You are on page 1of 7

PENERAPAN REAKSI REDOKS DALAM PEMBAKARAN 1.

Kayu Bakar
Untuk memasak makanan diperlukan energi panas. Energi panas ini dapat diperoleh dari pembakaran bahan bakar gas, minyak tanah, atau kayu bakar. Untuk menjalankan mesin-mesin di pabrik dan alat transportasi juga diperlukan energi yang diperoleh dari bahan bakar. Bahan bakar merupakan salah satu contoh sumber energi panas. Energi yang terkandung dalam suatu zat disebut entalpi dengan lambang H. Setiap reaksi kimia selalu disertai perubahan entalpi (H). Pada reaksi kimia energi yang dilepaskan maupun diserap berbentuk kalor. Kalor dapat berpindah dari system ke lingkungan atau dari lingkungan ke sistem. Pada bab ini akan diuraikan tentang sistem dan lingkungan, perubahan entalpi, penentuan H

reaksi, dan dampak pembakaran bahan bakar terhadap lingkungan.

Ketika kita membuat api unggun dengan membakar kayu kering, maka akan dihasilkan abu, asap, dan gas. Sama halnya seperti pada kertas yang dibakar, kayu dan abu merupakan dua jenis zat yang sangat berbeda. Zat-zat hasil pembakaran tersebut tidak dapat dikembalikan lagi menjadi kayu. Oleh karena kayu yang dibakar menghasilkan zat baru yang sifatnya berbeda dengan zat asalnya, kayu yang dibakar merupakan contoh peristiwa perubahan kimia. Jadi perubahan kimia adalah perubahan materi yang menghasilkan zat yang jenisnya baru. Pembakaran adalah reaksi kimia antara materi yang terbakar dengan oksigen. Oleh karena itu, reaksi pembakaran sering disebut reaksi oksidasi. Pada proses pembakaran dapat timbul asap kibat pembakaran yang tidak sempurna. Pembakaran tidak sempurna terjadi karena oksigen yang tersedia untuk bereaksi tidak mencukupi sehingga sebagian karbon tidak terbakar. Pembakaran yang tidak sempurna dapat menghasilkan gas beracun, yaitu karbon monoksida (CO). Pembakaran, adalah sejenis reaksi redoks yang mana bahan-bahan yang dapat terbakar bergabung dengan unsur-unsur oksidator, biasanya oksigen, untuk menghasilkan panas dan membentuk produk yang teroksidasi. Istilah pembakaran biasanya digunakan untuk merujuk hanya pada oksidasi skala besar pada keseluruhan molekul. Oksidasi terkontrol hanya pada satu gugus fungsi tunggal tidak termasuk dalam proses pembakaran. C10H8+ 12 O2 10 CO2 + 4 H2O Pada proses pembakaran kayu menghasilkan abu. Abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tak dapat terbakar (non-BDT) yang tertinggal setelah proses pembakaran dan perubahan perubahan atau reaksi -reaksi yang menyertainya selesai. Abu berperan menurunkan mutu bahan bakar karena menurunkan nilai kalor. Di dalam dapur atau dalam generator gas, abu dapat meleleh pada suhu tinggi, menghasilkan massa yang disebut slag. Sifat kandungan abu dapat ditandai oleh perubahan-perubahan yang terjadi bila suhunya naik. Kalau suhu diberi lambang t, maka: t1 = suhu pada saat abu mulai deformasi, t2 = suhu pada saat abu mulai lunak, t3 = suhu pada saat abu mulai mencair.

Kalau abu meleleh pada suhu t3 < 13000C, maka abu bertitik leleh rendah. Kalau abu meleleh pada suhu 13000C < t3 < 14250C; abu bertitik leleh sedang. Kalau abu meleleh pada suhu t3 > 14250C; abu bertitik leleh tinggi. Slag dapat menutup aliran udara yang masuk di antara batangbatang rooster (kisi) dalam ruang pembakaran, menutupi timbunan bahan bakar dan merus dapur, serta abu yang terbawa oleh gas asap mengikis bidang pemanasan ketel.

2. Efisiensi Pembakaran Karbon Pada Batubara


Saat ini, konsumsi energi dunia, terutama dari bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam, dan batubara), meningkat secara besar-besaran dan tak terhindarkan. Teknologi pemanfaatan dan eksplorasi bahan bakar fosil yang sudah mapan menyebabkan energi dapat dihasilkan dengan proses yang terjamin dengan harga yang relatif murah. Hal inilah yang menyebabkan bahan bakar fosil banyak disukai walaupun dewasa ini penelitian mengenai bahan bakar terbarukan terus digalakkan dan pemanfaatannya mulai mendapatkan perhatian publik. Bahan bakar fosil tetap dipercaya sebagai sumber energi dunia setidaknya untuk 50 tahun ke depan. Untuk itu, peningkatan efisiensi utilisasi bahan bakar fosil harus terus dilakukan dengan terus memperhatikan faktor lingkungan. Salah satu jenis bahan bakar fosil ialah batubara. Dibandingkan bahan bakar fosil lainnya, batubara mempunyai beberapa keunggulan, di antaranya: 1. Batubara yang siap diekploitasi secara ekonomis terdapat dalam jumlah banyak. 2. Batubara terdistribusi secara merata di seluruh dunia. 3. Jumlah yang melimpah membuat batubara menjadi bahan bakar fosil yang paling lama dapat menyokong kebutuhan energi dunia.

Namun, batubara juga memiliki kelemahan yaitu: 1. Identik sebagai bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan karena komposisinya yang terdiri dari C, H, O, N, S, dan abu. 2. Kandungan C per mol batubara jauh lebih besar dibandingkan bahan bakar fosil lainnya sehingga pengeluaran CO2 dari batubara jauh lebih banyak. Selain itu, kandungan S dan N batubara bisa terlepas sebagai SOx dan NOx dan menyebabkan terjadinya hujan asam. Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode baru dalam pemanfaatan batubara agar dapat meredam isu-isu lingkungan yang mungkin terjadi.

Salah satu metode yang dapat menjadi alternatif ialah pembakaran batubara menggunakan campuran O2/CO2. Keunggulan utama dari metode ini yaitu adanya daur ulang aliran gas keluaran sehingga kandungan CO2 pada aliran tersebut sangat tinggi, mencapai 95%. Dengan kandungan CO2 yang tinggi, proses pemisahan karbondioksida menjadi lebih mudah dan ekonomis dibandingkan pada pembakaran batubara konvensional (menggunakan udara) yang hanya menghasilkan CO2 sekitar 13% pada gas keluaran. Gas keluaran dengan kandungan CO2 sampai 95% bahkan dapat langsung digunakan untuk proses oil enhanced recovery (EOR) Pembakaran batubara menggunakan campuran O2/CO2 ditampilkan pada gambar di bawah ini.
[2]

Gambar 1. Diagram alir proses pembakaran batubara dengan menggunakan campuran gas O2/CO2 Batubara (fuel) dibakar dalam sebuah combustion chamber dengan menggunakan campuran gas oksigen dan karbondioksida. Oksigen didapatkan dari proses pemisahan nitrogen dan oksigen dari udara dalam sebuah Air Separation Unit. Karbondioksida sendiri merupakan gas hasil pembakaran batubara yang kembali dialirkan ke dalam combustion chamber. Aliran recycle

karbondioksida ini menyebabkan peningkatan konsentrasi gas karbondioksida yang sangat signifikan di aliran keluaran sehingga memudahkan proses pemisahan karbondioksida itu sendiri. Pemisahan karbondioksida dapat diselenggarakan menggunakan metode konvensional seperti menggunakan CO2 absorber maupun metoda terkini seperti pemisahan dengan membran. Tingginya konsentrasi CO2 di aliran umpan absorber atau membran akan memudahkan proses pemisahan sehingga spesifikasi alat pemisah tidak terlalu memakan biaya besar. Selain kandungan CO2 gas keluaran yang tinggi, metode ini juga mempunyai efisiensi pembakaran karbon yang tinggi. Hasil penelitian Liu (2005) menunjukkan bahwa pembakaran batubara menggunakan media O2/CO2 menghasilkan efisiensi pembakaran karbon yang lebih tinggi dibandingkan pembakaran batubara konvensional. Hal itu dibuktikan dari kandungan karbon baik pada fly ash maupun bottom ash yang jauh lebih sedikit.

Daftar Pustaka : http://birohmah.unila.ac.id/?p=220 http://kimiadahsyat.blogspot.com/2009/07/efisiensi-pembakaran-karbon-pada.html http://bermula.wordpress.com/2008/08/11/proses-pembakaran-batubara-dengan-o2co2/

You might also like