You are on page 1of 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kapada kelompok kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul PENDIDIKAN MULTI DALAM SISTEM DINAS (SISDIKNAS). Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, terutama Yth. Bapak Drs. Agus Priyono, MM selaku dosen pembimbing. Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, baik dari segi penyusunan, penyajian maupun isi. Oleh karena itu kami selaku penyaji mengharapkan adanya kritik ataupun saran yang membangun dari semua pihak. Semoga dikesempatan mendatang kami dapat menyajikan makalah yang jauh lebih baik daripada ini. Semoga makalah ini dapat menjadi sarana pembelajaran yang baik dalam mata kuliah Pendidikan Multikultural, dan memperluas pengetahuan kita dalam mata kuliah pendidikan multikultural.

Malang, 08 November, 2011

Tim Penyaji

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.i BAB I . PENDAHULUAN .................................................................... ...1 1.1 Latar Belakang .............................................................................1 1.2 Tujuan ..........................................................................................1

BAB II

PEMBAHASAN ...............................................................................2 2.1 Pengertian Pendidikan Multikultural ...........................................2 2.2 Pentingnya Pendidikan Multikultural ..........................................3 2.3 Analisis Pendidikan Multi Dalam Sistem Dinas (Sisdiknas) Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 ............................................4 2.3.1 Demokratisasi, Desentralisasi dan Pendidikan ...................4 2.3.2 Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan ........................5 2.3.3 Pendidikan dan Tantangan Globalisasi ...............................6 2.3.4 Kesetaraan dan Keseimbangan ...........................................8 2.3.5 Jalur Pendidikan dan Peserta Didik ....................................9

BAB III

PENUTUP .........................................................................................10 3.1 Kesimpukan .................................................................................10 3.2 Kritik ............................................................................................10 3.3 Saran ............................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA. ......11

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara yang terdiri atas pulau-pulau yang terpisah-pisah dan dibatasi oleh laut, sehingga Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman budaya. Semboyan Bhineka Tunggal Ika merupakan symbol yang mengartikan bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan yang terdiri dari beragam suku, agama, bahasa dan kebudayaan yang menyertainya. Kebudayaan Indonesia yang beragam akan nilai pluralisme dan multikultural, ini harus disikapi sebagai suatu ciri dan kepribadian bangsa yang majemuk serta merupakan kekayaan bangsa. Perbedaan budaya tidak boleh disikapi sebagai jurang pemisah dan pemicu adanya konflik. Masyarakat Indonesia harus turut andil untuk mewujudkan hal tersebut tidak terkecuali generasi muda yang sebagian besar pelajar. Untuk membangun hal tersebut pendidikan merupakan media yang tepat untuk mendidik anak bangsa yaitu pelajar sebagai calon penerus bangsa untuk memahami keragaman budaya negara Indonesia dan menerima perbedaan budaya tersebut sebagai warisan negara yang senantiasa dijaga eksistensinya. Pendidikan yang diajarkan harus sesuai dengan pendekatan multikulturalisme yang dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang keaneka ragaman kultural, hak-hak asasi manusia, serta pengurangan atau penghapusan berbagai jenis prasangka unutk membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju. Sistem pendidikan yang ada di Indonesia diatur dan dirumuskan dalam suatu Undang-Undang yang berbentuk sistem pendidikan nasional yang dirumuskan dalam UU no 20 tahun 2003.

1.2 TUJUAN Makalah ini bertujuan untuk mengkaji pendidikan multi dalam sistem dinas (sisdiknas) berdasarkan UU no 20 tahun 2003.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL Menurut Undang-Undang no 20 tahun 2003 pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Menurut (Choirul Mahfud: 75) multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran atau paham). Secara hakiki dalam kata tersebut terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. Pengertian pendidikan multikultural menurut: 1. Andersen dan Cusher (1994:320) dalam choirul Mahfud :167 Pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan 2. James Bank (1993:3) dalam Choirul Mahfud :167 Pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan).

2.2 PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAl Melihat sisi fungsionalnya, persoalan-persolan yang terjadi dalam masyarakat bisa diperbaiki melalui proses pendidikan. Dengan asumsi semacam ini, apapun bentuk keberhasilan yang terjadi dalam dunia pendidikan akan berimplikasi bagi keberhasilan dalam kehidupan dimasyarakat secara luas. Dengan demikian jika ingin mengatasi problematika masyarakat, langkah pertama yang harus dilakukan seyogyanya dimulai dari dari penataan secara sistemik dan metodologis dalam pendidikan. Salah satu komponen dalam pendidikan adalah pembelajaran. Untuk memperbaiki realitas masyarakat perlu dimulai dari proses pembelajaran. Dimensi pluralis multikultural bisa dibentuk melalui proses pembelajaran yaitu dengan menggunakan pembelajaran yang mengarah pada upaya menghargai perbedaan diantara sesama manusia, sehingga terwujud ketenangan dan ketentraman tatanan kehidupan masyarakat. Pembelajaran merupakan proses meramu sarana dan prasarana pendidikan dengan tujuan untuk mencapai kualitas sebagai mana yang dirumuskan. Dalam konteks desain pembelajaran ada beberapa aspek yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan yaitu: 1. Istilah pendidikan multikulturalis dapat digunakan pada tingkat deskriptif dan normatif yang menggambarkan isu-isu pendidikan berkaitan dengan masyarakat yang pluralis multikultural. 2. Konsep pendidikan pluralis multikultural dapat diwujudkan dalam kurikulum namun perlu dirumuskan strategi yang ditempuh, mata pelajaran yang ditempuh dan metode penyampaiainnya. 3. Perlu peta persoalan yang dan kendala yang dapat menghambat pelaksanaan kebijakan pluralis multikultural. 4. Perlu melakukan studi komparasi terhadap negara-negara yang persoalan pluralitas dan multikultural yang komplek. 5. Konsep, model, dan strategi pengembangan pendidikan agama berwawasan pluralis multikultural. Pendidikan pluralis multikultural tidak hanya dibutuhkan oleh seluruh anak atau peserta didik, tidak hanya menjadi target prasangka sosial kultural atau anak yang hidup dilingkungan heterogen namun seluruh anak didik sekaligus guru dan orang tua perlu terlibat

dalam pendidikan pluralis multikultural. Dengan demikian diharapkan akan dapat mempersiapkan anak didik secara aktif sebagi warga negara yang secara etnik, kultural dan agama beragam, menjadi manusia-manusia yang menghargai perbedaan, bangga terhadap diri sendiri, lingkungan dan realitas majemuk.

2.3 ANALISIS PENDIDIKAN MULTI DALAM SISTEM DINAS (SISDIKNAS) BERDASARKAN UU NO 20 TAHUN 2003 Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia dan menyesuaikan dengan perubahan global dan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mengesahkan Undangundang sistem pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang baru sebagai pengganti Undangundang sistem pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang system pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No 20 tahun 2003 terdiri atas 22 bab dan 77 pasal tersebut merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam UU sisdiknas yang baru tersebut antara lain:

2.3.1 Demokratisasi, Desentralisasi dan Pendidikan Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan ssecara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa (ayat 1). Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat ( ayat 3), serta dengan memberdayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Dari uraian di atas pendidikan membuka peluang bagi seluruh rakyat Indonesia untuk bersekolah tanpa membedakan ras dan golongan. Semuanya diperlakukan secara adil serta menjunjung tinggi hak asasi manusia yang melekat pada mereka.

Tuntutan reformasi mengarah pada pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah. Hal ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat. Dengan demikian peranan pemerintah pusat yang bersifat sentralistis yang telah berlangsung 50 tahun lebih akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan sistem desentralisasi. Meskipun terjadi desentralisasi pengelolaan pendidikan, namun tanggung jawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan menteri yang diberi tugas oleh presiden ( pasal 50 ayat 1 ) yaitu menteri pendidikan dan kebudayaan nasional. Pemerintah pusat menentukan kebijakan nasional dan standar nasional untuk menjamin mutu pendidikan nasional ( pasal 50 ayat 2 ). Khusus untuk pemerintah kabupaten atau kota diberi tugas untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal merupakan paradigma baru pendidikan, untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah berdasarkan potensi yang dimiliki masyarakat lokal. Dalam hal ini pewilayahan komoditas harus dibarengi dengan lokalisasi pendidikan dengan basis keunggulan lokal. Hal ini bukan saja berkaitan dengan kurikulum yang memperhatikan juga muatan lokal (pasal 37 ayat 1 huruf j). Selain itu untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan (pasal 42 ayat2) dalam hal ini termasuk memfasilitasi dan menyediakan pendidik dan guru yang seagama dengan peserta didik dan pendidik dan guru untuk mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik (pasal 12 ayat 1 huruf a dan b). 2.3.2 Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Dalam penyelengggaraan pendidikan, peran serta masyarakat sangat penting sebagi salah satu elemen pendukung terwujudnya pendidikan berbasis masyarakat. Salah satu bentuk peran serta masyarakat adalah melakukan pemberdayaan masyarakat dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayana pendidikan (pasal 54 ayat1).

Masyarakat tersebut dapat berperan sebagai sumber pelaksana dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54 ayat 2). Oleh karena itu masyarakat berhak mennyelenggarakan pendidikan yang berbassis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat dengan mengemabnagkan dan melaksnakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pembinaannya seseuai dengan standar nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1 dan 2). Pendidikan multikultiral tidak hanya ditujukan kepada siswa, dengan UU sisdiknas yang mengakomodasi peran masyarakat seperti diatas maka diharapkan guru, orang tua dan masyarakat sekitar turut andil dalam penyelenggaraan pendidikan multikultural. 2.3.3 Pendidikan dan Tantangan Globalisasi Di era globalisasi tantangan yang dihadapi semakin berat, dengan majunya teknologi dan informasi menjadikan semakin kaburnya ciri dan kepribadian bangsa, maka dari itu dalam ( pasal 37 ayat 1 dan 2 ) menetapkan kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan seni budaya. Pendidikan agama diberikan untuk membentengi siswa dalam membendung pengaruh negatif dari perkembangan di era globalisasi. Dalam UU sisdiknas no 20 tahun 2003 pendidikan agama diatur dalam pasak 30 ayat 1-5 yang berbunyi Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan (ayat1), Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama (ayat 2), Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal (ayat 3), Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman,pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis (ayat 4)dan Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (ayat 5). Pendidikan kewarganegaraan merupakan pelajaran yang wajib di berikan kepada siswa untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air sehingga tidak ikut arus budaya negara lain. Pendidikan seni budaya memberikan wadah pada siswa unuk mempertahankan ciri dan

kepribadian bangsa dengan turut mempelajari budaya daerah masing-masing sehingga kebudayaan yang berasal dari Indonesia tetap eksis dalam arus globalisasi. Era globalisasi menutut untuk berkomunikasi dengan pihak asing menggunakan bahasa asing namun bahasa Indonesia dan bahasa daerah juga harus dijunjung tinggi. Maka siswa dituntut untuk dapat mempelajari ketiganya tanpa meninggalkan salah satu diantaranya dan menggunkannnya dalam pengantar pendidikan. Pemerintah mewadahi hal ini dengan mengatur bahasa dalam pendidikan yang tertuang dalam ( bab 7 pasal 33), Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu. Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. Multi tidak hanya mencakup perbedaan akan budaya tetapi juga menyoroti perbedaan akan keaadaan dan situasi. Dalam dunia pendidikan latar belakang peserta didik sangat beragam. Ada siswa yang dapat melakukan pendidikan secara normal dan ada juga yang memerlukan kebutuhan khusus untuk itu dalam UU sisdiknas No 20 2003 mengatur hal tersebut dalam (pasal 32 ayat 1, 2 dan 3 ) yang berbunyi Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. (2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalamibencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. (3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam UU sisdiknas No 20 tahun 2003. Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, yang berfungsi untuk member layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau regular ( pasal 31 ayat 1, dan 2 ).

2.3.4 Kesetaraan dan Keseimbangan Paradigma baru lainnya yang dituangkan dalam UU sisdiknas yang baru adalah konsep kesetaraan, antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Tidak ada lagi istilah satuan pendidikan plat merah atau plat kuning, semuanya berhak memperoleh dana dari negara dalam suatu sistem yang terpadu. Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh departemen Agama yang memiliki ciri khas tertentu. Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama ( madrasah Ibtidaiyah (MI) yang stara dengan Sekolah dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasahaliyah yang setara denga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) yang setara dengan Sekolah Mengeah Kejuruan (SMK)). Dengan demikian UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 telah menempatkan pendidikan sebagai satu kesatuan yang sistemik. Hal tersebut tercantum dalam ( pasal 4 ayat 2). Selain itu, UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 yang dijabarkan dari UUD 45, telah memberikan keseimbangan antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi menusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, madiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. Dengan demikian UU sisdiknas yang baru telah memberikan keseimbangan antara iman, ilmu, dan amal ( shaleh ). Hal itu selain tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional, juga dalam penyusunan kurikulum ( pasal 36 ayat 3 ), dimana peningkatan iman

dan takwa, akhlak yang mulia, kecerdasan, ilmu pengetahuan, teknologi seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu. 2.3.5 Jalur pendidikan dan Peserta didik. Perubahan jalur pendidikan dari dua jalur ( sekolah, dan luar sekolah ) menjadi tiga jalur ( formal, non formal, dan informal ) (pasal 13) juga merupakan perubahan yang mendasar dalam sisdiknas. Jalur formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (pasal 14), dengan jenis pendidikan umum, kejuruan akademik, profesi, vokasi keagamaan dan khusus ( pasal 15 ), dengan demikian setiap orang bisa memilih jalur pendidikan yang sesuai dengan minat bakat, dan kemampuan mereka, atau memilih sekolah yang berbasis umum yang dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional atau sekolah yang berbasis keagamaan yang dikelola oleh Departemen Agama, yang tetap merupakan satu kesatuan yang sistemik. Pendidikan non formal, meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan dan kepemudaan, pelatihan pendidikan serta pemberdayaan pendidikan lain perempuan, yang pendidikan untuk

ketrampilan

kerja,

ditujukan

mengembangkan kemampuan peserta didik ( pasal 26 ayat 3 ). Sedangkan pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta didik lulus ujian dengan standar nasional pendidikan ( pasal 27 ).

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN Setelah mempelajari tentang UU No 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, dapat disimpulkan PENDIDIKAN MULTI DALAM SISTEM DINAS telah diatur sebagaimana mestinya. Pendidikan multikultural mempunyai tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan bangsa Indonesia untuk siap menghadapi arus budaya luar di era globalissasi, dan menyatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam budaya. Secara sederhana, pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural yang terjadi di lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan didunia secara keseluruhan. Tentang tata cara pembelajaran, kurikulum, hak, dan kewajiban pendidik ataupun peserta didik diatur lengkap dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang ssstem dinas. UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 tersebut mendukung pendidikan multidengan tetap mempertimbangkan segala macam aspek sosial yang ada di Indonesia.

3.2

KRITIK Pendidikan multi dalam sistem dinas sudah mencakup segala macam hal yang disebutkan

dalam undang undang, baik kurikulum, hak, kewajiban pendidik maupun peserta didik, tetapi masih banyak kekurangan dalam penerapannya.

3.3

SARAN Lebih dalam lagi mengembangkan pendidikan multikultural, serta memajukan peran serta

masyarakat dalam sistemnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta Azra, Azyumardi. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan dan Demokrasi di Indonesia , Jakarta : Grasindo

http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf

Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo

Mahfud, Choirul. 2005. Pendidikan Multikultural. Jakarta : Gramedia Pustaka

You might also like