You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Budidaya laut adalah upaya manusia melalui masukan tenaga kerja dan energi, untuk meningkatkan produksi laut ekonomis penting dengan memanipulasi laju pertumbuhan, mortalitas dan reproduksi. kegiatan budidaya telah dilakukan sejak dulu yaitu pemeliharaan dalam media air dengan pemberian makanan untuk organisme air yang dipelihara. Budidaya laut mempunyai sejarah yang panjang sejak 2.000 tahun sebelum Masehi ketika orang di Jepang memulai pemeliharaan tiram laut (oyster). Dari literatur diketahui, bahwa Cina sudah memelihara ikan di air asin sejak 475 sebelum Masehi dan budidaya tiram laut di Junani sejak 100 tahun sebelum Masehi. Awal budidaya laut atau marikultur di Indonesia ditandai dengan adanya keberhasilan budidaya mutiara oleh perusahaan Jepang pada tahun 1928 di Buton- Sulawesi Tenggara. Awal tahun 1970-an dilakukan percobaan dan pengembangan budidaya rumput laut (Eucheuma sp.) di Pulau SamaringaSulawesi Tengah, dengan adanya kerjasama antara Lembaga Penelitian Perikanan Laut dan perusaan Denmark (Anonim, 2011). Budidaya Abalone mulai diteliti Loka Budidaya Laut Lombok, Nusa Tenggara Barat sejak tahun 1999. Dalam klasifikasi hewan, Abalone termasuk makhluk laut dari kelas Gastropoda, keluarga Haliotidae, jenis Haliotis (kuping laut). Penampilannya mirip siput yang hanya mempunyai cangkang sebelah atas saja. Hewan ini Bergerak sangat lambat sehingga predator mudah memangsanya, termasuk manusia. Ia hidup di dasar laut, khususnya dikarang-karang. Wilayah Indonesia yang mempunyai spesies ini adalah NTB (Lombok Tengah Barat), Ambon, Madura, dan Bajo (Sulsel). Pertambahan penduduk dan perubahan konsumi masyarakat ke arah protein hewani yang lebih sehat adalah salah satu penyebab meningkatnya kebutuhan produk perikanan. Kegiatan budidaya laut dan pantai berpeluang besar menjadi tumpuan bagi sumber pangan hewani di masa depan, karena peluang produksi perikanan tangkap yang terus menurun Pengembangan usaha budidaya kerang abalone dimasa datang mempunyai

prospek cukup cerah, mengingat beberapa keunggulan yang dimilikinya baik dari teknik budidaya sampai dengan pemasaran. Daging abalon mempunyai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan protein 71,99% serta cangkangnya mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju dan berbagai bentuk barang kerajinan lainnya. Produksi kerang abalone saat ini lebih banyak diperoleh dari tangkapan di alam, dan ini akan menimbulkan kekwatiran akan terjadinya kelangkaan yang berakhir pada kepunahan. Oleh karena itu perlu adanya budidaya dengan cara memanipulasi pertumbuhan, mortalitas dan reproduksi sebagai upaya pengembangan potensi dari sumber daya alam dalam area terbatas baik itu terbuka ataupun tertutup (Anonim, 2010).

1.2. Tujuan Praktikum Adapun tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan memahami proses budidaya abalone. 2. Untuk mengetahui fungsi bahan dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya abalone.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Biologi Abalon Sistematika Kerang Abalone (Haliotis asinina) adalah sebagai berikut: Class Sub Class Ordo Super family Family Genus Species : Gastropoda : Orthogastropoda : Vetigastropoda : Pleurotomarioidea : Haliotidae : Haliotis : - Haliotis asinina - Haliotis squamata Local Name : Abalon ( Setyono, 2009).

Gambar 2.1. Morfologi Abalon Abalone memiliki cangkang tunggal atau monovalve dan menutupi hampir seluruh tubuhnya. Pada umumnya berbentuk oval dengan sumbu memanjang dari depan (anterior) ke belakang (posterior) bahkan beberapa spesies berbentuk lebih lonjong. Cangkang abalone berbentuk spiral namun tidak membentuk kerucut akan tetapi berbentuk gepeng. Kepala terdapat dibagian anterior sedangkan puncak dari lingkaran (spiral) adalah bagian belakang (posterior) pada sisi kanan. Bagian luar cangkang agak kasar sedangkan bagian dalam halus dan tampak lapisan nacre bahkan beberapa spesies berwarna-warni. Pada bagian sisi kiri cangkang terdapat lubang-lubang kecil berjajar. Lubang dibagian depan lebih besar dan semakin ke belakang mengecil dan tertutup. Biasanya lubang yang terbuka jumlahnya lima, lubang ini berfungsi sebagai jalan masuknya air yag

mengandung oksigen dan keluarnya karbondioksida bahkan keluarnya sel-sel telur dan sperma (Toni, 2006). Kaki pada abalone bersifat kaki semu, selain untuk berjalan juga untuk menempel pada substrat/dasar perairan. Kaki ini sebagian besar tertutup cangkang dan terlihat jelas bila abalone dibalik. Sebagian dari kaki yang tidak tertutup cangkang nampak seperti sepasang bibir. Bibir ini ditutup oleh kulit yang keras/kuat berfungsi sebagai perisai untuk melawan musuhnya. Warna bibir

bervariasi pada setiap spesies dan akhirnya digunakan dalam pengklasifikasian spesies seperti brownlip abalone dan green abalone. Pada sekeliling tepi kaki terlihat sederetan tentakel untuk mendeteksi makanan atau predator yang mendekat. Bagian dari abalone yang dimakan adalah otot daging yang menempel pada cangkang dan kaki, sedangkan isi perut dan gonad pada kulit terluar dari kaki dibuang. Kepala terdapat dibagian depan dari kaki, dilengkapi dengan sepasang tentakel panjang pada bibir. Tentakel ini ukurannya lebih besar seperti halnya tangkai mata pada siput darat. Mulut terdapat dibagian dasar dari kepala, tidak memiliki gigi tapi terdapat lidah yang ditutupi oleh gigi geligi dan disebut radula yang digunakan untuk memarut (menghancurkan) makanan yang menempel di substrat (Munti, 2009). Abalone mempunyai sepasang insang dalam sebuah ruang rongga mantel di bawah deretan lubang pada cangkang. Air laut melalui lubang pada cangkang masuk ke dalam rongga mantel bagian depan dan keluar melalui insang. Pada saat air melalui insang oksigen diserap dan sisa gas dibuang. Pencernaan abalone tersembunyi diantara kaki dan cangkang. Sistem pencernaan berturut turut yaitu mulut, gigi, radula, esophagus, lambung, usus, rektum, dan anus. ( Feisal, 2004).

Gambar 2.2. Anatomi Abalon.

2.2. Kebiasaan Makan Kebiasaan makan abalone tergantung dari fase perkembangan abalone. Pada tahap awal, trochopore masih tergantung pada kuning telur sebagai sumber nutrisi. Ketika mengalimi metamorphose dan menjadi valiger, larva mulai memakan mikroalga seperti Navicula sp, Cocconeis sp, Melosira sp, Nitzchia sp, dan Chaetocheros simplex. Setelah mampu mencari makan sendiri, abalone akan menempel pada substrat dan berkembang menjadi spat. Spat ini memiliki radula yang dapat mengikis alga. Saat abalone mencapai juvenil awal (panjang shell (cangkang) 4 5 mm) sampai abalone dewasa menyukai pakan berupa makroalga seperti rumput laut. Jenis rumput laut yang dapat dimanfaatkan kerang abalone sebagai makanan favorit yaitu: Makro alga merah terdiri dari Corallina, Lithothamnium, Gracillaria, Jeanerettia dan Porphyra, Makro alga coklat terdiri dari Eckolnia, Laminaria, Macrocystis, Nereocystis,UndariadanSargassum, dan Makro alga hijau (Ulva). Abalone mencari dan mendapatkan makanannya dengan dua macam yaitu : a. Abalone mencari makan pada waktu malam hari dengan merayap pada bebatuan. Abalone menangkap makanannya dengan memanjangkan tentakel dan bagian kaki depan. b. Abalone mendapatkan makanannya dengan menunggu alga yang hanyut kearah cangkang dengan menjulurkan tentakel dan bagian kaki depan sampai mendapatkan alga tersebut (Imai, 1977).

Gambar 2.4. Gracillaria sp. dan Ulva sp. 2.3. Reproduksi Abalon Abalone tergolong hewan berumah dua atau dieocious, yaitu betina dan jantan terpisah. Kematangan gonad induk jantan maupun betina berlangsung sepanjang tahun dengan puncak musim memijah terjadi pada bulan-bulan Juli dan Oktober. Telur yang siap dipijahkan berdiameter 100 mm, di labolatorium telur

yang dipijahkan berdiameter rata-rata 183 mm. Kelamin biasanya terpisah, beberapa jenis hermaprodit sedikit yang protandrik, yakni sel kelamin jantan masak dan ditebar lebih dahulu sebelum sel betina masak. Gonad dua atau satu dengan saluran fertilisasi eksternal atau internal, kebanyakan ovipar, pembelahan telur tertentu (determinate), tak sama dan total (pada Chepalopoda,diskoidal ), larva veliger (trochophore) atau stadia parasit (unionidae), atau perkembangan langsung (Pulmonata,Cephalopoda), tak ada perkembangbiakan aseksual (Fallu, 1991). Kelenjar reproduksi atau gonad berbentuk kerucut yang terletak antara cangkang dan kaki. Posisi gonad sejajar dengan cangkang seperti halnya lubang pada cangkang dan memanjang sampai ke bagian puncak gelungan cangkang (umbo). Warna gonad betina yang telah matang berwarna biru kehijauan atau coklat, sedangkan yang jantan berwarna krem atau putih tulang. Biasanya warna gonad yang belum matang berwarna abu-abu sehingga sulit untuk membedakan antara jantan dan betina (Anonim, 2011). Kerang yang siap memijah dapat dimasukkan ke dalam bak pemijahan. Untuk proses perkawinan, air di bak pemijahan tersebut diturunkan pelan-pelan, hingga sang jantan mengeluarkan spermanya. Induk betina dapat menghasilkan telur seratus ribu hingga satu juta telur setiap kali pemijahan, kemudian induk betina dapat memijah kembali selang 37 hari kemudian. Induk betina yang lebih muda dapat memijah dengan frekuensi yang lebih sering dibandingkan yang lebih tua. Rasio antara induk jantan dan betina adalah 1: 3. Penetasan telur dapat dilakukan di bak yang terbuat dari fiberglass atau dengan juga tetap menggunakan bak pemijahan yang berkapasitas satu ton menggunakan air laut dan kondisi yang mengalir. Air ini terlebih dahulu di treatment agar terbebas dari hama dan penyakit. Persediaan telur dan larva akan terjamin sepanjang tahun dengan 10 bak pemijahan (Nichols dan Bartsh, 1996).

Gambar 2.3. Siklus Hidup Abalon 2.4. Habitat dan Tingkah Laku Haliotis sp. kebanyakan hidup di laut dangkal yang bersuhu hangat dan biasa ditemukan pada daerah berkarang yang sekaligus digunakan sebagai tempat menempel. Kerang Abalone bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat sangat memudahkan predator untuk memangsanya. Pada siang atau suasana terang, kerang abalone lebih cenderung bersembunyi di karang-karang dan suasana malam atau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat. Ditinjau dari segi perairan, kehidupan kerang abalone sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Haliotis asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi yaitu 300 C. Parameter kualitas air yang lain adalah pH antara 7 8, salinitas 31 33 ppt, H2S dan NH3 kurang dari 1 ppm. Penyebaran kerang abalone sangat terbatas karena hidupnya di lautan terbuka serta lebih senang di perairan dengan salinitas konstan sehingga tidak ditemukan di daerah estuaria yaitu pertemuan air tawar dan air laut (Munti, 2009). 2.5. Budidaya Abalone Secara garis besar, ada beberapa proses yang harus dilakukan dalam budidaya Abalon yaitu seleksi induk, pemijahan induk, pengumpulan dan panen telur, pemeliharaan larva, panen larva, penebaran benih, pembesaran, dan panen. Lokasi untuk pembesaran abalon adalah perairan karang yang terlindung dari gelombang dan angin yang kuat, serta membutuhkan media air yang bersih dan jernih. Nilai parameter kualitas air untuk suhu 27-30 derajat celcius, salinitas 2933 ppt, pH antara 7,6-81 dan DO 3,27-6,28 ppm. Wadah budi daya berupa tangki

fiberglass atau bak beton berukuran 3 m x 2 m x 1 m, bentuk segi empat yang berada dalam ruang tertutup (sistem indoor). Tempat penempelan abalon dipergunakan lembaran plastik tipis bergelombang ukuran 30 cm x 40 cm sebanyak 21 lembar yang dipasang pada posisi tegak lurus menggantung dalam bak pemeliharaan (Amrullah, 2008). Pembenihan abalon dimulai dengan pematangan calon-calon induk berukuran panjang 7-10 cm di dalam tangki fiberglass atau bak semen. Wadah tersebut berukuran 11 ton. Dalam proses pematangan, abalone diberi makan berupa rumput laut berupa Gracillaria sp. Saat ukuran cangkang sudah mencapai panjang 5 mm, abalon dipindahkan ke dalam bak yang lebih besar, yaitu berukuran 1.000 liter. Pada awal proses pembesaran, abalon diberi pakan mikroalga yang menempel pada lembaran plastik. Secara bertahap pakan diganti dengan jenis Gracilaria sp. dan Acantophora sp. Selain itu, diterapkan sistem air mengalir dengan laju pergantian air sebesar 400% per 24 jam. Pemeliharaan yang berlangsung 6 bulan, abalon diberi pakan Gracillaria sp. sebanyak 10% bobot abalone. Angka sintasan (survival rate) antara 90-95,5%. Sementara itu, pertumbuhannya dari bobot awal 1,39 g (18,3 min panjang cangkang) menjadi 8,40 g (32 cangkang) (32,78 mm panjang cangkang). Pembesaran abalon di Indonesia masih dalam taraf percobaan (Anonim2, 2009). 2.6. Hama dan Penyakit Hama merupakan hewan pengganggu dan pemangsa dalam budidaya kerang abalone. Jenis hama yang terdapat dalam wadah budidaya kerang abalone dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu hama pengganggu, penyaing dan pemangsa/predator. Predator merupakan hama yang sangat berbahaya terhadap kehidupan kerang abalone. Gerakan kerang abalone yang lambat sangat memudahkan predator-predator untuk dapat memangsanya. Jenis predator yang sering dijumpai dalam wadah budidaya kerang abalone adalah kepiting-kepiting laut dan hama yang lain seperti udang-udangan, kerang-kerang laut menjadi pengganggu dan penyaing ruang gerak serta makanan. Contohnya teritip (Rudy, 1991).

Penyakit pada kerang abalone akan timbul saat kondisi kerang abalone menurun akibat adanya perubahan suatu keadaan tertentu, seperti lingkungan yang kotor menyebabkan kualitas air menurun yang menimbulkan stress pada kerang abalone atau penanganan yang kurang hati-hati yang dapat menimbulkan luka. Dapat dari penyakit tersebut adalah timbulnya karatan di bagian gonad, warna tubuh abalone menjadi pucat dan lemas. Pada keadaan seperti ini, kerang abalone sangat riskan terhadap serangan penyakit. Teritip harus selalu dibersihkan sebagai tindakan pencegahan akan terjadinya luka, karena cangkangnya yang runcing dan tajam. Teritip akan menjadi masalah jika terdapat dalam jumlah banyak pada substrat, karena sebagai penyaing oksigen dan akan menyulitkan kerang abalone untuk bergerak leluasa dan bahkan dapat tumbuh pada cangkang kerang abalone (Andre, 2008).

Gambar 2.4. Teritip yang menempel pada substrak dan cangkang. Tindakan penanggulangan dan pemberantasan perlu dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pakan yang diberikan harus dalam keadaan bersih dari partikel yang melekat ataupu hewan lainnya. b. Pengontrolan dalam wadah budidaya secara kontinyu/periodik. c. Pemusnahan hama yang ditemukan didalam maupun diluar wadah budidaya. d. Pengontrolan terhadap keadaan wadah. Pada metode KJA, penyebab lingkungan yang kotor sering kali disebabkan oleh pemberian pakan yang terlalu banyak. Pakan tersebut akan membusuk jika tidak habis dalam waktu 3-4 hari. Oleh karena itu, pemberian pakan yang berlebihan harus dihindari serta kesegaran pakan yang diberikan tetap terjamin.

Gejala penyakit yang ditimbulkan abalone adalah timbulnya warna merah seperti karat pada bagian selaput gonad (bagian bawah cangkang). Kerang abalone yang mengalami gejala ini, dalam waktu 5-6 hari lapisan selaput akan sobek, nampak lemas dan jika dipegang sangat lembek (tidak dapat merespon ransangan luar) yang akhirnya mengalami kematian. Tindakan pencegahan yang telah dilakukan saat ini adalah tindakan karantina atau pemisahan pada tempat khusus sebelum selaput gonad sobek/terpisah dari cangkang, kemudian dilakukan tindakan pengobatan dengan cara pengolesan acriflavin atau betadine dalam dosis tinggi (500ppm) pada selaput tersebut secara kontinyu selama 3 hari. Tindakan ini juga dilakukan pada kerang abalone yang mengalami luka (Lukman, 1999).

Gambar 2.5. Gejala kerang abalone yang sakit, nampak lemas (kiri), warna karat (kanan). Tindakan-tindakan pencegahan terhadap penyakit dapat dilakukan dalam beberapa cara, yaitu: a. Hindari pemberian pakan yang berlebih dan pakan yang diberikan dalam keadaan segar dan bersih. b. Pakan yang telah rusak/busuk segera dibuang dari wadah budidaya. Hindari luka akibat penanganan, baik saat pergantian wadah maupun saat melepas dari substrak serta hindari penanganan yang dapat menimbulkan stress. c. Gunakan bahan yang elastis untuk melepas kerang abalone dari substrak. Ganti wadah dan bersihkan substrak dari biota yang menempel, seperti teritip. Ketersediaan pakan dalam wadah budidaya selalu tersedia dan dalam jumlah yang cukup (Lukman, 1999).

BAB III METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, Tanggal 24 Mei 2012 pada pukul 10. 00-11.00 WITA di Balai Budidaya Laut (BBL) Grupuk Dusun Grupuk Kecamatan Sengkol Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). 3.2. Alat dan bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah pulpen, penggaris, kertas dan kamera. 3.3. Cara Kerja Dilakukan dengan menggunakan metode survey langsung dilokasi, dengan cara pengamatan langsung terhadap kegiatan budidaya abalone, kemudian melakukan wawancara dengan staf pegawai yang berkompetan di bidangnya. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan kemudian data primer dilakukan untuk mencari keterangan ilmiah serta teoritis dari berbagai literatur untuk mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan Tabel 4.1. Hasil Wawancara No Data yang Diambil 1. Ukuran (Kapasitas) wadah budidaya a. Tempat kultur pakan alami b. Tempat panen 2. Spesies yang dipelihara

Hasil Wawancara Toples dengan volume 25 liter sebanyak 12 toples Di bak Pemeliharaan (bak semen persegi panjang) Holiotis asinina dan Haliotis squamata

3.

Diagram alur proses kegiatan secara Seleksi induk pemijahan keseluruhan Pengumpulan dan panen telur pemeliharaan larva penebaran benih pembesaran panen. Sumber air a. Parameter kualitas air b. Fluktuasi dan kuantitas air Suhu 29 0C, salinitas 32-34 ppt Tidak ada Layak, karena cocok baik dari segi transportasi, kualitas air, masyarakat, lokasi strategis dan cocok untuk budidaya abalone

4.

5.

Alasan pemelihan lokasi budidaya

6.

Sarana dan prasaran yang tersedia a. Peralatan yang diperlukan

Bak, shelter, pipa ukur, dan selang aerasi

7.

b. Fasilitas penunjang (pasokan energy Tersedia listrik, dan jalan raya) Pemilihan induk a. TKG induk - 4 bulan telah Nampak gonadnya b. Proses aklimatisasi induk - Induk dari sekotong diisi dalam plastic dan diberi oksigen kemudian dipindahkanbak budidaya

8.

Penebaran (telur/benih/induk) a. Padat penebaran b. Cara penebaran

100 ekor dalam wadah 3x1 m. Dilebas begitu saja di bak pemeliharaan Gracillaria sp, sargassum, hypnea, ulva. Di tebar begitu saja 30% dari berat tubuh 2 kali sehari (pagi dan sore) Air laut di tamping dari laut di tendon di beri kaporit, didiamkan agar kotoran mengendap, kemudian di gunakan 2 minggu sekali 100% Pagi dan sore Pengaerasian dan penyiponan Tidak menggunakan obatobatan Tidak ada Karat pada Gonad, penangananya di pindahkan, di isolasi, dibuang kalo terjadi kematian. Dilakukan panen dengan kedua cara tersebut, tergantung permintaan pasar. Panen hidup agar segar. Pemesan, kemudian diantar.

9.

Pemberian pakan a. Jenis pakan b. Cara pemberian pakan c. Jumlah pakan yang di berikan d. frekuensi pemberian pakan Waktu pemberian pakan

10. Manajemen kualitas Air a. Perlakuan terhadap air sebelum digunakan

11.

b. Frekuensi pergantian air c. Volume pergantian air d. Waktu pergantian Air Teknik lainnya untuk mempertahankan Kualitas air. Manajemen hama dan penyakit a. Jenis obat-obatan b. Dosis yang di berikan c. Penyakit yang biasa menyerang dan pengobatanya.

12

14

15

Cara panen dan penanganan pasca panen a. Panen sebagian atau panen seluruhnya.

b. Panen hidup atau panen mati 16 17 Cara Pemasaran

Apakah usaha tersebut pernah mengalami Pernah, tetapi kegagalan total tidak pernah. kegagalan?

18

Masalah yang sering di hadapi

Ketersediaan pakan utama Grasillaria sp. Kemudian stoknya tergantung alam, pertumbuhanya lambat sehingga budidayanya lama, penyakit, kematian tinggi pada umur 1-2 minggu. masalah Mencari solusi pakan alternative lain melalui penelitian sehingga tidak tergantung pada pakan Gracillaria sp. terhadap Belum ada karena tidak menggunakan bahan kimia, sehingga kualitas air terjamin aman. terhadap Belum signifikan karena masyarakat belum menginginkkan budidaya abalone Karena pertumbuhanya yang lambat, dan sarana prasarana budidaya yang mahal sehingga masyarakat lebih suka budidaya rumput laut.

19

Bagaimana tersebut

cara

mengatasi

20

Dampak budidaya lingkungan

abalone

21. Dampak budidaya masyarakat sekitar

abalone

4.2. Pembahasan Jenis Abalone yang tersebar di perairan Indonesia sangat beragam, namun jenis Abalon paling umum dibudidayakan di daerah NTB adalah jenis Haliotis asinina dan Haliotis squamata. Balai Budidaya Laut Lombok Gerupuk, Kecematan Sengkol, Kabupaten Lombok Tengah, Propinsi Nusa Tenggara Barat ( NTB) merupakan salah satu Balai Budidaya Laut yang membudidayakan kedua jenis Abalon tersebut. Berdasarkan dari pengalaman langsung di lapangan, ciriciri secara umum dari abalone yaitu memiliki cangkang tunggal yang menutupi hampir seluruh tubuhnya, memiliki lubang dipermukaan cangkang yang memiliki fungsi tersendiri seperti yang dijelaskan oleh Toni (2006), yaitu Abalone memiliki cangkang tunggal atau monovalve dan menutupi hampir seluruh tubuhnya dan pada bagian sisi kiri cangkang terdapat lubang-lubang kecil berjajar. Lubang dibagian depan lebih besar dan semakin ke belakang mengecil dan tertutup. Biasanya lubang yang terbuka jumlahnya lima, lubang ini berfungsi sebagai jalan masuknya air yag mengandung oksigen dan keluarnya karbondioksida bahkan keluarnya sel-sel telur dan sperma. Setelah mengamati secara langsung biologi dari Abalone, pada praktikum ini akan membahas tentang Teknik budidaya abalone yang dilakukan di BBL Grupuk. Secara garis besar, kegiatan budidaya yang dilakukan di BBL tersebut meliputi seleksi induk, pemijahan induk, pengumpulan dan panen telur, pemeliharaan larva, panen larva, penebaran benih, pembesaran, dan panen. Proses kegiatan tersebut sudah sesuai dengan standar yang baik. Hal ini didukung oleh Amrullah (2008) yang menyatakan bahwa Secara garis besar, ada beberapa

proses yang harus dilakukan dalam budidaya Abalon yaitu seleksi induk, pemijahan induk, pengumpulan dan panen telur, pemeliharaan larva, panen larva, penebaran benih, pembesaran, dan panen. Lokasi juga merupakan salah satu factor penentu dalam kegiatan budidaya, adapun alas an oleh teknis BBL Grupuk dalam penetuan lokasi budidaya adalah karena cocok baik dari segi transportasi, kualitas air, masyarakat, lokasi strategis yang terlindung dari gelombang besar dan cocok untuk budidaya abalone. Hal ini didukung oleh Amrullah (2008) yang menytakan bahwa adalahLokasi untuk

pembesaran abalon adalah perairan karang yang terlindung dari gelombang dan angin yang kuat, serta membutuhkan media air yang bersih dan jernih. Adapun kualitas air di wadah budidaya Abalone yaitu Suhu 29 0C, salinitas 32-34 ppt. suhu tersebut sudah optimal untuk kehidupan Abalone yang dibudidayakan di BBL Gerupuk Lombok Tengah, karena kisaran tersebut sesuai dengan pendapat Amrullah (2008) yang menyatakan bahwa Nilai parameter kualitas air untuk suhu 27-30 derajat celcius, salinitas 29-33 ppt, pH antara 7,6-81 dan DO 3,27-6,28 ppm. Wadah yang digunakan dalam budidaya Abalone ini adalah Bak semen yang berbentuk persegi panjang dimana padat penebaran yang digunakan adalah 100 ekor setiap ukuran bak semen 3 x 1 m. di dalam bak ditempat substrat tempat menenpel Abalon. Hal ini disesuaikan dengan sifat abalone yang hidupnya suka menempel, seperti yang dijelaskan oleh Munti (2009) yaitu Haliotis sp. kebanyakan hidup di laut dangkal yang bersuhu hangat dan biasa ditemukan pada daerah berkarang yang sekaligus digunakan sebagai tempat menempel. Jadi dengan keberadaan substrat tersebut di dalam baka pemeliharaan akan memberikan kesan alami bagi Abalone seperti di habitat aslinya. Dalam kegiatan pembeniha abalone, pengetahuan tentang TKG dan jenis kelamin induk sangat penting. Berdasarkan hasil wawancara, induk abalone akan mencapai TKG setelah berumur 4 bulan. Untuk mengetahui induk jantan ataupun betina dapat dilihat dari warna gonadnya, jika gonadnya berwarna kuning/biru kehijauan dan coklat maka mengindikasikan induk tersebut adalah betina sedangkan apabila berwarna krem atau putih akan mengindikasikan induk tersebut jantan. Data tersebut sesuai dengan pendapat Anonim (2011) yaitu warna gonad betina yang telah matang berwarna biru kehijauan atau coklat, sedangkan yang jantan berwarna krem atau putih tulang, biasanya warna gonad yang belum matang berwarna abu-abu sehingga sulit untuk membedakan antara jantan dan betina. Adapun kriteria induk yang sehat yang tidak terdapat cacat atau luka pada tubuh, dapat melekat dengan kuat, aktif bergarak, cangkang mengkilat dan berwarna cerah. Proses aklimatisasi yaitu induk dari sekotong dipindahkan ke wadah plastic,kemudian diberi aerasi, dan suhu diturunkan sampai 24 agar tidak

mengeluarkan banyak feses. Padat penebaran untuk kerang abalone ini yaitu ditumpung dalam wadah ukuran 3x1 m, dengan kepadatan 100 ekor atau disesuaikan dengan ukuran bak. Cara penebarannya yang dilakukan yaitu dengan dilepas begitu saja ke dalam bak pemeliharaan. Jenis pakan yang diberikan untuk kerang abalaon ini yaitu Gracillaria sp., sargasum, hypnea, dan ulva. Jenis pakan tersebut merupakan makan alami yang digemari oleh abalone, seperti yang dijelaskan oleh Imai (2007) yaitu Jenis

rumput laut yang dapat dimanfaatkan kerang abalone sebagai makanan favorit yaitu makro alga merah terdiri dari Corallina, Lithothamnium, Gracillaria, Jeanerettia dan Porphyra, Makro alga coklat terdiri dari Eckolnia, Laminaria, Macrocystis, Nereocystis,UndariadanSargassum, dan Makro alga hijau (Ulva). Cara pemberian pakannya yaitu ditebar begitu saja, dan bersifat ada yang libitum ( selalu tersedia) jumlah pakan yang diberikan yaitu dua kali sehari diwaktu pagi dan sore hari. Manajement kualitas airnya yaitu perlakuan terhadap air sebelum digunakan dengan penampung air laut ditandon kemudian diberi kaporit, dan di diamkan agar kotoran mengendap. Setelah itu baru air laut digunakan. Frekuensi pergantian air dilakukan 2 kali seminggu, dengan volume pergantian air yaitu 100% dan waktu pergantian air adalah pagi dan sore hari. Disamping itu dilakukan pengaerasian dan menyipon untuk menjaga kualitas air. Untuk manajement hama dan penyakit, tidak digunakan jenis obat-obatan apapun dalam mengatasi penyakit abalone. Penyakit yang biasa menyerang yaitu karatan pada gonad abalone. Gejala klinis penyakit ini yaitu timbulnya warna kecoklatan seperti karat pada bagian selaput gonad. Selain itunjuga daging abalone akan tampak berwarna pucat, tampak lemas, dan menurunnya respon gerak abalone ketika di pegang. Dalam waktu 5-6 hari selaput gonad akan sobek dan daging abalone akan lepas dari cangkangnya kemudian mati. Penyakit karat umumnya menyerang induk abalone yang sudah tidak produktif lagi. Selain itu, penyakit ini dapat muncul ketika terjadi fluktuasi suhu. Jenis penyakit tersebut juga dijelaskan oleh Andre (2008) yaitu Penyakit pada kerang abalone akan timb ul saat kondisi kerang abalone menurun akibat adanya perubahan suatu keadaa

n tertentu, seperti lingkungan yang kotor menyebabkan kualitas air menurun y ang menimbulkan stress pada kerang abalone atau penanganan yang kurang ha ti-hati yang dapat menimbulkan luka. Dapat dari penyakit tersebut adalah timb ulnya karatan di bagian gonad, warna tubuh abalone menjadi pucat dan lemas. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah dilakukan karantina bagi abalone yang sakit agar tidak menular penyakitnya ke abalone yang lain, selain penyakit budidaya abalone juga sering terganggu kebeadaan hama. Hama dapat berupa predator yang dapat memangsa abalaon , contohnya kepiting laut. Selain itu terdapat pula hama pengganggu yang dapat menyaingi ruang gerak serta menyaingi abalaon dalam mendapatkan makanan serta oksigen, contonya teritip. Keberadaan hama pada abalaon dapat dicegah dengan membersihkan paka sebelum diberikan ke abalone, melakukan pengontrolan wadah secara kontinyu, dan memusnahkan hama yang ditemukan didalam maupun diluar wadah. Cara panen yang dilakukan yaitu dengan melakukan panen total atau panen sebagian. Hal ini tergantung pada permintaan konsumen. Biasanya abalone dipanen dalam keadaan hidup. diterima oleh konsumen. Usaha budidaya BBLdi Grupuk pernah mengalami kegagalan tetapi tidak mengalami kegagalan total. Masalah yang sering dihadapin dalam budidaya abalone inki yaitu ketersediaan pakan utama gracillaria yang stoknya tergantung pada alam, kemudian pertumbuha abalone itu sendir sangat lambat sehingga budidaya membutuhkan waktu yang lama. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu mencari solusi pakan alternative lain melalui penelitian, dan penelitian terhadap penyakit-penyakit abalaon yang muncul. Dampak budidaya abalone terhadap lingkungan belum ada, karena budidaya abalone di BBL Grupuk ini tidak menggunakan bahan kimia sehingga kualitas air terjamin aman. Sedangkan dampak budidaya abalone terhadap masyarakat sekitar belum signifikan, karena masyarakat belum mau Hal ini agar abalone tetap segar pada saat

membudidayakan abalone, karena pertumbuhannya lambat. Disamping itu sarana dan parasarana budidaya mahal, sehingga lebih suka budidaya rumput laut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan,maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kegiatan dalam budidaya abalone secara umum meliputi seleksi induk, persiapan pertumbuhan pakan alami, pemijahan, panen telur, penebaran telur, panen benih, pendederan, dan panen produksi. 2. Fasilitas utama pada pembenihan abalone di BBL Grupuk terdiri dari bak pemeliharaan, bak pemijahan, bak pemijahan, serta bak penetasan telur yang juga berfungsi sebagai bak pemeliharaan larva, wadah kultur pakan alami, dan bab pemeliharaan benih. 5.2. Saran 1. Diusahakan untuk praktikum air laut pada periode berikutnya tidak dengan kunjungan langsung. 2. Ditiadakan pembuatan laporan tulis tangan karena tidak ada manfaatnya. Hanya membuat susah praktikan.

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah U. 2008. Mengenal Komoditas Laut. Gramedia. Jakarta. Andre L. 2008. Budidaya Abalon Tropis. Cempak Putih. Jakarta. Anonim1. 2009. Pemilihan Lokasi Budidaya Abalon. http://blogspot.co.id/ pemilihan lokasi.budidaya-abalon. diakses 27 Mei 2012. Anonim2. 2009. Reproduksi Abalon. http//:www.diglib.itb.ac.id.html. diakses 27 Mei 2012. Fallu R. 1991. Abalon Farming. Fishing News Book. USE. Feisal R. 2004. Mengenal Jenis-jenis Abalone. Airlangga. Jakarta. Imai D.K. 1997. Abalon. Gramedia. Jakarta. Lukman A. 1999. Budidaya Abalon. Kanisius. Yogyakarta. Munti K. 2009. Abalon. PS Budidaya Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Nichols dan Bartsh. 1996. Perbedaan Jantan dan Betina Abalon. The Macmillan Company. Yew York. Rudy. 1991. Hama dan Penyakit Abalone. http//:www.laut gd.itb.pc.id.html. Diakses 27 Mei 2012. Setyono D.E.D. 2009. Abalon Biologi dan Reproduksi. LIPI Press. Jakarta. Tony S. 2006. Biologi Abalone. http://derfge.laut.indik-l.html. Diakses 27 Mei 2012

You might also like