You are on page 1of 32

REFERAT

HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN STROKE

Pembimbing : dr.Afdhalun Hakim, Sp.JP


Penyusun : Mellissa Puspita Dewi 030.06.165

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT OTORITA BATAM PERIODE 25 OKTOBER 2010 1 JANUARI 2011 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN STROKE

TELAH DISETUJUI OLEH:

Dr. Afdhalun A. Hakim, Sp.JP, FIHA

PADA TANGGAL ........................................ 2010 Dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RS Otorita Batam Periode 25 Oktober 2010 1 Januari 2011

Batam, .................. 2010 Pembimbing

(Dr.Afdhalun A. Hakim, SpJP, FIHA)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN BAB II HIPERTENSI II 1 DEFINISI II 2 PREVALENSI II 3 KLASIFIKASI II 4 PATOGENESIS II 5 GEJALA DAN TANDA II 6 KOMPLIKASI BAB III HIPERTENS DAN STROKE III 1 PENDAHULUAN III 2 HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN STROKE III 3 MANAJEMEN BAB IV KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

1 3 3 3 5 7 12 13 15 15 17 20 25 27

BAB I PENDAHULUAN
Hipertensi adalah penyakit yang banyak diderita oleh penduduk di berbagai belahan dunia. Karena tingkat morbiditas, mortalitas dan pengaruhnya dalam masyarakat, maka hipertensi merupakan tantangan penting bagi kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung atherosklesrosis (..kepustakaan). Banyak penelitian mendemonstrasikan (menunjukkan) resiko hipertensi ke dalam 3 bagian besar. Pertama, tekanan darah yang tinggi mempercepat terjadinya atherogenesis dan penyakit kardiovaskular. Kedua, pada orang dengan tekanan diastole antara 70-110 mmHg,

penurunan sebesar 5% akan menurunkan resiko terjadinya stroke sebesar 40% dan penyakit kardiovaskular sebesar 21%.(kepusta...) Ketiga, hipertensi biasanya berhubungan dengan faktor resiko lain untuk terjadinya atheroma seperti diabetes, dislipidemia, glucose intolerance dan hyperinsulinemia . Penting diketahui bahwa hipertensi bukanlah suatu penyakit ?, tetapi merupakan suatu keadaan yang juga merupakan faktor resiko terjadinya penyakit serebrovaskular, infark miokard, gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer serta gagal ginjal. Hipertensi dipengaruhi berbagai faktor antara lain faktor lingkungan dan faktor genetik seperti: ras, umur, obesitas, asupan garam yang berlebih, riwayat hipertensi dalam keluarga. (selalu dibuat sumbernya) !! Terapi farmakologis pada hipertensi telah terbukti sangat menurunkan terjadinya stroke dan penyakit arteri koronaria dan menurunkan mortalitas dari penyakit kardiovaskular. Terapi lain untuk pasien hipertensi adalah modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah. Gabungan dari

kedua terapi ini terbukti akan sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien dengan tekanan darah yang tinggi. Stroke adalah keadaan darurat medis yang terjadi apabila aliran darah ke otak terhenti. Dalam beberapa menit, sel-sel otak mulai mati. Ada dua jenis stroke. Jenis yang lebih umum, yang disebut stroke iskemik, yang disebabkan oleh gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah di otak. Jenis lain, yang disebut stroke hemoragik, disebabkan oleh pembuluh darah yang pecah ke otak. Serangan

iskemik transient (TIA) atau sering disebut "Mini-stroke", terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu secara singkat.

Gejala stroke seperti : Tiba-tiba mati rasa atau kelemahan pada wajah, lengan atau kaki (khususnya pada satu sisi tubuh). Mendadak kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan. Mendadak kesulitan untuk melihat pada satu atau kedua mata. Tiba-tiba kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi. Mendadak sakit kepala parah dengan tidak diketahui penyebabnya

Pendahuluan jangan terlalu panjang, sebutkan di bag akhir pendahuluan tentang referat nya akan menjelaskan ttg apa Pendahuluan gambaran secara keseluruhan tttg referatnya

BAB II HIPERTENSI

II.1 DEFINISI(1,2,3) Sampai saat ini, belum ada kesatuan pendapat tentang definisi hipertensi meskipun hipertensi adalah masalah kesehatan yang terdapat hampir di seluruh dunia. Banyak penelitian yang telah mendefinisikan hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah baik sistol maupun diastol. Menurut Price Wilson, hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik yang tidak normal. Lebih jelasnya, hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan arteri lebih dari 140/90 mmHg pada orang dewasa pada sedikitnya 3 kali pemeriksaan secara berturutan pada kunjungan seseorang ke dokter. Diagnosa hipertensi sudah jelas pada kasus dimana tekanan darah sistolik melebihi 160 mmHg dan diastolik melebihi 95 mmHg. Nilai nilai ini sesuai dengan definisi konseptual hipertensi, yaitu peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan peningkatan mortalitas kardiovaskular lebih dari 50 %. Menurut JNC VII, hipertensi didiagnosa hanya bila terdapat

peningkatan tekanan darah pada sekurangnya dua atau lebih pengukuran setelah pemeriksaan awal. t

II.2 PREVALENSI Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan penangulangan yang baik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi seperti ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, dan adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.
(2)

Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi, dan pengendalian tekanan darah ini hanya mecapai 34% dari seluruh pasien hipertensi. (1) Prevalensi hipertensi tergantung dari komposisi ras populasi yang dipelajari dan kriteria yang digunakan. Pada populasi kulit putih suburban seperti pada penelitian Framingham, hampir seperlima populasi memiliki tekanan darah > 160/95 mmHg, sementara hampir setengah populasi memiliki tekanan darah > 140/90 mmHg. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada populasi kulit hitam. Pada wanita, prevalensinya berhubungan erat dengan usia, dengan terjadinya peningkatan setelah usia 50 tahun. Peningkatan ini mungkin berhubungan dengan perubahan hormone saat menopause, meskipun mekanismenya masih belum jelas. Dengan demikian, rasio frekuensi hipertensi pada wanita disbanding pria meningkat dari 0,6 sampai 0,7 pada usia 30 tahun menuju 1,1 sampai 1,2 pada usia 65 tahun. (4) Tidak ada data yang dapat menjelaskan frekuensi hipertensi sekunder pada populasi umum, meskipun pada laki-laki usia pertengahan dilaporkan sekitar 6 persen. Sebaliknya, pada pusat rujukan tempat di mana pasien dievaluasi secara ekstensif, dilaporkan hingga setinggi 35 persen. (4)

Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menuinjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun 1988-2001. Hipertensi essensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.
(1)

Di Indonesia, sampai saat ini belum terdapat penyelidikan yang bersifat nasional, multisenter, yang dapat menggambarkan prevalensi hipertensi secara tepat. Banyak penyelidikan dilakukan secara terpisah dengan metodologi yang belum baku. Mengingat prevalensi yang tinggi dan komplikasi yang ditimbulkan cukup berat, diperlukanlah penelitian apidemiologi yang bersifat nasional dengan rancangan penelitian yang baku. (2)

II.3 KLASIFIKASI Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arteri. Pada negara maju risiko hipertensi meningkat dengan meningkatnya usia. Satu dari tiga orang dewasa di Amerika Serikat didiagnosis hipertensi. Individu yang mempunyai hipertensi yang sudah diukur lebih dari 2 kali di lebih dari 2 klinik mempunyai tekanan sistolik yang 140 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg. Hipertensi sistolik walaupun tidak dibarengi dengan peningkatan tekanan diastolic, hal ini sangat signifikan sebagai faktor kerusakan pada target organnya. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi (5,6) a. Hipertensi Esensial (Primer)

Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti : faktor genetik, stress dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium). Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satusatunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung. b. Hipertensi sekunder Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi a. Berdasarkan JNC VII : Tekanan Derajat Sistolik (mmHg) Normal Pre-hipertensi < 120 120 139 Tekanan Diastolik (mmHg) dan < 80 atau 80 - 89

Hipertensi derajat I Hipertensi derajat II

140 159 160

atau 90 - 99 atau 100

Tabel : Klasifikasi Hipertensi (sumber: JNC VII, 2003). b. Menurut European Society of Cardiology : Tekanan Kategori Sistolik (mmHg) Optimal Normal Normal tinggi Hipertensi derajat I Hipertensi derajat II Hipertensi derajat III Hipertensi Sistolik terisolasi < 120 120 - 129 130 - 139 140 - 159 160 - 179 180 140 dan dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau dan/atau dan Tekanan Diastolik (mmHg) < 80 80 - 84 85 - 89 90 - 99 100 - 109 110 < 90

Tabel : Klasifikasi Hipertensi (sumber: ESC, 2007).

II.4 PATOGENESIS Patogenesis Hipertensi Essensial (1,2) Sampai sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi esssensial terus berkembang (Susalit, 2004). Hipertensi essensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor resiko tertentu (Yogiantoro, 2006). Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:

1. Faktor resiko, seperti: diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetis 2. Sistem saraf simpatis Tonus simpatis Variasi diurnal

3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi: endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodelling dari endotel, otot polos, dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir 4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin, dan aldosteron Folkow (1987) menunjukkkan bahwa stres dengan

peninggian aktivitas saraf simpatis dapat menyebabkan kontriksi fungsional dan hipertrofi struktural (2). Setiap gambar atau tabel harus dibuat nomer dan penjelasannya!!!

Keterangan : Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi essensial, seperti: peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, stress psikososial, overproduksi dari hormon yang menahan sodium dan vasokonstriktor, diet tinggi sodium jangka panjang, tidak adekuatnya asupan natrium dan kalsium, peninggian atau ketidaksesuaian sekresi renin dengan akibat peningkatan produksi dari angiotensin II dan aldosteron, defisiensi vasodilator misalnya prostasiklin, nitrit oksida (NO), dan peptida natriuretik, perubahan ekspresi dari sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam di ginjal, abnormalitas dari resistensi pembuluh, termasuk lesi selektif di renal dan pada reseptor adrenergik yang mempengaruhi heart rate, jalur inotropik jantung, dan tonus vaskular, dan perubahan transport ion seluler. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer (lihat gambar)

ANGIOTENSINOGEN
Renin ANGIOTENSIN I Converting enzyme ANGIOTENSIN II

Macula densa signal Renal arteriolar pressure Renal nerve activity

ANGIOTENSIN III

ANGTIOTENSINASE A

Adrenal cortex

Kidney

Intestine

CNS

Peripheral nervous system Adrenergic facilitation

Vascular smooth muscle

Heart

Aldosterone Sympathetic discharge Distal nephron reabsorption

Contractility

Sodium and water reabsorption

Thirst salt appetite

Vasopressin release

Vasoconstriction

Maintain or increase ECFV

Total peripheral resistance

Cardiac output

Keterangan : Renin Angiotensin Aldosteron sistem penting dalam pengaturan keseimbangan natrium, mengontrol volume darah dan tekanan darah. (RAAS distimulasi oleh menurunnya tekanan darah dan volume sirkulasi serta deplesi natrium). Angiotensin II termasuk vasokonstriktor, protein antinatriuretik,

stimulator untuk pelepasan aldosteron. Aldosteron merupakan protein anti natriuretik dan antidiuretik.

II.5 GEJALA DAN TANDA Hipertensi primer biasanya timbul antara usia 30 sampai dengan 50 tahun dan cenderung tetap asimptomatik selama 10 sampai 20 tahun mulai dari naiknya tekanan darah. Pada hipertensi ini tidak jarang satusatunya tanda adalah tingginya tekanan darah, dan baru timbul gejala setelah terdapat komplikasi pada organ target seperti mata, otak, jantung, dan ginjal. Gejala seperti sakit kepala, palpitasi, nokturia, tinnitus, cepat marah, sukar tidur, sesak napas, rasa berat di tengkuk, mata berkunangkunang dapat ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi. Adanya kerusakan organ merupakan pertanda bahwa tekanan darah harus segera diturunkan. Peningkatan tekanan darah biasanya tidak ada gejala dan keluhan, oleh sebab itu hipertensi sering disebut the silent killer. Penderita hipertensi biasanya tidak tahu bahwa dirinya menderita hipertensi sampai tekanan darahnya diukur. Beberapa orang dengan peningkatan tekanan darah dapat ditemukan keluhan-keluhan sebagai berikut : Sakit kepala Dizziness Pandangan kabur Mual dan muntah Nyeri dada Sesak

II.6 KOMPLIKASI Target organ 1. Jantung a. miokardium mekanisme peningkatan kerja otot jantung bersamaan dengan penurunan perfusi arteri koroner efek patologis potensial hipertrofi ventrikel kiri, iskemik miokard, gagal jantung kiri b. arteri koronaria mekanisme pembentukan aterosklerosis yang cepat (penyakit arteri koroner) efek patologis potensial iskemik miokard, infark miokard, kematian mendadak 2. Ginjal Mekanisme : a. Sekresi renin dan aldosteron yang terstimulasi akibat penurunan aliran darah ginjal retensi natrium dan air mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah dan timbul hipertensi persisten b. Penurunan suplai oksigen kerusakan jaringan yang mengakibatkan terjadinya gangguan filtrasi c. Peningkatan tekanan arteriol ginjal nefrosklerosis menyebabkan terjadinya gagal ginjal. 3. Otak

Penurunan perfusi otak dan suplai oksigen; kelainan pembuluh darah, atherosklerosis TIA (Transient Ischaemic Attack), trombosis otak, aneurisma, perdarahan, infark otak akut. 4. Mata (retina) a. Penurunan aliran darah sklerosis pembuluh darah retina b. Tekanan tinggi arteriol eksudat, perdarahan 5. Aorta Kelemahan dinding pembuluh darah pecahnya aneurysma 6. Pembuluh darah arteri di ekstremitas bawah Penurunan aliran darah dan tekanan tinggi arteriol, pembentukan atherosklerosis gangren. Sekitar 1% orang dengan hipertensi yang tidak dikontrol hingga tekanan darah tinggi yang sangat berat, disebut dengan hipertensi maligna o Pada hipertensi maligna, tekanan diastol sering lebih dari 140 mmHg o Hipertensi maligna sering ditemukan sakit kepala, mual, muntah dan gejala seperti gejala stroke. o Hipertensi maligna memerlukan penatalaksanaan

secepatnya dan menurunkan tekanan darah untuk mencegah pendarahan pada otak dan stroke. Sekitar 1% orang dengan tekanan darah tinggi yang tidak dikontrol sampai tekanan darah tinggi yang sangat bahaya, kondisi ini disebut hipertensi maligna.

BAB III HIPERTENSI DAN STROKE

III.1 PENDAHULUAN(7)

Tidak perlu pakai pendahuluan lagi lgs saja cari hub Hipertensi dan stroke Hipertensi merupakan kelainan kardiovaskular yang masih banyak dijumpai dalam masyarakat. Prevalensi hipertensi dalam masyarakat Indonesia cukup tinggi meskipun tidak setinggi di negara-negara yang sudah maju yaitu sekitar 10%. Penanganan penderita hipertensi di Indonesia masih belum baik dan drop out terapi masih cukup tinggi, sehingga tidak mengherankan bila komplikasi hipertensi masih sering dijumpai dalam praktek sehari-hari(8) Komplikasi hipertensi dapat mengenai target organ jantung, otak (serebrovaskular), mata dan ginjal. Komplikasi hipertensi pada otak dapat berupa ensefalopati hipertensi, hipertensi maligna, stroke hemoragik dan stroke non hemoragik (iskemik)(8,9). Penanganan penderita hipertensi dengan komplikasi otak dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu keadaan bukan krisis hipertensi yang terjadi pada stroke non hemoragik, dan keadaan krisis hipertensi yang didapatkan pada ensefalopati hipertensi, stroke hemoragik dan hipertensi maligna(9,11). Menurut American Heart Association, sekitar 5 juta orang menderita stroke tiap tahun. Lebih dari 70% dapat dihubungkan dengan adanya tekanan darah yang tinggi, tekanan darah yang tinggi merupakan salah satu factor resiko yang harus dikontrol, khususnya pada usia tua.(12)

III.2 HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN STROKE Tekanan darah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan peredaran darah otak/stroke hemoragik ; yang dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu: perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral(11,13)

PERDARAHAN SUBARACHNOID (PSA) Pada perdarahan subarachnoid, darah keluar dari dinding pembuluh darah menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak (LCS) ke dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan seringkali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak (pada sirkulasi Willisii). Umumnya PSA timbul spontan, 10% disebabkan karena tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas(13).

Gejala PSA(13,14) 1) Serangan mendadak dengan nyeri kepala hebat didahului suatu perasaan ringan atau ada sesuatu yang meletus di dalam kepala. 2) Kaku kuduk merupakan gejala spesifik yang timbul beberapa saat kemudian. 3) Kesadaran dan fungsi motorik jarang terganggu 4) CSS berwarna merah yang menunjukkan perdarahan dengan jumlah eritrosit lebih dari 1000 /mm3

PERDARAHAN INTRASEREBRAL (PIS) Istilah perdarahan intraserebral melukiskan perdarahan yang langsung masuk ke substansi otak. Sekitar 70-90 % kasus PIS disebabkan oleh hipertensi. Perdarahan akibat pecahnya arteri perforata subkortikal yaitu : a. lentikulostriata dan a. perforata thalamika (ciri anatomis khas untuk PIS akibat hipertensi)(13). Patogenesis PIS adalah akibat rusakya struktur vaskuler yang sudah lemah akibat aneurisma, yang disebabkan oleh kenaikan tekanan darah, atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang melebihi toleransi (Yatsu dkk.) Tole dan Utterback mengatakan bahwa penyebab PIS adalah pecahnya mikroaneurisma Charcot-Bouchard akibat kenaikan tekanan darah(8,11,13). Gejala dan tanda klinis berkaitan dengan lokasi, kecepatan perdarahan dan besarnya hematom. Serangan selalu terjadi mendadak, saat aktif baik aktivitas fisik maupun emosi, jarang saat istirahat. Gejala awal merupakan manifestasi kenaikan tekanan darah seperti : nyeri kepala, mual dan muntah, epistaksis, penurunan daya ingat. Penurunan kesadaran sampai koma akibat kegagalan otoregulasi atau kenaikan tekanan intrakranial akibat adanya hematom. Hematom >3 cm dapat menyebabkan penurunan kesadaran(13,14).

Kejang didapatkan pada 7-11% kasus. Kaku kuduk dapat dijumpai jika perdarahan mencapai ruang subarachnoid. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan/kelumpuhan separuh badan kontralateral terhadap sisi lesi dengan reflex Babinski positif. Defisit motorik ini berkembang dalam beberapa menit sampai beberapa jam(8). Di sekitar tempat perdarahan biasanya terjadi reaksi spasme pembuluh darah; penurunan tekanan darah dapat menghilangkan spasme yang bahkan akan memperbanyak

perdarahan. Dalam hal ini sebaiknya tekanan darah diturunkan hati-hati dengan selalu mengevaluasi keadaan neurologiknya(8,13). Prognosis tergantung dari luas kerusakan jaringan otak dan lokasi perdarahannya(8). Pengobatan sebaiknya menggunakan antihipertensi parenteral yang dapat dititrasi efeknya seperti nitroprusid(8,11).

STROKE NON HEMORAGIK (SNH) Stroke Non Hemoragik (SNH) akibat hipertensi, terjadi akibat proses tromboemboli sebagai komplikasi arteriosklerosis nodular pembuluh darah otak. Hipertensi hanya merupakan salah satu faktor risiko arteriosklerosis di samping faktor risiko lain seperti hiperlipidemi dan diabetes melitus. Hipertensi dapat meningkatkan risiko aterotrombosis sampai 4 kali(11,13). Menurut hipotesis response to injury, aliran darah dapat menyebabkan denudasi /kerusakan sel endotel di tempat tertentu. Adanya faktor-faktor sistemik lain seperti dislipidemi, hipertensi, merokok, hiperglikemi dan lainlain akan menyebabkan kaskade terjadinya atherosklerosis. Sekarang diketahui bahwa bukan denudasi endothel melainkan disfungsi endotellah yang merupakan salah satu manifestasi dini atherosklerosis. Disfungsi endotel yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko tradisional tersebut dapat terjadi secara lokal, akut dengan perubahan kronik yang menngkatkan permeabilitas plasma lipoprotein, pengurangan bioavailabilitas NO,

hiperadhesi lekosit, gangguan keseimbangan zat vasoaktif, zat perangsang dan penghambat pertumbuhan, zat pro dan antithrombotik. Hal ini merupakan permulaan proses proliferatif di dinding arteri yang akan berkembang menjadi plak atherosklerosis.(9,15,16) Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk infark otak dan ICH Hubungan antara tekanan darah (BP) dan risiko stroke sangat kuat, kontinu, prediktif, dan penyebabnya signifikan. Sepanjang rentang tekanan darah bormal, termasuk nonhipertensi, peningkatan tekanan darah merupakan factor risiko yang sangat tinggi. Risiko stroke meningkat secara progresif dengan meningkatnya tekanan darah dan beberapa orang yang tekanan darahnya dibawah rekomendasi dari JNC 7. Oleh sebab itu modifikasi gaya hidup merupakan
(17)

rekomendasi

dalam

menurunkan

tekanan

darah

nonhipertensi.

Prevalensi hipertensi sanagat tinggi dan semakiin meningkat. Pada data survey dari tahun 1999 sampai 2000, diperkirakan ada 65milyar orang yang menderita hipertensi pada United States. Prevalesnsi ini meningkat bersamaan dengan prevalensi pada overweight dan obesitas. Orang dengan normotensi, pada ketika umur 55 tahun memiliki 90% risiko hipertensi. (17) Pada meta analisis, terapi obat-obatan hipertensi menurunkan risiko stroke sampai 32% dibandingkan yang tidak mendapat terapi obat antihipertensi. III.3 MANAJEMEN Dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu: a. Keadaan bukan krisis hipertensi pada stroke nonhemoragik. Pada keadaan tidak terjadi krisis hipertensi, pengendalian tekanan darah pada prinsipnya sama seperti pada penderita hipertensi biasa dengan mengingat beberapa hal yang khas; adalah dengan

modifikasi gaya hidup dan obat anti hipertensi sesuai dengan komplikasi yang ada, dalam hal ini stroke; maka pilihannya adalah diuretik dan ACE inhibitor(8,18,19). b. Keadaan krisis hipertensi pada ensefalopati hipertensi, hipertensi maligna dan stroke hemoragik. Dibedakan menjadi 2 keadaan berdasar pengelolaannya : hipertensi emergensi yaitu keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera untuk mencegah kerusakan organ target dan hipertensi urgensi yang memerlukan penurunan tekanan darah dalam beberapa jam. Yang termasuk hipertensi emergensi adalah hipertensi ensefalopati dan hipertensi maligna dengan komplikasi stroke hemoragik. Sedang yang termasuk hipertensi urgensi adalah hipertensi maligna. Tujuan pengelolaan krisis hipertensi adalah menurunkan tekanan darah secara cepat dan seaman mungkin untuk

menyelamatkan jiwa penderita. Akan tetapi tetap harus diingat bahwa tekanan darah yang terlalu rendah akan menyebabkan hipoperfusi otak maupun jantung. Untuk menghindari hal ini sebaiknya tekanan darah diastolik tidak lebih rendah dari 100 mmHg atau penurunan mean arterial blood pressure (MAP) tidak lebih dari 25% dalam waktu antara beberapa menit sampai 6 jam. Diperlukan perawatan di rumah sakit karena menggunakan obat anti hipertensi secara parenteral. Khusus untuk hipertensi dengan komplikasi stroke hemoragik dipakai konsensus bahwa tekanan darah harus diturunkan untuk menurunkan risiko pembesaran hematom dan perdarahan ulang. Dianjurkan tekanan darah turun < 20%, sedangkan JNC VI menganjurkan kontrol tekanan darah 160/100 mgHg. Termasuk dalam pengelolaan ini adalah anamnesis riwayat hipertensi, penggunaan obat antihipertensi ataupun obat-obat lain, gejala serebral,

kardiovaskular dan gangguan visus, pemeriksan fisik yang meliputi tekanan darah, funduskopi, status neurologi, status kardiopulmoner, dan status hidrasinya. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah pemeriksaan kadar hematokrit dan pemeriksaan darah hapus, urinalisis, pemeriksaan kimia darah yang meliputi kadar kreatinin, glukosa dan elektrolit. Di samping itu juga pemeriksaan foto thorax dan elektrokardiogram. Obat anti hipertensi parenteral digunakan pada keadaan hipertensi emergensi; antara lain:
(2,9,20)

Sodium Nitroprusid, vasodilator yang dianggap terbaik untuk krisis hipertensi karena efeknya mudah dikendalikan. Sebaiknya tidak digunakan pada penderita hamil. Trimetafan etamsilat, suatu penyekat ganglion ; digunakan terutama pada diseksi aneurisma aorta. Labetalol, terutama digunakan pada kegawatan perioperatif, tirotoksikosis dan faeokromositoma. Nitrogliserin digunakan terutama pada sebelum, saat dan sesudah operasi pintas koroner dan jantung. Hidralasin, sering digunakan pada kehamilan. Metildopa, sering digunakan pada kehamilan. Diazoksid, tidak mempengaruhi aliran darah otak. Enalaprilat, digunakan pada penyakit jantung kongestif Nikardipin dan nimodipin, digunakan pada perdarahan subarakhnoid. Reserpin, jarang digunakan karena efek antihipertensinya sukar diduga dan membutuhkan dosis besar. Klonidin, meskipun tidak disebut sebagai obat untuk krisis hipertensi, sering digunakan karena mudah didapat di Indonesia. Obat ini dapat digunakan secara bolus intravena, jika perlu dapat diulang sampai tiga kali pemberian. Selain itu dapat juga digunakan secara

infus drip dengan dosis 0,9-1,05 mg. dalam larutan dekstrosa. Pemberian intramuskulerpun cukup efektif.(8,20) Selain klonidin parenteral, obat antihipertensi lain yang dapat digunakan adalah diltiazem intravena meskipun belum banyak pengalaman penggunaannya. Cara ini dapat menurunkan tekanan darah dalam 5-10 menit dan bermanfaat untuk proteksi vaskuler otak, jantung dan ginjal.(20) Jika pemberian parenteral tidak mungkin, dapat digunakan preparat peroral yang juga telah terbukti menurunkan tekanan darah secara cepat; yaitu: klonidin, kaptopril, labetalol dan nifedipin dengan dosis sama seperti yang digunakan pada hipertensi urgensi.(9,20)

Tabel : obat parenteral untuk hipertensi emergensi(7) Joint National Committee on Detection Evaluation and

Treatment of High Blood Pressure merekomendasikan empat obat antihipertensi peroral untuk keadaan hipertensi urgensi yaitu klonidin, nifedipin, kaptopril dan labetalol. Klonidin dapat diberikan secara loading dose 0,1-0,2 mg dan dapat ditambah tiap jam sampai total dosis 0,6 mg.

Selain itu dapat juga diberikan klonidin dosis awal 0,3 mg., diikuti 0,1 mg/jam sampai 0,7 mg. Kaptopril dapat diberikan dengan dosis 25-50 mg, efeknya akan terlihat setelah 30 menit, optimal setelah 50-90 menit dan bertahan selama 6 jam.(3,20)

BAB IV KESIMPULAN
Tidak seperti hipertensi emergensi lainnya, peningkatan tekanan darah pada stroke iskemik akut dapat menyebabkan komplikasi pada organ-organ lain. Dapat dijelaskan 2 macam penyebab iskemi serebral sehingga terjadi penurunan perfusi apabila tekanan diturunkan. Pemberian terapi pada stroke iskemi akut disarankan tekanan daarh pada pagi hari harus 155/110 mmHg baru dapat diberikan terapi trombolitik. Sebaiknya pasien dengan stroke iskemik akut mendapatkan terapi yang optimal untuk penanganan tekanan darah dan penggunaan obat antihipertensi pada pasien. Pada stroke hemoragik, tidak seperti stroke infark, hipertensi pada hemoragik harus dsegera diturunkan, biasanya menggunakan anti hipertensi parenteral. Pada studi, pencegahan primer pada hipertensi, stroke telah menurun dibawah penyakit koroner. Pada penelitian, pasien hipertensi dengan ratarata umur 70 tahun dengan penurunan 10 mmHg tekanan darah sistol menurunkan 1/3 risiko dari stroke. Walaupun beberapa membuktikan manfaat CCB oabt yang terbaik tapi ARBs juga membuktikan manfaat tambahan. Keuntungan tambahan juga didapat pada statin dan aspirin yang

sebaiknya diberikan pada waktu sebelum tidur. Karena memberikan efek antitrombotik yang baik pada pagi hari dimana stroke sering terjadi.

Beberapa penelitian menyebutkan, pencegahan sekunder pada stroke atau TIA sangat disarankan untuk menurunkan tekanan darah dan profil lipid. Penurunan tekanan darah dengan berbagai macam obat hipertensi dapat menurunkan stroke dan kejadian total vascular 21%.(9)

Kesimpulan buat point-poin penting boleh dengan buat urutan nomer 1. 2. 3. dst Kepustakaan : vancoper system

DAFTAR PUSTAKA
1. Yogiantoro, Mohammad. Hipertensi Essensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006 2. Susalit, E., E. J. Kapojos, dan H. R. Lubis. Hipertensi Primer dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2001 3. The Seventh Report of the Joint National Committee on. Prevention, detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure. U.S Departement of Health and Human Service. August 2004. 4. Fisher, Naomi D. L and Gordon H. Williams. Hypertensive Vascular Disease in Harrisons Principles of Internal Medicine. 16 th Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2005 5. E.J. Kapojos. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II. Jakarta: FK UI, 2001. 6. World Health Organization. Hypertension Control. Geneva: 1996. 7. Sugiyanto E, Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular

8. Imam Parsudi A. Penyakit pembuluh darah otak dan hipertensi. Dalam Imam Parsudi A. Kumpulan karya ilmiah. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 9. Kaplan NM. Kaplans Clinical Hypertension. 9 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006. 10. Emergency Management. Heart and Stroke Foundation of Ontario. 11. Bolton CF, Young GB. Neurological complications of renal disease. Boston: Butterworths ; 1990. p 121-130 12. Weber, Craig. High Blood Pressure. About.com. Desember 2006. 13. Toole JF. Cerebrovascular disorder, Intracerebral hemorrhge. New York: Raven Press; 1990. 365 -77 14. Mayer SA, Bernardini GL. Subarachnoid hemorrhage. In Rowland LP ed. Merritt Neurology. 10 th. ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2000. 260-7 15. Tanuwidjoyo S. Recent development in pathogenesis Rifqi of eds.

atherosclerosis.Dalam

Tanuwidjoyo,

Sodiqur

Atherosclerosis. Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2003. 13-8 16. The pathogenesis of atherosclerosis. Harrisons Principles of Internal Medicine 15 th ed. CD-ROM Libby P. Mc Graw-Hill; 2001 17. Goldstein Larry B, Bushnell Cheryl D, et al. guidelines for the Primary Prevention of Stroke. A Aguidelines for Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke Journal Of the American Heart Association. 2010. Available at http://stroke.ahajournals.org. 18. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Chusman WC. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure. JAMA 2003; 289: 2561-2726

19. PROGRESS Collaborative group. Randomised trial of the perindropil based blood pressure lowering regiment among 6105 individual with previous stroke or transient ischemic attack. Lancet 2001; 358; 103341 20. Arwedi Artanto. Hipertensi krisis. Dalam Soehardjono ed. Kedaruratan Medik II. PIT V PAPDI Cabang Semarang. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2001.203-9

You might also like