You are on page 1of 3

Emulsifier

Emulsifier atau biasa disebut dengan zat pengemulsi adalah zat untuk membantu menjaga kestabilan emulsi minyak dan air. Umumnya emulsifier merupakan senyawa organik yang memiliki dua gugus, baik yang polar maupun nonpolar sehingga kedua zat tersebut dapat bercampur. Gugus nonpolar emulsifier akan mengikat minyak (partikel minyak dikelilingi) sedangkan air akan terikat kuat oleh gugus polar pengemulsi tersebut. Bagian polar kemudian akan terionisasi menjadi bermuatan negatif, hal ini menyebabkan minyak juga menjadi bermuatan negatif. Partikel minyak kemudian akan tolak-menolak sehingga dua zat yang pada awalnya tidak dapat larut tersebut kemudian menjadi stabil. Salah satu contoh pengemulsi yaitu sabun yang merupakan garam karboksilat.Molekul sabun tersusun atas ekor alkil yang nonpolar (akan mengelilingi molekul minyak) dan kepala karboksilat yang bersifat polar (mengikat air dengan kuat). Pada industri makanan, telur dikenal sebagai pengemulsi (emulsifier) tertua yang pernah ada. Di dalam telur (banyak pada kuning telur dan sedikit pada putih telur) terdapat lesitin yang merupakan suatu emulsifier. Contoh bahan yang dibuat dengan cara ini adalah mentega, margarin, dan sebagian besar kue. Emulsifier merupakan bahan yang bersifat dapat menyatukan komponen yang bersifat polar dengan non polar. Emulsifier sudah ban yak digunakan dalam industri seperti industri pangan, kosmetik, farmasi, konstruksi bangunan, dan lain-lain. Pada umumnya

surfaktanlemulsifier yang digunakan adalah surfaktan berbasis minyak bumi yang bersifat non-renewable (tidak terbarukan) dan non biodegradable serta tidak ramah lingkungan. Namun saat ini sudah banyak emulsifier yang dibuat dengan bahan dasar minyak nabat Minyak nabati dapat dihasilkan dari beberapa macam tumbuhan seperti kelapa sawit, canola, bunga matahari, kedelai, kacang tanah, dan tumbuhan lainnya yang banyak

mengandung minyak. Terlihat bahwa kelapa sawit menghasilkan produktivitas paling tinggi diantara sumber minyak nabati yang lain, yakni sekitar 4 tonlha/tahun karena memang Indonesia merupakan salah satu negara terbesar penghasil minyak sawit di dunia. Minyak inti sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bah an baku untuk mensintesa surfaktan metil ester sulfonat (MES). Pemanfaatan minyak inti sawit sebagai bahan baku sintesa surfaktan MES akan memberikan prospek yang positif bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan selama ini sebagian besar minyak sawit Indonesia diekspor dalam bentuk CPO dan PKO. Surfaktan yang berasal dari minyak sawit ini dibutuhkan di kalangan industri, seperti industri plastik, minyak, konstruksi, kosmetik (bahan bedak), kulit, dan agrochemical. Pemanfaatan kelapa sawit sebagai surfaktan yang dihasilkan dari minyak sawit menghasilkan limbah. Limbah minyak sawit bisa dimanfaatkan untuk makanan ternak, sabun, pupuk, arang karbon aktif, bahan pengisi, particle board, asap cair, kompos, dan pupuk. Pada industri pangan, surfaktan lebih dikenal dengan nama emulsifier. Emulsifier ini biasa digunakan pada produk-produk yang mengandung minyak dan air. Kedua bahan ini merupakan fase yang terpisah. Dengan adanya emulsifier, kedua sifat yang saling tolak belakang itu dapat diatasi sehingga minyak dan air dapat bersatu membentuk produk emulsi. Emulsi dapat dibagi menjadi dua yaitu emulsi w/o (air dalam minyak) dan emu lsi o/w (minyak dalam air). Yang termasuk emulsi w/o yaitu mentega, mentega putih, margarin, shortening, dan lain-lain, seaangkan contoh produk emulsi o/w diantaranya yaitu santan, susu, keju, sosis, dan lain sebagainya. Margarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi rasa dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Margarin merupakan emulsi dengan tipe emulsi water in oil (w/o) , yaitu fase air

berada dalam fase minyak atau lemak. Lemak yang digunakan untuk pembuatan margarin dapat berasal dari lemak hewani atau lemak nabati. Lemak hewani yang digunakan biasanya lemak babi (lard), lemak sapi, dan oleo oi, sedangkan minyak nabati yang sering digunakan adalah minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak biji kapas, minyak kedelai, minyak wijen, minyak kapok, minyak jagung, dan minyak gandum. Minyak nabati umumnya berwujud cair, karena mengandung asam lemak tidak jenuh, seperti asam oleat, linoleat, dan linolenat. Minyak tersebut sebelum dijadikan margarin terlebih dahulu dihidrogenasi.

Hidrogenasi minyak bertujuan merubah minyak cair menjadi lemak berwujud padat dengan konsistensi yang hampir sama dengan minyak babi. Proses pembuatan margarin adalah

pencampuran antara fase cair, fase minyak, dan emulsifier dengan perbandingan tertentu, sehingga membentuk emulsi w/o. Untuk menstabilkan emulsi yang terbentuk, maka biasanya ditambahkan bahan (emulsifying agent); misalnya pati, gliserin, gelatin, kuning telur, dan lesitin. Bahan lain yang ditambahkan adalah garam dapur, natrium benzoat sebagai bahan pengawet, dan vitamin A.

You might also like