You are on page 1of 21

TEHNIK-TEHNIK KONSELING

DEFINISI KONSELING Proses komunikasi antara konselor dan klien (perorangan, pasangan atau kelompok) dimana konselor memberikan informasi dan memberikan alternatif pilihan sehingga dapat membantu klien untuk mengambil keputusan. UNSUR KONSELING/ KOMPONEN YANG BERINTERAKSI DALAM PROSES KONSELING 1.Konselor Konselor adalah orang yang telah mempunyai keterampilan untuk memberikan bantuan dalam konseling dan digabung dengan pengetahuan yang telah di dapatkannya. 2.Klien Klien pada umumnya adalah sebagai individu yang datang kepada konselor untuk berkonsultasi dalam upaya mengatasi bermasalah yang dihadapi ( Suardiman, 1992 ). Dalam tahap tertentu pada umumnya klien merasakan adanya ketidakseimbanganjiwa yang dapat dirasakan sebagai penderitaan, kesakitan, atau ketidakpuasan. Disamping itu biasanya mereka mengalami ketidaksesuaian antara diri yang mereka kehendaki dan diri yang mereka alami sekarang. Masalah masalah yang dihadapi klien dapat dikelompokkan ke dalam masalah pribadi atau masalah emosional dan masalah bukan pribadi atau masalah non emosional. Masalah yang disebut masalah non emosional pada umumnya berasal individu yang kurang pengetahuan, kurang pengalaman, atau kekurangan sumber - sumber penunjang, contoh masalah non emosional antara lain : tidak dapat menentukan pilihan jurusan, kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi, tidak mendapatkan pekerjaan, dll. Walaupun masalah tersebut digolongkan kepada masalah non emosional tetapi jika masalah itu tidak secepatnya diselesaikan mungkin akan dapat menjadi sumber masalah emosional. Masalah emosional biasanya lebih mendalam daripada non emosional. Contoh masalah emosional adalah : rendah diri, merasa ditolak oleh sekitarnya, dll. Dan jika masalah emosional tersebut tidak secepatnya diselesaikan maka akan dapat menyebabkan depresi (Suardiman, 1992) 3.Proses Konseling Walaupun seorang klien yang datang belum tentu mempunyai tujuan untuk menyelesaikan masalah, tapi memang yang sering terjadi adalah untuk tujuan tersebut. Sehingga dalam proses konseling diharapkan konselor harus faham kondisi kondisi atau komponen komponen bagi timbulnya pengubahan dari pribadi yang bermasalah menjadi pribadi yang ideal. William dalam Suardiman (1992) mengemukakan bahwa pribadi ideal adalah pribadi yang mampu menggunakan kemampuan berfikir rasional untuk memecahkan masalah kehidupan secara bijaksana. Dapat memahami kekuatan serta kelemahan dirinya serta mampu dan mau mengembangkan potensi positifnya secara penuh. Selain itu diharapkan kemudian mereka dapat memiliki motivasi untuk meningkatkan atau

menyempurnakan diri, memiliki kontrol diri untuk menyeleksi pengaruh yang baik dan yang buruk, serta dapat menyesuaikan diri di tengah tengah masyarakat. TUJUAN KONSELING 1.Kemudahan perubahan perilaku 2.Perbaikan kesanggupan klien untuk memelihara dan menetapkan hubungan 3.Menambah efektifitas klien dan kesanggupan untuk berjuang 4.Menunjukkan proses pengambilan keputusan 5.Kemudahan untuk pengembangan potensi atau kemampuan klien 6.Katarsis : melampiaskan emosi 7.Mengubah perilaku kearah perilaku yang lebih bertanggung jawab 8.Mendapatkan informasi 9.Memberikan alternatif pilihan atas solusi masalah klien 10.Mendapatkan dukungan atas pilihan klien tersebut SITUASI HUBUNGAN DALAM KONSELING 1.Konseling merupakan suatu thingking relationship yang lebih mementingkan peranan berfikir rasional, tetapi tidak meninggalkan sama sekali aspek emosional seseorang. 2.Konseling berlangsung dalam situasi hubungan yang bersifat pribadi, bersahabat, akrab dan empatik. 3.Pihak konselor dan klien melakukan perannya secara proporsional. METODE KONSELING 1.Metode Direktif Metode direktif merupakan metode yang berpusat pada konselor. Konselor yang mempergunakan metode wawancara direktif membantu memecahkanpermasalahn klien dengan cara sadar mempergunakan sumber sumber intelektual klien. Tujuan utama dari konseling ini adalah membantu klien mengubah tingkah laku emosionil, impulsif dengan tingkah laku yang rasional. Dalam konseling direktif penting mengadakan hubungan yang bersifat kemanusiaan. Hubungan kemanusiaan ini mengandung sifat :

1.
a. Hubungan bersifat individual b. Konselor harus berusaha menempatkan diri pada klien baik secar emosional maupun psikologis. c. Hubungan ini harus bersifat membantu d. Konseling ditekankan pada masa depan klien e. Konseling berpusat pada kehidupan, karenanya konseling diarahkan untuk menolong klien dalam membentuk kehidupannya.

f. Konseling ditujukan untuk membantu klien untuk berfikir secara rasional mengenai dirinya dan mengenai perkembangan hidupnya. Langkah langkah konseling direktif biasanya ada 6 langkah : a.Analisa, mengumpulkan data data yang diperlukan untuk lebih mengerti keadaan klien dari bermacam macam sumber data. b.Sintesa, menerangkan dan mengatur data data sedemikian rupa sehingga dapat diketahui kekuatan kekuatan dan kelemahan kelemahan klien, dapat menyesuaikan maupun tidak dapat menyesuaikan. c.Diagnosa, Kesimpulan mengenai sifat dan penyebab masalah yang ditunjukkan klien d.Prognosa, meramalkan perkembangan masalah pada waktu yang akan datang e.Konseling, konselor bersama dengan klien membuat langkah langkah yang dapat membawa ke penyesuaian kembali dari klien f.Follow up, membantu klien dengan problem problem baru atau problem lama yang kembali dan menentukan keefektifan dari konseling yang telah dilakukan. 2.Metode Non Direktif Metode non direktif ini dipakai pertama kali oleh Corsini dan kemudian disistimatisir dan dikembangkan oleh Carl R. Rogers, berpusat pada klien. Tanggung jawab terhadap arah konseling dipegang oleh klien tetapi konselor harus tetap memperhatikan emosi-emosi yang timbul dari klien. Pengertian emosi dan perasaan klien merupakan kunci bagi konselor untuk keberhasilan wawancara. Penggunaan metode non direktif iniada dasar dasar pendukungnya, yang dimaksud adalah : a.Individu di dalam dirinya, mempunyai kapasitas, mempunyai pengertian tentang aspek aspek dirinya dan mengerti aspek hidupnya yang menyebabkan ketidakpuasan, kecemasan, atau sakit dan juga mempunyai kapasitas dan tendensi untuk mengatur kembali dirinya dan hubungannya dengan hidup ke arah aktualisasi pribadi dan kemasakan dengan cara yang demikian rupa sehingga mengakibatkan rasa enak. b.Kapasitas itu akan terwujud bila konselor dapat menciptakan suasana psikologis yang mempunyai sifat sifat sbb : Penerimaan klien sebagai seorang pribadi yang berharga Secara terus menerus berusaha untuk mengerti perasaan perasaan klien dan menerima komunikasi klien yang seperti dirasakan klien, tanpa ada usaha untuk mendiagnosa atau merubah perasaan tersebut. Usaha terus menerus untuk menunjukkan pengertian empati. Empati berarti konselor bisa mengerti, menghayati, dan merasakan sebagian yang dialami klien.

c.Dihipotesakan bahwa dalam suasana psikologis yang penuh penerimaan, pengertian dan tidak mengancam klien akan dapat mengatur kembali diri sendiri pada tingkat dasarmaupun yang lebih dalam dengan cara dapat menghadapi hidup dengan lebih terwujud, lebih masuk akal dan lebih memasyarakat maupun dengan lebih memuaskan. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa dasar dari metode non direktif ini adalah suatu pendapat bahwa ada kekuatan atau kemampuan tertentu dalam diri individu untuk tumbuh dan berkembang sehingga klien dapat menemukan kondisi kondisi yang terdapat di dalam kenyataan. Karenanya konselor lebih pasif, individu diterima sepenuhnya dalam keadaan atau kenyataan yang bagaimanapun, bebas mengekspresikan diri dan perasaannya. Metode non direktif ini sebenarnya lebih cocok untuk permasalahan emosional dan kiranya kurang cocok bagi pemecahan masalah yang berkaitan dengan kecakapan, bakat, ketrampilan dan sebagainya. Salah satu yang termasuk metode non direktif ini adalah metode Client Centered. CLIENT CENTERED Didasari oleh pandangan bahwa individu adalah makhluk yang sadar dan rasional, sehingga dianggap mampu dan bertanggung jawab dalam mengenbangkan kepribadian sendiri. Konseling dengan client centered lebih menekankan peranan konseling sendiri dalam proses konseling. Apapun keputusan yang diambil klien adalah sepenuhnya hak dari klien dimana konselor hanya sebagai alternatif solusi, selebihnya klien sebagai pengambil keputusan. Pendekatan client centered difokuskan pada tanggungjawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Klien sebagai orang yang paling mengerti tentang dirinya adalah orng yang harus menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya. Tujuan dasar metode Client centered ini adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seseorang yang berfungsi penuh. Fungsi dan peran terapis berakar pada cara cara keberadaannya dan sikap sikapnya, bukan pada penggunaan teknik teknik yang dirancang untuk menjadikan klien berbuat sesuatu . Jadi terapis membangun hubungan yang membantu dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang diingkari sehingga menjadikan klien kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan kemungkinan yang ada dalam dirinya. Enam kondisi yang kondusif bagi terciptanya iklim psikologis yang layak dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan adalah : Dua orang berada dalam hubungan psikologis Orang pertama yang akan kita sebut sebagai klien ada dalam keadaan tidak selaras, peka, dan cemas. Konselor dalam keadaan selaras Konselor memberikan perhatian positif tak bersyarat dari klien

Konselor merasakan pengertian yang empatik terhadap kerangka acuan internal klien dan berusaha mengkomunikasikan perasaannya ini pada klien. Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis kepada klien setidak tidaknya dapat dicapai. TEKNIK-TEKNIK YANG DIGUNAKAN DALAM CLIENT CENTERED 1.Rapport, yaitu teknik yang bertujuan untuk membuat pendekatan dan hubungan yang baik dengan klien agar selama proses terapi dapat berlangsung dengan lancar. 2.Teknik klarisikasi, yaitu suatu cara konselor untuk menjernihkan dan meminta klien untuk menjelaskan hal-hal yang dikemukan oleh kepada konselor. 3.Teknik refleksi, (isi dan perasaan) yaitu usaha konselor untuk memantulkan kembali hal-hal yang telah dikemukakan klien (isi pembicaraan) dan memantulkan kembali perasaan-perasaan yang ditampakkan oleh klien (perasaan dalam usaha untuk menciptakan hubungan baik antara konselor dengan klien dan menggali atau memberikan kesempatan kepada klien untuk engeksplorasi diri dan masalahnya. 4.Teknik free expression yaitu memberikan kebebasan kepada klien untuk berekspresi, terutama emosinya, cara kerja teknik ini seperti cara kerja kataris. 5.Teknik selence, yaitu kesempatan yang berharga diberikan oleh terapis kepada klien untuk mempertimbangkan dan meninjau kembali pengalaman-pengalaman dan ekspresinya yang lampau. Kesempatan ini dapat diberikan diantara waktu konseling dan dapat berlangsung cukup lama. Jika terlalu lama maka konselor perlu mengambil inisiatif untuk memulai lagi komunikasi dengan klien 6.Teknik transference yaitu ketergantungan klien kepada konselor. Hal ini dapat terjadi pada awal terapi, tapi bukan merupakan dasar untuk kemajuan terapi. Kemungkinan transference terjadi karena sikap konselor yang memberikan kebebasan tanpa menilai atau mengevaluasi klien (Suardiman, 1992). TAHAPAN - TAHAPAN DALAM KONSELING 1.Memulai percakapan Memperkenalkan diri Mempersiapkan aturan main ( peran, kerahasiaan, waktu dan tujuan pertemuan ) Basa basi awal, bisa dengan menanyakan identitas, kabar, dsb. Mengawali percakapan : Ada yang bisa saya bantu? 2.Menceritakan Masalah Dari awal kita harus mencari apakah ada problem atau tidak Bagaimana Klien merumuskan problemnya

apakah ini problem satu satunya Perhatikan perasaan, bukan hanya pikiran Tanyakan semua berdasarkan kacamata klien 3.Mencari Pemecahan dan alternatif Tanyakan dulu pada klien apa yang akan dilakukannya? Menanyakan masa lampau dan apa yang dulu membantunya hingga berhasil Mengajak berandai andai ( dengan beberapa pilihan) Mengajak bermain peran 4.Mengakhiri percakapan Rangkuman percakapan Rumusan langkah pertama Dukungan terhadap rencana perilaku Membuat rujukan Membuat janji bila bertemu lagi 5.Mempertahankan peran sebagai konselor Mendengar empati Membantu klien mendeskripsikan masalahnya Membantu klien untuk melihat alternatif Menjadi narasumber bagi klien Memberi kesempatan klien untuk mandiri Kriteria konselor yang baik adalah meliputi : A. Kepribadian -Ramah, riang, senang membantu, luwes dalam bergaul, -Non-Judgemental, yaitu tidak melakukan penilaian apalagi sampai mengadili klien atau perilaku klien -Mampu berempati, yaitu memahami diri klien baik pandangan, sikap, keinginan, perasaan, dan sebagainya -Terbuka dan Non-diskriminatif ( tidak membeda-bedakan perlakuan kepada klien berdasarkan jenis masalah yang sedang dihadapi, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, suku, ras, agama, orientasi seksual, dan pekerjaan ) -Sabar (emosi yang stabil) -Senang belajar hal-hal yang baru -Bisa menyimpan rahasia klien

-Memiliki kesedian untuk meluangkan waktu -Genuine, yaitu ketulusan yang wajar dan tidak dibuat-buat serta menghindari berlebihan dalam peran -Tegas dan Assertive (mampu mengemukakan pendapatnya dengan baik) -Menghindari sifat defensive -Konsisten -Egaliter, mampu menempatkan diri setara dengan klien A. Pengetahuan -Pengetahuan yang luas khususnya yang sesuai dengan kebutuhan klien -Pengetahuan mengenai kepribadian manusia secara umum, contohnya mengenai sifat ekstrovert dan introvert A. Keterampilan -Komunikasi satu arah dan dua arah -Komunikasi verbal dan non verbal -Penggunaan pertanyaan terbuka dan tertutup -Cara mendengar aktif -Refleksi -Membangun rapport, yaitu pendekatan kepada klien -Fokus pada masalah -Mengidentifikasi tema penting -Mengarahkan tema ke satu tujuan D. Memahami dan mematuhi aturan main dan kode etik konselor HUBUNGAN ANTARA KONSELOR KLIEN A.Bentuk Bersahabat, tetapi tetap memperhatikan segi profesionalisme sebagai konselor B. Konfidensialitas Konselor wajib menjaga kerahasiaan identitas dan masalah klien. Konselor diijinkan memberikan data pribadinya kepada klien dan siap menerima konsekuensinya dengan sepengetahuan koordinator. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menjaga kerahasiaan antara lain : Setiap aktivitas konseling dilakukan ditempat yang dapat menjamin kerahasiaan klien. Data klien disimpan dalam agenda yang hanya dapat dilihat atau dibuka oleh konselor. Tidak menceritakan kasus klien secara vulgar(menyebutkanidentitas dsb) dengan orang lain yang bukan konselor tanpa tujuan yang pasti.

Tidak boleh memberi data pribadi (alamat, no telp, dll) ataupun foto pribadi kepada klien, kecuali foto keluarga konselor. C.Selama proses konselingsedang berlangsung, antara konselor dan klien tidak boleh menjalin hubungan lain yang sifatnya pribadi selain hubungan konselor-klien. D. Konselor tidak boleh memanfaatkan klien baik untuk kepentingan pribadi ataupun organisasi. E.Antara konselor dan klien tidak boleh terlibat dalam utang piutang dan pinjam meminjam barang. Konseling Eklektik Istilah Konseling Eklektik (Eclectic Counseling) menunjuk pada suatu sistematika dalam konseling yang berpegang pada pandangan teoretis dan pendekatan (approach), yang merupakSn perpa3uan dan Berbagai unsur yang diambil atau dipiljh dari beberapa konsepsi serta pendekatan. Konselor yang berpegang pada pola eklektik berpeiidapat bahwa mengikuti satu orientasi teoretis serta menerapkan satu pendekatan saja terlalu membatasi ruang gerak konselor; sebaliknya dia ingin menggunakan variasi dalarrl sudut pandangan, prosedur, dan teknik sehingga dapat melayani masing-masing konseli sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai dengan ciri khas masalah yang dihadapinya. Ini tidak berarti bahwa konselor berpikir dan bertindak seperti orang yang bersikap oportunis, dalam arti diterapkan saja pandangan, prosedur, dan teknik yang kebetulan membawa hasil yang paling baik. Konselor yang berpegang pada pola eklektik njejiguagai sejumlah prosedur dan teknik serta memilih dari prosedur-prosedur dan teknik-teknik yang tersedia, mana yang dianggapnya paling sesuai dalam melayani konseli tertentu. Di samping itu, dia juga mempertimbangkan gayanya sendiri dalam berinteraksi dengan orangorang yang datang kepadanya untuk membicarakan masalah mereka. Dengan demikian, konselor ini bermaksud mengembangkan suatu fleksibilitas besar) yang memungkinkan untuk melayani banyak orang dengan cara yang cocok untuk setiap orang dan memperoleh hasil yang optimal. Promoter utama dari pola eklektik adalah Frederick Thorne yang mulai mengelola majalah: Journal of Clinical Psychology pada Tahun l945 dan menyebarluaskan pandangan-pandangannya dalam beberapa buku, antara lain Princi ples of Personality Counseling (1950). Dalam tulisan-tulisannya, Thorne menganalisis sumbangan-sumbangan pikiran dari berbagai aliran dalam Psikologi Konseling dan mencoba mengintegrasikan unsur-unsur positif dari masing-masing aliran dalam suatu sistematika baru dan terpadu. Sistematika terpadu ini dalam segi- seginya yang teoretis dan praktis, bermaksud mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan konseli untuk berpikir benar dan tepat, sehingga konseli menjadi mahir dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya (problemsolving). Bilamana seseorang tidak berhasil dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan hidup, kegagalan ini dianggap bersumber pada ketidakmampuan mempergunakan daya berpikir yang dimiliki sebagaimana mestinya konseling dipandang sebagai proses rehabilitasi dalam mendidik diri sendiri. Tugas konselor adalah mendampingi konseli dalam melatih diri sendiri untuk memanfaatkan

kemampuan berpikir yang dimilikinya.Tujuan layanan konseling adalah menggantikan tingkah laku yang terlalu kompulsif dan emosional dengan tingkah laku yang bercoralc lebih rasional dan lebih konstruktif. Konselor sebagai psikolog ahli, yang. menguasai berbagai prosedur dan teknik untuk memberikan bantuan psikologis kepada orang lain, berkompeten untuk mendampingi konseli dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidup secara tuntas. Konseling eklektik sebagaimana dikembangkan oleh Thorne dianggap sesuai untuk diterapkan terhadap orang-orang yang tergolong normal, yaitu tidak menunjukkan gejalageiala kelainan dalam kepribadiannya atau gangguan kesehatan. mental yang berat. Orang-orang yang normal itu dapat saja menghadapi berbagai persoalan hidup, yang dapat mereka selesaikan tanpa dituntut perombakan total dalam kepribadiannya. Bilamana seseorang menghubungi seorang konselor, dia berbuat demikian karena dia mempunyai masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri. Para konseli mengharapkan berjumpa dengan seorang ahli, yang lebih pandai dari mereka dalam memikirkan persoalan-persoalan hidup dan memiliki lebih banyak pengalaman dala-n hal-hal itu daripada mereka sendiri. Oleh karena itu, kdnselor memberikan pengarahan sejauh diperlukan.Dalam berwawancara dengan konseli, konselor harus menentukan kapan konseli membutuhkan banyak pengarahan berupa penyaluran arus pikiran, informasi, instruksi, usul, serta saran; dan kapan konseli tidak membutuhkan pengarahan itu.konselorlah yang menyesuaikan diri dengan kebutuhan konseli dalam hal-hal ini pada fase tertentu dalam proses konseling. Konseli sebagai manusia dianggap memiliki dorongan, yang timbul dari dirinya sendiri, untuk mempertahankan (maintenance) dan mengembangkan dirinya sendiri, seoptimal mungkin (actualization), namun realisasi dari dorongan dasar ini dapat terhambat karena konseli belum mempergurtakan kemampuanriya untuk berpikir secara efisien dan efektif. Selama proses konseling, setiap kali konseli menunjukkan kemajuari dalam mengatur kehidupannya sendiri dengan berpikir rasional, konselor mengurarigi perigarahan yang diberikannya; setiap kali konseli menunjukkan kemunduran dalam mengatur diri sendiri, konselor menambah pengarahan dengan membantu berpikir yang lebih baik. Bagi konseli, proses konseling merupakan suatu proses belajar yang mengalami gelombang pasang surut, dalam arti mengalami masa kemajuan dan masa kemunduran, tetapi dalam keseluruhannya proses belajar itu memperlihatkan tanda-tanda kemajuan.Untuk itu konseli dituntut bermotivasi cukup kuat, mampu berkomunikasi dalam suasana kontak pribadi, mampu menguhgkapkan persoalan-persbalannya dengan kata-kata yang memadai, dan memiliki kepribadian yang cukxip stabil, sehingga dimungkinkan menemukan suatu penyelesaian dan melaksanakanny a dalam kehidupan sehari-hari sesudah konseling berakhir. Selama proses konseling berlangsung, konselor berpegang pada suatu rangkaian langkah kerja yang seiring dengan urutan fase-fase dalam proses konseling, yaitu fase pembukaan, fase inti, vdan fase penutup. Dia menggunakan teknik-teknik kbnseling verbal yang sesuai bagi saat-saat konseli tidak membutuhkan pengarahan berupa penyaJaran arus pikiran, informasi, saran, dan sebagainya serta menggunakan ,teknik-teknik konseling verbal yang sesuai bagi saat-saat konseli

membutuhkan banyak Thorne menganjurkan supaya setiap kali konseli diberi kesempatan untuk menemukan sendiri penyelesaian atas masalahnya tanpa pengarahan dari konselor; bilamana ternyata konseli belum dapat menemukan penyelesaian atas prakarsa sendiri; barulah konselor mulai memberikan pengarahari yang jelas. Pada awal proses konseling, bila konseli baru mengutarakan masalahnya serta mengungkap-kan semua pikiran dan perasaaiinya tentang masalah itu, digunakan banyak teknik verbal yang tidak hiengandung pengarahan tegas oleh konselor, seperti Ajakan Untuk Mulai, Refleksi Pikiran dan Perasaan, Klarifikasi Pikiran dan Perasaan, Permintaan Untuk Melanjutkan, Pengulangan Satu-Dua Kata, dan Ringkasan Sementara. Namun, dalam keseluruhannya proses konseling tidak dibiarkan berjalan ala kadamya, tetapi diatur menurut urutan fasefase penutup. Qleh karena itu, bantuan yang diberikarToIeh konselor bukan hal yang befsifat dikotomis (tidak ada pengarahan ada pengarahan), melainkan bergeser-geser pada Suatu kontinum dari pengarahan minimal sampai pengarahan maksi-mai, sesuai dengan keadaan konseli pada saat tertentu. Thorne menekankan perluriya dikumpulkan data sebanyak mungkin tentang konseli, yang diperoleh dari berbagai sumber informasi Cease history). Data itu dianggap perlu, supaya konselor lapat membuat suatu diagnosis dan hubungan sebab-akibat antara unsur-unsur dalam persoalan konseli menjadi jelas (psychological diagnosis), dan supaya kelanjutan dari proses konseling dapat direncanakan dengan lebih baik. Menurut norma atau patokan yang dipegang oleh Thorne, seseorang dikatakan telah berhasil dalam menjalaniproses konseling bila dia: mampu, mengungkapkan perasaan-perasaan dan motif-motifnya secara lebih memadai; mampu mengatur dirinya sendiri dengan lebih baik; memandang dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya secara lebih realistik; mampu berpikir lebih rasional dan logis; mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang lebih selaras dan lebih konsisten yang satu dengan yang lain; mengatasi penipuan diri dengan meninggalkan penggunaan berbagai mekanisme pertahanan diri; dan inenunjukkan tanda-tanda lebih mampu mandiri dan bertindak secara lebih dewasa. Menurut pandangan Shertzer dan Stone dalam buku Fundamentals of Counseling, KQnseling Eklektik sebagaimana dikonsepsikan oleh Thorne, mengandung unsurunsiir positif dan negatif. Sebagai unsur positif disebut: usaha menciptakan suatu sistematika dalam memberikan layanan konseling; menghindari pbsisi dogmatik dan kaku dengan berpegang pada satu kerangka teoretis dan pendekatan praktis saja. Sebagai unsur negatif disebut: menjadi mahir dalam penerapan satu pendekatan konseling tertentu sudah cukup sulit bagi seorang konselor, apalagi mengembangkan suatu pendekatan konseling yang memadukan unsur-unsur dari berbagai pendekatan konseling; konseli dapat merasa bingung bila konselor mengubah-ubah siasatnya sesuai dengan keadaan konseli pada fase-fase tertentu dalam proses konseling; diragukan apakah konselor mampu menehtukan siasat yang paling sesuai hanya berdasarkan reaksi dan tanggapan konseli pada saat-saat tertentu selama proses konseling berlangsung. Timbul pertanyaan, sampai berapa jauh seorang konselor di institusi pendidikan dapat menerapkari sistematika Konseling Eklektik menurut model Thorne.

Mengingat kenyataan bahwa para konselor di lembaga pendidikan menengah dan, pendidikan tinggi pa,da umumnya bukan psikolog profesional yang berwenang untuk mengadakan diagnosis psikologis (seperti dituntut oleh Thorne), dan akan mengalami kesulitan bila sering harus berubah siasat menurut kebutuhan konseli pada setiap saat selama proses konseling, sistematika Konseling Eklektik ini kiranya tidak dapat mereka terapkan secara memadai. Namun, gagasan menerapkan suatu sistematika Konseling Eklektik yang tidak seluruhnya berpegang pada model Thorne, tetap menarik bagi seorang konselor di institusi pendidikan karena: (a) Konselor dapat menyesuaikan pendekatannya dengan jenis masalah yarig dihadapi konseli, misalnya masalah pilihan program studi dan pekerjaan lebih baik diselesaikan menurut pola pendekatan Factor masalah perasaan takut dan benci yang bersumber pada pengalaman belajar negatif lebih baik diselesaikan menurut pola pendekatan behavioristik) masalah yang bersumber pada pikiran irasional lebih baik diselesaikan menurut pendekatan. Dengan demikan, konselor tidak menerapkan pola pendekatan yang sama terhadap semua masalah yang diungkapkan kepadanya. Hal ini sudah mengandung unsur memilih sesuai dengan kebutuhan konseli, dan sedikit banyak sudah berarti mengambil sikap eklektif.. Konselor dapat mengambil posisi tertentu pada garis kontinum antara ujung memberikan pengarahan minimal dan ujung memberikan pengarahan banyak, sesuai dengan kebutuhan konseli dalam hal ini. Pengarhbilan posisi ini dikaitkan dengan kebutuhan konseli untuk diberi pengarahan sedikit,atau banyak. Pendekatan terhadap konseli yang mengandung pengarahan minimal menggunakan metode konseling yang disebut metode nondirektif; pendekatan yang mengandung pengarahan banyak menggunakan metode yang; disebut metode direktif; pendekatan yang memberikan pengarahan sejauh dibutuhkan oleh konseli disebut metode eklektik. Bagian terakhir ini tidak berarti bahwa konselor selama proses konseling bergeser-geser posisi pada garis kontinum aritara dua ujung itu, telapi mula-mula dia mengambil posisi dekat ujung pengarahan minimal dan kemudian mengambil posisi dekat ujung pengarahan banyak. Dengan demikian, pada awal proses konseling konselor menggunakan teknik-teknik verbal yang mengandung pengarahan minimal dan kemu-dian mulai menggunakan teknik-teknik verbal yang mengandung pengarahan lebih banyak. Perpindahan ini bukan bergeser-geser posisi, melainkan siasat yang diterapkan secara konsekuen, sesuai dengan jalannya wawancara yang direncanakan oleh konselor. Khususnya dalam berwawancara konseling de-ngah anak-anak remaja; yang masih kurang berpengalaman hidup, penerapan metode eklektik dalam hal memberikan pengarahan minimal atau memberikan pengarahan banyak, sesuai dengan fase awal atau fase tengahan dalam proses konseling, kiranya sangat masuk akal. Bahkan, pendekatan Trait and Factor, Rational-Emotive Therapy, dan Konseling Behavioristik, yang sebenarnya menggunakan metode direktif karena mengandung banyak pengarahan, juga merigalami pemasukan unsur-unsur dari metode nondirektif. Konselor yang menerapkan salah satu dari ketiga pola pendekatan itu, pada awal proses konseling akan berusaha menciptakan suasana hubungan antarpribadi yang memungkinkan suatu kerja sama yang baik (working

relationship), dan memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengutarakan pikiran dan perasaannya. Selama fase awal itu konselor banyak menggunakan teknik-teknifc verbal yang mengandung pengarahan minimal; baru kemudian dia mulai menggunakan teknik-teknik verbal yang mengandung lebih banyak pengarahan. Sejauh itu, konselor juga berpindah dari posisi yang satu ke posisi yang lain pada garis kontihum yang dideskripsikan di atas. Konselor perlu menguasai suatu pendekatan (approach.) yang secara luas dapat diterapkan terhadap kasus-kasus yang dibicarakan dengannya. Konselor sekolah mUngkin sekali tidak menguasai semua kerangka teoretis dalam konseling bersama dengan pendekatannya yang khas, atau beranggapan bahwa suatu pendekatan yang khusus sebaiknya tidak diterapkan terhadap konseli tertentu. Khususnya teori-teori yang akan dibahas di bagian B dalam bab ini, membutuhkan masa latihan khusus selama calon konselor mengikuti program studi prajabatan di perguruan tinggi, seperti Teori Psikoanalisa, Teori Gestalt, Teori Psikologi Individual, Teori Analisa Transaksional. Biarpun konselor. menguasai teori dan pendekatan tertentu, namun dia dapat berpendapat bahwa tebri dan pendekatan itu sebaiknya tidak diterapkan terhadap siswa atau mahasiswa, seperti Teori Konseling Eksistensial dan Konseling menurut model IRobert Carkhuff. Jika demikian, konselor membutuhkan suatu pendekatan yang secara luas dapat diterapkan terhadap banyak kasus dan banyak konseli. Dalam hal ini model Konseling Eklektik menurut Thorne dapat digunakan sebagai pedoman, karena di dalamnya telah dipadukan sejumlah unsur yang baik dari pendekatan-pendekatan yang lain, khususnya yang menyangkut penggunaan teknik-teknik verbal yang mengandung pengarahan minimal dan yang mengandung pengarahan lebih banyak. Menurut pendapat pengarang buku ini, sudah sangat baiklah kalau konselor sekolah tamatan program Si menguasai kerangka teoretis dan pendekatan yang khas untuk Konseling Trait and Factor, Konseling Behavioristik menurut siasat kedua (perubahan R melalui perubahan dalam r kognitif dan afektif), dan Konseling Rational- Emotive. Banyak kasus dapat diselesaikan secara tuntas dengan menerapkan salah satu dari ketiga pendekatan itu. Untuk kasus-kasus yang lain, konselor dapat menerapkan suatu pola pendekatan yang lebih umum dengan memperha- tikan urutan fase-fase yang lazim dalam. proses konseling dan mengindahkan kebutuhan konseli akan pengarahan sedikit atau banyak. (d) Konselor menyadari bahwa tidak semua kasus yang diutarakan kepadanya mengandung suatu persoalan atau masalah yang memerlukan pembahasan mengenai penyelesaiannya pada saat sekarang. Misalnya, dapat terjadi bahwa seorang konseli hanya ingin mendapatkan suatu informasi tentang isi programstudi; atau hanya membutuhkan dukungan moral dalam menghadapi suatu situasi kehidupan yang sulit baginya, namun penyelesaiannya sebenarnya sudah jelas baginya, seperti kasus remaja putri yang sudah tahu bagaimana harus bersikap terhadap pacarnya yang mendesak-desak melakukan hal-hal terlarang; atau hanya membutuhkan konflrmasi atas suatu pilihan yang telah dibuat, seperti kasus mahasiswa yang sudah rnantap akan memutuskan hubungan dengan pacarnya. Dalam kasus-kasus seperti itu proses konseling hanya meliputi fase pembukaan,

fase menjelaskan persoalanj fase tanggapan dari konselor sesuai dengan kebutuhan Jconseli, dan fase penutup.-Jedi tidak terdapat |ase penggalian masalali dan fase penyelesaian masalah. Dalam keadaan yang demikian, konselor dapat menerapkan suatu pola pendekatan yang bersifat lebih umum ,clan sedikit banyak bercbrak eklektik. Dibawah. ini diusulkan suatu pola pendekatan dalam konseling di institusi pendidikanyang bersifat eklektik, yang tidak khusus terikat pada kerangka teoretis tertentu, memungkinkan penggunaan metode eklektik seperti diuraikan dalam butir (b) di atas; mengikuti urutan fase-fase yang lazimnya berlangsung dalam suatu ? prpses konseling; memungkinkan konselor untuk melayani kasus-kasus yang tidak t khusus memerlukan pendekatan yang dibahas dalam bagian A nomor 1 s.d. 4; serta memungkinkan konselor .untuk melayani konseli-konseli yang dimaksud dalam butir (d) di atas. Di samping itu, pola pendekatan yang diusulkan memungkinkan konselor untuk melayani kasus-kasus yarig penyelesaiannya terutama terdiri atas pilihan di antara beberapa alternatif (a choise case), dan kasus-kasus yang penyelesaiannya terutama menuntut perubahan sikap serta tindakan penyesuaian diri terhadap situasi kehidupan yang tidak dapat diubah dan harus diterima seadanya (a change case). Meskipun semua proses konseling berhasil membawa suatu perubahan pada diri konseli (a change), namun di sini, demi jelasnya pembahasan, dibedakan antara a choice case dan a change case. Dalam.suatu kasus pilihan (fa choice case) konseli perlu dibantu untuk melihat adanya berbagai kemungkinan, yang kemudian flitinjau dari sudut pandangan Bisa dipilih?; mungkin untuk dipilih? (Possible?), dari sudut pandangan Ingin dipilih? (Desirable?), dan mungkin pula dari sudut pandangan Kalau dipilih, akan membawa hasil yang diharapkan? (Feasible?). Dalam suatu kasus penyelesaiah diri (a change case)-konseli perlu dibantu untuk meninjau kembali sikap dan paridanganhya sampai sekarang serta memikirkan sikap dan tihdakan yang lebih .baik. Misalnya dalam kasus mahasiswi yang masih bingurig akan membina hubungan lebih akrab dengan pemuda yang mana, harus dilihat apakah dia sebenarnya sudah mempunyai beberapa calon sebagai alternatif; kemudian ditinjau masing-masing alternatif itu: pemuda A dapat dipilih karena belum .mempunyai pacar, namun tidak ingin dipilih karena berbeda agama; kemudian pemuda B dan seterusnya. Dalam kasus anak remaja yang kerap bentrok dengan brang tuanya yang dianggap terlalu kolot, harus ditinjau apa yang dimaksudkan dengan kolot dan apakah kolot mesti berarti tidak mengandung kebaikan apa-apa. Berdasarkan tinjauan itu remaja ini dapat mengubah pandanganhya dan palitig sedikit memgambil sikap akan mempertimbangkan dahulu dan tidak langsung menolak mentah-mentah. Namun, harus diakui bahwa suatu kasus pihhari dapat menjadi kasus penyesuaian diri, setelah ditentukan pilihannya. Demikian pula sebeliknya, suatu kasus penyesuaian diri dapat menjadi kasus pilihan, niisahiya setelah mahasiswi tadi rrenjatuhkan pilihannya atas pemuda C, dia harus rrienyesuaikan corak per,jaulannya dengan pemuda A dan pemuda B. Dernikian pula siswa remaja tadi dapat memikirkan cara manakah yang paling cocok bagihya uhituk mendekati orang tuanya, dengan memilih di antara beberapa siasat yang dapat diterapkan. Pola pendekatan yang dimaksud adalah sebagai berikut ;

(a) Fase pembukaan. Selama fase ini konselor berusaha untuk menciptakan relasi hubungan antarpribadi (working relationship) yang baik. (b) Fase penjelasan masalah. Konseli mengutarakan masalah atau persoalan yang dihadapi. Selama fase ini konselor mendengarkan dengan sungguh-sungguh, sambil menunjukkan pemahaman dan pengertian serta memantulkan perasaan dan pikiran yang diungkapkan oleh konseli. Sementara itu, konselor berusaha untuk menentukan apa yang diharapkan daripadanya. Harapan ini. merupakan kebutuhan konseli pada saat sekarang dan berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dalam proses konseling. Sebagaimana dijelaskan dalam butir (d) di atas, kebutuhan konseli dapat bermacam-macam, antara lain: (1) Konseli membutuhkan informasi tentang sesuatudan dia akan puas setelah hmendapatinformasi yang relevan. Tanggapan konselor berupa penjelasan I. tentang hal yang ditanyakan kalau dia langsung mengetahuinya, atau berupa penunjukan sumber-sumber informasi yang relevan. Setelah itu konselor menutup wawancara dengan cara yang diuraikan dalam butir (e) dibawah. (2) Konseli membutuhkan dukungan moral dalam menghadapi suatu situasi kehidupan yang sulit baginya, namun penyelesaiannya sebenarnya sudah jelas baginya. Konseli ingin mencurahkan isi hatinya dan mengurangi beban batinnya dengan mengutarakan semuanya kepada ser.eorang yang dapat mendengarkan dengan tenang dan sikap empati. Tanggapan konselor berupa pemberian semangat dan keberanian serta pengangkatan hati.Setelah itu konselor menutup wawancara dengan cara yang diuraikan dalam butir(e) di bawah. (3) Konseli membutuhkan konfirmasi atas suatu pilihan yang telah dibuatnya. Konselor dapat mempersilakan konseli untuk menjelaskan atas dasar pertimbangan-pertimbangan apa ditentukan pilihan itu. Kalau menurut , evaluasi konselor keputusan yang telah diambil memang masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan, tanggapan konselor berupa perieguhan , terhadap keputusan itu serta mendorong Untuk melalcsanakannya secara konsekuen. Setelah itu konselor menutup wawancara dengan cara yang diuraikan dalam butir (e) di bawah.Sebaliknya, kalau menurut evaluasi konselor pilihan yang telah dibuat x belum dipikirkan secara matang dan memerlukan peninjauan kembali, konselor mengemukakan pendapatnya dan menawarkan kepada konseli untuk membicarakan kembali persoalannya dengan konselor. Kalau konseli bersedia, maka proses konseling belum selesai dan menyusullah fase penggalian masalah dan penyelesaian masalah, seperti diuraikan dalam butir (c) dan (d) di bawah. (4) Konseli membutuhkan bantuan dalam rnengatasi masalah yang diha-dapinya, yang memang belum ditemukan cara penyelesaiannya. Kebutuhan ini menjadi nyata dari ungkapan-ungkapan konseli selama fase penjelasan masalah. Dalam hal ini, menyusullah fase penggalian masalah dan penyelesaian masalah, seperti diuraikan dalam butir (c) dan (d) di bawah. c) Fase penggalian masalah. Koriselor dan konseli bersama-sama menggali latar belakang masalah, antara lain: asal-usul permasalahan, unsur-unsur yang pokok; dan tidak pokok, pihak-pihak siapa yang terlibat, perasaan dan pikiran konseli i: mengenai masalah yang dihadapi. Fase ini

mencakup analisis kasus, yang menghasilkan fakta dan data yang harus diindahkan selama fase berikutnya, upaya persoalannya dapat diselesaikan secara tuntas. Selama fase ini akan menjadi lebih jelas pula bagi konselor, apakah masalah konseli termasuk a choice case atau a change case, seandainya hal ini belum dapat ditentukan selama fase penjelasan masalah. Mungkin juga dianggap perlu mencari data dan fakta tambahan, yang harus dikumpulkan di luar waktu wawancara sekarang ini. Kalau demikian, proses konseling dihentikan dahulu untuk. dilanjutkan dalam. wawancara berikutnya. (d) Fase penyelesaian masalah. Dengan berpegang pada pembedaan antara a choice case dan a change case, konselor dan konseli membahas persoalan sampai ditemukan penyelesaian yang tuntas, clengari mengindahkan semua data dan fakta. Cara menyelesaikan suatu kasus pilihan (a choice case) dan suatu kasus penyesuaian diri (a change case) telah diuraikan di atas. Dengan sendirinya fase ini akan memakan waktu paling lama dan mungkin\memerlukan wawancara lanjutan. Selama fase ini konselor lebih banyak menggunakan teknik-teknik yang mengandung pengarahan yang jelas, dengan memilih di antara nomor j s.d. u dalam daftar teknik-teknik verbal yang dimuat dalam Bab VIII, C, 1. () Fase penutup. Selama fase ini konselor mengakhiri wawancara, baik yang ( masih akan disusul dengan wawancara lain maupun yang merupakan wawancara terakhir. Bagaimana caranya menutup wawancara akan diuraikan dalam Bab Kelima pandangan teoretis yang dibahas di bagian A ini, bersama derigah peridekatan terhadap konseling yang khas untuk masing-masirig pandangan^ semuariya mengakui bahwa mahusia pada dasarnya mampu berubah dan mengubah diri. Seandainya manusia tidak.mampu untuk itu, berwawancara konseling dengan bermanfaat dan hanya berarti membuang-buang waktu. Namun, dengan cara yang bagaimana perubahan itu sebaiknya diusahakan, terdapat variasi di antara kelima pandangan teoretis dan masing-masing pendekat-annya yang praktis. Sesuai dengan pembagian atas tiga kelompok pendekatan menurut fokus pefhatian pada aspek kepribadian tertentu (lihat uraiah pada awal bab ini), Client-Centered Counseling mengusahakan perubahan dalam perilaku seseorang dengan mengubah cara orang berperasaan tentang dirinya sendiri. Teori Trait-Factor, Rational-Emotive Therapy, dan Konseling Behavioristik menurut pendekatan yang tidak langsung, dan Konseling Eklektik mengusahakan perubahan dalam perilaku dan perasaan seseorang dengan mengubah cara orang berpikir tentang dirinya sendiri. Konseling Behavioristik menurut peridekatan yang langsung (R diubah dahulu, bukan r!) mengusahakan perubahan dalam pikiran dan perasaan seseorang dengan mengubah perilaku nyata lebih dahulu. Denii mudah-nya, tiga kelompok peridekatan itu dapat disebut: kelompok pendekatan afektif (affective approach); kelompok pendekatan kognitif (cognitive approach), dan kelompok pendekatan behavioristik (behavioral approach).

Kamis, 2009 Februari 05


Teori Konseling Trait & Factor
Konseling Trait & Factor Toko utama teori sifat dan faktor adalah Walter bingham, Jhon Darley, Donald G. Paterson, dan E. G. Williamson. Teori sifat dan faktor sering pula disebut sebagai konseling direktif atau konseling yang berpusat pada konselor. Konsep utama Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling sifat dan faktor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Maksud konseling menurut Williamson adalah untuk membantu perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia, serta tugas konseling sifat dan faktor adalah membantu individu dalalm memeperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir (Shertzer & Stone, 1980, 171). Proses konseling Peranan konselor menurut teori ini adalah memberitahukan konseli tentang berbagai kemampuanya yang diperoleh konselor melalui testing. Berdasarkan testing pula konselor mengetahui kelemahan dan kekuatan kepribadian konseli. Pendekatan teori ini seri deisebut kognitif rasional karena peranan konselor dalam konseling ialah memberitahukan, memberi informasi, dan mengarahkan konseli. Williamson hubungan konseling merupakan hubungan yang sangat akrab, sangat bersifat pribadi dalam hubungan tatap muka, kemudian konselor bukan hanya membantu individu atas apa saja yang sesuai dengan potensinya, tetapi konselor harus mempengaruhi klien berkembang ke satu arah yang terbaik baginya. Proses konseling dibagi 5 tahap : Analisis, merupakan tahapan kegiatan yang terdiri dari pengumpulan data dan informasi klien atau konseli. Sintetis, merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga menunjukan bakat klien, kelemahan serta kekuatanya, dan kemampuan penyesuaian diri. Diagnosis, sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan ketetapan dan pola yang dapat mengarahkan kepada permasalahan, sebab-sebabnya, serta sifat-sifat klien yang relevan dan berpengaruh kepada proses penyesuaian diri. Diagnosis terdiri dari 3 langkah penting: Identifikasi masalah yang sifatnya deskriptif, misalnya dengan menggunakan kategori Bordin atau Pepinsky atau kategori lainya. Kategori diagnostik Bordin

Dependence atau ketergantungan Lack of information atau kurangnya informasi Self-conflict Choice-anxiety atau kecemasan dalam memnuat pilihan Kategori Pepinsky Lack of assurance atau kurangnya dukungan Lack of information atau kurangnya informasi Lack of Skill atau kurangnya keterampilan Dependence atau ketergantungan Self-conflict Menentuka sebab-sebab, yang mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang dpat menerangkan sebab-sebab gejala. Prognosis, misal diagnosisnya kurang cerdas, prognosisnua menjadi kurang cerdas untuk pengerjaan sekolah yang sulit, sehingga mungkin sekali gagal kalu ingin belajar menjadi dokter. dengan demikian konselor bertanggung jawab dan membantu klien untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab untuk dirinya sendiri, yang berarti ia mampu dan mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau menerima. Konseling, merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan simbur diri sendiri maupun sumber diluar dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuanya. Ada 5 jenis sifat konseling: Belajar terpimpin menuju pengertian diri Mendidik kembali atau mengajar sesuai dengan kebutuhan individu dalam mencapai tujuan kepribadianya dan penyesuaian hidupnya. Bantuan pribadi konselor supaya konseli mengerti dan terampil dalam menerapkan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran Tindak lanjut, mencakup bantuan kepada klien dalam mengahadapi masalah baru dengan mengingatkanya kepada maslah sumbernya sehingga menjamin keberhasila konseling. Teknik konseling teknik konseling harus disesuaikan dengan individualitas klien, dan kita tidak dapat menghindari kenyataan bahwa setiap masalah menuntut fleksibelitas dan keragaman konseling ( Williamson, dalam Petterson, 1996, hal 36) Teknik-teknik yang sering digunakan dalam proses konseling : Penggunaan hubungan intim (rapport). Konselor menerima konseli dalam hubungan yang hangat, intim, bersifat pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang mengancam klien. Memperbaiki pemahaman diri. Koseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan dibantu untuk menggunakan kekuatanya dalam upaya mengatsi kelemahanya Pemberian nasihat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai bertolak dari pilihan, tujuan, pandangan atau sikap konselor dan kemudian menunjukan data yang mendukung atau tidak mendukung dari hasil diagnosis.

3 metode pemberian nasehat yang adapat digunakan konselor o Nasihat langsung ( direct advising), dimana konselor secara terbuka dan jelas menyatakan pendapatnya. o Metode persuasif, dengan menunjukan pilihan yang pasti secara jelas. o Metode penjelasan, yang merupakan metode yang paling dikehendaki dan memuaskan. o Melaksanakan renacana, konselor memberikan bantuan dalam menetapkan pilihan atau keputusan serta implementasinya. Menunjukan kepada petugas lain atau referal, jika konselor merasa tidak mampu menangani masalah konseli, maka ia harus merujuk konseli kepada pihak lain yang dopandang lebih kompeten untuk membantu konseli. Sumber dan rujukan bacaan: Teori-Teori Konseling. Prof. Dr. H. Mohamad Surya. Penerbit Pustaka Bani Quraisy. Bandung.

Trait-and-Factor Theory (Parsons, 1909; Williamson, 1939) Also known as matching or actuarial approaches Concept of the individual

Possess pattern of traits These traits can be objectively identified Traits can be profiled to represent individuals potential

Concept of work

Occupations are composed of factors required in successful job performance Factors can be profiled according to amounts of individual traits required

Concept of career choice


Profiles can be overlaid Probable fit between individual and job can be identified

Underlying assumptions

Miller Vocational development is cognitive process; decisions reached by reasoning Occupational choice is single event; choice is greatly stressed over development There is a single right occupation for everyone; there is no recognition that a worker might fit well into a number of occupations o Single person works in each job; one person - one job relationship o Everyone has an occupational choice Klein and Wiener o Each individual has a unique set of traits that can be measured reliably and validly o Occupations require that workers possess certain traits for success o Choice of occupation is straightforward process and matching is possible o The closer the match between personal characteristics and job requirements, the greater the likelihood for success (productivity and satisfaction)
o o o

Process

Parsons o Clear understanding of yourself, aptitudes, abilities, interests, resources, limitations, and other qualities o Knowledge of requirements and conditions of success, advantages and disadvantages, compensation, opportunities, and prospects in different lines of work o True reasoning on the relations of these two groups of facts

Williamson o Analysis - Gather client information o Synthesis - Organize data to gain understanding of client o Diagnosis - Counselors statement of client problem o Prognosis - Predict future development of problem o Counseling o Follow-up

Frank Parsons' Trait and Factor Theory of Occupational Choice


Frank Parsons is regarded as the founder of the vocational guidance movement. He developed the talent-matching approach, which was later developed into the Trait and Factor Theory of Occupational Choice. At the centre of Parsons' theory is the concept of matching. He states that occupational decision making occurs when people have achieved:

an accurate understanding of their individual traits (aptitudes, interests, personal abilities) a knowledge of jobs and the labour market rational and objective judgement about the relationship between their individual traits, and the labour market.

This three-part theory still governs most current practice. The trait and factor theory operates under the premise that it is possible to measure both individual talents and the attributes required in particular jobs. It also assumes that people may be matched to an occupation that's a good fit. Parsons suggests that when individuals are in jobs best suited to their abilities they perform best and their productivity is highest. In his book, 'Choosing a Vocation', Parsons maintains that personal counsel is fundamental to the career search. In particular, he notes seven stages for a career counsellor to work through with clients: 1. Personal data: create a statement of key facts about the person, remembering to include every fact that has bearing on the vocational problem. 2. Self-analysis: a self-examination is done in private and under the instruction of the counsellor. Every tendency and interest that might impact on the choice of a life work should be recorded. 3. The clients own choice and decision: this may show itself in the first two stages. The counsellor must bear in mind that the choice of vocation should be made by the client, with the counsellor acting as guide. 4. Counsellors analysis: the counsellor tests the clients decision to see if it is in line with the main quest. 5. Outlook on the vocational field: the counsellor should be familiar with industrial knowledge such as lists and classifications of industries and vocations, in addition to locations of training and apprenticeships. 6. Induction and advice: a broad-minded attitude coupled with logical and clear reasoning are critical at this stage.

7. General helpfulness: the counsellor helps the client to fit into the chosen work, and to reflect on the decision. Much of Parsons work still guides career counselling today, though it is not without criticism. Matching assumes a degree of stability within the labour market. However, the reality is that the markets volatility means individuals must be prepared to change and adapt to their circumstances. Sources

National Guidance Research Forum, Guidance Practice Matching Theories (Trait/Factor), accessed December 2008, (www.guidance-research.org). Parsons, F, Choosing a Vocation, accessed December 2008, (www.leonardoevangelista.it).

You might also like