You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWTAN HIV/AIDS

Disusun Oleh : Mega Ayu

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO 2013

LAPORAN PENDAHULUAN ALO

I. Definisi ALO atau Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru baik di rongga interstisial dalam alveoli. (Bruner & Suddart ; 798). Acute lung oedem (Alo) atau cedera paru akut adalam penumpukan cairan di dalam paru-paru baik dalam spasium interstial atau dalam alveoli (Diane C. Baughman, Joann C. Hankley Kep. ) Jadi acute lung oedem atau disebut juga Edema paru akut adalah pembengkakan dan/atau akumulasi cairan dalam paru. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya pertukaran gas dan dapat menyebabkan gagal napas. Edema Paru dapat terjadi akibat kegagalan jantung memindahkan cairan dari sirkulasi paru (Edema Paru Kardiogenik) atau akibat trauma langsung pada parenkim paru (Edema Paru Non-Kardiogenik). Pengobatan tergantung dari

penyebab, tapi lebih menitikberatkan pada memaksimalkan fungsi respirasi dan menyingkirkan penyebab.

II. Insiden

Angka kejadian penyakit ini di kota Malang adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun. Angka kematian melebihi 40%. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila

pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selama Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. III Etiologi Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu : 1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral). 2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri. 3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema). B. Penurunan tekanan onkotik plasma. 1. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, proteinlosing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. C. Peningkatan tekanan negatif intersisial : 1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral). 2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma). D. Peningkatan tekanan onkotik intersisial. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupunklinik. E Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome) 1. Pneumonia (bakteri, virus, parasit). 2. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2, dsb).

3. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea). 4. Aspirasi asam lambung.

IV Tanda dan Gejala a. Dyspnoe deffort : Sesak nafas yang terjadi ketika melakukan aktivitas. b. Orthopnoe : Sesak nafas terjadi pada saat berbaring dan dapat dikurangi dengan sikap duduk/ berdiri. c. Batuk batuk yang refrakter dan sedikit memberi respon pada pengobatan dan kadang kadang disertai dengan dahak berbusa dan berwarna merah muda. d. Terdengar suara ronchi basah yang halus/ kasar. e. Hipoksia dengan sianosis sentral, asidosis metabolik dan

hipokapnea. f. Penurunan kesadaran. V. Patofisiologi Ruang interstisial paru terisi dengan cairan oleh karena beberapa sebab baik berupa kelainan jantung, kelainan ginjal maupun oleh karena perubahan permeabilitas paru itu sendiri. Pada dua penyebab yang pertama biasanya berupa transudat dan pada yang terakhir cairan dapat berupa plasma dan cairan koloid.

Hadirnya cairan di alveoli juga akan mengganggu fungsi surfaktan paru sehingga akan terjadi kolaps pada kantong kantong udara ini. Dengan masuknya cairan ke dalam rongga interstisial/ alveoli akan berakibat timbulnya gangguan difusi dan ventilasi oleh karena terjadi perubahan sifat membran alveoli kapiler paru menjadi kaku dan complience menurun. Pada analisa gas darah terdapat hipoksemia dan

hipokapnea pada tingkat yang lanjut dapat terjadi asidosis metabolik . bila keadaan ini berlangsung lama dapat terjadi penyulit berupa endapan jaringan fibrin dan hialin pada permukaan epitel alveoli yang akan memperburuk gangguan faal difusi yang sudah terganggu. Patofisiologi edema paru dengan adanya penyebab tekanan kapiler paru akibat gagal ventrikel jantung kiri.

VI. Pemeriksaan Penunjang a. Elektro magnetic (ECG) Didapatkan bradikardia karena otot jantung melemah saat memompa darah atau jantung tidak bekerja dengan semestinya akibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluhpembuluh darah dari paru.

Pada sinus bradikardia frekfensi jantungya kurang dari 60 x/menit gelombang P akan selalu berdefleksi positip di lead II dan akan selalu berdefleksi negatif di lead aVR. Kecuali terdapat 2

kemungkinan yaitu kesalahan penempatan elektroda dan EKG dextrocardia atau posisi jantung bergeserkekanan

c. Pemeriksaan foto torax Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh strukt struktur tulang dari dinding dada.

X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paruparu dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya. Gambar radiologi

Gambar 1. Kardiomegali

Gambar 2 butterfly atau bats wing atau kardiolung

VII Penatalaksanaan a. Non Farmakologi :

1 2

Posisi duduk Oksigen (40%-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisadipertahankan > 60 mmHg dengan O2 konssentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, dan ventilator.

Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila perlu.

Atasi aritmia atau gangguan konduksi

Farmakologi :

Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik >95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberikan hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitrogliserin IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon

dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital. 2 . Morfin sulfat 3-5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari). 3. Diuretik Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip ontinue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen. 4. Bila perlu (tekanan darah turun /tanda hipoperfusi) :

Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau doputamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan

sesuai respon klinis atau keduanya. 5. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

c. Pembedahan:

1.

Operasi pada komplikasi akut infark miokard sepertiregurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel/corda tendinae.

VIII Prognosis

penyebab/pencetus yang dapat diobati. Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme terjadinya edema paru nonkardiogenik akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru, perbaikan pengobatan, dan teknik ventilator tetapi angka mortalitas pasien masih cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa

pasien yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara. Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama.

IX komplikasi

a. asfiksia b. kematian

Konsep Asuhan Keperawatan


I Pengkajian a. Pengkajian pada pasien meliputi : 1 Identitas Mencakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama dan alamat. 2 Keluhan Utama sesak nafas dan berkeringat dingin 3 Riwayat Penyakit Sekarang Apakah berkeringat. 4 Riwayat Penyakit Dahulu Kadang kadang ada hypertensi, apakah pernah demam, reumatik, bedah jantung, penyakit katup janung dan penyakit jantung baw Riwayat Penyakit Keluarga Apakah ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama, penyakit jantung, lainnya dan DM. 5 Tingkat Pengetahuan Pasien dan Keluarga. Ditanya tentang seberapa jauh pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya. 6 Faktor Resiko ada keluhan nyeri dada, sesak, takinardi,

Apakah penderita merokok atau minum minuman keras, kebiasaan makan makanan berlemak atau sering

mengkonsumsi daging. 7 Riwayat Sosial Ekonomi Tanyakan tentng provesi pasien dan usaha pertolongan bila ada keluarga yang sakit 8 Riwayat spiritual Tanyakan tentang kepercayaan yang dianut, hal ini penting karena untuk memberikan asuhan keperawatan kita dapat menyesuaikan kekuasaan yang dianut pasien sepanjang hal tersebut tidak bertentangan denga terapi yang harus ditaati a.9 Riwayat alergi Tanyakan apakah anda alergi makanan, obat hal ini berhubungan dengan diit dan obat-obatan a.10 Kebiasaan hidup sehari-hari Menyangkut cairan, makanan, eliminasi, kebersihan diri, aktivitas dan istirahat b. Pemeriksaan Fisik Mata Leher Paru Paru-paru : Konjunctiva dan sklera : Peningkatan JVP. :

I : bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris, retraksi otot dada (+), tidak ada lesi P : nyeri tekan (-), vocal vremitu teraba, P : terdengar hipersonor pada lapang paru kanan dan kiri A:

Ronkhi

wheezing

c.

Jantung I : tidak terlihat pulsasi ictus cordis P : Nyeri tekan (-), ictus cordis teraba di ICS V mid klavikula kiri 2 cm P : terdengar dullness pada ICS IV sternum dekstra dan sinistra, ICS V mid clavicula line sinistra, ICS V di anterior axial line, sinistra ICS V mid axial line sinistra A : BJ I dan II tunggal

Abdomen

: Asites dan bising usus.

Ekstrimitas : Kelembapan dan odem. c. Pemeriksaan Penunjang c.1 Elektro magnetic (ECG) Didapatkan deviasi sumbu jantung kiri, hipertensi ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, didapatkan gelombang P pulmonal atau gelombang p mitral (bila etiologinya mitral stenosis) c.2 Pemeriksaan foto torax

Jantung

nampak

membesar

atau

kardiomegali

disertai

pembesaran ventrikel kiri dan atrium kanan, paru menunjukkan adanya kongestif ringan sampai odem paru yang ditandai dengan gambaran butterfly apparance atau claudy lung. d. Diagnosa yang Muncul 1 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus. 2 Penurunan curah jantung, berhubungan dengan kontraktilitas miokard atau perubahan inotropik. 3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru. 4. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

5.

Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubu ngan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)

e. Intervensi Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli) Tujuan : Pertukaran gas efektif Kriteria hasil : menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat pada jringan di tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan Rencana tindakan :

a. Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels. Rasional : Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. b. Atur posisi fowler dan bed rest. Rasional : merangsang pengembangan paru secara maksimal. c. Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri Rasional : hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru. d. Collaborative pemberian O2 sesuai indikasi. Rasional : meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi hypoxemia jaringan. e. Collaborative pemberian obat . Diuretic Rasional : Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran gas Bronkodilator Rasional : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas.

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial (penurunan). Tujuan : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal jantung.

Rencana tindakan : a. Catat suara jantung Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa. Irama gallop sering ada (S2 dan S3). Murmur merupakan gambaran adanya ketidaknormalan/stenosis dari katup. b. Monitor tekanan darah Rasional : pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama kelamaan badan/body jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa terjadi hipotensi berat. c. Palpasi denyut peripher. Rasional : Penurunan CO akan menyebabkan kelemhn denyut pada arteri radialis, poplitea,dorsalis pedis dan posttibial. Denyut dapat yang cepat atau reguler dan mungkin juga terdapat pulsus alternans (denyut yang kuat di selingi denyut yang lemah) d. Lihat warna kulit,pucat,cyanosis. Rasional : Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer sebagai akibat sekunder dari ketidakadekuatnya CO. e. Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti : lethargy, kebingungan, disoientasi cemas dan depresi. Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi cerebralsebagai akibat sekunder dari penurunan CO . f. Collaborative dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.

Rasional : meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk menanggulangi efek hypoxia/iskemia. g. Collaborative pemberian diuretik. Rasional : Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac out put yang relative normal yang di sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup diuretics akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air. h. Collaborative pemberin digoxin Rasional : meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan melambatkan kecepatan denyut jantung (heart rate) dengan menurunkan kecepatan konduksi dan memperpanjng periode retrakter dari AV junction untuk meningkatkan efisiensi jantung/cardiac out put.

3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas. Rencana tindakan : a. Identifikasi faktor penyebab.

Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang tepat. b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi. Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien. c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat. Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal. d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien). Rasional : Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru. e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam. Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru. f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif. Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif. g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obatobatan serta foto thorax.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru. 4.Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas). Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan. Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit. Rencana tindakan : a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya

dengan semi fowler. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya. Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan. b. Ajarkan teknik relaksasi Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan c Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.

Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress. d.. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan

pasien. Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik e. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan. f.. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

5. Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah). Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin. Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup. Rencana tindakan :

a.

Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan

tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital. Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas. a. Bantu Px memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri. b. Awasi Px saat melakukan aktivitas.

Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya. c. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.

Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh. d. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara

aktivitas dan istirahat. Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme. e. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas ]`secara

bertahap. Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.

Harijono Achmad, Dr. DSPD, 1994. Penyakit Dalam Praktis Malang. Penerbit lab / IMF Ilmu Penyakit dalam, FK Unibraw.

Linda Juall Carpenito, 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Buku Kedokteran EGC, Jakarta

You might also like