You are on page 1of 22

Konsep penyakit I.

Definisi Demam berdarah (DB) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995). Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. (Saroso, 2007) Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak, disertai manifestasi perdarahan dan berpotensi menimbulkan renjatan/syok dan kematian (DEPKES. RI, 1992). Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama (Mansjoer, 1999) II. Etiologi

Penyebab utama penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Keempat virus tersebut adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Gejala demam berdarah baru muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda. Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru akan mengakibatkan kemunculan gejala penyakit yang lebih parah saat terinfeksi untuk ke dua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk. Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan Aedes albopictus. Aedes

aegypti adalah vektor yang paling banyak ditemukan menyebabkan penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang

digigitnya. Nyamuk betina juga dapat menyebarkan virus dengue yang dibawanya ke keturunannya melalui telur (transovarial). III. Manifestasi klinis Infeksi virus dengue dapat bermanifestasi pada beberapa luaran, meliputi demam biasa, demam berdarah (klasik), demam berdarah dengue (hemoragik), dan sindrom syok dengue. Demam berdarah (klasik) Demam berdarah menunjukkan gejala yang umumnya berbeda-beda tergantung usia pasien. Gejala yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak adalah demam dan munculnya ruam. Sedangkan pada pasien usia remaja dan dewasa, gejala yang tampak adalah demam tinggi, sakit kepala parah, nyeri di belakang mata, nyeri pada sendi dan tulang, mual dan muntah, serta munculnya ruam pada kulit. Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) dan penurunan keping darah atau trombosit (trombositopenia) juga seringkali dapat diobservasi pada pasien demam berdarah. Pada beberapa epidemi, pasien juga menunjukkan pendarahan yang meliputi mimisan, gusi berdarah, pendarahan saluran cerna, kencing berdarah (haematuria), dan pendarahan berat saat menstruasi (menorrhagia). Demam berdarah dengue (hemoragik) Pasien yang menderita demam berdarah dengue (DBD) biasanya menunjukkan gejala seperti penderita demam berdarah klasik ditambah dengan empat gejala utama, yaitu demam tinggi, fenomena hemoragik atau pendarahan hebat, yang seringkali diikuti oleh pembesaran hati dan kegagalan sistem sirkulasi darah. Adanya kerusakan pembuluh darah, pembuluh limfa, pendarahan di bawah kulit (ekimosis) yang membuat munculnya memar kebiruan, trombositopenia dan peningkatan jumlah sel darah merah juga sering ditemukan pada pasien DBD. Salah satu karakteristik untuk membedakan tingkat keparahan DBD sekaligus membedakannya dari demam berdarah klasik adalah adanya kebocoran plasma darah. Fase kritis DBD adalah seteah 2-7 hari demam tinggi, pasien mengalami penurunan suhu tubuh yang drastis. Pasien akan terus berkeringat, sulit tidur, dan mengalami penurunan tekanan darah. Bila terapi dengan elektrolit dilakukan dengan cepat dan tepat, pasien dapat sembuh dengan cepat setelah mengalami masa kritis. Namun bila tidak, DBD dapat mengakibatkan kematian.

Sindrom Syok Dengue Sindrom syok adalah tingkat infeksi virus dengue yang terparah, di mana pasien akan mengalami sebagian besar atau seluruh gejala yang terjadi pada penderita demam berdarah klasik dan demam berdarah dengue disertai dengan kebocoran cairan di luar pembuluh darah, pendarahan parah, dan syok (mengakibatkan tekanan darah sangat rendah), biasanya setelah 2-7 hari demam. Tubuh yang dingin, sulit tidur, dan sakit di bagian perut adalah tanda-tanda awal yang umum sebelum terjadinya syok. Sindrom syok terjadi biasanya pada anak-anak (kadangkala terjadi pada orang dewasa) yang mengalami infeksi dengue untuk kedua kalinya. Hal ini umumnya sangat fatal dan dapat berakibat pada kematian, terutama pada anak-anak, bila tidak ditangani dengan tepat dan cepat. Durasi syok itu sendiri sangat cepat. Pasien dapat meninggal pada kurun waktu 12-24 jam setelah syok terjadi atau dapat sembuh dengan cepat bila usaha terapi untuk mengembalikan cairan tubuh dilakukan dengan tepat. Dalam waktu 2-3 hari, pasien yang telah berhasil melewati masa syok akan sembuh, ditandai dengan tingkat pengeluaran urin yang sesuai dan kembalinya nafsu makan.

Adapun tanda dan gejala menurut WHO adalah: 1. Demam mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari 2. Manifestasi perdarahan paling tidak uji tourniquet positif, seperti perdarahan pada kulit (ptekie, ekimosis, epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena) 3. Pembesaran hati (sudah teraba sejak pertama sakit) 4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai dengan tekanan darah menurun tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang tekanan diastolic 20 mmHg atau kurang), disertai kulit yang dingin dan lembab teruatama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita gelisah, timbul diagnosis disekitar mulut (soegijanto, 2002) gambaran klinis lain yang tidak khas tetapi sering dijumpai pada penderita DHF adalah : 1. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan 2. Keluhan pada saluran pencernaan, mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi 3. Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh dan lain-lain 4. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah trombositopenia (kurang atau sama dengan 100.000/mm3) dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit lebih atau sama dengan 20%) (Hadinegoro, 1999)

IV.

Klasifikasi Klasifikasi DHF menurut WHO 1. Derajat I Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan ( uji tourniquet positif ) 2. Derajat II Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain. 3. Derajat III Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( 20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi ) 4. Derajat IV Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur Pemeriksaan Diagnostik : Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau kurang ) Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test ) Rontgen Thorac = Effusi Pleura

V.

Komplikasi Adapun komplikasi dari DHF menurut (Hadinegoro, 1999) adalah : 1. Perdarahan Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis, melena. 2. Kegagalan sirkulasi Dengue Syok Syndrome biasanya terjadi sesudah hari ke 2-7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, homokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena, preload, miokardium, penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan perfusi organ. DSS juga disertai dengan kegagalan homeostatis mengakibatkan aktivitas dan integritas system

kardiovaskuler, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu terjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam waktu 12-24 jam. 3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobules hati dan sel-sel kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan linfosit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody. 4. Efusi pleura Efusi pleura karena adanya kbocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasi cairan intravaskuler sel, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea VI. Pemeriksaan diagnostik a. Pemeriksaan laboratorium 1. Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai ; a. IgG dengue positif (dengue blood) b. Trombositopenia c. Hemoglobin meningkat lebih dari 20% d. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat) e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokalemia f. SGOT dan SGPT mungkin meningkat g. Ureum dan ph darah mungkin meningkat h. Waktu perdarahan memanjang i. Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidosis metabolic PCO2 < 35 40 mmHg, HCO3 rendah 2. Pemeriksaan urine Pada pemeriksaan urin dijumpai albumin ringan 3. Pemeriksaan serologi Melakukan pengukuran antibody pasien dengan cara HI test (Hemoglobination Inhibition Test) atau dengan uji pengikatan komplemen (komplemen fixatiton test) pada pemeriksaan serologi dibutuhkan dua bahan pemeriksaan yaitu pada

masa akut dan pada masa penyembuhan. Untuk pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5 ml. b. Pemeriksaan radiology 1. Foto thorax Pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura 2. Pemeriksaan USG Pada pemeriksaan USG ditemukan hepatomegali dan splenomegali (Hadinegoro, 1999)

VII.

Penatalaksanaan a. Farmako 1. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan 2. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen 3. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder. 4. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. 5. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg BB. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok. Pada pasien renjatan : Antibiotika Kortikosteroid Antikoagulasi

b. Non-farmako
1. Pepaya (Carica papaya)

Untuk ramuan DBD, digunakan daun pepaya jantan (pepaya gandul). Daun pepaya mengandung berbagai enzim seperti papain, karpain, pseudokarpain, nikotin, kontinin, miosmin, dan glikosida karposid. Manfaat empiris daun pepaya gandul adalah getah daun muda untuk obat pencahar, daunnya merangsang sekresi empedu serta sebagai obat sakit perut, demam malaria, dan penyakit cacing serta membantu proses pencernaan. Daun pepaya sudah digunakan sebagai bahan ramuan obat di 23 negara dan mendapat prioritas sebagai tanaman obat utama menurut WHO. Hasil penelitian mengenai khasiat daun pepaya menunjukkan bahwa papain pada daun pepaya memiliki efek terapi pada penderita inflamasi atau pembengkakan organ hati, mata, kelamin, dan usus halus. Pembengkakan organ hati ditemukan pada penderita demam berdarah. Di samping itu, daun pepaya juga memiliki aktivitas anti oksidan, anti koagulan, serta menyembuhkan luka lambung dan usus.
2. Meniran (Phyllanthus niruri)

Meniran memiliki khasiat sebagai obat anti virus. Senyawa yang ditemukan pada meniran antara lain adalah triterpenoid, flavoniod, tanin, alkaloid, dan asam fenolat. Secara empiris, rebusan daun meniran sering dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit hati, sebagai diuretik untuk hati dan ginjal, kolik, penyakit kelamin, obat batuk, ekspektoran, antidiare, seriawan / panas dalam, dan sebagai tonik lambung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meniran berfungsi menghambat DNA polimerase dari virus hepatitis B dan virus hepatitis sejenisnya, menghambat enzim reverse transcriptase dari retrovirus, sebagai anti bakteri, anti fungi, anti diare, dan penyakit gastrointestinal lainnya. Meniran juga memiliki fungsi meningkatkan ketahanan tubuh penderita dengan cara memacu fagositosis sel makrofag, fungsi proliferatif limfosit T, antibodi IgM dan IgG, aktivitas hemolitik, sitotoksisitas sel NK, dan khemotaksis neutrofil dan makrofag.
3. Kunyit (Curcuma domestica)

Kunyit telah lama dimanfaatkan dalam ramuan obat tradisional untuk mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit, seperti stomakik, stimulan, karminatif, haematik, hepato-protektor, mengobati luka lambung dan ulser, sebagai pewarna makanan, bumbu, anti spasmodik, anti imflamasi, gangguan pencernaan, dan sebagai insektisida, bahan kosmetik, dan anti oksidan.

Rimpang kunyit mengandung minyak atsiri (turmeron, zingiberene) dan zat berkhasiat dari golongan kurkuminoid (kurkumin I, II, dan III). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kunyit memiliki aktivitas sebagai anti mikroba (berspektrum luas), antivirus HIV, anti oksidan, anti tumor (menginduksi apostosis), menghambat perkembangan sel tumor payudara, anti invasi sel kanker, anti reumatoid artritis (rheumatik), dan untuk mengobati penyakit pencernaan (tukak lambung).
4. Temu Ireng (Curcuma aeruginosa)

Temu ireng telah banyak dimanfaatkan secara empiris untuk mengobati selsel hati yang rusak. Pada penderita demam berdarah, terjadi kerusakan sel-sel hati. Secara empiris temu ireng juga bermanfaat untuk mengobati kolik, luka lambung dan usus, asma, batuk, menambah nafsu makan, memper cepat pengeluaran lokhia setelah melahirkan, mencegah obesitas, rematik, anthelmintik, dan sebagai sumber tepung. Temu ireng mengandung minyak atsiri (turmeron, zingiberene), kurkuminoid (kurkumin I, II, dan III) serta alkaloid, saponin, pati, damar, dan lemak.
5. Jambu Biji (Psidium guajava)

Daun jambu biji sudah banyak dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional. Secara empiris, daun jambu biji bersifat anti biotik dan telah dimanfaatkan untuk anti diare, sedangkan buahnya untuk obat pencahar, tanin mempersempit urat darah. Daun jambu biji mengandung tanin, minyak atsiri, minyak lemak, dan minyak malat, sedangkan buahnya mengandung vitamin C yang tinggi. Hasil penelitian yang dikutip dari berbagai sumber menunjukkan daun jambu biji terbukti dapat menghambat aktivitas enzim reverse transcriptase dari virus dengue, tanin menghambat enzim reverse transcriptase maupun DNA polymerase dari virus serta menghambat pertumbuhan virus yang berinti DNA maupun RNA. Hasil uji klinis menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kering daun jambu biji selama 5 hari mempercepat pencapaian jumlah trombosit >100.000/l, pemberian ekstrak kering setiap 4-6 jam meningkatkan jumlah trombosit

>100.000/l setelah 12-14 jam, tanpa menimbulkan efek samping yang berarti. Dengan demikian, ekstrak daun jambu biji dapat digunakan untuk pengobatan kuratif demam berdarah.
Sumber: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Departemen Pertanian

c. Keperawatan Pada dasarnya pasien DBD bersifat simptomatis dan suportif. Pengobatan terhadap virus ini sampai sekarang bersifat menunjang agar pasien dapat bertahan hidup. Pasien yang diduga kuat menderita demam berdarah dengue harus dirawat dirumah sakit karena memerlukan pengawasan terhadap kemungkinan terjadi syok atau perdarahan yang dapat mengancam keselamatan jiwa pasien. 1. DBD tanpa renjatan Demam tinggi Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah dapat menyebabkan pasien dehidrasi dan haus. Pada pasien ini harus diberi banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam waktu 24 jam. Dapat juga diberikan teh manis, susu, sirup dan bila perlu oralit. Cara pemberian ini secara sedikit demi sedikit. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang maka harus luminal atau antikonvulsan lainnya. Infuse diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang cenderung meningkat. Hematokrit cenderung meningkat mencerminkan derajat kebocoran plasma dan biasanya mendahului munculnya secara klinis perubahan fungsi fital. Sedangkan turunnya nilai trombosit biasanya mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga menderita DBD harus diperiksa Ht, Hb, dan trombosit setiap hari mulai ketiga sakit sampai demam telah turun 1-2 hari. Nilai Ht itulah yang menentukan apakah pasien perlu dipasang infuse atau tidak. 2. DBD disertai renjatan (DSS) Pasien yang disertai renjatan atau syok harus dipasang infuse karena sebagai pengganti cairan akibat kebocoran plasma. Cairan yang biasanya diberikan adalah ringer laktat, jika pemberian cairan itu tidak dapat mengatasi maka harus diberikan plasma banyaknya pemberian adalah 20-30 ml/KgBB. Pada pemberian pada pasien yang mengalami renjatan berat maka pemberian cairan harus

diguyur, dengan cara membuka klem infuse. Pada pasien dengan renjatan berulang-ulang maka harus dipasang CVP, yaitu pengaturan vena sentral untuk mengukur tekanan vena sentral melalui safena magna atau safena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal hebat kadang-kadang perdarahan gastrointestinal dapat digunakan apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menurun sedangkan perdarahannya sendiri tidak kelihatan.

VIII. Pengkajian fokus keperawatan Menurut Hadinegoro, 1999 dalam melakukan asuhan keperawatan pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan, baik disaat penderita pertama kali masuk rumah sakit maupun selama penderita dalam masa perawatan. Data yang diperoleh dapat digolongkan menjadi dua yaitu data dasar dan data khusus. 1. Data dasar Data yang perlu dikaji meliputi : a. Pola nutrisi dan metabolik Gejala : penurunan nafsu makan, mual, muntah, haus, sakit saat menelan Tanda : mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, nyeri tekan pada ulu hati b. Pola eliminasi Tanda : konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuri (tahap lanjut) c. Pola aktivitas dan latihan Tanda: dispnea, pola nafas tidak efektif, karena efusi pleura d. Pola istirahat dan tidur Gejala : kelemahan, kesulitan tidur, karena demam/panas/menggigil Tanda : nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak karena efusi pleura, nyeri epigastrik, nyeri otot/ sendi. e. Pola persepsi sensori dan kognitif Gejala : nyeri ulu hati, nyeri otot/sendi, pegal-pegal seluruh tubuh Tanda : cemas, gelisah f. Persepsi diri dan konsep diri Tanda : ansietas, ketakutan, gelisah g. Sirkulasi Gejala: sakit kepala/pusing, gelisah

Tanda : nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, dispnea, perdarahan nyata (kulit epistaksis, melena, hematuri), peningkatan hematokrit 20% atau lebih, trombosit kurang dari 100.000/mm3 h. Keamanan Gejala : turunnya imunitas tubuh, karena hipoproteinema i. Pemeriksaan fisik, meliputi : 1. Keadaan umum pasien : lemah 2. Kesadaran : komposmentis, apatis, somnolen, soporocoma, koma, reflek, sensibilitas, nilai gasglow coma scale 3. TTV : TD (hipotensi), suhu (meningkat), nadi (takikardi), pernafasan (cepat) 4. Keadaan : kepala (pusing), mata, telinga, hidung (epistaksis), mulut (mukosa kering, lidah kosong, perdarahan gusi), leher, rectum, alat kelamin, anggota gerak (dingin), kulit (ptekie). 5. Sirkulasi : turgor jelek 6. Keadaan abdomen : 2. Data khusus Data khusus digolongkan menjadi dua, yaitu data obyektif dan data subyektif (Hadinegoro, 1999) a. Data subyektif Pada pasien DHF data yang sering ditemukan adalah : 1. Lemah 2. Panas atau demam 3. Sakit kepala 4. Anoreksia 5. Nyeri ulu hati 6. Nyeri pada otot dan sendi 7. Pegal-pegal pada seluruh tubuh 8. Konstipasi b. Data obyektif Data obyektif yang ditemukan pada penderita DHF adalah: 1. Suhu tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan Inspeksi : datar Palpasi : teraba pembesaran pada hati Perkusi : bunyi timpani Auskultasi : peristaltic usus

2. Mukosa kering, perdarahan gusi, mulut kotor 3. Ptekie, uji tourniquet positif, epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena 4. Nyeri tekan pada epigastrik 5. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limfa 6. Pada renjatan nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal. IX. Faktor resiko 1. Anak berusia dibawah 15 tahun 2. Status imun 3. Jenis serotipe virus DHF 4. Predisposisi genetic 5. Orang-orang yang tinggal dilingkungan kumuh dan lembab 6. Seseorang yang sebelumnya pernah terinfeksi satu atau lebih jenis virus dengue

X.

Pencegahan a) Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut : Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF. b) Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan. c) Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya. d.Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi. Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain : Menggunakan insektisida Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air. Tanpa insektisida Caranya adalah : a. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 10 hari). b. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.

c. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang. XI. Universal precaution 1. Pengelolaan alat kesehatan habis pakai 2. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang 3. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan 4. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan 5. Disinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang XII. Legal-etik Non-Maleficence 1. Perawat tidak melakukan kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan DHF/DSS terhadap klien (sebagai contoh pergantian infusan setiap 3 hari sekali, pemantauan keadaan klien yang teratur sesuai dengan kebutuhan dan indikasi, melakukan prinsip 5 benar dalam pemberian obat) 2. Perawat harus memperhatikan universal precaution untuk mencegah infeksi silang dari pasien lain yang dapat merugikan klien dan perawat sendiri Respect for Autonomy 1. Perawat tidak memaksa pasien untuk menerima terapi atau asuhan keperawatan terhadap penyakit DHF klien sementara klien tidak mau melakukannya 2. Perawat harus mencoba menjelaskan manfaat dilakukannya suatu terapi atau asuhan yang akan diterima klien untuk menangani/penyembuhan penyakit DHF/DSS nya Beneficience 1. Perawat melakukan asuhan secara holistik dalam penyakit DHF/DSS kepada klien (termasuk memperhatikan aspek psiko,sosio dan spiritual) 2. Perawat harus segera melakukan tindakan/berkolaborasi dengan tim medis ketika menemukan suatu keadan yang memburuk pada kesehatan klien berkaitan dengan infeksi virus dengue yang diderita klien

XIII. Patofisiologi

XIV. Asuhan keperawatan Pengkajian 1. Biodata Nama Umur Agama Jenis kelamin 2. Keluhan Utama : Nn. R : 17 tahun : Islam : Perempuan : (pada kasus tidak disebutkan keluhan utama

pasien. Tetapi terdapat keterangan keadaan pasien sebelum masuk rumah sakit yaitu hipovolemia, perdarahan dari mulut, hidung dan gusi, sering muntah dengan atau tanpa darah, kulit tampak pucat dan dingin. Yang harus dilakukan perawat adalah tanyakan keluhan utama yang dirasakan saat ini dan tanyakan apakah keadaan sebelum masuk rumah sakit masih dirasakan sampai sekarang.) 3. 4. 5. BB TB TTV 4 hari setelah dirawat a. TD b. T c. Respirasi Hari ke-6 a. b. TD T : 90/50 mmHg : 410C : 38 kali/menit : 100/50 mmHg : 390C : 26 kali/menit : (ditimbang bila memungkinkan) : (diukur bila memungkinkan

c. Respirasi Sekarang a. TD b. Nadi c. T d. RR

: 100/70 mmHg : 85 kali/menit : 37,50C : 24 kali/menit

6.

Riwayat Kesehatan a. Sekarang : (setelah klien mengatakan apa keluhan

utamanya, tanyakan pada klien ketika klien melakukan kegiatan seperti apa keluhannya semakin bertambah dan apa yang biasanya klien lakukan untuk mengurangi keluhannya <P> tanyakan sejak kapan keluhan-keluhan yang terjadi

muncul dan sudah berapa lama <T> tanyakan keluhan yang muncul sangat mengganggu aktivitas sehari-hari atau tidak <Q>) b. Masa lalu : (tanyakan apakah sebelumnya pernah

mengalami gejala-gejala seperti yang terjadi sekarang, karena biasanya DHF menjadi lebih parah setelah terpapar untuk kedua kalinya oleh virus dengue, tanyakan apakah pasien ada alergi terhadap obat-obat tertentu atau riwayat alergi lainnya, tanyakan apakah sebelumnya klien pernah menjalani pengobatan tertentu untuk menanggulangi keluhannya) c. Keluarga : (tanyakan apakah ada keluarga dekat/serumah

yang sebelumnya pernah mengalami gejala penyakit yang sama, karena kemungkinan virus dengue terbawa oleh nyamuk aides yang sebelumnya menggigit/menghisap darah penderita demam dengue) d. Lingkungan lingkungan tempat tinggal klien) 7. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi : - Pada hari ke-4 wajah tampak memerah - Petechiae - Ekimosis terutama pada bekas tusukan jarum infus di lengan kiri b. Palpasi : (palpasi apakah teraba adanya pembesaran limfa dan hepar) c. Auskultasi : (auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui apakah jantung) d. Perkusi 8. 9. Pemeriksaan Diagnostik :: (catat hasil uji laboratorium) ada tanda-tanda menuju gagal : (tanyakan bagaimana kondisi kebersihan

Pengkajian Psikososial Spiritual Cultural a. Psikologis : klien mudah tersinggung dan sering gelisah

(lakukan pendekatan intrapersonal dengan klien untuk mengetahui bagaimana kondisi psikologis klien berhubungan dengan diagnosa penyakitnya. Analisis berada dimana kondisi psikologis klien dalam penerimaan terhadap

penyakitnya. Lakukan pendekatan untuk mengetahui bagaimana kondisi psikologis klien berhubungan dengan keberadaan orang tua dan saudara yang jauh dan hanya ditemani teman-temannya disini)

b. Spiritual

: klien merasa kebingungan bagaimana cara dia

untuk menjalankan ibadah sementara klien merasa tidak mampu untuk melakukan ibadah ritualnya selama sakit c. Sosial Kultural : (perhatikan kondisi klien dalam menanggapi

lingkungan sosialnya. Apakah klien menarik diri atau tidak, dll)

No 1

Diagnostik Gangguan pemenuhan cairan tubuh kurang dari kebutuhan b.d. perpindahan cairan dari IV ke EV d.d. hipovolemia, hipotensi dan tanda2 gangguan sirkulasi

Tujuan Tupen : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam cairan tubuh membaik dengan kriteria , TD membaik, sirkulasi membaik

Intervensi 1. Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai program terapi pasien

Tupan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 x 24 cairan tubuh normal dengan kriteria tidak terjadi lagi hipovolemia, TD normal,tandatanda gangguan sirkulasi tidak ada, keluaran urin adekuat, TTV stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik

2. Anjurkan pasien untuk banyak minum 3. Mengobservasi adanya tandatanda syok

4. Mengkaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta TTV

5. Mengkaji tanda dan gejala dehidrasi atau hipovolumik (riwayat muntah, diare, kehausan, turgor jelek) 6. Mengkaji Untuk mengetahui haluaran urin dan keseimbangan cairan monitor asupan

Rasional Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami deficit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan langsung masuk kedalam pembuluh darah selain itu peningkatan cairan IV diperlukan untuk menurunkan hiperviskositas darah (potensial pembentukan thrombus) atau mendukung volume sirkulasi atau perfusi jaringan (berhubngan dengan diagnosa ke2) Asupan cairan sangat dibutuhkan untuk menambah volume cairan tubuh Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami pasien Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya Untuk mengetahui penyebab deficit volume cairan, jika haluaran urin <25 ml/jam, maka pasien mengalami syok

Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan suplai O2 ke jaringan d.d. kulit pucat dan dingin

haluaran Tupen: 1. Kolaborasikan Setelah dengan tim medis dilakukan asuhan untuk pemberian keperawatan O2 sesuai selama 2 x 24 indikasi jam perfusi 2. Auskultasi membaik dengan frekuensi dan kriteria warna irama jantung, kulit catat bila ada menunjukkan bunyi jantung perbaikan/lebih ekstra terlihat segar dari sebelumnya dan tidak terlalu dingin

Meningkatkan suplai O2

Tupan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 x 24 jam klien menunjukkan perfusi normal dengan kriteria irama jantung atau frekuensi dan nadi perifer dalam batas normal, tidak ada sianosis, kulit hangat

3. Observasi perubahan status mental

4. Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa

5. Ukur haluaran urin dan catat BJ urin

Pola nafas tidak efektif b.d. penumpukan cairan (efusi pleura) d.d. RR 38 kali/menit

Tupen: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam pola nafas membaik Tupan: Setelah dilakukan asuhan

1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada 2. Auskultasi bunyi dan catat adanya bunyi nafas tambahan 3. Tinggikan kepala dan bantu

Takikardi sebagai akibat hipoksemia kompensasi upaya peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan, gangguan irama berhubungan dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit. Adanya bunyi jantung tambahan terlihat sebagai peningkatan kerja jantung Gelisah, bingung, disorientasi dapat menunjukkan gangguan aliran darah serta hipoksia Sianosis, kuku, membrane bibir atau lidah, kulit dingin menunjukkan vasokontriksi perifer (syok) Syok lanjut atau penurunan curah jantung menimbulkan penurunan perfusi ginjal. Dimanifestasikan oleh penurunan haluaran urin dan berat jenis normal atau meningkat Kecepatan biasanya meningkat, dispnea dan terjadi peningkatan kerja nafas Ronchi dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas atau kegagalan pernapasan Duduk tinggi memungkinkan

Hipertermi b.d. proses infeksi virus dengue d.d. S= 39-41 derjat C

keperawatan selama 7 x 24 jam pola nafas normal dengan kriteria menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal, paru jelas dan bersih Tupen: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 temperatur suhu tubuh dalam batas normal Tupan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 x 24 jam klien tidak menunjukkan kenaikan suhu tubuh kembali

mengubah posisi

ekspansi paru dan memudahkan pernapasan, penubahan posisi meningktakna pengisian udara segmen paru

1. Kolaborasi pemberian antipiretik 2. Ukur TTV terutama suhu

Untuk menurunkan suhu

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake tidak adekuat d.d. mual, muntah

Tupen : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 klien menunjukkan tanda-tanda membaik dengan kriteria klien tidak lagi mengalami mual dan muntah Tupan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7 x 24 jam resiko tidak terjadi

Untuk memonitoring kondisi suhu klien untuk data secara obyektif pada intervensi selanjutnya 3. Tingkatkan intake Untuk cairan menyeimbangkan termoregulasi tubuh sehingga tubuh akan berkompensasi terhadap suhu dengan pengeluaran keringat 4. Berikan terapi Pemberian terapi untuk penurunan dapat mengembalikan suhu keadaan termoregulasi tubuh 1. Kolaborasikan Obat-obat antasida pemberian obat- membantu pasien obat antasida membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah 2. Mengkaji Untuk menetapkan keluhan mual cara mengatasinya dan muntah yang dialami pasien 3. Memberikan Untuk menghindari makanan dalam mual muntah porsi kecil dan frekuensi sering

4. Memberikan nutrisi parenteral

Kecemasan b.d. penurunan status kesehatan, tidak adanya keluarga yang mendampingi

Tupen: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam kecemasan berkurang ditandai dengan klien menyatakan tidak terlalu takut dengan penyakitnya dan tidak merasa sepi tanpa keluarga Tupan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 7x24 jam tidak terjadi kecemasan

5. Memonitor berat badan pasien 1. Lakukan pendekatan intrapersonal

Gangguan pemenuhan spiritual :ibadah b.d. kelemahan dan ketidaktahuan d.d. klien menyatakan bahwa selama sakit klien tidak mampu untuk melakukan ritual ibadah dan tidak tahu harus

Tupen: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam klien mampu beribadah tetapi masih dibantu dalam prosesnya (bersuci,dll) Tupan: Setelah dilakukan asuhan

2. Tunjukan perhatian kepada klien, buat klien merasakan bahwa kita selalu ada disamping klien jika klien membutuhkan teman bicara 3. Jelaskan perlahan dan sedikit demi sedikit tentang penyakit berhubungan dengan penurunan kesehatan klien 4. Anjurkan klien untuk menghubungi teman dekat/sahabat untuk menemani klien 1. Jelaskan kepada klien tentang tatacara beribadah jika dalam keadaan sakit

Nutrisi parenteral sangat bermanfaat atau dibutuhkan terutama jika intake peroral sangat kurang Untuk mengetahui status gizi pasien Untuk memudahkan mengetahui kondisi psikologis berhubungan dengan kecemasan yang dialami Perhatian khusus membuat klien tidak merasa kesepian dan memperbaiki kondisi psikologis

Penjelasan dan pemahaman klien tentang penyakitnya mempermudah klien dalam accepting akan status kesehatann saat ini

Dukungan dari teman dekat atau sahabat akan bermanfaat bagi kondisi psikoogis klien

Ketidaktahuan menyebabkan kebingungan. Pemberian informasi yang jelas dan tepat dapat membantu klien menjalankan ibadah dalam keadaan sakit

bagaimana mengatasinya agar klien dapat terus beribadah

keprawatan selama 7 x 24 jam klien mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan beribadahnya 2. Bantu dan damping klien ketika klien akan melakukan ritual ibadahnya 3. Bila perlu, datangkan seorang ahli (ustad) untuk dapat membimbing klien Pendampingan akan membuat klien terbantu dalam melakukan ritual ibadahnya Informasi dari seseorang yang terpercaya dapat lebih meyakinkan klien

XV.

Daftar pustaka

Effendi, Christantie, S.Kp, 1995. Perawataan pasien DHF. Jakarta : EGC Jumadi Gaffar, La Ode, S.Kp. 1999. Pengantar keperawatan professional. Jakarta: EGC Keliat, Annad Budi, S.Kp.,Insc. 1994. Proses keperawatan. Jakarta : EGC http://asaborneo.blogspot.com/2009/09/siklus-pelana-kuda-siklus-dbd-yang.html http://books.google.co.id/books?id=vz9APbuyY4QC&pg=PA22&dq=tanda+dan+gejala +dhf&hl=id#v=onepage&q=tanda%20dan%20gejala%20dhf&f=false http://feverclinic.wordpress.com/2009/02/19/perjalanan-klinis-penyakit-dbd/ http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti http://ismirayanti.blogspot.com/2010/10/gangguan-perdarahan.html http://nursingbegin.com/askep-dhf/ http://ppniklaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=78:dhf&catid=38:ppn i-ak-category&Itemid=66 Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta. http://id.wikipedia.org/wiki/Demam_berdarah

You might also like