You are on page 1of 27

Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman

Referat

DISTOSIA KARENA KELAINAN HIS

Disusun Oleh: Haryo Jatmiko NIM. 03.37499.00155.09 Pembimbing: dr. Prima Deri Pella T, Sp.OG Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman RSUD A.W. Sjahranie Samarinda

2009
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan normal dapat terjadi manakala terpenuhi keadaan-keadaan tertentu dari faktor-faktor persalinan : jalan lahir (passage), janin (passanger), dan kekuatan (power). Pada waktu persalinan, hubungan dari ketiga hal ini sangatlah penting untuk diperhatikan oleh karena menentukan mekanisme dan prognosis persalinan.1 Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. 1,2,3,4,5,6,7 Sebabsebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu: kelainan tenaga (atau kelainan his), kelainan janin serta kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir.1,3 Dalam referat ini akan dibahas mengenai distosia yang diakibatkan oleh kelainan his. Jenis-jenis kelainan his yang akan dijelaskan adalah inersia uteri, hypertonic uterine contraction dan incoordinate uterine action.1 Pengetahuan yang baik tentang kelainan his ini sepatutnya dimiliki oleh setiap dokter muda sebagai bekal dalam praktek kedokteran umum agar dapat mengambil keputusan dan penatalaksanaan yang tepat. Sebab,

penatalaksanaan yang tepat terhadap distosia dapat mengurangi angka kematian pada ibu maupun janin.6 1.2. Tujuan

Untuk mengetahui definisi, jenis, etiologi, dan penatalaksaan distosia yang diakibatkan karena kelainan his BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Distosia disebut juga persalinan lama, didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal atau sulit.1,2,3,4,5,6 Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu: 1. Kelainan tenaga (atau kelainan his). His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi, sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan. 2. Kelainan janin. Persalinan dapat mengalami gangguan dan kemacetan karena kelainan dalam letak atau kelainan bentuk janin. 3. Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.1,2,3,4,5,6 2.2 Distosia Karena Kelainan Janin (Passanger) Distosia dapat disebabkan oleh kelainan dari janin. Secara garis besar kelainan janin yang sering menyebabkan distosia dapat berupa kelainan letak, kelainan dalam bentuk janin, dan presentasi ganda.5 2.2.1 Kelainan Letak Janin A. Posisi Oksipitalis Posterior Persisten

Posisi belakang kepala oksiput posterior menetap adalah suatu keadaan dimana ubun-ubun kecil menetap dibelakang panggul karena tidak berputar ke depan ketika mencapai dasar panggul. Pada keadaan seperti ini maka kepala janin akan lahir dalam keadaan muka di bawah simfisis pubis. 1,3,5 Salah satu sebab terjadinya posisi oksiput posterior menetap adalah usaha penyesuaian kepala janin terhadap bentuk dan ukuran panggul. Sebagai contoh apabila diameter anteroposterior panggul lebih panjang dari diameter transversa seperti pada panggul antropoid, atau segmen depan menyempit seperti pada panggul android, maka ubun-ubun kecil akan mengalami kesulitan memutar ke depan. Sebab-sebab lain ialah otototot dasar panggul yang sudah lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat, sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan.1,3 Dalam menghadapi persalinan dengan ubun-ubun kecil dibelakang sebaiknya dilakukan pengawasan persalinan yang seksama dengan harapan terjadinya persalinan spontan. Tindakan untuk mempercepat jalannya persalinan dilakukan apabila kala II terlalu lama.1,3 Kematian perinatal pada posisi oksiput posterior persisten lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan ubun-ubun kecil di depan.3 B. Presentasi Puncak Kepala

Presentasi puncak kepala atau presentasi ubun-ubun besar adalah kelainan akibat defleksi ringan kepala janin ketika memasuki ruang panggul sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian terendah.3 Pada presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala maksimal sehingga lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah sirkumferensia frontooccipitalis dengan glabella dibawah simfisis sebagai hipomoklion.3 C. Presentasi Muka Presentasi muka adalah kepala dalam kedudukan defleksi maksimal sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah. Jika dagu dibagian belakang dan tidak dapat berputar ke depan waktu paksi dalam disebut posisi mentoposterior persisten dan janin tidak dapat lahir spontan.3 Pada umumnya penyebab terjadinya presentasi muka adalah keadaankeadaan yang memaksa terjadinya defleksi kepala atau keadaan-keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala. Oleh karena itu presentasi muka dapat ditemukan pada panggul sempit atau pada janin besar. Selain itu kelainan janin seperti anensefalus dan tumor di leher bagian depan dapat mengakibatkan presentasi muka.1 D. Presentasi Dahi Presentasi dahi adalah kedudukan kepala diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada umumnya presentasi dahi merupakan kedudukan sementara dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau belakang kepala.3

Presentasi dahi terjadi kira-kira 0,06% persalinan. Pada 60 % kasus presentasi dahi berhubungan dengan prematuritas dan grande multipara.5 E. Letak lintang Letak lintang adalah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu memanjang tubuh ibu. Pada letak lintang, bahu berada diatas pintu atas panggul. Kepala berada di salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain. Pada keadaan ini, janin biasanya berada pada presentasi bahu atau akromion. Punggung janin dapat berada di depan (dorsoanterior), belakang (dorsoposterior), atas (dorsosuperior), atau bawah (dorsoinferior).3 Kelainan letak lintang terjadi kira-kira 0,33% dari seluruh persalinan tetapi bisa 6 kali lebih sering pada kehamilan premature. Faktor-faktor yang terkait dengan insiden letak lintang antara lain grandemultipara, prematur dan implantasi abnormal plasenta.5 Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, bahu akan masuk kedalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Bila janin kecil, sudah mati, dan menjadi lembek, kadang-kadang persalinan dapat berlangsung spontan. Janin lahir dalam keadaan terlipat melalui jalan lahir (konduplikasio korpore) atau lahir dengan evolution spontanea.3 F. Letak Sungsang

Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong di bagian bawah kavum uteri. Pada letak sungsang, berturut-turut lahir bagian-bagian yang semakin lama semakin besar, dimulai dari lahirnya bokong, bahu, kemudian kepala.3 Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni : presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.1 Letak sungsang terjadi kira-kira 3% dari semua persalinan. Insiden pada usia kehamilan 32 minggu adalah 7% dan dibawah 28 minggu adalah 25% serta meningkat pada kehamilan prematur.5 2.2.2 Kelainan Dalam Bentuk Janin A. Fetal Makrosomia Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram. Dinamakan bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari 4000 gram. Insidennya sekitar 5% dari kehamilan. Faktor resiko yang berhubungan dengan bayi besar meliputi ibu yang menderita diabetes mellitus, obesitas, penambahan berat badan yang berlebihan, kehamilan postmatur dan riwayat kehamilan dengan bayi besar.1,5 B. Hidrosefalus Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi lebih besar dan terjadi pelebaran sutura dan ubun-ubun. Insiden hidrosefalus sekitar 0,05% dari seluruh kehamilan. 2.2.3 Presentasi Ganda

Presentasi ganda ialah keadaan dimana disamping kepala janin didalam rongga panggul dijumpai tangan, lengan atau kaki, atau keadaan dimana disamping bokong janin dijumpai tangan. Presentasi ganda jarang ditemukan, yang paling sering diantaranya adalah adanya tangan ataupun lengan disamping kepala.1 Presentasi ganda terjadi karena pintu atas panggul tidak tertutup sempurna oleh kepala atau bokong, misalnya pada seorang multipara dengan perut gantung, pada kesempitan panggul dan janin yang kecil. Diagnosis berdasarkan pemeriksaan luar saja sulit ditentukan, sedangkan pada pemeriksaan dalam, disamping kepala atau bokong dapat diraba tangan, lengan atau kaki. Kemungkinan pada pemeriksaan dalam teraba juga tali pusat menumbung, yang sangat mempengaruhi prognosis janin. Pada presentasi ganda pada umumnya tidak ada indikasi untuk mengambil tindakan, karena pada panggul dengan ukuran normal, persalinan dapat spontan pervaginam.1 2.3 Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir Menurut morfologinya, panggul dibagi menjadi 4 jenis pokok. Jenis-jenis panggul ini dengan ciri-ciri pentingnya adalah : 1. Panggul ginekoid dengan pintu atas panggul yang bundar, atau

dengan diameter transversa yang lebih panjang sedikit daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas.

2.

Panggul antropoid dengan diameter anteroposterior yang lebih

panjang daripada diameter transversa, dan dengan arkus pubis yang menyempiut sedikit. 3. Panggul android dengan pintu atas panggul yang berbentuk

segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis menyempit. 4. Panggul platipelloid dengan diameter anteroposterior yang jelas

lebih pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas.1 Pada panggul dengan ukuran normal, apapun jenis pokoknya, kelahiran pervaginam janin dengan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran. Akan tetapi bila ukuran-ukuran panggul menjadi lebih kecil daripada standar normal dapat terjadi kesulitan dalam proses persalinan.1 Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan. Seksio sesarea dapat dilakukan secara elektif pada pasien dengan diagnosis panggul sempit atau disproporsi sefalopelvik. Seksio sesarea dapat dilakukan secara elektif yakni sebelum persalinan mulai atau pada awal persalinan dan secara sekunder yakni sesudah persalinan berlangsung selama beberapa waktu.1 2.4 His dan Tenaga Lain Dalam Persalinan Uterus terdiri dari atas tiga lapisan otot polos: lapisan luar longitudinal, lapisan dalam sirkular dan di antara dua lapisan ini terdapat lapisan otot-otot yang beranyaman tikar. Seluruh lapisan otot ini bekerja

sama dengan baik, sehingga terdapat pada waktu his yang sempurna dengan sifat-sifat a) kontraksi yang simetris; b) kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di fundus uteri; c) sesudah itu terjadi relaksasi.1 Pengetahuan fungsi uterus dalam masa kehamilan banyak dipelajari oleh Caldeyro-Barcia dan hasil-hasilnya diajukan pada Kongres Kedua International Federation of Gynaecology and Obstetrics di Montreal, juni 1958. Ia memasukkan kateter penelitian halus ke dalam ruang amnion dan memasang mikrobalon di miometrium fundus uteri, di tengah-tengah korpus uteri dan di bagian bawah uterus. Semuanya kemudian disambung dengan kateter polietilen halus ke alat pencatat (electometer). Dengan demikian dapat diketahui bahwa otot-otot uterus tidak mengadakan relaksasi hingga 0, akan tetapi masih memiliki tonus, sehingga tekanan di dalam amnion masih terukur antara 6-12 mm Hg. Pada tiap kontraksi tekanan tersebut meningkat, disebut amplitudo atau intensitas his yang mempunyai dua bagian: bagian pertama peningkatan tekanan yang agak cepat, bagian kedua penurunan yang agak lamban.1 Frekuensi his adalah jumlah his dalam waktu tertentu. Amplitudo dikalikan dengan frekuensi his dalam 10 menit menggambarkan aktivitas uterus dan ini diukur dengan unit Montevideo. Umpama amplitudo 50 mm Hg, frekuensi his 3 x dalam 10 menit. Dalam hal demikian ini aktivitas uterus adalah 50 x 3 = 150 unit Montevideo.1,5 Dengan memasukkan mikrobalon ke dalam miometrium di sudut kiri dan kanan fundus uteri dan di tengah-tengah korpus uteri serta di bagian

10

bawah uterus, kemudian keempat balon itu dengan pipa polietilen halus menyambung ke alat pengukur, sehingga dapat dicatat bagian-bagian dari uterus bagaimana his berkembang menjadi his yang sempurna atau his yang tanpa koordinasi, atau his yang arahnya yang terbalik dan sebagainya.1 Tiap his dimulai sebagai gelombang dari salah satu sudut dimana tuba masuk ke dalam dinding uterus. Di tempat tersebut ada suatu face maker dimana gelombang his berasal. Gelombang bergerak ke dalam dan ke bawah dengan kecepatan 2 cm tiap detik untuk mengikutsertakan seluruh uterus.1 His yang sempurna mempunyai kejang otot paling tinggi di fundus uteri yang lapisan ototnya paling tebal, dan puncak kontraksi terjadi simultan di seluruh bagian uterus. Sesudah tiap his, otot-otot korpus uteri menjadi lebih pendek daripada sebelumnya. Dalam bahasa obstetri disebut otot-otot uterus mengadakan reaksi. Oleh karena serviks kurang mengandung otot, serviks tertarik dan terbuka, lebih-lebih jika ada tekanan oleh bagian besar janin yang keras, umpamanya kepala yang merangsang pleksus saraf setempat.1 Aktivitas miometrium dapat dinyatakan lebih jelas pada adanya kehamilan. Bila mengadakan pemeriksaan ginekologik waktu hamil dapat diraba adanya kontraksi uterus (tanda Braxton-Hicks). Pada seluruh kehamilan dapat dicatat adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mm Hg tiap menit yang tidak teratur. His sesudah kehamilan 30 minggu makin terasa lebih kuat dan lebih sering. Sesudah 36 minggu aktivitas uterus lebih meningkat lagi sehingga persalinan mulai. His timbul lebih kuat tiap 10 menit dan serviks membuka 2 cm. Jika persalinan mulai, yakni pada permulaan kala

11

pembukaan atau kala I, maka frekuensi dan amplitudo his meningkat. Dalam keadaan normal tonus uterus pada waktu relaksasi tidak meningkat.1 Amplitudo uterus meningkat terus sampai 60 mm Hg pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2 sampai 4 kontraksi tiap 10 menit. Juga lamanya his meningkat dari hanya 20 detik pada permulaan partus sampai 60-90 detik pada akhir kala I atau pada permulaan kala II. His yang sempurna dan efektif adalah bila ada koordinasi dari gelombang kontraksi, sehingga kontraksi simetris dengan dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitudo 40 sampai 60 mmHg yang berlangsung 60 sampai 90 detik, dengan jangka waktu antara kontraksi 2 sampai 4 menit dan pada relaksasi tonus uterus kurang dari 12 mm Hg. Jika frekuensi dan amplitudo his lebih tinggi maka hal ini dapat mengurangi pertukaran O2. Terjadilah hipoksia janin dan timbul gawat janin yang secara klinik dapat ditentukan dengan antara lain menghitung denyut jantung janin. Denyut jantung janin meningkat lebih dari 160 per menit dan tidak teratur. Pemakaian alat kardiotograf akan memudahkan pemantauan keadaan janin bila akan ada gawat janin.1 Agar peredaran darah ke uterus menjadi lebih baik, ibu disuruh berbaring ke sebelah kiri, sehingga uterus dengan isinya tidak dengan keseluruhan menekan pembuluh-pembuluh darah di panggul. Kontraksi uterus juga menjadi lebih efisien dan putaran paksi kepala akan berlangsung lebih lancar bila ibu dimiringkan ke arah ubun-ubun kecil berada. His yang sempurna, akan membuat dinding korpus uteri yang terdiri atas otot-otot menjadi lebih tebal dan lebih pendek sedangkan bagian bawah uterus dan

12

serviks yang hanya mengandung sedikit otot dan banyak mengandung jaringan kolagen akan mudah tertarik hingga menjadi tipis dan membuka. Hal ini adalah akibat tekanan air ketuban pada permulaan kala I dan pada pekembangan selanjutnya oleh kepala janin yang makin masuk ke rongga panggul dan sebagai benda keras mengadakan tekanan kepada serviks hingga pembukaan menjadi lengkap.1 Tibalah kala pengeluaran atau kala II, ibu mulai mengedan. Dengan demikian ibu menambah kekuatan uterus yang sudah optimum itu dengan mengadakan kontraksi diafragma dan otot-otot dinding abdomen. Kekuatan yang ada pada ibu ini akan lebih efisien jika badan ibu dalam keadaan fleksi. Dagu ibu di dadanya, badan dalam keadaan fleksi dan kedua tangan menarik pahanya dekat pada lutut. Dengan demikian kepala janin akan didorong membuka diafragma pelvis dan vulva, dan lahir dalam presentasi belakang kepala. Setelah anak lahir kekuatan his tetap ada untuk pelepasan dan pengeluaran uri.1 Tiba kala III atau kala uri yang berlangsung 2 sampai 6 menit. Sesudah plasenta lahir, amplitudo his masih tinggi 60 sampai 80 mm Hg akan tetapi frekuensinya berkurang. Hal ini disebut aktivitas uterus menurun. Kontraksi uterus ini pada umumnya tidak seberapa sakit, akan tetapi kadang-kadang dapat mengganggu sekali. Sebaiknya dalam hal ini diberikan sedativa. Juga pada waktu menyusukan bayinya, ibu merasakan his yang kadang-kadang mengganggu. Hal ini disebabkan oleh refleks yang mengeluarkan oksitosin. Beritahukanlah hal ini kepada ibu yang menyusukan itu. Penjelasan ini

13

membuat perasaan mules dapat diterima. Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi dan otot polos di sekitar alveolae mammae berkontraksi pula, sehingga air susu ibu akan mancur keluar. Sesudah 24 jam postpartum aktivitas uterus lebih kecil lagi. Tidak hanya intensitas his jauh berkurang tetapi juga frekuensinya menurun. 1 Perasaan sakit pada waktu his amat subjektif tidak hanya tergantung pada intensitas his, tetapi tergantung pula pada keadaan mental orangnya. Jika ia tahu apa yang terjadi tak ada perasaan takut dan ia dapat menerima segala sesuatu yang terjadi dan yang akan terjadi. Ketenangan ini membuat perasaan sakit hanya sedikit atau sama sekali tidak terasa. Perasaan sakit pada his mungkin disebabkan oleh iskemia dalam korpus uteri tempat terdapat banyak serabut saraf. Peristiwa ini meneruskan perasaan sakit melalui saraf sensorik di plekus hipogastrikus ke sistem saraf pusat. Sakit di pinggang sering terasa pada kala pembukaan dan bila bagian bawah uterus turut berkontraksi. Hal ini disebabkan oleh serabut sensorik turut terangsang. Maka dari itu jika his sempurna dan efisien dengan adanya dominasi di fundus uteri serta relaksasi bagian bawah uterus dan serviks, perasaan sakit pinggang dan sakit di bagian bawah itu akan berkurang.1 Pada kala II perasaan sakit disebabkan oleh peregangan vagina, jaringan-jaringan dalam panggul dan perineum. Sakit ini dirasakan di pinggang, dalam panggul dan menjalar ke paha sebelah dalam. Perasaan sakit ini dapat dikurangi dengan mempengaruhi saraf pusat, dengan anastesia spinal, epidural atau pudendus block.1

14

2.5

Jenis-jenis Kelainan His Reynold (1948) menegaskan bahwa kontraksi uterus pada persalinan normal ditandai oleh aktivitas miometrium dengan kekuatan paling besar terletak di fundus (fundus dominant) dan berkurang kearah serviks.4 Kelainan pada tenaga merupakan aktivitas uterus yang tidak efektif dalam mendapatkan kemajuan persalinan yang normal. Kerja uterus yang tidak efektif ditandai oleh satu atau dua hal., hipotonik dengan pola kontraksi normal tetapi tekanannya rendah, atau hipertonik dengan pola kontraksi yang tidak terkoordinasi dengan tekanan tinggi.5 Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas uterus normal selama persalinan ditunjukkan dengan ciri-ciri : 1. Kekuatan kontraksi lebih besar di fundus dibandingkan dengan bagian tengah uterus atau bagian yang lebih rendah. 2. Nilai rata-rata kekuatan kontraksi lebih besar dari 24 mmHg ( pada fase aktif ) tekanan sering meningkat hingga 40 sampai 60 mmHg. 3. Kontraksi terjadi secara teratur di bagian-bagian berbeda di uterus. 4. Tekanan basal istirahat uterus diantara 12 sampai 15 mmHg. 5. Frekuensi kontraksi meningkat dari sekali setiap 3-5 menit hingga sekali setiap 2 sampai 3 menit selama fase aktif. 6. Waktu kontraksi yang efektif pada persalinan mendekati 60 detik. 7. Irama dan tenaga kontraksinya regular.5

15

Berdasarkan hal ini, dapat didefinisikan dua jenis disfungsi uterus yaitu disfungsi uterus hipotonik atau inersia uteri dan disfungsi uteri kedua disebut incoordinate uterine dysfunction.4 2.5.1 Inersia uteri Di sini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama, dalam hal terakhir ini mordibitas ibu dan mortalitas janin naik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama, hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Karena dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung begitu lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uterus sekunder seperti digambarkan di atas jarang ditemukan kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik dalam waktu persalinan. Dalam menghadapi inersia uteri harus diadakan penilaian yang seksama untuk menentukan sikap yang harus diambil. Jangan dilakukan tindakan tergesa-gesa untuk mempercepat lahirnya janin. Tidak dapat diberikan waktu yang pasti, yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk membuat diagnosis inersia uteri, atau untuk memulai terapi aktif.1

16

Diagnosis inersia uteri paling sulit dalam masa laten, untuk hal ini diperlukan pengalaman. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri, tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yakni pendataran dan/atau pembukaan. Kesalahan yang sering dibuat ialah mengobati seorang penderita untuk inersia uteri, padahal persalinan belum mulai (false labour).1 2.5.2 Incoordinate uterine action. Di sini sifat his berubah. Tonus uterus otot meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Di samping itu tonus otot uterus yang meningkat menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan menyebabkan hipoksia dalam janin. His jenis ini juga disebut sebagai uncoordinated hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang dalam persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spamus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, akan tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dan bagian segmen uterus. Lingkaran konstriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh

17

sebab itu jika pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti. Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubungan dengan incoordinate uterin action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi lama, dan dapat diraba jalan serviks yang kaku. Kalau keadaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala uterus terus menerus akan menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada serviks, misalnya karena jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar kebagian bawah uterus. Oleh karena itu setiap wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks, selalu diawasi persalinannya di rumah sakit.1 2.5.3 His terlampau kuat. His terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine contraction. Walaupun pada golongan incoordinated hypertonic uterine contraction bukan merupakan penyebab distosia, namun hal ini dibicarakan di sini dalam rangka kelainan his. His yang terlalu kuat dan yang terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam, dinamakan partus presipitatus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir,

18

khususnya serviks uteri, vagina dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.1 Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran dinamakan lingkaran retraksi patologik atau lingkaran Bandl. Ligamentum rotundum menjadi tegang secara lebih jelas teraba, penderita merasa nyeri terus menerus dan menjadi gelisah. Akhirnya, apabila tidak diberi pertolongan, regangan segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan; terjadilah ruptura uteri.1 2.6 Etiologi. Kelainan his pertama kali ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang peranan pula dalam kelainan his. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi kelainan his, belum ada persesuaian paham antara para ahli. Satu sebab yang penting dalam kelainan his, khususnya inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya kelainan letak janin atau pada disproporsi sefalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda maupun hidramnion juga dapat merupakan penyebab dari inersia uteri yang murni. Akhirnya gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional, misalnya uterus bikornis unikollis,

19

dapat pula menyebabkan keleinan itu. Akan tetapi pada sebagian besar kasus, kurang lebih separuhnya, penyebab inersia uteri ini tidak diketahui.1 Hipertonic uterine contraction dan incoordinate uterine contraction sering terjadi bersama-sama yang ditandai dengan peningkatan tekanan uterus, kontraksi yang tidak sinkron dan peningkatan tonus otot di segmen bawah rahim serta frekuensi kontraksi yang menjadi lebih sering. Hal ini pada umumnya berhubungan dengan solutio plasenta, penggunaan oksitosin yang berlebihan, disproporsi sefalopelvik dan malpresentasi janin.5 2.7 Penatalaksanaan Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan wanita yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap empat jam, malahan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala preeklampsia. Denyut jantung janin dicatat dalam setengah jam dalam kala I dan lebih sering kala II. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Karena pada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan pembedahan dengan narkosis, hendaknya wanita jangan diberi makanan biasa melainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberi pethidin 50 mg yang dapat diulangi; pada permulaan kala I dapat diberi 10 mg morfin. Pemeriksaan dalam perlu diadakan, akan tetapi harus selalu disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan

20

penilaian yang seksama tentang keadaan. Selain penilaian keadaan umum, perlu ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat false labour, apakah ada inersia uteri atau incoordinate uterine action; dan apakah tidak ada disproporsi sefalopelvik biarpun ringan. Untuk menetapkan hal terakhir ini, jika perlu dilakukan pelvimetri roentgenologik atau MRI (Magnetis Resonence Imaging). Apabila serviks sudah terbuka sedikit-dikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan dapat dimulai.1 Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah ketuban sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama berhubung dengan bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat diambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesaria dalam waktu singkat, atau persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus.1 Inersia uteri. Dahulu selalu diajarkan bahwa menunggu merupakan sikap terbaik dalam menghadapi inersia uteri selama ketuban masih utuh. Pendapat ini dianut karena bahaya besar yang menyertai tindakan pembedahan pada waktu itu. Sekarang kebenaran sikap menunggu itu ada batasnya, karena disadari bahwa menunggu terlampau lama dapat menambah bahaya kematian janin, dan karena risiko tindakan pembedahan kini sudah lebih kecil daripada dahulu.1 Sekali diagnosa distosia ditegakkan maka dokter mempunyai beberapa pilihan terapi dengan tujuan persalinan normal dibandingkan persalinan

21

dengan sectio cesarea. Jika tidak ada kontraindikasi oxytocin adalah pilihan pertama untuk inertia uteri karena oksitosin merupakan terapi yang efektif dan aman.10 Setelah diagnosa inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul. Kemudian harus di susun rencana menghadapi persalinan yang lamban ini. Apabila ada disproporsi sefalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan seksio sesaria. Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi ringan dapat diambil sikap lain. Keadaan umum penderita sementara itu diperbaiki, dan kandung kencing serta rektum dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke panggul, penderita disuruh berjalan-jalan. Tindakan sederhana ini kadang-kadang menyebabkan his menjadi kuat, dan selanjutnya persalinan berjalan lancar. Pada waktu pemeriksaan dalam, ketuban boleh dipecahkan. Memang sesudah tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung lama, namun hal tersebut dibenarkan oleh karena dapat merangsang his, dan dengan demikian dapat mempercepat jalannya parsalinan. 1 Kontraksi hipotonik mempunyai respon yang baik terhadap pemberian oksitosin.5 Kalau diobati dengan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukkan ke dalam larutan glukosa 5% dan diberikan secara infus intravena dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit, yang perlahan-lahan dapat dinaikkan sampai kira-kira 40 tetes, tergantung pada hasilnya.1,8,9,10 Kalau 40 tetes tidak membawa hasil yang diharapkan, maka tidak banyak gunanya untuk

22

memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi. Bila infus oksitosin diberikan, penderita harus diawasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his, keadaan dan denyut jantung janin harus diperhatikan dengan teliti. Infus harus dihentikan kalau kontraksi uterus berlangsung dari 60 detik, atau kalau denyut jantung janin menjadi cepat atau menjadi lambat. Menghentikan infus umumnya akan segera memperbaiki keadaan.1 Bagaimanapun juga sebelum pemberian oksitosin diagnosa cephalopelvik disproportion dan malpresentasi janin harus disingkirkan karena sangat berbahaya memberikan oksitosin pada panggul sempit dan pada adanya regangan segmen bawah uterus.5 Demikian pula, oksitosin jangan diberikan pada granda multipara dan kepada penderita yang telah pernah mengalami seksio sesarea atau miomektomi, karena memudahkan terjadinya ruptura uteri. Pada penderita dengan partus lama dan dengan gejala-gejala dehidrasi dan asidosis, di samping pemberian oksitosin dengan jalan infus intravena gejala-gejala tersebut perlu diatasi.1 Maksud pemberian oksitosin ialah memperbaiki his, sehingga serviks dapat membuka. Satu ciri khas oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak dalam waktu singkat. Oleh karena itu tidak ada gunanya untuk memberikan oksitosin berlarut-larut. Sebaiknya oksitosin diberikan beberapa jam saja; kalau ternyata tidak ada kemajuan, pemberiannya dapat dihentikan, supaya penderita dapat beristirahat. Kemudian dicoba lagi untuk beberapa jam; kalau masih tidak ada kemajuan, lebih baik dilakukan seksio sesarea. Oksitosin yang diberikan dengan suntikan intramuskuler dapat menimbulkan

23

incoordinate uterine action. Tetapi ada kalanya terutama dalam kala II, hanya diperlukan sedikit penambahan kekuatan his supaya persalinan dapat diselesaikan. Di sini sering kali 0,5 satuan oksitosis intramuskulus sudah cukup untuk mencapai hasil yang diinginkan. Oksitosin merupakan obat yang sangat kuat, yang dahulu dengan pemberian sekaligus dalam dosis besar sering menyebabkan kematian janin karena kontraksi uterus terlalu kuat dan lama, dan dapat menyebabkan pula timbulnya ruptura uteri. Pemberian intravena dengan jalan infus (intravenous drip) yang memungkinkan masuknya dosis sedikit demi sedikit telah mengubah gambaran ini, dan sudah pula dibuktikan bahwa oksitosin dengan jalan ini dapat diberikan dengan aman apabila penentuan indikasi, pelaksanaan dan pengawasan dilakukan dengan baik. 1 His terlalu kuat. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena biasanya bayi sudah lahir tanpa ada seorang yang menolong. Kalau seorang wanita pernah mengalami partus presipitatus, kemungkinan besar kejadian ini akan berulang pada persalinan berikutnya. Karena itu sebaiknya wanita dirawat sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik. Pada persalinan keadaan diawasi dengan cermat, dan episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindarkan terjadinya ruptura uteri. Dalam keadaan demikian janin harus segera dilahirkan dengan cara yang memberikan trauma sedikit-sedikitnya bagi ibu dan anak.1 Incoordinate uterine action. Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi

24

fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot (tokolitik) dan mengurangi ketakutan penderita. 1,5 Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin dan lain-lain. Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap, perlu dipertimbangkan seksio sesarea. Lingkaran konstriksi dalam kala I biasanya tidak diketahui, kecuali kalau lingkaran ini terdapat di bawah kepala anak sehingga dapat diraba melalui kanalis servikalis. Jikalau diagnosis lingkaran konstriksi dalam kala I dapat dibuat persalinan harus diselesaikan dengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran konstriksi dalam kala II baru diketahui setelah usaha melahirkan janin dengan cunam gagal. Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam kavum uteri untuk mencari sebab kegagalan cunam, lingkaran konstriksi mungkin dapat diraba. Dengan narkosis dalam, lingkaran tersebut kadang-kadang dapat dihilangkan, dan janin dapat dilahirkan dengan cunam. Apabila tindakan ini gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea.1

25

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Persalinan normal dapat terjadi manakala terpenuhi keadaan-keadaan tertentu dari faktor-faktor persalinan : jalan lahir (passage), janin (passanger), dan kekuatan (power). Kelainan salah satu dari faktor-faktor ini dapat menyebabkan terjadinya kemacetan persalinan. Jenis-jenis kelainan his yang dapat menyebabkan terjadinya distosia adalah inersia uteri dan incoordinate uterin action, sedangkan hypertonic uterine contraction meskipun bukan bagian dari penyebab distosia, merupakan salah satu kelainan his. Inersia uteri berespon cukup baik terhadap pemberian oksitosin 5 unit yang dimasukkan dalam dekstrose 5%.Incoordinate uterin action dan hypertonic uterine contraction dapat diobati secara simtomatis dengan mengurangi tonus otot menggunakan tokolitik dan mengurangi nyeri dengan analgetik. Namun dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan ibu dan janin harus diawasi dengan seksama meliputi tekanan darah diukur tiap empat jam, denyut jantung janin dicatat dalam setengah jam dalam kala I dan lebih sering kala II.

26

DAFTAR PUSTAKA 1. Wiknjosastro, Hanifa dkk, Ilmu Kebidanan, Ed 2, Cet 5. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007. 2. Mochtar, Rustam, Sinopsis Obstetri, Ed ekonomis, Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006. 3. Mansjoer Arief, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed 3, Jilid 1. Jakarta :Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 4. Cunningham, Gary F, dkk, Obstetri Williams, Ed 21, Volume 7, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005 5. DeCherney,Alan, Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Ed 10, McGraw-Hill Companies, 2007. 6. Evans, Arthur T, Manual of Obstetric, Ed 7, Lippincot William dan Wilkins, 2007. 7. National Guideline Clearinghouse, Dystocia and Augmentation of Labour. Diakses 20 November 2009, online : www.guideline.gov 8. Saifudin Bari A, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002. 9. Departemen Kesehatan RI, Pelyanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif, Jakarta, 2008. 10. Dudley J Donald, Danforths Obstetric and Gynecology, Ed 9. Lippincot and William publisher. 2003.

27

You might also like