You are on page 1of 30

I.

Pendahuluan Kardiomiopati merupakan kelainan yang meyerang sel otot jantung

(miokard).1,2 Pada tahun 1968 World Health Organization (WHO) mengartikan kardiomiopati sebagai penyakit karena sebab yang tidak diketahui dengan manifestasi yang dominan berupa kardiomegali dan gagal jantung.

Pengklasifikasian oleh WHO pada tahun 1980, kardiomiopati diartikan sebagai penyakit otot jantung dengan sebab yang tidak diketahui. Hal ini menunjukkan tidak adanya informasi yang cukup mengenai penyebab dan mekanisme dasar dari penyakit ini.3 Kemudian pada tahun 1995 dibuat definisi kardiomiopati yaitu penyakit-penyakit miokardium yang berhubungan dengan disfungsi kardia serta mencakup aritmogenik dari kardiomiopati/displasia ventrikuler dan kardiomiopati restriktif primer untuk pertama kalinya.3 Hasil konsensus panel ahli mengemukakan definisi kardiomiopati yaitu suatu kelompok heterogen dari penyakit miokardium yang terkait dengan disfungsi mekanik dan atau elektrik yang biasanya menunjukkan adanya hipertrofi atau dilatasi ventrikular yang tidak sesuai dan karena adanya berbagai penyebab yang biasanya adalah faktor genetik. Kardiomiopati yang terbatas hanya pada jantung atau yang merupakan bagian dari kelainan sistemik, sering mengakibatkan kematian kardiovaskular atau gagal jantung progresif.3 Kardiomiopati adalah kelainan fungsi otot jantung yang ditandai dengan hilangnya kemampuan otot jantung untuk memompa darah dan berdenyut secara normal dan bukan diakibatkan oleh kelainan jantung bawaan, hipertensi, penyakit katup, penyakit arteri koroner atau kelainan perikardial.2

Pada kardiomiopati terjadi kerusakan atau gangguan miokardium sehingga jantung tidak mampu berkontraksi secara normal. Sebagai kompensasi, otot jantung membesar atau mengalami hipertofi dan rongga jantung membesar. Bersamaan dengan proses pembesaran ini, jaringan ikat berproliferasi dan menginfiltrasi otot jantung. Kardiomiosit mengalami kerusakan dan kematian, akibatnya dapat terjadi gagal jantung, aritmia dan kematian mendadak. Oleh karena itu kardiomiopati dianggap sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.1 Pada referat ini akan dibahas mengenai kardiomiopati. Referat ini diharapkan dapat membantu mahasiswa klinik kedokteran untuk lebih memahami kardiomiopati sebagai suatu kompleks penyakit.

II. Insidens dan Epidemiologi Insidens kardiomiopati semakin meningkat frekuensinya dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan bertambah majunya teknik diagnostik, ternyata kardiomiopati idiopatik merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang utama. Di beberapa negara penyakit ini bahkan merupakan penyebab kematian sebesar 30% atau lebih daripada semua kematian akibat penyakit jantung.1 Di Indonesia sendiri laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 diketahui bahwa penyakit jantung merupakan penyebab kematian ke 11 dengan proporsi kematian 4,6%.4 Penyakit sistem sirkulasi darah merupakan penyakit yang menempati urutan teratas sebagai penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit baik pada tahun 2007 maupun 2008. Penyakit sirkulasi darah pada tahun 2007 menyebabkan kematian sebanyak 21.830 orang dengan Case Fatality Rate

(CFR) 11,02% dan pada tahun 2008 menyebabkan kematian sebanyak 23.163 orang dengan CFR 11,06%. Jumlah pasien kardiomiopati di rumah sakit di Indonesia tahun 2007 yang rawat inap 1413 orang dan yang rawat jalan 2747 orang dengan CFR 10,8%.4

III. Anatomi Jantung merupakan organ berotot yang mampu memompa darah ke berbagai bagian tubuh. Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada, yaitu di antara paru. Jantung dibungkus oleh selaput yang disebut perikardium, yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan dalam (perikardium viseralis) dan lapisan luar (perikardium parietalis).5 Jantung bertanggung jawab untuk mempertahankan aliran darah. Untuk menjamin kelangsungan sirkulasi jantung berkontraksi secara periodik.6

Gambar 1. Anatomi jantung 6

Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah (miokardium) dan lapisan terdalam (endotel). Sebenarnya posisi jantung

memutar ke kiri dengan apeks terangkat ke depan. Rotasi ini menempatkan bagian kanan jantung ke anterior, di bawah sternum, dan bagian kiri jantung ke posterior. Jantung terdiri dari 2 atrium dan 2 ventrikel.5 Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal, terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan.5,6 Ada dua jenis katup: katup atrioventrikularis (AV), yang memisahkan atrium dengan ventrikel dan katup semilunaris, yang memisahkan arteri pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan. Katup antara atrium dan ventrikel kiri disebut katup mitral, antara atrium dan ventrikel kanan disebut katup trikuspid. Katup antara arteri pulmonalis dan ventrikel kanan adalah katup pulmonal sedangkan antara ventrikel kiri dengan aorta disebut katup aorta.5,6

IV. Klasifikasi Klasifikasi American Heart Association (AHA) tahun 2006 :3 Primer: a. Kardiomiopati genetik i. HCM (hypertrophic cardiomyopathies)/ kardiomiopati hipertropi. Kardiomiopati hipertropi adalah kardiomiopati yang ditandai oleh hipertropi nondilatasi ventrikel kiri tanpa penyakit jantung atau penyakit sistemik lain yang dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel ini (seperti hipertensi sistemik, stenosis aorta).

ii. ARCV/D (arrythmogenic right ventricular cardiomyopathy/ displasia). Merupakan bentuk penyakit otot jantung yang diturunkan yang jarang. ARVC/D melibatkan ventrikle kanan dengan progresivitas kehilangan miosit dan penggantian jaringan lemak atau jaringan ikat lemak, sehingga mengakibatkan kelainan segmental atau global. Meskipun ARCV/D ini sering berkaitan dengan miokarditis (enterovirus atau adenovirus), namun tidak termasuk ke dalam kardiomiopai inflamasi primer. ARVC/D memiliki klinis yang luas, biasanya muncul dengan takiaritmia ventrikuler. ARVC/D merupakan penyebab serangan jantung pada usia muda paling sering yang diketahui. iii. LVNC (left ventricel non compaction) Baru-baru ini dikenal sebagai kardiomiopati kongenital yang ditandai dengan morfologis yang khusus (spongy) pada miokardium ventrikel kiri. Nonkompakta ini terutama melibatkan bagian distal dari ventrikel kiri. iv. Glycogen storage v. Penyakit sistem konduksi/Conduction defect Penyakit Lenegre, juga dikenal sebagai defek konduksi kardiak, ditandai dengan defek konduksi jantung yang berkembang secara progresif sehingga menyebabkan kompleks QRS pada EKG menjadi lebar, asistole yang panjang dan bradikardi yang dapat mengakibatkan terjadinya sinkop. vi. Mithocondrial myopathies mothers vii. Ion channels disorders

Terdapat kelainan aritmia lain yang bersifat kongenital dan diturunkan yang disebabkan mutasi gen yang menandai protein ion channel, mengatur perpindahan ion sodium dan potasium pada membran sel. Kelainan ion channel ini di antaranya: Long QT Syndrome (LQTS), Short QT Syndrome (SQTS), Brugada Syndrome, dan Cathecolaminergic Polymorphic Ventricular Tachycardia (CPVT). b. Didapat i. Miokarditis Merupakan proses inflamasi kronik atau akut yang mempengaruhi miokardium yang disebabkan oleh berbagai macam toksin dan obatobatan, agen infeksi, virus, bakteri, riketsia, jamur, dan parasit, serta penyakit Whipple (lipodistrofi intestinal), miokarditis sel raksasa, dan reaksi hipersensitif terhadap obat-obatan seperti; antibiotik, sulfonamid, anti konvulsi, dan anti inflamasi. Miokarditis terdiri dari 3 tingkatan, yaitu: fase aktif, fase penyembuhan, dan fase sembuh, yang ditandai dengan peradangan sel infiltrat yang mengakibatkan oedem interstitial dan nekrosis fokal miosit dan pembentukan jaringan ikat. Proses patologi ini membentuk substrat yang tidak stabil yang akan menjadi predisposisi untuk ventrikular takiartmia. Pada keadaan tertentu miokarditis akibat virus dapat memicu reaksi autoimun yang menyebabkan kerusakan imunologi pada

miokardium atau kekacauan cytoskeletal, dan akhirnya DCM dengan disfungsi ventrikel kiri.

ii. Kardiomiopati akibat stres (Tako-Tsubo) Pertama kali dilaporkan di Jepang sebagai Tako-Tsubo yang belakangan secara klinis digambarkan adanya disfungsi sistolik yang akut namun reversibel dengan cepat, dipicu oleh stress psikologis. iii. Kardiomiopati peripartum Kardiomiopati peripartum sangat jarang dan sering terdapat pada obesitas, wanita multipara dengan usia >30 tahun dengan preeklampsia. Kardiomiopati ini biasanya dapat sembuh secara total dalam waktu 6 bulan dari 50% kasus, tapi mungkin juga mengakibatkan perburukan klinis, gagal jantung, kematian, atau transplantasi.

c. Campuran i. Dilated cardiomyopathies (DC)/ kardiomiopati dilatasi Merupakan jenis kardiomiopati yang paling banyak ditemukan. Dengan deskripsi kelainan yang ditemukan : dilatasi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri, disfungsi kontraktilitas pada salah satu atau kedua ventrikel, aritmia, emboli dan sering kali disertai gejala gagal jantung kongestif. Satu dari tiga kasus gagal jantung kongestif terjadi pada kardiomiopati dilatasi, dan yang lainnya merupakan konsekuensi dari penyakit jantung koroner. Dulu kelainan ini sering disebut dengan kardiomiopati kongestif, tetapi saat ini terminologi yang digunakan adalah kardiomiopati dilatasi karena pada saat awal abnormalitas yang ditemukan adalah pembesaran ventrikel dan disfungsi kontraktilitas sistolik dengan tanda dan gejala

gagal jantung kongestif yang timbul kemudian. Apabila hanya ditemukan disfungsi kontraktilitas dengan dilatasi minimal ventrikel kiri, maka varian dari kardiomiopati dilatasi ini digolongkan ke dalam kelompok kardiomiopati yang tidak dapat diklasifikasikan {menurut klasifikasi WHO/International Society and Federation of Cardiology (ISFC)}. ii. Kardiomiopati restriktif Merupakan kelainan yang amat jarang dan sebabnya pun tidak diketahui. Tanda khas untuk kardiomiopati ini adalah adanya gangguan pada fungsi diastolik, dinding ventrikel sangat kaku dan menghalangi pengisian ventrikel.

Sekunder,

terdiri

dari:

Infiltratif storage;

(amyloidosis, defisiensi inflamasi/

gaucher nutrisi;

disease); toksisitas;

neuromuskular/neurologikal; autoimun/kolagen;

endomiokardial;

granulomatosa;

ketidakseimbangan elektrolit; endokrin.

Klasifikasi klinis kardiomiopati berdasarkan kelainan yang ditemukan :1 a. Kardiomiopati dilatasi b. Kardiomiopati restriktif c. Kardiomiopati hipertropik

Gambar 2. Klasifikasi kardiomiopati 7

V. Etiologi a. Kardiomiopati hipertropi Penyebab kardiomiopati hipertrofik tidak diketahui, diduga

disebabkan oleh kelainan faktor genetik, familial, rangsangan katekolamin, kelainan pembuluh darah koroner kecil, kelainan yang menyebabkan iskemi miokard, kelainan konduksi atrioventrikuler dan kelainan kolagen.8 Kemajuan bidang biomolekuler mengungkapkan adanya mutasi gen yang mengatur protein sarkomer jantung, setengah dari pasien

kardiomiopati hipertrofik mempunyai riwayat keluarga positif dengan transmisi autosomal dominan.7,9 Lebih dari 150 mutasi telah diketahui dari 10 lokasi yang berbeda yang mengkode protein sarkomer. Sekitar 40% dari mutasi ini berhubungan dengan gen B dari heavy chain cardiac myosin yang berada pada kromosom 14q11, 1q3, 15q2 dan 11p13-q13, dimana mesenger

RNA dapat dikenali dari limfosit perifer dari PCR, sehingga kelainan ini dapat dideteksi sebelum adanya kelainan klinis yang nyata.2,8,9 Sekitar 15% mempunyai mutasi dari gen troponin T cardiac (kromosom 11), 10 % mutasi pada myosin binding protein C, 5% mutasi pada gen alfa tropomyosin.7,8 b. Kardiomiopati restriktif Etiologi dari kardiomiopati restriktif terbagi menjadi 2 kelompok, pertama yaitu idiopatik, kebanyakan pasien yang diklasifikasikan menjadi kardiomiopati restriktif mempunyai mutasi pada gen untuk troponin I, dan kardiomiopati restriktif biasanya saling tumpang tindih dengan

kardiomiopati hipertrofik pada kasus familial. Bentuk yang kedua yaitu sekunder karena penyakit penyakit seperti: 2,3,8,10 Infiltratif dan storage disorders : amyloidosis (merupakan penyakit sistemik tersering yang menyebabkan kardiomiopati restriktif), glycogen storage disease, sarcoidosis, hemochromatosis. Scleroderma, radiasi, endocardial fibroelastosis, endomyocardial fibrosis, toxic effects of anthracycline, carcinoid heart disease, metastatic cancers, diabetic cardiomyopathy, eosinophilic

cardiomyopathy (Lfflers endocarditis). c. Kardiomiopati dilatasi Etiologi : 2,3,8,10 Idiopatik, merupakan tipe yang paling sering, pada pemeriksaan secara histologi memperlihatkan hipertropi miosit dan fibrosis interstitial.

10

Familial : heredofamilial neuromuscular disease dan ventricular dysplasia merupakan bentuk kardiomiopati dilatasi yang unik dengan karakteristik penggantian progresif dari dinding ventrikel kanan dengan jaringan adiposa. Sering dihubungkan dengan aritmia ventrikel, tetapi perjalanan klinisnya bervariasi.

Toksik, metabolik : collagen vascular disease (SLE, rheumatoid arthritis, polyarteritis), dermatomyositis, peripartum (trimester ketiga dari kehamilan atau 6 bulan postpartum), nutrisi (beri-beri, defisiensi selenium, defisiensi karnitin, defisiensi tiamin),

acromegaly, osteogenesis imperfecta, myxedema, thyrotoxicosis, diabetes, hypocalcemia, hematologi (sickle cell anemia,

hemochromatosis), penyakit ginjal tahap akhir pada hemodialysis, amyloid, heat stroke. Infeksius : postmyocarditis, virus (human immunodeficiency virus, coxsackievirus B), rickettsial, mycobacterial, toxoplasmosis, trichinosis, Chagas disease, bakteri. Kondisi sistemik seperti iskemia miokardium, hipertensi dan kelainan katup jantung. Irradiasi, prolonged tachycardi, Takotsubo cardiomyopathy

(sekunder karena stress berat atau latihan fisik yang berlebihan). Genetik Setidaknya 20% dari pasien dengan bentuk familial dari kardiomiopati dilatasi mempunyai mutasi yang berada pada gen yang mengkode protein sitoskeletal (seperti distropin dan gen

11

desmin), kontraktil, membran nuclear (seperti gen lamin A/C), dan protein lainnya. Penyakit ini secara genetic heterogenous namun paling sering ditransmisikan secara autosomal dominant, autosomal resesif, mitokondrial (terutama pada anak anak), dan X-linked inheritance.

VI. Patofisiologi a. Kardiomiopati hipertropi Pada penyakit ini didapati hipertropi ventrikel yang masif terutama pada septum ventrikel yang mengakibatkan pada waktu sistole septum menonjol ke aliran keluar ventrikel kiri dan menyebabkan obstruksi. Adakalanya ventrikel kanan dapat terkena. Beberapa tingkatan fibrosis miokard dapat dijumpai. Katup mitral bergeser ke anterior karena hipertrofi muskulus papilaris dan ruang ventikel kiri diisi oleh hipertrofi yang masif.1,2 Kelainan hemodinamik yang terjadi akibat hipertrofi, fibrosis, dan kekakuan otot jantung berupa menurunnya distensibilitas jantung, sehingga terjadi resistensi dalam pengisian ventrikel kiri, tetapi fungsi pompa diastolik tetap normal sampai akhir penyakit. Obstruksi aliran ventrikel kiri dapat berkembang karena kelainan letak daun anterior katup mitral yang berhadapan dengan septum yang hipertrofi dan peak systolik pressure gradient pada aliran keluar ventrikel kiri bervariasi.1,9 Berbeda dengan obstruksi yang disebabkan oleh orifisium yang menyempit secara permanen, seperti pada stenosis aorta, pada kardiomiopati hipertrofi, obstruksi jalur keluar ventrikel kiri merupakan hal yang dinamis dan dapat berubah di

12

antara pemeriksaan. Obstruksi muncul dari hasil penyempitan aliran ventrikel kiri yang telah kecil sebelumnya oleh SAM dari katup mitral terhadap septum yang hipertrofi dan kontak midsistolik dengan septum ventrikel.11 Delapan puluh persen pasien dengan karrdiomiopati hipertrofik mengalami gangguan diastolik yaitu kelainan dalam relaksasi dan pengisian ventrikel. Sebaliknya fungsi sistolik normal sampai super-normal. Kebanyakan pasien memiliki fraksi ejeksi supernormal (75-80%).1,8 b. Kardiomiopati restriktif Patofisiologi dari kardiomiopati restriktif adalah menurunnya curah jantung, meningkatnya tekanan vena jugular dan kongesti pulmoner. Pada berbagai kondisi dimana terdapat hubungan keterlibatan endokardium, obliterasi parsial dari ruang ventrikel oleh jaringan fibrous dan thrombus meningkatkan resistensi pengisian ventrikel. Ventrikel tidak mampu memenuhi kebutuhan curah jantung (cardiac output) dan meningkatnya tekanan pengisian ventrikel, mengakibatkan intoleransi aktifitas fisik dan dyspneu, yang merupakan gejala utamanya. Sebagai akibat dari

meningkatnya tekanan vena yang terus menerus maka pasien dengan kardiomiopati restriktif biasanya mempunyai edema, asites dan hepar yang membesar. Tekanan vena jugularis juga meningkat atau meningkat ketika inspirasi (Kussmauls sign). Suara jantung dapat terdengar jauh, dan dapat terdengar suara jantung ketiga dan keempat.10 c. Kardiomiopati dilatasi Defek fisiologis yang utama berupa menurunnya kekuatan kontraksi ventrikel kiri yang mengakibatkan stroke volume berkurang, ejection

13

fraction yang merendah, end systolic dan end dyastolic volume bertambah. Ventrikel kiri berdilatasi dan tekanan atrium kiri meningkat menyebabkan hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan.1

VII.Diagnosis a. Gejala klinis Gejala klinis yang menonjol pada kardiomiopati dilatasi adalah gagal jantung kongestif, yang timbul secara bertahap pada sebagian besar pasien. Pada beberapa kasus sering ditemukan gejala nyeri dada yang tidak khas, sedangkan nyeri dada yang tipikal kardiak tidak lazim ditemukan. Bila terdapat keluhan nyeri dada yang tipikal dipikirkan kemungkinan terdapat penyakit jantung sistemik secara bersamaan. Akibat dari aritmia dan emboli sistemik kejadian sinkop cukup sering ditemukan. Pada penyakit yang telah lanjut dapat pula ditemukan keluhan nyeri dada akibat sekunder dari emboli paru dan nyeri abdomen akibat hepatomegali kongestif.1,2,7 Keluhan seringkali timbul secara gradual, bahkan sebagian besar awalnya asimptomatik walaupun telah terjadi dilatasi ventrikel kiri selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Pada kardiomiopati hipertropi gangguan irama sering terjadi dan menyebabkan berdebar-debar, pusing sampai sinkop. Tekanan darah sistolik dapat turun. Kebanyakan kasus asimptomatik.1 Orang tua dengan kardiomiopati hipertropi sering mengeluh sesak napas akibat gagal jantung dan angina pektoris yang menganggu disertai fibrilasi atrium. Pada kasus yang sudah lanjut malah bisa terdapat

14

pengerasan/kekakuan katup mitral, sehingga dapat memberikan gejala stenosis atau regurgitasi mitral. Sedangkan pada kardiomiopati restriktif pasien sering merasa lemah dan sesak napas. Ditemukan tanda-tanda gagal jantung kanan. Juga ditemukan tanda-tanda serta gejala penyakit sistemik seperti amiloidosis, hemokromatosis.1,7 b. Pemeriksaan Fisik Pada kardiomiopati dilatasi pembesaran jantung dengan derajat yang bervariasi dapat ditemukan, begitu pula dengan gejala-gejala yang menyokong diagnosis gagal jantung kongestif. Pada penyakit yang lanjut dapat ditemukan tekanan nadi yang sempit akibat gangguan pada isis sekuncup. Pulsus alternans dapat terjadi bila terdapat gagal ventrikel kiri yang berat. Tekanan darah dapat normal atau rendah. Jenis pernapasan Cheyne-stokes menunjukkan prognosis yang buruk. Peningkatan tekanan vena jugularis bila terdapat gagal jantung kanan. Bunyi jantung ketiga dan keempat dapat pula terdengar, serta dapat ditemukan regurgutasi mitral ataupun trikuspid. Hati akan membesar dan seringkali teraba pulsasi, edema perifer serta asites akan timbul pada gagal jantung kanan yang lanjut.1,2,7 Pada pemeriksaan fisis jantung dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: Prekordium bergeser ke arah kiri Impuls pada ventrikel kanan Impuls apikal bergeser ke lateral yang menunjukkan dilatasi ventrikel kiri

15

Gelombang presistolik pada palpasi, serta pada auskultasi terdengar presistolik gallop (S4)

Split pada bunyi jantung kedua Gallop ventrikular (S3) terdengar bila terjadi dekompensasi jantung. Pada pasien kardimiopati hipertopi, biasanya fisisnya baik. Denyut

jantung teratur. Bising sistolik dihubungkan dengan aliran turbulensi pada jalur keluar ventrikel kiri. Bising sistolik dapat berubah-ubah, bisa hilang atau berkurang bila pasien berubah posisi dari berdiri lalu jongkok atau dengan melakukan olahraga isometrik.1 Pada pemeriksaan fisis akan ditemukan pembesaran jantung ringan. Pada apeks teraba getaran jantung sistolik dan kuat angkat. Bunyi jantung ke4 biasanya terdengar. Terdengar bising sistolik yang biasanya mengeras pada tindakan valsava.1,2 Sedangkan pada pemeriksaan fisis kardiomiopati restriktif

ditemukan adanya pembesaran jantung sedang. Terdengar bunyi jantung ke3 atau ke4 dan adanya regurgutasi mitral atau trikuspid.1,8 c. Pemeriksaan Radiologi i. Foto Thorax Pemeriksaan foto thorax kardiomiopati memberikan gambaran pembesaran jantung mulai ringan sampai berat. Pemeriksaan foto thorax baik untuk menilai ukuran, bentuk, posisi jantung, efek disfungsi jantung terhadap perfusi paru-paru atau kemungkinan timbulnya edema paru. Pemeriksaan foto thorax merupakan salah satu pemeriksaan rutin pada

16

kardiomiopati. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak banyak membantu dalam mengidentifikasi penyebab kelainan.11 Gambaran roentgen thorax pada kardiomiopati hipertropi dapat normal, meskipun mungkin terdapat peningkatan ringan sampai sedang dari bayangan jantung.9 Rontgen thorax kardiomiopati dilatasi dapat ditemukan pembesaran jantung masif, edema interstitial pulmoner.7,10

Gambar 3. Kardiomiopati dilatasi 11 Foto dada di atas memperlihatkan gambaran jantung yang membesar. Pada gambar ini belum dapat diketahui secara pasti penyebab dari kardiomiopati dilatasi ini, akan tetapi gambaran fraktur kosta yang mulai sembuh dan gambaran pneumonia pada lobus kanan bawah menunjukkan penyebabnya adalah alkoholik kardiomiopati.11

17

Gambar 4. kardiomiopati kongestif 12 Gambar A sebelum pasien mendapat pengobatan. Jantung tampak membesar dengan ventrikel kiri prominen. Tampak efusi pleura di sebelah kanan dan edema paru. Gambar B setelah pasien mendapat penanganan. Ukuran jantung kembali normal dan paru-paru tampak normal.12 Berikut gambaran efusi perikardial dan kardiomiopati yang sangat mirip dan sulit untuk dibedakan.

Gambar 5. Efusi perikardial 13 Gambaran pembuluh darah paru normal, jantung membesar dan membulat, efusi pleura kiri, efusi perikardial.13

18

Gambar 6. Kardiomiopati 13 Tampak gambaran pembuluh darah paru biasanya prominen, jantung membesar secara keseluruhan.13 ii. Ekokardiografi Ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang penting untuk

menyingkirkan etiologi dari gejala-gejala yang terdapat pada pasien, untuk menilai derajat pengisian dan tekanan ventrikel, dan dapat memperlihatkan meningkatnya ketebalan dinding dan menipisnya katup (terutama pada pasien amyloidosis), pada ekokardiogram dapat terlihat pembesaran kedua atrium sedangkan kedua ventrikel normal dengan fungsi sistolik yang berubah ubah, dimensi end diastolik ventrikel kiri dan kanan normal, sedangkan fraction ventrikel kiri biasanya normal atau berkurang.9,10 Ekokardiografi ada tiga jenis yaitu ekokardiogram M-mode, ekokardiogram 2-D dan ekokardiogram Doppler. Pada ekokardiogram Mmode, tidak tampak gambaran jantung, karena gambar ini digunakan untuk mengukur ukuran dari berbagai struktur di jantung dan mengukur dengan tepat ketebalan otot jantung. Ekokardiogram 2-D memberikan gambaran

19

efektifitas kerja jantung. Sedangkan ekokardiogram Doppler digunakan untuk mengevaluasi aliran darah jantung.15 Adapun gambaran yang dapat dilihat pada kardiomiopati dilatasi adalah: penurunan fungsi sistolik pada kedua ventrikel, atau hanya berupa abnormalitas pergerakan segmen dinding jantung; meningkatnya volume sistolik dan diastolik ruang jantung; peningkatan masa jantung; dilatasi atrium; E-point to septal separation (EPSS) yang menunjukkan adanya pelebaran ventrikel kiri (jika >6mm: abnormal); B-bump mengindikasikan meningkatnya tekanan akhir diastolik; ketebalan dinding biasanya normal, tetapi dapat menebal atau menipis; berkurangnya fraksi ejeksi, stroke volume, cardiac output.15

2-D guided M-mode

Parasternal long axis two dimensional (2-D)

Gambar 7. Kardiomiopati dilatasi idiopatik15 Pada gambar di atas tampak keempat ruang jantung mengalami dilatasi. Tampak peningkatan EPSS / double headed arrow dan penonjolan B-bump/single headed arrow pada lintasan mitral. A B-bumps menandakan

20

adanya disfungsi sistolik dan menunjukkan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri 15mmHg.15 Dasar diagnosa dari kardiomiopati hipertrofik adalah dengan menggunakan ekokardiogram karena dapat menggambarkan ketebalan ukuran ventrikel dan fungsi sistolik, yang memperlihatkan hipertropi ventrikel kiri yang asimetris terutama mengenai septum interventrikel.9 Dengan ekokardiografi dapat dibedakan beberapa jenis hipertrofi ventrikel kiri yaitu asimetrik septal hipertropi (septum ventrikel 90%, mid ventrikel 1%, apeks 1%, posteroseptal dan dinding lateral 1%) dan simetrik hipertropi (5%).15 Pada ekokardiografi ditemukan pengecilan rongga ventrikel kiri, penebalan septum ventrikel dibandingkan dengan dinding posterior ventrikel kiri dengan rasio>1,5:1, penurunan derajat penutupan katup mitral, systolic anterior motion (SAM) katup mitral, obstruksi jalur keluar ventrikel kiri, imobilitas relatif septum ventrikel dengan kontraksi yang hebat dinding posterior. Bentuk yang jarang dari kardiomiopati hipertrofik, mempunyai karakteristik hipertropi apikal, yang biasanya berhubungan dengan gelombang negatif T raksasa pada elektrokardiogram (EKG) dan mempunyai gambaran cavitas ventrikel kiri yang berbentuk spade shaped pada angiography; dan biasanya mempunyai onset klinis yang jinak.

21

Gambar 8. Asymmetric septal hypertrophy15 Pada gambar di atas tampak gambaran penonjolan septum yang hipertropi yang tampak jelas pada daerah parasternal (yang ditunjuk anak panah).15

Gambar 9. Kardiomiopati hipertrofi apikal11 iii. EKG Komponen utama dari pencatatan EKG adalah gelombang P

menggambarakan keadaan di atrium, kompleks QRS menggambarkan keadaan di ventrikel dan gelombang T menggambarkan pemulihan listrik
22

di ventrikel. Pada EKG ditemukan hipertrofi ventrikel kiri (kompleks QRS yang sangat tinggi), kelainan segmen ST dan gelombang T, gelombang Q yang abnormal dan aritmia atrial atrial dan ventrikular.8 Elektrokardiogram seringkali menunjukkan adanya hipertropi

ventrikel kiri dengan atau tanpa depresi segmen ST dan inversi gelombang T, gelombang Q yang lebar dan dalam seperti terlihat pada miokard infark yang lama.8 Kebanyakan pasien memperlihatkan adanya aritmia, baik atrium (supraventrikuler takikardia atau atrial fibrilasi) maupun ventrikel (ventrikel takikardi), selama ambulatory (Holter) monitoring.8 Namun pada 25% penderita tanpa obstruksi aliran keluar ventrikel kiri, gambaran elektrokardiografi dapat normal.9 Gambaran EKG pada kardiomiopati restriktif sangat bervariasi, dapat memperlihatkan gelombang T yang prominen, voltage QRS selalu normal, segmen ST yang depresi dan gelombang T yang inversi, lebih sering menunjukkan LBBB (left bundle branch blocks) daripada RBBB, menurunnya voltage dengan perubahan gelombang ST-T (terutama pada amyloidosis), dan variasi yang luas dari disritmia (terutama pada penyakit infiltratif), deviasi kekiri, dan atrial fibrilasi.

23

Gambar 10. Gambaran EKG pasien dengan apikal hipertropi dengan prekordial inversi gelombang T15 iv. Computed Tomography (CT) Scan CT dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat membantu dalam membedakan diagnosa diferensial kardiomiopati restriktif yang paling penting yaitu perikarditis konstriktif dengan menilai ketebalan dari perikardium (pada perikarditis konstriktif ketebalan perikardium 5 mm). CT scan dan CT angiografi scanning menggunakan kontras sehingga jarang digunakan.11 Kontras digunakan untuk membantu menggambarkan aliran darah melalui pembuluh darah dan ruangan jantung. Yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa zat kontras dapat menyebabkan alergi. Sehingga perlunya anamesis yang lengkap terutama mengenai riwayat alergi, serta perlu dilakukannya skin test.

24

Gambar 11. Hipertropi ventrikel kiri16 Gambar di atas menunjukkan pengukuran tiga dimensi dinding miokardium dengan potongan vertical long axis pasien ini mempunyai konsentrik hipertrofi ventrikel kiri.16 v. MRI MRI merupakan metode yang akurat untuk menilai anatomi dan fungsi jantung. MRI digunakan ketika ekokardiografi tidak

memungkinkan. Tetapi pemeriksaan MRI jarang dilakukan oleh karena biayanya yang cukup mahal dan keterbatasan ketersediaan alat. Meskipun MRI memiliki peran yang besar dalam mendiagnosis penyebab dari kardiomiopati dilatasi (misalnya mikarditis, sarkoidosis, hemokromatosis), akan tetapi dibutuhkan keahlian khusus dalam mengevaluasi gambaran MRI.11 Pada MRI berbagai jenis hipertrofi apikal ventrikel kiri dapat dibedakan.1 Adapun gambaran jantung yang tampak adalah: dindingnya tampak abu-abu, atrium dan ventrikel tampak hitam, jaringan lemak tampak putih.

25

Pada potongan melintang orang dapat mengetahui tebalnya dinding jantung pada waktu diastolik.18

Gambar 12. Kardiomiopati dilatasi17 Gambar di atas merupakan gambaran MRI pasien perempuan umur 19 tahun dengan kardiomiopati dilatasi sekunder dengan miokarditis oleh virus. Pasien ada riwayat aritmia. Tampak gambaran darah pada keempat ruang jantung, supresi oleh jaringan lemak yang menunjukkan pelebaran ventrikel kiri dan atrium kiri (volume akhir diastolik ventrikel kiri 160 mL).17

Gambar 13. Kardiomiopati hipertropi17


26

Gambar di atas merupakan gambar kardiomiopati hipertropi simetrik yang memperlihatkan hipertropi difus dari dinding ventrikel kiri dan kanan.17 VIII. Diagnosis Banding a. Perikarditis konstriktif adalah penyakit jantung yang secara klinis dan hemodinamik sukar dibedakan dengan kardiomiopati restriktif. Kedua kelainan ini perlu dibedakan karena implikasi pengobatan dan prognosisnya berbeda. Perbedaannya adalah pada kardiomiopati restriktif tekanan permukaan diastolik di dalam ventrikel kanan di atas 0, tekanan akhir diastolik di dalam ventrikel kiri dan kanan berbeda, ada hipertensi pulmonal dan pada ekokardiografi dinding ventrikel kiri menebal serta massanya bertambah. Sedangkan pada perikarditis konstriktif tekanan permulaan diastolik di dalam ventrikel kanan di bawah 0, tekanan akhir diastolik di dalam ventrikel kiri dan kanan sama, tidak ada hipertensi pulmonal, pada ekokardiografi dinding ventrikel normal serta pergerakan septum yang paradoksal.1 b. Efusi perikardial merupakan diagnosis banding kardiomiopati pada pemeriksaan foto thorax oleh karena gambarannya yang mirip dan susah dibedakan. Pada efusi perikardial pembuluh darah paru normal, jantung membesar dan membulat, bisa ada efusi pleura dan efusi perikardial. Sedangkan pada miokardiopati pembuluh darah paru biasanya prominen dan jantung membesar secara keseluruhan.13

27

IX. Penatalaksanaan Penatalaksanan ditujukan untuk memperbaiki kualitas hidup dengan cara mengurangi keluhan dan komplikasi, membatasi gejala dan memperlambat progresifitas penyakit dan mencegah kematian mendadak.8 Terapi terhadap kardiomiopati hipertrofi adalah dengan secara langsung menghalangi efek dari katekolamin yang dapat mengakibatkan eksaserbasi obstruksi dari aliran ventrikel kiri dan menghindari berbagai agen yang dapat memperburuk obstruksi (contohnya vasodilator atau diuretik).7 Pengobatan kardiomiopati restriktif pada umumnya sukar diberikan, karena penyakit ini tidak efisien untuk diobati dan lagi pula bergantung pada penyakit yang menyertainya. Obat-obat antiaritmia diberikan bila ada gangguan irama. Umumnya aritmia dapat menyebabkan kematian mendadak. Pemasangan alat pacu jantung untuk gangguan konduksi yang berat dapat diberikan.1 Perbaikan secara spontan atau stabilisasi dapat muncul pada sekitar seperempat pasien dengan kardiomiopati dilatasi. Kematian disebabkan gagal jantung, takiaritmia ventrikel atau bradyaritmia ventrikel. Pemakaian antikoagulan harus dipertimbangkan jika terdapat kemungkinan emboli sistemik. Standar terapi untuk gagal jantung adalah restriksi natrium, ACE inhibitor, diuretik, dan digitalis menghasilkan perbaikan gejala. Pada kardiomiopati dilatasi sekunder yang disebabkan karena hipertensi atau penyakit katup, penurunan afterload paling baik dengan menambahkan hydralazine atau nitrat terhadap standar regimen terapi gagal jantung kongestif.1

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Nasution SA. Kardiomiopati. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribrata MK, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p1600-1603 2. Wynne J, Braunwald E. Cardiomyopathy and myocarditis. Dalam : Kasper DL et al. Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition. Inc. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2005. 3. Maron BJ. Circulation. Contemporary Definitions and Classification of The Cardiomyopathies. New York: McGraw-Hill; 2006. p1807-1816. 4. Anonim. Profil Kesehatan Indonesia 2008. (sumber: http://www.depkes.go.id diakses 24 Desember 2012). 5. Price SA dan Wilson LM. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6. Jakarta: ECG; 2003. p517-529. 6. Rizzo DC. Delmars fundamentals of anatomy and physiology. Michigan: Biology Departement Head Professor of Biology Marygrove College Detroit; 2001. p294-311. 7. Wynne J, Braunwald E. Cardiomyopathy and myocarditis. Dalam : Kasper DL et al. Harrisons Principles of Internal Medicine 16th Edition. Inc. United States of America: The McGraw-Hill Companies; 2005. 8. Gunawan CA. Kardiomiopati Hipertrofik. Cermin Dunia Kedokteran. No. 143 hal 19. 2004. 9. Siregar AA. Kardiomiopati Primer pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. (online), (http://library.usu.ac.id diakses 24 Desember 2012). 10. Taylor RB. Taylors cardiovascular diseases: a handbook. Inc. United States of America : Springer Science; 2005. 11. Afridi HR. Imaging in Dilated Cardiomyopathy. (sumber: http://emedicine.medscape.com diakses tanggal 24 Desember 2012). 12. Raphael MJ, Partridge JB. Cardiomyopathies, cardiac tumours, trauma and cardiac transplantation. Dalam. Grainger RG, Allison DJ, Adam A, Dixon AK. Diagnostic Radiology a Textbook of Medical Imaging Fourth Edition. London: Harcout Publishers Limited; 2001.

29

13. Palmer PES, Cockshott WP, Hegedus V, Samuel E. Petunjuk Membaca Foto untuk Dokter Umum. Jakarta: EGC; 1995. p78. 14. Chambers J and Rimington H. Echocardiography a Pratical Guide for Reporting 2nd edition. London: Informa Health Care; 2007. 15. Kerut EK, Mcllwain EF, Plotnick GD. Handbook of Echo-Doppler Interpretation Second Edition. Louisiana: Futura Publishing Company; 2004. p160-186. 16. Budoff MJ, Shinbane JS. Cardiac CT Imaging Diagnosis of Cardiovascular Disease. London: Springer; 2006. 75-78. 17. Belloni E, Cobelli FD, Esposito A, Melloner, Perseghin G, Canu T, Maschio AD. MRI of Cardiomyopathy. American Journal of Roentgenology. 2008: 1702-1710. 18. Rasad S. Radiologi Diagnostik, edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p595-595.

30

You might also like