You are on page 1of 14

FILSAFAT ILMU

METODE BERPIKIR ILMIAH KAJIAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI & AKSIOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2012


DAFTAR ISI
1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan dan Keguanaan Penulisan BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Metode Berpikir Ilmiah B. Pendekatan Metode Berpikir Ilmiah C.Pendekatan dari sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Rekomendasi Ilmiah Daftar Pusaka

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki. Menurut J.S Suriasumantri, manusia adalah homo sapiens merupakan makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah dalam kehidupannya terlepas dari jangkauan pemikiran, dari soal paling remeh sampai soal paling berat dan asasi. Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal pikiran yang sehat untuk

mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dan sebagainya. Secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip prinsip ilmu pengetahuan atau menggunakan prinsip prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran). Untuk memperoleh pengetahuan ilmuiah dapat digunakan dua jenis pendekatan, yaitu Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif. Pendekatan Deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan operasionalisassi. Dengan kata lain untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks pendekatan deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa berpikir ilmiah, merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidupnnya di muka bumi. Manusia diberi akal untuk berpikir, bahkan untuk memikirkan dirinya sendiri. Namun demikian, berpikir yang benar adalah berpikir melalui metode ilmiah, sehingga hasil akan benar pula. Oleh karena itu penting untuk dikaji sejauh mana berpikir ilmiah melalui pendekatan alternatif ditinjau

dari pendekatan ontology, epistemology dan aksiologi sebagai bahan dari telaahan filsafat ilmu. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memberikan perumusan masalah khususnya yang berkenaan dengan kajian berpikir ilmiah. Untuk itu penulis merumuskan masalah, sebagai berikut : 1. Bagaimna pengertian metode berpikir ilmiah ? 2. Bagaimana konsep pendekatan alternatif. 3.Bagaimana pendekatan dari sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi ? C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mendapatkan gambaran tentang sudut pandang ontology, Epistemologi dan Aksiologi terhadap Pendekata Alternatif sebagai metode Berpikir Ilmiah yang merupakan salah satu kajian mata kuliah Filsafat Ilmu. Sedangkan kegunaan dari penulisan makalah ini adalah (I) untuk dapat lebih menetahui dan memahami pendekatan atlternatif sebagai metode berpikir ilmiah khususnya tentang sejauh mana sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi terhadap berpikir ilmiah dalam pendekatan alternative, (2) sebagai bahan kajian lebih lanjut tentang berpikir ilmiah.

BAB II

PEMBAHASAN A. Pengertian Metode Berpikir ILmiah Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapi kebenrann disamping rasa dan kehendak untuk mencapai kebaikan . Dengan demikian, ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi. Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakkan atau mencarai hubungan atau pertalian antara abstraksi abstaksi. secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : bepikir alamiah dan berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka bepikir penelitian ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan. 1. Sarana Berpikir Ilmiah Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membentuk kegiatan dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan saranan tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegitaan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : (1) Bahasa Ilmiah, (2) Logika matematika, (3) Logika Statistika. Bahasa Ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika matematika mempunyai peran penting dalam berpikir Deduktif sehingga mudah di ikuti dan dilacak kembali kebenarnnya. Sedangkan logika Statistika mempunyai peran penting dalam berpikir Induktif untuk mencari konsep konsep yang berlaku umum.
5

2. Metode Berpikir Ilmiah Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat relative atau tidak mutlak. Oleh karena itu, seorang sarjanaa atau ilmuwan haruslah bersifat rendah hati dan mengakui adanya kebenaran mutlak tidak bisa dijangkau oleh cara berpikir mutlak yang bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah. Untuk sampai kepada kebenaran yang dituju diperlukan adanya jalan atu cara. Jalan atau cara itulah yang disebut metode. Dalam kamus Paedagogik disebutkan bahwa Metode ialah cara bekerja yang tetap dipikirkan dengan seksama guna mencapai suatu tujuan. Afanasyev, seorang filosof Rusia , dalam bukunya The Maxist Pholosphyy, menulis bahwa Method in the road for a goal, the sun of definities priciples and ways of theoretical study and practical activity. Metode atau cara yang dilalui oleh proses ilmu sehingga mencapai kebenaran (ilmiah) bermacam-macam, tergantung kepada obyek atau sifat dan jenis ilmu itu sendiri. Tetapi secara garis besar metode ilmiah biasanya terbagi kepada dua macam, yaitu : Metode Induksi dan Metode Deduksi. a. Metode Induksi Metode Induksi adalah suatu cara penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal hal yang bersifat khusus (individu) menuju kepada hal yang besifat umum (universal). Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umu. Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahaun, utamanya ilmu pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta fakta yagn dapat diuji kebenarannya.
6

b. Metode Deduksi Metode deduksi adalah dkebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal hal yang bersifat khusus ke umum, maka metode deduksi sebaliknya, yaitu : bergerak dari hal hal yang bersifat umum (universal) kemudian atas dasar itu ditetapkan hal hal yang bersifat khusus. Cara deduksi ini banyak dipakai dalam logika klasik Aristoteles, yaitu dalam membentuk Syllogisme yang menarik kesimpulan berdasarkan atas dua premis mayor dan minor sebelumnya. Contohnya yang paling klasik : - Semua manusia bisa mati - Socrates adalah manusia - Jadi, Socrates bisa mati Dari apa yang diuraikan diatas terlihat bahwa antara Induksi dan Deduksi ( meskipun kelihataanya bertentangan) mempunyai kaitan yang erat. Kaitan itu dapat dilihat pada kenyataan bahwa kesimpulan umum yang diperoleh dengan jalan Induksi (misalnya semua logam dapat memulai bila dipanasi) dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi analisa deduktif. Seperti yang dikatakan oleh John Stuart Mill, dalam bukunya A system of logic , bahwa setiap tangga besar didalam deduksi memerlukan deduksi bagi penyususn pikiran mengenai hasil hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua duanya bukan merupakan baigan yang saling tepisah sebetulnya saling menyokong seperti aur dengan tebing. Memang terdapat kritikan terhadap metode ilmiah ini, khususnya pada apa yang disebut general truth, yaitu kesimpulan umum yang terdapat dari hasil penyelidikan atu metode berpikir induktif. David Home, seorang filosof skotlandia, menekankan bahwa dari sejumlah fakta betapun banyaknya dan betapun besarnya secara logis tidak pernah diperoleh atau disimpulkan suatu kebenaran umu (general truth). Alasannya, karena tidak pernah ada keharusan logis bahwa faktafakta yang sampai sekarang selalu berlangsugn dengan cara yagn sama, besok juga akan terjadi dengan sama pula. Misalnya, tidak ada kepastian logis bahwa besok
7

pagi matahari akan terbit dari timur. Sehingga dari kejadian kejadian masa lampau tidak pernah dapat disimpulkan sesuatu pun tentang masa depan. Kritikan ini pernah dijawab oleh Karl R. Popper, seorang filosof inggris abad XX ini, dengan mengatakan bahwa sesuatu ucapan atau teori tidak bersifat ilmiah karena sudah dibuktikan, melainkan karena dapat diuji (testable). Ucapan semua logam akan memuai kalau dipanasi dapat dianggap ilmiah kalau dpat diuji dengan percobaan percobaan sistematis untuk menyangkalnya. Dan kalau suatu toeri tetap tahan setelah diuji, maka berarti bahwa kebenarannya diperkokoh (corroborasion). Makin besar kemungkinan untuk menguji dan menyangkal suatu etori, makin koloh pula kebenarannya jika toeri itu bertahan terus. Contoh yang sederhan, dengan observasi terhadap angsa angsa putih. Betapun besar jumlahnya orang tidak sampai kepada toeri umum bahwa semua angsa berwarna putih. Tetapi cukuplah satu observasi tehadap seekor angsa hitam untuk menyangkal toeri tadi. Salama hitam belum ditemukan maka pernyataan semua angsa berwarna putih tetap dianggap benar secara ilmiah. B. Pendekatan metode berpikir ilmiah Pendekatan penelitian dalam metode berpikir ilmiah pada hakikatnya dibagi dua kelompok besar, yaiut pendekatan Deduktif dan pendekatan Induktif. Namun dalam perkembanganya ada pendekatan lain yang merupakan pendekatan gabungan dari dua pendekatan tersebut yang dinamakan dengan pendekatan gabungan ( sebagai gabungan dari pendekatan deduktif induktif ) Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat presmis yang dibenarkan dalam system deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dai satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang bersifat umum ke sesuatu yang bersifat khusus ( going from the general to the specific ). Deduksi merupakan suatu cara penalaran dengan menggunakan kriteria atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan suatu kesimpulan kasus khusus atu spesifik. Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu
8

yang dianggap benar yang memiliki implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa buah pernyataan yang lebih spesifik dan khusus, merupakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagi contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntasi (acconting report ) seharusnya didasarkan kapada pengukuran nilai asset bersih yang bisa direaslisasikan (net realizable value measurements of assets) merupakan premis dari toeri normatif. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi. Meskipun terdapat pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat normatif dan pendekatan induktif umumnya berupaya untuk bersifat deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan system yang tertutup dan non empiris yang kesimpulannya secara ketat didasarkan kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif. Salah satu pertanyaan yang menarik adakah apakah temuan riset dapat bebas nilai ( value free) atau neteral karena pertimbangan nilai sesunggunnya mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris berupaya untuk deskriptif, penelitiannya tidak mungkin sepenuhnya bersikap netral dengan dipilihnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan dirumuskannya definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut. Perbedaan yang lebih mencolok antara system deduktif dan induktif adalah : kanduangan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global (makro) sedangkan teori induktif umumnya bersifat particularistik (mikro). Oleh karena premis sistem deduktif bersifat global. Sistem deduktif, karena didasarkan kepada fenomena empiris umumnya relevan dengan permasalahan yang diamatinya. Meskipun perbedaan antara system deduktif dan induktif bermanfaat untuk maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini seringkali tidak berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yang saling bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan sering kali digunakan secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai ketepatan peremis yang pada mulanya digunakan dalam suatu system deduktif. Proses riset sendiri tidak selalu mengikuti suatu pola yang pasti. Para peneliti sering kali bekerja secara terbalik dari kesimpulan penelitain lainnya dengan
9

mengembangkan hipoetsis baru yang tampaknya cocok dengan data yang tersedia. Dalam konteks akutansi, riset Induktif bisa membantu memperjelas hubungan dan fenomena yang ada dalam lingkungan bisnis yang mendasari prakatek akuntasi. Riset Induktif tersebut pada gilirannya akan bermanfaat dalam proses pembuatan kebijakan yang biasanya mengandalkan penalaran deduktif dalam menentukan aturan yang akan diberlakukan. C. Pendekatan dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi 1. Pendekatan dari Sudut Pandang Ontologi Ontologi adalah cabang filasafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan mengindera yang membuahkan pengetahaun. Objek telaah ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenayataan yang mengatasi semua perbedaaan antara bendabenda dan makhluk hidup, antara jenis jenis dan indidvidu individu. Pendekatan dari sudut pandang ontologi, hal ini berarti pendekatan dari sudut pandang filsafat sesuatu yang ada sebagai pendekatan berpikir ilmiah. Dengan kata lain, pandangan ontologi merupakan pendekatan dalam kajiananya mempersoalkan eksistensi dalam prosses berpikir ilmiah sesuai dengan cara - cara yang digunakan oleh metode ilmih. Mempersoalkan hakikat metode ilmiah dalam mencari kebenaran ilmiah. 2. Pendekatan dari Sudut Pandang Epistemologi Objek telaah episteologi adalah mempertanyakan bagaiman sesuatu itu ada dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan
10

epistemologi adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logkia, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa definisinya. Epistmologi moral menelaah evaluasi epistemic tentang keputusan moral dan teori teori moral. Pembicaraannya tentang pendekatan dari sudut pandang epistemologi, hal ini berarti cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah kaidah kaidah ilmu pengetahuan sehinggga diperolehnya metode ilmiah. Dengan kata lain pendekatan epistemologi hendak dipahami secara rasional melalui metode ilmiah. 3. Pendekatan dari Sudut Pandang Aksiologi Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai ini ada kaitannya dengan kategori : (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama dibawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atu estetika. Landasan aksiologis, dengan pertanyaan mendasar : untuk apa ilmu digunakan ? bagimana kaitan antara ilmu tersebut dengan kaidah kaidah moral ? bagaiman kaitan antara tekhnik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma norma moral atau professional ? Landasan aksiologi berhubungan dengan eksistensi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuannya. Dengan perkataan lain, apa yang dapat dikaji dalam aksiologi itu bermanfaat dalam peningkatan kualitas hidup manusia sebagai hasil dari berpikir ilmiah yang dapat mengarahkan manusia untuk membedakan nilai baik maupun buruk. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Berpikir ilmiah sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu metode Induktif dan metode Deduktif. Pandangan
11

pandangan mengenai berpikir ilmiah, setiap waktu mengalami perubahan, sejalan dengan perjalanan konsep berpikir manusia dalam tiap zaman. Tidak ada pengertian mutlak benar dan mutlak salah dalam suatu ilmu pengetahuan ataupun filsafat yang senantiasa berkembang menyempurnakan suatu pengertian maupun gagasan. 2. Pendekatan gabungan adalah pendekatan yang menggabungkan pendekatan deduktif (deductive approach) dan pendekatan induktif (inductive approach). Penelitian yang menggunakan pendekatan gabungan pada hakikatnya bertujuan untuk menguji hipotesis merupakan penelitian yang menggunakan paradigma kuantitatif kualitatif. 3. Dalam sudut pandang landasan filsafat, pendekatan dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu ontologi (metafisika), epistemologi, dan aksiologi. B. Rekomendasi Ilmiah Kajian metode penelitian ilmiah, merupakan kajian yang berkaitan dengan pendekatan deduktif induktif dengan adanya perkembangan filsafat ilmu dalam berpikir ilmiah dapatlah diambil sutau pelajaran bahwa semuanya itu berkat pemikiran-pemikiran filusuf-filusuf dalam mencari sumber dan kebenaran ilmiah melalui kajian kajian ontologi, epistomologi dan aksiologi. Untuk itu diharapkan kepada peneliti lainnya agar dikaji lebih lanjut kajian tentang pendekatan lainnya dalam kajian filsafat ilmu.

DAFTAR PUSTAKA Achmadi, asmori, 2001 , Filsafat umum, Jakarta : Rajawali Pers Achmad sanusi (1998), Filsasfat Ilmu, Toeri keilmuan dan Metode Penelitian, Bandung : Program Pasca Sarjana IKIP Bandung

12

Branner, Julia. (2002) Memadu Metode Penelitain Kualitatif dan Kuantitiatif, Samarinda : pustaka Pelajar Capra, Fritjop, (1998), Titik Balik Peradaan : Sains Mayarakat dan Kebangkitan, Kebudayaan, Terjemahan M. Thoyibi. Yogyakarta : Yayasan Bentang budaya Endang Saefuddin Anshari, (1988), Dimensi Kreatif dalam Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina ilmu Hanafi, Ahmad, 1990. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang Hardiman, Budi F. 2004, Filsafat Modern, Jakarta : Gramedia Hadiwijono, Harun, 1980, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta : Kanisius Hassan, faud, Pengantar Filsafatt Barat, Jakarta : Pustaka Jaya Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan pemikiran filosofi, (terjemahan Achamda Bimadja, PH.D ) , Bandung : ITB Bandung Jammer, Max (1999), Einstern and Religion : Physics and Theology, New jersey : Princeton University, Press Kattsoff, L.O, 1992, Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Tiara Wacana Kuh, Thoma S, (200), The Structur of Scientific Revolution : Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, Terjemahan Tjun Surjaman, Bandung : Rosda). Liang, Gie The, 1982, Dari Administrasi Ke Filsafat, Yogyakrata : Supersukses M. Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarat : Tinta Mas Magnis suseno, Franz, 1992, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta : Kanisius Milton H, 2004. Peta filsafat : Pendekatan Kronolig dan Tematik, Jakarta : teraju Noeng Muhadjir, (1996), Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta, Rake Sarasin ___________, (1998), Filsafat Ilmu : Telaah Sistematis, Fungisonal Komparatif, Yogyakarata : Rake sarasin Peursen, Van, 2003, Menjadi Filsuf, Yogyakarta : Qalam Redja Mudyahardjo, (2001), Filsafat ILmu Pendidikan : Suatu Pengantar, Bandung : Rosda Ricahrd, Popkin H, 1986, Philosophy, London : Heinemman Sidi Gazalba, (1973), Sistemaika Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang
13

Sudarto (1997) Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Frafindo Persada. Tibawi, AL (1972), Islamic Education, LONDON : LUzak & Company Ltd. Sugiharto, Bambang, 1996, Posmodernisme : Tantangan Bagi Filsasfat, Jakarat : Gramedia Titus, Harold. H (1959), Living Issues in Philosophy : An Introductory Book Of Reading, New York : The Mac Millian Company Zuhairini dkk. (1995), Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara

14

You might also like