan iklan. Mungkin tiba saatnya pihak-pihak terkait bekerja sama menggagas ide-ide pemberantasan dan pencegahan pemasangan iklan tumpang ini, misalnya dengan memberikan peringatan atau ancaman hukum bagi para pemasang iklan tumpang. Jangan biarkan semangat menjaga keindahan kota dikeruhkan dengan semangat bisnis kelompok tertentu yang kurang beretika.

Tags: iklan tumpang, freez, eddy roesdiono, tempelan iklan seenaknya


Share

Laporkan Tanggapi Beri Nilai o Aktual o Inspiratif o Bermanfaat o Menarik KOMENTAR BERDASARKAN :

Muhammad Yunus 15 November 2011 11:41:31 0

barangkali cara terbaik untuk membuat jera para pemasang 1. Buat teguran oleh pihak berwenang, apakah kelurahan, satpol PP dengan lisan dan tulisan 2. Jerat dengan Peraturan Pemerintah 3. Meminta untuk membersihkan sambil di foto dan di publikasikan sebagai pembuat ketidakbersihan lingkungan 4. Mendenda pemasang iklan, semoga ruang publik lebih indah tanpa iklan tumpangan

You might also like