You are on page 1of 6

TUGAS EPIDEMOLOGI RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT HIV/AIDS

OLEH KELOMPOK II 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. DOWEK DARMA PUTRA (201010420311033) TIHAR YERDHA PRASTIKA (201010420311041) H. AHMAD (2010104203110 NISYATUL RIZKI ( HISTOR EKO INDRA SAPUTRA DESY MARTHA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2013

Penyakit HIV AIDS AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Penyakit AIDS yaitu suatu penyakit yang ditimbulkan sebagai dampak berkembangbiaknya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya system kekebalan tubuh. Hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun. Virus HIV menyerang sel CD4 dan menjadikannya tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa sel darah putih sangat diperlukan uintuk system kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit. Tubuh kita lemah dan tidak berupaya melawan juangkitan penyakit dan akibatnya kita dapat meninggal dunia meski terkena influenza atau pilek biasa. Ketika tubuh manusia terkena virus HIV maka tidaklah langsung menyebabkan atau menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang mematikan.

Tahapan-tahapan:
1) Tahap Pre Patogenesis Tahap pre patogenesis tidak terjadi pada penyakit HIV AIDS. Hal ini karena penularan penyakit HIV terjadi secara langsung (kontak langsung dengan penderita). HIV dapat menular dari suatu satu manusia ke manusia lainnya melalui kontak cairan pada alat reproduksi, kontak darah (misalnya trafusi darah, kontak luka, dll), penggunaan jarum suntik secara bergantian dan kehamilan. 2) Tahap Patogenesis Pada fase ini virus akan menghancurkan sebagian besar atau keseluruhan sistem imun penderita dan penderita dapat dinyatakan positif mengidap AIDS. Gejala klinis pada

orang dewasa ialah jika ditemukan dua dari tiga gejala utama dan satu dari lima gejala minor. Gejala utamanya antara lain demam berkepanjangan, penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurun waktu tiga bulan, dan diare kronis selama lebih dari satu bulan secara berulang-ulang maupun terus menerus. Gejala minornya yaitu batuk kronis selama lebih dari 1 bulan, munculnya Herpes zoster secara berulang-ulang, infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh Candida albicans, bercak-bercak gatal di seluruh tubuh, serta pembengkakan kelenjar getah bening secara menetap di seluruh tubuh. Akibat rusaknya sistem kekebalan, penderita menjadi mudah terserang penyakit-penyakit yang disebut penyakit oportunitis. Penyakit yang biasa menyerang orang normal seperti flu, diare, gatal-gatal, dan lain-lain. Bisa menjadi penyakit yang mematikan di tubuh seorang penderita AIDS. a. Tahap Inkubasi Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat tedeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini. b. Tahap Penyakit Dini Penderita mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebalan tubuhnya menurun/ lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani uji antibody HIV

terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang beresiko terkena virus HIV. c. Tahap Penyakit Lanjut Pada tahap ini penderita sudah tidak bias melakukan aktivitas apa-apa. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk serta nyeri dada. Penderita mengalami jamur pada rongga mulut dan kerongkongan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada sistem persyarafan ujung (peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang selalu mengalami tensi darah rendah dan impotent. Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau cacar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (folliculities), kulit kering berbercak-bercak. 3) Tahap Post Patogenesis (Tahap Penyakit Akhir) Fase ini merupakan fase terakhir dari perjalanan penyakit AIDS pada tubuh penderita. Fase akhir dari penderita penyakit AIDS adalah meninggal dunia. Umumnya upaya pencegahan penularan HIV dilakukan melalui tiga tahap. Antara lain: 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini diberikan pada seseorang yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini tidak bersifat terapeutik; tidak menggunakan tindakan yang terapeutik; dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit. Pencegahan ini meliputi dua hal, yaitu:

Peningkatan kesehatan, misalnya: dengan pendidikan kesehatan reproduksi tentang

HIV/AIDS; standarisasi nutrisi; menghindari seks bebas; secreening, dan sebagainya.

Perlindungan khusus, misalnya: imunisasi; kebersihan pribadi; atau pemakaian kondom.

2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar tidak mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga dapat mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA tetap bertahan melawan penyakitnya. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini. Hal ini dilakukan dengan menghindarkan atau menunda keparahan akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit; atau meminimalkan potensi tertularnya penyakit lain. 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi HIV/AIDS dan mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat disembuhkan. Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan. Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat HIV/AIDS. Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena di dalamnya terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misalnya, dalam merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS, disamping memaksimalkan aktivitas ODHA dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga mencegah terjadinya penularan penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS; Mengingat seseorang yang terkena HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas dan sangat rentan tertular penyakit lain. Selain hal-hal tersebut, pendekatan yang dapat digunakan dalam upaya pencegahan penularan infeksi HIV/AIDS adalah penyuluhan untuk mempertahankan perilaku tidak beresiko. Hal ini bisa dengan menggunakan prinsip ABCDE yang telah dibakukan secara internasional sebagai cara efektif mencegah infeksi HIV/AIDS lewat hubungan seksual. ABCDE ini meliputi:

A = abstinensia, tidak melakukan hubungan seks terutama seks berisiko tinggi dan seks pranikah. B = be faithful, bersikap saling setia dalam hubungan perkawinan atau hubungan tetap. C = condom, cegah penularan HIV dengan memakai kondom secara benar dan para penjaja seksual. D = drugs, hindari pemakaian narkoba suntik. E =equipment , jangan memakai alat suntik bergantian. Terakhir, pendekatan agama bagi sebagian besar masyarakat juga merupakan pendekatan yang penting. Sebab, dengan meningkatkan ajaran agama dan nilai budaya diharapkan perilaku hubungan seks berisiko dapat dikurangi termasuk di kalangan muda mudi, sehingga angka pertumbuhan HIV dapat menurun. konsisten untuk

You might also like