Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 Pasal 44 Tentang Hak Cipta . 1. Barang siapa dengan sengaja dan t anpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) , atau pidana penjara paling lama 7 (tuj uh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapadengansengajamenyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau baranghasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Iima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Iima ratus j uta rupiah) LJ KesitBambang Prakosa Edisi Revisi ffi UII Press Kesit , Bambang Prakosa Pajak dan Retribusi Daerah/Bambang Kesit: penyunting, Sobirin Malian .-- Yogyakarta: UII Press, 2003; 2005 211 + xiii hlm. ; 15 x 21 x 1 cm Bibliografi: Wm. I SBN 979-33 33-14-6 1. Daerah .: Perpajakan. I. Judul. 11 . Malian, Sobirin 320.9598 Cetakan Pertama, Juli 2003 Cetakan Kedua, Maret 2005 Cover-layout : Hasna-Tarisha Penerbit : UII Press Yogyakarta (anggota lKAPI) Tel.(0274)547865, Fax.(0274)547864 e-mail: uiipress@asia.com;uiipress@uiLac.id Hak cipta e 2003; 2005 pada UII Press dilindungi undang-undang. Untuk Buah Hatiku: Isteriku dik Wied dan Anakku Adri dan Bagas Kata Pengantar Bismillahirakhmanirakhimi P Uj i syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat ridho-Nya buku Pajak dan Retribusi Daerah ini dapat diselesaikan. Penulis berharap buku ini dapat memberikan sedikit sumbangan kepada para mahasiswa dan peminat perpajakan untuk mendalami masalah perpajakan daerah. Hal ini mengingat masih terbatasnya buku-buku yang membahas masalah perpajakan daerah, selain itu hadirnya buku ini diharapkan semakin memperluas wawasan mengenai pajak dan retribusi daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah dari kedua sektor tersebut. Buku ini dibagi menjadi 13 bab yang terdiri dari : Dasar-dasar Perpajakan Daerah, Sistem Perpajakan Daerah, Sarana Pelaporan Pajak Daerah, Kriteria Efektivitas Pajak Daerah, Pajak Daerah Tingkat Kabupaten, Pajak Daerah Tingkat Propinsi, Kriteria Retribusi Daerah, Retribusi Daerah Tingkat Kabupaten, Retribusi Daerah Tingkat Propinsi, Tatacara Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah, Kinerja Pajak dan Retribusi Daerah serta Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan. Pada kesempatanini penulis menyampaikan terima kasih kepada teman-teman di UII Press khususnya, Mas Sobirin, Mas Tri Sihono atas kerjasamanya dalam menerbitkan buku ini. Tak lupa juga terima viii Pajak flan Retribusi Daerah kasih kepada isteriku tercinta dik Wiwied dan juga anakku Adri dan si bungsu Bagas yang telah banyak berkorban kehilangan waktu untuk selalu bersama. Akhirnya penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna maka kritik dan saran dari para pembaca yang budiinan sangat penulis harapkan baik langsung maupun melalui E_mail: bambangkesit@fe.uii.ac.id untuk dapat memperbaiki buku ini pada waktu yang akan datang. Purwomartani, Juni 2003 Penulis. ;"."-,,, Oaftar isi Persembahan 5 Kata Pengantar ..... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 7 BAB1 DASAR-DASAR PAJAK DAERAH 1 PENGERTIAN PAJAKDAERAH 1 KRITERIA PAJAKDAERAH 2 JENIS-JENIS PAJAKDAERAH : 3 PUNGUTANPAJAK 4 TARIF PAJAK ' 8 UTANGPAJAK 10 BAB 2 KRITERIA EFEKTIVITAS PAJAK DAERAH 13 KECUKUPAN DANELASTISITAS 13 KEADILAN :. .. . .. . ... .. .. . . .. .. . ... . . . . . ... .... 15 KEADILAN VERTIKAL 15 KEADILAN 16 KEADILAN SECARAGEC>GRAFIS 16 KEMAMPUAN ADMINISTRATIF 18 KESEPAKATANPC>LITIS 19 BAB3 ADMINISTRASI PAJAK DAERAH 23 PENGENAANPAJAKDANTARIFC>LEHDAERAH 23 PERBEDAAN C>BJEK YANGDlKENAKANPAJAKDANTARIF . 24 x I1Pajakdan RetribusiDaerah Dqfiar[si11 xi -PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH 79 PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK 79 PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN 81 SURAT KETETAPAN PAJAK ; 82 SURAT TAGIHAN PAJAK DAERAH 82 KEBERATAN DAN BANDI NG 82 KEPUTUSAN KEBERATAN 83 PENGAJUAN BANDING : 83 PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI 84 JAMINAN KERAHASIAAN 84 PENYIDIKAN 85 . . .. 1 BAB7 KETENTUANUMUM RETRIBUSI DAERAH 87 TERMINOLOGI RETRIBUSI DAERAH J 88 JENIS-JENIS RETRIBUSI DAERAH i 89 SARANA PELAPORAN RETRIBUSI 91 SURAT SETORAN RETRIBUSI DAERAH '.'r y, 91 SURATKETETAPANRETRIBUSIDAERAH 91 . 1 SURAT KETETAPAN RETRIBUSI DAERAH LEBIH BAYAR 91 SURAT TAGIHAN RETRIBUSI DAERAH '" 92 TATA CARA PEMUNGUTAN 92 KEBERATAN '" . 92 PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN 93 KEDALUWARSAPENAGIHAN 4 PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN . KERAHASIAAN . KETENTUAN PIDANA '" '" 9. PENYIDIKAN 96 BAB8 PAJAK DAERAH DI TINGKAT PROPINSI 99 PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN KENDARAAN DI BADAN YANG MENERIMA PENYERAHAN KENDARAANBERMOTOR,100 PENGENAAN DAN PEMUNGUTAN OLEH DAERAH 25 MENGUSAHAKAN PEMUNGUTAN PAJAK SECARA EFEKTIF 27 PEMBERIAN HASIL PAJAK UNTUK DAERAH 29 HUBUNGAN ANTARA OBJEK YANG DIKENAKAN PAJAK .. ,30 OBJEK YANG DIKENAKAN PAJAK ANTAR PEMERINTAHAN 31 PENGARUH INSENTIF 32 BAB 4 KRITERIA EFEKTIVITAS RETRIBUSI DAERAH 35 DASAR-DASAR RETRIBUSI 36 TINGKAT PENGENAAN RETRIBUSI 39 PERKIRAAN BIAYA 43 RETRIBUSI DI BAWAH BIAYA 49 RETRIBUSI DI ATAS BIAYA 52 PENILAIAN: KECUKUPAN DAN ELASTISITAS 53 PENILAIAN: KEADILAN 54 PENILAIAN: KEMAMPUAN ADMINISTRASI 56 PENILAIAN: KESEPAKATAN POLITIS :.. 57 PENILAIAN: RETRIBUSI OLEH PEMERINTAH DAERAH 58 KESIMPULAN 59 BAB 5 SISTEM PERPAJAKAN DAERAH 61 PENGERTIAN PERPAJAKAN 61 SISTEM PERPAJAKAN DAERAH 62 KEBIJAKAN PERPAJAKAN 63 HUKUM PAJAK 65 ADMINISTRASI PAJAK 67 IKLIM PERPAJAKAN 67 BAB6 KETENTUAN UMUM PAJAK DAERAH 71 TERMINOLOGI PAJAK DAERAH 72 SARANA PELAPORAN PAJAK DAERAH 77 xii PajakdiJn Retribusi Daerah PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR 111 PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN 112 BAB 9 PAJAK DAERAH TINGKAT KABUPATENIKOTA 109 PAJAK HOTEL j 116 PAJAK RESTORAN , j 118 PAJAK HIBURAN \ 119 REKLAME . . ... . ... .... . . .. ... .... \ 121 PENERANGAN JALAN 122 PAJAK PENGAMBILAN BAHlAN GALIAN GOLONGAN C 124 PAJAK PA'RKIR - 126 I BAB 10 RETRlBUSI DAERAH 129 t A. Retribusi Jasa Umurn .. i _ 129 B. Retribusi Jasa Usaha .. t.: .. .. _.. 131 C. Retribusi l erizioaD Tertentu ' 131 BAB11MYlNGUKURKINERJAPAJAKDANRETRIBUSI 133 '" I' j .IJ PENGU JJRAN KINEIUA 133 f ' PEMU POTENSIPENERIMAAN 135 11 PAJ!Mi HOTELDANRESTORAN 136 PM Al KHIBURAN 139 i pAJ) \KREKLAME 142 PAl'AKKENDARAAN BERMOTOR(PKB) 142 BE A BALIKNAMAKENDARAAN BERMOTOR(BBM - KBM) .. 143 t WETRIBUSI KEBERSIHAN 144 Ji.ffiTRIBUSI PARKIR. ., 145 . PENGUKURAN EFISIENSIPAJAKDANRETRIBUSI 146 BAB12 DESAIN TAX POLICY DAERAH ................... 149 DaftarIsill xiii -PRINSIP KEBIJAKAN PAJAK YANG BAlK 150 TAX POLICY MERUPAKANALAT DARI KEBIJAKAN MONETER DANFISKAL 151 SISTEMPERPAJAKAN YANG EFISIEN 153 PERANAN DANIMPLIKASI SUATUTAXPOLiCy " 156
PERPAJAKANDAERAH 161 KIATPENYUSUNANPRODUK HUKUMDAERAH 162 DASARTEKNIKPENYUSUNAN 168 JENIS-JENIS PRODUKHUKUM DAERAH 170 KAIDAH-KAIDAH HUKUM 172 TEKNIKPENYUSUNANPRODUK-PRODUKHUKUM 173 PENCABUTAN PRODUK-PRODUKHUKUMDAERAH 206 RAGAM BAHASA 208 DAFTAR PUSTAKA 215 A DASARDASAR PAJAK DAERAH B ab ini akan membicarakan tentang dasar-dasar perpajakan daerah atau pokok-pokok perpajakan daerah. Bab ini diawali denganpembahasanmengenai pengertian secara umumpajak daerah, kriteria pajak daerah dan pengertian pajak daerah menurut UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana terakhir telah diubah dengan UU No 34 Tahun 2000. Selanjutnya, dibahas tentangjenis-jenis pajak daerah, yang dibedakan menjadi dua yaitu pajak propinsi dan pajak kabupaten atau kota. Pada bagiantengah dari bab ini membahas tentangazasdanteori pemungutan pajak, hal ini penting karena untuk mendasari pola berpikir bahwa memungut pajakituhams bersikap adildantidakdiskriminatif. Kemudian bagianakhir daribabini membahastarifpajak, utangdanpenagihanpajak serta hapusnya utangpajak. PENGERTIANPAJAKDAERAH Secaraumum, pajak adalahiuranwajibanggotamasyarakatkepada negara karenaundang-undang, danataspembayarantersebutpemerintah tidak memberikanbalasjasayanglangsung dapatditunjuk. Dalamkonteks daerah, pajakdaerahadalahpajak-pajakyangdipungutolehpemerintah daerah (misal: Propinsi, Kabupaten, Kota) yang diatur berdasarkan 2 ~ Pajakdan RetribusiDaerah , Dasar-dasar Pajak Daerah lJ 3 peraturandaerahmasing-masing danbasil pemungutannyadigunakanuntuk pembiayaanrumahtanggadaerah. Sedangkanmenurut VUNo.18Tahun 1997tentangPajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan VV No. 34 Tahun 2000, Pajak Daerah adalahiuran wajib yangdilakukan olehorangpribadi ataubadankepada Daerahtanpa imbalanlangsung yangseimbang. PajakDaerahdapat dipaksakanberdasar peraturanperundang-undanganyangberlaku, dimana basilnya digunakan untukmembiayai penyelenggaraanpemerintahanDaerahdanpembangunan Daerah. KRITERIAPAJAKDAERAH Kriteriapajakdaerahtidakjauhberbedadengan kriteria pajakpusat, yangmembedakankeduanya adalahpihakpemungutnya. Pajak pusat yangmemungutadalahPemerintah Pusat, sedangkanpajakdaerahyang memungut adalah PemerintahDaerah. Kriteriapajakdaerahsecara spesifik diuraikanoleh Davey(1988)dalambukunya Financing Regional Gov- ernment, yangterdiridad 4 (empat) ha! yaitu: 1. Pajakyangdipungut olehpemerintahdaerahberdasarkanpengaturan daridaerahsendiri, 2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi penetapan tarifnyadilakukan olehpemerintah daerah, 3. Pajakyangditetapkandanataudipungut olehpemerintahdaerah, 4. Pajakyangdipungut dan diadministrasikan olehpemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada pemerintah daerah. Dari kriteria pajak tersebut, dapat disimpulkanbahwapengertian pajak daerah tersebut terdiri dari pajak yang ditetapkan dan atau dipungut di wilayah daerah dan bagi hasil pajak dengan pemerintah pusat. Pajak yang dipungut di wilayah daerah ini dikenal sebagai pajak daerah terdiri dari: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar KendaraanBermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak PeneranganJalandan PajakPengam- bilanBahanGalianGolonganC. Sedangkan bagi hasilpajak, misalnya PBB(PajakBumi danBangunan). PBBini pengadministrasiandataobjek pajak melibatkan PemerintahDaerah, khususnyaditingkatpedesaan. Demikian pula pemungutannya, Pemerintah Desa/Kecamatanjuga terlibat.Hasil pemungutannya disetorke Kas Negara Pajakdaerahyang dibahas disini hanyapajakyangdipungut di wilayah daerah saja. JENIS-JENIS PAJAK DAERAH Dalam literatur pajak dan public finance, pajak dapat diklasifikasikan berdasar golongan, wewenang, sifat dan lain sebagainya. Pajak Daerah termasuk klasifikasi pajak menurut wewenang pemungutnya. Artinya, pihak yangberwenangdan berhak memungut pajakdaerahadalahpemerintahdaerah. Selanjutnya, pajak daerah ini dapat diklasifikasikan kembali menurut wilayahkekuasaan pihak pemungutnya. Menurut wilayah pemungutannyapajak daerah dibagi menjadi: PajakPropinsi PajakPropinsi adalahpajakdaerahyangdipungutolehpemerintah daerahtingkat propinsi. PajakPropinsi yangberlaku di Indonesia sampai saat ini, terdiri dari: a. PajakKendaraan Bermotordan Kendaraandi atasAir b. Bea BalikNama KendaraanBermotor dan Kendaraan di atas Air c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Pengambilandan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Pajak Kabupaten/Kota Pajak Kabupaten/Kota adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota. Pajak Kabupaten/Kota yang berlaku Indonesia sampai saat ini, terdiri dari: a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan 4 I1 Pajakdon Retribusi Daerah Dasar-dasar PajakDaerah 11 5 d. Pajak Reklame e. Pajak Parkir f. Pajak Penerangan Jalan g. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C PUNGUTAN PAJAK Disadari atau tidak pada hakekatnya pajak daerah merupakan pungutan yang dikenakan terhadap seluruh rakyat di suatu daerah . Segala bentuk pungutan yang dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebenarnya merupakan pengurangan hak rakyat oleh pemerintah. Oleh karena itu, dalam pemungutannya tidak . boleh diskriminatif dan harus diupayakan bersifat adil . Dalam perpajakan keadilan haruslah obyektif dan dapat dirasakan merata oleh rakyat. Atas dasar pemikiran tersebut maka diperlukan landasan berpikir dalam melakukan pernungutan pajak. Landasan berpikir yang mendasari pemungutan pajak ini dikenal dengan azas pemungutan pajak. Azas saja tidaklali cukup, perlu justifikasi yang melandasi konsep berpikir yang rasional dalam pelaksanaan pemungutan pajak tersebut, konsep inilah yang dikenal dengan teori pungutan pajak. Asas Pemungutan Pajak Menurut Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations bahwa dalam pemungutan pajak agar diupayakan adanya keadilan objektij. Artinya, asas pemungutan yang mendasarinya bersifat umum dan merata. Asas pemungutan pajak ini dikenal The Four Maxims atau Smith's Cannon, yaitu: a. Equality, kesamaan dalam beban pajak, sesuai kemampuan wajib pajak, b. Certainty, dijalankansecara tegas, jelas dan pasti, c. Convenience, tidak menekan wajib pajak, wajib pajak membayar pajakdengan senangdan rela, d. Efficiency/economy, biaya pemungutannya tidak lebih besar dari jumlahpenerimaanpajaknya. Teori Pungutan Pajak Seperti telah diuraikan sebelumnya, teori pungutan pajak muncul untuk mencari dasar konseptual pemungutan pajak bagi negara, sehingga secara teoriti s pemungutan paj ak yang dilakukan negara itu dapat dibenarkan baik dipandang dari sisi yuridis maupun sisi ilmiah. Dengan kata lain bahwa, teori pungutan pajak ada guna memberi dasar menyatakankeadilan (justification) kepada hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya. Berikut ini beberapa teori pungutan pajak yang pernah ada atau yang masih digunakan sebagai dasar pemungutan pajak sampai sekarang. a. Teori Asuransi Pajak diasumsikan sebagai premi asuransi yang harus dibayar oleh masyarakat (tertanggung) kepada negara (penanggung). Kelemahan teori ini, jika rakyat mengalami kerugian seharusnya ada penggantian dari negara, kenyataannya tidak ada. Selain itu, besarnya pajak yang dibayar dan jasa yang diberikan tidak ada hubungan langsung. b. Teori Kepentingan Pajak dibebankan atas dasar kepentingan (manfaat) bagi masing- masing orang . Teori ini juga dikenal sebagai Benefit Approach Theory. c. Teori Daya Pikul Kesamaan beban pajak untuk setiap .orang sesuai daya pikul masing-masing. Ukuran daya pikul ini dapat berupa penghasilan dan kekayaan atau pengeluaran seseorang. Teori ini dikenal sebagai Ability to Pay Approach Theory. d. Teori Bakti Pajak (kewajiban asli) merupakan bukti tanda bakti seseorang kepada negaranya. 6 \1 PajakdanRetribusi Daerah . Dasar-dasar Pajak DaerahIJ 7 e. Teori Asas Daya Beli Dasar keadilanpemungutanpajak, pada kepentinganmasyarakat, bukan pada individu atau negara. Keadilan dipandang sebagai efek dari pemungutan pajak. PEMUNGUTAN PAJAK Pemungutanpajakdapat dilakukanbergantung padadua hal yaitu keadaan objek pajak dan kewenangan pungut. Keadaan objek pajak merupakan dasar pengenaan pajak yang dibatasi oleh waktu atau periode. Keadaan objek pajak di masa lalu, dengan masa sekarang bisa sama, bisajuga berbeda. Karena sifat inilah, perlu carapenafsiran keadaan objek pajak yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya atau mendekati yang sesungguhnya. Cara penafsiran keadaan objek inilahyangdikenal pengakuandan pengukuranobjekpajakataustelsel. Sedangkan kewenangan pungut, menekankanpihak-pihakyangterlibat dalampembayaranpajak. Artinya, siapayangberhakmemungutpajak danbagaimana caranyamenghitung besarnyapajakyangharusdibayar. Kewenangan pungut dan cara menetapkan besarnya pungutan pajak inilahyang melahirkansistempemungutanpajak. 1. Dasar Pemungutan Pajak Dasar Pemungutanpajak ini merupakan bentuk operasional dari pengakuan dan pengukuran keadaan objek pajak atau stelsel. Berikut ini dasar pemungutan pajak yang dikenal dalam berbagai literatur perpajakan yaitu: a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada keadaan objek yang sesungguhnya (riil atau nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun setelah keadaan sesungguhnya objek pajak diketahui. Keunggulan stelsel ini sebagai dasar pemungutan pajak lebih realistis. Kelemahan dari stelsel ini, pajak baru dapat dibayar atau dikenakan setelah akhir periode, yaitu ketika keadaan objek pajak secara riil telah diketahui. b. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada keadaan yang diatur oleh ketentuan atauperaturanperundang-undanganyangberlaku. Keadaan yang diatur ini merupakan suatu asumsi atau anggapan yang ditetapkan oleh ketentuan atau peraturan. Misalnya, keadaan objek pajak tahun sekarang sama dengan keadaan objek pajak tahun lalu, sehingga pajak tahun sekarang dapat dikenakan pada awal tahun. Keunggulan stelsel ini, pajakdapatdibayar selamatahunberjalan, tanpa harusmenunggupacta akhir tahun. Kelemahannya, pajakyangdikenakan atau dibayartidakmenggambarkan keadaanpajakyangsebenarnya. c. Stelsel Campuran Untukmengatasi kelemahanmasing-masing stelsel tersebut, maka dalampelaksanaanpengenaanpajakdilakukan denganduacara. Di awal tahun, pajakyangdikenakandidasarkanpada keadaanobjekpajakpacta tahun lalu, dandi akhir tahunpajak dikenakanberdasar keadaanobjek pajaksesungguhnya. Karenapelaksanaannya demikian, makastelsel ini disebut Stelsel Campuran. Jika pajak yangdibayar di awal tahun lebih besar dari pajakyangdihitung padaakhir tahun, makaterjadi kelebihan pajak. Kelebihanpajak bayar ini dapat direstitusi (kelebihannyadapat diminta kembali). Sebaliknya, jikaakhirtahunyang lebihbesar, makawajib pajakyangbersangkutanmelunasi kekurangannya. 2. Sistem Pemungutan Pajak Kewenangan pungutdancaramenetapkanbesarnyapungutanpajak inilah yang melahirkan sistempemungutan pajak. Berikut ini sistem pemungutanpajakyangdikenal dalamliteratur perpajakan, yaitu: a. Official Assessment System Sistempemungutan pajakyangmempercayakan kewenangan untuk menentukanbesarnyapajakyangterutang padafiskus (pemerintah). Sistem ini meletakkan wajib pajakpacta posisiyanglemahdanpasif, utangpajak timbul setelah terbitnya suratketetapan pajakolehfiskus. Sisteminihanya cocokditerapkanpadamasyarakat yangberpendidikanrendah dantingkat 8 ~ PajakdanRetribusi Daerah Dasar-dasar Pajak DaerahIJ 9 Pajak Terutang Rp 100.000,00 200.000,00 300.000,00 400.000,00 Pajak Terutang Rp 1.500.000,00 10.000.000,00 21.000.000,00 Pajak Terutang Rp 2.000.000,00 2.700 .000,00 4.000 .000,00 4.900.000,00 Tarif 10% 10% 10% 10% Tarif 15% 25% 35% Tar if 10% 9% 8% 7% Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Rp 1.000.000,00 2.000.000,00 3.000.000,00 4.000.000,00 2. Tarif Progresij Tarif pajak yang persentasenya meningkat, sesuai besarnya (meningkatnya) dasar pengenaan pajak Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Rp 10.000.000,00 40.000.000,00 60.000.000,00 3. Tarij Degresij Tarif pajak yang persentasenya menurun, sesuai meningkatnya dasar pengenaan pajaknya Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Rp 20.000.000,00 30.000.000,00 50.000.000,00 70.000.000,00. kejujuran aparat pajak tinggi. Jika tidak, bisa menimbulkan kesewenangan dari aparat pajak dan korupsi. b. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan, tanggungjawab dan kewenangan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajak yang terutang atau harus dibayar kepada diri pribadi wajib pajak sendiri. Sistem ini hanya cocok diterapkan bagi masyarakat yang sudah maju dan iklim pajaknya sudah baik, tax minded tinggi, dan tingkat integritas masyarakat tinggi. c. Withholding System Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan dan kepercayaan kepada pihak ketiga untuk menghitung, memotong, atau memungut besarnya pajak yang-terutang oleh wajib pajak. TARIFPAJAK Sebagaimana diuraikan dalam azas pemungutan pajak, bahwa pemungutan pajak dilakukan secara adil, artinya umum dan merata . Salah satu bentuk operasional penciptaan keadaan pemungutan pajak yang adil yaitu melalui tarif pajak: Namun demikian, penerapan tarif pajak di lapangan bergantung dari tujuan yang ingin dicapai oleh fiskus. Misalnya, untuk masyarakat yang penghasilannya tidak merata dan cenderung rendah, maka penerapan tarif pajak progres if- progresif lebih mencerminkan keadilan dibandingkan dengan tarif pajak lainnya. Tarif pajak, merupakan alat ukur untuk menilai tingkatan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Secara teoritis terdapat4 macamtarif pajak, yaitu: 1. Tari! ProporsionaI Tarif pajak yang persentasenya tetap dan tidak bergantung pada besarnya dasar pengenaanpajak. 4. Tarif Tetap Jumlah atau angkanya tetap, tidak bergantung besarnya dasar pengenaan pajak Tarif Pajak Terutang Rp 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 10 ~ PajakdonRetribusi Daerah Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Rp 10.000.000,00' 20.000.000,00 40.000.000,00 50.000.000,00 UTANGPAJAK Secara umum, utang timbul karena adanya perikatan antara debitur dan kreditur. Namun, tidak demikian untuk utang pajak. Utang pajak timbul karena undang-undang atau peraturan yang ditetapkan oleh negara. Ada dua konsep teori yang menjelaskan timbulnya utang pajak: a. Konsep Materiel Menurut konsep ini utang pajak timbul karena ada sebab-sebab yang mengakibatkan seseorang dikenakan pajak. Artinya, utang pajak timbul karena dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang, dalam bahasa Belanda disebut tatsbestand. Syarat- syarat tertentu tersebut berupa serangkaian perbuatan, keadaan dan peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak. Dengan demikian, menurut konsep ini utang pajak timbul tidak harus menunggu adanya surat ketetapan pajak. b. Konsep Formiel Menurut konsep ini utang pajak timbul bila telah ada ketetapan dari fiskus. Artinya, utang pajak timbul karena adanya surat ketetapan dari fiskus. Meskipun dipenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang tetapijika tidak ada surat ketetapan maka belum terutang pajak atau timbul utang pajak. Dasar-di1sar Pajak DaerahIJ 11 Penagihan Utang Pajak Tindakan penagihan utang pajak dapat dilakukan dengan 2 langkah: a. Penagihan secara pasif, pada umumnya dilakukan dengan penyerahan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dan terakhir menggunakan Surat Tegoran, b. Penagihan secara aktif yaitu penagihan dengan menggunakan Surat Paksa dan dilanjutkan dengan tindakan sita. Berakhimya Utang Pajak Setiap perikatan, termasuk pula utang pajak pada waktunya akan berakhir, dan berakhirnya utang pajakjika terjadi hal-hal berikut ini: a. Pembayaran Utang pajak yang melekat pada diri wajib pajak akan hapus dengan sendirinya jika telah ada pembayaran sejumlah pajak yang terutang. Pembayaran dapat dilakukan ke Kas Negara atau lembaga lain yang ditunjuk, misalnya Bank atau Kantor Pos dan Giro. b. Kompensasi Jika jumlah pembayaran pajak yang dilakukan oIeh wajib pajak melebihi jumlah pajak yang terutang, maka timbuI selisih lebih. Selisih lebih inilah yang dapat dikompensasikan dengan utang pajak lainnya. Kompensasi pajak ini dapat dibedakan menjadi dua: (1) Kompensasi Horisontal, adalah pengalihan kelebihan pembayaran suatu jenis pajak pada tahun tertentu dengan utang pajak jenis yang sama pada tahun berikutnya. (2) Kompensasi Vertikal, adalah pengalihan kelebihan pembayaran suatu jenis pajak pada tahun tertentu dengan utang pajak jenis yang lain pada tahun yang sama. 12 ~ Pajak clan Retribusi Daerah c. Daluwarsa Daluwarsa terjadi jika waktu penagihan utang pajak telah lewat waktu yang sudah ditentukan, akibatnya utang pajak tersebut tidak dapat ditagih oleh fiskus dan dianggap lunas. Penentuanbatas waktu penagihan utang pajak ini merupakan salah satu bentuk kepastian hukumdalam undang-undangperpajakan. d. Pembebasan Jika utangpajakberakhir dengan tidak semestinya, tetapi karena ditiadakan oleh fiskus, maka utang pajak ini disebut dibebaskan. Pada umumnya pembebasan tidak diberikan terhadap pokok pajak tetapi terhadap sanksi administrasi. e. Penghapusan Penghapusanutangpajak samasifatnyadenganpembebasan, hanya sajapenghapusandiberikan karena keadaanpribadi wajib pajak, misalnya bangkrut ataupailit. ~ r!!a ~ KRITERIA PAJAK DAERAH B ab ini membahas karakteristik pajak daerah secara umum. Tidak semua potensi yang menjadi sumber pendapatan Pemerintah Daerah dapat langsung dikenai pajak daerah. Ada5 (lima) kriteriayangharusdipenuhi suatupotensi pendapatan agar dapat menjadi obyekpengenaan pajakdaerah(Davey, 1988), meliputi kecukupan danelastisitas, pemerataan, kemampuan administratife, kesepakatan politik, dankecocokan suatupajak. Kriteriapajakdaerah ini menjadi pentingberkaitanperanPemerintahDaerahuntukmeningkatkan pendapatan daerahnya gunamencapai kemandirian pembiayaandaerah. Hat ini diperlukan agarproses pungutan, administrasi danpenetapan tarif terhadap sumber-sumber pendapatantersebut tidakmenyalahi kewenangan Pemerintah Daerah. KECUKUPANDANELASTISITAS Kecukupan sumber pendapatanyangdapat dipajaki. Artinya, sumber tersebuthams menghasilkanpendapatanpajaklebih besardibandingkan seluruh atau sebagianbiayapelayananyangakandikeluarkan. Jikabiaya pelayananmeningkat makapendapatanpajaknya jugameningkat. Keadaan demikianmencerminkanpajakmenunjukkan elastisitasnya,artinya pajak- 14 11 PajakdonRetribusi Daerah pajaktersebut marnpu menghasiIkan tambahanpendapatanuntukmenutup kenaikan pengeluaran Pemerintah. Halini secaraotomatis berakibat pada perkembangan besamyadasar pengenaan pajak. Elastisitas merupakan derajat reaksi atau respons (tanggapan) dari suatu variabel karena perubahan variabellain (Soetrisno, 1984). Misalnya, harga-harga meningkat, jumlah penduduk bertambah, dan pendapatan individu bertambah, maka pendapatan pun sebagai dasar pengenaan pajak bertambah. Elastisitas pajak mempunyai 2 (dua) dimensi. Pertama adalah pertumbuhanpotensi dari dasar pengenaanpajak. Kedua, kemudahan untukmemungut pertumbuhanpajaktersebut. Untukmemberi gambaran perbedaan keduadimensi tersebut, ditunjukkan padaketerkaitan tingkat inflasi denganpajakpenjualan danpajakhartatetap. Ketika harga-harga barangdanjasa naik, dasar pengenaan pajakpenjualanpunbertambah jumlahnya. Jikapajaktersebut merupakan persentase tertentu dari harga barangdanjasa (nilai kotorpenjualan yangdikenakan pajak), maka hasil pajakakanmeningkat secara otomatis sesuai denganperkembangan dasar pengenaanpajaknya. Inflasi biasanya mendorong tingkat hargaataunilai sewahartatetapnaik. Pertumbuhan potensidasar pengenaanpajakatas harta tetaphanya dapat digali kalautarifnya ditingkatkan, atauhartanya dinilai kembali (revaluasi) secara administrasi pajak. Dalamha! ini elastisitas pajakditekankan padakemudahan untukmemungut pertumbuhan pajak tersebut (dari selisihkenaikantarifdan selishnilaihartatetapdarirevaluasi), jikalangkah ini akandiambil tergantung padakepekaanpembuat keputusan dan kemampuanadministrasinya. Elastisitas diukurdenganmembandingkan (rasio) hasilpenerimaan pajakselama beberapa tahimdenganperubahan indeks harga, penduduk atauproduk domestikbruto (PDB). Perhitunganelastisitas dapat pula dilakukandengan membandingkandasar pengenaanpajakper kapita secarariil (denganmemperhitungkan tingkat inflasi) denganperubahan pendapatan per kapitadalamsatuperiode. Dasarpengenaanpajakyang dimaksuddi sini adalahjumlah aktivatetap, pendapatanatautransaksi komersial yangmenjadi dasarperhitungan pajak.Elastisitas pajakbukan hanyasekedar gambarandata penerimaanpajaktetapi elastisitas pajak KriteriaEfektivitasPajakDaerahlJ 15 dapat mencerminkanpertumbuhan potensipajak terlepas dari keputusan untukmengubah tarifpajak. KEADILAN Kriteria ini merupakan konsep keadilan sosial yang secara luas yang dianut oleh hampir semua negara, namun dalam praktek tidak mudahdilaksanakan. Padaprinsipnya bebanpengeluaran Pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing. Konsep ini memandang pajak merupakan suatu alat redistribusi pendapatan, golongan kaya menyumbang lebih besar daripada nilai pelayanan yang diterimanya, sebaliknya golongan miskin nilai pelayanan yang diperoleh lebih besar dibanding sumbangan yang ia berikan. Dalam praktek, hal ini juga dapat dicapai kalau golongan kaya menikmati manfaat layanan yang sedikit lebih kecil dari pengeluaran layanan Pemerintah. Keadilan dalam hal perpajakan daerah mempunyai 3 (tiga) dimensi, yaitu keadilan vertikal, keadilan horisontaldan keadilan geograjis. KeadiIan vertikal Secara umum, pajak itu dikatakan baik jika pajak tersebut 'progresij'. Artinya, persentase pendapatan seseorang yang dibayarkan untuk pajak bertambah sesuai dengan tingkat pendapatannya. Pembebanan pajak masih dapat dikatakan pula baik jika pajak yang dikenakan tersebut bersifat proporsional yaitu kalau persentasependapatan yangdibayarkanuntukpajaksamauntuksemua tingkat pendapatan. Pajak dikatakan tidak baikjika pembebanannya 'regresif" yakni persentase pendapatan yang dibayarkan untuk pajak menurun dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan. Meskipun pandangantersebut diterima secara luas, tetapi tidak selalu demikian prakteknya. Pandangan lain adalah pajak itu adil kalau bebannya proporsionalataspendapatanatau kekayaan, dansetiappenyimpangan daripada itu apakah progresif atau regresif akan dapat berakibat negatif. 16/1. \1 PajakdonRetribusi Daerah . Keadilan horizontal Seseorang yang menerima gaji seharusnya tidak membayar pajak lebih besar daripada seseorang dengan pendapatan yang sama dari bisnis atau pertanian, seorang petani yang mengusahakan tanaman ekspor seharusnya tidak membayar lebih besar daripada petani dengan pendapatan sama di bidang tanaman pangan. Artinya, dalam jumlah pendapatan yang sama maka besarnya pajak yang dibayar juga sama tidak memandang sumbernya. Keadilan geografis Pemerataan harus dilihat dalam kaitannya dengan penerimaan dan pengeluaran. Pengenaan pajak atas penduduk adalah tepat kalau mereka tinggal di daerah yang memperoleh pelayanan khusus dari Pemerintah. Hal ini untuk memberikan keleluasaankepada Pemerintah Daerah untuk menetapkan tingkat pajak yang dikenakannya, agar mereka dapat membebani pajak yang berbeda-beda untuk berbagai tingkat pelayanan yang diberikan. Struktur tarif perpajakan yang progresif dikehendaki berdasarkan pertimbangan keadilan sosial. Hal itu berarti kelompok berpendapatan paling rendah harus dikenakan pajak yang paling ringan atau dibebaskan samasekali dari pungutan pajak. Keadaan ini lebih mudah dilaksanakan di perekonomian yang telah maju yang sebagian besar penduduknya berada dalam kelompok berpendapatan menengah. Golongan ini dapat memberikan sumbangan untuk mempertahankan pengeluaran Pemerintah tanpa atau sedikit memerlukan sumbangan dari golongan yang berpendapatan rendah. Masalah lebih besar akan timbul kalau hal itu dilaksanakan di masyarakat miskin dengan struktur pendapatan seperti piramida di mana sebagian besar masyarakat berada di kelompok yang berpenghasilan paling rendah. Dasar pengenaan pajak dari golongan berpendapatan atas dan menengah sangat kecil untuk memikul beban pengeluaranPemerintah. Hambatanbiasanyatimbuldalambentukekonomi . KriteriaEfektivitasPajakDaerah11 17 dan politis.Hal ini ditunjukkan adanya pembatasanjumlah pendapatan tertinggi yang dapat dikenakan pajak, dan kekhawatiran pada pengaruh pajak yang tinggi atas produksi dan investasi.Kekhawatiran akan akibat buruk terhadap perusahaan dan pertumbuhan ekonomi selalu dikemukakan oleh kalangan dunia usaha (golongan atas dalam sistem politik) sungguh merupakan rintangan bagi penetapan tarif yang progresif. Pembebanan yang adil dari suatu pajak dipengaruhi oleh ruang lingkupnya siapa yang membayar dan jenis pendapatan, kekayaan dan struktur tarifnya. Selain itu juga tergantung metode penetapan dan tingkat ketepatan perhitungan kekayaan (milik) masing-masing pemilik. Setiap ketidaktepatan dalam penetapan dapat menyebabkan ketidakadilan karena orang akan membayar pajak lebih atau kurang dari yang seharusnya dibayar. Tetapi sejauhmana ketidakadilan tersebut dirasakan akan tergantung pada tarif pajaknya .Sebagai contoh pendapatan atau kekayaan seseorang sebesar Rp 200 juta. Kalau dikenakan pajak dengan tarif pajaknya 5 persen maka baik kesalahan pengenaan di bawah atau di atas yang seharusnya akan berjumlah Rp 10 juta, kalau 30 persen maka akan menjadi Rp 60 j uta yang menambah ketidakpuasan lebih besar lagi. Dengan bertambahnya beban pajak, keluhan juga akan bertambah terhadap setiap metode pengenaan yang tidak sempurna dan tidak teliti. Pemerataan diinginkan atas dasar keadilan sosial. Pada prinsip ketidakadilanperluditekanseminimal mungkin, agar tidakhambatandalam pembebananpajakdan dalammenggali potensi pendapatan. KEMAMPUAN ADl\fiNlSTRATIF Dalam menilai pajak yang ditetapkan atas sumber pendapatan pajak memerlukan ketelitian administrasinya. Untuk mengetahui keuntungan suatu perusahaan yang dapat dikenakan pajak penghasilan atau untuk menetapkan nilai jual objektif gedung di pusat kota dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan memerlukan pengetahuan teknis yang tinggi. Setiap transaksi antara wajib pajak dengan aparat pajak dalam menetapkan besarnya pajak, membuka kesempatan untuk 18 PajakdanRetrib1tsi Daerah mengadakan kerjasama dan korupsi. Seorang pengusaha besar yang tergantung pada Pemerintah dalam perizinan, . proteksi tarif dan pembelian dapat mendorong untuk memperoleh keringanan dalam depresiasi pada saat perhitungan paj ak atas keuntungan perusahaan. Di banyak negara yang sedang berkembang sebagian besar penduduk hidup di bidang usaha kecil, pedagang keeil, atau tenaga lepas yang tersebar di daerah pedesaan yang luas dan tidak ada penghasilan yang jelas yang dapat diperhitungkan dalam pengenaan pajaknya. Pengenaan dan pemungutan setiap pajak pendapatan atau pajak atas harta tetap memerlukan kunjungan pada saat-saat mereka dapat ditemui di rumah dan di musim panen dimana mereka memperoleh penghasilan. Ongkos administrasi dari kegiatan semacam itu sangat tinggi meskipun jumlah rata-rata per kapita dapat dipungut mungkin rendah.Sebaliknya, sejumlah besar pendapatan yang diperoleh dari pungutan atas minyak misalnya dilaksanakan dengan ongkos administrasi yang sangat rendah. Di dalam perekonomian semaeam itu terdapat keeenderungan untuk menempuh administrasi yang mudah dengan menggantungkan pendapatan langsung yang dapat dipungut pada saat transaksi di sektor komersial formal melalui pabrikan besar, importir atau distributor. Namun demikian hal ini tidak selalu sesuai dengan pertimbangan pembebanan yang adil atau desentralisasi fiskal. KESEPAKATAN POLITIS Tidak ada pajak yang populer. Meskipun demikian kemauan politis diperlukan dalam mengenakan pajak, menetapkan struktur tarif, memutuskan siapa yang harus membayar dan bagaimana pajak tersebut ditetapkan, memungut pajak seeara fisik, dan memaksakan sanksi terhadap para pelanggar. Hal ini pada gilirannya tergantung pada dua faktor kepekaan dan kejelasan dari pajak tersebut dan .adanya keleluasaan dalam mengambil keputusan. Kepekaan politis kadang-kadang memusatkan pada masalah nilai- nilai sosial. Ada masyarakat yang menganggap pajak atas tanah adalah sensitif oleh karena tanah dipandang sebagai milik bersama tidak KriteriaEfektivitas PajakDaerahIJ 19 sebagai milik pribadi, demikian pula pajak atas ternak tidak populer karena ternak dianggap sebagai modal tidak sebagai sumber pendapatan. Di pihak lain, pengenaan pajak tertentu dapat sensitif karena berpengaruh terhadap kepentingan golongan berkuasa atau golongan tertentu. Misal, usul pengenaan pajak atas tanah pertanian di Inggris yang sudah tertunda lama, atau peningkatan Pajak atas Bumi dan Bangunan perkotaan di Indonesia tidak dapat dilakukan karena aspek politis tersebut di atas (Devas, 1989) Unsur penting yang lain yang menentukan kepekaan suatu pajak adalah kejelasan pajaknya. Pajak atas bumi dan bangunan (PBB) mungkin merupakan pajak yang paling ringan atas wajib pajak di Indonesia. Akan tetapi berlainan dengan pajak penghasilan yang bersumber dari pegawai dan pajak pertambahan nilai yang dikenakan pada saat penjualan atau penyerahan barang/jasa, pajak atas bumi dan bangunan hams dibayar dengan eek atau uang kontan. Persyaratan adanya tindakan pembayaran tersebut menarik perhatian tertentu yang tidak menjadi kewajiban dari para wajib pajak. Ada saatnya perubahan tiba-tiba dalampajak tidak langsung menjadi penyebab meningkatnya harga-harga yang langsung dirasakan oleh masyarakat, juga apabila ketidakpuasan terhadap tingkat inflasi maka perhatian ditujukan pada pajak-pajak yang memberikan pengaruh terhadap kenaikan harga- harga. Meskipun demikian pajak tidak langsung kurang pengaruhnya sebab bebannya tidak langsung dirasakan. Pada semua pajak terlihat kemauan politik. Peranannya tergantung pacta frekuensi dari keputusan yang bersifat sensitif tersebut harus diambil. Keputusanyang sangat sulit dannyata biasanya menyangkut kenaikan tarif. Pajakdanretribusi akanmudah dipolitisasikalaumenghendaki penyesuaian tarifuntuk menjaga dan menambah nilai riilnya. Dalamhal ini, pajak atas bumi dan bangunan yang tidak didukung dengan penilaian kembali yang sering dilakukan akan dianggap sangat tidak dikehendaki kalau dibandingkan dengan pajak pendapatan yang seeara otomatis dapat menyesuaikan dengan kenaikan tingkat inflasi. Sama halnya dengan kenaikan tarif pajak penjualan atau eukai yang didasarkan pada jumlah atau volume, jauh lebih menarik perhatian daripada pertambahan 20 I1 Pajak donRetribusi Daerah secara otomatis yang timbul dari pajak-pajak bumi dan bangunan dalammenyesuaikandengan tingkat inflasi. Kepekaanpolitis merupakan hambatan atas potensi suatu pajak. Meskipun demikian hal itu berguna untuk pertanggungjawabannya. Kebutuhan untukmembuat suatukeputusan dalamrangka meningkatkan tarif pajak yang tinggi dapat memaksa instansi Pemerintahlebihteliti terhadap pertimbangan untuk pengeluaran tertentu atau mengurangi pemborosan. Seringkali diusahakan untukmembuatpajaklebihditerimadengan mengkaitkanpenggunaannya secaralangsung (eannarking) yaitudengan meningkatkan suatupungutan untukmembiayai pelayanantertentu yang populersepertipelayananpendidikan. Setiappajakyangdipungut oleh suatubadanpengelola untuktujuantertentu seperti halnya dengan Badan Pengelola Air "subak" di Balisecaraotomatis dianggap mempunyai ciri tersebut. Pungutan yangdikaitkan dengan pengeluarandapatmerupakan carayangefektifuntukmenghubungkanperpajakandenganpelayananyang tidakbanyak dipahami masyarakat. Pengalamanmenunjukkan seringkali pajaklangsung dikaitkandenganpemerasanyanghams dihapuskandengan segala carayangmemungkinkan. Kaitanlangsung antarabesarnya pajak denganpengeluaranjugamendorong kebenaranpertanggungjawabannya. Dalamjangka panjang, pengkaitanpajak denganpelayananyang diberikan dapat bersifat tidak produktif. Hal itu akan mengundang orang untuk membandingkan antara jumlah yang mereka bayar dengan manfaat yang mereka terima, suatu perbandingan yang mungkin tidak diterima oleh mereka. Ongkos pelayanan mungkin akan lebih tinggi - lebih rendah - biasanya lebih tinggi daripada hasil pajaknya sehingga timbul kesan yang keliru. Mengkaitkan suatu pajak dengan pelayanan yang diberikan dapat mendorong Pemerintah untukmenolakbantuankeuangan lainnyauntukpelayanan dimaksud. Pungutan yangdikaitkan denganpelayananjugadapat membuat or- angkurang antusias untukmembayar pajaklainnya yang akandigunakan untukpengeluaranumumPemerintah. Misalnya, seseoranghams membayar Kriteria Efektivitas PajakDaerahIJ 21 untuk pelayanankepolisian. Pajak yang dikaitkan dengan pelayanan merupakanpenambahan pajakyangtidakdikehendaki yangongkosnya cukup tinggi tidak saja dalamwaktudan tenagatetapijuga kesabaran para wajib pajak. Pajakyang bermacam-macammalahmempersulit untuk pengenaan yang adil terhadap masyarakat. ~ ... ~ 22 \1 Pajakclan Retribusi Daerah ADMINISTRASI PAJAK DAERAH D alam bab2 terdahulu telah dibahas mengenai kriteria pajakdaerah. Setelah sumberpendapatan daerahdapat dikenai pajak, makaperlujugadipertimbangkanapakah suatu pajakyang tclah dapatsecara efektifdigali, dikenakan, dinilaiataudipungut tersebut mampu diadministrasikan olehPemerintah Daerah . Teori development frombelowberpendapat bahwa orang akan lebih bersedia membayar pajak kepada Pemerintah Daerah daripada kepada Pemerintah Pusat karena mereka dapat secara mudah melihat manfaat langsung dalam pembangunan di daerah mereka (Davey, 1988). Berlandaskan teori lcrsebut, dapat diidentifikasi berapapermasalahandalamadministrasi pajak daerah. Pertama, apakah Pemerintah Daerah mempunyai cukup kemauan politik untukmengenakansuatupajak secara efektif dan adil. Karena pengenaanpajakdaerahyang adil membutuhkan pengadministrasiandata pajak yang akurat. Pengadministrasian data pajak yang efektif akan memudahkanmasyarakat dalammembayar pajak. Hatini akan mendorong meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Kedua, apakahPemerintah Daerahmemiliki kemampuan administrasi efektifatas suatupajak. Hatini sangat penting, dalamrangka transparansi pengelolaan 24 mPajakdonRetribusi Daerah dana yang berasal dari pajak. Bab ini akan menguraian permasalahan dalamadministrasi pajakdaerahtersebutmeliputi pengenaanpajaksecara efektifdanadil, perbedaanobjekpajak, pengenaandanpemungutan oleh daerah. PENGENAANPAJAKYANGEFEKTIFDANADIL Teori developmentfrombelowyang dikemukakantersebut di atas, menunjukkanbahwa masyarakat lebih cenderungmaumembayar pajak karenakedekatannya denganmanfaat yangdiperolehdarimembayar pajak tersebut Orangakan lebihbersediamembayarpajakkepadaPemerintah Daerah daripada kepada Pemerintah Pusat merupakan hal yang logis, karenaPemerintah Daerahjuga lebihdekatdibanding denganPemerintah Pusat yang kadangmereka tidak dapat melihat manfaat langsungsecara mudah dalampembangunan di daerah mereka. Dibalik kedekatan ini, apakah Pemerintah Daerah mempunyai cukup kemauan politik untuk mengenakansuatupajak secaraefektifdan adil. / Semakinrendahtingkatpemerintahanmakasemakindekathubungan antararakyatdenganpemerintahnya, sehinggamerekayangmengenakan pajak dengan mereka yang membayar pajak sangat dekat. Karena kedekataninilah, dasar pengenaanpajakdan tarif pajak menjadi rendah tingkat keadilannya. Misal, jika PemerintahDaerah mengenakanpajak bergantung padadukunganpolitik, nilaisosial ataukerjasamabisnis dengan wajibpajakmaka Pemerintah Daerahakanengganuntukmenaikkanpajak pada saat inflasiatau kebutuhanlain yang diperlukannaikdan mungkiri malahrnencari popularitas yaitudenganmenurunkanbebanpajak. Dernikian pulahalnya kalau PemerintahDaerahdidominasi olehgolongankaya, maka akantirnbul penolakanterhadappajakyangprogresif. Permasalahan tersebut dikernukakan untuk rnenghindari kesewe- nangansegelintir politisidanbirokratdi daerahdalamrnembuat kebijakail perpajakannya. Kebijakanperpajakanyangefektifdanadil perludiupaya- kanolehPernerintah Daerah. Adanyapembebananpajakyangrneningkat <tan hanya rnendukung golongan kaya saja, sangat dikhawatirkan oleh PemerintahPusat. Karenaakanmunculdesakandari Pernerintah Daerah untuk rnenambahbelanja di satupihak dan menekanperpajakandaerah Administrasi PajakDaerahIJ 25 di lain pihak. Oleh karena itu perlu ada kontrol dari Pemerintah Pusat untukrnembatasi Pernerintah Daerahagar tidakmengenakanpajaksecara berkelebihan terhadap masyarakatnya. UU 34/2000yang merupakan penyempumaan dari UUNomor 18Tahun1997 dan peraturan pelaksanaan- nya pp Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan pp Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, rnemberi kewenangan kepada Pemerintah Daerah untukmemungut 11 jenis pajakdan28jenis retribusi. serta untukmemungut jenis pajak(kecuali propinsi) dan retribusi lainnya sesuai kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan dalamundang-undang. Kebebasan kewenangan ruang lingkup, metode penilaian dan penetapan tarif pajak dan retribusi akan mendorong kebebasan dan fleksibilitas PemerintahDaerahdalampembiayaankegiatannya. Adanya kebebasankewenanganini rnendorong PemerintahDaerahberlombauntuk memobilisasi dana daerah dari sektor pajak dan retribusi. Akibatnya, masing-masing daerahberusaha rnenetapkanbesarnyaobjekdantarifpajak sekehendak sendiri. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan apakah penyerahan adrninistrasi suatu pajak kepada daerah dapat mengatasi perbedaandalarnobjek dan tarifpajak antar daerah. Masalahtersebut muncul terutama apabila individuatau organisasi membayar pajakpacta lebihdarisatudaerah. Dapatkahdiharapkanseorang majikanmernotong dari gaji stafnyayang tinggal di berbagaidaerahatas perbedaan tarif pajak pendapatan di daerah-daerah tersebut? Tingkat kesulitantersebutjelasmenyangkut banyaknyajurnlahdaerah, sejauhrnana perbedaan tersebut dan soal-soal teknis dari administrasi perpajakan. Komputerisasi gaji misalnya, dapat membuat administrasi pajak lebih sederhana. Pertanyaan yang berkaitan adalah apakah perbaikan pajak daerahrnernpunyai pengaruhnegatif terhadap ekonornidan sejauhmana pengaruh tersebut. Indonesia telah meninggalkan kebijaksanaan menyerahkanlangsungpajakekspor kepada propinsi ketikaPemerintah Daerah mernaksakanperdagangan melalui pelabuhan mereka sendiri. Akibatnyabanyakfasilitas pelabuhanyang rusak berat karenakelebihan daya tarnpung. Masalahnya bukankerusakanitusendiriyangtidakdapat diterirna, tetapihal itumerupakanbagiandari jalan pikirandesentralisasi bahwa rnasyarakat daerah seharusnya turut mernutuskan tingkat 26 mPajakdonRetribusi Daerah pengeluaran Pemerintah dengan melihat pada implikasi ekonominya. Jadi, masalahnyaadalahsejauhmanatingkat kerusakanserta akibatnya terhadap seluruh masyarakat. KEMAMPUANADMINISTRASI Pertanyaanberikutnya adalahapakah Pemerintah Daerahmempunyai kemampuan administratifyangefektifatassuatupajak. Tanggungjawab atas penilaian atau pemungutan suatu pajak atau retribusi tidak selalu bersamaandengankemudahanmemperolehhasilnya. Pemerintah Pusat mungkin lebihbaikdalammelaksanakan ataumembantu pengenaan atau pemungutan suatupajakdaerah. Tarif pajak- atasBumidanBangunan - . di Indonesiamerupakan contoh yang tepat. Pengenaandilakukanoleh Pemerintah Pusat yaitu Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPB). Sedangkanpemungutanpajaknyadilakukanoleh Pemerintah Daerahdan hasilnyadibagi antara Pemerintah Pusat danPemerintah Daerah sesuai denganproporsi masing-masing. Sebaliknya PemerintahDaerah dapat mengenakan atau memungut suatu pajak atas nama Pemerintah Pusat. Misal, PemerintahDaerahmemungut PajakKendaraan Bermotor atasnamaPemerintah Pusat. Ada2 (dua) faktor yangmempengaruhi pelaksanaantanggungjawab pengenaan dan pemungutan pajak. Pertama, tingkat kemampuandan ketersediaan tenaga trampil di daerah yangdibutuhkansebagai tenaga pelaksana administrasi perpajakan di daerah. Kedua, sejauhmana kedekatanpemungut pajakdenganwajibpajakdaerahataudesakan politis terhadap keadilandanketegasandalamprosespemungutanpajaktersebut. Tingkat kemampuan dan tersedianya tenaga trampil administrasi perpajakansangatdibutuhkan daerah. Tenagaterampil mungkin terbatas dansulitbagiPemerintahDaerah meskipunadaalternatifseperti menyewa konsultan ataubantuantenagadari suatuinstansi lain. Misal, kantor Pusat StatistikatauJasa Asuransi. Instansi ini merupakantempat tersedianya tenaga ahliyangdapatdimanfaatkan keahliannya danpengalamannya oleh daerah. Kedekatan pelaksanapemungut (penilai) pajakdenganwajibpajak atau desakan politis dalam proses pemungutan pajak. Keadilan dan Administrasi PajakDaerah11 27 ketegasan dalam proses pemungutan pajak tersebut akan terganggu jika ada kedekatan pelaksana pemungut pajak dengan wajib pajak. Demikian pula, jika ada desakan secara politis terhadap pelaksana pemungut pajak. Sulit untuk menghindari dari tindakan yang meringankan dan memihak wajib pajak apabila mereka pemungut pajak yang dipekerjakan PemerintahDaerah terdapat hubungan yang erat dengan wajibpajak.Hal demikianinijugajika terdapat hubungan langsung antara pengambil keputusan (politikus) dengan pemungut ' pajak. Karena politikus sebagaipengambil keputusanakan cenderung meringankan beban pajak bagi para pemilihnya atau kontituennya , agar di masa mendatangdapat dipilih kembali. Meskipun demikian, situasinyaberbeda, jika pemungut pajaknyadari organisasi profesional yang dapat menjamin integritas dan menjaga tekanan politis yang tidak dikehendaki, walaupun organisasi mereka kecil. Selanjutnya, pemisahan penilai dan pemungut dapat menyebabkan berkurangnya rasa tanggung jawab, penilai dan pemungut tidak begitu giat melakukantugasnyaapabilamereka tidak bekerja untuk instansi yang tergantung pada pendapatan yang mereka kumpulkan. Administrasi pajakjuga memerlukanjaringanpelaksanapemungut yang tersebar luas sesuai dengan penyebaran penduduk serta kemudahanuntuk memperolehdata dan pendapatanpara wajib pajak. Hal ini penting terutama untuk pajak langsung di negara-negara sangat luas wilayahnya, seperti Indonesia. Artinya, dalam hal ini dibutuhkan tingkat pemerintahan yang mempunyai hubungan administrasi sampai ke tingkat desa. Biasanya Pemerintah Daerah di Indonesia mempunyai jaringan adminstrasi di lapangan yang paling luas contohnya camat, lurah, kepala desa, kepala dusun atau kepala dukuh. Kecuali, di India administrasi pendataan atas tanah di daerah pedesaan India dilaksanakan oleh negara-bagian bukan oleh Pemerintah Daerah (Davey,1988). Pada tahun 1960-an di Kenya, Pemerintah Daerah yang berusaha memungut pajak pendapatan perseorangan tetapi mengalami kesulitankarenajaringan administrasi dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat bukan oleh Pemerintah Daerah. Di negara-negara industri di mana sistem 'bayarlah segera sesudah 28 mPajakdan Retribusi Daerah memperoleh pendapatan', sistem pos dan telepon mencukupi, maka sebagianbesar proses pemungutanpajakdapat denganbaikolehkantor pusat dalammeliput wajibpajakpadaumumnya. Jika objekpajakyang dimiliki suatu perusahaanberada di wilayah melampaui perbatasanbeberapa daerah, makapengenaansecara terpusat mungkinlebihtepat, dibandingdikenakandi daerah. Artinya administrasi pajaknya lebihtepat dilakukan olehPemerintah Pusat. Misalnya, sebuah perusahaanmemiliki tanahdan bangunanyangberadapadaperbatasan beberapawilayahPemerintah Daerah, makaPemerintah Daerahtertentu hanyaakanmengenakanpajakatas tanahdanbangunanyangberadadi . wilayahnya saja. Lebih rumit lagi, jika pajakpenghasilanperseorangan maupunperusahaanpengenaannyadidasarkanpadabatas wilayah, padahal kenyataannya dapat diperoleh dari beberapawilayahdaerahataulebih dari satudaerah. Pengenaan secaraterpusat mungkinlebihtepatdibanding pengenaantiap-tiapdaerah. Hal inidapatdilakukanjikadikehendaki untuk keseragaman. Penetapanyangseragampentingartinyauntukdistribusi subsidi dari pusat ke daerahsecaraadil (lihatsubbabbagihasilpajak). BAGlHASILPAJAK Bagi hasil suatu pajak kepada Pemerintah Daerah merupakan permasalahan yang agakpelik. Jika suatupajakdipungutd i m a k s u d ~ untuk membiayai prasarana atau pelayanandi daerah setempat maka penyerahanbagi hasil pungutanpajakuntukdaerahyangbersangkutan tidakmasalah. Namun, masalahakantimbul apabilapengeluaranditujukan pada pelayanan umum yang bersifat personal seperti pendidikandan kesehatan. Karena ketidakjelasan antara daerah tempat pembayaran pajak dilakukandengandaerahyangmemperolehbasil pungutanpajaknya(kecuali kalau hasil pungutandipusatkandan dibagi berdasar perhitunganyang tidak dikaitkan dengandaerahtempatpungutantersebut dilakukan). Kesulitan timbul, jika objek pajak yang dikenakan berada di beberapa daerah misalnya, pajakataslabaataupajakpenjualanyangdikenakan padasuatu perusahaanyangmempunyai cabangdi beberapa daerah. Administrasi PajakDaerahll 29 Seringkali tempat suatu pajak dipungut berbeda dengan tempat pembayarannya. Pajakpenjualanatas pakaianmisalnyadapat dipungut dari suatu pabrik di daerah A oleh karena tidak praktis untuk memungut langsung atas pengecer barang tersebut. Meskipun demikian beban pungutan tersebut dibebankan pada harga eceran dan akan lebih efektif dibayar oleh konsumen di daerah B. Masalah yang sama dapat timbul pada pajak penghasilan yang dipungut oleh perusahaanyangmempunyai kantor pusat di daerah tertentu terhadap upah seorang pegawainya yang tinggal (dan mungkin juga bekerja) di daerah lain. Berbeda, dengan pajak atas tanah dan bangunanjelas tidak ada kesulitan dalammenetapkan Pemerintah Daerah yang akan menerimapembayaranpajakatas harta tetaptersebut, karenakejelasan dari objeknya yang relatif permanen. Apakah daerah tempat pajak dipungut tersebut sebaiknya mendapatkanbagi hasil pajakberdasar penetapannilai pungutanperkapita rata-rataseperti yangdilakukandi Inggris ataupenetapandan pemungutan pajakpenghasilan dilakukanolehdua ataulebihtingkatanpemerintaha secarabersama-sama (Davey,1988). Misalnya, Pemerintah Federal dan PemerintahPropinsi di Canada menggunakandasar pengenaan pajak penghasilan secarabersamaan. Hal yangsamajuga dilakukan di negara- negaraSkandinavia (kecuali Finlandia), mengenakanpajakpenghasilan dilakukansecarabersama-sama olehPemerintahPusat dan Pemerintah Daerah. -, Pertentangan yang tajam akan timbul dalam pembayaran pajak penghasilanperseorangandi mana wajib pajakbekerjadantinggal ditempat yang berbeda. Setiappemisahanantara daerah di manapajakdipungut dandaerahdi manapajaktersebutdibayar makadiperlukansatusistem pemindahanuntukmengatasi kesulitan dalamalokasi hasil pungutan. Pemindahanmemerlukan suatuproses administrasi yangefektif. Hal itu juga memerlukankesediaandari Pemerintah yang harus memberikan pungutantersebut, sehinggabagi hasil pajak untukPemerintahDaerah menjadi jelasdasarbagi hasilnya, meskipun dasarhukumnya telah diatur denganVUPerpajakan Nasional. 30 11 Pajakdon RetribusiDaerah UPAYA PEMUNGUTAN PAJAK SECARA EFEKTIF Penetapan dan pemungutan pajak harus didukung dengan sistem pengawasanyangefisien. Keterlambatandalammembayar pajakseringkali dikenakan dengantindakanmengenakandendadalambentukpersentase atasjumlah pajak yang terutang. Sanksi apabilatidak membayar pajak dapat dikenakandalamberbagaibentuk: (1) tindakpidana menyangkut harta kekayaanmelalui penahanandan hukumanpenjara; (2) tindakanperdatayangsamadenganpengembalianutangpribadiyang dilakukan melaluipenyitaandan penjualan kekayaan; (3) penyitaandanpenjualanlangsung ataskekayaan; (4) menghentikanpelayananmisalnyamemutuskanpelayananairminum, telepon,atau listrik, pengusirandari rumah sewa, penolakanuntuk mengikuti pendidikandan pengobatan atau ' (5) tidakada tindakansamasekali. Tindak pidana, pemutusan pelayanan, atau penyitaankekayaan biasanyamerupakancara yangefektifuntukmeningkatkanpembayaran. Namun, kadang-kadang beberapa tindakan tersebut seringkali tidak dilaksanakan. Akibatnya tindakanperdata seringkali merupakan satu- satunya sanksihukumyangdilakukan tetapi seringkali jugatidakefektif. Prosedur yangberbelit-belit dan kurang perhatianpengadilanterhadap masalahpelanggaranpembayaranpajakdaerah ini, kadangmerupakan penyumbang ketidakefektifan sanksihukumditerapkan. Kecenderungan tingkat ketidakpatuhan membayar pajak yang tinggi dan tidak adanya tindakan yang tegas untuk memaksakan wajib pajak membayarnya merupakanpencerminandari kurangnya kemauanpolitis dalampengenaan pajak. Ketidakpedulianpengadilanterhadapmasalahpemaksaanpajak merupakan gejala umum di negara berkembang yang lemah dalam pelaksanaan law-enforcement. Perlindungan pada individu terhadap kesewenangan Pemerintah dalam tindakan pemaksaan pajak dalam pelaksanaan hukumperlu dikurangi tetapiperludiimbangi denganiklim perpajakankondusif. Keadaan ini tercapai jikasistemperpajakannyatelah mampu menjadikan masyarakat pembayar pajak rela dan mampu. Di beberapa negara seperti India, pengadilan khusus untuk pengadilan Administrasi PajakDaerah IJ 31 pajak telah dibentuk sebagai upaya untuk pemaksaan yang lebih keras terhadap tagihan-tagihan.Semuanya membutuhkan usaha administrasi dan keadilan serta kemampuan politis yang wajar. Pengenaan bunga atas keterlambatan pembayaran dapat efektif apabila besarnya lebih tinggi daripada tingkat inflasi. Di Indonesia pajak atas harta tetap sebesar 5 persen setiap tahun merupakan suatu contoh dari sanksi yang ringan yang memungkinkan wajib pajak memperoleh keuntunganmelalui penundaan pembayaran pajak. KOul Ottawa sebaliknya mengenakan denda secara otomatis sebesar 2 persen atas tagihan yang terlambat satu hari atau lebih. ADMlNISTRASI BAGI HASIL PAJAK Pengenaan pajak oleh pemerintah pusat dan pernerintahdaerah kepada seseorang terhadapobjekpajakyangsamadimungkinkan terjadi. Misalnya, seorangpegawai perusahaanswastayangberpusatdi Jakarta ditugaskan keperusahaananakdi daerah, makapenghasilanyangdierima oleh pegawai tersebut dapat dipungut pajak oleh PemerintahPusat dan PemerintahDaerah. Hal ini memangbelumterjadidi Indonesia, karena semua penghasilan dari pegawai dikenakan pajak penghasilan oleh Pemerintah Pusat.Namun, dalamperkembanganke depanhal demikian dimungkinkan terjadi seiringdenganadanya tuntutanotonorni daerah. Jika demikian maka perlu diatur kewenangan administrasi pengenaannya terhadap objekpajak tersebut. Karenapegawaitersebut beradadi daerah, makaadministrasi pajakdilakukanolehPemerintahDaerah, sehinggatimbul pertanyaanapakahpembayaranpajak kepada PemerintahDaerahakan mempengaruhi besarnyaobjekpajakyangakandikenakanolehPemerintah Pusat. Adatigascenario ataualtematif(Davey, 1988) yaitu: Alternatifpertama, objekpajak dikenakan oleh Pemerintah Pusat dan PemerintahanDaerah seluruhnya terpisah dan tidak ada potongan untukpajakserupayang diberikanoleh Pemerintahbaikpusat maupun daerah. Artinya, bilaseseorang telahmembayar pajakpenghasilankepada PemerintahDaerah, maka pembayaranpajak penghasilannyatersebut tidak bisa mengurangi pajak penghasilan yang dibayarkan kepada Pemerintah Pusat, demikian sebaliknya. Dengan kata lain besarnya 32 11 Pajak danRetribusi Daerah Administrasi Pajak Daerah11 33 pajak yang dibayarkan ke satu pemerintahan tidak akan saling mengurangi pajak yang dibayarkan kepada pemerintah tingkatan lainnya.Contoh, di Skandinavia Pemerintah Daerah melakukan pungutantambahanatas pajak penghasilan yang telah dilakukanoleh Pemerintah Pusat dan semuanya dijumlahkan menjadi satu dengan pajak penghasilan Pemeritah Pusat. Jika diperlukan dapat juga ditentukan batas tertinggi untuk seluruh pajak pendapatan yang dikenakan. Kalaujumlah pajak melebihi batas tertinggi tersebut maka beberapa pajakharus dikurangi. Misal, di Jepang, Pemerintah Daerah mengenakanpungutantambahan ataspajakPemerintahPusat, namunjika besarnya pajak yang ditarik pemerintah melebihi batas tertinggi maka pungutantambahannyayangdikurangi. Lainhalnya, di Skandinaviapajak pusat yangdikurangi, Alternatif kedua, pajak daerah dapat diperhitungkan sebagai pengurangpenghasilanbruto wajibpajakbadandalarn menghitung pajak penghasilan atas badan usaha yang terutang. Perusahaan selalu memperhitungkanpajak atasharta tetapdanpajakdaerahlainnya sebagai ongkos yangdapat mengurangi pendapatanmerekasebelum pengenaan pajakpenghasilanmereka. Wajibpajakpendapatanperseoranganbiasanya tidakbernasib sebaik itu. Memangadapengecualian. Pembayaranpajak atashartatetap dapatdikurangi dari pendapatanperseorangan yangkena pajaktetapseperti di Australia, Denmark, Norwegia, danJermanBarat. Baikpembayaran pajak penjualan maupun pajak penghasilan kepada negara-bagian dan Pemerintah Daerah dapat dikurangi dari pajak pendapatanuntukPemerintah Federaldi Amerika Serikat. Alternatif ketiga, pembayaran pajak untuk satu Pemerintah menghasilkankredit atas pungutanPemerintahlainyaitujumlahpajakyang dibayar kepadaPemerintahAdapat mengurangijumlah yang dibayar kepadaPemerintahBdenganjumlahyangsarna. Hal itutidaklazim, tetapi ada beberapa negara yang melakukan. Misal, di Canada pajak dari Pemerintah Propinsisebesar 10persenataspajakpendapatanperusahaan yangdikenakan olehPemerintah Federal. PajakPemerintah Daerahatas perusahaan dan pendapatan perorangan dikredit terhadap jumlah pajak pendapatannegara bagian di beberapa negara-bagian Amerika khususnya New York. Pengurangan ini sebenarnya sama dengan suatu subsidi atau bagi hasil pajak secara langsung. PAJAK PENGGUNAAN ASSETDAERAH Pemerintah Daerah sebenarnyabanyak memiliki asset yang bisa dijadikan sumber penerimaanpajak. Tanahitulahmerupakan sumber as- setterbesar. Pemerintah Pusat banyakmemakai fasilitas daerahtetapi tidak membayar pajakatas tanahtersebut. Demikianpula, untuk pajakatas pembelianbarang danjasayang dikenakan terhadap masyarakat di daerah sertapajakatastanah danbangunan. Biasanya Pemerintahmembeli barang danjasa denganharga yang sudah sepenuhnya dikenakan pajak dan juga dikenakan pada saat menjualnya. Perusahaan Telekomunikasi sebagai contoh, harus membebankansetiapproyek pusat dan daerah yang dikenakan dalam penjualanpelayanantelepon. Meskipundemikian Pemerintah Pusatbiasanya tidakmembayar pajak atashartatetapkepada Pemerintah Daerahatastanah danbangunannya. PemerintahPusat diIndiamembayar pajakyang dikenakanolehPemerintah Kotauntukpelayanan tertentuseperti- air, drainase, peneranganjalan, tetapitidakdengantarif umum. Seringkali Pemerintah Pusat membayar subsidiyangberkaitan denganpajakatasharta tetapuntukmenghindari kesansebagai Pemerintahbawahan. Kebanyakanpengamat menganggapadil kalau Pemerintah Pusat membayar pajak dengan dasar yang sama seperti pihak lain yang mempergunakan pelayananPemerintahDaerah. Laporan BankDunia menunjukkan bahwa pemerintah kota telah menyediakan berbagai pelayananperkotaankepada PemerintahPusatsebagaimana milikpribadi dan setiappembebasan pungutanatas tanahdan bangunanPemerintah Pusatmenyebabkan bebanyang beratbagi kota-kota besar. Pembebasan jugadapat mendorong Pemerintahuntukmembuat pilihanlokasi yang tidak rasional, mempergunakan lokasi komersial yangterbaikuntukbangunan instalasi yangdapatdilakukan di manasaja. Pendapat yangmendukung bahwa Pemerintah Pusat memberikan subsidi kepada daerah dalam bentuk lain bukanmerupakanalasan untuk pembebasan karena lebih 34 mPajak danRetribusi Daerah baik dan lebih adil suatu daerah menerima pembayaran di luar kewajiban daripada subsidi atau sumbangan. PemerintahPusat mungkin sangat tidakbertanggungjawab dalam memenuhi kewajiban pajak kepadaPemerintahDaerah. RichardsBird (1992) telah menunjukkan kerugian yangsangat besardalamvalorization taxdariPemerintahKotaBogota karenapamalsuanhartatetap Pemerintah . lainnya. Tunggakan penerimaan Pemerintah Pusat dan organisasi kemasyarakatan AfrikaTimur menyebabkan krisiskeuangan yangberat bagi pemerintahan Kota Nairobi pada awal tahun 1970-an. PENGARUH INSENTIF Perpajakan mempunyai tujuan ganda, menyediakan dana untuk kepentingan umum dan mempengaruhi tingkah-laku ekonomi, . Kebijaksanaan fiskal merupakan suatualatmanajemen ekonomi danpajak dapatdinilai dari segi pengaruhnya atas keputusanwajib pajak, atas kemauan untuk bekerja, memakai, menabung atau investasi. Tarifpajak dapat ditingkatkan untukmenurunkanpermintaanapabila ekonomi 'sedang baik' dan diturunkan kalauinginmeningkatkanpermintaanpadawakturesesi. Pajakatas hartatetap dapatdilihat terutama sebagai alatuntukmendorong ataumenghambat pembangunan fisik tertentu. Beberapa literaturKeuangan Negarabanyakmemusatkan perhatian pada pengaruh insentif perpajakan terhadap harga,namun bukandimaksudkan olehPemerintah untukmeningkatkanpajakagardapat membelanjakannya/membiayai tugas-tugasnya, Perpajakanyangdibahas dandimaksudkandisini perpajakansebagai alatuntukmeningkatkan dana yangdapat dipergunakanuntukpengeluaranPemerintah Daerah. Masalah yangmenonjol mengenai pengaruh ekonomi dari perpajakan daerah akan disinggung pulawalaupuntidakmerupakantitikperhatianpembahasan ataupenelaahan. Ada beberapa alasan untuk menjelaskannya, Pengelolaan ekonomisecaramakro pada umumnyaadalahtugas PemerintahPusat, dan terutama pajak-pajak nasionallah yang dimanfaatkan dan disesuaikansebagai peralatan pengelolaan ekonominya. Perpajakan /' 11 ,, _35 daerahterutamadikaitkan padapembelanjaan pengeluaranPemerintah Daerah, perpajakan ini dapat saja diubah guna menghindari akibat sampingan yang merugikan, tetapi peranannya dalam pengelolaan ekonomi jarang lebih positif daripada tersebut terakhir ini. Lebih dari itu, beban perpajakan daerah terhadap dasar-pajak tertentu lazimnya tidaklah setinggi pungutan-pungutan nasional yang utama seperti pajak-pajak penghasilan badan (comporate profit taxes) atau bea masuk,sehinggacenderungkurang untuk mempengaruhi perilaku ekonomi secara berarti. Bukan tidak lazim, misalnya, bagi suatu pajakpenghasilan badannasional untukmenyita(appropriate) setengah dari laba perusahaannya. Sebaliknya, pajak atas barang-barang yang memasuki daerahperkotaan telah berhasilmembelanjai hampir separuh pengeluarannegara-bagian Gujarat, di India, selama akhirtahun 1970-an, sementara itu hanya mewakili 0,3 persen dari nilai perdagangan negara-bagian tersebut Davey, 1988). Ada beberapa pengecualian. Penurunan dalam perpajakan atas kekayaanbarangtakbergerakdi California, AmerikaSerikat, menurut PeraturanDaerah 13diperkirakan telah merangsangpeningkatanhakmilik atas benda takbergerak. Dalampertengahantahun 1970-an pemerintah setempat Swedia didesak untuk membatasi pengenaan berupa pajak penghasilan karenadampaknya terhadappendapatanperorangandalam masa'stagflasi' . Bebanpengenaanpajakatasbarangtakbergerakmenurut pemerintahansetempat Inggris terhadap biayapengolahan dan komersial mengalami kerisauanyangsamaawal tahun 1980-an. Ada kasus-kasus (peristiwa)yangmenunjukkan bahwapengeluaranpemerintah daerah merupakan bagian yangbesardari seluruhpengeluaranpublikdanyang mengatakan bahwabesarnyajenispengeluaran yangtersebutterakhir itu dipandang sebagai penambahan beban perekonomian yang tak tertahankan. Suatugabungan keadaan yang lebihlazimterjadi di negara Barat yang berindustri daripada di negara Dunia Ketiga. ~ .. 36 mPajakdonRetribusi Daerah KRITERIA RETRIBUSI DAERAH B ab inimembahas karak.ieristikretribusi daerah secara umum. Seca- rateoritis pengertianpajakdanretribusi mudahdibedakan, namun di prakteknya tidakdemikian. Setiap pembayaranpajakmemberi kontribusi atas jasa-jasapelayananyang diselenggarakanolehPemerintah, tetapi pembayarnya tidakmenerima kontraprestasi langsung yangdapat dinikmati. Dalam beberapa kasus jasa pelayanan umum yang diselenggarakanolehPemerintah dibiayai dengan pungutanpajak, namun padajasapelayananumumlainnyadibiayai melalui pungutanretribusi yang langsung kepada konsumen. Setiap pembayaran retribusi menerima kontraprestasi langsung berupajasa-jasapelayanan yang telahdisediakan ataudibuatuntukitu. Namun, dalampraktekperbedaan-perbedaan ini menjadi kabur(tidakjelas), halinidapatdilihat dariduasegi: 1. Retribusi dapatdikenakan lebihbesarmelebihi biayajasa-jasa yang diberikan. Ini merupakan karakterisitk dari banyak retribusi untuk pengaturandalamrangkamencapai tujuan lisensifee. Retribusi-retribusi yangdemikian praktis merupakan pajak-pajak yang efektif. 38 Daerah 2. Suatujasamungkinhanyasebagianchbiayai olehretribusi, sisanyadatang dari subsidikhusus atauterselubungdaripenerirnaanpajakmn mn. Dariduaperspektiftersebut makatimbul pertanyaan; Jenis danfungsi pelayanan apa saja yang bisa dibiayai dari sumber pajak atau sumber retribusi? Apakah sumberpajakatausumberretribusi hanyacocokuntuk suatufungsi tertentu? Apayangmembedakansuatujasayangdibiayai oleh pajakdenganjasayangdibiayai olehretribusi? Berdasar dariduaperspektif tersebut, bab ini akandiawali denganuraian tentang barangpublikdan barang privat, tingkatanpengenaanretribusi, pendekatanpembebanan retribusi, dandiakhiri penilaianpotensi pendapatanyangdapat dikenai retribusi ataudasarpengenaan retribusi. Barang Publik dan Barang Privat Untukmenjawab permasalahanketigapertanyaandi atasmakaperlu diuraikanterlebihdahulujenis barang menurut public sector economic yaitu publicgoods (barang publik) dan privat goods (barang privatI pribadi). Hal ini diperlukankarenadenganmengklasifikasikankedalam dua jenis barang tersebut, maka akan memudahkanlogikaberpikirnya untukmenjawab pertanyaan tersebut. Barang publik adalahsuatujasa yangmemberi keuntungan kepada orang secara kolektif dan tidak diskriminatif seperti ketahanan atau pengontrolanpenyakit. Untukmenjagaorangdari penyakitcacaradalah merupakankepentingansetiaporang,bukanhanyamenguntungkansipasien tetapi semuaorang, yangmungkin kena pengaruhnya. Pelayananyang demikianpantasdiwajibkanuntuk dibiayai olehsetiappembayarpajak dalamhubungannya dengan kekayaannnya danbukankonsumsinya (yang mungkindalamkasusyanglainmenjaditidakdapatdihitungjumlahatau besarnya). Pelayanan suatu barang privat jika konsumsi seseorang memberikankeuntungan kepadadiri sendiri dantidakkepadatetangga- tetangganya. Apakah suaturumahtangga yangmempunyai saluranlistrik, tidakmemberikan pengaruhkepadatetangga-tetangganya dantidakada alasan bagi mereka untuk turut membayar biaya tersebut; untuk ini pembebananyangcocokadalahretribusilangsung. Kriteria Efektivitas Retribusi Daerah U 39 Sekali lagipembedaanbarangpublikdan barangprivat tidakselalu mudahditerapkandalampraktek. Hal ini didasarkankepada beberapa alasan: Pertama, batasandefinisibarang-barangpublikdan barang privat sootdilakukan, misalpendidikan. Pendidikan, dapat dipandang merupakan barangpublikkarenauntukkepentingan umum. Artinya, pendidikan ini dapat dinikmati oleh semua penduduk, sehingga untuk mendapatkan penduduk yang dapat membaca dan berhitung secara umum mudah diperoleh. Padaakhirnya, untukmendapatkanpegawai yangkualitas tinggi yang mengisi kantor-kantor Pemerintahtidak akan kesulitan. Adanya pendudukyangmampumembaca dan berhitungkarena melalui proses pendidikanini akandinikmati secara bersamaataumerupakan keuntungan kolektif. Namun, apakah keuntungankolektifinijuga dinikmati oleh golongan orangmiskin atauorang-orangjalanan yangbelajarpadakelas- kelas malamuntukbelajarbacatulisdi sanggarsosial? Disisi lain, pendidikanjugadapat dipandang sebagai barangprivat. Misalnya, untukmemenuhi tenaga ahlidibidang hukumdanekonomi maka diselenggarakan pendidikan tinggi ilmu hukum dan ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhanekonomdanahlihukumtersebut, tidak hams seluruh pendudukdiajar ataudididikuntuk menjadi seorangekonomatauahli hukum. Dengankatalain, tidaksemuapendudukyangdapat menikmati pendidikan tinggi ini hanyaorang-orang tertentu sajaataupendidikan ini memberikan keuntungan secarapribadiorang-orang yangmenikmatinya. Artinya, pendidikandalamha! ini merupakanbarangprivat, karena adanya pendidikantinggi ini hanyamenguntungkansegelintir orang saja atau keuntungan daripendidikan ini bersifatprivat bukankolektif. Akhirnya, pendidikanini menghasilkansegelintir orang (para ekonomdanahlihukum) yangakanmeningkatkan standarhidupnyajauh lebihtinggi dibanding komunitas tempat merekaberasal. Haruskah pembayar pajakmembiayai pendidikantinggiyangmenghasilkan standar hiduprata-ratayangjauh lebih tinggi? Seluruhpertanyaan-pertanyaandiakhir alinea tersebut,menunjukandan mengilustrasikansulitnyamenarikgaris pemisah antara keuntungan kolektif 40 11 Pajak donRetribusi Daerah dan keuntunganpribadi. Dalamkonteks negara-negara miskin atau miskin kebijakan, biasanya pendidikan tinggi menyediakanjalanuntukmencapai gayakehidupan yanglebihistimewa, setelah selesai ataululuskemudian sarjana-sarjana tersebuthidjrahke luar negeri mencari kehidupan yang lebihlayakdibanding negaranya. Hidjrahnyasarjana-sarjana ini berarti hilangnya keuntungan-keuntungan kolektif dari pendidikan, karena masyarakat tidakdapatmenikmati layananjasaparalulusantersebut. Kedua, aplikasi logis dari suatu peraturanatau kewajaranumumsering mengakibatkan pembayar pajakharus membayar sesuatu yangmelebihi baikdarisisi kapasitas maupun sisi batasan logikapikiransehat. Penampilan luardarisuatu rumah ataupemeliharaandaripada tamandi depannya dapat dengan mudahdianggap sebagai keuntungan umumdaripada keuntungan pribadi. Kelancaranselokanpembuanganlimbahrumah tangga danpabrik, seringpuladianggapsebagai keuntunganumumdaripada keuntungan pribadi. Ketiga, barang-barang pribadi seperti transport untukbekerjaatau perumahan yang memadai dapat dianggap sebagai kebutuhan dasar manusia. Apakah kesempatan untukmemperolehnya dibatasi hanya untuk orang-orang yang mampu membayarnya? Secara umum mekanisme pemerataan memungkinkanuntukmembolehkan setiaporangkayadan miskin mempunyai kesempatan sama untuk membayar kebutuhan- kebutuhan pokok. Namun, karena sebagianbesar negara-negara miskin mempunyai keterbatasan kapasitas administrasi dan ekonomi untuk mengoperasikan suatusistemjaminansosialnasional, maka subsidi dari pajakmungkin tidakdapat dihindarkan, misal kredit pajakatauiurandana pensiun. Apakah mungkinsubsidi-subsidi tersebutdibatasi hanyauntuk masyarakat yang miskin atauhams diperluas untukmelayani kepentingan umumdalamjumlahyang besar(segi politikdan administratif). Keempat, pelayanan-pelayananjasa yangtidakdapatdikategorikan sebagai barang publik, tetapi karena alasan tertentu ataumempunyai tujuan tertentu makapelayanan tersebutharus dilakukan, Misalnya, pengguna ataupemanfaatan sumberdayaalam. Apalagi, sumberdayaalamyang dimanfaatkan tersebutmerupakansumberdayaalamyanglangkamaka pemanfaatanyaharus dilakukansecara disiplin. Pelayananpenggunaanatau Kriteria Efektivitas RetribusiDaerahIJ 41 pemanfaatanlahan yang memiliki sumber daya alamtersebut, perlu di kelolasecaradisiplinagar dampakdari pemanfaatan lahan tersebut tidak merusak sumber daya alam lainnya. Beberapa elemen berupa kelangkaan, keterbatasan, kedisiplinan, dan ketertiban, perlu diatur dengan pengenaan tertentu. Penggunaan retribusi sebagai alat pembebananlangsungtidak dapat dihindarkan, hal ini dimaksudkan untuk mengenakandisiplin kepada mereka yang menggunakannya. Retribusi memaksaorang untukberhati-hati di dalammengkonsumsi sumber-sumber yang langka atau mahal. Terakhir, karena ada tekanan secara politik atau pertimbangan praktis (karena mudah dipungut), maka untuk menutup biaya-biaya pelayanan dilakukan melalui retribusi daripada melalui pajak. Bab- bab sebelumnya telahmembahas kesulitan untukmencapai perpajakan daerah yang pantas dan wajar, khususnya di negara-negara Dunia Ketiga. Ada suatu kecenderungan di negara-negara Dunia Ketiga berupa dorongan yang kuat untuk menggunakan retribusi sebagai alat untuk mengendalikan penduduk yang memperoleh fasilitas pelayanan pemerintah. Kadang-kadang mereka harus membayar retribusi setingkat lebihtinggi dari pajakyangdisyaratkan. Rendahnya keinginan bagi pengenaan pajak langsung di banyak negara miskin sarnasekali bertolak-belakang dengan tingginya proporsigolongan yang benar-benar rendahmengeluarkan pendapatannya untukuang sekolah, tagihan air minum dan pelayanan kesehatan. Lebih lanjut ada yang mempertanyakan (secara kontroversi) bahwa retribusi adalah benar- benar demokratis sebab ia memperkuat pemilihan yang diinginkan: penduduk dapat memilih kepada apa yang harus mereka bayar dan apa yangtidakperlu dibayar, danbentukdaripadapengeluaranumum tersebut, setidak-tidaknya sebagian langsung merupakan pilihan mereka. Di dalam praktek, pungutan retribusi langsung atas konsumen biasanya dikenakan karena satu atau lebih dari pertimbangan- pertimbanganberikut: (1) Apakahpelayanan tersebut merupakanbarang-barang publikatau privat, mungkin pelayanan tersebutdapatdisediakan kepadasetiap orang. Olehkarena itutidakwajaruntukmembebankan biaya-biaya 42 11 Pajak danRetribusi Daerah tersebut kepada pembayar-pembayar pajak yang tidak mendapatkanjasa/barang tersebut. Hal ini merupakan salah satu alasanpembebasanretribusi bagi pengadaanair minumatauuntuk pendidikan secara umum. (Alasan ini tidak dapat dilakukanjika suatu jasa dibiayai oleh pajak kekayaan, dan ketersediaan atau ketidaktersediaan jasa-jasa tersebut dipengaruhi oleh penilaiannya). (2) Suatujasayangmelibatkan suatusumberdaya yanglangka ataumaha1 danperlunyadisiplinmasyarakatdalammengkon-sumsinya. Hal ini sering menjadi suatu alasan bagi pembebanan retribusi untuk menyediakanair minum(khususnyamelalui sistemmeteran). (3) Ada beberapajenis konsumsi yang dinikmati oleh individubukan karena kebutuhan pokok sehingga lebih merupakan pilihan daripadakeperluan. Contohfasilitas rekreasi. (4) Jasa-jasa dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan mencari keuntungandisamping memuaskankebutuhan-kebutuhan individu di dalamnegeri. Sebagai contoh, airminum, listrik, pembuangansarnpah, kantor pos, teleponseluruhnyadigunakansecaraluas olehindustri. (Halini mungkinmengakibatkanpembebananretribusi kepada seluruh konsumenatauhanyakepadasektorperdagangandan industri). (5) Retribusi dapat mengetahui ataumenguji arahdan skaladari pennintaan masyarakatakanjasa, jika kebutuhanpokokataubentuk-bentukdan standar-standar dari penyediaantidakdapat ditentukan secarategas. Suatu kasus pada setiap pengeluaran Pemerintah, keinginan atau kemauan masyarakat untuk membayar langsung bagi pelayanan- pelayanantersebut adalah suatupengujianyangpentingbagikeinginan masyarakatatasjasa pelayanantersebut. Tingkat Pengenaan Retribusi Secaragarisbesar adabeberapatingkatanpengenaanretribusi yang digunakan olehPemerintah terhadap masyarakat, yaituretribusi atasjasa- jasa pelayanan umum atas pemakaian langsung (pelayanan secara keseluruhan), retribusi untukjasa-jasapelayananumumyangmembutuhkan tingkat pengembalian biaya langsung (direct cost) yang berbeda, dan Kriteria Efektivitas Retribusi Daerah11 43 retribusi berdasar kewenangan tertentu Pemerintah atas penerimaan retribusi tersebut. Hampirsecara keseluruhan jasa-jasapelayananataspemakai langsung bersifat umum(universal). Jasa-jasapelayananumum yang dikenakan retribusi atas pemakai langsung (baik dengan atau tanpa subsidi) antara lain : (1) Jasapemenuhan kebutuhan airbersih untuk industri dapat dihitung melaluitingkatpenggunaan air yangdikonsumsi dandiukur dengan meterankubik, melaluipengkategorianperusahaanindustri dalam suatutingkat tertentu(misal: besar, sedangdan kecil) berdasarkan penilaian kekayaan, melalui dasar jarak antara lokasi perusahaan denganpipapenghubungutama, atau melalui penjualan dari pusat perusahaanairminum(pDAM). (2) Jasa angkutan umum setidak-tidaknyasebagianditutup dari biaya tiket penumpangatau barang (meskipun ditentukanoleh besamya peningkatan subsididari penerimaan-penerimaanumumdi negara- negaraBarat). (3) Jasa-jasaposdan telepon, umumnya dijualberdasarkanunit daripada jasa, meskipunpada kasusteleponada pengecualian. Untuk biaya tetapnya(abodemen) tidakdidasarkankepadaunit tetapi didasarkan padakategori atas nilaikekayaan pemakai. Abonemenuntukrumah tangga lebihrendahdibandingkanuntukusaha. (4) Gas dan listrik juga pada dasamya dikenakan pembayaran sesuai dengan besamya volume konsumsi, meskipun biaya-biaya per unit sering menurun apabila jumlah yang digunakan meningkat. (5) Penghuni perumahan Pemerintah hampir selalu membayar sewa (atau penghuni membeli secara cicilan) kecuali apabila perumahangratis disediakankepada para pegawai sebagai bagian daripada konsumsi pelayanan mereka. (6) Beberapa bentuk biaya masuk biasanya dikenakan atas penggunaanfasilitasfasilitas tertentu yangdimiliki Pemerintah Kota sepertimusium, monumen-monumen bersejarah, kolamrenangdan fasilitas olahragalainnya, kebun binatang, benda-benda cagarbudaya, bioskop, meskipun tidakuntuksepertitaman. 44 11 PajakdonRetribusi Daerah Penyediaan jasa-jasa kepentingan umum seperti air bersih, gas, listrik dan telepon biasanya didasarkan pada biaya penyambungan awal, namun kadang-kadangjuga dasar pengenaan biaya bergantung pada penggunaan/konsumsinya. Pengenaan retribusi yang didasarkan pada pengembalian biaya langsung (direct cost) . Ada perbedaan mendasar pengenaan retribusi antara jasa-jasa pelayanan umum atas pemakaian langsung dengan jasa-jasa pelayanan umum pengembalian biaya langsung. Pengenaan retribusi yang didasarkan pada pengembalian biaya langsung (direct cost) biasanya digunakan untuk jasa-jasa umum yang penyelenggaraannya menjadi tugas atau kewenangannya berada di tangan Pemerintah, misalnya : 1. Pendidikan. Dewasa ini Pemerintah di banyak negara dalam sistem pendidikannya memberikan pembebasan uang sekolah untuk tingkat sekolah dasar, meskipun pengeluaran (biaya) tambahan seperti seragam sekolah, makan, buku-buku mungkin masihjuga ada. Hal ini merupakan suatu beban, khususnya bagi keluarga-keluarga miskin. Pungutan di sekolah dasar tetap masih ada terutama, jikajumlah kelas yang disediakan di sekolah tersebut lebih keeil dari jumlah anak sekolahnya, meskipun biasanya mendapat subsidi yang lebih tinggi. Sedangkan pada sekolah tingkat menengah berbeda, pungutan uang sekolah makin banyak. Pungutan uang sekolah ini merupakan bentuk lain dari retribusi langsung oleh Pemerintah. Semakin banyak retribusi yang dikenakan oleh Pemerintah terhadap pendidikan sekolah menengah menjadi tingkat biaya benar-benar tinggi, maka sering diimbangi dengan penyediaan yang lebih besar berupa potongan uang sekolah atau bea siswa untuk pelajar-pelajar yang miskin. Di dalam sekolah yang lebih tinggi, retribusi dimasukkan sekaligus dalam suatu peraturan sekolah, jadi betapa bervariasinya tingkat subsidi dan penyediaan bea siswa. Suatu alternatif konsep di dalam pendidikan yang lebih tinggi adalah membebankan biaya- biaya pendidikan kepada siswa melalui sistem kredit pinjaman biaya pendidikan. Setiap siswa yang dibiayai dari kredit pinjaman KriteriaEfektivitas RetribusiDaerah11 45 ini mempunyai suatu account pinjaman atas nama siswa tersebut. Pinjaman ini akan dikembalikan oleh siswa tersebut jika yang bersangkutan telah bekerja atau siswa dikenakan angsuran utang pinjaman biaya pendidikan setelah yang bersangkutan mulai meniti kariernya. Namun demikian, kontribusi dari orangtua siswa masih sering dicari atau diperlukan untuk biaya pengadaan bangunan atau sarana sekolah melalui usaha gotong-royong or- ang tua siswa (masyarakat). 2. Jalan raya (OOn infrastruktur yangberkaitan). Pembangunandan pemeliharaanjaIanraya biasanyadibiayaidari pajak umum. Misalnya, pungutanpajak atas pemakianbahan bakar (bensin) untuk kendaraan dan pungutan pajak atas bobot kendaraan/alat berat yangmelewatijalan rayaumum.Kadang-kadanghubunganantarapajak dengan penggunaannyadapat lebihspesifik, namun adajuga retribusi pemakaiantertentu atasjalan. Misalnya,jaIanutamadenganakses terba- tas seringdioperasikansebagaijalan tal. Pembangunanperumahantennasukjalan-jalandi lingkungansekitarnya, saluran air, lampujalanan sering dikenakan retribusi kepada pemilik kavling yang tanahnya menghadap ke jalan atau pembayaran- pembayaran pajak daerah. Biaya-biaya ini kemungkinanjuga dapat ditutup oleh pengembang (developer) dan pembeli pada saat melakukanpembuatanaktetransaksijual-belipropertymelaluipetugas PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) atau Notaris . Hal ini merupakansuatupraktekyangsudahbiasadilakukanolehpengembang pembangunan pertokoan atau perusahaan-perusahaan property perkotaan baru (new town corporation), atau melalui pengaturan kembalipertanahan. Biaya-biaya dari jalan-jalanpusat kota mungkindapat ditutuplangsung melalui pungutan-pungutan parkir atau lisensi-lisensi daerah. Pemeliharaanjalan--jalanlokaldan untukpejalankakidi daerahpedesaan atausekitarpertokoandapat dibebankankepada kewajiban kerjabakti ataubeberapakeringanankeuangan. 3. Pelayanan kesehatan. Pelayanankesehatansecaraumumdapat dilihat dari 2 (dua) model. Model pertama, rumah sakit dan klinik-klinik 46 11 Pajak dim Retribusi Daerah pemerintahan memberikan pelayanan dasar secara cuma-cuma sedangkan retribusi dikenakan untukpilihan akomodasi atau prioritas pengobatan untukkasus-kasus nonemergensi di rumahsakit; namun demikian pelayandasarcuma-cuma yang lebihbesardapat dikaitkan dengan tingkat biayapengobatanyangrendah, sedangkanbiaya obat- obatantergantung padabesarnyapotonganyangditerapkan untuk anak-anak danorangtuamiskin. Modelkedua, retribusi dikenakan sebesar biaya seluruhnya (full cost charging) oleh rumah sakit- rumah sakit dan klinik-klinik pemerintah baik dilakukansecara umumataupun secarapribadidenganmelalui suatusistemasuransi kesehatan nasional atau suatu sistem asuransi swasta, untuk menutup biaya-biaya pengobatan atau beberapa bentuk perlindungan biasanya diberikankepadagolonganberpenghasilan rendah . 4. Pengairan. Selama ini irigasisecaraumumbenar-benar digunakan untuk meningkatkan produktivitas tanah, cost recovery sering diterapkan sebagai pembenanretribusi. Metodepembebanannyadapat berbeda-beda. Retribusi air bersih biasanya dibebankan secara langsung. Sebaiknyabiaya airbersihdapat dimasukkankedalamsuatu biayasewakeseluruhan, petani membayar biayairigasi atas tanahnya yang beradapadalokasiperkampunganyangberirigasi, padasaat panen. Eisajugapadasaatpanendilakukanpemasaranhasil tanaman yang terpusat, sehingga retribusi irigasi bisadipungut langsung pada saatitu; sistemgezira di Sudanmerupakan suatumodel irigasi yang telah lama didirikan. Di Indonesia, misalnya Subaksistemirigasi yang diterapkandiBali.Tidakseluruhnegara mengenakanretribusi terhadap pengairan, akantetapi beberapanegaramempertimbangkan bahwa penilaian yangtinggi ataspajaktanahmerupakan suatu pembayaran tidak langsung. 5. Kesehatan lingkungan. Sebagai suatubarangumum(publicgoods) yang jelas , biaya pelayanan kesehatan masyarakat biasanya merupakan bebanpajak. Namundi siniadabeberapa pengecualian, pembuangankotoranatau sampahbiasanya dikenakan retribusi kepada mereka yangmemerlukan pelayanannya, kadang-kadang dengan Kriteria Efektivitas Retribusi DaerahIJ 47 bayaran tertentu (specific fees). Tetapi biasanya dalam hal rumahtangga adalahmelalui suatutarif yangberdasarkanpenilaian kekayaan. Pembuangan sampah atau pencemaran industri biasanya, dikenakanretribusi khusus sesuai dengan volume dan kekuatan pencemaran. Bilamana sarana kebersihan bersama disediakan, maka pemakai dapat diharapkan untuk menjaganya secara bersama-sama(collectively). 6. Pelayananpemadamkebakaran. Pengusaha persewaan pertokoan biasanya menggunakan retribusi atas penyewanya untuk penanganan kebakaran. Sebagai contoh, asrama di Ethiopia membeda-bedakan retribusi sesuai dengan jumlah jam kerja perorangan, air dan minyak yang digunakan. Pendekatan Pembebanan Retribusi Dasar dari pembebanan retribusi adalah cost recovery. Pembebananbesarnya retribusi yang dikenakan terhadap suatu jasa layananbiasanyamelalui kebijakanyang diputuskanoleh Pemerintah Daerah. Kebijakan penentuan pembebanan besarnya retribusi ini dapat kurang atau lebih dari full cost -nya. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan pembebanan besarnya retribusi ini denganmelihat kontribusi penerimaanpelayanan tersebut(retribusi) terhadap penerimaan umum. Dalam merumuskan kebijakan pembebananretribusi masalah utama yang perlu dipecahkan adalah mendefinisikandan mengkalkulasijUll cost dari pelayanan tersebut. Ada 3 (tiga) masalah yang perlu diperhatikan dalam menentukan dasar pembebananretribusi ini (Davey, 1988), meliputi : Masalahpertama, adakahpengeluaran-pengeluaran yang dapat dihubungkan langsung sebagai biaya atas suatupelayanantertentu tersebut. Bagaimanakah memisahkan biayatersebutkedalampelayananindividu danpelayanan masyarakat umum? Ataubagaimana memisahkan antara biayapelayanandengan biaya-biaya administrasi umumdari Pemerintah Daerah setempat? Misalnya dalampenetapan sewa pertokoan ataurumah toko(ruko) di perkotaan, biaya-biaya apasajayang perludiperhitungkan, dalam penetapan biayasewa tersebut, haruslahtermasukpengeluaran 48 11 PajakdanRetribusi poerah ., " , pelayanan-pelayanan offsite (jalan-jalan lokal, saluran-saluran air, lampu layanan dan sebagainya), administrative overhead atau pelayananmasyarakat dan sosial di lingkungan masyarakat? Dalam hat' ini diperlukan adanya suatu account (rekening) yang meneatat ftt'll cost termasuk untuk memasukkan gaji pegawai administrasi khusus yangdisediakan untukpelayananjasa yangdikenakan retribusi tersebut, misalnya Dinas Pengelola Asset Daerah. Beberapa sistem cic coiJnting Pemerintah Daerah, dilaksanakan lebih lanjut pada satu tahapderigan mengalokasikan biaya-biaya dari seluruhstrukturutama; bendaharawan dan mungkin sampai ke pelayanan dinas-dinas seeara keseluruhan. Suatu pendekatan moderat yaitu menghubungkan antara marginal cost dari administrasi pelayanan denganperluasanpelayanan. Marginal cost yang dimaksudkanyaitu peningkatan overhead cost yang disebabkan adanya (khususnya) perluasaripelayanan. Layanansarana umumdalamsuatu lingkungan riiasyarakat perumahan mungkin dapat dianggap sebagai pelayanan umum yang disediakan oleh Pemerintah Daerah kepada penghuni perurnahan yang sekaligus pemilik. Jikademikianhalnya, berarti tidakakan adapenilaianuntukmemasukkan mereka didalambiaya-biayaperumahan. Kasus yang berbeda akan timbul jika pelayanan disediakan kepada lingkuriganperkotaandenganstandar dankarakter yang khusus (luar biasa), biasanya untuk perumahan mewah. Kemudiankegiatan usaha dapat dilakukanmenurut prinsip retribusi marginal cost, yaitupeningkatan pengeluaran Pemerintah yang diperoleh khususnya dari penyediaan pelayan. Pengenaan retribusi seearafull cost dari suatu parkirkendaraan dapatdianggap sebagai terlalumembebani penyediaandanpengelolaan suatudaerah perparkirantermasukpenyediaanjalankeluarkejalur umum atau keluar daerah. Termasukdidalamnya seluruh sistempenangananlalu- lintas danjalandi daerah sekitar perumahan tersebut. Masalahkedua adalah apakah biaya-biayadikalkulasikansesuai dengan pengeluaran yang sebenarnya dari suatu unit pelayanan tertentu-atau-berdasarkan suatu rata-rata pelayanan bersama. Pada pelayanan biayanya relatif sama atau mungkin beroedagBiaya':'biaya'penyusutan modal akan berbeda denganumuf KriterioEfektivitas RetriblisiDaerahIJ 49 capital assets karenainflasi danfluktuas] tingkat bungasetiappinjaman yang terkait. Lokasijuga mempengaruhi biaya. Air bersih dan listrik akan lebih mahal biayapenyediaannya,ke daerah-daerah karena adanya biaya-biaya transmisi - panjangnya bagian-bagianpenting, pompa, tempat boeor, dan sebagainya. Kepadatan penduduk yang rendah mengkonsurnsi kurang daridaerah-daerah padat, tetapi daripenyediaannya tidakakanberfluktuasi secara proporsional. Suatu bis setengah kosongyang melayani suatu-daerahpenduduk jarang akan membiayai hampir samadengan biayasuatubisyangpenuhdi pusat kota, biayapenyusutan dantenaga kerja mungkinhampir konstandankonsurnsi tidak akan lebih rendah seeara proporsional. Jika pelayanan-pelayanan yang dapat dikenakanretribusi ciilihat sebagai suatuyang benar-benarprivate goods, dan retribusi sebagai suatu instrumen harga pasar, maka masing-masing unit pelayanari harus dikenakan retribusi sesuai dengan marginal cost-nya. Konsumen hanya disediakan suatu pelayanan jika ia siap untuk membayar biayayangsebenarnya dari penyediaanpetayanantersebut. Hal ini mendorong penggunaanyang rasional dari suatu pelayanan dan lokasi pemukiman yang optimal dari suatu daerah. Bagi para commuter (orangyang pUlang-pergi setiap hari untuk bekerja) kaya memilih hidup tinggal di pelosok dengan memiliki tanah Iahan perkebunan yang luas dan jauh dari kota. Misalnya, tanah tersebut luasnya4 akreuntukmemelihara kuda-kudamerekadanjarak tempat tinggalnya berjarak 20 mil dari kota, mereka harus mampu menanggulangi biaya-biaya yang eukup besar dari penyediaan/ pemompaan air bersih, maka menurut pengamat pereneana kota pengenaan retribusi terhadap mereka mungkin mendorong mereka untuk tinggal di suatu daerah yang lebih layak , tanpa dibebani maeam-maeam pungutan (Davey, 1988). Alasan pengenaan retribusi,sebaiknya dibedakan berdasar kebutuhan dasar manusia. Jika biaya pelayanan tersebutuntuk memenuhi kebutuhandasar manusia, maka tidakseharusnya mereka tidak perlu dibebani biaya yang berlebih. Tetapi jika biaya suatu pelayanan bertambah karena permintaan mereka sehihgga' biaya 50 mPajakdonRetribusi Daerah pelayanan tersebut diatas biaya rata-rata maka kelebihan biaya pelayanan tersebut yang dikenai beban retribusi. Bukannya, mereka dikenai retribusi lebih tinggi sebagai bentuk sanksi hukum. Dalam keadaanyang demikianapabilapelayanantersebut untuk memenuhi kebutuhandasar manusia, dia seharusnya tidak dihukumjika biaya- biaya tersebut berada di atas rata-rata, khususnya bagi masyarakat miskin. Jika mereka yangmiskintinggal di pinggiran kota misalnya, hal itu mungkin disebabkanbahwa hal itulah yang mereka mampu, misalnyamerekaharus pindahdan lokasi pindahnyamengubahjarak dari tempat mereka bekerja maka berakibat akan menaikkan pengeluaranmereka. Tambahanbiaya sebagai kenaikanpengeluaran ini bagi mereka sangat penting. Oleh karena itu, seyogyanya beban mereka tidakdinaikkanlebihjauh lagi oleh retribusi di atas rata-rata unit cost untuk pelayanan-pelayanan pokok. Di dalam banyak kasus dan masalah ini sulit diselesaikan pemecahannya. Misalnya, jikasuatumasyarakat daerah tertentu penguasa pemerintahannya berganti. Pemerintah lamatelahmembangun sarana pengadaan air danpengelolaanya diserahkan kepada perusahaan daerah air minum. Pembangunan saranaair bersihtersebutdibiayai dariutang ataupinjamanjangka panjang(80tahun), sampaipemerintahan yang menggantikannya utang tersebut belumlunas. Masalahyang dihadapi pe- nguasa pemerintahbarutersebut adalah biayapembangunanhistoris dan bebanbungayanghams dibayar olehpemerintah daerah, artinya beban bunga ini hamsdibebankan kepada masyarakat. Masyarakatpuntentunya jugatelah berganti generasi, sehingga generasi tertentu atau generasi masa kini yang hamsdibebani biaya danbebanbungatersebut. Halini terjadi di Inggris di tahun1974, ketika Pemerintah Daerahmewarisi perusahaan- perusahaanairminumbaikyang dikelolaperusahaandaerahmaupunswasta makapembebanan retribusinya, benar-benar dibedakan sesuai dengan umur, dan sifat geografis sertateknis penyediaannya. Akan tetapi adadua pertanyaanyang mempengaruhi keseimbanganbiayapelayananyang harus diputuskanantara biaya berdasar marginal cost dan biaya berdasar keseimbangan retribusi. Pertama, sampai sejauh manasuatu pelayanan (atau beberapa penyediaan minimumnya) memenuhi kebutuhan penting KriteriaEfektivitas Retribusi D(wrahl l 51 manusia. Kedua, seberapa besar tingkatan di mana konsumen- konsumen individu memilih keadaan lokasi'tempat tinggal, khususnya lokasi yang mempengaruhi biaya pelayanan yang mereka gunakan. Kedua pertanyaan tersebut benar-benar bergantung pada tingkat pilihan konsumen, artinya sejauhmana penggunaan suatu pelayan dihitung beradapada tingkat di atas biaya rata-rata. Masalah ketiga di dalam perkiraan biaya adalah apakah biaya modal dimasukkan dan dengan dasar apa. Ada banyak contoh pelayananyangdiartikansebagai bagiandari membiayai sendiri(self financing), tetapi hanya biaya-biaya pemeliharaan dan operasi dibebankan kepada konsumen. Biaya modal telah dipenuhi oleh penerimaan umum atau dari pinjaman-pinjaman yang sepenuhnya telah disalurkan. Banyaksistemsanitasi dan saluran air yang sudah berjalanlamajatuh kepadakategori ini, begitujuga kereta api bawah tanah di New York. Jelaslah bahwa tunggakan retribusi masih berlaku, hal ini akan termasuk di dalam biaya-biaya yang dapat dikenakan retribusi dari suatu pelayanan, kecuali jika hal itu memang sengaja disubsidi. Meskipun demikian tungakan-tunggakan retribusi ini mungkin berada di bawahtingkat hargapasarjika pinjaman bersifat lunakyaitumereka belum ditingkatkan pada segi komersial penuh. Namun demikian banyakpendapat-pendapat untukmemasukkan biaya modal di dalam perkiraan retribusi-retribusi meskipun pengadministrasian yang berwenang terhadap suatu pelayanan saat itu disalurkan kepada mereka atau tidak. Investasi modal dianggap mempunyai suam op- portunitycost; hal tersebutmungkin digunakan pada beberapa bentuk pengeluaran Pemerintah yang lain atau tertinggal di dalam saku pembayaran pajak, berdasarkan haI ini investasi modal di dalam pelayanan tertentu hanya dapat diukur jika dia menghasilkan suaru rate of return yang sebanding dengan bentuk-bentuk alternatif penggunaan oIeh Pemerintah atau swasta. Keinginan masyarakat untuk membeli suatu jasa pada tingkat suatu retribusi adalah sebanding dengan kesediaannya untuk membeli barang atau jasa dari suatu operator komersiaI yang menggunakan jumlah yang sama. Hal ini 52 11 Pajakdan Retribusi Daerah sangat penting dalam pengujian kelangsungan hidup suatu pasar. Hal tersebutbahkandipertanyakanbahwa tes perbandingan ini hanya dapat sepenuhnya memenuhijika retribusi-retribusi termasukpajak yang sebandingdihadapkan kepada operator swasta. Sebaliknya, sia-siauntuk tidak mempertimbangkan biaya modal daripada kekayaan hanyakarena merekatelahsepenuhnya dipenuhi oleh badanPemerintah. Merekaakanmenggunakan waktuyangtepat, dan menanyakanpenggantian pada tingkat biaya-biaya sekarang. Tidak membayar biaya-biaya modaladalahmelalaikan pengorbanan generasi sebelumnyadan yang akan datang. Dengandemikianretribusi harus memasukkan penyusutandaripada assetmodal padawaktu yang berlaku daripada nilai historisnya, yaitu biayauntukmemperolehatau membentuk mereka sekarang. Marginal cost pricing adalah suatu pendekatan lainnya. Marginal costpricing merupakan cara untuk membebankan seluruh konsumen pacta unitcostdaripemenuhansetiap penambahanpermintaan; jika tambahan permintaan akan keperluan pengeluaran modal baru, unit cost yang bersangkutan akan tercermin di harga dari seluruh supply yangada. Hargayangdemikian dianjurkanberdasarkan pertimbangan bahwa setiapkonsumenharus dihadapkan dengan implikasi full cost dari peningkatan permintaan. Hal ini terutama didorong oleh hubungannya dengan kebutuhan seperti air dan listrik di mana peningkatan-peningkatan konsumsi tersebut dapat berasal dari keputusan-keputusanyang ada disamping potensi konsumen. Memasukkan penyediaan kebutuhan-kebutuhan modal masa mendatang melalui pembebanan penyusutan (depreciation charges), cur- rent cost accounting, marginal cost pricing, atau pendekatan- pendekatan lain yang relatif sama, biasanya dilakukan secara hati- hatididalamteori. Halyang perludiperhatikandalampenggunaanprinsip tersebut dapatmenimbulkanpeningkatan-peningkatanyangcukup besar di dalamretribusi, ha! ini tentunya bertolakbelakang dengan kebijaksanaan pengendalian inflasi. Diajugamendorong surplus uang yang besar, yang tidakmendorong pelayanan manajer-manajer dengan kaitannya dengan pengeluaran-pengeluaranyang efisiendan ekonomi. Kelebihandanayang adaditangangunamengatasi komitmen-komitmen modal yang akandatang KriteriaEfektivitasRetribusiDaerah11 53 terlalu terbuka untuk dialihkan bagi menutup kerugian-kerugian di dalampembiayaanpelayanan-pelayanan yang lain (misalnya dana- danaair bersih danpembuangan sampah dioperasikan olehPemerintah daerah). Dengan demikian ada berbagai variasi di dalam pelaksanaan perkiraan biaya. Biaya-biaya yang dapat dibebankan mungkinhanya dapat menutup biaya-biaya operasi dan pemeliharaan. Bahkan mungkin hanyadapatmenutup biaya-biaya operasidanpemeliharaan. Jika termasuk amortisasi dari biaya-biaya modal dalam hal yang bersifat lunak, yaitu berupa pembebasan bunga atau pada tingkat bunga submarket dan mungkin dengan penundaan pembayaran kembali atau memperpanjang jangka waktu pinjaman. Mereka mungkintermasukbiaya-biaya modal pada tingkat bunga komersial penuh. Nilai asset-asset modal dapat dibebankan, tidak berdasarkan pengeluaran pembayaran yang sekarang, tetapi berdasarkan penyusutan perhitunganumur, ataurateofretum komersial. Mereka dapat dinilai berdasar historis atau biaya yang berlaku, yaitu biaya yang sebenarnya pada saat perolehan atau harga pasarnya sekarang atau nilai gantinya sekarang. Mereka termasuk suatu elemen dari pertanggungjawabanpajak. Mereka dibebani marginal cost, yaitubiaya- biayamodaI yangmenyinggungseluruhunit atas tingkat supplyyang berIaku. Beberapa diskripsi tersebut menggambarkan perubahan pola-pola pemikiran ekonomi, sikap-sikap ideologis sosialis atau sikap pemerintahan berorientasi kepada pasardanpadaakhirnya apayangmenjadi pendirian konsumen atau apa yang menjadi pemikiran para politisi tersebut didasarkan. Pengenaan Retribusi di Bawah Full Cost Prinsip dasaruntukmengenakan retribusi biasanya didasarkan pada full costatas pelayanan-pelayanan yangdisediakan. Akantetapi adanya tingkat perbedaanpembiayaanpelayanan sertafaktor sosial, politikdan kepentingan yang mempengaruhi, maka dalam menentukan dasar pembenananretnbusi hams melalui kompromi. Halini dapat mengakibatkan retribusi dikenakan di bawah fuII-costnya dan kekurangannya 54 11 Pajakdan Retribusi Daerah disubsidi dari penerimaan umum. Ada empat alasan utama mengapa hal ini terjadi. Pertama, timbul apabila suatu pelayanan pada dasarnya adalah merupakan suatu public good yang disediakan karena keuntungan kolektifnya, tetapi suaturetribusi harus dikenakanuntukmendisiplinkan pemakai. Pembebanan kemudian harus ditetapkan pada suatu tingkat kalkulasi untukmenghindari pemborosantetapimemperkenankantingkat konsumsi minimum yang utama oleh seluruh kelompok-kelompok pendapatan. Pembebanan resep kesehatan (dokter) untuk obat-obat generikdan nongenerikatautingkat saluranpipaair minummungkinjatuh padakategori ini. Kedua, untuk subsidi terjadi apabila suatu pelayanan merupakan bagiandari swastadan sebagianlagi merupakanbagiandari publicgood, di manahal ituterutamamemberikan keuntunganpadaindividu pemakai, tetapi konsumsinya perlu didorong bagi kepentingan tabungan atau keuntunganmasyarakat. Contohyang palingmenyolokadalahdi mana tarif kereta api atau bis disubsidi guna mendorong masyarakat untuk menggunakanangkutanumumdaripada angkutanswasta, sebagai alat untuk menurunkan kemacetan-kemacetan lalu-lintas dan pengeluaran biaya perawatan jalan. Ketiga, pelayanan di mana seluruhnya private good yang dapat disubsidijika hal ini merupakanpermintaanyangpopuler danpenguasa enggan menghadapi masyarakat denganfull costnya. Hal ini sering dilaksanakanbagipenyediaanfasilitas-fasilitas rekreasi misal taman rekreasi, pantai, kolamrenang , gedung seniataugedung pertunjukkan. Halitudapat puladipertanyakanbahwadengan memiliki pendudukyangsehat atausuatu orkestra tingkattinggi, adalahmerupakankeuntunganbersama(collec- tivebenefit). Misalnya, disediakanlapanganbowling (bowling greens) bukantempat mainbowling. Keempat, pelayanan yangsebenarnya merupakanprivate goodtetapi mungkinperludisubsidisebabhal itudianggapsebagaisuatukebutuhan dasarmanusia dan kelompok-kelompokberpenghasilanrendah, serta tidak mungkin mengharapkan mereka untuk memenuhifull cost-nya atas pelayanan tersebut. Di dalam memberikan contoh-contoh perlu KriteriaEfektivitas RetribusiDaerahIJ 55 berhati-hati karena konsepsi daripada kebutuhan pokok adalah benar- benar subjektif dan relatif bagi standar kehidupan yang umum. Keharusan menurut undang-undang untuk menyediakan para tunawismadenganperumahan kota praja dengan sewa yang disubsidi dilihat sebagianmemenuhikebutuhandasar di daerah; baik kewajiban maupunstandar kebutuhandasar dapat dianggapsebagai yang realistis di banyak negara Dunia Ketiga. Bagi orang-orang tertentu, subsidi merupakan penyimpangan. Denganalasan, hal tersebut dapatmenyebabkaninefisiensi-baik karena penghamburansumber-sumber bagipenyediaanyangbukanmerupakan biayayangefektif, ataukarenahal tersebut memberikankepada seluruh konsumen apakahmerekaperludisubsidiatautidak. Olehkarena itusa- randiajukan, pertama, pengurangan subsidi sebagianhanyadilaksanakan kepada kategori-kategori pemakai tertentu; group-groupberpanghasilan rendah, anak-anak, orang-orangtua dansebagainya. Ataukedua, subsidi sebagiannya hanyadiberikan kepada tingkatkonsurnsi mimimum,di atas harga pasar harusdilakukan. Suplaiair minum40 liter per hari pertama kepada seseorang harus dikenakan retribusi, misalnyadenganrate yang rendah di bawah biaya, konsumsi di atas level ini akan dikenakan tarif pada marginal cost penuh. Hal ini kenal oleh Bank Dunia sebagai the lifeline appoach. Tarif air bersih di Hongkong dan To- kyo misalnya didasarkan pada prinsip ini. Pelaksanaan salah satu dari approach tersebut diatas tergantung terutama pada kelayakan administrasi dan tekanan politis. Akan lebih mudah mengidentifikasi yang muda dan yang tua, jika setiap orang memiliki angka kelahiran akan lebihmudahmengidentifikasi golongan miskin apabila sebagian besar penduduk mempunyai pendapatan berupa gaji dan sebagian kecil dikualifikasikan berupa lain-lain. The lifeline alternative juga didasarkan pada kemampuanuntuk mengukur kecukupan konsumsi. Di dalam kondisi-kondisi yang lain persyaratan-persyaratan untuk memberi subsidi lebihmudahuntuk ditentukan. Tekananpolitis merupakanha! yangpenting, sebabpengaruh golongan berpendapatanmenengahdan tinggi sering mendominasi pengarahan daripadasubsidi dan keuntungan-keuntungannya. Rumah-rumahyang 56 mPajakclan Retribusi Daerah disubsidi di negara-negara Dunia Ketigaseringbertambahpadakelas- kelas menengah daripada yangmiskin, investasi angkutan mungkin lebih memihak pemilikkendaraan. Subsidi pendidikan tinggi dalampraktek mungkin tersedia sebagian besar untuk anak-anakdari group-group berpenghasilantinggi dan mungkin memperkuat politik mereka dan kekuasaanprofesional. Pengenaan Retribusi di Atas Full Cost Di dalambeberapahal retribusimungkin lebihdidasarkan padare- coveringdaripada full cost dari suatupelayanan, yaitu dasar mencari keuntungan. Setidak-tidaknya adatigakasus di manahal ini bisaterjadi. Pertama, di manaretribusi dikenakanuntuktujuan-tujuanpengaturanyang melibatkan sedikit biaya langsung. Licensingfees atau meteranparkir merupakan contoh. Kedua, retribusi mungkin dikenakan padatingkat di atasbiayaguna memperkuat pengaruh disiplinmerekaataskonsumsi. Retribusi telepon mungkin dibagi-bagi sesuai denganperhatianuntuk tidakmendorong kemacetanpadapuncak-puncakjam-jamsiness. Parkingfees ataudaerah licensingfees mungkindikenakanpada tingkatpenghukuman, seperti di Singapura yang mengeluarkan kendaraan pribadi dari pusat kota.Akhimyasuatupelayananmungkinmempunyai permintaan yang cukup banyak dan penduduk ingin membayar tinggi untuk hal itu karena tingkat keperluannya atau popularitas dan keterbatasan suplainya. Hal ini mungkin dioperasikan khususnya di mana suatu pelayanan yang sama dikaitkan juga kepada penyediaan biaya perusahaan-perusahaan swasta. Retribusi di atas biaya dapat juga diukur dalam situasi yang demikian jika kelebihan penerimaan ditanamkan kembali kepada perluasanpelayanan sehingga suatujumlah yang besar mempunyai jaluruntukitu. Suatu contohyang baikuntukha! ini dikaitkan padapenyediaan rumah Pemerintah di banyaknegaraDunia Ketiga di mana suplai yang tidakmencukupi menimbulkanpemerasan sewa di dalamsektor swasta, dan di mana para penghuni perumahanmilik Pemerintah mungkinrelatifdianggapsebagai hak-hakistimewa. Akan KriteriaEfektivitasRetribusiDaerah11 . 57 tetapi retribusi di atas biaya adalah analog dengan perpajakan. Timbulnya dan pemerataannya harus dipertimbangkan. Seksi-seksi mana di masyarakat yang membayar lebih dari suatu pelayanan, dan seksi-seksi yang mana menerima keuntungan dari kelebihan penerimaan? Retribusi parkir yang tinggi mungkin pantas bagi para pemilik mobil yang umumnyamerupakan golonganmasyarakat yang berpenghasilantinggi. Mencari keuntungandi luar para pemakai bis melalui jawatan transportasi, lahan-Iahanpada stasiun bis, dan lain- lain mungkin sebagian besar merupakan penghukuman golongan miskin. Dasar Pengenaan Retribusi Untuk dapat menentukan dasar pengenaan retribusi atau objek retribusi terhadappotensi pendapatan daerah, maka perlu dilakukan penilaian terhadap potensipendapatan daerahtersebut. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar potensi pendapatan daerah yang dapat dikenai retribusi, yaitu: kecukupan dan elastisitas, keadilan, kemampuanadministrasi, kesepakatanpolitik dan penilaian retribusi oleh pemerintah daerah (Davey, 1988). Kecukupan dan Elastisitas Tidakjauh dari kriteriapajakdaerah, makaretribusi daerahharus memiliki kecukupandanelatisitas. Artinya, retribusi harus responsifterhadap variabel-variabel yangmempengaruhinya, misalnyapertumbuhanpenduduk dan pendapatan, selamaini umumnyadipengaruhi olehpertumbuhan permintaan ataukonsumsi atassuatupelayanan. Akantetapiresponnya sangat bergantung kepada ketersediaan modal untuk memperluas pelayanan guna memenuhi pertumbuhanpenduduk, khususnya di sektor- sektorbesarperkotaan. Hal iniseringdikaitkan dengan penurunan skala ekonomi, sebagai contohsemakin tinggi biayapemompaan air semakin besar kebocoran yangterkait di dalamsuplai air kepadadaerah-daerah sekitar. 58 I1 Pajakdan Retribusi Daerah Retribusi kadang cenderung tidak responsif terhadap inflasi, karena Pemerintah hampir selalu mendasarkan kepada tarif per unit pelayanan yang relatif tetap dan pengambilan keputusan untuk meningkatkan tarif sangat diperlukan apabila terjadi kenaikan biaya pelayanan, namun kadang sangat lamban. Peningkatan sewa tanah, pungutan air bersih, karcis bis kurang populer dan mereka sering jauh ketinggalan di belakang tingkat inflasi. Keadilan Struktur tarif retribusi secara tradisional bersifat regresif. Artinya, semakin tinggi dasar pengenaan retribusinya semakin turuntarifnya. Hal ini terjadi karena ada 3 (tiga) alasan (Davey, 1988). Pertama, retribusi dikenakanterhadapbarang ataujasa konsurnsi, ha!ini dipengaruhilangsung oleh kebutuhan-kebutuhan dasar daripada tingkat pendapatan. Kedua, subsidi yang diberikan Pemerintah sering lebih dinikmati atau menguntungkangolongan-golonganorang yang berpendapatanmenengah dan tinggi dibandingkan golongan orang miskin, contohnya subsidi untuk perumnas danpendidikanmenengah lebihbanyak dinikmatiolehgolongan berpenghasilan menengah dan tinggi. Sedangkan, golongan miskin tidak mampu menikmati subsidi perumnas dan pendidikan menengah tersebut karena tidak terjangkau harganya. Ketiga, karena biaya modal dari instalasi kasus diselesaikan tanpa memperhatikan tingkat konsumsi dan benar-benar tidak berbeda menurut tingkat tersebut, banyak tarif didasarkan kepada suatu penurunan unit cost, yaitu semakin banyak air atau listrik yang digunakan semakin murah mendapatkannya. Hal ini lebih memihak kepentingan-kepentingan industrialis-industrialis besar atas biaya perusahaan-perusahaan kecil, rumah-rumah tangga dengan dua kamar mandi , penyiraman rumput, dan pembersih kendaraan Marcedes atas biaya keluarga-keluarga miskin dengan satu keran (dengan satu arah). Satu kegiatan kemunduran lain adalah biaya penyambungan awal pada air minum dan listrik, penurunan dalam hal bahwa kebutuhan suatu pembayaran yang tetap bagi instalasi awal sering menjaga KriteriaEfektivitas RetribusiDaerahIJ 59 rumah-rumah tangga miskin dari perolehan suatu pelayanan secara menyeluruh. Retribusi biasanya tidak dipandang sebagai suatu alat pemeratan. la merupakan suatu alat yang tidak efisien untuk tujuan ini tepatnya karena konsumsi tidak berhubungan proporsional dengan pendapatan. Akan tetapi ada suatu pertumbuhan untuk mengekang tendensi penurunannya, dan bahkan menggunakannya sebagai suatu mekanisme retribusi yang positif. Dalam hal ini ada dua alasan. Pertama, adalah efek dimana kejadian penurunan mungkin terjadi pada kesempatan-kesempatan golongan miskin untuk dapat dibebani pelayanan-pelayanan tersebut sebagai kebutuhan pokok. Kedua, adalah kegagalan sistem perpajakan di banyak negara untuk menggeser resources dari golongan kaya kepada golongan miskin, jika retribusi lebih mudah untuk dipastikan daripada pajak sebagai suatu peralatan umum untuk membiayai pengeluaran Pemerintah, hal ini dapat diperluas kepada keperluan-keperluan mereka di dalam pemerataan. Ada bermacam-macam metode di mana retribusi dapat dibuat kurang regresif atau retributif secara positif. Pertama adalah penyebaran dasar pengenaan retribusi-retribusi atas nilai-nilai kekayaan; air minum dan kebersihan sering dikenakan biaya (diberi harga) atas dasar ini, dan bahkan telepon di Kolombia. Pemerataan kedua adalah penggunaan tarif-tarif yang berbeda dengan tarif yang lebih tinggi atas kelas-kelas pemakai tertentu biasanya sektor komersial dan industri, hal ni tentunya suatu peralatan yang dapat dipertanyakan jika kejadiannya jatuh kepada konsumen daripada pemilih usaha. Ketiga, adalah tarif progresif yang dikenakan meningkatkan harga per unit apabila konsumsi meningkat. Keempat, adalah alat pengetes, dengan menurunkan tarifataupengecualian orang-orangtua dan golongan miskin (jarang merupakan suatu proses yang mundur untuk diadministrasikan). Pola pengeluaran air minum yang dibiayai oleh Bank Dunia ciri utamanya adalah dengan subsidi silang (cross- subsidization), progresif tarif atas konsumen-konsumen domestik yang besar atau 60 mPajakdanRetribusi Daerah komersial, menurunkan atau membatasi retribusi pada pengeluaran bagi saluran-saluran umum dan rumah-rumah tangga yang hanya mengkonsumsi dalam jumlah yangrelatif kecil . Akan tetapi hal ini masih sedang dipertanyakan, dengan pertimbangan bahwa konsumsi air minum yang tinggi mungkin dapat menggambarkan bentuk rumah tangga lebih daripada kaya dan keluarga besar tersebut atau tempat tinggal gabungan (shared dwelling) adalah merupakan hak istimewa golongan miskin. Pola perumahan cross-subsidi yang adalah suatu objek peningkatan percobaan pembebanan sewa atau pembelian oleh penghuni atas rumah-rumah yang besar atau komersial, merupakan alasan-alasan pemberian subsidi bagi penyediaan tempat-tempat atau unit-unit yang dilangkapi dengan pelayanan. Pertolongan atas beban biaya-biaya penggabungan awal termasuk menjarakkan mereka atas beberapa tahun melalui pertolongan dengan mengangsur biaya-biaya konsumsi secara teratur. Kemampuan Administrasi Secara teoritis retribusi mudah untuk ditaksir dan dipungut. Mereka mudah ditaksir karena pertanggungjawaban didasarkan atas tingkat konsumsi yang dapat diukur, mudah dipungut sebab penduduk hanya mendapatkan apa yang mereka bayar. Jika sewa tidak dapat dibayar, penghuni dikeluarkan; air minum, listrik, atau telepon diputuskan apabila tagihan (bill) tidak dibayar; penduduk hanya dapat memasuki kolam renang atau bioskop melalui pintu putar. Dalam praktek, ada tiga set kesulitan-kesulitan. Pertama adalah masalah teknis, masalah pengontrolan pembayaran air minum ilegal dan pelewatan meteran sebagai contoh, atau pemungutan sewa dari suatu bis yang padat dengan penumpang. Kedua, adalah menyangkut keinginan politik untuk mengenakan sanksi. Pengusiran jarang memenangkan pemilihan (vote) dan dihina media massa; politikus mungkin menghalangi atau campur tangan untuk menghentikan pemutusan suplai air minum atau listrik bagi pendukung-pendukung KriteriaEfektivitas RetribusiDaerahIJ 61 mereka. Masalah ketiga adalah integritas. Pertanggungjawaban pajak adalah tetap, tetapi hal itu bagi retribusi berubah-ubah sesuai konsumsi; adalah sulit untuk mencek apa yang harus sudah diterima oleh pemungut. Mencantumkan pembebanan sa nksi adal ah pen t ing mengefisiensikan administrasi retribusi. Beberapa peralatan lain sudah biasa digunakan. Pert ama, adalah memperkirakan pendapatan apa yang harus diterima dan kemudian menggunakan target penerimaan atas para pemungut. Bahkan crew bis kota di Jakarta diharapkan untuk bergerak di dalam suatu target pungutan sewa per rute per hari. Praktek kedua adalah mensubkontrakkan retribusi kepada pemungut-pemungut komersial yang menawarkan penerimaan yang bulat (lump-sun revenue) secara kompetitif; hal ini adalah analog terhadap perpajakan petani. Salah satu di antara metode di atas menstabiIisasi penerimaan tetapi dapat mengeksploitasi konsumen. Subkontraktor menjadi monopoli suplai dan sering dapat membuat pemerasan keuntungan, penjualan air langsung dari pipa pending (standpipe waterselling) merupakan suatu kasus yang menonjol di beberapa negara. Praktek yang ketiga adalah meminta group-group lingkungan kecil untuk memungut retribusi dan membayarkannya ber sama-sama kepada pihak pemberi pelayanan. Hal ini telah diterapkan pada retribusi-retribusi air minum dan bidang tanah (kapling) di daerah- daerah penghunian liar yang telah di-up-grade di Lusaka (Devey: 1988); pembayaran yang tepat diberikan potongan dalam bentuk beberapa peningkatan prasarana-prasarana umum. Kesepakatan Politis Retribusi untuk penyediaan air minum, khususnya di daerah- daerah pedesaan, dapat menimbulkan permusuhan mengingat bahwa air adalah lebih merupakan pemberian Tuhan atau alam daripada Pemerintah. Akan tetapi sebagian besar retribusi pada prinsipnya dapat diterima. Sepanjang mereka langsung dikaitkan kepada suatu 62 11 PajakdanRetribusi Daerah pelayanan dan konsumsi tertentu termasuk elemen pemilihan, retribusi dapat dimengerti dan sesuai dengan keinginan yang layak. Namun demikian tingkat atau besarnya retribusi lebih sensitif secara politik. Sebagian besar retribusi harus dibayar dari kantong; banyak berkaitan dengan kepada siapa dianggap sebagai kebutuhan sehari-har i- pendidikan, traspor, air minum, perumahan dan sebagainya. Peningkatan-peningkatan memerlukan keputusan- keputusan politik tertentu dan kurang populer. Selanjutnya kebutuhan untuk menaikkan retribusi Iambat-laun akan menimbulkan inflasi- inflasi apabila Pemerintah ber ada dal am tekanan untuk tidak menaikkan harga-harga mereka sendi ri. Badan-badan perwakilan rakyat bahkan sering kurang berkeinginan meningkatkan harga karcis bis , sewa rumah,atau tarif air minum dan pada peningkatan pajak. Akan tetapi sebagai contoh tarifbis di Kairo adalah tetap, dan masih berlaku /beroperasi pada tahun 1978. Sebagai akibat dari kegagalan untuk menaikkan retribusi melalui kelambanan politis, pelayananakan menurunkanatauperlumeningkatkan subsidi. Tetapi pelayanan di Kalkuta telah menjadi semakin bertambah tidak dipercaya dengan ketidaksanggupannya untuk mengganti kendaraan-kendaraan yang sudah lesu/tua. Kerugian pada keuangan penyaluran air minum di Karachi menutupnya dari penerimaan penjualan di muka atas tanah telah semakin bertambah. Kemungkinan lain, peningkatan retribusi karena peningkatan biaya mungkin dapat mengakibatkan penurunan konsumsi. Selama biaya-biaya modal dan overhead dapat konstan, peningkatan ini pada gilirannya akan meningkatkan biaya-biaya per unit. Lingkaran setan dari penurunan penggunaan dan peningkatan retribusi diciptakan. Akhirnya, hubungan langsung antara konsumsi dan retribusi tidak selalu merupakan suatu keuntungan politis. Masyarakat dapat membuat perbandingan-perbandingan individu antara pelayanan yang mereka ter ima dan jumlah yang mereka bayar untuk itu. Ketidakpuasan yang demikian mungkin meningkatkan efisiensi, dia juga dapat kurang memacu bilamana dia didasarkan atas kesalahan konsepsi dari penyediaan.biaya yang sebenarnya. - lJilo 63 . ~ ..._., Penilaian Retribusi olehPemerintah Daerah Pembahasan kriteria penilaian retribusi yang telah diuraikan di atas, belum memfokuskan pembahasan penilaian retribusi oleh Pemerintah Daerah. Sebenarnya banyak pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah bersifat pembayaran retribusi langsung. Selama ini, hanyalah perbedaan kecil antara praktek (pengalaman) penanganan administrasi retribusi oleh Pemerintah Pusat atau BUMN dengan Pemerintah Daerah. Tidak ada masalah khus us yang dapat dikait kan dengan penanganan administrasi retribusi oleh Pemerintah Daerah, kecuali tarif retribusi. Hanya saja, perbedaan antar daerah atas tari f retribusi dapat menimbulkan keadaan politik yang kurang menggembirakan, tetapi secara administrasi biasanya tidak ada masalah. Namun , jika bentuk pelayanan yang memuaskan dapat dirasakan langsung oleh pembayarnya atau penerima pelayanan tersebut. Kenaikan tarif retribusi biasanya akan menimbulkan reaksi masyarakat. Kenaikan tarif retribusi dimungk inkan j ika memang kenaikan tari f itu berdampak akan lebih meningkatkan pelayanan Pemerintah Daerah terhadap masyarakatnya. Di sisi lainjuga akan meningkatkan kualitas pelayanan. Permasalahan internal dalam institusi Pemerintah Daerah yang tidak efisien dan program tidak tepat sasaran sebenarnya yang harus dipecahkan terlebih dahulu sebelum menaikkan tarif retribusi tersebut. Jika hal ini bisa dilakukan dan evaluasi terhadap biaya pelayanan dapat diketahui secara past i akan mengurangi keenggan masyarakat untuk tidak menerima kenaikan tarif tersebut, sehingga menumbuhkan kerelaan untuk membayarnya. Kedekatan relatif antara badan-badan perwakilan daerah dengan orang-orang yang berhak memilih mungkin mempertajam keengganan mereka untuk menerima kenaikan tarif. Dalammelaksanakankenaikantari f retribusi iniperlu diperhatikan atau dibedakan antara retribusi berupa pelayanan dengan retribusi yang merupakan pengaturan atau perijinan. Banyak retribusi yang bersifat relatif sensitif ; penerimaan dari retribusi tersebut mungkin 64 11 Pajakdim Retribusi Daerah jauh di bawah tingkat biaya yang dibutuhkan untuk mengoperasikan pelayanan tersebut secara efektif, khususnya pada saat inflasi. Hal ini terjadi, karena keengganan politik untuk meningkatkan tarif atau mengenakan sanksi. Keterkaitan antara tarif retribusi sebagai bentuk biaya pelayanan dengan pelayanan yang diterima sebagai bentuk konsumsi yang bersifat langsung ini, sehingga dapat dengan mudah diketahui unit-unit penyelenggara yang terlibat atau harus bertanggungjawab. Untuk retribusi berupa perijinan atau pengaturan, hubungan khusus antara konsumsi dan biaya serta sifat langsung dari pembayarannya, tidak dapat disamakan dengan retribusi pelayanan meskipun keadaan hubungan tersebut dapat dengan mudah diketahui institusi-institusi Pemerintah Daerah terlibat dan bertanggungjawab atas keluarnya perijinan tersebut. Namun, konsekuensinya dapat merusak kelangsungan hidup suatu pelayanan yang dapat dikenakan retribusi. Karena akan terjadi cenderung unit-unit hanya sekedar menerima pembayaran retribusi perijinan tanpa memperhatikan sasaran pemberian perijinan tersebut, contoh kasus 1MB (Ijin Mendirikan Bangunan). 1MB cepat terbit jika pembayar mau membayar dengan jumlah yang tinggi, tanpa ditinjau lokasi tempat bangunan itu berdiri. Akibatnya, banyak lahan produktif pertanian beralih fungsi menjadi pemukiman. Tingginya tarif retribusi perijinan atau untuk pengaturan ini , memang bukan sekedar untuk memperoleh sumber penerimaan daerah , tetapi yang lebih penting adalah sebagai alat untuk mengatur dan menata tata kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Tarif retribusi per ijinan yang tinggi dimaksudkan untuk mengurangi minat agar masyarakat tidak sewenang-wenang dalam menggunakan potensi daerah hanya untukhal-hal yang kepentingan praktis belaka. Demikian pula, Pemerintah Daerah perlu menilai sasaran pengenaan retribusi tersebut dan memiliki komitmen terhadap kebijakan publiknya sehingga tidak merugikan kepentingan jangka panjang masyarakat daerahnya. ~ &!s ~ SISTEM PERPAJAKAN DAERAH B ab ini akan membicarakan tentang sistem perpajakan daerah yang berlaku di Indonesia. Bab ini akan diawali dengan pembahasan mengenai .pengertian umum tentang masalah perpajakan dan cara pendekatan dalam mengatasi permasalahan tersebut. Bagian kedua, akan membahas tentang sistem perpajakan daerah yang meliputi kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan dan administrasi perpajakan. Bagian ketiga, membahas tentang iklim perpajakan yaitu keadaan yang mendukung keberhasilan pemungutan pajak. PENGERTIAN PERPAJAKAN Perpajakan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem dan permasalahan pelaksanaan pajak-pajak.Masalah perpajakan dapat ditinjau dari berbagai perspektif yaitu hukum, politik, sosial, ekonomi, administrasi dan akuntansi. Namun, di banyak negara pada dasarnya perspektif yang digunakan untuk melihat masalah perpajakan ada 2 (dua) yaitu perspektif hukum dan perspektif ekonomi. . 66 ~ PajakdimRetribusi Daerah Perspektif Hukum Karena masalah perpajakan merupakan public affairs maka diperlukan proses politik untuk dapat memecahkannya. Oleh karena itu, agar produk dari hasil proses politik tersebut memiliki kekuatan formal (legal) maka perlu ditetapkan dalam bentuk aturan hukum, sehingga pendekatan masalah perpajakan yang diperlukan adalah dari perspektif hukum. Perspektif ini juga sering disebut dengan aspek legalitas. Perspektif Ekonomi Fungsi utama dari pajak adalah fungsi budgeter, artinya sebagai sumber pembiayaan daerah atau sumber keuangan daerah, maka diperlukan pula pendekatan yang mengakomodasi tentang potensi sumber keuangandaerah yaitu perspektif ekonomi. Denganperspektif ekonomi ini dapat dilihat kemampuan daerah dalam membiayai dirinya dan berapa jumlah pajak yang harus dibebankan kepada masyarakat di daerah. Perspektif ini sering disebut pendekatan aspek keuangan daerah. SISTEM PERPAJAKAN DAERAH Sistem perpajakan (tax system) adalah pola pelaksanaan perpajakan yang terkoordinasi secara serasi meliputi tax policy, tax law dan tax administration. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu dengan lainnya. Untuk mewujudkan sistem perpajakan daerah yang baik dan sehat, maka ketiga faktor tersebut harus berjalan secara seimbang dan harmonis (sinergis). Sehingga dalam pelaksanaannya dapat menunjang penerimaan daerah. Di sisi lain, usaha pelaksanaan sistem perpajakan daerah yang baik dan sehat dapat melalui sistem perpajakan yang sederhana, mudah dan jelas, intensifikasi pemungutan pajak, pemeliharaan aparat pajak yang jujur dan bersih dan pening!\atan kualitas kemampuan aparat pajak. Sistem Perpajakan Daerah11 67 KEBUAKAN PERPAJAKAN Istilah fiskal berasal dari bahasa Latin 'fiscalis' dan fiscalis itu sendiri berasal dari kata bendafiscus (Perancis,'fisc') yang berarti keranjang uang. Dalam perkembangannya diartikan sebagai kas negara. :Dalam konteks ini diartikan sebagai kas daerah. Perkembangan selanjutnya kata fiscus sering dikaitkan dengan perpaj akan yang memiliki arti berbeda; yaitu diartikan pihak yang memungut pajak dalam hal ini pemerintah daerah. Sehingga timbul persepsi di masyarakat bahwa kebijakan fiskal (fiscal policy) disamakan dengan kebijakanpajak (tax policy), padahal jelas kedua kata tersebut memiliki arti yang sangat berbeda. Fiscal Policy Vs Tax Policy Menurut John F.Due (Due, 1984) dalam bukunya Government Finance: Economic Of The Public Sector mengemukakan Fiscal Policy adalah kebijakan tentang penyesuaian antara pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar tercapai stabilitas ekonomi dan laju pertumbuhan ekonomi yang dikehendaki. Lebih lanjut ia mengemukakanbahwa kebijakanfiskal mempunyai tujuan yang sama dengan kebijakan moneter atau kebijakan kredit. Faktor yang menyamakan kebijakan fiskal dengan kebijakan moneter ini karena sasaran kedua kebijakan tersebut berusaha untuk mencapai tujuannya dengan mengubah posisi cadangan bank komersial. Baik kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter, keduanya saling melengkapi atau dikoordinasikan untuk digunakan mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki. Ada tiga tujuan utama kebijakan fiskal yaitu: 1. Laju pertumbuhan ekonomi 2. Memelihara kestabilan harga yang wajar 3. Meningkatkan laju pertumbuhan potensial tanpa mengganggu tercapai tujuan-tujuan lainnya. Dengan demikian, kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai berbagai upaya atau tindakan pemerintah untuk melakukan penyesuaian antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah untuk 68 11 PajakdunRetribusi Daerah mencapai stabilitas ekonomi, laju pertumbuhan ekonomi yang mantap dan keberhasilan pembangunan. Tax Policy adalah kebijakan mengenai perubahan sistem -perpaj akan yang berlaku sesuai dengan perkembangan, tujuan ekonomi, politik dan sosial pemerintah . Dari pengertian taxpolicy ini, maka dapat dikatakan bahwafiscalpolicylebih luas dibandingkan dengan tax policy. Taxpolicy hanyalah merupakan bagian darifis- calpolicy, misalnya tax reform yang dilakukan tahun 1983. Adanya taxreform ini pemerintah mengharapkan terjadi peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak, dalam rangka untuk mencapai kemandirian pembiayaan dan pembangunan negara dan bangsa ini. Dalam konteks pajak daerah yaitu juga terjadi tax reform yang ditandai dengan dikeluarkannya VV No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selama ini ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah menggunakan VV Darurat (Drt) No. 11 Tahun 1957 untuk Pajak Daerah dan VV Darurat (Drt) No. 12 Tahun 1957 untuk Retribusi Daerah. Selama kurun waktu 1957- 1997 berarti selama 40 tahun, pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah menggunakan undang-undang darurat yang sudah tidak up to date lagi. Tidak dapat dipungkiri lagi, akibatnya pajak daerah dan retribusi daerah Indonesia sangat ketinggalanjauh dibandingkan dengan pajak daerah di negara-negara tetangga. Selain itu, juga selama ini pajak daerah dan retribusi daerah ini banyak menimbulkan persoalan tersendiri (lihat tulisan Anne Both, 1986, Central Gov- ernment andLocalDevelopment inIndonesia). Adanya VV Otonomi Daerah yaitu VV No.22 Tahun 2000 dan VV No.25 Tahun 2000, semakin membuat tantangan pajak daerah dan retribusi daerah menjadi semakin berat, sehingga perlu kebijakan pajak di tingkat daerah yang tepat. Di sisi lain kualitas sumber daya manusia (SDM) Pemerintah Daerah masih belum memadai. Tax Reform ~ . ' , Tax Reform pajak daerah merupakan bagian dari tax reform .'0." ;. ., ,. .. ., secara nasional, terjadi pada tahun 1983. Karena pada tahun 1983 Sistem Perpajakan Daerah IJ 69 ini terjadi perubahan yang sangat mendasar dari sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia, dari official assessment system(berlaku sampai dengan tahun 1983) diubah menjadi self assessment system (diberlakukan mulai tahun 1984). Tujuan utama tax reform adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak dari sektor, pajak untuk menegakkan kemandiran dalam membiayai pembangunan nasional. Upaya kebijakan pajak yang ditempuh antara lain: . a. Penyerderhanaan struktur perpajakan meliputi jenis, tarif dan tatacara pembayaran. b. Pemerataan pengenaan dan pembebanan pajak yang makin adil dan wajar . c. Mengusahakan adanya kepastian hukum baik bagi wajib pajak maupun fiskus . d. Pembenahan aparatur perpajakan baik prosedur, tatakerja, disiplin, penyelundupan maupun penyalahgunaan wewenang. Tindak Ianjut tax reform untuk pajak daerah terjadi di tahun 1997, yaitu ditandai dengan dikeluarkan VV No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selama ini (1957-1997) ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah menggunakan VV Darurat (Drt) No. 11 Tahun 1957 untuk Pajak Daerah dan VV Darurat (Drt) No. 12 Tahun 1957 untuk Retribusi Daerah. Adanya VV pajak daerah dan retribusi daerah yang baru ini diharapkan bisa terjadi peningkatan dan pengadministrasian penerimaan asli daerah yang lebih baik dari tahun-tahun terdahulu. HUKUMPAJAK Hukum pajak memuat hukum tata negara, hukum administrasi dan hukum pidana dengan acara pidananya. Karena memuat hukum tata negara yang mengatur hubungan antara penguasa dan warganya maka sering hukum pajak dianggap sebagai bagian dari hukum publik. Di sisi lain, sering juga disebut merupakan bagian dari hukum administrasi karena dalam hukum pajak peradilan adminis- tratif diatur dengan sangat rapi. Namun, ada juga yang menolak bila hukum pajak dimasukkan bagian dari hukum administrasi. 70 11 Pajakdan Retribusi Daerah Karena hukum pajak memiliki tujuan yang berbeda dengan hukum administrasi pada umumnya yaitu sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian. Lagi pula hukum pajak memiliki terminologi tersendiri . Hukum pajak biasanya diartikan sebagai suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagaifiskus dengan rakyat sebagai pembayar pajak. Produk hukum pajak berupa Undang-undang, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah, dan Keputusan Kepala Daerah. Adapun isi dari hukum pajak daerah meliputi Subjek Pajak, Objek Pajak, Kewajiban Wajib Pajak kepada Pemerintah, Timbulnya dan Hapusnya Utang Pajak, Tatacara penagihan pajak, Tatacara pengajuan keberatan dan banding, dan Pelanggaran dan Peradilan Pajak. Secara umumhukum pajak dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: a. Hukum Pajak Materiil, berisi subjek pajak, objek pajak, dan aturan-aturan hubungan hukum antara pemerintah dengan wajib pajak. b. Hukum Pajak Formil, berisi tatacara penetapan utang pajak, pengawasan terhadap timbulnya utang pajak, kewajiban wajib pajak. Undang-Undang Perpajakan Daerah Sampai akhir tahun 1997, pungutan pajak dan retribusi daerah masih menggunakan UU Pajak UU Pajak Daerah No. 11 Darurat (Drt) 1957 dan UU Retribusi Daerah No. 12 Darurat (Drt) tahun 1957, untuk menyempurnakan UU Pajak Daerah No. 11 Darurat (Drt) 1957 dan UU Retribusi Daerah No.12 Darurat (Drt) tahun 1957 ini, maka Pemerintah menyusun UU Pajak dan Retribusi Daerah, yaitu: a. UU No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah b. UU No. 34 tahun 2000 yaituPerubahan UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Sisrem Perpajakan Daerah11 71 ADMINISTRASI PAJAK Adanya pembaharuan sistem perpajakan daerah yang lebih sederhana, diharapkan administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah dipahami baik oleh masyarakat maupun aparat pajak daerah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnyakeberhasilandalampenerimaanpajak daerah sangat ditunjang oleh pelaksanaan administrasi perpajakan daerah yang baik dan efektif. Pelayanan Satu Atap merupakan salah satu alternatif dan contoh pelaksanaan administrasi keuangan daerah yang efektif dan efisien. Hal ini juga sangat diperlukan dalampengadministrasian pajak daerah, sehingga ada kata kiasan bahwa administrasi perpajakan kunci keberhasilan dari kebijakan perpajakan. Selain pelaksanaan administrasi perpajakan yang baik dan efektif, juga masalah produktivitas administrasi perpajakannya. Produktivitas Administrasi Perpajakan dipengaruhi oleh: a. Materi UU Perpajakan dan Peraturan-peraturan lainnya b. Wadah Organisasi instansi Perpajakan dan perlengkapan penunjangnya c. Ketrampilan, kejujuran dan pengabdian aparatur perpajakan d. Kesadaran dan Pengertian WP terhadap UU dan Peraturan Perpajakan yang berlaku e. Lingkungan, kondisi sosial-politik yang ada Dengan demikian, pengelolaan pajak daerah akan baik jika pengadministrasian pemungutan pajak daerahjuga baik. Untuk dapat mencapai kondisi yang demikian, maka ada dua faktor yang perlu dilakukan yaitu iklim pajak yang baik dan penataan organisasi perpajakan yang memadai. IKLIM: PERPAJAKAN Untuk mencapai keberhasilan penyelenggaraaan administrasi perpajakan, dapat diusahakan melalui iklimperpajakan yang meliputi terciptanya iklim perpajakan yang baik dalam masyarakat dan tata organisasi perpajakan yang memadai. 72 11 Pajakdon Retribusi Daerah Tercipta lkIim Pajak yang baik Iklim perpajakan adalah keadaan yang berada diantara tax-payer resistance dan tax-payer compliance. Tax-payer resistance adalah keengganan sikap wajib pajak untuk membayar pajak, sedangkan tax-payer compliance adalah kesadaran sikap wajib pajak untuk membayar pajak. Iklim perpajakan yang baik tercipta jika suatu keadaan tax-payer resistance dapat berubah menjadi tax-payer com- pliance. Artinya, derajat kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak menjadi semakin tinggi. Di sinilah peran penting aparat pajak dalam mendorong iklim perpajakan ke arah kondisi yang baik. Oleh karena itu diperlukan strategi di bidang perpajakan yang diarahkan untuk mengubah .masyarakat meliputi: a. pola pikir (thougth patterns) b. kebiasaan (habits) c. emosi (emotions) Hal ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal maupun non formal . Jalur pendidikan formal misalnya memasukkan materi perpajakan daerah melalui kurikulum pendidikan/sekolah. Jalur non formal melalui penjelasan khusus dari pemerintah, penerangan dan informasi yang dilakukan oleh institusi perpajakan, penerangan dan informasi dari organisasi kemasyarakatan tertentu . Tataorganisasi perpajakan yang memadai Terciptanya iklimperpajakan yang baik akan meringankan tugas instansi dalam menjalankan fungsinya: a. menentukan subjek pajak, objek pajak b. menentukan besarnya pajak yang terutang Namun demikian, instansi pajak perlu melakukan strategi untuk menunjang terciptanya iklim perpajakan yang baik di lingkungannya sendiri sehingga meningkatkan kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak. Usaha yang dapat dilakukan antara lain: a. Mengelola dan melaksanakan UU Perpajakan secara baik dan benar. Sistem Perpajakan Daerah11 73 , b. Memelihara integritas aparat pajak terhadap sikap yang jujur, te gas, sopan dal am me layani sehingga menumbuhkan kepercayaan wajib pajak c. Mencegah timbulnya penghindaran atau penggelapan pajak. Dalam rangka menciptakan iklimperpajakan yang baik ini, maka institusi perpajakan perlu pula melakukan usaha-usaha lain, misalnya: a. Melaksanakan sistem perpajakan yang adil sebagai upaya meningkatkan kesadaran membayar pajak b. Memberikan pelayanan/bantuan wajib pajak terutama dalam cara-cara memperolehhak dan menunaikan kewajibanperpajakan c. Melaksanakan sanksi-sanksi perpajakan secara konsekuen bagi wajib pajak yang lalai atau melanggar UU perpajakan d. Mendorong aparat pajak bersikap jujur,' selalu meningkatkan perbaikan kinerjanya, berintegritas tinggi dan profesional dalam pekerjaannya . e. Menginformasikan penggunaan pajak secara transparan f. Meningkatkan penelitian di bidang perpajakan sehingga dapat dievaluasi kinerja implementasi perpajakannya. ~ A ~ 74 11 Pajakdon Retribusi Daerah KETENTUAN UMUM PAJAK DAERAH D alam bab ini akan diuraikan tentang pajak-pajak daerah yang diberlakukan di Indonesia dan sarana pelaporannya. Bab ini akan membahas secara selintas tentang Pajak Daerah menurut UU No. is Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000 terdiri dari pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan airbawah tanah dan air permukaan, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, dan pajak pengambilan bahan galian golongan C. pajak penghasilan umum, pajak penghasilan bagi karyawan, pajak penghasilan bagi badan usaha, dan pajak penghasilan bagi perseorangan. Selanjutnya membahas tentangsarana-sarana pelaporan pajak daerah berupa surat ketetapan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, misalnya SPPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah), SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah), STPD (Surat Tagihan Pajak Daerah) dan sarana-sarana lainnya. 76 11 PajakdanRetribusi Daerah TERMINOLOGI PAJAK DAERAH Terminologi pajakdaerahini berisi tentangpengertian -pengertian khusus atau istilahteknis yang digunakanundang-undang perpajakan daerah, meliputi: 1. PajakDaerah, yangselanjutnya disebut Pajak, adalahiuranwajib yangdilakukan olehorangpribadiataubadankepada Daerahtanpa imbalan langsung yang seimbang, yangdapatdipaksakanberdasarkan peraturanperundang-undanganyangberlaku, yangdigunakan untuk membiayai penyelenggaraanpemerintahandaerahdanpembangunan daerah; 2. Badan adalahsuatubentuk badanusaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya badanusaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi yayasanatau organisasi yangsejenis, lembaga, danapensiun, bentukusahatetap secta bentukbadan usahalainnya; 3. Subjekpajak adalah orangpribadiataubadanyangdapatdikenakan pajak daerah; Wajib Pajak adalahorang pribadi atau badanyang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut ataupemotong pajaktertentu; 4. Masa Pajak adalahjangka waktuyang lamanyasamadengansatu bulantakwimkecuali ditentukanlain; TahunPajakadalahjangkawaktu yang larnanya satutabuntakwimkecuali bilaWajib Pajakmenggunakan tabunbukuyang tidaksamadengan tabuntakwim; 5. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajakpadasuatusaat, dalamMasaPajak, dalamTahunPajakatau dalamBagianTahunPajakmenurut peraturanperundang-undangan perpajakan daerah; 6. Pemungutan adalahsuatu rangkaiankegiatanmulai daripenghimpunan dataobjekdansubjek pajakatauretribusi, penentuan besarnya pajak atauretribusi yangterutangsampai kegiatanpenagihanpajakatau KetentUlJJ1 Umum PajakDaerah IJ 77 retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasanpenyetorannya; 7 Putusan Banding adalah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukanoleh Wajib Pajak; 8 Pembukuan adalahsuatuproses pencatatanyangdilakukansecara teratur untukmengumpulkandatadaninformasi yang meliputi keadaan harta, kewajibanatau utang, modal, penghasilandanbiaya sectajumlah harga perolehandanpenyerahanbarang ataujasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca danperhitunganrugilaba padasetiap TahunPajakberakhir; JENI8-JENIS PAJAKDAERAH Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan Bermotor merupakan pajak yang dikenakan terhadap kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraanbermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknis berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak. Pajak Kendaraan di Atas Air Pajak Kendaraan di Atas Air merupakan pajak yang dikenakan terhadap kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan di atas air. Kendaraan di atas air adalah semua kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untukmengubahsuatusumber daya energi tertentu menjadi tenagagerakkendaraanbermotor yangbersangkutanyang digunakan di atas air. 78 mPajakdanRetriblLSi Daerah Bea Balik Nama Kendaraan Bennotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor merupakan pajak yang dikenakanterhadappenyerahanhak milikKendaraanBermotorsebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaanyang terjadi karenajual beli, tukar menukar, hibah, warisan, ataupemasukan ke dalambadanusaha. Bea Balik Nama Kendaraan di Alas Air Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan hak milik Kendaraan di Atas Air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaanyang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bennotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor merupakan pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air. Bahan bakar kendaraan bermotor dan/atau kendaraan di atas air adalah bahan bakar yang digunakan untuk menggerakkan kendaraan bermotor dan/atau kendaraan di atas air; Pajak Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pennukaan Pajak yang dikenakan terhadap pengambilan dan pemanfaatan air, baik air bawah tanah maupun air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. Air bawah tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah. Air permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi, tidak termasuk air laut. KetentUi1ll UmumPajakDaerah11 79 Pajak Hotel Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hote1. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/ istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. Pajak Restoran Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman,yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau katering. Pajak Hiburan Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga; Pajak Reklame Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan/ atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. 809 11 Pajakdan Retribusi Daerah Pajak Penerangan Jalan Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia peneranganjalan yang rekeningnya dibayar olehPemerintah Daerah, Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh PLN maka pemungutan Pajak Penerangan Jalan dilakukan oleh PLN. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan Pajak Penerangan Jalan tersebut diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian Golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan C adalah bahan galian golongan C terdiri dari Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite); grafi, granitl andesit, gips , kalsit; kaolin, leusit; magnesit, mika, marmer; nitrat; opsidien; oker; pasir dan kerikil; pasir kuarsa; perlit; phospat; talk, tanah serap (fullers earth); tanah diatome; tanah liat; tawas (alum); tras; Yarosif; zeolit; basal; dan trakkit. Pajak Parkir Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas tempat parkir yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan atas pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. KetenJuan Umum PajakDaertlh11 81 SARANA PELAPORAN PAJAK DAERAH Formulir-formulir isian yang digunakan untuk melaporkan, menghitung, membayar dan menyetorkan pajak daerah yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, meliputi: Sural Pemberitahuan Pajak Daerah Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPTPD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undanganperpajakandaerah; Sural Setoran Pajak Daerah Surat SetoranPajakDaerah, yangdapat disingkatSSPD, adalahsurat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan olehKepala Daerah; Sural Ketetapan Pajak Daerah Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SKPD, adalah surat keputusanyang menentukanbesarnyajumlah pajakyang terutang; Sural Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Surat KetetapanPajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnyajurnlah pajakyangterutang, jumlahkreditpajak, jumlahkekuranganpembayaran pokokpajak, besarnya sanksi administrasi, danjumlah yang masih harus dibayar; Sural Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKPDKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan; 82 mPajakdonRetribusi Daerah Surat Ketetapan PajakDaerah Lebih Bayar Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB, adalah surat keputusan yang menentukanjumlah kelebihan pembayaranpajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutangatautidak seharusnya terutang; Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKPDN, adalahsurat keputusanyang menentukanjumlah pajakyangterutangsama besarnya denganjumlah kredit pajak , atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak; Surat Tagihan Pajak Daerah Surat TagihanPajakDaerah, yang dapat disingkatSTPD, adalahsurat untukmelakukantagihanpajak danlatau sanksi administrasiberupa bunga danlatau denda; Surat Keputusan Pembetulan Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung danlatau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan Pajak Daerah; Surat Keputusan Keberatan Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat KetetapanPajakDaerah Lebih Bayar, Surat KetetapanPajakDaerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak; Ketentuan Umum PajakDaerahIJ 83 PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH Pengertian Pemungutan baik untuk pajak daerah maupun retribusi daerah adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besamya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawas- an penyetorannya. Pemungutan pajak dan retribusi daerah ini tidak dapat diborongkan. Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan dan dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Pemungutan pajak berdasarkan penetapan dilaksanakan dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan. Sedangkan pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak dilakukan dengan menggunakari Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar danlatau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan. Terhadap Wajib Pajak tersebut dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak. PENERBITANSURATKETETAPANPAJAK Tatacara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, dan Surat Keputusan Keberatan diatur denganKeputusanKepalaDaerah. Demikianpula Tatacara pengisiandan penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar: 84 11 PajakdanRetribusi Daerah 1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. Jumlah kekurangan pajak yangterutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk j angka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. 2. Apabila Surat Pemberitahuan Pajak Daerah tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalamjangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. 3. Apabila kewajiban mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan. Jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 %(dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat ) bulan dihitung sej ak saat terhutangnya pajak. 4. Apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, maka Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Kenaikan sebagaimana dimaksud tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelumdilakukan tindakan pemeriksaan. KetentUiUl Umum PajakDaerahlJ . 85 Namun jika dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak, maka Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil PEMBAYARAN DANPENAGllIAN Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh 'tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah saat terutangnya pajak. Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang hams dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2%( dua persen) sebulan. Tatacara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. SURATKETETAPANPAJAK Pajakyangterutang berdasarkan Surat Ketetapan PajakDaerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah KurangBayarTambahan, Surat TagihanPajakDaerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. 86 ~ PajakdanRetribusi Daerah SURAT TAGllIANPAJAK DAERAH Surat Tagihan Pajak Daerah diterbitkan oleh Kepala daerah apabila pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar dan atau dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis danlatau salah hitung. Jumlah kekuranganpajak yang terutang dalamSurat Tagihan Pajak Daerah tersebut ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak. Surat Tagihan Pajak Daerah akan diterbitkan pula oleh Kepala Daerahjika Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga danlatau denda. Hal ini terjadi karena Surat Ketetapan Pajak Daerah yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran tidakdilunasimaka wajibpajaktersebut dikenakansanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%(dua persen) sebulan, dan ditagih melalui Surat Tagihan Pajak Daerah. KEBERATAN DANBANDING Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas suatu Surat Ketetapan Pajak Daerah,Surat KetetapanPajak Daerah KurangBayar, Surat Ketetapan PajakDaerahKurangBayarTambahan; Surat Ketetapan PajakDaerah Lebih Bayar; Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil; dan pemotongan ataupemungutanolehpihak ketiga berdasarkanperaturan perundang- undangan perpajakandaerahyangberlaku. Keberatan diajukansecaratertulis dalamBahasaIndonesiadengan disertai alasan-alasanyangjelas. Dalamhal Wajib Pajak mengajukan keberatanatas ketetapan pajaksecarajabatan, WajibPajakharus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. Keberatan harus diajukan dalamjangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwajangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaandiluar kekuasaannya. Keberatan yang tidak Ketentuan Umum PajakDaerah11 87 memenuhi persyaratan yang disebutkan di atas maka tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidakdipertimbangkan. Pengaj uan keberatantidakmenundakewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai ketentuanyang berIaku. KEPUTVSAN KEBERATAN Kepala Daerah dalamjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulansejaktanggal Surat Keberatan diterimaharusmemberi keputusan atas keberatan yangdiajukan. Keputusan Kepala Daerahatas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang. Apabilajangka waktudua belas bulansejak diterimanya surat keberatan telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggapdikabulkan. PENGAJUAN BANDING WajibPajakdapat mengajukan permohonan banding hanyakepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yangditetapkan olehKepalaDaerah. Permohonanband- ing diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan mengungkapkan alasan yangjelas dan diajukan dalamjangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima serta dilampiri salinan dari suratkeputusan tersebut. Pengajuanpermohonan banding tidakmenunda kewajiban membayar pajakdanpelaksanaan penagihanpajak. Apabila pengajuan keberatan ataupermohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihanpembayaranpajakdikembalikan denganditambah imbalanbunga sebesar 2 %(duapersen) sebulanuntukjangkawaktu paling lama24(dua puluh empat) bulan. PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETE- TAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMlNISTRASI KepalaDaerahkarenajabatan atauatas permohonanWajib Pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau Surat 88 11 Pajakdan Retribusi Daerah Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan atau Surat Tagihan Pajak Daerah yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Kepala Daerah dapat: 1. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; 2. Mengurangkan atau membatalkan Ketetapan Pajak yang tidak benar. Tatacara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. .JAMINAN KERAHASIAAN Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas dibidang perpajakan daerah dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan daerah.Hal ini diatur dalam UU Pajak dan Retribusi daerahpacta pasal36 ayat (1) danayat (2). Pelanggaranterhadapketentuan ini akan dikenakansanksi sebagai berikut: 1. Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1)danayat(2), dipidanadenganpidanakurunganpalinglama6 (enam) bulan ataudenda paling banyak Rp2. 000.000,00 (duajuta rupiah). 2. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (limajuta rupiah). 3. Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ketentuan Umum PajakDaerah11 89 ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. 4. Besarnya denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditinjau kembali dengan Peraturan Pemerintah. PENYIDIKAN Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi dilaksanakanmenurutketentuanyangdiaturdalamUndang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentangHukumAcaraPidana.Penyidikdibidangperpajakan daerahdanretribusi alahpejabatPegawaiNegeriSipiltertentudi lingkungan PemerintahDaerahyangdiangkatoleh Menteri Kehakimansesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyidik berkewajiban memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalamUndangundangNomor 8 Tahun 1981tentangHukum Acara Pidana.WewenangPenyidikmeliputi: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporanberkenaandengantindakpidana di bidangperpajakan daerah dan retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap danjelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkail keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;. 1. f. KETENTUAN UMUM RETRIBUSI DAERAH D alambab ini akan diuraikan tentang ketentuan umum retribusi daerah yang diberlakukan di Indonesia . Bab ini akan diawali dengan membahas terminologi retribusi daerah menurut DD No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan DD No. 34 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001.Selain itu juga diuraikan jenis-jenis retribusi yang dikenakan terhadap masyarakat bai k ditingkat Propinsi maupun ditingkat Kabupaten/Kota . Selanjutnya membahas tentang sarana-sarana pelaporan retribusi daerah berupa surat ketetapan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah misalnya SPRD (Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah) , SKRD (Surat Ketetapan Retribusi Daerah), STRD (Surat Tagihan Retribusi Daerah) dan sarana-sarana lainnya. Bab ini diakhiri dengan bahasan tentang sanksi perpajakan. meminta bantuan tenaga ahli dalarn rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi; . g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi; . memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j . menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. ~ .. ~ 90 ~ Pajakdan Retribusi Daerah 92 ~ PajakdlInRetribusi Daerah TERMINOLOGI RETRIBUSI DAERAH Ketentuan umum ini berisi tentang pengertian-pengertian khusus atau istilah-istilah teknis yang berkaitan dengan retribusi daerah seperti yang dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang- undangan pajak dan retribusi daerah meliputi: 1. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan; 2. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotongan retribusi tertentu; 3. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer ,perseroan lainnya badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya; 4. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan; 5. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan; 6. Jasa Usahaadalahjasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta; 7. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas Ketentuan Umum Retribusi DaerahIJ 93 tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan; 8. Masa Retribusi adalah suatu jangka -waktu tertentu yang merupakan batas-waktu bagi' Waji1:i ' Retribusi diwajibkan untuk memanfaatkanjasa dan perizirian tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan; .. 9. Pembukuan adalah suatu proses pencatataii yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi keadaan harta, kewajiban atauutang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan.penyerahan barang atau jasa, yang-ditutup'dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan-rugi laba pada setiap Tahun Pajak berakhir; , 10. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan/ atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi; 11. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya. JENIS-JENIS RETRIBUSI DAERAH Q Retribusi daerah menurut UU No. 18:Tahun 1997tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU NO: 34 Tahun"2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 100r r'terithng Retribusi Daerah dapat dikelornpokkan menjadi :r(tiga) y a i ~ ' ~ } .,' ,-1 - 1. Retribusi Jasa Urtlum adalah retribusi atas jasayang disediakan atau diberikan oleh Pemefintah Daerah untuk tujuan kepentingan 94 mPajakdanRetribusi Daerah dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oIeh orang pribadi atau badan. Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum terdiri dari: a. Retribusi Pelayanan Kesehatan; b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan; c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil; d. Retribusi Pelayanan Pemakaman danPengabuan Mayat; e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; f . Retribusi Pelayanan Pasar; g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; j . Retribusi Pengujian Kapal Perikanan. 2. Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oIeh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersiaI karena pada dasarnya dapat pula disediakan oIeh sektor swasta. Jenis-jenis Retribusi JasaUsaha terdiri dari: a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; c. Retribusi Tempat Pelelangan; d. Retribusi Terminal; e. Retribusi Tempat Khusus Parkir; f. Retribusi Tempat Penginapan/PesanggrahanlVilla; g. Retribusi Penyedotan Kakus; h. Retribusi Rumah Potong Hewan; i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal; j . Retribusi Tempat Rekreasi dan OIah Raga; k. Retribusi Penyeberangan di Atas Air; 1. Retribusi Pengolahan Limbah Cair; m. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. 3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan Ketentuan Umum Retribusi DaerahIJ 95 pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis- jenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari: a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman BeralkohoI; c. Retribusi Izin Gangguan; d. Retribusi Izin Trayek. SARANA PELAPORAN RETRIBUSI DAERAH Sarana-sarana pelaporan pajak daerah merupakan formulir- formulir yang digunakan oIeh pemerintah daerah untuk melaporkan, menghitung dan menyetor pajak daerah yang terutang oIeh wajib pajak daerah. Sarana pelaporan pajak daerah berupa surat ketetapan yang dikeluarkan oIeh Pemerintah Daerah meliputi: Surat Setoran Retribusi Daerah Surat Setoran Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SSRD, adalah surat yang digunakan oIeh Wajib Retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oIeh Kepala Daerah; Surat Ketetapan Retribusi Daerah Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SKRD, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang; Surat Ketetapan Retribusi DaerahLebihBayar Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKRDLB, adalah surat keputusan yang menentukanjumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi Iebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang; 96 \1 PajakdonRetribusi Daerah Surat Tagihan Retribusi Daerah Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga danlatau denda; TATACARAPEMUNGUTAN Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan dan dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan. Dalamhat Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%(dua persen) setiap bulan dariretribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah. KEBERATAN Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan, dengan cara: (1) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas . (2) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal Surat Ketetapan Retribusi Daerah diterbitkan, kecuali apabila Wajih Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (3) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi. (4) Kepala Daerah dalamjangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima hams memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Ketentuan Umum RetribusiDaerahJJ 97 (5) KeputusanKepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (6) Apabila jangka waktu 6 enam bulan telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. PENGEMBALIAN KELEBllIAN PEMBAYARAN Atas kelebihan pembayaran pajak atau retribusi, Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah. Dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran pajak tersebut, Kepala Daerah akan memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi Kepala Daerah harus memberikan keputusan: Apabila jangka waktu 18 bulan sejak diterimanya permohonan telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran pajak atau retribusi dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. Apabila Wajib Pajak atau Wajib Retribusi mempunyai utang pajak atau utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran pajak atau retribusi tersebut langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak atau utang retribusi tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau retribusi dilakukan dalam jangka waktu paling lama2 (dua) bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar. Apabilapengembaliankelebihanpembayaran pajak atau retribusi dilakukan setelah lewatjangka waktu 2 (dua) bulan, Kepala Daerah 98 ~ Pajak clan Retribusi Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak atau retribusi. Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau retribusi diatur dengan Peraturan Daerah. KEDALUWARSA PENAGllIAN Pedoman tata cara penghapusan piutang pajak dan retribusi yang kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluwarsasetelab melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. Kedaluwarsa penagihan retribusi tertangguhkan apabila: a. diterbitkan Surat Teguran, atau; b. ada pengakuan utangretnbusi dari Wajib Retribusi baik langsung . maupun tidak langsung. PEMBUKUAN DANPEMERIKSAAN Wajib Pajak dan Wajib Retribusi yang memenuhi kriteria tertentu wajib menyelenggarakan pembukuan dan tata cara pembukuan diatur oleh Menteri Dalam Negeri. Kepala Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpaj akan daerah dan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi. Tata cara pemeriksaan pajak dan retribusi diatur oleh Menteri Dalam Negeri.Wajib Pajak atau Wajib Retribusi yang diperiksa wajib: a. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek paj ak atau objek retribusi yang terutang; b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu danmemberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; c. memberikan keterangan yang diperlukan. KetentUQJl UmumRetribusi DaerahIJ 99 KERAHASIAAN Untuk menjaga dan menjamin kerahasiaan mengenai perpajakan daerah agar tidak diberitahukan kepada pihak lain maka perlu ketentuan yang mengatur tentang kerahasiaannya. UU Pajak dan Retribusi Daerah mengatur dalam pasal 40 ayat (1), (2) dan (3). Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak, segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangkajabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, kecuali sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan. Larangan ini berlaku juga terhadap ahli ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, kecuali sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan. Untuk kepentingan daerah, Kepala Daerah berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat dan tenaga-tenaga ahli yang diberi wewenang, supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuknya. Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Kepala Daerah dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat dan tenaga ahli yang ditunjuk, bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. Permintaan hakim tersebut harus menyebutkan nama terdakwa atau nama tergugat, keterangan-keterangan.yang diminta serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut. KETENTUAN PIDANA Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang terutang. i. ._..::190 ~ PajakdanRetribusi Daerah PENYIDIKAN Penyidik di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh Menteri Kehakiman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah atau retribusi. Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Kewenangan penyidik meliputi: a. menerima, mencari , mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari , dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribus i; c. meminta keterangan dan bahan bukt i dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;. f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi; g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung Ketentuan Umum RetribusiDaerahIJ 101 dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribus i; memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j . menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. ~ I!!s ~ 102 11 Pajak donRetribusi Daerah PAJAK OAERAH 01 TINGKAT PROPINSI P ajak Daerah menurut UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000 terdir i dari pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air , bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak peneranganjalan, dan pajak pengambilan bahan galian golongan C. Dari sudut kewenangan pemungutannya pajak daerah, secara garis besar dibedakan menjadi 2 (dua). Pertama, pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah di Tingkat Propinsi, yang sering disebut pajak propinsi. Kedua, pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah di tingkat Kabupaten/Kota, yang sering disebut pajak kabupaten/kota. Bab ini akan membicarakan secara khusus tentang pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah tingkat propinsi, sedangkan pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah kabupatenlkota akan dibicarakan di bab selanjutnya. 104 ~ Pajak donRetribusiDaerah PAJAK KENDARAANBERMOTORDAN KENDARAAN DI ATASAIR Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah pajak atas kepemilikan danlatau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Kendaraan di Atas Air (PKAA). Berikut ini penjelasan lebih lanjut masing-masing pajak tersebut. Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) merupakan pajak yang dikenakan terhadap kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknis berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak. Subjek dan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Secara umum yang disebut subyek pajak daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah. Berkaitan dengan Pajak Kendaraan Bermotor, maka yang disebut Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor. Pengertian memiliki berarti orang yang bersangkutan mempunyai hak sepenuhnya kepemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan dari kendaraan bermotor tersebut, sedangkan menguasai kendaraan mempunyai arti orang yang bersangkutan hanya dapat memanfaatkan atau menggunakan saja dari kendaraan bermotor tersebut tanpa memiliki. Subjek Pajak akan menjadi Wajib Pajakjika yang bersangkutan telah mememuhi ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan PajakDaerah di Tingkat PropimiIJ 105' daerah, sebagai wajib pajak daerah. Berdasar pengertian ini, maka Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor dan diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak kendaran bermotor yang terutang. Termasuk dalam pengertian wajib pajak ini adalah pemungut atau pun pemotong pajak. Objek Pajak Kendaraan Bermotor Objek pajak adalah sesuatu yang dapat dijadikan sasaran pengenaan pajak.Sesuatu tersebut dapat berupa keadaan, perbuatan dan peristiwa. Karena Pajak Kendaraan Bermotor termasuk pajak obyektif atau kebendaan, maka yang menjadi obyek pajak adalah keadaan benda tersebut. Dengan demikian, yang dimaksud Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan danlatau pengua- saan kendaraan bermotor oleh orang pribadi atau badan. Bukan Objek Pajak Kendaraan Bermotor Dikecualikan sebagai objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan danlatau penguasaan kendaraan bermotor oleh : a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; b. Kedutaan, konsulat perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-Iembaga Internasional dengan asas timbal balik; c. Subjek Pajak lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dasar Pengenaan Pajak merupakan ukuran atau pengakuan nilai tertentu yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak. Nilai yang menjadi dasar pengenaan pajak tersebut harus dapat diukur. Ukuran nilai yang obyektif adalah nilai penyerahan barang. Berkaitan dengan PKB, maka. Dengan demikian nilai penyerahan dapat berupa nilai jual-beli, nilai tukar menukar dan lain sebagainya. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dihitung sebagai perkalian dari 2 (dua) unsur pokok yaitu (1) nilai jual kendaraan bermotor dan (2) bobot ~ ~ Pajakclan Retribusi Daerah relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan. Berikut ini uraian dua unsur pokok tersebut: 1. Nila Jual Kendaraan Bermotor; ' Nilal Jual Kendaraan Bermotor diperoleh berdasarkan h ~ r g a pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor Dalam hat harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor tidak diketahui , Nilai Jual Kendaraan Bermotor ditentukan berdasar-kan faktor-faktor : a. isi silinder danJatau satuan daya; b. penggunaan kendaraan bermotor; c. jenis kendaraan bermotor; d. ' merek kendaraan bermotor; e. tahun pembuatan kendaraan bermotor; f. berat total kendaraan bermotor dan banyaknya penumpang yang diizinkan; g. dokumen impor untuk jeniskendaraan bermotor tertentu. 2. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran li ngkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Bobot ini dihi tung berda-sarkan faktor-faktor : a. tekanan gandar ; b. jenis bahan bakar kendaraan bermotor; c. jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin dari kendaraan bermotor; Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, untuk memudahkan penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dinyatakan dalam suatu tabel yang ditetap-kan oleh Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor akan selalu ditinjau kembali setiap tahun. Tarif Pajak Kendaraan Bennotor Besarnya pokok Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Adapun Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan sebesar : a.. 1,5%(satu koma lima persen) untuk kendaraan bermotorbukan umum; PajakDaerah di Tingkat Propinsi IJ 107 b. 1% (satu persen) untuk kendaraan bermotor umum; c. 0,5% (nol koma lima persen) untuk kendaraan bermotor alat- alat berat dan alat -alat besar . Pembayaran Pajak Kendaraan Bennotor Terutang Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan untuk masa paj ak 12 (dua belas) bulan berturut-turut terhitung mulai saat pendaftaran kendaraan bermotor. Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat kendaraan bermotor terdaftar dan dibayar sekaligus di muka. Kar ena suatu hal masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan, maka kelebihan membayar PKB dapat dilakukan restitusi. Tatacara pelak-sanaan restitusi ditetapkan oleh Gubernur . Pajak Kendaraan di Atas Air Pajak Kendaraan di Atas Air merupakan pajak yang dikenakan terhadap kepemi-likan dan/ atau penguasaan kendaraan di atas air . Kendaraan di atas air adalah semua kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan yang digunakan di atas air . Subjek dan Objek Pajak Kendaraan di Atas Air Subjek Pajak Kendaraan di Atas Air adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/ atau menguasai kendaraan di atas air. Wajib Pajak Kendaraan di Atas Air adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan di atas air . Objek Pajak Kendaraan di Atas Air adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan di atas air. Objek Pajak Kendaraan di Atas Air meliputi : a. kendaraan di atas air dengan ukuran isi kotor kurang dad 20 M3 atau kurang dari GT 7; b. kendaraan di atas air yang digunakan untuk kepentingan penangkapan ikan dengan mesin berkekuatan lebih besar dad 2 PK; ' ''11 10l!.;;, mPajakdonRetribusi Daerah c. kendaraan di atas air untukkepentingan pesiar perseorangan yang meliputi yacht/pleasure ship/sporty ship; d. kendaraandi atas air untuk kepentinganangkutanperairan daratan. Bukan Objek Pajak Kendaraan di Atas Air Dikecualikan sebagai objek Pajak Kendaraan di Atas Air adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan di atas air oleh : a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; b. Kedutaan, konsulat perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-Iembaga internasional dengan asas timbal balik; c. Orang pribadi atau badan atas kendaraan di atas air perintis; d. Subjek pajaklainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air Dasar pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air dihitung berdasarkan Nilai Jual Kendaraan di Atas Air. Nilai Jual Kendaraan di Atas Air diperoleh berdasar-kan harga pasaran umum atas suatu kendaraan di atas air.Dalam hal harga pasaran umum atas suatu kendaraan di atas air tidak diketahui, Nilai Jual Kendaraan di Atas Air ditentukan berdasarkan faktor-faktor antara lain: a. penggunaan kendaraan di atas air; b. jenis kendaraan di atas air c. merek kendaraan di atas air; d, tahun pembuatan atau renovasi kendaraan di atas air; e. isi kotor kendaraan di atas air; f. banyaknya penumpang atau berat muatan maksimum yang diizinkan; g. dokumen impor untuk jenis kendaraan di atas air tertentu. Penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air dinyatakan dalam suatu tabel yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan. Tabel tersebut akan ditinjau kembali setiap tahun. I"!." PajakDaerah di Tingkol Propinsilj 109 Tan! Pajak Kendaraan di Atas Air Besarnya pokok Pajak Kendaraan di Atas Air yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak Kendaraan di Atas Air dengan dasar pengenaan pajak. Tarif Pajak Kendaraan di Atas Air ditetapkan sebesar 1,5% (satu koma lima persen). Pembayaran Pajak Kendaraan di Atas Air Terutang Pajak Kendaraan di Atas Air dikenakan untuk masa pajak 12 (dua belas) bulan berturut-turut terhitung mulai saat pendaftaran kendaraan di atas air. Pajak Kendaraan di Atas Air yang terutang dipungut di wilayah Daenah tempat kendaraan di atas air terdaftar. Pajak Kendaraan di Atas Air dibayar sekaligus di muka. Pajak Kendaraan di Atas Air yang karena suatu dan lain hal masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan, maka dapat dilakukan restitusi. Tata cara pelaksanaan restitusi ditetapkan oleh Gubernur. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Alas Air Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan hak milik Kendaraan Bermotor dan/atau penyerahan Kendaraan Di Atas Air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaanyang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. Berikut ini penjelasan masing-masing bea balik nama tersebut. Bea Balik Nama Kendaraan Bennotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan hak milik Kendaraan Bermotor sebagai .akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaanyang terjadi karenajual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. 1 ~ ~ Pajakclan Retribusi Daerah Subjek dan Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bennotor Subjek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah or- ang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor. Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor. Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kendaraan bermotor. Penyerahan kendaraan bermotor adalah pengalihan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar hibah termasuk hibah wasiat dan hadiah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. Termasuk penyerahan kendaraan bermotor adalah pemasukan kendaraan bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali: a. untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan; b. untuk diperdagangkan; c. untuk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia (pengecualiantidak berlaku apabila selama 3 (tiga) tahunberturut- turut tidak dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia) d. digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan olah raga bertaraf internasional. Bukan Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bennotor Dikecualikan sebagai objek pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kendaraan bermotor kepada: a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; b. Kedutaan, konsulat, perwakilan asing, dan lembaga-Iembaga internasional dengan asas timbal balik; c. Subjek pajak lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. PajakDaerah di Tingkat Propinsi IJ 111 ,Dasar Pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor. Nilal Jual Kendaraan Bermotor diperoleh berdasarkan harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor. Dalam hal harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, Nilai Jual Kendaraan Bermotor ditentukan berdasarkan faktor--faktor: a. isi silinder dan/atau satuan daya; b. penggunaan kendaraan bermotor; c. jenis kendaraan bermotor; d. merek kendaraan bermotor; e. tahun pembuatan kendaraan bermotor; f . berat total kendaraan bermotor dan banyaknya penumpang yang diizinkan; g. dokumen impor untuk jenis kendaraan bermotor tertentu. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang dikenakan atas penyerahan Kendaraan Bermotor dibedakan menjadi tiga jenis tarif , yaitu: (1) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar: a. 10%(sepuluh persen)untukkendaraanbermotor bukanumum; b. 10% (sepuluhpersen) untuk kendaraan bermotor umum; c. 3% (tiga persen) untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. (2) TarifBea BalikNama kendaraan bermotor atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar: a. 1%(satu persen) untuk kendaraan bermotor bukan umum; b. 1%(satu persen) untuk kendaraan bermotor umum; C. 0,3 %(nol koma tiga persen) untuk kendaraan bermotor alat- alat berat dan alat-alat besar. (3) Tarif BeaBalikNama kendaraan bermotor atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar: 112 PajakdanRetribusi Daerah ~ " a. 0,1% (no1 koma satupersen) untukkendaraanbennotor bukan umum; b. 0,1% (no1 komasatupersen) untukkendaraanbennotor umum; . c. 0,03% (no1 koma no1 tiga persen) untuk kendaraan bennotor alat--alat berat dan alat-alat besar. Pembayaran Rea Balik Nama Kendaraan Bermotor Terutang Pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Barmotor dilakukan pada saat pendaftaran. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang terutang dipungut di wi1ayah Daerah tempat kendaraan bermotor didaftarkan. Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bennotor wajib mendaf-tarkan penyerahan kendaraan bennotor da1amjangka waktu paling 1ambat 3 ~ {tiga pu1uh) had sejak saat penyerahan. Besarnya Pokok Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif BBNKB sesuai dengan jenis penyerahannya dengan dasar pengenaan pajak atau nilai penyerahan. Orang Pribadi atau badan yang menyerahkan kendaraan bermotor me1aporkan secara tertu1is penyerahan tersebut kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk da1amjangka waktu 30 (tiga pu1uh) hari sejak saat penyerahan. REA RALJK NAMA KENDARAAN DJ ATAS AIR Bea Balik Nama Kendaraan Di Atas Air merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan hak milik Kendaraan Di Atas Air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jua1beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke da1am badan usaha. Subjek Pajak Rea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Subjek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air ada1ah orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan di atas air. Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air ada1ah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan di atas air. PajakDaerah di Tingkat Propinsi IJ 113 -Obj ek Rea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air ada1ah penyerahan kendaraan di atas air. Kendaraan di atas air yang dimaksud, meliputi: a kendaraan di atas air dengan ukuran isi kotor kurang dari 20 M3 atau kurang dari GT 7; b kendaraan di atas air yang digunakan untuk kepentingan penangkapan ikan dengan mesin berkekuatan 1ebihbesar dari 2 PK; c. kendaraan di atas air untuk kepentingan pesiar perseorangan yang meliputi yacht/pleasure ship/sporty ship; -d. kendaraan di atas air untuk kepentingan angkutan perairan daratan. Termasuk pemasukan kendaraan di atas air dari 1uar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecua1i : a. untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan; b. untuk diperdagangkan; c. untuk dike1uarkan kembali dari wi1ayah pabean Indonesia (pengecualian tidak berlaku apabila selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak dike1uarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia) . d. digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan oIah raga bertaraf intenasional. Bukan Objek Rea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Dikecualikan sebagai objek pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air adalah penyerahan kendaraan di atas air kepada: a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; b. Kedutaan, konsu1at, perwaki1an asing, dan 1embaga-Iembaga internasional dengan asas timbal balik; c. Orang pribadi atau badan atas kendaraan di atas air perintis; d. Subjek pajak lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 114 \1 Pajak danRetribusi Daerah Dasar Pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air adalah Nilai Jual Kendaraan di Atas Air . Nilai Jual Kendaraan di Atas Air diperoleh berdasarkan harga pasaran umum atas suatu kendaraan di atas air. Dalam hal harga pasaran umum atas suatu kendaraan di alas air tidak diketahui, Nilai Jual Kendaraan di Atas Air ditentukan berdasarkan faktor-faktor antara lain: a. penggunaan kendaraan di atas air; b. jenis kendaraan diatas air- c. merek kendaraan di atas air; d. tahun pembuatan atau renovasi kendaraan di atas air; e. isi kotor kendaraan di atas air; f. banyaknya penumpang atau berat muatan maksimum yang diizinkan; . g. dokumen impor untuk jenis kendaraan di atas air tertentu. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Tarif Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air yang dikenakan atas penyerahan Kendaraan Bermotor dibedakan menjadi tiga jenis tar if , yaitu: (1) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar 5% (lima persen). . (2) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar 1% (satu persen). (3) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar 0,1 %(nol koma satu persen). Saat Terutangnya Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Orang pribadi atau badan yang menyerahkan kendaraan di atas air melaporkan secara tertulis penyerahan tersebut kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dalamjangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak saat penyerahan. Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air wajib mendaftarkan penyerahan kendaraan di atas air dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak saat penyerahan. PajakDaerahdi TingkatPropinsi IJ 115 Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat kendaraan di atas air didaftarkan. Besarnya Pokok Pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air dilakukan pada saat pendaftaran. PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor merupakan pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air. Bahan bakar kendaraan bermotor dan/atau kendaraan di atas air adalah bahan bakar yang digunakan untuk menggerakkan kendaraan bermotor dan/atau kendaraan di atas air; Subjek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bennotor Subjek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah konsumen bahan bakar kendaraan bermotor. Sedangkan Wajib Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan bahan bakar kendaraan bermotor. Pemungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dilakukan oleh penyedia bahan bakar kendaraan bermotor. Penyedia bahan bakar adalah produsen bahan bakar kendaraan bermotor yaitu Pertamina dan/ atau produsen bahan bakar lainnya. Objek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bennotor Objek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah bahan .bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air. Bahan bakar kendaraan bermotor tersebut adalah bensin, solar, dan bahan bakar gas. 116 PqjakdanRetribusi Daerah Pembayaran Pajak Bakar Kendaraan Bermotor Terutang Dasar pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Barmotor ditetapkan sebesar 5%(lima persen). Besarnya pokok Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan eara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DANAIR PERMUKAAN Pajak yang dikenakan terhadap pengambilan dan pemanfaatan air, baik air bawah tanah maupun air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, keeuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. Air bawah tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air yang muneul seeara alamiah di atas permukaan tanah. Air permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi, tidak termasuk air laut. Subjek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Subjek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan yang memanfaatkan, atau mengambil, dan memanfaatkan air bawah tanah danlatau air permukaan.Wajib Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil, atau memanfaatkan, atau mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan/atau air permukaan. Objek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air,Bawah Tanah dan Air Permukaan Objek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah (1) pengambilan air bawah tanah danl atau air permukaan; (2) pemanfaatan air bawah tanah danlatau air permukaan; (3) pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah danl PajakDaerah di Tingkat Propinsi IJ 117 atau air permukaan. Dikeeualikan dari objek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah: a. pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaa- tan air bawah tanah danlatau air permukaan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; b. pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air permukaan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan usaha eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta mengusahakan air dan sumber-sumber air; e. pengambilan, atau pemaanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan untuk kepentingan pengairan pertanian rakyat; d. pengambilan, atau pemaanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga; e. pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaa-tan air bawah tanah danlatau air permukaan lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. DasarPengenaan PajakPengambilandan Pemanfaatan AirBawah Tanah dan Air Permukaan Dasar pengenaan Pajak Pengambilan dan PemanfaatanAir Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah nilai perolehan air; Nilai perolehan air dinyatakan dalam rupiah yang dihitung menurut sebagian atau seluruh faktor-faktor: a. jenis sumber air; b. lokasi sumber air; e. tujuan pengambiIan danlatau pemanfaatan air; d. volumeairyangdiambiI, atai dimanfuatkan, ataudiambiI dandimanfuatkan; e. kualitas air; f. luas area tempat pengambilan danlatau pemanfaatan air; g. musim pengambilan,atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air; 118 Pajak dimRetribusi Daerah h. tingkat kerusakan lingkunganyang diakibatkan oleh pengambilan atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air. Sedangkan besarnya nilai perolehan air yang digunakan untuk kegiatan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah yang memberikan pelayanan publik, pertambangan minyak bumi dan gas alam ditetapkan oleh Menteri Dalam Nege ri dengan pertimbangan Menteri Keuangan. TarifPajak Pengambilan dan Pemanfaatan AirBawah Tanah dan Air Permukaan Tarif Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan ditetapkan sebagai berikut: a. Air bawah tanah sebesar 20% (dua puluh persen); b. Air permukaan sebesar 10% (sepuluh persen). Pembayaran Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Terutang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat air berada. Besarnya pokok Pajak Pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tari f pajak dengan dasar pengenaan pajak. Khusus Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang ketenagalistrikan untuk pemanfaatan umum yang tarifnya ditetapkan oleh Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka pokok pajak diperhitungkan dalam harga jual listrik di Daerah yang dijangkau oleh sistem pasokan tenaga listrik yang bersangkutan. .... PAJAK DAERAH TINGKAT KABUPATEN/KOTA S eperti telahdiuraikan di bab lalu, bahwa dari sudut kewenangan pemungutannya, pajak daerah secara garis besar dibedakan menjadi 2 (dua). Pertama, pajak daerah yang dipungut oIeh Pemerintah Daerah di Tingkat Propinsi, yang sering disebut pajak propinsi. Kedua, pajak daerah yang dipungut oIehPemerintah Daerah di tingkat KabupatenlKota, yang sering disebut pajak kabupatenl kota. Pajak Daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah tingkat KabupatenlKota menurut UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pa.iak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000 terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan j alan, dan pajak pengambilan bahan galian golongan C. Bab 9 ini akan membicarakan khusus tentang pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota, sedangkan pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat propinsi telah dibicarakan di bab sebelumnya. 120 ~ Pajak danRetribusi Daerah PAJAKHOTEL .Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginapl beristirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengandipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu; dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. Subjek Pajak Hotel SubjekPajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah. Berkaitan dengan pajak hotel maka yang dimaksud dengan Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Sedangkan yang dimaksud dengan Wajib Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Dengan demikian yang dimaksud wajib pajak untuk pajak hotel adalah orang atau badan yang membayar atas pelayanan hotel dan pengusaha hotel. Namun, dalam pp No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang dimaksud sebagai Wajib Pajak Hotel hanya pengusaha hotel. Padahal secara logika kedua-duanya merupakan Wajib Pajak. Bagi pembayar hotel merupakan wajib pajak (WAPA) langsung, sedangkan bagi pengusaha hotel merupakan wajib pungut (WAPU). Pengusaha hotel itu berkewajiban menyetorkan pajak ho- tel ini ke Kas Daerah. Objek Pajak Hotel Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran, termasuk: 1. fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek; 2. pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atautinggaljangka pendek yang sifatnya memberikankemudahan PajakDaerah Tingkat KabupatenlKotall 121 dan kenyamanan; 3. fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum; 4. jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel. Bukan Objek Pajak Hotel Sedangkan yang tidak termasuk objek pajak hotel adalah: 1. penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan/atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel; 2. pelayanan tinggal di asrama, dan pondok pesantren; 3. fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan -pembayaran; 4. pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh umum di hotel; 5. pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum. Dasar Pengenaan Pajak Hotel Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang danlatau jasa sebagai pembayaran kepada pemilik hotel. Tan! Pajak Hotel Tarif Pajak Hotel paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pembayaran Pajak Hotel Terutang Pajak Hotel yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat hotel berlokasi. Besarnya pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak hotel setinggi-tingginya sebesar 10%(sepuluh persen)dengandasar pengenaanpajakyaitujumlah yang 122 PajakdanRetribusi Daeroh diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang danlatau jasa sebagai pembayaran kepada pemilik hotel. PAJAKRESTORAN Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman,yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau katering. Subjek Pajak Restoran Subjek Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak daerah. Berkaitan dengan pajak restoran maka yang dimaksud dengan Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada restoran. Sedangkan yang dimaksud dengan Wajib Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Dengan demikian yang dimaksud wajib pajak untuk pajak restoran adalah orang atau badan yang membayar atas pelayanan restoran dan pengusaha restoran. Namun, dalam pp No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang dimaksud sebagai Wajib Pajak Restoran hanya pengusaha restoran. Padahal secara logika kedua-duanya merupakan Wajib Pajak. Bagi pembayar restoran merupakan wajib pajak (WAPA) langsung, sedangkan bagi pengusaha restoran merupakan wajib pungut (WAPU). Pengusaha restoran berkewajiban menyetorkan pajak restoran ini ke Kas Daerah, sesuai pp No.65/ 2001. Objek Pajak Restoran Objek pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. Tidak termasuk objek pajak restoran adalah: 1. Pelayanan usaha jasa boga atau katering; PajakDaerah Tingkat KabupatenlKotaIJ 123 . 2. Pelayananyang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang peredarannyatidakmelebihibatas tertentuyangditetapkandengan Peraturan Daerah; Dasar Pengenaan Pajak Restoran Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang dan/atau jasa sebagai pembayaran kepada pemilik restoran. Tarif Pajak Restoran Tarif Pajak Restoran paling tinggi sebesar 10%(sepuluh persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Pembayaran Pajak Restoran Terutang . Pajak Restoran yang terhutang dipungut di wilayah Daerah tempat restoran berlokasi. Besarnya pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak restoran pal- ing tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dengan dasar pengenaan pajak,yaitu jumlah yang diterirria atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang dan/atau jasa sebagai pembayaran kepada pemilik restoran. PAJAK HIBURAN Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga; Subjek Pajak Hiburan Subjek Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak daerah. Berkaitan dengan pajak hiburan maka yang 124 dimaksud dengan Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton danlatau menikmati hiburan. Adapun yang dimaksud dengan Wajib Pajak Daerah menurut VV No. 18.Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan VV No.34 Tahun 2000 adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Dengan demikian yang dimaksud wajib pajak untuk Wajib Pajak Hiburan menurut VV Pajak Daerah dan Retribusi daerah adalah orang pribadi atau badan yang menonton danlatau menikmati hiburan, dan orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Namun menurut pp No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang dimaksudkan sebagai Wajib Pajak Hiburan hanya orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Objek Pajak Hiburan Objek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Tidak termasuk objek pajak hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan. Dasar Pengenaan Pajak Hiburan Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnyadibayar untuk menontondanlataumenikmatihiburan. Too! Pajak Hiburan Tarif Pajak Hiburan paling tinggi sebesar 35%(tiga puluh lima persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pembayaran Pajak Hiburan Terutang Pajak Hiburan yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat hiburan diselenggarakan. Besarnya pokok Pajak Hiburan yang PajakDaerahTingkot KabupatenlKotaIJ 125 terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak Hiburan pal- ing tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak, yaitu jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan. PAJAK REKLAME Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragarnnya untuk tujuan komersial. Dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. Subjek Pajak Reklame Subjek Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak daerah. Berkaitan dengan Pajak Reklame maka yang dimaksud dengan Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame. Adapun yang dimaksud dengan Wajib Pajak Daerah menurut VV No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan VV No.34 Tahun 2000 adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Dengan demikian yang dimaksud wajib pajak untuk Wajib Pajak Reklame menurut VV Pajak Daerah dan Retribusi daerah yang merupakan Wajib Pajak Reklame adalahorang pribadi atau badan yang melakukan pemesanan reklame dan orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Namun menurut pp No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang dimaksudkan sebagai Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. 126 I Pajak dmlRetribusi Daerah . Objek Pajak Reklame Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalah: 1. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya; 2. Penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dasar Pengenaan Pajak Reklame Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah nilai sewa reklame. Nilai sewa reklame diperhitungkan dengan memperhatikan lokasi penempatan, jenis, jangka waktu penyelenggaraan, dan ukuran media reklame. Cara perhitungan nilai sewa reklame ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Hasil perhitungan nilai sewa reklame ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah. Tarif Pajak Reklame Tarif Pajak Reklame paling tinggi sebesar 25%(dua puluh lima persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pembayaran Pajak Reklame Terutang Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat reklame tersebut diselenggarakan. Besarnya pokok Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak reklame setinggi-tingginya sebesar 25% (dua puluh lima persen) dengan dasar pengenaan pajak yaitu nilai sewa reklame. PAJAK PENERANGAN JALAN Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketcntuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia peneranganjalan yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi PajakDaerah 1ingkat KabupatenlKotaIJ 127 .. . 'jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh PLN maka pemungutan Pajak Penerangan Jalan dilakukan oleh PLN. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutanPajak Penerangan Jalan tersebut diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan. Subjek Pajak Penerangan JaJan Subjek Pajak Penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan/atau pengguna tenaga listrik. Objek Pajak Penerangan JaJan Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik di wilayah daerah yang tersedia peneranganjalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dikecualikan dari objek Pajak Penerangan Jalan yang dimaksud jika: 1. penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 2. penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, perwakilan asing, dan lembaga-Iembaga internasional dengan asas timbal balik; 3. penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dan instansi teknis terkait; 4. penggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. Dasar Pengenaan Pajak Penerangan JaJan Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilal JuaI Tenaga Listrik. Nilai Jual Tenaga listrik yang dimaksudkan tersebut, ditetapkan sebagai berikut: 128 PajakdonRetribusi Daerah 1. Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dengan pembayaran, Nilal Jual Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban ditambah dengan biaya pemakaian kwh yang ditetapkan dalam rekening listrik; 2. Dalam hal tenaga listrik berasal dari bukan PLN dengan tidak dipungut bayaran, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung berdasarkan kapasitas yang tersedia, penggunaan listrik atau taksiran penggunaan listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan. Khusus untuk kegiatan industri, penambangan minyak bumi dan gas alam, Nilai Jual Tenaga Listrik ditetapkan sebesar 30% (tiga puluh persen) . Tarif PajakPenerangan Jalan TarifPajak Penerangan Jalan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pembayaran Pajak Penerangan Jalan Terutang Pajak PeneranganJalan yang terutang dipungut di wilayahDaerah tempat penggunaan tenaga listrik.Besarnya pokok Pajak Penerangan Jalan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak Penerangan Jalan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dengan dasar pengenaan pajak, yaitu Nilal Jual Tenaga Listrik. Dalam hal Pajak Penerangan Jalan dipungut oleh PLN maka besarnya pokok pajak terutang dihitung berdasarkan jumlah rekening listrik yang dibayarkan oleh pelanggan PLN. PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian Golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan Cadalahbahan galianyang terdiri dari Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung batu permata, bentonit, PajakDaerahTingkat Kabupatel/lKotaIJ 129 -dolomit, feldspar, garam batu (halite); grafi, granit/andesit, gips, kalsit; kaolin, leusit; magnesit, mika, marmer; nitrat; opsidien; oker; pasir dan kerikil; pasir kuarsa; perlit; phospat; talk, tanah serap (fullers earth); tanah diatome; tanah liat; tawas (alum); tras; Yarosif; zeolit; basal; dan trakkit. Subjek PajakPengambilan Bahan Galian Golongan C Subjek Pajak pengambilan ,Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Sedang Wajib Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakanpengambilan bahan galian golongan C. Objek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Objek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah kegiatan pengambiIan bahan galian golongan C. Bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud meliput i asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafi, granit/andesit, gips, kalsit , kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer; nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa , perlit; phospat ; talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal dan trakkit. Dikecualikan dari Objek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang dimaksud jika: 1. Kegiatan pengambilan bahan galian golongan C yang nyata- nyata tidakdimaksUdkan untukmengambil bahangalian golongan C tersebut dan tidak dimanfaatkan secara ekonomis. 2. PengambiIan bahan galian golongan C lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah. DasarPengenaan PajakPengambilan Bahan Galian Golongan C Dasar pengenaan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah nilai jual hasil pengambilan bahan galian golongan C. NiIai 130 11 Pajakclan Retribusi Daerah jual dihitung dengan: mengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis bahan galian golongan C. Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan Cpaling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pembayaran Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Terutang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat pengambilan bahan galian golongan C. Besarnya pokok Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) dengan dasar pengenaan pajak yaitu nilai jual dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis bahan galian golongan C. PAJAKPARKIR Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas tempat parkir yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan atas pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Subjek Pajak Parkir Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang dan/atau jasa sebagai pembayaran kepada PajakDaerah Tingkat KabupatenlKotaIJ 131 . ' pemilik atau penyelenggara tempat parkir. Tempat parkir adalah tempat parkir di luar badanjalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Dengan demikian yang dimaksudWajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir. Objek Pajak Parkir Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Tidak termasuk objek pajak adalah: 1. Penyelenggaraan tempatparkir oleh PemerintahPusat dan Pemer- intah Daerah; 2. Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-Iembaga internasional dengan asas timbal balik; 3. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. Dasar Pengenaan Pajak Parkir Dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Tarif Pajak Parkir TarifPajak Parkir paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 132 I1 PajakdunRetribusiDaerah Pembayaran Pajak Parkir Terutang Pajak Parkir y a ~ g terutang dipungut di wilayah Daerah tempat parkir berlokasi. Besarnya pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak Parkir paling tinggi sebesar 20 %(dua puluh persen) dengan dasar pengenaan pajak yaitu jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. ~ ... RETRIBUSI DAERAH D i bab lalu, telah diuriakan tentang jenis-jenis pajak daerah baik pajak propinsi maupun pajak kabupaten /kota. UU No. . 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000, retribusi dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu retribusi jasa umum, retribusijasa usaha dan retribusi perizinan tertentu. Bab 10 ini akan membicarakan khusus tentang retribusi daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah. Untuk menetapkan kebijaksanaan umum tentang prinsip dan sasarandalampenetapantarif retribusi, baik retribusijasa umum, retribusi jasa usahamaupunretribusiperizinantertentu, ketiganyaditetapkandengan Peraturan Pemerintah. Besarnya retribusi yang hams dibayar oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa yang bersangkutan dihitung dari perkalian antara tingkat penggunaanjasa dan tarif retribusi. Tingkat penggunaanjasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas penggunaanjasa sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraanjasa yang bersangkutan, sedangkantarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnyaretribusiyangterutang. Tarif dapat ditentukanseragamataudapat 134 I1PajakdunRetribusi Daerah diadakan pembedaan tentang golongan tarif sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif tertentu. Retribusi Jasa Umum Jasa Umummerupakanjasa yang disediakan atau diberikan oleh PemerintahDaerahuntuktujuan kepentingandankemanfaatanmasyarakat umum. BentukjasaumumyangdisediakanataudiberikanolehPemerintah Daerah kepada masyarakat umumdiwujudkan dalamjasa pelayanan. Dengandemikian, Retribusi JasaUmumadalahretribusiyangdikenakan terhadaporangpribadi ataubadanyangmenggunakan/menikrnati pelayanan jasaumumyangdisediakanataudiberikan olehPemerintah. Dalammenetapkanjenisretribusi ke dalamkelompokretribusijasa umum, kriteriayangdapatdigunakan adalah : a Jasatersebuttermasukdalamkelompok urusanpemerintahanyang diserahkankepadadaerahdalampelaksanaan asas desentralisasi, b. Jasatersebutmemberimanfaatkhusus bagi orangpribadiataubadan yangdiharuskanmembayar retribusi c. Jasa tersebut, dianggaplayakjika hanyadisediakankepadabadan atauorangpribadiyangmembayar retribusi d. Retribusi untukpelayananpemerintah daerahitutidakbertentangan dengankebijakan nasional e. Retibusi tersebut dapatdipungut secaraefektifdanefisien, sertadapat merupakan salahsatusumberpendapatan daerahyangpotensial f Pelayanan yangbersangkutan dapat disediakansecarabaikdengan kualitas pelayananyangmemadai 1. Jenis Retribusi Jasa Umum Jenis-jenisnya yaitu Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan PersampahanlKebersihan, Retribusi Penggantian BiayaCetak KartuPendudukdanAkteCatatanSipil, Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat, RetribusiParkir di Tepi Jalan Umum, Retribusi Pasar, RetribusiAir Bersih, Retribusi PengujianKendaraanBermotor, Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, Retribusi Retribusi Daerah IJ 135 ' Penggantian Biaya Cetak Peta dan Retribusi Pengujian Kapal Perikanan. 2. Objek Retribusi Jasa Umum ObjeknyaadalahJasa Umum, antara lainpelayanankesehatandan pelayanan persampahan dengan pengecualian urusan umum pemerintahan.Berikut uraian dari bentuk-bentuk objek retribusijasa pelayananumum: a. PelayananKesehatan adalahpelayanan kesehatandi Puskesmas, BalaiPengobatan danRumahSakit UmumDaerah, tidaktermasuk pelayananpendaftaran b. Pelayanan Kebersihan dan Persampahan meliputi pengambilan, pengangkutan danpembuangan sertapenyediaan lokasi pembuanganl pemusnahan smapah rumah tangga,sampah industri dan sampah perdagangan; tidaktermasukpelayanankebersihanjalanumum, taman danruanganltempat umum c. PnggantianbiayacetakKTPdan Akta CatatanSipil. Akta Catatan SipilmeIiputi aktekelahiran, akteperkawinan, akteperceraian, akte pengesahan danpengakuan anak, akte ganti namabai warga negara asingdanaktekematian d. PelayananPemakamandanPengabuan Mayat meIiputi pelayanan penguburan/pemakaman, pembakara/pengabuan mayat, dan sewa tempat pemakaman ataupenguburanlpengabuanmayatyangdimiliki ataudikelola olehPemerintah Daerah e. Pelayananparkir ditepijalanumumadalahpenyediaanpelayananparkir ditepi jalanumumyangditentukan olehPemerintah Daerah f PelayananPasar adalahfasilitas pasar tradisionallsederhanayang berupapelataran ataulosyangdikelolaolehPemerintah Daerahdan khusus disediakanuntukpedagang, tidaktermasukyangdikelola oleh Perusahaan DaerahPasar g. Pelayanan Air Bersih adalah pelayanan penyediaan fasilitas air bersih yang dimiliki atau dikelola langsung oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk pelayanan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) 136 mPajak donRetribusi Daerah h. Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor meliputi pelayanan pemeriksaankendaraanbermotor sesuai denganperundang-undangan yangberlaku, yangdiselenggarakan olehPemerintah Daerah i Pelayanan Pemeriksaan Alat PemadamKebakaran adalahpelyanan pemeriksaan danpengujianolehPemerintah Daerahterhadap alat- alat pemadam kebakaran yang dimiliki atau dipergunakan oleh masyarakat j. Pelayanan pengujiankapal perikananadalahpelayananpengujian terhadap kapal penangkap ikanyangmenjadi kewenanganPemerintah Daerah 3. Subjek Retribusi Jasa Umum Subjeknya adalahorangpribadi ataubadanyangmenggunakanjasa ini. 4. Tarif Retribusi Jasa Umum Padadasamyadisesuaikan denganperaturanperundang-undangan yangberlakumengenaijenis-jenisretribusi yangberhubungandengan kepentingannasional. Retribusi Jasa Usaha Retribusi JasaUsahamerupakan pelayananyangdisediakanoleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pelayanan tersebut belum cukup disediakan oleh swasta. Adapun kriteria jasa pelayananusaha yangdapatdikenai retribusi jenisini yaitu a. Jasatersebut bersifat komersial yang seyogyanya disediakanoleh swasta, tetapi pelayanansektor swastadianggapbelummemadai b. Hams terdapatharta yangdimiliki ataudikuasasiolehPemerintah Daerah dan belumdimanfaaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah seperti tanah, bangunan dan alat-alat berat. ________------'IJ 137 -1. Jenis Retribusi Jasa Usaha Jenis-jenisnya yaitu Retribusi PemakaianKekayaan Daerah, Retribusi PasarGrosirdanatauPertokoan, Retribusi Terminal, Retribusi Tempat Khusus Parkir, Retribusi Tempat Penitipan Anak, Retribusi Tempat Penginapan, Retribusi Penyedotan Kakus, Retribusi Rumah Potong Hewan, Retribusi Tempat Pendaratan Kapal, Retribusi TempatRekreasi dan 0100 Raga, Retribusi Penyeberangandi Atas Air, Retribusi Pengolahan Limbah CairdanRetribusi Penjualan Produksi UsOOa Daerah. 2. Objek Retribusi Jasa Usaha Objeknya adalah JasaUsaha antara lainpenyewaanasetyang dimi1iki/ dikuasai olehpemerintah daerah, penyediaan tempatpenginapan, usaha bengkel kendaraan, tempat pencucianmobildan penjualan bibit. Berikut uraianjasa-jasausahayangmeruapakan objekretribusi jasa usaha: a. PemakaianKekayaan Daerahmeliputi pemakaiantanahdanbangunan, pemakianruangan untuk pesta, pemakaianuntukkendaraan atau alat- alatberatmilik Pemerintah Daerah b. Pasar GrosirdanatauPertokoanadalahpasar grosir berbagai jenis barangtermasuk: tempat pelalanganikan,ternak, basil bumidanfasilitas pasar/pertokoan yangdikontrakkan, disediakanataudiselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh Perusahaan DaerahPasarataupihakswasta c. Pelayaan Terminal, adalah pelayananpenyediaantempat parkir untuk kendaraanpenumpangdan bis umum, tempat kegiatanusahadan fasilitas lainnyadilingkunganterminal, yang dimiliki danatau dikelola olehPemerintah Daerah d. PelayananTempat Khusus Parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan ataudikelola oleh Pemerintah Daerah e. Pelayanan Tempat Penitipan Anak adalah penyediaan tempat penitipan anak yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah 138 ~ P a j a k donRetribusi Daerah f. Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Vila adalah pelayanan penginapan/pesanggrahan/vila yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Derah g Penyedotan Kakus adalahpelayananpenyedotan kakus ataujamban yang dilakukanolehPemerintah Daerah h Rumah PotongHewanadalahpelayananpenyediaan fasilitas rumah pemotongan hewanternaktennasuk pemeriksaan kesehatan hewan sebelumdipotong yangdimilki ataudikelola olehPemerintah Daerah i TempatPendaratanKapaladalahpelayanan padatempat pendaratan kapal ikandanataubukankapalikanyangdimiliki ataudikelola oleh Pemerintah Daerah j. TempatRekreasi danOlahRagaadalahpelayanan tempat rekreasi, pariwisata, danolahragayngdimiliki olehPemerintah Daerah k. Penyeberangan di AtasAir adalahpelayanan penyeberangan orang ataubarang dengan menggunakan kendaraandi atasairyang dimiliki danataudikelola olehPemerintah Daerah 1 Pengolahan LimbahCair adalahpelayananpengolahan limbah cair, rumahtangga, perkantorandanindustri yang dimiliki danatau dikelola olehPemerintahDaerah, tidaktermasukyang dikelola olehPerusahaan daerah m Penjualan UsahaProduksi Daerahadalahpenjualan hasilproduksi usaha tertentu Pemerintah Daerahmisalnya bibittanaman, bibit ternak danbibitikan 3. Subjek Retribusi Jasa Usaha Subjeknya adalahorangpribadi ataubadanyangmenggunakanjasa nu. 4. Tarif Retribusi Jasa Usaha Tarif retribusi ini ditetapkan oleh daerah sehinggadapat tercapai keuntunganyanglayak, yaitu keuntungan yangdapatdianggap memadai. Jikajasayangbersangkutandiselenggarakan olehswasta. ---------------__~ I J 139 Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi Perizinan, memiliki peranganda. Selainberfungsiutarna sebagai pengatur , retribusi perizinanjuga berfungsi sebagai sumber pendapatandaerah. Tepatnya, fungsi utamaretribusi perizinanmerupakan instrumenyangdigunakanuntukmelakukanpengaturan, pembinaan, pengendalian, maupunpengawasan. Hal ini dimaksudkangunamelindungi kepentingan umumdanmenjaga kelestarianlingkungan. Pengaturan, pengawasan, pengendalian danpengarahanini diperlukan agarmasyarakat tidaksesuka hatinya melakukankegiatan ekonomi dankegiatan lainnya di luar ketentuan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah yang dapat membahayakankepentingan umumdankelesrarian lingkungan. 1. Jenis Retribusi Perizinan Tettentu Jenis-jenisnya ialahRetribusi PeruntukanPenggunaanTanah, Retribusi IzinMendirikan Bangunan, Retribusi IzinTempatPenjualanMinuman Beralkohol, Retribusi IzinGangguan, Retribusi IzinTrayekdanRetribusi IzinPengambilanHasil HutanIkutan. 2. Objek Retribusi Perizinan Tertentu Objeknya adalah perizinan tertentu antara lain Izin Mendirikan Bangunan danIzinPeruntukkanPenggunaanTanah. Kemudian pengajuan izintertentu olehBUMNatauBUMDtetapdikenakan retribusi, karena badantersebut merupakan kekayaan negara/daerah yangtelah dipisahkan, tetapi pengajuan izinolehPemerintah Pusatmaupun Pemerintah Daerah tidakdikenakan retribusi perizinantertentu. Perijinnanyangmenjadi objek retribusi perizinanmeliputi : a. Ijin peruntukan penggunaan tanah adalah pemberian ijin atas penggunaantanahkepada badan usaha yangakanmenggunakan tanah seluas 5.000 meter atau lebihyang dikaitkan dengan rencana tata ruang daerah yang bersangkutan b. Ijin mendirikan bangunan (1MB) adalah pemberian ijin untuk mendirikan bangunan, termasuk kegiatan peninjauan desain dan pemantauanpelaksanaanpembangunannya agar tetapsesuaidengan 140 ~ PajakdanRetribusi Daerah. rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, serta pengawasanpenggunaan bangunan meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselematan bagi yang menempati bangunantersebut. c. Ijintempat penjualanminumanberalkohol adalahpelayananpembetian ijinuntukmelakukan penjualanminuman beralkohol di suatu tempat tertentu dilingkungantertentudi wilayahkekuasaanPemerintahDaerah. d. Ijingangguan adalah pelayananpemberian ijintempat usaha kepada orangpribadiataubadandilokasi tertentuyangdapatmenimbulkan bahaya, kerugiandangangguan, tidaktermasuktempatusahayang lokasinya ditunjuk olehPemerintah PusatatauDaerah. e. Ijintrayek adalah pelayananpemberian ijinkepada orangpribadi atau badanuntukmenyediakanpelayananangkutanpenumpangumumpada suatu trayektertentu. f Ijinpengambilanhasil hutanialahpelayananpemberianijinpengambilan hasil hutankepada orangpribadiataubadanuntukmelakukanusaha pengambilanhasil hutan ikutan antara laindamar, rotan,gaharu, tidak termasukpengambilankayuhutan. 3. Subjek Retribusi Perizinan Tertentu Subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan perijinantertentu tersebut. 4. Tarif Retribusi Perizinan Tertentu Tarifretribusi ini ditetapkan sedemkianrupasehinggahasil retribusinya dapat menutup sebagianatausama denganperkiraanbiayayang diperlukan untuk menyediakanjasa yang bersangkutan. ~ A ~ MENGUKUR KINERJA PAJAK DAN RETRIBUSI P engukuran kinerja pajak dan retribusi dapat ditinjau baik dari sisi efektivitasmaupunsisi efisiensinya. Menurut kamus bahasa Indonesia, efisiensi memiliki arti sebagai: (1) ketetapan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu dan biaya); (2) kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengantidak membuang-buangwaktu, tenaga, biaya). Dilihat dari sisi teori akuntansi biaya, efisiensi dapat diartikan sebagai penggunaanjumlah bahan danyangsesuai standar tersebut telah ditetapkandalamartibahwa standar tersebut wajar dengan suatu toleransi padatingkat yangdapat diterima. Secaraumumefisiensi dapatjugadiartikan sebagai perbandingan antaramasukan (input) dengankeluaran(output) dari suatu proses, danpadatingkatan tertentu efisiensi akan menyangkut analisa hubungan antara rnanfaat yang diperoleh danbiayayangdikeluarkan. Bab 11 ini menguraikan tentang caramengukur kinerja pemungutanpajak . danretribusi daerah sertadiuraikan tentang mengukur potensi pajakdan retribusi daerah sebagai daerah untukmengukur kinerjapajakdanretribusi daerah. 142 11 PajakdonRetribusi Daerah PENGUKURAN KINERJA Dalamkonteks penghimpunan sumber pendapatandaerah, biaya, sarana, tenaga dan cara yang digunakan merupakan ukuran dad masukan, sedangkanpenerimaandaerah akanmenjadiukurandari pada keluaran. Dalamkaitannyadenganpemungutansurnber pendapatandaerah, efisiensi biayapengeluarandapat diartikansebagai efisiensi yangukuran masukannya sudahtertentuyaitubiaya ataupengeluarannya, sedangkan keluarannya dapatdiukur dengankeberhasilanpenerimaandaerah. Selanjutnya yangdimaksuddenganpotensiadalah: daya, kekuatan, atau kesanggupan untuk menghasilkan penerimaan daerah, atau kemampuan yangpantasditerimadalamkeadaan seratuspersen. Potensi penerimaan daerah dapat diukur melalui dua pendekatan yakni: (1) berdasarkan fungsi penerimaan; (2) berdasarkan atas indikator sosial ekonomi. Sebagai contoh digunakan pajak daerah sebagai sasaran pengukuran potensi menurut fungsi perpajakan, dilakukan melalui pengamatan atas pelaksanaan pemungutan pajak yang bersangkutan dengancaramengalihkanpengenaanpajak(tax base)nya. Menurut Devas eN (1989) seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, kinerja Administrasi Penerimaandaerahacta tiga, yaituupaya pajak, efektifitas dan efisiensi. Definisi UpayaPajakadalah imbanganantara pendapatanpajakdengankapasitas yangdapatdipajaki baiksecaranasional maupun secara daerah. Dalamhat ini ukuranyangdipakai dalammengkaji besarankapasitas yangdapatdipajaki ialahPDRB. Namunkonsep PDRB sendiri tidak mencerminkan secara tepat pendapatan yang siap dibelanjakan; PDRBtidak tidak hanya dimanfaatkanolehpajakdaerah juganasional. Definisi efektivitas ialahimbanganantarapendapatan (pajak atauretribusi) yangsebenarnyaterhadappendapatanyangpotensial dari suatu pajak yaitu dengan anggapan bahwa mereka yang seharusnya membayar, denganjumlah yang seharusnya dibayarkan, benar-benar memenuhi kewajibannya. Pengukuran potensi pajak sangat dipengaruhi oleh semua tahap kegiatan (fungsi) administrasi pendapatan pajak/retribusi seperti tahap-tahap pendapatan, penetapan penyetoran dan pembukuan. Mengukur Kinerja PajakdanRetribusi11 143 Sedang Slamet Sularso (Diktat Adpenda) m e n u ~ u k k a n admin- istrative efficiency ratio (AER) akan menggambarkan kemampuan untuk mencapai tujuan dalam bentuk menggali dan mereallslr. pemungutan sumber pendapatan daerah berdasarkan potensi yang ada melalui tiga pendekatan: (1) sisi penerimaan pungutan; (2) sisi subjek pungutan ; (3) sisi objek pungutan. Dari sisi penerimaan pungutan, AER menggambarkanpersentase kemampuanmemungut (taxing capacity) terhadappotensi (taxable ca- pacity). AngkaAER"dari segipenerimaanpungutan ini, diperoleh melalui perbandingan antarajumlOOrealisasi penerimaandenganpotensiyang ada, biladirumuskansebagai berikut: AER = Realisasi penerimaan x 100% Potensi yang ada Semakinbesar angka AERyangdiperoleh, makasernakintinggi tingkat efisiensinya. AngkaAERinimenunjukkankemampuanmemungutdan mengukur apakahtujuan aktivitaspemungutan dapat dicapai. Dengan demikian,semakin besar AERmenunjukkan semakin efisien aktivitas pemungutannya. Artinya, semakinbesar kernampuan memungutnya dan tujuanaktivitas pemungutan semakin mendekati untukdapatdicapai. . Dari sisi subjekpungutan, AERmenggambarkan persentasejumlah subjekpungutanyang dapat dijaringolehunit/instansiyang menangani pemungutan, baikuntuksubjekyangsudah terdaftar dalamarti intensifikasi (deepening) maupun subjekyangbelurn terdaftar dalamarti ekstensifikasi (widening). Biladigambarkan dalamrumusadalahsebaga] berikut: AER sub1= jumlah subyek terdaftar x l 00% jumlah potensi subyek AER subE = jumlah subyekbelumterdaftar xl 00% jumlah potensi subyek Semakinbesar angka AERyang diperoleh, makasemakintinggi tingkat efisiensinya. AngkaAERinimenunjukkan kernampuan menjaring subjek 144 pungutan dan mengukur apakah tujuan penjaringan subjek pungutan telah dapat dicapai jumlahnya. Dengan demikian,semakin besar AER menunjukkan semakin efisien aktivitas penjaringan subjekpungutannya. Artinya, semakin besar kemampuan menjaringnya dan tujuan aktivitas penjaringan subjek pungutan semakin mendekati dapat dicapai. Dari sisi objek pungutan, AER menggambarkan persentase objek pungutan yang telah terdaftar terhadap objek pungutan yang belum terdaftar. Angka AERdari segi objek pungutan ini, diperoleh melalui perbandingan antara jumlah objek pungutan yang telah terdaftar denganjumlah objek pungutan yang belumterdaftar, bila dirumuskan sebagai berikut: AERobjek= jumlalDbjekterdaftar xlOO% jumlalDbjekbelumterdaftar Semakinbesar angkaAERyangdiperoleh, makasemakintinggitingkat efisiensinya. Angka AER ini menunjukkan kemarnpuan menjaring objek pungutan dan mengukur apakah tujuan penjaringanobjek pungutan telah dapat dicapai jumlahnya. Dengan demikian,semakin besar AER menunjukkan semakin efisien aktivitas penjaringan objek pungutannya. Artinya, semakin besar kemampuan menjaringnya dan tujuan aktivitas penjaringan objek pungutan semakin mendekati dapat dicapai. PEMUNGUTAN POTENSI PENERIMAAN Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa pengukuran potensi penerimaan daerah didasarkan pada: (1) fungsi sumber pendapatan; (2) indikator sosial, dengan uraian penjelasan tersebut di atas. Sebagai gambaran untuk menghitung potensi pajak daerah berdasarkan pengalaman (praktek), berikut ini disajikan contoh perhitungan potensi untuk: (1) pajak hotel dan pajak restoran; (2) pajak hiburan; (3) pajak reklame; (4) pajak kendaraan bermotor; (5) bea balik nama kendaraan bermotor; (6)retribusi kebersihan; (7) retribusi parkir. Mengukur KineTja PajakdanRetribusi IJ 145 . Potensi Pajak Hotel Untuk menghitung potensi pajak hotel, maka kita perlu mengetahui komponen yang membentuk potensi hotel. Komponen yang membentuk potensi hotel dan sejenisnya meliputi jenis/klas hotel, jumlah kamar, jumlah hari, waktu pergantian, tarip kamar, penjualan makanan dan minuman, dan penyediaan fasilitas lainnya. Pengertian potensi hotel adalah kemampuan (kekuatan) untuk menghasilkan pajak hotel atau kemampuan yang layak (pantas) dikenai pajak (taxable capacity) dalam keadaan normal (100%). Potensi hotel tidak sama dengan peredaran hotel, hal ini perlu diperhatikan. Peredaran usaha hotel biasanya menjadi dasar pengenaan pajak (tax base). Bertolak dari pengertian tersebut di atas maka potensi hotel dan.sejenisnya dapat diformulasikan dalam rumus berikut ini : PotensiHotel = penjualankamar + penjualan makanan dan minuman +ongkos pelayanan (servicecharge) atau: Penjualankamar = Rx D x T x Pr Penjualanmakanan= %x (Rx D x T x Pr) Ongkospelayanan = 10%x[RxDxTxPr + %(RxDxTxPr)] Keterangan : R = Jumlahkamar D = Jumlahhari T = Masapergantian(turn over) Pr = Hargakamar Penjualan makanan dan minuman termasuk other income biasanya ditentukan sekian persen dari penjualan kamar (5% - 100%). Sedang service charge adalah 10% dari penjualan kamar ditambah penjualan makanandanminuman. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa potensi hotel tidak sama .dengan ornzet hotel, komponen yang membedakan dalam menghitung [penjualan kamar x occupancy rate] + makanan dan minuman + 146 ~ PajakdonRetribusi Daerah ornzet hotel terletak pada adanya occupancy rate. Untuk menghitung peredaran (ornzet) hotel yang dijadikan dasar pengenaan pajak, biasanya dihitung sebagai berikut: Ornzet Hotel = penjualan Ongkos pelayanan atau: Ornzet Hotel = (R x Or x D x T x Pr ) + (% x (R x D x T x Pr) + 10% [R x D x T x Pr + % (R x D x T x Pr)] Keterangan: Or = Occupancy rate Pajak Restoran Untukmenghitung potensi pajakrestoran, maka kitaperlumengetahui komponen yangmembentukpotensi restoran.Komponenyangmenentukan potensi rumah makan dan sejenisnyaadalahjenis rumahmakan, jumlah sarana (tempatduduk), jambuka, waktu pergantian, harga rata-ratadan fasilitas lainyangdapat menambahpembayaran. Pengertianpotensi restoran adalahkemampuan(kekuatan) untuk menghasilkanpajak restoran atau kemampuanyanglayak(pantas)dikenai pajak (taxable capacity) dalam keadaan normal (100%). Potensi restoran tidaksamadenganperedaran restoran, hal ini perlu diperhatikan. Peredaran usaha restoran biasanya menjadi dasar pengenaan pajak (tax base). Bertolak dari pengertian tersebut di atasmaka potensi restorandan sejenisnya dapatdiformulasikan dalamrumus berikutini : Potensi restoran = Jumlahtempatdudukxhari xjambukaxturn over x harga rata - rata atau: PotensiRestoran = S xD x0 xT xPr Keterangan : S = jumlahtempat duduk Mengukur Kinerja PajakdonRetribusi IJ 147 L = jumlah hari o = jam buka T = masa pergantian Pr = harga rata-rata Catatan: Dalammenentukanharga rata-rata bergantungjenis rumah makan yang bersangkutan. Seperti halnyapotensi hotel tidak sama denganornzethotel, ornzet restoranpun juga berbeda dengan potensi restoran. Komponen yang membedakan dalammenghitung ornzetrestoranterletakdiperhitungkan masaramaidan masasepipembeli. Untukmenghitung peredaran (ornzet) restoranyangdijadikan dasarpengenaanpajak, biasanya dihitung sebagai berikut: Ornzet restoran = (Jumlah kursi xmasaramaixturn over xjumlah hari x harga rata-rata) + (jumlahkursi x masa sepi x turn over xjumlah hari xharga rata-rata) atau: OrnzetRestoran = (SxPh xTo x DxPr) + (SxQh xTo x Pr) Keterangan : Jamramai (peak hours) dianggap semuakursitersedia biasanya 100% terisi 1- 2jamjumlahbuka. Jam sepi (quit/dull hour) adalah sisajam usaha, biasanya tempat dudukyangterisi berkisarantara5 - 20 persen. Data Pendukung untuk menghitung Potensi Pajak Hotel dan Pajak Restoran Inforrnasi tambahan untukmemberigambarankorrlisi potensipajakhotel di suatu daerah dapat diperoleh dari data statistik dari BPS atau DinasPariwisata. Kondisi hotel misal di Jakarta, perbandinganantara 148 mPajak clan Retribusi Daerah room sales danfood baverage danother income pacta hotel dapat di rincisebagai berikut: Hotel bintang V = 1 : 1 Hotel bintang IV = 1: 1 Hotel bintang ID = 1 : 0,75 Hotel bintangIT = 1 : 0,35 Hotel bintang I = 1 : 0,20 Hotel non bintang . = 1 : 0,10 Cottage/motel dsb = 1:0,35 Selanjutnya untuk waktu pergantian sesuai jenisnya adalah sebagai berikut: Hoteldansejenisnya = 1x 1hari/malam Motel = 4x 1hari/malam MakananJepang/Korea = ljan Seafood = 1-1,5jam MakananIndonesia(umum) = ljam Makanan Indonesia (Padang) = 40 menit MakananChina = ljam Makananfastfood = 30mnit Harga rata-rata per tempat duduk untuk rumah makan dapat dirinci sebagai berikut: MakananJepangIKorea = Rp35.<ro/k Makanan Jepang (fast) = Rp 3.500 /k MakananLaut(seafood) = Rp20.<ro/k Makanan Indonesia (umum) = Rp 3.000 /k Makanan Indonesia (padang) = Rp 2.750 /k Makanan Eropa = Rp 22.500 /k Makanan China = Rp 4.500 /k Makanan Indonesia (tegal) = Rp 1.000 /k Fast food = Rp 2.000 /k MakananIndonesia (sunda) = Rp5.<ro/k Mengukur Kinerja Pajak dan Retribusi l l 149 .Pajak Hiburan Objek pajak hiburan adalah pembayaran yang dilakukan untuk menonton atau mendengar atau menikmati atau mempergunakan hiburan atau alat-alat hiburan yang disediakan pada tempat terselenggaranya hiburan. Hiburandibedakanmenjadi 2 (dua) yaituhiburan rutindanhiburaninsidentil. Hiburanrutinmeliputi bioskop, steambath, panti pijat tradisional.. nite club, diskotik, pusat kesegaranjasmani, bilyarddantempat hiburan lainnya, seperti tempat-tempat rekreasi, kolamrenang, gelanggang, padang golf, panggung sandiwara dansejenisnya. Hiburaninsidentil adalahhiburanyangdiselenggarakan secaratidak tetapseperti pagelaranseni, pertandinganolahraga,pagelaran, pertunjukan, danlainsebagainyayangmenonton, menikmati, mempergunakandipungut bayaran. Komponenpotensihiburanrutinmeliputijumlahtempat duduk, jam main, hari, harga tanda masuk.Sedangkan komponen potensi hiburan insidentil meliputijumlahpenyelenggarahiburan, jumlahtempat duduk, hari dan tandamasuk. Untukmenghitungpotensi hiburanrutin(bioskop) dirumuskansebagai berikut: PHr (bioskop) = [jumlahkursi xjammainx hari besar xhargatanda rnasuk] + [jumlahkursixjammainxhari biasax hargatandamasuk] atau: PHr = (KxJmxHbxHr) + (KxJmxHsxHr) Penjelasan: PHr = Potensi Hiburanrutin(bioskop) K = jumlahkursi(tempat duduk) Jm =jammain 150 ~ Pajakclan Retribusi Daerah Hb = hari besar Hr = harga tanda masuk Hs = haribiasa Sedangkanuntuk menghitung potensi hiburan rutin non bioskop menggunakan rumus sebagai berikut : PHr nonbioskop = jumlahkursitersedia xjumlahhari x waktu pergantian xhargatandamasuk, atau: PHir = SxDxToxPr Khusus niteclubpotensianditambahhostes feeyangbiasanya dihitung tiapjam, yangdapatditulis sebagai berikut: PHil = SxDxToxOxPrxPxPfxO Penjelasan: PHil = potensi lnburanlain S = jumlahtempat duduk D = Jumlahhari To = waktupergantian Pr = hargatandamasuk P =pramuria Pf = hostes fee o = jamkerja/buka PHiN = potensi niteclub Potensi hiburaninsidential adalah: Jumlahpenyelenggaraanxjumlah tempatdudukxhargatandamasuk, atau: PHil = PnxSxPr Penjelasan: PHil = potensi hiburaninsidential Pn = Jumlah penyelenggara S = jumlah tempat duduk Pr = harga tanda masuk Mengukur Kinerja Pajakclan Retribusi11 151 Potensi hiburananak-anakdan sejenisnyaadalah: jumlah sarana/ mainan x jumlah hari x masa pergantian x tarip masa pergantian atau: PRiM = ExDxToxPr Penjelasan: PRiM = potensi hiburan anak-anak E = jumlahsaranapermainan To = masa pergantian Pr =tarip Pajak Reklame Dimaksud denganreklameadalah: benda alat atauperbuatanyang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan ataumemujikan suatu barang,jasaatau .seseorang ataupun menarikperhatianumumyangditempatkan atauyang dapatdilihat, dibaca danataudidengar dari suatutempat olehumum. Objekpajakreklameadalahpenyelenggara reklameyangjenisnya meliputi reklame papan, reklame kain, reklame bersinar, reklame berjalan, reklame kendaraan, reklame slide/film, reklame selebaran, reklame kedengaran, reklame peragaandan stiker/tin flate. Komponenyang menentukanpotensi reklame adalah: jumlahreklame, luas/ukuran, jumlahharipemasanganatautarip. Potensi reklame nonselebaran atausejenisnyaadalahjumlahreklame xukuran/luas xjumlahharixtarip atau: PPrk = potensi reklame R = jumlahreklame S = ukuran/luas reklame D = jumlah hari Pr = tarip reklame 152 11 PajakdanRetribusi Daerah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pajak kendaraanbermotor dikenakanatas pemilikan/penguasaan atas kendaraan bermotor. Untuk kepentingan pengenaan pajak berdasarkan keputusan menteri dalam negeri, penjenisan kendaraan ditetapkan sebagai berikut: (a)sedan, sedanstationdansejenisnya, (b) sedan, sedanstation dansejenisnyauntukumum(taksi), (c)jeepdansejenisnya, (d) Bus, mini bus, lightbus, mikrobus, outoplet/opelet, suburbandansejenisnya, (e) truk, lighttruk, pickup, dansejenisnya, (f) kendaraan bermotorberoda tiga, (g)kendaraan bermotor rodadua. Komponenyang menentukanpotensi pajak kendaraanbermotor adalahjumlahkendaraan bermotor, tarippajakyangberlaku. Tarippajak kendaraandirincimenurutjeniskendaraan, kelompoktahun dankelompok isi cylinder (cc). Tarippajak pengelompokan isi (cylinder) ini sebagai dasarpungutantambahan. Potensi pajakkendaraan bermotor adalahjumlahkendaraan (menurut jenis) dikalikantarip (menurut kelompokdanisicylinder) atau dirumuskan sebagai berikut : PKBm = [Kbma xTt xKBmb xTt] + [KBmc xTt] + [KBmd xTt] +Kbme + [KBmfxTt] + [KBmg xTt] Keterangan: Kode a.b.c.d.e.f, dangadalah kode penjenisan kendaraan bermotor PKbm = potensi pajakkendaraan bermotor KBma s/d KBmg = Jumlah KBMmenurutjenisnya Tt = tarip PKBmenurut rh/cc Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBM - KBm) Beabaliknama kendaraan bermotor dikenakan atas penyerahanKBm dalamhakmilik. Untukpengenaan BBNkendaraan bermotor didasarkan nilaijual, merkkendaraan dantahunpembuatan Mengukur Kinerja PajakdanRetribusiIJ 153 Penjelasan kendaraan bermotor untuk pengenaan BBN, tetap dipertahankan menurut merk, namun penjelasan di atas dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun tabel nilai jual KBm. TaripBBN- KBm- 10%untukpenyerahan pertamadan5%untuk penyerahan keduadanseterusnya tabel nilaijual disusunmenurutmerk kendaraan dantahunpembuatan. Komponen yang menentukanpotensi bea balik nama kendaraan bermotor adalahjumlahkendaraan yangdiserahkan(jumlahtransaksil penyerahan), tarip dantabel nilaijual. Potensi BBN- KBmadalahjumlahpenyerahan (menurut merkdan jenis kendaraan) dikalikandengantarip yangbersangkutan, dikalikandengan tabel yang berlakuuntuk masing-masingjenis/merk atau, PBBN = KBmxTxTtxPr Penjelasan: PBBN = potensi BBN - KBm KBM = jumlahkendaraan T = Jumlahpenyerahan Tt = tarip BBN Pr = tabel (nilaijual) Retribusi Kebersihan Dimaksuddenganretribusi kebersihanadalahpungutanolehpemerintah daerahsebagai penggantianbiayaataspelayananyangsecaralangsung yangdiberikan kepada masyarakat yangmemerlukan. Bila diamati lebihmendalamjasapelayananyang diberikanpemerintah daerah untukkebersihan, memiliki perananganda, dalamarti bermanfaat bagi kotaitusendirimaupunbagi masyarakatkota, oleh karenaitubila ditarikgarisyangtegas, makapelayanan kebersihan tersebut termasuk dalamkelompok pelayanan perkotaan. Sebagai suatu hasil yang dipungut atas pelayanan perkotaan, dalammenghitung/mengukur potensinya dapat didekati melalui dua 154 PajakdanRetribusi Daerah cara: (1) mendasarkan padajumlah warga atau kepala keluarga; (2) mendasarkan pada jumlah (Volume) sampah yang diproduksi oleh setiap warga dengan satuan M3 atau tonage. Penghitungan ataupengukuranpotensi tersebut sangattergantung kepada peraturandaerah yangmengaturnya, apakah melalui volume/berar sampahyangdiproduksi ataumelalui jumlahwargalkepala keluarga. Berdasarkanuraiandiatas makapenghitunganlpengukuranpotensinya adalah sebagai berikut: (1) Melalui volume/bobot sampah yang diproduksi masyarakat, potensinya adalah jumlah sampah dikalikan tarip yang berlaku berdasarkanperaturandaerah, atau: (2) PRy = SPh x Pr Penjelasan: ' PRy = potensi retribusi kebersihan dihitung berdasarkan kubikasilvolume sampah. SPh = jumlah sampah yang diproduksi masyarakat Pr = tarip yang ditetapkan dalamperaturan daerah. PRw= potensi retribusi dihitung berdasarkanjumlahwarga/kepala keluarga W/KK= jumlah wargalkepala keluarga Berdasarkan hasil pengamatandi DKIJakarta produksi sampahrata- rata2,6liter per hari perorang(vide keterangan kepala Dinas Kebersihan kepada Buana Minggu tanggallOSeptember 1989). Volume sampah2,6 liter tersebut tidaktermasukair kotor(tinja) yang menurut perkiraan 1L/ orang/hari Retribusi Parkir Retribusi parkerdipungut pada kendaraan yang menggunakan parkir yangdisediakan, yangumumnya amat dibutuhkandi dalamlingkungan perkotaan. Dalam lingkungan perkotaan biasanya pengenaan parkir waktunya dibatasi, misalnya 2 jam pertama dengan tarip dasar dan Mengukur Kinerja PajakdanRetribusi11 155 jam- jam berikutnya dihitung dengan tarip tambahan sesuai dengan peraturan daerah yang bersangkutan. Pada daerah perkotaan penyediaan ladang parkir tidak menjadi monopoli pemerintahdaerah, tetapi swasta pun dimungkinkanuntuk menyediakanjasa pelayanan inikarena frekuensi penggatian cepatsekali yangakhirnya merupakan bentukusahayangmembawa hasil yangbaik. Dalammenghitung/mengukur potensinyadapat ditempuhmelaluijumlah markaparkir yangtersedia, ataujumlah kendaraanyangada di daerah tersebut disamping memperhatikanpersentase kendaraan yangdatang di luar kotayang bersangkutan. Berdasarkan uraiandiataspotensi retribusi dapat dihitungsebagai berikut: (1) Melalui jumlah marka parkir yang tersedia, dikalikan dengan masapergantian, dandikalikan dengan taripyangberlakuatau: PRm = MxToxPr (2) Melalui jumlah kendaraan yarig ada diperkotaan, potensi dapat dihitung dari jumlah kendaraan, dikalikan perkiraan rata-rata parkir dan dikalikan dengan tarip yang berlaku, atau: PPkb = KBmx To x Pr Penjelasan: Prm = potensi retribusi parkirdihitung berdasarkanjumlahmarka parkir M = Jumlahmarkaparkir yang disediakan To = masa pergantian rata-rata Pr = taripmenurut PERDA PPkb = potensi parkir dihitung berdasarkan jumlah kendaraan bermotor. Pengukuran Efisiensi Pajak dan Retribusi Kinerja ini didasarkan atasproporsi dari pendapatan sesuatu pajak maupunretribusi daerah, yangterpakai (dibelanjakan) dalamberbagai tahap, sampai pengumpulan (penagihan). 156 ~ Pajak clan Retribusi Daerah Konsep biaya pengumpulan (collection cost) dapat meliputi arti langsung maupun tak langsung. Pengukuran unsur biaya pengumpulan, dengan demikian juga tidak sederhana. Sekalipun demikian kinerja ini sangat berpengaruh untuk pemanfaatan sumber daya ekonomi seeara menyeluruh (nasional). Bahkan erat kaitarinya dengan kriteria (pedoman)evaluasi pajak yang telah lama dikenal, yaitu ekonomi sebagai satu diantara tax canons-nya A Smith. 1. Unsur biaya tak langsung dalam hal ini dapat meliputi : Biaya pembuatan keputusan (rumusan raneangan sampai menjadi Perda); Biaya yang dikeluarkan oleh dan untuk organisasi lain dalam membantu pengumpulan pajak (mungkin lebih dari yang tereantum sebagai upah pungut) Biaya peringatan, penuntutan, sampai menegakkan ketentuan pajak (law enforcement). 2. Seyogyanya perlu dieatat bahwa peningkatan efisiensi (melalui) penekanan biaya pengumpulan dapat dipermudah, antara lain: - Penetapanotomatis (persentaseatas nota .....), asalkandisertai dengan pembukuan yang cermat. Pengumpulan pungutan dapat dikaitkan dengan tagihan yang lain (biaya pemakaian listrik). 3. Biayamakintinggi(efisiensi minimum) apabila: - Tagihan relatif sangat keeil dari pada kemungkinan biaya pungutnya; Pungutan hams ditagih dari rumah ke rumah. ~ I!!I ~ DESAIN TAXPOllCYDAERAH I mPlikasi dari suatu tax policy umumnya seeara makro akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan pertumbuhan penerimaan pajak daerah serta bermanfaat bagi masyarakat (khususnya bagi Wajib Pajak). Tax policy adalah alat perpajakan pemerintah daerah yang berfungsi sebagai peraturan pelaksana maupun pedoman bagi pelaksanaan di lapangan, sehingga dapat membantu Wajib Pajak dengan pasti melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sebagai salah satu dasar pembuatan kebijakan pajak (taxpolicy) daerah berpedoman pada UU No. 18Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.34 Tahun 2001 jueto pp No. 65 Tahun 2001 dan pp No. 66 Tahun 2001. Pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan di lingkungan Pemerintah Daerah ini diharapkan dapat menjustifikasi atas segala kebijakan perpajakan daerah yang akan dibuat, dengan tetap tidak mengabaikan variabel-variabel yang berlaku dalam pembuatan suatu tax policy yang baik. Tax policy yang baik (Devereux, 1996) haruslah memenuhi 2 (dua) unsur yaitu: pertama, setiap pembuatan tax policy haruslah merupakan alat untuk mengalokasikan sumber-sumber dana yang ada di kelompok atau institusi tertentu guna mendukung program pemerintah; dan kedua, 158 ~ Pajak dunRetribusi Daerah mendorong pertumbuhan ekonomi, artinya kebijakan ini didisain khusus agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat sesuai dengan sasaran pemerintah daerah. Bab ini akan membahas dan menjelaskan desain tax policy daerah sesuai kriteria tersebut. PRINSIP KEBUAKAN PAJAK YANG BAlK Prinsip good tax policy adalah merupakan suatu sistem pajak (berupa kebijakan perpajakan) terhadap kegiatan ekonomi makro dan mikro yang harus bersifat netral, tanpa adanya suatu distorsi agar terdapat pengalokasian sumber daya yang optimal sesuai dengan keadaan atau dinamika pasar. Hal ini juga harus mendorong atau mengendalikan kehidupan ekonomi khususnya dapat mendorong investasi dari luar (investor luar negeri) sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara yang diperoleh dari penerimaan pajak. Biasanya prinsip ini selalu diikuti dengan principles of good tax administra- tion yang meliputi, antara lain: sedikit penggunaan atau beban formulir perpajakan (paperwork), jelasnya aturan dalam menetapkan pajak yang terhutang, mudah dalam penghitungan hutang pajak, mudah untuk kepentingan pemeriksaan (taxaudit), bersifat objektif dalam pemeriksaanrestitusi, dan sistem yang digunakan atau dioperasikan melalui sistem komputer (misalnya menggunakan SIP- Sistem Informasi Perpajakan) tetap menggunakan sumber-sumber administrasi yang tersedia. Hubunganantara Tax policy dengan Tax administration merupakan hubungan inextricably related (Angelo G. A. Faria dan M. Zohto Yocelik, 1995).Artinya hubungan ketergantungan kuat satu sama lainnya. Dengan kata lain, keberhasilan dari pembuatan suatu tax policy haruslah diikuti dengan perhatian dalam pelaksanaan administrasinya, dan ukuran dalam meningkatkan administrasi pajak (yang lebih efisien) haruslah dapat menolong pembuatan pelaksanaan taxpolicy yang didisain secara lebih efektif. Secara sederhana dapatlah dikatakan, taxpolicyyang terlalu idealis dapat membuat administrasi pajak menjadi tambah rumit (complicated), sedangkan dilain pihak adanya administrasi pajak yang tidak efektif dapat melemahkan atau DesainTax PolicyDaerahll 159 -merusak pelaksanaantaxpolicy di lapangan. Selanjutnya, kegagalan dalammengkoordinasikankeduaaktifitas tersebut berpengaruh buruk terhadap kelancaran dan kelangsungan atas proses reformasi perpajakan daerah yang telah dijalankan selama ini. TAX POLICY ALAT KEBUAKAN MONETER DAN FISKAL Dalam membuat suatu sistem perpajakan efisien bagi daerah umumnya berkaitan dengan ekonomi daerah dan nasional, haruslah secara esensial meningkatkanpenerimaan daerah tanpa meningkatkan pinjaman luar negeri pemerintah pusat. Idealnya dengan car a mendorong aktivitas perekonomian daerah tanpa terlalu banyak menimbulkan deviasi terhadap sistem perpajakan ini. Untuk menciptakan sistem perpajakan yang efisien ada 4 hal yang menjadi permasalahan utama (Vito Tanzi dan Howell Zee,2001), yaitu: 1. Kebanyakan pekerja di negara berkembang adalah buruh pertanian atau petani miskin, dalam perusahaan informal. Upah mereka jarang di bayar secara regular (berupa upah tetap), penghasilan mereka berfluktuasi, dan dibayar secara kas (cash) diluar pembukuan (off the books), sehingga sulit untuk dikalkulasi sebagai dasar perhitungan Pajak Penghasilan (M). Jarang atau sulit ditemui pekerja/petani tipikal ini menghabiskan penghasilannya dalam mengkonsumsikan barang kebutuhannya dalam jumlah besar, yang merupakan hasil transaksi pembelian dan penjualan yang diartikan dapat meningkatkan penerimaan, seperti Pajak penjualan atau VAT atau Pajak Penghasilan, sehingga sulit bagi pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pada level yang relatif lebih tinggi; 2. Sulitnya menciptakan administrasi pajak yang efisien tanpa mempunyai aparatur pajak (SDM) yang memadai dan terlatih dengan baik (skilled), karena keterbatasan pemerintah dalam menggaji dengan layak untuk setiap aparatur pajak dan mengkomputerisasi administrasi pajak yang ada. Di sisi lain Wajib Pajak juga mempunyai keterbatasan dalam membuat pembukuan atas kegiatan usaha mereka. Akhirnya pemerintah 160 I Pajakdon Retribusi Daerah sering mengambil langkah yang paling resistan dalam mengembangkan administrasi pajak, yaitu dengan mengijinkan mereka untuk mengeksploitasi pilihan-pilihan yang tersedia dari pada melaksanakan hal-hal yang rasional, yang secara modern merupakan suatu sistem pajak yang efisien; 3. Karena struktur ekonomi informal Negara-negara berkembang mempunyai keterbatasan dalam: pendanaan, data statistik dan kesulitan kantor-kantor pajak dalam memanfaatkan data statistik yang tersedia. Akibat dari keterbatasan data ini akan melindungi para pembuat kebijakan dalam menetapkan pengaruh potensial atas perubahan terbesar dalam sistem perpajakan. Akhimya perubahan-perubahan marginal seringkali lebih didahulukan diatas perubahan-perubahan besar yang lebih terstruktur, bahkan nantinya akan menjadi suatu preseden yang melanggengkan struktur pajak yang tidak efisien; 4. Distribusi pendapatan yang tidak merata (disparitas income distribution) merupakan suatu ciri khas yang sering terjadi di negara-negara berkembang. Meskipun kenaikan penerimaan pajak berasal dari situasi pemajakan atas orang-orang yang lebih kaya, namun kekuatan ekonomis dan politis Wajib Pajak yang kaya tersebut sering memperoleh perlindungan dari reformasi perpajakan, yang sebenamya dapat meningkatkan beban pajak mereka. Penjelasan ini merupakan bagian dari mengapa banyak negara-negara berkembang tidak dapat secara penuh (optimal) memberlakukan Pajak Penghasilan (personal income tax) dan PBB (property taxes) dan mengapa sistem perpajakan mereka jarang mencapai tingkat kepuasan yang progresif, atau dengan kata lain orang kaya membayar pajak haruslah lebih proporsional. Empat permasalahan tersebut tidakjauh berbeda dengan keadaan kondisi daerah-daerah di Indonesia. Hal yang tidak mengejutkan sering terjadi di beberapa daerah berkembang bahwa kebijakan perpajakan (taxpolicy) sering dianggap sebagai aturan seni (hanya diatas kertas) dari pada mengejar target penerimaan yang optimal yang seharusnya dicapai, yang secara teoritis relatif mempunyai Desain TaxPolicyDaerahlJ 161 ' pengaruh yang sangat kecil terhadap pembuatan sistem perpajakan negara tersebut. Pendapat ini searah dengan Roy Bahl dan Jorge Martinez-Vazquez (1992-ha1.66-81) tentang penghargaan yang kurang terhadap aparatur pajak dari pemerintah dan diikuti pula dengan sistem perpajakan di negara-negara berkembang yang cenderung terlalu complicated (inefisien). Dengan mengambil contoh tax reform di Jamaica dan Guatemala, solusinya bagi pemerintah tersebut adalah menerima bantuan LN (dari donor bilateral atau Iembaga-lembaga internasional berupa technical assistances dalam mereformasi sistemadministrasi pajaknya. Namun administrasi pajak di negara-negara berkembang sulit (lambat) dalampenyempurnaannya disebabkan oleh 3 (tiga) alasan yaitu: (1) kompleksitas struktur pajak yang modem membutuhkan tingkat efisien administrasi yang tinggi; (2) taxpolicyyang digunakan hanya sebagai instrumen dari kebijakan ekonomi (khususnya ekonomi makro), sehingga terkadang mengabaikan sanksi dalam adminstrasi pajak, yang diartikan terlalu seringnya kebijakan yang dibuat dengan asumsi tidak ada pemaksaan atau diikuti dengan administrasi yang baik; dan (3) kebanyakan pemerintahan negara-negara berkembang lemah dalam tingkat kepatuhan hukum, sehingga dimanfaatkan oleh sejumlah tax evasioners maupun membuka peluang terjadinya penghindaran pajak, sehingga hal ini sering membingungkan dalam penerapan kebijakan pajak (taxpolicy) dengan administrasi yang rendah efisiennya. SISTEM PERPAJAKAN YANG EFISIEN Dalam pembuatan suatu taxpolicy selalu mempunyai pengaruh langsung terhadap sistem perpajakan yang ada. Teori klasik tentang sistem perpajakan yang baik dimulai sejak Adam Smith (1776: bk.5 eh. 2) yang secara umum meliputi: (1) equality (azas keadilan); (2) certainty (azas kepastian dan kejelasan); (3) convenience of pay- ment (azas kenyamanan bagi WP dalam membayar pajak) dan (4) economy on collection (azas biaya minimal dan tidak mengganggu kegiatan usaha). Azas keadilan dalam sistem perpajakan telah banyak 162 11 Pajakclan Retribusi Daerah didiskusikan secara luas, dan hal ini masih merupakan bagian terpenting dalam mengevaluasi setiap pengajuan dalam pembuatan tax policy. Walaupun ide keadilan (tax payments in proportion to income) dari Smith ini tidak merupakan sesuatu yang mutlak harus didukung. Richard'A, Musgrave (1959: chps. 4, 5 dan 6) memberikan pandangan yang adil tentang distribusi beban pajak, beban administasi dan pengaruh insentif pajak terhadap penerimaan pajak. Diantara keempat azas diatas, ia juga menekankan pada 3 (tiga) azas lainnya, yaitu: (1) azas netralitas (neutrality); (2) azas perbaikan (reformation); dan (3) azas kestabilan dan pertumbuhan (growth and stability). Sedangkan Joseph E. Stiglitz (1988: hal.390-396) menekankan pada efisiensi yang lebih luas dengan mengatakan bahwa dalam sistem perpajakan haruslah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Efisiensi ekonomi (economic efficiency), sedapat mungkin tidak mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi yang efisien; (2) Kesederhanaan dalam pengadministrasian (administra- tive simplicity), sistem perpajakan harus mudah, sederhana, dan relatif murah dalam pengadministrasiannya; (3) Fleksibilitas (jlexibillity); sistem perpajakan haruslah sedemikian fleksibel untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonomi suatu negara; (4) Diterima secara politis (political responsibility), sistem perpajakan harus dirancang sedemikian rupa sehingga terdapat kepastian tentang seberapa besar masing-masing jenis pajak yang harus ditanggung oleh seseorang (wajib pajak) yang merefleksikan keinginan masing- masing individu dalam masyarakat; dan (5) Kejujuran (fairness), sistem perpajakan harus mencerminkan keadilan terhadap masing- masing individu dalam masyarakat. Adanya pengembangan dari azas keadilan sehingga mempunyai arti yang lebih luas, mempunyai pengaruh langsung terhadap pro- posal tax policy yang seringkali dianalisa oleh para ekonom dalam 3 (tiga) kriteria: (1) kebutuhan atas pajak haruslah bersifat fair (adil meskipun keadilan sering diartikan sebagai suatu yang berbeda bagi or- ang-orang yang berbeda); Desain Tax Policy Daerah11 163 -(2) kebutuhan untuk beban administrasi yang minimal; dan (3) kebutuhan untuk meminimalkan pengaruh pengecualian pajak (tax incentive). Michael P Devereux (1996) menambahkan diantara kriteria yang telah dikatakan oleh Smith dan Musgrave, ia melihat proposal tax policy haruslah memperhatikan 2 (dua) unsur yaitu: pertama, setiap pembuatan taxpolicy haruslah dapat digunakan untuk mengalokasikan sumber-sumber dana yang ada pada kelompok atau institusi tertentu - yang mendukung atau berkaitan dengan program pemerintah; dan kedua, mendorong pertumbuhan ekonomi, yang diartikan pembuatan kebijakan ini haruslah didisain khusus agar dapat mendorong atau memberikan pertumbuhan ekonomi yang cepat sesuai dengan sasaran pemerintah. Pentingnya mengevaluasi sistem perpajakan yang eksis dikaitkan dengan excess burdens atau beban lebih pajak (Guritno Mangkoesoebroto, 1993) agar dapat terciptanya efisiensi dalam perpajakan. Harvey S. Rosen (1999) menyatakan sistem perpajakan yang memberlakukan excess burden tidaklah dapat dikatakan bahwa sistem perpajakan tersebut jelek. Namun, hal itu hanya dapat digunakan apabila bermanfaat bagi masyarakat yang diartikan sebagai peningkatan dalam keadilan atau efisiensi. Manfaat ini biasanya diukur dengan biaya yang telah dikeluarkan, dan permintaan kebijakan yang tepat atas excess burden termasuk didalamnya perhitungan biaya sosialnya, sehingga secara ekstrem dapat digunakan dalam membandingkan alternatif-alternatifyang ada dalam sistem perpajakan. Menurut John E Due (1981) tax policy yang dibuat berdasarkan hasil analisa ekonomi dapat membantu kepada proses pengambilan keputusan dengan menunjukan persyaratan- persyaratan yang harus dipenuhi oleh struktur pendapatan (sumber- sumber dana) seandainya ingin dicapai efisiensi ekonomi yang op- timal. Namun analisa ini tidak dapat menentukan kriteria mengenai keadilan dalam memenuhi penerimaan pajak yang akan diperoleh, karena sikap sebagian besar masyarakat tidak dapat ditelusuri secara detail. 164 I1Pajak donRetribusiDaerah Pada sisi lain, kurangnya koordinasi merupakan problem yang sering terjadi pada saat pembuatan suatu tax policy (Victor Thuronyi- 1998, haI5-15), yang di negara-negara majujuga sering terjadi dan disebabkan adanya 3 (tiga) komponen utama dalam merumuskan formulasi tax policy, yaitu: pengembangan kebijakan (policy devel- opment); analisis teknis (technical analysis); dan pengkonsepan berdasarkan undang-undang (statutory drafting). Ketiga, komponen ini dalam pelaksanaannya dikoordinir dalam satu atau beberapa tim kerja, dimana anggota tim ini terdiri dari berbagai disiplin ilmu, yaitu: untuk pengembangan kebijakan dilakukan oleh para ekonom, sedangkan untuk analisis teknis dilakukan oleh profesional, ahli hukum, akuntan, dsbnya yang berhubungan .dengan komisi di legislatif (DPRD), dan untuk pengkonsepan tax policy dapat dilakukan secara independen baik oleh pembuat undang-undang pajak di parlemen atau melalui bagian hukum. IMPLIKASI SUATU TAX POLICY Pengaruh yang diperoleh daripembuatan suatu tax policy umumnya meliputi 3 (tiga) hal yaitu: secara makro akan mendorong pertumbuhan penerimaan pajak, bermanfaat terhadap masyarakat (khususnya bagi Waiib Pajak), dan berpengaruh terhadap kebijakan fiskal dan moneter bagi suatu pemerintahan. Dibawah ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Mendorong perlUmbuhan penerimaan pajak Pajak mempunyai fungsi mengatur yang telah memperhitungkan kepentingan dunia usaha, antara lain: peningkatan pelayanan, penyederhanaan prosedur, adanya kepastian hukum, keadilan serta adanya fasilitas tax exemption yang dapat berupa investment allow- ances atau tax expenditure untuk mendorong investasi, dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan dan mengamankan penerimaan negara. Hal yang sering ditekankan dalam pembuatan tax policy untuk mendorong pertumbuhan positif terhadap penerimaan pajak Desain Tax Policy DaerahIJ 165 .mempunyai 4 (empat) alasan yang secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: (1) memberikan pengertian yang terbaik atas alokasi sumber-sumber dana yang dimiliki pemerintah baik secara eksplisit maupun implisit; (2) memberikan informasi yang baik dalam pembuatan suatu kebijakan perpajakan; (3) kepada pemerintah diberikan hak pengawasan yang lebih besar atas sumber-sumber dana yang dimilikinya; dan (4) dalam merespon analisis yang dibuat berdasarkan rekomendasi kebijakan yang diusulkan kepada pemerintah, hendaknya untuk kebijakan dalam pemberian fasilitas perpajakan tetap membutuhkan suatu pengkajian yang mendalam dengan melibatkan pihak-pihak terkait yang berkepentingan . Yang terpenting dalam pembuatan tax policy walaupun tidak terdapat perubahan kebijakan yang mendasar dalam mengantisipasinya, mereka tetap mempunyai andil yang cukup besar atas aktivitas pemerintah dalam perekonomian nasional maupun meningkatkan penerimaan Negara. 2. Terhadap masyarakat (khususnya bagi wajib pajak) Sebagai ilustrasi pengaruh dari tax policy terhadap masyarakat dapat melihat kedua contoh di Jepang dan Indonesia, yaitu: sebagaimana yang berlaku dalam sistem perpajakan Jepang, dengan tidak pernah melupakan kepentingan wajib pajak di Jepang dan selalu berfokus pada: (1) bagaimana wajib pajak dapat melaporkan pajaknya secara independen, dan (2) apakah harus bertindak tegas pada wajib pajak yang tidak jujur demi memikirkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan (Toshiyuki Fushimi, 2001). Adanya perhatian yang intens terhadap wajib pajak atau masyarakat secara keseluruhan, yang secara tidak langsung tetap mendorong kesadaran wajib pajak atau masyarakat untuk meningkatkan penerimaan pajak. Dalam hal ini terlihat tax policy yang dibuat di Jepang selalu 166 11 PajakdanRetribusiDaerah berlandaskan kepada kepentingan wajib pajak dan merupakan suatu tanggung jawab bersama antara pemerintah dan rakyat. 3. Terhadap kebijakan fiskal dan moneter bagisuatu pemerintahan Bagi negara-negara berkembang dalam menghadapi kekuatan pasar bebas hal yang terpenting adalah meningkatkan alokasi sumber- sumber dana yang ada, ditunjang dengan pembuatan sistem perpajakan yang harus senetral mungkin sebagai kesatuan yang minimal dalam proses pengalokasiannya. Sistem ini juga harus sederhana dan prosedur harus transparan, akan menjadi jelas apabila sistem ini tidak dipaksa dalam pembuatannya (adanya intervensi dari luar). Penyempurnaan undang-undang perpajakan melalui tax reform dan memberlakukan aturan yang standar (benchmark) dalam penghitungan pajak seringkali diartikan sebagai pengurangan atas pengecualian yang khusus sebagaimana diberlakukan pula pembatasan dalam administrasi pajak. Pemerintah pada saat membuat kebijakan untuk merevisi APBN 2001, melalui suatu paket yang disebut dengan Paket Penyesuaian Fiskal, yang fokusnya pada peningkatan penerimaanlpendapatan negara, perampingan pengeluaran negara, dan mempertahankan resiko dampak negatif atas kegiatan ekonomi pada tingkat minimal (lower income society). Paket Penyesuaian Fiskal itu meliputi: (1) memperluas basis pajak untuk jenis pajak tertentu (misal: PPh); meningkatkan pengumpulan pajak, dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) pada tingkatyang optimal; (2) mengurangi subsidi bagi produk-produk minyak dan listrik; (3) menggunakan dana cadangan dalam rangka desentralisasi secara efisien mengalokasikan pemindahan dana cadangan pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah seefisien mungkin); (4) perampingan pengeluaran dana-dana pembangunan; dan (5) mengambillangkah- langkah penghematan dalam kerangka desentralisasi fiskal. Menurut David N. Hyman (1996) program pemerintah dalam membantu masyarakat miskin untuk memperoleh standar hidup yang minimal haruslah dibantu dengan pemberian subsidi dari efisiensi Desain Tax Policy DaerahlJ 167 perdagangan. Justifikasi perwujudannya yaitu melalui transfer dari pengaruh pasar yang dapat mengurangi penghasilan rumah tangga dibandingkan dengan persyaratan tingkat minimum untuk bertahan. Hasilnya adalah income terendah yang diperoleh rumah tangga tersebut akan sama dengan tingkat kebutuhan dasar yang cukup mendukung kebutuhan pokok keluarganya dan kebutuhan dasar lainnya (other basic needs). Dalammenyempurnakan sebuahtaxpolicy yangmempunyai tujuan agar proposal tax policy tersebut memenuhi standar haruslah memperhatikan 2 (dua) unsur (Harry.Y.L.2001) yaitu: pertama, setiap pembuatan tax policy haruslah dapat digunakan untuk mengalokasikan sumber-sumber dana yang ada pada kelompok atau institusi tertentu yang mendukung atau berkaitan dengan program pemerintah; dan kedua, mendorong pertumbuhanI ekonomi, yang diartikan pembuatan kebijakan ini haruslah didisain khusus agar tetap dapat mendorong atau memberikanpertumbuhan ekonomi yang cepat sesuai dengan sasaran pemerintah. ~ .. ~ 168 ~ Pajak dunRetribusi Daerah PENYUSUNAN PERATURAN PERPAJAKAN DAERAH B ab ini membahas tentang teknik penyusunan peraturan perpajakan daerah yang disarikan dari bahan manual penyusunan produk hukum daerah yang dipublikasikan oleh CIDES (CIDES, 30 Mei 2003, www.cides.or.id/otda) . Penyusunan sebuah peraturan atau perundang-undangan daerah bukan suatu yang sulit dan bukan pula suatu yang mudah. Ada kriteria atau persyaratan khusus yang harus dipenuhi dalam proses perencanaannya, materi dan proses pendokumentasiannya, yaitu hukum tatanegara dan pemerintahan. Hal inilah kadang-kadang yang tidak diketahui oleh masyarakat umum. Peraturan Perpajakan Daerah yang merupakan produk hukum daerah dalam penyusunan materi dan pendokumentasiannya juga harus mengikuti proses perumusan kebijakan. Pada bagian awal bab ini akan dibahas tentang cara-cara (teknik) penyusunan produk hukum daerah, Dasar Teknik Penyusunan, Jenis-jenis produk hukum daerah, Kaidah-Kaidah Hukum, Teknik Penyusunan Produk-Produk Hukum Daerah, Perubahan Produk-Produk Hukum Daerah, 170 mPajakdanRetribusi Daerah Pencabutan produk Hukum Daerah, dan. diakhiri dengan Ragam Bahasa yang digunakan dalam peraturan tersebut. KIAT PENYUSUNAN PRODUK HUKUMDAERAH Mated ini merupakan salah satu bentuk manual pembentukan produk-produk hukumdaerah dad Pusat KajianHukumdan Kebijakan Daerah Departemen Dalam Negeri kepada Pemerintah Daerah, maka untuk itu diharapkan beberapa pokok sebagai bahan kelengkapan muatannya. Pengertian kata kiat dapat diartikan suatu cara, yaitu cara dalam menyusun Peraturan Daerah yang efektif. Keefektifan sebuah cara, tidak bisa hanya ditinjau dad satu sisi, tetapi harus dilihat dad beberapa faktor yang mendukungnya. Faktor-faktor yang selalu mempengaruhi efektivitas dalam penyusunan Peraturan Daerah yaitu Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu si perancang peraturan perundang-undangan (legal drafter); Prosedur penyusunan; Teknik penyusunan mated; dan Penggunaan bahasa perundang-undangan. Selain faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penyusunan Peraturan Daerah, perlu melihat lembaga yang mempunyai kewenangan membentuk Peraturan Daerah dan dasar hukumnya. Hal .ini penting, karena tidak semua lembaga_terdapat beberapa komponenlunit kerja (termasuk legal drafternya)_ yang menangani atau terlibat dalam proses penyusunan Peraturan Daerah. Sesuai dengan ketentuan Pasal 69 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa "Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran lebih lanjut dad peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi". Dalam Pasal18 menyatakan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang antara lain, "bersama dengan Gubernur, Bupati atau walikota membentuk Peraturan Daerah ". Dalam Pasal19 ayat (1) huruf d, DPRD mempunyai hak "mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah " . Dad ketiga ketentuan tersebut diatas menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah (eksekutif) pada umumnya Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah11 171 ' Iebih berperan dalam membentuk Peraturan Daerah, sedangkan DPRD mempunyai hak memberi persetujuan dan mempunyai hak untuk mengadakan perubahan terhadap mated Peraturan Daerah. Selain itu dalam Pasal19 ayat (1) huruffmenyatakan bahwa DPRD (legislatif) juga mempunyai hak "mengajukan Rancangan Peraturan Daerah " atau yang lebih dikenal dengan hak inisiatif DPRD. Hak inisiatif ini (sebagai pemrakarsa) sewaktu-waktu dapat dipergunakan oleh DPRD. 1. Faktor Sumber Daya Manusia Kemampuan perancang Peraturan Daerah sangat menentukan efektivitas penyusunannya. Sesuai dengan dasar kewenangan penyusunan Peraturan Daerah, yang dimaksud dengan si perancang Peraturan Daerah adalah aparat Pemerintah Daerah dan anggota DPRD. Seorang legal drafter harus menguasai dasar-dasar pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan dengan segala macam aspeknya serta menguasai substansi yang akan diatur, sehingga produk hukumyang dihasilkan jelas urgensinya dan mampu mengatur kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Sering yang menjadi permasalahan adalah sejauhmana kemampuan aparatur lembaga eksekutifdan lembaga legislatif daerah dalam bidang perundang-undangan, sehingga proses penyusunan .dan pembahasan dalam sidang DPRD dapat berjalan secara efektif. Dengan bertambahnya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah (sesuai dengan konsepsi otonomi daerah) dan belum tersedianya lembaga/perangkat daerah yang menanganinya, akan menjadi faktor penghambat dalam penyusunan Peraturan Daerah. Hal ini dikarenakan, tidak semua legal drafter yang tersedia . saat ini menguasai semua pengaturan urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah dan perlu diatur dalam Peraturan Daerah. Disampingitu, anggota DPRD hasil Pemilihan UmumTahun 1999, latar belakang politiknya demikian beragam dan tingkat pendidikannya yang beragampula, sehingga keadaan seperti ini akan mempengaruhi jalannya pembahasan mated Peraturan Daerah. 172 mPajakclan RetribusiDaerah Melihat permasalahan tersebut, maka untuk mengantisipasi perkembangan pembangunan daerah sejalan dengan paradigma baru otonomi daerah, seorang legal drafter tingkat daerah (lembaga eksekutif dan legislatif) harus mempersiapkan diri dengan memperdalamatau menambah pengetahuan dalambidang perundang- undangan dan kebijakan publik (public policy), sehingga mampu menjadi "perancang perundang-undangan" bukan "penjahit perundang-undangan" . Penguasaan materi dan teknis penyusunan Peraturan Daerah akan membawa dampak positif terhadap perspektif produk hukum daerah. Karakter Peraturan Daerah pada pemerintahan otonom dimasa yang akan datang harus benar-benar responsif, populistik dan akomodatif; sehingga dapat dikategorikan produk hukum yang efektif Peraturan Daerah pada masa depan boleh dikatakan tidak jauh berbeda dengan bobot sifat, karakter dan muatannya dengan Undang-undang. Dengan demikian, substansi Peraturan Daerah hams mampu diantisipasi terjadinya perubahan lingkungan eksternal berupa globalisasi, disamping itu tetap memperhatikan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. 2. Prosedur Penyusunan Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, penyusunan Peraturan Daerah, perlu mengikutsertakan masyarakat (berupa dengar pendapat) dengan tujuan agar dapat mengakomodir kepentingan masyarakat luas untuk dituangkan dalam Peraturan Daerah. Peran serta masyarakat tersebut akan mempermudah sosialisasi dan penerapan substansi apabila Peraturan Daerah ditetapkan dan diundangkan. Mengenai prosedur penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat Daerah (yang terdiri dari Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah) belum diatur sebagaimana prosedur penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat Pusat yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998. Namun demikian, Teknik Penyus/Ul(Jn Peraturan Perpajakan DaerahIJ 173 .Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan Daerah Departernen Dalam Negeri akan menyiapkankonsep prosedur penyusunanproduk hukum daerah sebagai pedoman bagi Daerah dalam menyusun standar mekanisme penyusunanproduk hukumdaerah, untuk kemudian dapat diatur dalam Keputusan Kepala Daerah atau Peraturan Daerah. Mekanisme penyusunan produk hukum daerah mengatur mengenai tata urut penyusunan Peraturan Daerah baik atas prakarsa Pemerintah Daerah maupun DPRD serta proses penyusunan Keputusan Kepala Daerah (intern eksekutif) hingga penetapan dan pengundangannya. Materi yang diatur dalam prosedur penyusunan produk hukum daerah dimaksud akan mendudukkan Biro/Bagian Hukum Pemerintah Daerah sebagai lembaga harmonisator peraturan perundang-undangantingkat Daerah. Ha! ini penting, dalam kerangka pembenahanbentukdan materi peraturan perundang-undangandaerah kearah yang lebih baik. 3. Tehnik Penyusunan Dalam rangka pembinaan dan pembangunan produk hukum daerah, Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan Daerah menyusun Pedoman Teknis Penyusutan Produk Hukum Daerah ini(berdasarkan pengalaman pengesahan Peraturan Daerah .selama ini) yang telah disesuaikan dengan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk RancanganUndang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden. Setiap perancangan dan penyusunan produk hukum daerah hams senantiasa memperhatikan dan berdasarkan pada Keputusan Presiden tersebut, yang secara mutatismutandis berlaku dalam penyusunan produk hukum daerah. Produk hukumdaerah hams dirancang, disusun dan diberlakukan secara baik dan benar serta berdasarkan prosedur yang sah, sehingga dapat dihasilkan produk hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu adanya standarisasi bentuk produk hukum daerah baik dari segi format,substansi maupun teknis penulisan, sehingga terdapat pembakuan dalam teknik penyusunan produk hukum. 174 ~ PajakdanRetribusiDaerah 4. Penggunaan BahasaPerundang-undangan Prinsip dasar yang dianut setiap peraturan perundang-undangan adalah dapat dikomunikasikan dengan masyarakat. Apabila suatu peraturan perundang-undangan tidak dapat ditransformasikan dengan baik kepada masyarakat, berarti peraturan tersebut kurang ditaati masyarakat. Demikian halnya dengan Peraturan Daerah yang mengatur kehidupan masyarakat suatu Daerah, harus dapat dimengerti/dipahami oleh masyarakat setempat,sehingga hal-hal yang diatur dapat dilaksanakan. Materi yang berisi larangan atau pembatasan terhadap kebebasan masyarakat, apabila tidak bisa dikomunikasikan, tidak mungkin dapat berlaku s ~ c 3 r a efektif. Berfungsinya produk hukum dengan baik menuntut adanya aturanlketentuan yang mudah diketahui secara jelas. Jika aturan/ketentuan itu kabur , maka akan timbul ketidakpastian dalam penerapannya. Hal-hal yang mempengaruhi gagalnya transformasi ide-ide pengaturan pemerintahan dan kemasyarakatan (yang dituangkan) dalam Peraturan Daerah, yaitu : Rancangan Peraturan Daerah tidak mampu mentransformasikan gagasan pengaturannya kedalambahasa perundang-undangan dengan jelas dan dimengerti. Rancangan Peraturan Daerah tidak mampu merumuskan hasil transformasi idenya melalui bahasa perundang-undangan kedalam bahasa yang mudah dan memahami perasaan masyarakat. Karena kelemahan bahasa perundang-undangan itu sehingga materi yang diatur menjadi kaku dan mati. Untukmenghindarijangan sampai timbul kelemahan-kelemahan diatas seorang legal drafter perlu menguasai penalaran (logika) hukum dengan baik, menguasai materi yang akan diatur, dan menguasai bahasa perundang-undangan, selain kemampuan pemahaman perasaan bahasa masyarakat. Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11 175 .5. Pengawasan Terhadap ProdukHukum Daerah , Pasal 113 menyatakan bahwa, "Dalam pengawasan Peraturan Daerah dan Keputusan KepalaDaerah disampaikan kepada Pemerintah selambat-lambatnya 15 hari setelah ditetapkan ". Filosofi hal tersebut mengandung pengertian bahwa pelaksanaan kewenangan daerah otonom perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan dalam kerangka negara kesatuan. Pemerintah Pusat mempunyai wewenang untuk menilai Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah (hanya yang bersifat mengatur) yang telah diundangkan dengan kriteria bertentangan dengan kepentingan umum (norma yang hidup dan berkembang di masyarakat), bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yanglebih tinggi,dan atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya (sejenis atau sederajat). Namun demikian, penilaian yang berimplikasi pembatalan terhadap Peraturan Daerah akan membawa dampak yang sangat luas khususnya Peraturan Daerah yang mengatur mengenai keuangan daerah/pendapatan daerah. 6. KuaIitas ProdukHukum Daerah Untuk mendukung terwujudnya pelaksanaan otonomi daerah, perancang Peraturan Daerah (baik dari eksekutif maupun legislatif) harus mempersiapkan diri dengan memperdalampengetahuan bidang perundang-undangan dan kebijakan publik, sehingga proses penyusunan dan pembahasannya dapat berjalan secara efektif. Upaya pembinaan dan peningkatan kualitas legal drafter Daerah diarahkan agar tersedianya rancangan perundang-undangan bukan penjahit perundang-undangan. Penguasaan materi dan teknik penyusunan Peraturan Daerah, akan membawa dampak positifterhadap perspektifPeraturan Daerah. DASAR TEKNIK PENYUSUNAN Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, tidak dikenallagi adanya pengawasan 176 11 Pajakclan Retribusi Daerah preventif dari Menteri Dalam Negeri terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah sejak proses penyusunan sampai dengan pengundangannya/berlakunya sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah yang bersangkutan: Namun demikian, berdasarkan Pasal 113 dan 114 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan atau peraturan perundang-undangan dapat dicabut atau dibatalkan oleh Pemerintah. Berkenaan dengan itu untuk menghindarkan adanya Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dicabut/dibatalkan oleh Pemerintah, diharapkan adanya sumberdaya manusia yang handal dan mampu menyusun seluruh jenis produk hukum yang dibutuhkan Daerah sebagai realisasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Untuk menyusun dan merumuskan setiap jenis produk hukum Daerah, dituntut adanya pengetahuan aparatur yang memahami teori dan praktek penyusunan produk-produk hukum di Daerah, berupa: -Jenis-jenis produk hukum tingkat Daerah -Kaidah-kaidah hukum -Teknik Penyusunan Produk-produk Hukum -Ragam Bahasa yang dipergunakan -Materi muatan produk-produk Hukum Daerah Dengan adanya pengetahuan dan pemahaman tersebut, maka semua jenis produk hukum di Daerah diharapkan dapat dipenuhi baik kualitas maupun kuantitasnya. Untukmengantisipasi sekaligus mendukung tersedianya SumberDaya Manusia (SDM) di Daerah, Pusat KajianHukumdan KebijakanDaerah Departemen Dalam Negeri membuat manual tentang penyusunanjenis produk-produk hukum di Daerah, yang dalam teknis penyusunannya berdasarkan teori dan pengalaman dari proses pengesahan Peraturan Daerah dan KeputusanKepala Daerah selamaini. Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan DaerahIJ 177 Diharapkan dengan penyusunan manual produk-produk hukum Daerah ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan Aparatur Pemerintah Daerah dalam rangka menyusun Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan kebutuhan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Disamping itu, dengan adanya manual penyusunan produk- produk hukum Daerah, maka tujuan untuk mewujudkan tersedianya sumber daya manusia Pemerintah Daerah yang sesuai dengan kaidah- kaidah legal drafting. Dasar-dasar dalam menyusun produk-produk hukum dengan memperhatikan: Produk-produk hukum yang dibuat harus memperhatikan unsur sosiologis, sehingga setiap produk hukum yang mempunyai akibat atau dampak kepada masyarakat dapat diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan. Landasan filosofis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hakiki ditengah-tengah masyarakat : misal agama. Landasan ekonomis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah, hal-hal yang berlaku dan mencakup berbagai hal yang menyangkut kehidupan masyarakat: misal kehutanan,pelestarian sumberdaya alam. Landasan politis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. JENIS-JENIS PRODUK HUKUM DAERAH Sesuai dengan teori perundang-undangan dikenal adanya jenis produk hukum Daerah, yaitu: 178 I1Pajakdon Retribusi Daerah 1. Peraturan Daerah Propinsi Peraturan Daerah Propinsi adalah peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi , dalam rangka menyelenggarakan kewenangan (Otonomi Daerah) yang diserahkan kepada Pemerintah Propinsi sebagai pelaksanaan dan penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini dipertegas lagi dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. 2. Peraturan Daerah Kabupaten Peraturan Daerah Kabupaten adalah peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten, dalam rangka menyelenggarakan Otonomi Daerah yang diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten sebagai pelaksanaan serta penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, terutama sebagai penjabaran Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Peraturan Daerah Kota Peraturan Daerah Kota adalah peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota, dalam rangka menyelenggarakan Otonomi Daerah yang diserahkan kepada Pemerintah Kota sebagai pelaksanaan dan penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, terutama sebagai penjabaran Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 4. Keputusan Gubemur Keputusan Gubernur adalah peraturan yang ditetapkan sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah Propinsi dan atau atas kuasa peraturan perundangan yang lebih tinggi. Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah11 179 Keputusan Gubernur terdiri dari 2 jenis,yaitu: a. Keputusan yang bersifat mengatur (regelling); b. Keputusan yang bersifat penetapan (beschikking). 5. Keputusan Bupati/Walikota Keputusan Bupati/Walikota adalah peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah KabupatenlKota dan atau atas kuasa dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. . Keputusan Bupati/Walikota terdiri dari 2 jenis, yaitu: a. Keputusan yang bersifat mengatur(regelling); b. Keputusan yang bersifat penetapan (beschikking) . Penjelasan : Keputusan Gubernur atau Keputusan Bupati/Walikota yang bersifat mengatur adalah Keputusanyang materi muatannya mengatur dan mengikat secara umum, maksudnya berlaku bagi setiap subjek hukum yang memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan-ketentuan Keputusan tersebut. Keputusan Gubernur atau Keputusan Bupati /Walikota yang bersifat penetapan adalah Keputusan yang bersifat konkret (nyata), individual dan final. Materi muatannya hanya mengikat hal-hal tertentu,dan tidak mengikat secara umum. 6. Instruksi Gubemur atau Instruksi Bupati/ Walikota. Instruksi Gubernur atau Instruksi Bupatil Walikota adalah jenis produk hukum daerah yang bersifat perintah atau petunjuk teknis kepada bawahan untuk melakukan ketentuan-ketentuan tertentu yang sifatnya konkret (nyata) dan individual. KAIDAH-KAIDAH HUKUM Kaidah-kaidah yang perlu diperhatikandalampenyusunanproduk- produk hukum Daerah adalah: 180 mPajakdan RetribusiDaerah Keharusan adanya kewenangan dari pembuat produk-produk hukum. Setiap produk-produk hukum harus dibuat oleh Pejabat yang berwenang. Kalau tidak, produk-produk hukum itu batal demi hukum (van rechtswegenieting) atau dianggap tidak pernah ada dan segala akibatnya batal secara hukum. Misalnya: Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah atas persetujuan DPRD. Peraturan Daerah yang ditetapkan oleh Kepala Daerah tanpa persetujuan DPRD dengan sendirinya batal demi hukum. Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis produk-produk hukum dengan materi yang diatur,terutama kalau jenis dan materi produk-produk hukum yang bersangkutan diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi atau sederajat, sehingga bila tidak sesuai dengan bentuk, jenis dan muatan yang diatur dapat menjadi alasan bahwa produk hukum tersebut batal demi hukum karena bertentangan dengan landasan yuridis material. Misalnya: Susunan organisasi dan tata kerja Kecamatan harus diatur dalam Peraturan Daerah. Kalau susunan organisasi dan tata kerja Kecamatan hanya diatur dalam bentuk/jenis Keputusan Kepala Daerah, maka Keputusan Kepala Daerah tersebut batal demi hukum (vernietigbaar). Keharusan mengikuti tata cara tertentu. Apabila tata cara tersebut tidak diikuti, maka produk-produk hukum tersebut belum mempunyai kekuatan hukum mengikat dan dapat dibatalkan demi hukum. Misalnya : Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur harus diundangkan dalam Lembaran Daerah, dan jika tidak diundangkan dalam Lembaran Daerah, maka Peraturan Daerah tersebut belurnmengikat. Keharusantidakbertentangan dengan peraturan perundang undangan yang lebihtinggitingkatannya. Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah11 181 -Misalnya : Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah,kalau bertentangan batal demi hukum. TEKNIK PENYUSUNAN PRODUK-PRODUK HUKUM Setiap produk-produk hukum pada umumnya disusun dalam suatu kerangka dengan bentuk struktural sebagai berikut: A. Penamaan/Judul; B. Pembukaan; C. Batang Tubuh; D. Penutup; E. Lampiran (bila diperlukan). Uraian dari masing-masing Substansi Kerangka Produk-produk Hukum adalah: A. Penamaan/Judul 1. Setiap produk hukum mempunyai penamaan/judul 2. Penamaan/Judul produk-produk hukum memuat keterangan mengenai Jenis, nomor,tahun,tentang nama produk hukum yang diatur. 3. Nama produk hukum dibuat singkat dan mencerminkan isi produk-produk hukum. 4. Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca. 5. Judul tidak boleh disingkat dipendekkan dan tidak ada tanda baca. Contoh : Penulis Penamaan/JuduI a) Jenis Peraturan Daerah PERATURANDAERAHKABUPATENBOGOR NOMOR.....TAHUN..... TENTANG PAJAK REKLAME 182 11 Pajak dan Retribusi Daerah Teknik PenyuslUUlll Peraturan Perpajakan Daerah IJ 183 Daerah, dan KeputusanKepala Daerah. Jika konsiderans terdiri lebih dari satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan pengertian, dantiap-tiap pokokpikirandiawali dengan huruf a, b, c, dst dan diakhiri dengantanda titik koma(;).Contoh: Menimbang: d. Dasar Hukum. Dasar Hukum diawali dengan kata "Mengingat" yang harus memuat dasarhukumbagipembuatanprodukhukum. Padabagian ini perlu dimuat pula jika ada peraturan perundang-undangan yang memerintahkan produk hukum itu atau yang mempunyai kaitan langsung denganmateri yang akandiatur. (1) Dasar Hukumdapat dibagi 2yaitu: (a) Landasan yuridis kewenangan membuat produk-produk hukum;dan (b) Landasanyuridis rnateri yangdiatur. (2) Yang dapat dipakai sebagai dasar hukumhanyalahjenisperaturan perundang-undanganyangtingkat derajatnya samaatau lebihtinggi dariprodukhukumyangakan dibuat. Catatan: Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum karma ketiga jenis keputusan tersebut tidak masukjenisperaturan perundang- undangan. (3) Dasar Hukumdirumuskansecarakronologis sesuai denganhierarki peraturanperundang-undangan, atau apabilaperaturanperundang- undangantersebut samatingkatannya, makadituliskanberdasarkan urutantahunpembentukannya, atau apabila peraturanperundang- undangan itudibentuk padatahunyangsama, makadituliskan berdasarkan nomor urutan pembuatan peraturan perundang- undangantersebut. (4) Penulisandasar hukwn(DU, PP,Keppres, danPerda) hams lengkap denganLembaranNegara, TambahanLembaranNegara, l..embaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah. (kalau ada) b) Jenis Keputusan Kepala Daerah KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR. ... TAHUN.... TENTANG TATA CARA PUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR B. Pembukaaan 1. Pembukaan pada Peraturan Daerah, terdiri dari A. Frasa Dengan Rakhmat Tuhan Yang Maha Esa; B. Jabatan Pembentuk Peraturan Daerah; C. Konsiderans; D. Dasar Hukum; E. FrasaDenganPersetujuan DewanPerwakilan Rakyat Daerah; F. Memutuskan; G. Menetapkan. 2. Pembukaan pada Keputusan dan Instruksi Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota terdiri dari: Jabatan pembentuk Keputusan dan Instruksi; 1. Konsiderans; 2. Dasar Hukurn; 3. Memutuskan; 4. Menetapkan. Penjelasan a. Frasa,Kata frasa yang berbunyi Dengan Rakhmat Tuhan Yang Maha Esa merupakan katayang harus ditulis dalam Peraturan Daerah, cara penulisannya seluruhnya huruf kapital dan tidak diakhiri tanda baca.Contoh:DENGANRACHMATTUHANYANGMAHAESA b. Jabatan,Jabatan pembentuk Peraturan Daerah atau Keputusan Gubernur/BupatiIWalikota ditulis dengan hurufkapital dandiakhiri dengan tandabacakoma(,). Contoh:BUPATI BOGOR, c. Konsiderans,Konsiderans harusdiawali dengan kata"Menimbang" yangmemuaturaian singkat mengenaipokok-pokok pikiranyang menjadi latar belakang dan alasan alasan pembuatan Peraturan a. b. c. ......................... ........... , . , .................................... , 184 Pajakdan Retribusi Daerah (5) Jikadasar hukumlebihdari satuperaturan perundang-undangan, makatiap dasar hukum diawali dengan angka arab 1,2,3 dst dan diakhiri dengantandabacatitikkoma (;) , Contoh: PenulisanDasarhukum Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 22Tahun 1999tentang Pemerintahan Daerah(LembaranNegaraTahun1999Nomor60 ,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839.); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2000 tentang (Lembaran Negara Tahun... Nomor . . . , Tambahan Lembaran Negara Nomor. .. ); 3. KeputusanPresiden Nomor 44 Tahun 1999tentangTeknik . \ Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden; 4. Keputusan Menteri Nomor. .. Tahun tentang... ; 5. Peraturan Daerah Nomor ... Tahun tentang . . . (Lembaran Daerah Tahun... Nomor.- Tambahan LembaranDaerahNomor...); e. Frasa Kata frasa yang berbunyi Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi/Kabupaten/Kota, merupakan aturan kata yang harus dicantumkan dalam Peraturan Daerah dan cara penulisannyadilakukansebagai berikut: Ditulis sebelumkata MEMUTUSKAN; (1) Katadenganpersetujuan, hanyahurufawalkata "Dengan" ditulis hurufkapital;dan (2) Kata Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi/Kabupaten/ Kota seluruhnya ditulis hurufkapital. Contoh : Dengan persetujuan DEWANPERWAKILANRAKYATDAERAH PROPINSI/KABUPATENIKOTA. ... f. Memutuskan Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11 185 Kata Memutuskan ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) serta diletakkan ditengah marj in. g. Menetapkan Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf Kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua(:). Contoh: MEMUTUSKAN: Menetapkan : ,; dst. Penulisan kembali nama peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dilakukan sesudah kata Menetapkan,dan cara penulisannya adalah: Menuliskan kembali nama yang tercantum dalam judul; Nama tersebut sebagaimanadimaksud diatas, didahului dengan jenis perundang- undangan yang bersangkutan; Naura dan jenis produk hukum tersebut, ditulis dengan huruf kapital dan diakhiridengantanda bacatitik(.). Pada PeraturanDaerah sebelumkata MEMUTUSKANdicantumkan frasa Denganpersetujuan DEWANPERWAKILANRAKYAT DAERAH Contoh: a. Jenis Peraturan Daerah MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANGPAJAKREKLAME. b. Jenis Keputusan Kepala Daerah MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSANBUPATI BOGOR TENTANG TATA CARA PUNGUTAN PAJAK REKLAME. 186 mPajakdanRerribusi Daerah Catatan: Contoh Pembukaan produk-produk hukum secara keseluruhan dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Peraturan Daerah 1) PeraturanDaerahPropinsi. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNURJAWA BARAT, Menimbang : a ; b . c dst Mengingat : 1.. . 2 .. 3 dst Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI JAWA BARAT MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT TENTANG PAJAK REKLAME. 2) Peraturan Daerah Kabupaten DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a . b . c dst Mengingat : 1 . '1 .., . 3 ~ dst Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11 187 . Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOGOR MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG PAJAK REKLAME. 3) Peraturan Daerah Kota DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a . b ; . c dst Mengingat : 1 . 2 ; . 3 .. 4 dst.; Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BOGOR, MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR TENTANG PAJAK REKLAME b. Keputusan Kepala Daerah 1) Keputusan Gubemur. GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a . b . c dst 188 ~ PajakdonRetribusi Daerah Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah11 189 ' Menimbang Untuk: PERTAMA: KEDUA: 2) InstruksiBupati. c. Instruksi Kepala Daerah 1) Instruksi Gu bernur GUBENUR JAWA BARAT, Menimbang : a . b . c dst Mengingat : 1 ; . 2 . 3 dst MENGINSTRUKSIKAN: Kepada : 1 . 2 . 3 dst BUPATIBOGOR, a . .b . c dst 1 . 2 . 3 dst MENGINSTRUKSIKAN: 1. . 2 . 3 . Menimbang Mengingat Kepada a . b . c dst Mengingat : 1 . 2 . 3 dst MEMUTUSKAN: . Menetapkan: KEPUTUSAN WALIKOTA BOGOR TENTANG TATA CARA PUNGUTAN PAJAK DAERAH. Mengingat : 1 . 2 . 3 dst MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN GUBENUR JAWA BARAT TENTANGTATA CARA PUNGUTANPAJAK DAERAH 2) Keputusan Bupati BUPATI BOGOR, Menimbang : a , ~ . , b . c dst Mengingat : 1 . 2 . 3 dst MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN BUPATI BOGOR TENTANG TATA CARA PUNGUTAN PAJAK DAERAH. 3) KeputusanWalikota WALIKOTA BOGOR, 190 mPajakdanRetribusiDaerah Teknik PenyuslUUl1l Peraturan Perpajakan Daerah 11 191 c . Mengingat : 1 dst MENGINSTRUKSIKAN Untuk: PERTAMA: KEDUA : 3) Instruksi Walikota. WALIKOTA BOGOR, Menimbang Kepada Untuk: PERTAMA: KEDUA: a . b . : . 1.. ; 2.. ; 3.. ; 4. Ketentuan Peralihan (kalau ada); dan 5. Ketentuan Penutup. 2. Pengelompokkan materi produk-produk hukum dalam Bab, Bagian dan Paragraftidak merupakan keharusan. Jika Peraturan Daerah mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas danMempunyai banyak pasal, maka pasal-pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi Bab, Bagian dan Paragraf.Pengelompokkan materi-materi dalam Buku Bab, Bagian dan Paragraf dilakukan atas dasar kesamaan kategori atau kesatuan lingkup isi materi yang diatur. Urutan penggunaan kelompok adalah: 1. Bab dengan pasal-pasal, tanpa bagian dan paragraf; 2. Bab dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf 3. Bab dengan bagian dan paragraf yang terdiri dari pasal- pasal 3. Tata cara penulisan Bab, Bagian, Paragraf Pasal dan ayat ditulis sebagai berikut: 1. Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan Judul Bab semua ditulis dan huruf kapital . Contoh: C. Batang Tubuh Batang Tubuh suatu produk-produk hukum memuat semua materi produk-produk hukum yang dirumuskan dalampasal-pasal dan diktum- diktum.Produk-produk hukum yang batang tubuhnyadirumuskandalam pasal-pasal adalah jenis Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur (Regelling) sedangkan jenis keputusan yang bersifat ketetapan (Beschikking) dan instruksi batang tubuhnya dirumuskan dalamdiktum-diktum. Uraian masing-masingbatang tubuh jenis produk-produk hukum adalah: 1. Batang Tubuh Peraturan Daerah 1. Peraturan Daerah, pengelompokkan batang tubuh terdiri atas: 1. Ketentuan Umum; 2. Materi yang diatur; 3. Ketentuan Pidana (kalau acta); BABI KETENTUANUMUM 2. Bagiandiberi nomor urut denganbhangan yang ditulis denganhuruf dan diberi judul . Hurufawal kata bagian, urutan bilangan, danjudul bagian ditulis dengan huruf kapitalkecualihuruf awaldarikata partikel yang tidak terletak pada awal frasa . Contoh: BAB 11 ( J n l J I ) ~ BAB....) Bagian Kedua Kepala Dinas dan Wakil Kepala Dinas 3. Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judu L Huruf awal dalamjudul paragraf, dan huruf awal judul paragraf 192 mPajakdonRetribusiDaerah ditulis dengan huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan huruf keeil Contoh: Bagian Ketiga ( Judul Bagian ) Paragraf 1 Taman Kota dan Rekreasi 4. Pasal adalah satuan aturan dalam produk-produk hukum yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat. Materi Peraturan Daerah lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas daripada kedalam beberapa pasal yang panjang dan rnemuat beberapa ayat keeuali ejika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Usakan rumusan materi Pasal eukup dalam satu kalimat. Hindarkan perumusan Pasallebih dari satu kalimat. Pasal diberi nomor urut dengan angka arab, dan huruf awal kata pasal ditulis dengan huruf kapital. Contoh: Pasal5 5. Ayat adalahmerupakanrineiandari pasal, penulisannyadiberi nomor urut dengan angka arab diantara tanda baea kurung tanpa diakhiri tandabaca. Satuayat hanya mengatur satuha! dandirumuskandalam satu kalimat. Pasal21 6. Kepala Dinas berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah 7 . 8. Jika satu pasal atau ayat memuat rineian unsur, maka disamping dirumuskan dalam bentuk kalimat yang biasa, dapat pula dipertimbangkan penggunaan dalam bentuk tabulasi. Contoh: Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah11 193 Pasal Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat nama wajib pajak, atau nama wajib dan penanggungpajak besarnya pajak,dan perintah untuk membayar. Isi pasal inidapat lebih mudah dipahami dan jika dirumuskan sebagai berikut: Surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat: 9. Nama wajib pajak,atau nama wajib pajak dan penanggung pajak; 10. Besarnya utang pajak; dan 11. Perintah untuk membayar. Dalam membuat rumusan Pasal atau ayat dengan tabulasi hendaknya diperhatikan hal-halsebagai berikut: 12. Setiap rincian harus dapat dibaea sebagai satu rangkaian kesatuan dengan kalimat pembuka; 13. Setiap rincian diawali dengan huruf abjad kecil; 14. Setiaprinciandiakhiridengantanda baca titikkoma (;); 15. Jika suatu rincian dibagi lagi kedalam unsur yang lebih kecil, maka unsur yanglebihkeeil dituliskanagak kedalam; 16. Kalimatyangmasihmempunyairincian lebihlanjut diberi tandabaea titikdua 0 17. Pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat.Jika rineian lebih dari empat tingkat, maka perlu dipertimbangkan pemeeahan pasal yang bersangkutan kedalam beberapa pasal. Jika unsur atau rincian dalamtabulasi dimaksudkan sebagai rincian yangkwnulatif, makaperluditambahkankatadandibelakang rineiankedua dari belakang. Jika rineian dalamtabulasi dimaksudkan sebagai rincian yangalternatif, makaperluditambahkan kataataudibelakang rinciankedua daribelakang. Contoh: a. Tiap-tiaprincianditandaidenganhurufa,dst. (3) ; . ........... .................... ... ...... 194 ' ~ Pajak dan Retribusi Daerah ~ Teknik Penyusunan Peraturall Perpajakan DaerahIJ 195 sub dari (perincian sub ayat) .. a) b) c) ISI sub ayat. . 1. 2. 3. 1) Perincian mendetail ayat) . 2) . Penjelasan masing-masing kelompok batang tubuh adalah : (Judul Paragrat) Pasal21 (1) (isi ayat) . (2) (isi ayat) . Perincian ayat a. . . b. .. . a. Ketentuan Umum Ketentuan umum diletakkan dalam Bab pertama atau dalam Pasal pertama, jika dalam produk hukum itu tidak ada pengelompokkan dalam bab. Ketentuanumumberisi : 1. batasandari pengertian; 2. singkatanatau akronimyang digunakan dalamproduk hukum; 3. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal- pasal berikutnya. Jika ketentuanumum berisi lebih dari satu hal, maka setiap batasan dari pengertian dan singkatan atau akronim diawali dengan angka arab dan diakhiri dengan tanda baca titik (.). BABI KETENTUANUMUM Pasall (isi pasal 1 ) (isi pasal) BAB 11 (Judul Bab) Pasal 1. 2. 3. BABIII (Judul Bab) Bagian Pertama (Judul Bagian) a) b) c) 1) .. 2) . 3) . Gambaran penulisan kelompok Batang Tubuh secara keseluruhan adalah: a . b. c . a , b , b. Jika suatu rincian ayat memerlukan perincian lebih lanjut, maka perincian itu ditandai dengan angka 1,2,dst. (4) ,. Paragraf 196 11 Pajak donRetribusi Daerah Contoh : Pasall Dalam Peraturan Daerah ini,yang dimaksud dengan : 1. PemerintahDaerahadalahPemerintahDaerahKabupatenBogor 2. . . 3. .. . Urutan pengertian atau istilah dalam bab ketentuan umum hendaknya mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. Pengertian atau istilah yang ditemukan lebih dahulu dalam materi yang diatur ditempatkan teratas. b. Jika pengertian atau istilah mempunyai hubungan atau kaitan dengan pengertian atau istilah terdahulu, maka pengertian atau istilah yang ada hubungannya itu diletakkan dalam satu kelompok (berdekatan) . c. Singkatan sesuatu penamaan dengan kalimat. Contoh : "yang selanjutnya disebut DPRD" b. Ketentuan Materi yang akan diatur Materi yangdiatur dalamproduk-produk hukumadalahsemuaobyek yang diatur secara sistimatikasesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yangdipergunakan. Materi yang diatur dalam suatu produk-produk hukum hams memperhatikan dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang ada, seperti: 1. Landasan hukum materi yang diatur, dalam menyusun materi suatu produk hukum, harus memperhatikan dasar hukumnya.Misalnya : o BidangOrganisasi. SusunanOrganisasidanTatakerjaKecamatan hams diatur dalamPeraturan Daerah Pasal61 ayat (5) Undang- undangNomor22Tahun 1999tentangPemerintahDaerah); Kalau susunanorganisasiKecamatantersebutdiatur denganKeputusan Kepala Daerah batal demi hukum (vernietigbaar). o Bidang Pajak Daerah. Pajak Daerah berdasarkan _Pasal 6 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997pengaturannya hams memiliki ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah lJ 197 c. Pajak Daerah hams ditetapkan dengan Peraturan Daerah. d. Peraturan Daerah tentang Pajak tidak dapat berlaku surut. e. Peraturan Daerah tentang Pajak sekurang-kurangnya ketentuan mengenai: 1. nama, objek dan subjek pajak; 2. dasar penggunaan, tarif dan cara penghitungan pajak; 3. wilayah pemungutan; 4. nama pajak; 5. penetapan; 6. tata cara pembayaran dan penagihan; 7. kadaluarsa; 8. sanksi administratif/ pidana; 9. tanggal mulai berlakunya f. Juga dapat mengatur mengenai: 1. pemberian pengurangan kurungan dan perriberian dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya; 2. tatacarapenghapusanpiutangpajak yangkadaluarsa; 3. asas timbal balik. Ketentuan-ketentuan huruf a,b,c dan d adalah merupakan acuan materi muatan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah, yang penulisannya hams sesuai dengan norma-norma dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah. Misalnya Pengenaan tarif pajak hams sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Undang - Undang Nomor18 Tahun 1997. Penatapan tarif dalamperaturan Daerah yang melebihi ketentuan Pasal 3 tersebut dianggap bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi dan akibatnya Peraturan Daerah yang bersangkutan hams dicabut atau dibatalkan. g. Bidang Retribusi Daerah. Retribusi Daerah berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah 198 mPajakdan Retribusi Daerah dan Retribusi Daerah, pengaturannya harus memenuhiketentuan- ketentuan sebagai berikut: 1. Retribusi Daerah harus ditetapkandenganPeraturanDaerah. 2. Peraturan Daerahtentang Retribusi tidak dapat berlaku surut. 3. Peraturan Daerah sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai: 1. nama,objek dan subjek retribusi; 2. golongan retribusi, apakah : Jasa Umum, Jasa U saha atau Perizinan Tertentu; 3. cara mengukurtingkat penggunajasa yangbersangkutan; 4. prinsipyangdianutdalampenerapanstrukturdanbesarnya tarif retribusi; 5. struktur dan besarnya tarif retribusi; 6. wilayah pemungutan; 7. tata cara pemungutan; 8. sanksi administrasi/pidana; 9. tata cara penagihan; 10. tanggal mulaiberlakunya. 4. Juga dapat mengatur mengenai: 1. masa retribusi: 2. pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya; 3. tata cara penghapusanpiutang retribusi yang kadaluarsa. Ketentuan-ketentuan a, b, c dan d adalah merupakan kerangka acuan materi muatan Peraturan Daerahtentang retribusi yangpenilaiannya harus sesuai dengannorma-normadan prinsip-prinsip yangterkandung dalamUndang-undang Nomor 18Tahun 1997danPeraturan Pemerintah Nomor20Tahun1997tentang Retribusi Daerah. Misalnya 5. JasaUmum. Prinsip dansasarandalampenetapantarifRetribusi Jasa Umum didasarkan pada kebijaksanaan Daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang berangkutan, TeknikPenyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11 199 kemampuan masyarakat dan aspek keadilan (Pasal6 pp No. 20 tahun 1997). 6. Jasa Usaha. Prinsipdan sasarandalampenetapanbesartatarif Retribusi Jasa Usaha pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layaksebagaimana keuntungan yang pantas diterimaolehpengusaha swastasejenis yangberoperasi secara efisiendan berorentasi pada harga pasar (Pasal 7 pp No.20 Tahun 1997). 7. Perizinan Tertentu. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberianizinyangbersangkutan(Pasal8 pp No. 20 Tahun 1997).Catatan: 1. Penentuan tarif retribusi Jasa umum dalam peraturan Daerah yang tidak berdasarkanperhitungankemampuan masyarakat dan aspek keadilan, dianggap bertentangan denganperaturanperundang-undangan yang lebihtinggi, sehingga Peraturan Daerah yang bersangkutan dapat dicabut atau dibatalkan. 2. Kalau ada suatumateri yangakandiatur dalamprodukhukum di Daerah, yang tidakadalandasan yuridis secarategas dalam suatu peraturan perundang-undangan atau tidak ada perintah secara tegas dari suatu peraturan perundang- undangan tertentu mengenai ketentuan yang membebani masyarakat harus diatur dalamPeraturanDaerah. 2).TatacarapenulisanMateri yang diatur adalah: a. Materi yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuanumumatau setelahpasal-pasal ketentuanumumjika tidakadapengelompokkandalambab. b. Dihindari adanyabab tentang ketentuan lain-lain. Materi yangakan dijadikan materiketentuan lain-lain, hendaknya ditempatkan dalamkelompokmeteri yang diatur denganjudul yangsesuaidenganmateri tersebut. 200 mPajakdanRetribusi Daerah Ketentuan lain-lain hanya dicantumkan untuk ketentuan yang benar-benar lain dari materi yang diatur, namun masih mempunyai kaitan dan perlu diatur. Penempatan bab ketentuan lain-lain dicantumkan pada bab atau pasal terakhir sebelumbab ketentuan pidana. C. Ketentuan Penyidikan Ketentuan penyidikan adalah merupakan penegasan atau penunjukan Pejabat Penyidikatas pelanggaran terhadap Peraturan Daerah. Ketentuan penyidikan ditempatkan setelah ketentuan pidana. Catatan: Ada atau tidak ada ketentuan penyidikan terhadap pelanggaran, larangan dan kewajiban dalam materi yang diatur tergantung ada dan tidak adanya ketentuan pidana. Kalau ketentuan pidana ada, maka ketentuan penyidikan ada, dan jika ketentuan pidana tidak ada, maka dengan sendirinya ketentuan penyidikan tidak ada. Contoh: BAB. .. KETENTUANPENYIDlKAN Pasal.... a. Penyidikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal .... (Pasalketentuanpidana) .... dilakukanolehPejabatPenyidikPegawai Negeri Sipil (PPNS) sesuaidengan wilayah hukum yang ditentukan. b. Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat(l) adalah : 1. . . 2 . d. Ketentuan Pidana Ketentuan Pidana tidak mutlak harus ada dalam suatu Peraturan Daerah. Ada atau tidak ada ketentuan pidana tergantung pada kaidah- kaidah dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan.(ada larangan dan kewajiban) Ketentuan pidana berkaitan dengan adanya kaidah larangan atau perintah yang memuat Undang-undang atau kebijakan Pemerintah Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah11 201 .Daerah berdasarkan Undang-undang harus dipertahankan ketentuan pidana tersebut. Disamping ketentuan pidana dapat juga dirumuskan sanksi administratif (Misalnya Pencabutan izin atau upaya paksa). Dalam merumuskan ketentuan pidana,yang harus perlu diperhatikan adalah: c. Rumusan pidana harus berpegang pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau azas-azas umum Kitab Undang-undang Hukum Pidana Buku 1, yang menyatakan bahwa ketentuan dalam Buku 1 berlaku juga bagi perbuatan yang dipidana menurut peraturan perundang-undangan lain kecuali oleh Undang-undang ditentukan lain. d. Dalam merumuskan ancaman pidana harus memenuhi unsur- unsur: 1. Penyebutan subjek pidana yaitu setiap orang atau badan hukum. 2. Penyebutan sifat perbuatan apakah sengaja atau kelalaian, dirumuskan sebagai berikut : a. Setiaporang yangdengan sengaja. b. Setiap orang yang karena kelalaiannya. c. Penyebutanjenis perbuatan pidana,apakah kejahatan atau pelanggaran. Penyebutanjenis perbuatan pidana dipisahkan dalam ayat atau pasal tersendiri. Contoh: 1. Perbuatan(tindak) pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal ..... dan seterusnya adalah kejahatan .. 2. Perbuatan (tindak) pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. Penyebutanjenis pidana ini bertalian dengan sistem hukumpidana Indonesia yang masih membedakan antara kejahatan dan pelanggaran. Apabila KUH Pidana yang baru tidak membedakan lagi antara kejahatandanpelanggaran, makapenyebutanpidana tidak diperlukan lagi. 3. Penyebutan ancaman lamanya pidana kurungan atau besarnya denda yang disebutkan adalah ancaman maksimum. Untuk pidana badan disebutkan paling 2 0 ~ 11 PajakdonRetribusi Daerah lama, sedangkan untuk pidana denda disebutkan pal- ingbanyak. 4. Ketentuan pidana ditempatkan dalam bab tersendiri, yaitu BAB KETENTUAN PIDANA yang letaknya sesuai dengan materi yang diatur atau sebehim KETENTUAN PERALIHAN. Jika ketentuan peralihan tidak ada maka letaknya sebelum BAB KETENTUAN PENUTUP. Contoh: BAB . KETENTUAN PIDANA Pasal . e . Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal . - dan dipidana dengan pidana kurungan paling lama atau Benda ? paling banyak Rp . f . Setiap orang atau badan hukum yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan dalam Pasal .. . , dan dipidana dengan pidana kurungan paling lama atau denda paling banyak Rp ( ). g. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) adalah pelanggaran. e. Ketentuan Peralihan Ketentuan peralihan timbul sebagai cara mempertemukan antara asas mengenai akibat kehadiran peraturan baru dengan keadaan sebelumperaturan baru itu berlaku. Pada asasnya pada saat peraturan barn berlaku, maka semuaperaturanlamabeserta akibat-akibatnya menjadi tidak berlaku. Kalau azas ini diterapkan tanpa memperhitungkan keadaan yang sudahberlaku, makadapat timbul kekacauanhukum, ketidakpastian hukum atau kesewenang-wenangan penerapan hukum. Untuk menampung akibat berlakunya peraturan baru terhadap peraturan lama atau pelaksanaan peraturan lama, diadakanlah ketentuan atau aturan peralihan. Dengan demikian, ketentuan peralihan berfungsi: Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan DaerahIJ 203 .h. Menghindari kemungkinan terjadinya kekosongan hukum atau kekosongan produk hukum tingkat Daerah (Rechtsvacuum). i. Menjamin kepastian hukum (Rechtszekerheid) . j . Perlindungan hukum (Rechtsbescherming) , bagi rakyat atau kelompok tertentu atau orang tertentu. Jadi, pada dasarnya, ketentuan peralihan merupakan "penyimpangan" terhadap peraturan baru itu sendiri.Suatu penyimpangan yang tidak dapat dihindari (Necessaryevil) dalam rangka mencapai atau mempertahankan tujuan hukum secara keseluruhan (ketertiban, keamanan dan keadilan). Penyimpangan ini hanya bersifat sementara, karena itu dalam rumusan ketentuan peralihan harus dimuat keadaan atau syarat-syarat yang akan mengakhiri masa peralihan tersebut. Keadaan atau syarat tersebut dapat berupa pembuatan peraturan pelaksanaan baru (dalam rangka melaksanakan peraturan baru) atau penentuan jangka waktu tertentu atau mengakui secara penuh keadaan yang lama menjadi keadaan baru. f. Ketentuan Penutup Ketentuan Penutup merupakan bagian terakhir Batang Tubuh suatu produk hukum, yang biasanyaberisi ketentuan-ketentuansebagai berikut: k. Penunjukkan organ atau alat perlengkapan yang diikutsertakan dalam melaksanakan produk-produk hukum yang termasukjenis peraturan perundang-uridangan, yaitu berupa: 1. Pelaksanaan sesuatu yang bersifat menjalankan (eksekutif), yaitu menunjukpejabat tertentu yang diberi kewenangan untuk melaksanakanhal-hal tertentu. 2. Pelaksanaan sesuatu yang bersifat mengatur (legislatif), yaitu pendelegasian kewenangan untuk membuat peraturan pelaksanaan bagi produk-produk hukum yang bersangkutan dengan pejabat atau badan tertentu. 1. Nama singkatan (citeertitel) m. Ketentuan tentang saat mulai berlakunya produk-produk hukum yang bersangkutan. Ketentuan berlakunya suatu produk-produk hukum dapat melalui cara-cara sebagai berikut: 204 \1 Pajakdon Retribusi Daerah 1. Penetapan mulai berlakunya produk-produk hukumpada suatu tanggal tertentu. 2 . Saat mulai berlakunya produk-produk hukumtidak dapat harus sama untuk seluruhnya. Untuk beberapa bagian dapat berbeda. n. Ketentuan tentang pengaruh produk-produk hukum yang baru terhadap produk-produk hukum yang lain. 2. Batang Tubuh Keputusan Kepala Daerah: a. Yang bersifat Mengatur(Regelling) o. Batang Tubuh Keputusan Kepala Daerah memuat semua materi yang akan dirumuskan dalam pasal-pasal. p. Pengelompokkan dalambatang tubuh terdiri atas: 1. Ketentuan Umum ; 2. Materi yangdiatur ; 3. Ketentuan Peralihan (kalau ada). Contoh : Ketentuan pidana dengan ketentuan penyidikan tidak dimuat dalam Keputusan Kepala Daerah. q. Materi muatan Keputusan Kepala Daerah adalah merupakan pelaksanaan dari Peraturan Daerah atau delegasi dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. r. Tatacara perumusan dan penulisan materi muatan batang tubuh Keputusan Kepala Daerah, sama halnya dengan tatacara perumusan dan penulisan materi muatan Peraturan Daerah . s. Kerangka Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur (Regelling) sebagaimana tercantumdalamLampiranII. b. Yang bersifat Penetapan (Beschikking). t Batang tubuh Keputusan Kepala Daerah yang bersifat penetapan (Beschikking) memuat semua materi muatan keputusan yang dirumuskan dalam Diktum-diktum. u. Pengelompokkan dalam batang tubuh terdiri atas materi yang diatur. contoh: Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan DaerahIJ 205 ' PERTAMA : . KEDUA: . v. Diktum terakhir menyatakan Keputusan dinyatakan telah berlaku pada tanggal ditetatpkan. Catatan : Ketentuan Umum dan Ketentuan Peralihan tidak perlu ada dalam batang tubuh, karena Keputusan Kepala Daerah yang bersifat Penetapan adalah konkrit, individual dan final (Misalnya Keputusan Pengangkatan Pegawai dalam Jabatan). w. Kerangka Keputusan Kepala Daerah yang bersifat penetapan (Beschikking) sebagaimana tercantum dalam Lampiran angka 2. 3. Batang Tubuh Instruksi Kepala Daerah. x. Batang tubuh Instruksi Kepala Daerah memuat semua materi yang akan dirumuskan dalam Diktum-diktum. y. Pengelompokkan dalam batang tubuh yaitu materi yang ditetapkan. z. Materi muatan batang tubuh Instruksi Kepala Daerah; seluruhnya bersifat perintah. aa. Kerangka Instruksi Kepala Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran. Contoh: BATANG TUBUH PRODUK-PRODUK HUKUM 1) Batang Tubuh Peraturan Daerah Propinsi, Kabupaten atau Kota BAB I KETENTUAN UMUM Pasall Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: bb. Daerah adalah cc. Kepala Daerah adalah dd. POAM adalah ee. . ... dst. 206 ~ PajakdonRetribusi Daerah BAB 11 SUBJEK DAN OBJEK RETRIBUSI Pasal2 Pasal3 (1) .. (2) .. BABIII (JuduIBAB) Pasal . (1) . (2) . BAB . KETENTUAN PENYIDlKAN Pasal . (1) . (2) . (3) . BAB ..... KETENTUAN PIDANA Pasal ... (1) . (2) . BAB . KETENTUAN PERALIHAN Pasal . (1) . (2) . BAB . KETENTUAN PENUTUP Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah11 207 (1) ...... Pasal .... (2) . ...... .. ...... ..............................:: ' ::' ::: . 2) Batang Tubuh Keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota yang bersifat mengatur (regeling) adalah: BABI . Pasall D. Penutup Penutup suatu produk-produk hukum mernuat hal-hal sebagai berikut: 1. Perintahpengundangan Peraturan Daerah atau KeputusanKepala Daerah, Bupati atauWalikota dan penempatannya dalamLembaran Daerah. 2. Rumusanperintahpengundangan, berbunyi sebagai berikut: Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan (namajenis Peraturan Daerah atau Keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota) ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah (nama Daerah yang bersangkutan). 3. Penandatanganan penetapan PeraturanDaerahdanatauKeputusan Gubernur, Bupati atau Walikota, memuat: 1. Kata "penetapan"jugadipakai padajenisKeputusandan Instruksi Gubemur, Bupati atauWalikota. Contoh: 1) Pengesahan Ditetapkandi Cibinong pactatanggal .. BUPATIBOGOR dto EDDIE YOSO MARTADIPUTRA 208 ~ Pajakdon Retribusi Daerah 2) Penetapan Ditetapkan di Bogor pada tanggal . WALIKOTA BOGOR dto H. EDDY GUNADI 4. Pengundangan Peraturan Daerah atau Keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota, memuat: 1. Rumusan tempat tanggal pengundangan diletakkan sebelah kiri (dibawah penanda tanganan penetapan). 2. Namajabatan ditulis dengan hurufkapital dan pada akhir kata diberi tanda baca koma (,). 3. Namalengkappejabatyangmenandatangani, ditulis denganhuruf kapital. Contoh: DiundangkandiBogor padatanggal . SEKRETARISDAERAH KOTA BOGOR, dto NamaTerang 5. Pada akhir bagian penutup dicantumkan Lembaran Daerah yang bersangkutan yang memuat tahun dan nomor serta ditulis dengan huruf kapital, Contoh:LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGORTAHUN2000NOMOR54 6. Penulisan tahun dan nomor dalam Lembaran Daerah, merupakan bukti bahwa Peraturan Daerah atau Keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota telah diundangkan. 7. Peraturan Daerah atau Keputusan Gubernur, . Bupati atau Walikota yang ditetapkan tanpa diundangkan dalam Lembaran Daerah tidak mempunyai daya laku dan mengikat atau tidak mempunyai kekuatan hukum. Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan DaerahIJ 209 "E. Penjelasan Adakalanya suatu peraturan/produk hukum memerlukan penjelasan, baik penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi pasal, Produk Hukum Daerah yang memerlukan penjelasan pada umurnnya adalah jenis produk hukum Daerah yang bersifat mengatur baik Peraturan Daerah maupun Keputusan Kepala Daerah. Pada bagian penjelasan umum biasanya dimuat politik hukum yang melatar belakangi penerbitan produk hukum yang bersangkutan. Pada bagian penjelasan pasaI demi pasal dijelaskan materi dari norma- norma yang terkandung di dalam setiap pasal didalam batang tubuh. Hal-hal yangperIudiperhatikandalampenjelasanadalah: 8. Pembuat produk-produk hukum di Daerah dihindarkan menyandarkan argumentasi pada penjelasan,tetapi harusberusaha membuat produk hukum yang dapat meniadakan keragu-raguan. 9. Naskah penjelasan disusun (dibuat) bersarna-sarna dengan rancangan produk hukum yang bersangkutan. 10. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran atau materi tertentu. Penjelasan tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk rnembuat produk hukum Iebih Ianjut . Oleh karena itu jangan membuat norma dalam penjelasan. 11. Judul penjelasan sama dengan judul produk-produk hukum yang bersangkutan. Contoh PENJELASAN ATAS PERATURANDAERAHKABUPATENBOGOR NOMOR ... TAHUN... TENfANG PAJAKREKLAME 12. Penjelasan terdiri dari atas penjelasan umum dan penjelasan pasaI, pembagiannya dirinci dengan angka Romawi. 210 11 Pajakdan Retribusi Daerah 13. Penjelasan umum memuat uraian sistimatis mengenai latar belakang pokok-pokok pernikiran, maksud dan tujuan penyusunan produk hukum serta pokok-pokok atau asas yang dibuat dalam produk hukum. Pada penjelasan umum dapat memuat alasan atau pertimbangan dari aspek filosofis, sosiologis atau politis. 14. Bagian-bagian dari penjelasan umum dapat diberi nomor dengan angka Arab. Jika hal itu lebih memberikan kejelasan PENJELASAN UMUM 1. Dasar pemikiran. 2 .. 3 . 15. Tidakbolehbertentangandenganapayangdiaturdalammateriproduk- produkhukum. 16. Tidak boleh memperluas atau menambah norma yang sudah ada dalam batang tubuh produk hukum. . 17. Tidak boleh sekedar pengulangan semata-matadari materi produk hukum. 18. Tidak boleh memuat istilah atau pengertian yang sudah dimuat dalam ketentuan umum. 19. Beberapa pasal yang tidak memerlukan penjelasan, disatukan dan diberi keterangan cukupjelas. Contoh Pasal 5 cukup jelas . Pasal7 sampai dengan PasallOcukupjelas. 20. Padaakhirnaskahpenjelasandimuat keterangan tentangpenempatan dalamTambahanLembaranDaerahyangditulis denganhurufkapital dandiikuti nomorurutpenempatantanpatahunpengeluaranyangditulis denganangkaArab. Contoh: TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGORNOMOR 115 PERUBAHAN PRODUK-PODUK HUKUM DAERAH Perubahan suatu Produk Hukum Daerah meliputi: Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah11 211 . 1. Menambah atau menyisipkan ketentuan baru, menyempurnakan atau menghapus ketentuan yang sudah ada, baik yang berbentuk Bab, Bagian, Paragaraf, Pasal, ayat maupun perkataan, angka, huruf, tanda baca dan lain-lainnya. 2. Mengganti suatu ketentuan dengan ketentuan lain, baik yang berbentuk Bab, Bagian, Paragraf, Pasal, ayat maupun perkataan, angka, huruf,tanda baca dan lain-lainnya. Dalam mengadakan perubahan terhadap suatu produk hukum Daerah, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Perubahan suatu produk hukum Daerah dilakukan olehpejabat yang berwenang membentuknya ,berdasarkan prosedur yang berlaku dan dengan suatu Peraturan Daerah. b. Perubahan suatu produk hukum Daerah diharapkan dilakukan secara baik tanpa mengubah sistematika peraturan perundang- undangan yang diubah. c. Dalam suatu peraturan perubahan, hendaknya dalam perumusan penamaan disebut peraturan perundang-undangan mana yang diubah dan perubahan yang diadakan itu adalah perubahan yang keberapa kalinya. Contoh: (perubahan yang pertama kali) PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR ... TAHUN... TENTANG PAJAK PEMBANGUNAN I (perubahan selanjutnya) PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR .... TAHUN ..... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR ..... TAHUN...TENTANG PAJAK PEMBANGUNAN I 212 mPajakdonRetribusiDaerah d. Dalam konsiderans Menimbang suatu produk hukum Daerah yang diubah harus dikemukakan alasan-alasan atau pertimbangan- pertimbangan lainnya mengapa peraturan yang lama perlu diadakan perubahan. e. Batang tubuh suatu produk hukum Daerah yang diubah hanya terdiri atas dua pasal yang ditulis dengan angka romawi, dimana pasal-pasal tersebut dimuat ketentuan sebagai berikut: 1. Pasal I memuat segala sesuatu perubahan, dengan diawali penyebutan produk hukum daerah yang diubah, dan urutan perubahan-perubahan tersebut hendaknya ditandai dengan huruf besar A,B,C dan seterusnya. 2. Pasal 11 memuat ketentuan mengenai mulai berlakunya peraturan perubahan tersebut. f . Apabila sutau produk hukum Daerah sudah mengalami perubahan berulangkali, sebaiknya produk hukum Daerah tersebut dicabut dan diganti dengan produk hukum Daerah yang baru. g. Apabila mengubah suatuproduk hukum Daerah secara besar- besaran, maka demi kepentingan pemakai produk hukum Daerah tersebut, sebaiknya lebih baik apabila dibentuk dengan produk hukum Daerah yang baru. h. Cara-cara merumuskan perubahan produk hukum Daerah dalam Pasal I undang-undang perubahan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Apabilasuatu BAB,bagian,pasalatauayatakandihapuskan, angka satunomorpasal ituhendaknyatetapdituliskan,tetapi tanpaisi,hanya dituliskandihapuskan. Contoh: BAB V Pasal15 dihapuskan. 2. Apabila diantara dua pasal akan disisipkan suatu pasal baru yang tidak merupakan suatu penggantian dari suatu pasal yang telah dihapuskan itu, maka pasal baru itu tidak dapat ditempatkan pada tempat pasal yang dihapuskan. Dalam penulisannya pasal baru itu ditempatkan diantara kedua pasal tersebut dan diberi nomor sesuai dengan pasal yang terdahulu dan ditambahkan dengan huruf A (besar). Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah lJ 213 'Contoh: Apabila diantara pasal 14 dan 15 akan disisipkan pasal baru maka pasal baru itu dituliskan dengan pasal14 A. 3. Apabila diantara dua ayat akan disisipkan ayat baru, maka ayat baru tersebut ditempatkan diantara kedua ayat yang ada, dan diberi nomor sesuai dengan ayat yang terdahulu dengan menambahkan huruf a. Contoh: Apabiladiantaraayat (1)dan ayat (2) akandisisipkansuatuayat baru, makadiletakkandiantara ayat(l) dan ayat(2) dan dituliskan ayat (la). 4. Apabila suatu perubahan itu mengenai suatu peristilahan yang merupakansuatukesatuanmakna, maka perubahannyaharuslah diusahakan agar tidak menimbulkan suatu pengertian baru. Contoh: Jika istilah "urusan perdagangan dalam negeri" akan diubah menjadi "urusan perdagangan luar negeri", maka janganlah hanya mengubah perkataan "dalam" menjadi "luar", tetapi seyogyanya perubahan tersebut dilakukan sebagai berikut "urusan perdagangan dalam negeri" diganti dengan urusan perdagangan luar negeri". PENCABUTAN PRODUK-PRODUK HUKUM DAERAH a. Pencabutan dengan penggantian Suatu pencabutan dengan penggantian terjadi apabila suatu produk hukum Daerah yang ada digantikan dengan suatu produk hukum Daerah yang baru. Bentuk luar (kenvorm) dari produk hukurn Daerah yang baru ini sama seperti lazimnya pada produk hukum Daerah lainnya, hanya bedanya produk hukum Daerah yang baru ini memuat adanya pencabutan terhadap produk hukum yang lama. Dalam pencabutan dengan penggantian ini, ketentuan pencabutan tersebut dapat diletakkan didepan, ataupun diletakkan dibelakang (dalam ketentuan penutup). 214 PajakdanRetribusi Daerah Apabila ketentuan pencabutan tersebut diletakkan didepan (dalam pembukaan), ketentuan pencabutan ini berakibat bahwa produk hukum daerah yang dinyatakan dicabut tersebut akan tercabut beserta akar-akarnya, dalam arti produk hukum Daerah tersebut tercabut beserta seluruh peraturan pelaksananya. Contoh: MEMUTUSKAN: Dengan mencabut : PERATURAN DAERAH JAWA BARAT NOMOR ... .. TA..HUN....TENTANG PAJAK REKLAME. Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR... TAHUN....TENTANG PAJAK REKLAME Akan tetapi, apabila ketentuan pencabutan tersebut diletakkan di belakang (dalamketentuanpenutup), produk hukumDaerah yang dicabut tersebut akantercabut, tetapi tidak beserta akar-akarnya, dalamarti produk hukumDaerahtersebuttercabut, tetapiperaturanpelaksananyamasihdapat dinyatakanberlaku. Contoh: KETENTUAN PENUTUP Pasal ... Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan daerah Nomor ... Tahun ... tentang.... dinyatakan tidak berlaku. b. Pencabutan tanpa penggantian 1. Dalampencabutan suatu produk hukum Daerah yang dilakukan tanpa penggantian, bentuk luar (kenvorm) produk hukum Daerah tersebut mempunyai kesamaan dengan perubahan produk hukumDaerah,yaitu bahwa batangtubuhproduk hukum Daerah, yaitu bahwa batang tubuh produk hukum Daerah tersebut akan terdiri atas dua pasal yang diberi angka Romawi, dimana masing-masing pasal tersebut berisi: o Pasall : berisi tentang ketentuanpencabutanproduk hukum Daerah. Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11 215 o Pasal2 :berisi tentang ketentuan mulai berlakunya produk hukum Daerah tersebut. 2. Seperti dalam perubahan suatu produk hukum Daerah, pencabutan suatuproduk hukum Daerahjuga hanya dilakukan olehpejabat yangberwenang membentuknyaberdasarkanprosedur yangberlaku, dandengansuatuprodukhukumDaerahyangsejenis. RAGAM BAHASA Ragam Bahasa yang dapat dipakai dalam menyusun Produk- produk Hukum Daerah adalah: A. Bahasa Perundang-undangan 1. Ragam bahasa perundang-undangan termasuk bahasa Indonesia yang tunduk kepada kaidah tata bahasa Indonesia yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat maupun pengejaannya. Ragam bahasa perundang-undangan mempunyai corak dan ragam yang khas yang bercirikan kejernihan pengertian, kelugasan, kebakuan dan keserasian-. 2. Jika merumuskan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka pilihlah kalimat yang lugas dalam arti kalimatnya tegas,jelas dan mudah ditangkap pengertiannya, tidak berbelit-belit dan objektif Kalimat yang dirumuskan tidak menimbulkan salah tafsiran atau menimbulkan pengertian yang berbeda setiap pembaca. Hindari pemakaian istilah yang pengertiannya sedemikian kabur dalam hubungan kalimat kurang jelas. Istilah yang dipakai sebaiknya sesuai dengan pengertian yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari. Upaya pemberian arti kepadaistilahyang menyimpang dan anti yang biasa dipakai pada umurnnya. Contoh: Pertanian meliputi pula peternakan dan perikanan. 3. Hindari pemakaian: a. beberapa istilahyang berbeda untuk pengertian yang sama. Contoh: Istilah gaji, upah, pendapatan digunakan untuk pengertian penghasilan. 216 IlpajakdanRetribu.siDaerah b. satu istilah untuk beberapa pengertian yang berbeda. Contoh: Istilah penangkapan diartikanjuga penahanan atau pengamanan. 4. Untuk mendapatkan kepastian hukum, istilah dan anti dalam peraturanpelaksanaanyang disesuaikandengan istilahdan arti yang dipakai dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya. Contoh: Pengertian Pajak dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1997 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor disesuaikan dengan istilah Pajak dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 5. Apabila istilah tertentu dipakai berulang-ulang, maka untuk menyederhanakan susunan peraturan perundang-undangan dapat dibuat definisi yang ditempatkan dalam Bab (tentang) Ketentuan Umum. Contoh: Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. 6. Jika istilah tertentu dipakai berulang-ulang, maka untuk menyederhanakan susunan suku kata dalam peraturan perundang- undangan dapat menggunakan singkatan atau akronim. Contoh: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menjadi APBD b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah menjadi BAPPEDA 7. Singkatan nama atau badan atau lembaga yang belum begitu dikenal umum dan bila tidak dimuat dalam Ketentuan Umum, maka setelah tulisan lengkapnya, singkatannya dibuat diantara tanda kurung . : Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah11 217 ' Contoh: a. Badan Koordinasi Surveidan Pemetaan Nasional(Bakosurtanal) b. Kredit Usaha Tani(KUT) 8. Dianjurkan sedapat mungkin menggunakan istilah pembentukan bahasa Indonesia. Pemakaian (adopsi) istilah asing yang banyak dipakai dansudahdisesuaikanejaannya dengankaidahbahasa Indo- nesia dapat dipertimbangkan dan dibenarkan, jika istilah asing itu memenuhi syarat: a. Mempunyai konotasi yang cocok; b. Lebihsingkat biladibandingkandenganpadanannyadalam bahasa Indonesia; c. Lebih mudah tercapainya kesepakatan; d. Lebih mudah dipahami daripada terjemahan bahasa Indo- nesia. Contoh: (1). apresiasi (memberikan penilaian atau penghargaan) . (2). devaluasi(penurunari nilai mata uang) . (3). devisa(alat-alatb pembayaranluar negeri). B. Pilihan Data atau Istilah 1. Pemakaiankata paling Untuk menyatakan pengertian maksimum (relatif) digunakan kata paling : Contoh Diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.5 .000.000,-(1imajuta rupiah) . Hindari penggunaan kata sekurang-kurangnya dalam merumuskan norma ketentuanpidanaatau normayang menyangkut batasan waktu. 2. Pemakaiankata kecuali Untuk menyatakan makna tidak termasuk dalam golongan digunakan kata kecuali. Kata kecuali ditempatkan diawal kalimat jika yang dikecualikan induk kalimat. 218 11 Pajakdan Retribusi Daerah Contoh: Kecuali A dan B, setiap orang wajib memberikan kesaksian didepan sidang pengadilan 3. Pemakaiankata Disamping Untuk menyatakan makna termasuk,dapat digunakan kata disamping. Contoh Disamping menjalani pidana penjara,terpidana juga dikenai denda. 4. Pemakaian kata jika dan kata makna Untuk menyatakan makna pengandaian atau kemungkinan digunakan kata jika atau frasa dalam halo Gunakan kata jika bagi kemungkinan atau keadaan yang akan terjadi lebih dari sekali dan setelah anak kalimat diawali kata makna. Contoh: Jika perusahaan itu melanggar kewajiban yang dimaksudkan dalam ... , maka... . . 5. Pemakaian kata apabila Untuk menyatakan atau menunjukkan uraian atau penegasan waktu terjadinya sesuatu, sebaiknya menggunakan kata apabila atau bahwa. Contoh: Salah satu pihak dalam perjanjian kerjasama ini dapat mengajukan pembatalan perjanjian apabila pada waktu perjanjian ini dibuat terdapat unsur paksaan, kekhilafan dan penipuan. 6. Pemakaian kata dan, atau, dan atau a. Untuk menyatakan sifat yang kumulatif digunakan kata dan. Contoh: A dan B wajib memberikan .. . b. Untuk menyatakan sifat alternatif atau eksklusif digunakan kata atau. Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah11 219 -Contoh: A atau B wajib memberikan .... C. Untuk menyatakan sifat alternatif ataupun kumulatif digunakan frasa dan atau. Contoh: Adan atau Bdapat memperoleh . . . 7. Untuk menyatakan istilahhak digunakan kata berhak Contoh: Setiap Pegawai Negeri Sipil berhak untuk mendapatkan pensiun. 8. Untuk menyatakan kewenangan, digunakan kata dapat atau kata boleh Kata dapat merupakan kewenangan yang melekat pada seseorang, sedangkan kata boleh tidak melekat pada diri seseorang. Untuk menyatakan istilah kewajiban digunakan kata wajib . Contoh: (4). Menteri Dalam Negeri dapat memberikan pertimbangan/: penghargaan/sanksi kepada setiap PNS diJajaran Departemen Dalam Negeri. (5). Setiapwarga negara wajib membayar pajak. 9. Untuk menyatakan istilah sekedar kondisi atau persyaratan, digunakan kata harus Contoh: Untuk menduduki suatu jabatan tertentu seseorang calon pejabat harus terlebih dahulu mengikutipendidikan penjenjangan. digunakan frasa tidak diwajibkan atau tidak wajib Contoh: Warga negara yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin tidak diwajibkan untuk mengikuti pemilihan umum. C. Teknik Pengacuan a. Untuk mengacu ayat atau pasallain,digunakan frasa sebagaimana dimaksud pada atau dalani. 220 ~ PajakdonRetribusi Daerah Contoh: .. .sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasall 8 . Jika mengacu ke peraturan lain pengacuan dengan urutan pasal, ayat dan judul peraturan perundang-undangan. Contoh: . . . sebagaimana dimaksud dalam Pasa128 ayat(3) Undang- undang Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan. b. Usahakanlah agar setiap Pasal atau kebulatan ketentuan tanpa mengacu ke Pasal lain. Pengacuan dilakukan dengan mencantumkan secara singkat materi pokok yang diacu. Contoh: Izin penggalian tambang batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal18 .... Pengacuan hanya boleh dilakukan ke peraturan yang tingkatnya sama atau lebih tinggi . c. Pengacuan dilakukan dengan menyebutkan secara tegas nomor & tiap pasal atau ayat yang diacu dan hindarkan penggunaan frasa pasal yang terdahulu atau pasal tersebut diatas atau Pasal ini. Contoh: Panitia Pemilihan, sebagaimana dimaksud dalam Pasa134 ayat (3), bertugas . .. Jika ketentuan dari pengaturan yang diacu memang dapat diberlakukan seluruhnya, maka istilah tetap berlaku dapat digunakan. Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah yang telah ada dan terkait dengan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan Peraturan Daerah tentang Retribusi yang telah ada dan terkait dengan Pasal 18 ayat (3) masih tetap berlaku sebelumdiberlakukannya Peraturan Daerah berdasarkan Undang-undang ini. Pernyataan tetap berlaku dengan pengertian bahwa digunakan jika ketentuan yang diacu itu sebagian diberlakukan atau diberlakukan dengan perubahan. Teknik Penyusunan PeraturanPerpajak(m Daerah11 221 Contoh: Peraturan Daerah tentang Pajak selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tetap berlaku selama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. ~ I!!s ~ 222 I1 PajakdanRetribusi Daerah DAfTA:R PUSTAKA Agus SN, Suwondo, Gunadi, Pajak dan Retribusi Daerah, Univer- sitas Terbuka, Depdikbud, Jakarta, 1994. Atep Adya Barata dan Zul Afdi Ardian, Perpajakan, Jilid 1, CV. Amrico, Bandung, 1989 Bird, Richard M., dan Milka Casanegra de jantscher.ed.el. 1992. Improving Tax Administration In Developing Countries. Washington D.e.: International Monetary Fund. CIDES, www.cides.or.id/otda. 30 Mei 2003 Davey, K.J . Pembiayaan Pemerintahan Daerah, Jakarta, UI Press, 1988 Devas. C.N. Keuangan Pemerintah Daerab di Indonesia, Jakarta, UI Press, 1989. Devereux, Michael P 1996. The Economics of Tax Policy. London: Bantam Press. DitJen PUOD, Manual Pendapatan Daerah , Jakarta, Departemen Dalam Negeri, 1989. 224 PajakdonRetribusi Daerah Due, JohnE, clan AnnEFriedlaender. , Government Finance. 7, edition. NewYork: RichardD. Irwin, Inc, 1984. Fushimi, Toshiyuki, Administrasi PerpajakanTang Semestinya. Jakarta: Makalah penelitiandari nCA expert(fromNational TaxAgency, Japan) di DirektoratJenderal Pajak, 2001. HarryYusufA.Laksana, Bagaimana Mendesain Pembuatan TaxPolicy yang Baik, Jurnal Perpajakan Indonesia, PT. SalembaEmban Patria, Jakarta,200l. Hyman, David N., Public Finance a Contemporary Application of Theory toPolicy. NewYork: TheDrydenPress. Hardcourt Brace College Publisher, 1996. Musgrave, Richard A., dan Peggy B. Musgrave., Public Finance in Theory and Practice. ThirdEdition. NewYork: McGraw-Hill Book Company, 1980. Pemerintah RepublikIndonesia, PPNo. 65 Tahun 200] tentang Pajak Daerah PemerintahRepublikIndonesia, PPNo. 66Tahun 200]tentang Retribusi Daerah Pemerintah Republik Indonesia, UUNo.34Tahun 2000tentang Pajak danRetribusi Daerah Rochmat Soemitro, Dasar-dasarHukum Pajak danPajak Pendapatan, Bandung, PTEresco, 1977. Rosen, HarveyS., Public Finance. 6,h edition. NewYork. International Edition. McGraw-Hill Companies, Inc, 1999. _______________________________ _ 11 I . Shome, Parthasarathi., Tax Policy Handbook. Washington l r.t ' IlIll 'l national Monetary Fund, 1995. Slamet Sularno (SeriDiktat), Administrasi Penerimaan Daerati, (f aliI tahun). Smith, Adam, An Enquiry intothe Nature and Causes oftlu : H ofNation. Cannanedition. London: Methuen. 1904. Soetrisno P.H., Dasar-dasar Ilmu Keuangan Negara; YogYiI BPFE-UGM,1985. Stiglitz, josephE., Economics ofThe Public Sector. 2th Edit 11111 N York: WWNortonCompany, 1988. Tanzi, Vito, dan Howell Zee. ,TaxPolicyfor Developing ( 't 111/1 Washington: D.C;: IMFWorking Paper, March 200J Thuronyi, Victor., TaxlawDesignandDrajting. Volume J dun VOIIII n. WashingtonRC.: International Monetary Fund,J<)9X Tubagus ChairulAmachiZandjani, Perpajakan, PAU-EK-l JJ dl 'lIlJ.llll Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992 .. "