You are on page 1of 4

AMANDEMEN UUD 1945 BAB VI.

PEMERINTAHAN DAERAH PASAL 18

Gagasan amandemen UUD 1945 baru menjadi kenyataan setelah runtuhnya kekuasaan Orde baru yang sebelumnya selalu melakukan upaya sakralisasi terhadap UUD 1945. Amandemen UUD 1945 mulai dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1999. Hal ini membuktikan bahwa adanya common sense bahwa reformasi harus dilakukan dalam kerangka konstitusional dan karenanya harus didahului dengan amandemen UUD 1945 Dalam sejarah amandemen UUD 1945 terhitung sudah 4 kali UUD 1945 mengalami amandemen. Setelah 4 kali diamandemen sebanyak 25 butir tidak dirubah, 46 butir dirubah atau ditambah dengan ketentuan lainnya. Secara keseluruhan saat ini berjumlah 199 butir ketentuan, 174 ketentuan baru. Namun pada kali ini pembahasan di fokuskan pada amandemen UUD 1945 BAB VI Pemerintahan Daerah Pasal 18. Amandemen pada pasal 18 ini adalah amandemen ke II yang disahkan melalui sidang umum MPR 7-8 Agustus 2000. Amandemen pasal 18 UUD 1945 didasarkan pada lahirnya konsep desentralisasi yang merupakan upaya untuk mewujudkan seuatu pemerintahan yang demokratis dan mengakhiri pemerintahan yang sentralistik. Pemerintahan sentralistik menjadi tidak populer karena telah dinilai tidak mampu memahami dan memberikan penilaian yang tepat atas nilai-nilai yang hidup dan berkembang di daerah. Desentralisasi adalah pembentukan daerah otonom dengan kekuasaan kekuasaan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu yang diselenggarakan berdasarkan pertimbangan, inisiatif, dan administrasi sendiri, sehingga akan dijumpai proses pembentukan daerah yang berhak mengatur kepentingan daerahnya. Berikut adalah Pasal 18 UUD 1945 sebelum dan setelah di amandemen :

Sebelum diamandemen Pasal 18 Pembagian Daerah Indonesia atas Daerah besar dan ketjil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusjawaratan dalam sistim Pemerintahan Negara, dan hak-hak asal-usul dalam Daerah-Daerah yang bersifat istimewa. Sesudah diamandemen Pasal 18 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. 2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. 3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. 4. Gubernur, Bupati, and Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. 5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. 6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Pasal 18A 1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kebupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Pasal 18B 1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. 2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Dari amandemen Pasal 18 UUD 1945 tersebut Mengamanatkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk mengatur pelaksanaan otonomi daerah dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan, sehingga pemerintahan daerah bisa dan mampu mengatur rumah tangganya sendiri dan dapat mengatur dan melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan yang diberikan kepada pemerintahan daerah. Dengan pemberian otonomi daerah, pemerintahan daerah mendapat kekuasaan dan wewenang yang penuh membentuk Perwakilan Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah yang sesuai dengan asas otonomi dan tugas pembantuan, yang dapat memberi dampak yang besar terjadi perubahan pola hubungan pusat dan daerah yang selama ini berlaku sistem sentralisasi berubah menjadi desentralisasi dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah telah mengatur dan memberikan wewenang dan kewajiban yang lebih menekan pada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan pelayanan umum dan daya saing daerah. Dalam pembahasan Pasal 18 A UUD 1945 dikemukan, hubungan pusat dan daerah harus dipandang bersifat komplementer bagi keduanya, dalam pengertian saling membutuhkan secara timbal balik. Ini berarti bahwa kebijakan otonomi bagi setiap daerah harus dipandang sebagai perjanjian atau kontrak antara pemerintah pusat dan

daerah. Artinya aspek keserasian mesti menjadi pertimbangan utama dalam mengatur hubungan pusat dengan daerah. Selain itu, yang jauh lebih penting, pola hubungan pusat dan daerah tidak boleh lagi terjebak pada (pola) hubungan yang sentralistik. Sebab, pola hubungan yang demikian terbukti telah gagal dalam sejarah politik republik. Pasal 18 B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang di atur dengan Undang-undang. Perkataan khusus memiliki cakupan yang luas. Maka memungkinkan membentuk pemerintahan daerah dengan otonomi khusus seperti Aceh dan Papua. Perubahan Pasal 18 UUD 1945 disamping membenahi format pemerintahan daerah, juga memberikan pengakuan secara eksplit terhadap keberadaan masyarakat adat. Sekalipun ada kemajuan terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, namun masih terdapat kelemahan terkait pengakuan terhadap daerah-daerah yang mempunyai susunan asli. Keberadaan masyarakat adat tidak cukup hanya sekedar diakui, melainkan juga perlu adanya pengakuan dan perlindungan terhadap kedudukan daerah tempatan/teritorialnya. Bila pengakuan keberadaan tidak diikuti dengan pengakuan terhadap teritorial masyarakat adat, maka pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat akan terus terjadi. Berbagai kekayaan sumber daya alam yang berada di dalam ulayat masyarakat adat, namun tidak berada di bawah kuasa mereka, tidak akan memberi arti apa-apa bagi peningkatan taraf kehidupan mereka sebagai penguasa ulayat.

Sumber : http://vjkeybot.wordpress.com/2012/03/31/asas-asas-pemerintahan-daerah/ https://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17336/4/Chapter %2520I.pdf+amandemen+uud+1945+bab+vi+pasal+18 https://pusaka.or.id/download/19/+kajian+pasal+18+uud+1945&hl=id&gl=id&pid=bl&sr cid

You might also like