You are on page 1of 16

Alvin Rachmanto 11/312956/37727 Tugas Paal 4 Identifikasi kadar BOD, COD, TSS,NH3, Minyak dan DO dalam air

1. Pengukuran Nilai BOD dan DO pada air

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik. Pada kondisi aerobic, pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD,1973). Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar BOD nya sedangkan DO akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang BOD nya kurang dari 1 mg/l atau 1 ppm, jika BOD nya di atas 4 ppm, air dikatakan tercemar. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara Berikut adalah metode untuk mengidentifikasi kadar BOD dalam air I. PERALATAN DAN BAHAN a. Peralatan Peralatan yang digunakan terdiri atas: 1) Lemari pengeram KOB dengan kisaran suhu -10 hingga 50C dan stabilkan pada suhu 20C pada saat pengukuran; 2) Botol KOB 300 mL; 3) Aerator; 4) Gelas ukur 1000 mL; 5) Gelas piala 2000 mL; 6) Peralatan untuk pengukuran oksigen terlarut sesuai dengan SNI 06-6989.14.2004 b. Bahan Bahan kimia yang berkualitas p.a dan bahan lain yang digunakan pengukuran ini terdiri atas: 1) Larutan pengencer;

2) 3) 4)

Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N; Larutan asam sulfat (H2SO4) 0,1 N; Larutan natrium sulfit (Na2SO3) 0,025 N.

II. PERSIAPAN DAN PENGUKURAN a. Persiapan Contoh/sampel 1) Sample yang bersifat asam atau basa harus dinetralkan sampai pada pH 7,0 0,1 dengan menggunakan asam atau basa. 2) Sampel yang diduga mengandung sisa klor aktip (yang dapat menghalangi proses mikrobiologi) harus ditentukan konsentrasi klor aktipnya. Per mol klor aktip yang dikandung sampel, dibutuhkan satu mol zat pereaksi seperti Na2SO3 3) Sampel yang diduga mengandung zat beracun.

4) Sampel yang mengandung oksigen melebihi kejenuhannya (terlalu jenuh), misalnya lenih dari 9 mg O2 / l pada 20C, perlu diturunkan kadar oksigennya dengan cara pengocokan. Keadaan tersebut dapat terjadi pada sampel yang ditumbuhi ganggang. 5) Pengenceran sampel:

Oleh karena jumlah oksegen dalam botol terbatas, maksimum 9 mg/L tersedia, dan sebaiknya oksigen terlarut pada masa akhir masa inkubasi antara 3-6 mg O2/L, maka sampel perlu diencerkan. b. Cara Pengukuran Pengukuran kadar KOB/BOD dengan tahapan sebagai berikut: a. Mengambil sampel air sebanyak 500 mL diencerkan di beaker glass dengan air suling yang sudah diaerasi selama 2 jam sehihingga volumenya menjadi 2000 mL. b. Membagi sample menjadi 6 botol winkler dan botol winkler diberi nama. Misalnya BOD hari ke 0, BOD hari ke 1 dan seterusnya sampai hari ke 5. c. Menambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml alkali iodide azida ke dalam botol winkler BOD hari ke 0, sementara itu ke 5 botol winkler lainnya dimasukkan ke dalam inkubator. d. Menutup botol winkler BOD hari ke 0 dan menghomogenkan hingga terbentuk gumpalan yang sempurna. e. Membiarkan gumpalan mengendap 5 menit sampai 10 menit.

f. Menambahkan 5 ml H2SO4 pekat, menutup dan menghomogenkan hingga endapan larut sempurna. g. Mengambil 50 ml sampel dengan pipet dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyer 150 ml h. Meneteskan indikator amilum/ kanji berwarna biru kemudian menitrasi sampel dengan Na2SO3 sampai warna biru tepat hilang dan mencatan volume Na2SO3 yang terpakai. i. Botol winkler selanjutnya diukur nilai DO nya seperti tahapan d-h.

Kadar BOD ditentukan dengan rumus : 5 X [ kadar { DO(0 hari) - DO (5 hari) }] ppm Selama penentuan oksigen terlarut, baik untuk DO maupun BOD, diusahakan seminimal mungkin larutan sampai yang akan diperiksa tidak berkontak dengan udara bebas. Khusus untuk penentuan BOD, sebaiknya digunakan botol sampel BOD dengan volume 250 ml dan semua isinya dititrasi secara langsung. Perhitungan kadar DO nya : DO,ml/L = B/B -2 x 5,6 x 10 x N x V Dimana : B = volume botol sampel BOD = 250 ml B 2 = volume air dalam botol sampel setelah ditambah 1 ml MnCl2 dan 1 ml NaOH-KI. 5,6 = konstanta yang sama dengan ml oksigen ~ 1 mgrek tiosulfat 10 = volume K2Cr2O7 0,01 N yang ditambahkan N = normalitas tiosulfat V = volume tiosulfat yang dibutuhkan untuk titrasi.

2. Pengukuran Nilai COD pada air

Chemical Oxygen Demand ( COD ) COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (G. Alerts dan SS Santika, 1987). COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut : HaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+ Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol, polisacharida dansebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95% - 100% bahan organic dapat dioksidasi. Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/ (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).

Analisis COD Prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan Metode Analisa COD Metoda standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand(COD) yang digunakan saat ini adalah metoda yang melibatkan penggunaan oksidator kuat kalium bikromat, asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis. Kepedulian akan aspek kesehatan lingkungan mendorong perlunya peninjauan kritis metoda standar penentuan COD tersebut, karena adanya keterlibatan bahan-bahan berbahaya dan beracun dalam proses analisisnya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari metoda alternatif yang lebih baik dan ramah lingkungan. Perkembangan metoda-metoda penentuan COD dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, metoda yang didasarkan pada prinsip oksidasi kimia secara konvensional dan sederhana dalam proses analisisnya. Kedua, metoda yang berdasarkan pada oksidasi elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai pengukuran secara elektrokimia.

3. Pengukuran Nilai TSS dan TDS pada air

A.

Total Suspended Solid (TSS)


Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari

padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2m atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution, 2008) . TSS merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan dan Edward, 2003). TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Oleh karena itu nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan sendiri merupakan kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik. Pola dan intensitas sebaran akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel serta materi. Sebuah sampel yang mengandung 1.000 mg/L dari fine talcum powder akan memberikan pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel yang mengandung 1.000 mg/L coarsely ground talc . Kedua sampel juga akan memiliki pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel mengandung 1.000 mg/L ground pepper, meskipun tiga sampel tersebut mengandung nilai TSS yang sama. TSS berhubungan erat dengan erosi tanah dan erosi dari saluran sungai. TSS sangat bervariasi, mulai kurang dari 5 mgL-1 yang yang paling ekstrem 30.000 mgL-1 di beberapa sungai. TSS ini menjadi ukuran penting erosi di alur sungai. Baku mutu air berdasarkan peraturan pemerintah No.82 tahun 2001, batas ambang dari TSS di sungai 50 mg/L. Estimasi nilai TSS diperoleh dengan cara menghitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan total menggunakan rumus:

TSS (mg/L) = (A-B) X 1000 / V Keterangan: A = berat kertas saring + residu kering (mg) B = berat kertas saring (mg) V = volume contoh (mL) Menurut Alabaster dan Lloyd (1982) padatan tersuspensi bisa bersifat toksik bila

dioksidasi berlebih oleh organisme sehingga dapat menurunkan konsentrasi oksigen terlarut sampai dapat menyebabkan kematian pada ikan.

B.

Total Dissolve Solid (TDS)

Total Dissolve Solid (TDS) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama dengan milligram per liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi diatas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (210-6 meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan pada pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dan lain-lain (Misnani, 2010).
Total padatan terlarut dapat pula merupakan konsentrasi jumlah ion kation (bermuatan positif) dan anion (bermuatan negatif) di dalam air. A nalisa total padatan

terlarut merupakan pengukuran kualitatif dari jumlah ion terlarut, tetapi tidak menjelaskan pada sifat atau hubungan ion. Selain itu, pengujian tidak memberikan wawasan dalam masalah kualitas air yang spesifik. Oleh karena itu, analisa total padatan terlarut digunakan sebagai uji indikator untuk menentukan kualitas umum dari air. Sumber padatan terlarut total dapat mencakup semua kation dan anion terlarut (Oram, B.,2010). Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian, limbah rumah tangga, dan industri. Unsur kimia yang paling umum adalah kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida. Bahan kimia dapat berupa kation, anion, molekul atau aglomerasi dari ribuan molekul. Kandungan TDS yang berbahaya adalah pestisida yang timbul dari aliran permukaan. Beberapa padatan total terlarut alami berasal dari pelapukan dan pelarutan batu dan tanah (Anonymous, 2010). Batas ambang dari TDS yang diperbolehkan di sungai adalah 1000mg/L. Peningkatan padatan terlarut dapat membunuh ikan secara langsung, meningkatkan penyakit dan menurunkan tingkat pertumbuhan ikan serta perubahan tingkah laku dan penurunan reproduksi ikan. Selain itu, kuantitas makanan alami ikan akan semakin berkurang (Alabaster dan Lloyd , 1982). Ada dua metode yang sering digunakan dalam pengukuran TDS, yaitu: 1. Gravimetri

Gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan hasil reaksi pengendapan. Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Hal ini dikarenakan metode gravimetri ditentukan melalui penimbangan langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain. Bagian terbesar dari gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal kesenyawaan murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti.

Metode gravimetri memakan waktu yang cukup lama. Adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu digunakan faktor-faktor koreksi. Faktor paling penting dalam metode ini yaitu proses pemisahan harus cukup sempurna sehingga kualitas analit yang ditimbang mendekati murni (Irha, 2011). 2. Electrical Conductivity

Konduktivitas listrik air secara langsung berhubungan dengan konsentrasi padatan terlarut yang terionisasi dalam air. Ion dari konsentrasi padatan terlarut dalam air menciptakan kemampuan pada air untuk menghasilkan arus listrik yang dapat diukur menggunakan conductivity meter. Electrical conductivity berfungsi mengukur konduktivitas listrik bahan-bahan yang terkandung dalam air. Semakin banyak bahan (mineral logam maupun nonlogam) dalam air maka hasil pengukuran akan semakin besar. Sebaliknya, bila sangat sedikit bahan yang terkandung dalam air maka hasilnya mendekati nol, atau disebut air murni (Insan, 2008). Prinsip kerjanya dengan menghubungkan 2 buah probe ke larutan yang diukur, kemudian dengan rangkaian pemprosesan sinyal akan mengeluarkan output yang menujukkan besar konduktivitas/daya hantar listrik sampel air tersebut (Endrah, 2010). C. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel air berdasarkan composite sample, dengan prosedur kerja menurut Hadi (2003) dan Dirjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum (1991), sebagai berikut : 1. Setelah alat pengambil sampel dipersiapkan, sampel diambil + 4 liter kemudian dicampurkan ke dalam penampung sementara hingga merata, titik kedalaman pengambilan sampel adalah satu meter di bawah permukaan air dengan titik pengambilan sampel air untuk tiap lokasi yaitu bagian kiri, tengah dan kanan badan air. 2. Pemeriksaan unsurunsur yang dapat berubah dengan cepat, dilakukan langsung setelah pengambilan sampel; unsurunsur tersebut antara lain; pH, suhu; kemudian hasilnya dicatat. 3.. Pemberian label sampel air, selanjutnya sampel di analisis di laboratorium 4. Hasil analisa laboratorium kemudian diolah sebagai bahan pengolahan data dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP). Data dianalisis dengan menggunakan Indeks Pencemaran menurut Kementrian Lingkungan Hidup

4. Pengukuran Nilai NH3 pada air

Amonia dilepas kedalam air oleh adanya penguraian organik dan juga sebagai buangan metabolic organisme perairan. Pembuangan nitrogen organik menjadi ammonia anorganik disebut amonifikasi atau mineralisasi serta dilakukan oleh bakteri heterotropik , aktinomicetes dan jamur. Seperti disebut sebelumnya , ammonia bergabung dengan rantai makanan dengan cara berubah menjadi nitrit dan nitrat yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Dalam jumlah besar amonia menjadi polutan beracun, dan berbahaya bagi kehidupan hewan, mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, daya tahan fisik, dan daya tahan terhadap penyakit. Hanya bentuk ammonia tak terion (NH3) yang beracun bagi kehidupan perairan. Amonia terion (NH4+)tidak dapat terdifusi melalui jaringan dan dengan demikian tidak dapat masuk kehewan dari media luar. Jumlah oksigen terlarut yang ada dan PH air adalah faktor penting yang mempengaruhi toksisitas ammonia. Makin tinggi PH konsentrasi ammonia tak terion dan (NH3)yang dapat melewati jaringanmakin besar. Bila pH tinggi dalam media luar dan rendah dalam jaringan, terjadi gradient dalam konsentrasi ammonia tak terion. Tidak seperti metabolic beracun lainnya toksisitas ammonia tidak hkas terhadap spesies dan mempengaruhi ikan, demikian juga dengan binatang air tak bertulang belakang lainnya. Tingkat toksisitas ammonia bergantung pada keadaan kimiawinya. Konsentrasi ammonia dalam larutan diatas 0,1 ppm mematikan kehidupan hewan. Diantara berbagai cara yang digunakan dalam menentukan ammonia, yang paling sederhana adalah cara Nessler langsung. Cara ini umum digunakan terhadap sampel yang diharapkan memiliki kandungan ammonia yang tinggi. Cara yang lebih teliti melibatkan destilasi ammonia dan penggunaan spektrofotometer. Penentuan ammonia dengan pereaksi Nessler . Penentuan ammonia bergantung pada kenyataan bahwa ion ammonia (NH4+) memberikan warna coklat kekuningan dengan pereaksi Nessler, dan bahwa intensitas warna berbading langsung dengan jumlah ammonia yang ada.

Pereaksi

Semua pereaksi yang dibuat dengan menggunakan ammonia bebas air Pereaksi Nessler Larutkan 10 gram air raksa yodida anhidrat (HgI2) dan 7 gram kalium iodida anhidrat dalam sejumlah kecil air. Tambahkan campuran ini dengan pengadukan yang teratur kedalam larutan dingin 16 gram NaOH dalam 50 ml ammonia bebas air. Encerkan sampai 100 ml . Simpan dalam botol gelap. Apabila raksa yodida tidak ada dapat pula dibuar pereaksi nessler dengan menggunakan raksa klorida seperti dibawah ini. Larutkan 50 gram KI dalam 35 ml ammonia bebas air . Tambahkan larutan jenuh raksa klorida sampai terdapat sedikit endapan. Buatlah larutan KOH 9 N. Biarkan jernih melalui pengendapan, Tambahkan 400 ml larutan KOH 9 N yang jernih kedalam campuranlarutan kaliun yodida raksa klorida. Encerkan menjadi 1 liter. Biarkan sampai jernih. Simpanlah dalam botol gelap dan dibiarkan dalam gelap. Amonium Klorida Induk Larutkan 3,818 gram ammonium klorida anhidrat dalam 1 liter ammonia bebas air. 1 ml larutan ini mengandung 100 mg nitrogen ammonia Amonium Klorida Standar Encerkan 10 ml larutan ammonium klorida induk menjadi 1 liter. 1 ml larutan ini sama dengan 10 mg ammonium nitrogen atau 12,2 mg ammonia. Lartan 50 % Natrium Kalium Tartarat. Larutkan 50 gram natrium kalium tartarat dalam 100 ml ammonia hangat bebas air. Larutan Lead Asetat 10 % Larutkan 10 gram lead asetat dalam 100 ml air.

Cara Kerja . Ambillah 1 ml ammonium kloridadalam tabung nessler. Tabung nessler dibuat khusus untuk pengukuran warna optic . Bilamana tidak ada tabung nessler Gunakan tabung penguji apapun yang terbuat dari gelas yang jernih. Semua tabung yang digunakan untuk perbadingan warna harus sama ukuran dan kualitasnya. Encerkan larutan standar menjadi 100 ml. Tambahkan 2 ml pereaksi nessler. Apabila 100 ml sampel tak berwarna dalam tabung

lain yang sama, dan tambahkan 2 ml pereaksi nessler kedalamnya. Bilamana sampel air menjadi berkabut pada penambahan pereaksi nessler, hentikan. Kepada sampel segar tambahkan 2 ml campuran larutan natrium kalium tartarat 50 % dan pereaksi nessler dengan volume yang sama. Biarkan kedua standar dan sampel selama 10 menit . Warna kuning yang terjadi bandingkan langsung dengan jumlah ammonia yang ada. Perkiraan Banyaknya ammonia dapat dibuat berdasarkan intensitas warna . Warna coklat kemerahan mencirikan adanya lebih dari 5 mg /liter ammonia. Warna kuning mencolok mencirikan konsentrasi ammonia antara 1 sampai dengan 5 mg/liter. Warna kuning yang hampir tak teramati mancirikan ammonia kurang dari 0,1 mg/liter.

Pembuatan Kurva Standar Amonia Siapkan sederet pengenceran larutan amonium klorida standar sebagai berikut : mL NH4Cl Std 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 mL Air Suling 100 99,9 99,8 99,7 99,6 99,5 99,4 99,3 99,2 99,1 99,0 Mililiter ammonium klorida standar yang digunakan dalam pembuatan setiap pengenceran sama dengan jumlah nitrogen ammonia yang ada dalam mg/liter untuk pengenceran itu . Sebagai contoh, dalam pengenceran dengan pemakaian 0,1 ml ammonium klorida standar , konsentrasi ammonium nitrogen dalam pengenceran itu adalah 0,1 mg / liter. Tambahkan kepada setiap tabung 2 ml pereaksi nessler Biarkan sampai warna berkembang sempurna. Tambahkan 2 ml pereaksi nessler pada 100 ml sampel air lakukan pembacaan nilai absorbansi pada panjang gelombang yang optimum. Perhitungan Amonium Nitrogen dilakukan dengan metode kurva standar.

5. Pengukuran kadar minyak pada air

Pencemaran minyak didalam air dapat terjadi karena adanya kegiatan eksplorasi minyak bumi, pengilangan minyak, kecelakaan transportasi, atau kebocoran pipa. Cemaran minyak ini dapat bermuara di sungai, danau, atau air tanah yang berakibat buruk pada kesehatan manusia karena penurunan kualitas air baku air minum. Contoh pencemaran yang signifikan yang terjadi di Indonesia diantaranya adalah kejadian tumpahan minyak disekitar pantai Sumatera dan Jawa(8) yang mencemari tambak ikan/udang diwilayah tersebut. Tumpahan minyak mentah di Indramayu mengakibatkan kegagalan panen udang seluas 700 hektar(6). Pencemaran lingkungan seperti tersebut diatas dapat menjadi masalah tidak hanya dalam konteks isu lingkungan, tetapi juga dampak ekonomi dan persepsi publik. Oleh karena itu, perlu diketahui cara penanganannya sesuai dengan kondisi tumpahannya. Minyak di air dapat berupa minyak terapung dipermukaan, terdispersi secara mekanik, teremulsi, terlarut (ukuran droplet < 5 mm), dan minyak yang melekat pada permukaan partikel(2). Plebon(7) mendefinisikan free-oil sebagai droplet minyak yang berukuran 150 mm yang akan segera terapung dipermukaan karena ukurannya yang besar, sedangkan emulsi minyak adalah droplet minyak yang terdispersi di air dengan cukup stabil karena ukurannya yang lebih kecil. Dalam kaitan itu, untuk mengetahui konsentrasi minyak terdispersi dalam air perlu dilakukan pengujian kandungan minyak di dalam air dengan metode yang tepat. Penentuan kadar minyak yang terkandung dalam air dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu metode partisi gravimetri, metode emulsifikasi, metode turbidity, metode fluoresensi dan metode gas kromatografi menggunakan detektor FID dan FPD, serta metode absorpsi infra merah. Pada penelitian ini, akan dipilih metode yang pada prinsipnya berdasarkan pengukuran menggunakan sinar infra merah, menggunakan alat OCMA-350 Horiba. Metode ini sangat sensitif dan memerlukan volume contoh yang relatif sedikit. Berkaitan dengan hal tersebut, pada

penelitian ini akan dilakukan verifikasi/pengujian metode penentuan kadar minyak dengan alat OCMA-350 Horiba untuk mengetahui unjuk kerja metode tersebut agar dapat memberikan hasil yang valid dalam memantau kandungan minyak yang terdispersi dalam air. PERCOBAAN I. Bahan: Minyak yang digunakan dalam percobaan ini adalah Bheavy oil yang merupakan standar minyak yang digunakan OCMA-350 Horiba yaitu suatu asphaltic yang mengandung asphalten dan resin, solar (dengan kandungan utama saturated hidrokarbon (parafinik), aromatic hidrokarbon, dan sedikit naphtalen), dan cutting oil Victor-2000 FR-165 S (dengan kandungan utama naphtenic atau parafinik oil chloroparafinik serta sedikit aditif), pelarut S-316 (polymer dari chlorotrifluoroethylen). II. Peralatan: Timbangan analitik (Mettler Toledo AT 200), Oil Content Analyzer - OCMA-350 Horiba, labu takar, syringe, pipet dan alat gelas lainnya. III. Metode Dalam penelitian ini dibuat contoh air yang mengandung minyak dengan konsentrasi yang sesuai dengan kelarutan minyak tersebut di dalam air. Contoh air yang dipersiapkan adalah sebagai berikut. 1. B-heavy oil dengan konsentrasi 179 mg/L yang dibuat dengan cara sebagai berikut: 2 L B-heavy oil dengan spesific gravity (SG) 0,895 dimasukan kedalam labu takar 10 mL,

kemudian kedalam labu takar tersebut ditambahkan air sampai volume 10 mL, lalu dikocok sampai homogen. 2. Cutting oil dengan konsentrasi 178 mg/L yang dibuat dengan cara sebagai berikut: 2 L cutting oil dengan SG 0,8931 dimasukkan kedalam labu takar 10 mL, kemudian kedalam labu takar tersebut ditambahkan air sampai volume 10 mL, lalu dikocok sampai homogen. 3. Solar dengan konsentrasi 84 mg/L yang dibuat dengan cara sebagai berikut: 1 L solar dengan SG 0,8372 dimasukkan kedalam labu takar 10 mL, kemudian kedalam labu takar tersebut ditambahkan air sampai volume 10 mL, lalu dikocok sampai homogen. Masing masing 10 mL contoh air yang mengandung minyak tersebut diatas, diekstraksi dengan 5 mL pelarut S-316 sebanyak 2 kali. Hasil ekstrak minyak tersebut ditambah dengan sedikit natrium Profil spektrum serapan minyak dan spektrum serapan pelarut S-316 dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Profil spektrum ini memperlihatkan bahwa semua hidrokarbon (termasuk minyak) mempunyai pita serapan dalam rentang angka gelombang 2958 -2857 cm-1 (gugus CH, CH2 dan CH3) sedangkan pelarut S-316 tidak mempunyai pita serapan pada rentang panjang gelombang tersebut. Dengan demikian, pelarut S-316 dapat digunakan sebagai pengekstrak minyak karena tidak memberikan respon pada panjang gelombang tersebut. Pengujian terhadap suatu metode sebelum digunakan untuk menganalisis contoh perlu dilakukan, untuk mengetahui unjuk kerja dari metode tersebut agar dapat diperoleh data yang valid. Pengujian yang dilakukan pada metode ini meliputi penentuan linieritas, penentuan akurasi metode yang dilakukan dengan uji recovery, penentuan presisi, serta penentuan limit deteksi.

Pengujian linieritas dengan menggunakan larutan standar B-heavy oil dan cutting oil dilakukan dengan membuat satu deret larutan standar yang dibuat dari standar B-Heavy oil dan Cutting oil yang diencerkan dengan pelarut S-316, sehingga diperoleh larutan minyak di dalam pelarut S316 dengan konsentrasi 50, 100, 150 dan 200 mg minyak/mL. Kemudian, konsentrasinya dibaca pada alat OCMA-350 Horiba. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini.

Gambar 3. Kurva hubungan antara konsentrasi minyak dalam air yang dibuat terhadap konsentrasi minyak yang terbaca di alat. Persamaan garis regresi dari kurva diatas adalah sebagai berikut:

Y B-heavy oil = 0,9994 X + 0,32

R=1

Y Cutting oil = 1,171 X 0,2

R = 0,9999.

Hasil penentuan ini menunjukkan bahwa pengukuran konsentrasi minyak pada rentang konsentrasi 0-200 g/mL memberikan hasil yang linier, akan tetapi untuk jenis minyak yang

berbeda memberikan nilai slope yang berbeda. Pada pengukuran B-heavy oil hasil cukup bagus dengan nilai slope dan R mendekati 1 yang artinya konsentrasi minyak yang dibuat sesuai dengan konsentrasi minyak yang dibaca pada alat. Untuk cutting oil ada perbedaan sedikit, yaitu slopenya lebih tinggi, tetapi R-nya cukup baik yaitu mendekati 1. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa pembacaan konsentrasi B-heavy oil pada alat OCMA-350 sesuai dengan konsentrasi yang dibuat karena kalibrasi alat menggunakan standard B-heavy oil. Sedangkan untuk cutting oil memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi yang dibuat, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan komposisi antara cutting oil dengan B-heavy oil seperti terlihat dari Spektrum IR (Gb 2) yang menunjukkan serapan cutting oil yang lebih besar dibandingkan dengan B-heavy oil. Oleh karena itu perlu dilakukan percobaan apabila kalibrasi alat dilakukan dengan menggunakan standar yang sesuai dengan minyak yang akan dianalisis.

You might also like